Teknologi Buangan Industri
SENDIMENTASI TANK DENGAN SISTEM UNDERFLOW DAN DILENGKAPI AGITASI MEKANIK UNTUK PENGOLAHAN AIR DAN LIMBAH CAIR
Disusun Oleh :
ALQADR FIRDAUS
1204103010072
JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2015
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam teknik kimia, proses pemisahan dan pemurnian digunakan untuk mendapatkan produk yang lebih murni dari suatu campuran heterogen maupun campuran homogen. Proses sedimentasi merupakan salah satu proses pemisahan campuran heterogen dengan cara mengendapkan partikel zat padat yang tersebar atau tersuspensi dalam cairan dengan adanya gaya gravitasi dalam waktu tertentu sehingga cairan jernih (filtrat) dapat dipisahkan dari zat padat yang menumpuk pada bagian dasar wadah. Teknik pemisahan dengan cara ini selain lebih mudah dalam pengoperasiannya dan dilihat dari segi ekonomi juga jauh lebih murah. Proses sedimentasi banyak ditemukan dalam industri pengolahan air minum, unit pengolahan limbah cair dan industri pengolahan mineral tambang.
Pada proses pengolahan air dan limbah cair sedimentasi umumnya digunakan untuk menghilangkan padatan yang telah melewati proses atau tahapan koagulasi dan flokulasi. Butiran pertikel yang terbentuk dalam proses pemurnian air secara kimiawi juga dapat dipisahkan secara sedimentasi. Pada pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum proses filtrasi. Selain itu, prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian partikel di udara. Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah adalah sama, demikian juga untuk metode dan peralatannya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sedimentasi
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dari cairan (slurry) menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Sedimentasi pada pengolahan air minum ditujukan untuk:
pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret
pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat
pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahan
pengendapan presipitat pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi
Gambar 2.1 Sendimentation Tank Underflow System
Bak sedimentasi umumnya dibangun dari bahan beton bertulang dengan bentuk lingkaran, bujur sangkar, atau segi empat. Bak berbentuk lingkaran umumnya berdiameter 10,7 hingga 45,7 meter dan kedalaman 3 hingga 4,3 meter. Bak berbentuk bujur sangkar umumnya mempunyai lebar 10 hingga 70 meter dan kedalaman 1,8 hingga 5,8 meter. Bak berbentuk segi empat umumnya mempunyai lebar 1,5 hingga 6 meter, panjang bak sampai 76 meter dan kedalaman lebih dari 1,8 meter (Reynold & Richards, 1996). Namun, angka-angka tersebut bukanlah angka mutlak yang harus diikuti, harus disesuaikan dengan kondisi setempat dan debit air yang diolah. Bentuk bak sedimentasi:
segi empat (rectangular). Pada bak ini, air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet, sementara partikel mengendap ke bawah
lingkaran (circular) - center feed. Pada bak ini, air masuk melalui pipa menuju inlet bak di bagian tengah bak, kemudian air mengalir horisontal dari inlet menuju outlet di sekeliling bak, sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi mempunyai rasio panjang : lebar antara 2 : 1 – 3 : 1. L
lingkaran (circular) - periferal feed. Pada bak ini, air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horisontal mengalir menuju ke outlet di bagian tengah lingkaran, sementara partikel mengendap ke bawah (Gambar 5.3). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed, walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang. Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
Gambar 2.2 Bagian-bagian Sendimentatio Tank
Bagian-bagian dari bak sedimentasi:
Inlet: tempat air masuk ke dalam bak.
Zona pengendapan: tempat flok/partikel mengalami proses pengendapan.
Ruang lumpur: tempat lumpur mengumpul sebelum diambil ke luar bak. Kadang dilengkapi dengan sludge collector/scrapper.
Outlet: tempat di mana air akan meninggalkan bak, biasanya berbentuk pelimpah (weir).
Zona Inlet atau struktur influen.
Zona inlet mendistribusikan aliran air secara merata pada bak sedimentasi dan menyebarkan kecepatan aliran yang baru masuk. Jika dua fungsi ini dicapai, karakteristik aliran hidrolik dari bak akan lebih mendekati kondisi bak ideal dan menghasilkan efisiensi yang lebih baik. Zona influen didesain secara berbeda untuk kolam rectangular dan circular. Khusus dalam pengolahan air, bak sedimentasi rectangular dibangun menjadi satu dengan bak flokulasi. Sebuah baffle atau dinding memisahkan dua kolam dan sekaligus sebagai inlet bak sedimentasi. Disain dinding pemisah sangat penting, karena kemampuan bak sedimentasi tergantung pada kualitas flok.
Zona pengendapan.
Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet, dalam zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel tergantung pada besarnya kecepatan pengendapan.
Zona lumpur.
Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan tetap disana
Zona outlet atau struktur efluen.
Seperti zona inlet, zona outlet atau struktur efluen mempunyai pengaruh besar dalam mempengaruhi pola aliran dan karakteristik pengendapan flok pada bak sedimentasi. Biasanya weir/pelimpah dan bak penampung limpahan digunakan untuk mengontrol outlet pada bak sedimentasi. Selain itu, pelimpah tipe V-notch atau orifice terendam biasanya juga dipakai. Diantara keduanya, orifice terendam yang lebih baik karena memiliki kecenderungan pecahnya sisa flok lebih kecil selama pengaliran dari bak sedimentasi menuju filtrasi. Selain bagian-bagian utama di atas, sering bak sedimentasi dilengkapi dengan settler. Settler dipasang pada zona pengendapan dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pengendapan.
2.2 Metode sedimentasi
Metode sedimentasi secara fisik yang berdasarkan gaya gravitasi. Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam limbah cair oleh gaya gravitasi. Proses sedimentasi biasanya dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi. Dimana koagulasi merupakan proses penambahan bahan kimia (koagulan) ke dalam cairan yang akan diolah membentuk gumpalan (flok). Sedangkan Flokulasi merupakan proses dimana gumpalan diaduk untuk mempercepat pembentukan flok, sehingga dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi dan filtrasi. Ada dua cara sedimentasi :
Sedimentasi diawal (Primary Sedimentation) dapat dilakukan jika kekeruhan tinggi, untuk mengurangi resiko kerusakan pompa atau mesin pada treatment berikutnya.
Sedimentasi diakhir (Secondary Sedimentation) digunakan untuk memisahkan dan mengumpulkan lumpur (sludge) dari proses sebelumnya.
Metode sedimentasi secara kimia dengan cara penambahan bahan kimia. Sedimentasi secara kimia dibedakan menjadi dua :
Pengaturan pH
Dilakukan jika hasil kali kelarutan ion-ionnya melampaui harga Ksp-nya sehingga terbentuk endapan. Endapan akan terbentuk hanya jika konsentrasi ion logam dan hidroksil saat itu adalah lebih tinggi dari yang diperbolehkan oleh hasil kali kelarutan. Karena konsentrasi ion logam dalam cuplikan/ sample yang sebenarnya tak jauh berbeda satu sama lain, maka konsentrasi ion hidroksilah yang memegang peranan menentukan dalam pembentukan endapan-endapan demikian karena fakta bahwa di dalam air, hasil kali konsentrasi ion hydrogen dan hidroksil benar-benar konstan (Kw = -1014) pada 250C . Dengan memakai prinsip hasil kali kelarutan, kita dapat menghitung pH minimum yang diperlukan untuk sedimentasi suatu hidroksi logam. Beberapa hidroksida (seperti AgOH atau Cu(OH)2) bisa melarut dalam larutan amonia pada pH yang bahkan lebih rendah lagi.
Penambahan pereaksi
Pereaksi sulfida
Kebanyakan ion logam membentuk senyawa sulfida tak larut, kecuali ion logam alkali dan alkali tanah. Dengan dasar perbedaan kelarutan yang besar pada senyawa – senyawa sulfida dalam asam encer. Contoh : gas H2S dan larutan anion sulfida.
Pereaksi larutan ion Klorida
Untuk memisahkan ion perak terhadap ion logam yang lain.
Pereaksi larutan ion Sulfat
Untuk memisahkan kation Timbal, Barium dan Stronsium.
2.3 Sedimentasi Kontinu
Pada proses sedimentasi kontinu waktu detensi (t) adalah sebesar volume basin (v) dibagi dengan laju alir (Q). Overflow rate (Vo) menggambarkan besarnya kecepatan sedimentasi adalah fungsi dari laju alir (Q) dibagi dengan luas permukaan basin (Ap). Laju linier (V) mengambarkan besarnya kecepatan horizontal adalah fungsi dari laju alir (Q) dibagi dengan luas area tegak lurus
Gambar 2.3 Sendimentation Tank Continue
2.4 Sedimentasi Batch
Besarnya nilai koefisien Drag (CD) bergantung pada pola aliran sekitar partikel, apakah laminar atau turbulen. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai CD sebagai fungsi dari nilai bilangan Reynolds (Nre).
Gambar 2.4 Sendimentation Tank Batch
2.5 Tipe Sedimentasi
Berdasarkan pada jenis partikel dan kemampuan partikel untuk berinteraksi, sedimentasi dapat diklasifikasi ke dalam empat tipe, yaitu:
Settling tipe I: pengendapan partikel diskret, partikel mengendap secara individual dan tidak ada interaksi antar-partikel.
Settling tipe II: pengendapan partikel flokulen, terjadi interaksi antar-partikel sehingga ukuran meningkat dan kecepatan pengendapan bertambah 4
Settling tipe III: pengendapan pada lumpur biologis, dimana gaya antar-partikel saling menahan partikel lainnya untuk mengendap
Settling tipe IV: terjadi pemampatan partikel yang telah mengendap yang terjadi karena berat partikel
2.6 Sedimentasi Tipe I
Sedimentasi tipe I merupakan pengendapan partikel diskret, yaitu partikel yang dapat mengendap bebas secara individual tanpa membutuhkan adanya interaksi antar partikel. Sebagai contoh sedimentasi tipe I adalah pengendapan lumpur kasar pada bak prasedimentasi untuk pengolahan air permukaan dan pengendapan pasir pada grit chamber. Sesuai dengan pengertian di atas, maka pengendapan terjadi karena adanya interaksi gaya-gaya di sekitar partikel, yaitu gaya drag dan gaya impelling. Massa partikel menyebabkan adanya gaya drag dan diimbangi oleh gaya impelling, sehingga kecepatan pengendapan partikel konstan. Gaya impelling adalah resultan dari gaya yang disebabkan oleh gaya berat partikel atau gaya gravitasi (ke arah bawah) dan gaya apung (bouyant, ke arah atas). Arah gaya impelling adalah ke bawah dan dinyatakan dengan persamaan:
FI = Fg – Fb = (ρS - ρ) g V
di mana: FI = gaya impelling, N
ρs = densitas massa partikel, kg/m3
ρ = densitas massa air, kg/m3
V = volume partikel, m3
g = percepatan gravitasi, m/detik2
Gaya drag adalah gaya yang melawan gaya impelling sehingga partikel dalam kondisi setimbang. Arah gaya ini adalah ke atas.
2.4 Sedimentasi Tipe II
Sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel flokulen dalam suspensi, di mana selama pengendapan terjadi saling interaksi antar partikel. Selama operasi pengendapan, ukuran partikel flokulen bertambah besar, sehingga kecepatannya juga meningkat. Sebagai contoh sedimentasi tipe II adalah pengendapan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi pada pengolahan air minum. Kecepatan pengendapan partikel tidak bisa ditentukan dengan persamaan Stoke's karena ukuran dan kecepatan pengendapan tidak tetap. Besarnya partikel yang mengendap diuji dengan column settling test dengan multiple withdrawal ports. Dengan menggunakan kolom pengendapan tersebut, sampling dilakukan pada setiap port pada interval waktu tertentu.
2.8 Sedimentasi Tipe III dan IV
Sedimentasi tipe III adalah pengendapan partikel dengan konsentrasi yang lebih pekat, di mana antar partikel secara bersama-sama saling menahan pengendapan partikel lain di sekitarnya. Karena itu pengendapan terjadi secara bersama-sama sebagai sebuah zona dengan kecepatan yang konstan. Pada bagian atas zona terdapat interface yang memisahkan antara massa partikel yang mengendap dengan air jernih. Sedimentasi tipe IV merupakan kelanjutan dari sedimentasi tipe III, di mana terjadi pemampatan (kompresi) massa partikel hingga diperoleh konsentrasi lumpur yang tinggi. Sebagai contoh sedimentasi tipe III dan IV ini adalah pengendapan lumpur biomassa pada final clarifier setelah proses lumpur aktif. Tujuan pemampatan pada final clarifier adalah untuk mendapatkan konsentrasi lumpur biomassa yang tinggi untuk keperluan resirkulasi lumpur ke dalam reaktor lumpur aktif.
Sebelum mendisain sebuah bak final clarifier, maka perlu dilakukan percobaan laboratorium secara batch menggunakan column settling test. Pengamatan dilakukan terhadap tinggi lumpur pada to hingga t. Data yang diperoleh adalah hubungan antara tinggi lumpur dengan Pengolahan Data
Tentukan slope pada zona III (slope=kecepatan pengendapan, Vo)
Perpanjang garis lurus dari zona III dan zona IV
Tentukan titik pertemuan garis dari zona III dan zona IV, tentukan titik pusat lengkungan, dan buat garis singgung
Dengan mengetahui konsentrasi lumpur awal (Co), tinggi lumpur awal (Ho), dan konsentrasi disain underflow (Cu), tentukan tinggi lumpur underflow Hu. Underflow adalah lumpur hasil akhir pengendapan yang siap disirkulasikan ke reaktor lumpur aktif.
Buat garis horisantal dari Hu hingga memotong garis singgung, maka diketahui tu (waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi Cu).
Setelah pengolahan data tersebut, parameter yang diperoleh dapat digunakan
untuk mendisain bak pengendap lumpur biomassa, yaitu:
Luas permukaan yang diperlukan untuk thickening,
Luas permukaan yang diperlukan untuk klarifikasi (sedimentasi),
Selain dengan pendekatan waktu tercapainya konsentrasi underflow, disain final clarifier dapat juga menggunakan pendekatan konsep solid flux. Solid flux adalah kecepatan thickening solid per satuan luas.
Gambar 2.5 Type of Sendimentation Tank
2.9 Sedimentasi pada Pengolahan Air Minum
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air minum adalah pada perancangan bangunan prasedimentasi dan sedimentasi II.
Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel diskret yang relatif mudah mengendap (diperkirakan dalam waktu 1 hingga 3 jam). Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak prasedimentasi adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
Sedimentasi II
Bak sedimentasi II merupakan bagian dari bangunan pengolahan air minum yang berfungsi untuk mengendapkan partikel hasil proses koagulasi-flokulasi yang relatif mudah mengendap (karena telah menggabung menjadi partikel berukuran besar). Tetapi partikel ini mudah pecah dan kembali menjadi partikel koloid. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe II karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung akibat adanya interaksi antar partikel.
2.10 Sedimentasi pada Pengolahan Air Limbah
Aplikasi teori sedimentasi pada pengolahan air limbah:
Grit chamber
Grit chamber merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel kasar/grit bersifat diskret yang relatif sangat mudah mengendap. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada grit chamber adalah teori sedimentasi tipe I karena teori ini mengemukakan bahwa pengendapan partikel berlangsung secara individu (masing-masing partikel, diskret) dan tidak terjadi interaksi antar partikel.
Prasedimentasi
Bak prasedimentasi merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan lumpur sebelum air limbah diolah secara biologis. Meskipun belum terjadi proses kimia (misal koaguasi dan flokulasi atau presipitasi), namun pengendapan di bak ini mengikuti pengendapan tipe II karena lumpur yang terdapat dalam air limbah tidak lagi bersifat diskret (mengingat kandungan komponen lain dalam air limbah, sehingga telah terjadi proses presipitasi).
Final clarifier
Bak sedimentasi II (final clarifier) merupakan bagian dari bangunan pengolahan air limbah yang berfungsi untuk mengendapkan partikel lumpur hasil proses biologis (disebut juga lumpur biomassa). Lumpur ini relatif sulit mengendap karena sebagian besar tersusun oleh bahan-bahan organik volatil. Teori sedimentasi yang dipergunakan dalam aplikasi pada bak sedimentasi II adalah teori sedimentasi tipe III dan IV karena pengendapan biomassa dalam jangka waktu yang lama akan menyebabkan terjadinya pemampatan (kompresi).
2.11 Sedimentasi Partikel di Udara
Pada dasarnya teori sedimentasi di air berlaku pula untuk sedimentasi partikel di udara, dengan mengganti sifat fisik air menjadi sifat fisik udara, misalnya densitas dan viskositas.
BAB III
KESIMPULAN
Sedimentasi adalah pemisahan padatan dari cairan (slurry) menggunakan pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspended solid. Sedimentasi pada pengolahan air minum ditujukan untuk: pengendapan air permukaan untuk penyisihan partikel diskret, pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring dengan filter pasir cepat, pengendapan lumpur hasil pembubuhan soda-kapur pada proses penurunan kesadahan dan pengendapan presipitat pada penyisihan besi dan mangan dengan oksidasi.
Metode sedimentasi secara fisik yang berdasarkan gaya gravitasi. Sedimentasi adalah proses pemisahan padatan yang terkandung dalam limbah cair oleh gaya gravitasi. Proses sedimentasi biasanya dilakukan setelah proses koagulasi dan flokulasi. Dimana koagulasi merupakan proses penambahan bahan kimia (koagulan) ke dalam cairan yang akan diolah membentuk gumpalan (flok). Sedangkan Flokulasi merupakan proses dimana gumpalan diaduk untuk mempercepat pembentukan flok, sehingga dapat dipisahkan dengan cara sedimentasi dan filtrasi. Ada dua cara sedimentasi : Sedimentasi diawal (Primary Sedimentation) dan Sedimentasi diakhir (Secondary Sedimentation). Metode sedimentasi secara kimia dengan cara penambahan bahan kimia. Sedimentasi secara kimia dibedakan menjadi dua : pengaturan pH dan penambahan pereaksi.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, G.G., 1990, Unit Operation, Mc.Graw-Hill, Allyn and Bacon.Inc, United
States of America.
Geankoplis, C.J., 1983, Transport Processes and Unit Operations, Prentice Hall,
Upper Saddle River, New Jersey.
Hesse, H.C., Process Equipment Design, D. Van Nost-Trand Company. Inc,
Princeton, New Jersey.
Mc.Cabe, W.L., and J.C. Smith., 1999, Operasi Teknik Kimia Jilid 2, Erlangga
Jakarta.
Nevers, Noel De, 1995, Air Pollution Control Engineering, McGraw Hill, Inc.
New York
Peavy, Howard S., Donald R. Rowe, dan George T., 1985, Environmental
Engineering, McGraw-Hill Publishing Company, New York
Perry, R.H., 1997, Perry’s Chemical Engineers Handbooks, 7th Edition,
Mc.Graw-Hill, Singapore.
Reynolds, Ton D. dan Richards, Paul A., 1996, Unit Operations and Processes in
Environmental Engineering, 2nd edition, PWS Publishing Company, Boston.
Sincero, Arcadio P. dan Gregorio A. Sincero, 1996, Environmental Engineering,
Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey.
Smith, W.F., 1996, Principles of Materials Science and Engineering, Mc. Graw-
Hill. Inc, United States of America
Tchobanoglous, George, 1991, Wastewater Engineering, Treatment, Disposal,
and Reuse, 3rd edition, Metcalf & Eddy, Inc. McGraw-Hill, Inc. New York.