MAKALAH KEBIJAKAN FISKAL
KATA PENGANTAR
Kami Panjatkan Puji dan Syukur kepada Allah SWT, karena dengan RidhoNyalah Kami bisa menyelesaikan makalah ini, dalam kesempatan kali ini kami akan membahas tentang “ Kebijakan Fiskal ”. Makalah ini merupakan salah satu Ujian praktek Tengah Semesteryang diberikan oleh Dosen Kapita Selekta Ekonomi.
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang kami hadapi. Namun kami menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan makalah ini tidak lain berkat bantuan , dorongan , bimbingan orang tua , rekan kerja, dan kelompok kami. Setra Ibu Dosen Kapita Selekta Ekonomi , RIES WULANDARI, SP, MSi yang telah memberikan tugas , petunjuk, kepada kami sehingga kami termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, mengingat akan kemampuan yang kami miliki . Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Semoga makalah materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang membutuhkan. Khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai , Amien .
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………..................... i
DAFTAR ISI …………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN …………………………………… 1
Latar Belakang …………………………………… 1
Tujuan …………………………………… 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………… 3
Landasan Teori …………………………………… 3
Landasan Pebelitihan …………………………………… 11
BAB III PEMBAHASAN HASIL PENELITIHAN ……………………………………
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………
Kesimpulan ……………………………………
Saran ……………………………………
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………
Referensi ……………………………………
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang bertujuan men-stabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pajak.
Selama ini kita mengenal tiga sistem perekonomian yang berlaku di dunia yaitu sistem kapitalis, sistem sosialis dan sistem campuran. Salah satu dari tiga sistem tersebut diterapkan di Indonesia yaitu sistem campuran, dimana sistem campuran adalah sebuah sistem perekonomian dengan adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan pihak swasta yang diatur menurut prinsip-prinsip cara penentuan kegiatan ekonomi yang terdapat dalam perekonomian pasar.
Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah antara lain :
1. Membuat peraturan-peraturan, dengan maksud untuk menghindari praktek sehat dalam
perekonomian pasar.
2. Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi. Ikut serta pemerintah
dilakukan dengan mendirikan perusahaan-perusahaan yang menyediakan barang atau jasa
jasa dalam kehidupan masyarakat. Contoh: Perusahaan Air Minum
2. Melaksanakan kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah
merupakan kebijakan didalam bidang perpajakan (penerimaan) dan pengeluarannya, sedangkan kebijakan moneter adalah langkah-langkah yang dijalankan oleh Bank Sentral untuk mengawasi jumlah uang yang berada di tangan masyarakat.
Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidang ekonomi. Pada dasarnya sebagian besar upaya stabilisasi makro ekonomi berfokus pada pengendalian atau pemotongan anggaran belanja pemerintah dalam rangka mencapai keseimbangan neraca anggaran. Oleh karena itu, setiap upaya mobilisasi sumber daya untuk membiayai pembangunan publik yang penting hendaknya tidak hanya difokuskan pada sisi pengeluaran saja, tetapi juga pada sisi penerimaan pemerintah. Pinjaman dalam dan luar negeri dapat digunakan untuk menutupi kesenjangan tabungan. Dalam jangka panjang, salah satu potensi pendapatan yang tersedia bagi pemerintahan untuk membiayai segala usaha pembangunan adalah penggalakan pajak. Selain itu, sebagai akibat ketiadaan pasar-pasar uang domestik yang terorganisir dan terkontrol dengan baik, sebagian besar pemerintahan Negara- Negara Dunia Ketiga memang harus mengandalkan langkah-langkah fiskal dalam rangka mengupayakan stabilisasi perekonomian nasional dan memobilisasikan sumber-sumber daya ( keuangan) domestik.
1.2. TUJUAN
1. Mengetahui dampak dari adanya penerapan kebijakan fiskal terhadap pembangunan ekonomi.
2. Mengetahui waktu dan kondisi yang tepat untuk menerapkan kebijakan fiskal dalam perekonomian.
3. Mengetahui peran dari adanya penerapan kebijakan fiskal dalam perekonomian.
4. Mengetahui bagaimana penerapan kebijakan fiskal pada Negara maju, berkembang, dan tinggal.
5. Mengetahui hubungan antara kebijakan fiskal dan kebijakan moneter dalam perekonomian Indonesia.
TINJAUAN PUSTAKA
I. LANDASAN TEORI
Beberapa pandangan kebijakan fiskal menurut pandangan ahli ;
Kebijakan Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.( Sadono Sukirno, 2003)
Kebijakan Fiskal adalah kebijakan ekonomi yang digunakan pemerintah uantuk mengelolah/ mengarahkan perekonomian ke kondisi yang lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah- ubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. ( Prathama Rahardja Mandala Manurung, pengantar ilmu ekonomi )
kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua adalah mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan neraca pembayaran. ( Tulus TH Tambunan , 2006 )
Sedangkaan, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indicator yang biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran pemerintah (dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama dari pajak. ( Norpin, Ph. D. 1987 )
Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang tercantum dalam APBN.
2.1. Tujuan dari Kebijakan Fiskal
Adapun kebijakan fiskal sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai tujuan sebagai berikut :
1. Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan investasi berencana di sektor public, namun pada kenyataannya dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari masyarakat dinegara tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya modal asing yang cukup, baik swasta maupun pemerintha. Oleh karena itu kebijakan fiskal memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju investasi. Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi mobilisasi volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya :
a. control fisik langsung
b. peningkatan tariff pajak yang ada
c. penerapan pajak baru,
d. surplus dari perusahaan Negara
e. pinjaman pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan
f. keuangan deficit.
2. Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial, dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat yang menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial bermanfaat dalam pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
3. Untuk meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun, langkah ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program pengendalian jumlah penduduk.
4. Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan internasional
Kebijaksanaan fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom, harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga perlu untuk menghambat penggunaan daya beli tambahan.
5. Untuk menanggulangi inflasi
Kebijakan fiskal bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
6. Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.
2.2. Fungsi Utama Kebijakan Fiskal
1. Fungsi Alokasi, yaitu untuk mengalokasikan faktor-faktor produksi yang tersedia dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga kebutuhan masyarakat berupa Public goods seperti jalan, jembatan, pendidikan dan tempat ibadah dapat terpenuhi secara layak dan dapat dinikmati oleh seluruhn masyarakat.
2. Fungsi Distribusi, yaitu fungsi yang mempunyai tujuan agar pembagian pendapatan nasional dapat lebih merata untuk semua kalangan dan tingkat kehidupan.
3. Fungsi Stabilisasi, agar terpeliharanya keseimbangan ekonomi terutama berupa kesempatan kerja yang tinggi, tingkat harga-harga umum yang relatif stabil dan tingkat pertumbuhan ekonomi yang memadai. ( Soediyono,R,1992,h.89 )
2.3. Bentuk – Bentuk Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal umumnya dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1. Kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atas barang dan jasa.
Pembelian pemerintah atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional yang dilambangkan dengan huruf “G”. Pembelian atas barang dan jasa pemerintah ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat. Belanja pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya, jalan tol, bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan gaji guru sekolah.
2. Kebijakan yang menyangkut perpajakan
Pajak merupakan pendapatan yang paling besar di samping pendapatan yang berasal dari migas. Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai kewajiban melakukan pembayaran pajak atas beberapa bahkan seluruh kegiatan yang dilakukan. Pajak yang dibayarkan digunakan semata-mata untuk pembangunan negara tersebut. Kebijakan pemerintah atas perpajakan mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu, hal ini disebut tax reform (pembaharuan pajak). Tax reform yang dilakukan pemerintah mengikuti adanya perubahan di dalam masyarakat, seperti meningkatnya pendapatan.
3. Kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer.
Pembayaran transfer meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, dan tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer merupakan bagian belanja pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk dalam komponen G di dalam perhitungan pendapatan nasional. Alasannya yaitu karena transfer bukan merupakan pembelian sesuatu barang yang baru diproduksi dan pembayaran tersebut bukan karena jual beli barang dan jasa. Pembayaran transfer mempengaruhi pendapatan rumah tangga, namun tidak mencerminkan produksi perekonomian. Karena PDB dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa serta pengeluaran atas produksi barang dan jasa, pembayaran transfer tidak dihitung sebagai bagian dari belanja pemerintah.
Salah satu gagasan utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan fiskal dapat dan hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat keluaran dan peluang kerja. Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:
1). Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari penurunan.
2). Kebijakan fiskal kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau memangkas pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Dari sisi pajak jelas jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi. Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun jangka pendek. Kebijakan fiskal mempengaruhi tabungan, investasi, dan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang , sedangkan dalam jangka pendek mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan jasa.
2.4. APBN dan Kebijaksanaan Fiskal
Pengaruh kebijaksanaan fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang berurutan, yaitu :
a. Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN
b. Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN mempunyai dua kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat pengeluaran dan penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya:
PENERIMAAN
PENGELUARAN
Pajak (berbagai macam)
Pinjaman dari Bank Sentral
Pinajaman dari masyarakat dalam negeri
Pinjaman dari luar negeri
Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa
Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai
Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment
Kebijakan anggaran pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan anggaran berimbang. Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Namun pada saat ini kebijakan anggaran dapat menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit budget), anggaran surplus (surplus budget).
Kebijakan anggaran defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian. Dalam hal ini, peningkatan pengeluaran yaitu pembelian pemerintah atas barang dan jasa. Peningkatan pembelian atau belanja pemeritah berdampak terhadap peningkatan pendapatan nasional. Contohnya pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya. dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah. Anggaran defisit memiliki keunggulan maupun kelemahan, salah satu keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan nilai tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa diawasi masyarakat. Menurut Menkeu Agus DW Martowardojo penerapan kebijakan anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi fiskal dan menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada level yang tinggi. Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang resesif. . Anggaran defisit salah satunya dengan melakukan peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno pernah menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari Bank Indonesia, yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran (hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang dari luar negeri. Ini merupakan salah satu kasus yang menggambarkan kelemahan dari anggaran defisit.
Sedangkan, anggaran surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya.
Anggaran surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah kebijakan Pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja anggaran surplus adalah kebalikan dari anggaran defisit, uang yang didapat Pemerintah dari pendapatan pajak lebih banyak dari yang dibelanjakan, Pemerintah memenfaatkan selisihnya untuk melunasi beberapa hutang Pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran akan menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan investasi. Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan akumulasi modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
2.5. Pengaruh Risiko Kebijakan Fiskal.
Resiko Fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali Pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal sangat perlu untuk empat tujuan strategis, yaitu :
i. Peningkatan kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebijakan fiskal
ii. Meningkatkan keterbukaan fiskal
iii. Meningkatkan tanggung jawab fiskal
iv. Menciptakan kesinambungan fiskal
Resiko Fiskal dikelompokkan dalam empat kategori utama yaitu :
1. Resiko Ekonomi Makro
Dalam penyusunan APBN indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga sertifikat Bank Indonesia, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah Indonesia dan lifting minyak. Indikator tersebut merupakan asumsi dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Secara umum sumber resiko fiskal yang dihadapi oleh APBN 2012 terutama berasal dari dua resiko utama, yakni inflasi dan harga minyak.
a. Inflasi. Pemerintah memproyeksikan angka inflasi tahun 2012 berkisar antara 3,5-5,5 persen. Sementara itu menurut IMF dalam World Economic Outlook per April 2012, inflasi diperkirakan sebesar 5,85 persen. Angka ini lebih tinggi daripada realisasi inflasi tahun 2010 dan lebih rendah dari proyeksi tahun 2011. Dengan demikian angka proyeksi pemerintah masih sejalan dengan kecendrungan penurunan angka inflasi. Meskipun angka inflasi telah menunjukkan angka penurunan, tetapi resiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih cukup tinggi.
b. Harga Minyak. Pemerintah memerintahkan harga minyak berkisar antara US$ 75 per barel s/d US$95 per barel, angka tersebut sejalan dengan penurunan harga minyak dipasaran dunia.
2. Resiko Utang Dinamika Ekonomi Makro
Pengelolaan resiko utang diperlukan agar target pembiayaan utang dapat diperoleh dengan biaya yang wajar dan tidak menimbulkan penumpukan beban utang yang tidak terkendali pada masa yang akan mendatang.pada dasarnya resiko utang terdiri dari empat, diantaranya :
a. Resiko pasar ini terdiri dari resiko nilai tukar, resiko tingkat bunga dan resiko likuiditas yag timbul sebagai akibat dari ketidakpastian kondisi pasar keuangan yang dinamis. Resiko nilai tukar terutama berasal dari utang melalui pinjaman luar negeri, sedangkan resiko tingkat bunga bersumber dari pinjaman luar negeri berbasis LIBOR dan SBN berbasis SBI 3 bulan.
b. Sedangkan resiko pembiayaan kembali disebabkan oleh besarnya pembayaran kewajiban utang pada tahun/ periode tertentu.
c. Resiko operasional
Resiko operasional adalah resiko yang disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses bisnis dan sistem diunit terkait. Serta yang ditimbulkan oleh aspek legal. Resiko ini antara lain dapat berupa gagal bayar akibat kelalaian manusia atau kegagalan sistem yang berdampak pada penurunan sorvereign credit rating.
d. Resiko Reputasi
Resiko Reputasi merupakan resiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang dari sudut pandang investor dan lender yang disebabkan oleh rendahnya tingkat kepastian dan konsistensi penerapan strategi pengelolaan utang.
3. Kewajiban Kontijensi Pemerintah Pusat
Kewajiban kontijensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah. Kewajiban kontijensi pemerintah pusat yang menjadi resiko fiskal bersumber dari pemberian dukungan dan/ atau pinjaman pemerintah atas proyek-proyek infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat program pension dan tabungan hari tua pegawai negeri.
4. Desentralisasi Fiskal
Kebijakan desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Republik Kesatuan Indonesia. Dalam hal pelaksanaanya, penerapan kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang diharapkan ternyata juga berpotensi menimbulkan resiko fiskal. Resiko Fiskal dari desentarlisasi fiskal diantaranya, bersumber dari kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah daerah atas pengembalian penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening pinjaman daerah serta pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah.
II. LANDASAN PENELITIAN
Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang anggaran belanja negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian, khususnya Perekonomian Indonesia.
Anggaran belanja negara terdiri dari :
1. Penerimaan atas pajak
2. Pengeluaran Pemerintah (government expenditure)
3. Transfer Pemerintah (government transfer)
Biaya transfer pemerintah merupakan pengeluaran-pengeluaran pemerintah yang tidak menghasilkan balas jasa secara langsung. Contoh pemberian beasiswa kepada mahasiswa, bantuan bencana alam dan sebagainya.
Salah satu pengaruh penerapan kebijakan fiskal adalah pada pendapatan nasional
Pada sistem perekonomian yang tertutup (tidak ada perdagangan internasional) maka pendapatan nasional (Y) dapat tersusun atas konsumsi (C), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G). Dirumuskan :
Y = C + I + G
Dimana konsumsi (C) sebagai fungsi dirumuskan sebagai :
C = aY + b
Pendapatan disposibel (YD) sebagai nilai pendapatan yang dapat dibelanjakan diformulasikan sebagai :
YD = Y – Tx + Tr
YD = C + S
Dimana :
Tx : Pajak
Tr : Transfer pemerintah
S : Saving
Dimana saving dapat difungsikan sebagai :
S = (1-a)Y – b
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dengan pendekatan matematis dapat ditemukan adanya angka pengganda/ multiplier dalam perekonomian dengan penggunaan kebijakan fiskal, yaitu :
· Angka pengganda investasi
· Angka pengganda konsumsi
· Angka pengganda pengeluaran pemerintah
· Angka pengganda transfer pemerintah
· Angka pengganda pajak
IV. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat dari makalah ini adalah:
1. Kebijakan Fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi dalam rangka mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan jalan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Instrumen kebijakan fiskal adalah penerimaan dan pengeluaran pemerintah yang berhubungan erat dengan pajak
2. Kebijakan fiskal di lakukan dengan tujuan untuk mengelola isi permintaan barang dan jasa, untuk mempertahankan produksi Yang mendekati full employment dan untuk mempertahankan tingkat harga barang dan jasa agar inflasi dan deflasi tidak terjadi.
Bagi negara sedang berkembang sebenarnya sulit untuk menyesuaikan antara pendapatan negara yang sedang berkembang rendah sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai pengeluaran yang lainya lebih besar. Sedangkan kebijakan campuran adalah merupakan campuran daari dua kebijakan bdiatas yang di lakukan dengan cara mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.
REFERENSI
1. Sadono Sukirno,2003, Pengantar Ekonomi Mikro, Raja Gafindo Persada, Jakarta
2. Prathama Rahardja Mandala Manurung, 2001, Pengantar Ilmu Ekonomi
3. Tulus TH Tambunan, 2006
4. Norpin, Ph. D. 1987
5. Soediyono, R, 1992, h.89
6. Iskandar Putong, 2002, Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, Ghalia Indonesia, Jakarta
http://id.wikipedia.org/wiki/Kebijakan_fiskal
http://www.fiskal.co.id/berita/fiskal-4/712/fungsi-kebijakan-fiskal-itu-adalah#.VP50jeGAWdM
Bisnis
Kadir
Ruslan
Pemerhati masalah sosial-ekonomi. Pegiat statistik resmi (official statistics) dan bekerja di BPS-RI. Pengurus Himpunan Alumni selengkapnya
TERVERIFIKASI
Jadikan Teman | Kirim Pesan
0inShare
BBM dan Inflasi
OPINI | 06 September 2014 | 08:10 Dibaca: 76 Komentar: 0 2
Setelah gagal “membujuk” Presiden SBY untuk menaikkan harga BBM dalam pertemuan di Nusa Dua tempo hari, Jokowi harus siap untuk tidak populer di masa awal periode pemerintahannya dengan menaikkan harga BBM.
Seperti diketahui, dampak yang tak bisa dielakkan dari kebijakan menaikkan harga BBM adalah lonjakan inflasi, yang biasanya bakal berujung pada peningkatan jumlah penduduk miskin. Karena itu, penentuan besaran kenaikan harga BBM harus memperhatikan dampaknya terhadap inflasi, begitupula dengan kompensasi yang bakal diterima masyarakat yang terkena dampak.
Ihwal harga BBM, pemerintahan Jokowi-JK sebetulnya punya momentum untuk menaikkannya—dengan dampak inflasi yang tidak signifikan—pada tahun ini. Dengan catatan, kenaikan tersebut tidak lebih dari 10 persen. Hasil perhitungan memperlihatkan, jika BBM naik sebesar Rp1.000 per liter, dampak inflasi yang terjadi hanya sebesar 0,38 persen. Jadi, kenaikan harga BBM sebesar Rp2.000-3.000 per liter hanya akan menyumbang tambahan inflasi sebesar 0,76-1,14 persen pada 2014. Dengan demikian, inflasi tahunan masih di bawah 6 persen.
Namun patut diperhatikan, angka-angka tersebut hanya menggambarkan dampak langsung kenaikan harga BBM terhadap inflasi. Faktanya, dampak kenaikan harga BBM terhadap inflasi juga bekerja secara tidak langsung melalui kenaikan tarif angkutan umum dan kenaikan harga-harga komoditas bahan makanan dan makanan jadi. Jika dampak tidak langsung ini tidak direspon dengan baik, tambahan inflasi yang terjadi bisa lebih besar.
Bila harga BBM naik sebesar 10 persen pada November tahun ini, akan ada penghematan sekitar Rp10 triliun pada APBN-P 2014. Kenaikan ini juga bakal memberi ruang fiskal bagi pemerintahan Jokowi-JK pada 2015. Dengan demikian, sejumlah program unggulan yang telah dijanjikan saat kampanye bisa langsung direalisasi pada tahun depan. Diketahui, kuota BBM pada 2015 direncanakan sebesar 48 juta kiloliter. Itu artinya, jika harga BBM dinaikkan sebesar Rp2.000-3.000 per liter, bakal ada penghematan sebesar Rp96-138 triliun pada APBN 2015.
Soal kompensasi kenaikan harga BBM, pemerintahan Jokowi-JK juga tak perlu risau. Pasalnya, selain ada penghematan sebesar Rp10 triliun, dana cadangan resiko sosial yang sebesar Rp5 triliun dalam APBN-P 2014 juga dapat digunakan sebagai dana kompensasi.
Sekedar perbandingan, tahun lalu, pemerintah mengucurkan kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar 9,3 triliun kepada 15,5 juta rumah tangga yang terkena dampak kenaikan BBM. Setiap rumah tangga menerima dana kompensasi sebesar Rp150 ribu per bulan, yang diberikan selama empat bulan.
Sayangnya, BLSM ternyata kurang optimal dalam menekan peningkatan kemiskinan pasca naiknya BBM pada Juni 2013. Hal ini tercermin dari lonjakan jumlah penduduk miskin sepanjang Maret-September 2013 yang mencapai 0,48 juta orang. Tampaknya, besaran BLSM yang hanya Rp600 ribu tidak cukup untuk menjaga daya beli penduduk hampir miskin dari gempuran inflasi. Selan itu, kebocoran (leakages) dalam penyaluran BLSM ditengarai juga memberi andil. Karena itu, bila BBM dinaikkan pada tahun ini, besaran kompensasi juga harus dinaikkan dan penyalurannya harus lebih tepat sasaran.
http://ekonomi.kompasiana.com/bisnis/2014/09/06/bbm-dan-inflasi-685939.html
Baseline Budget
APBN 2015 disusun pada masa transisi dari pemerintahan lama ke pemerintahan baru. Baseline budget memperhitungkan kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat, sehingga tetap memberikan ruang gerak fiskal kepada pemerintahan baru untuk melakukan penyesuaian.[7]
Dana desa
Pengalokasian Dana Desa merupakan amanat Undang–Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.[7]
Rincian belanja
Format rincian belanja disesuaikan dengan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-XI/2013 tanggal 22 Mei 2014 (menurut organisasi, fungsi, dan program serta revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR,DPR, DPD, dan DPRD) yang memberikan penekanan pembahasan pemerintah dengan DPR mengenai isu-isu yang lebih strategis.[7]
Format baru
Format penulisan Nota Keuangan dibagi menjadi tiga bagian utama agar lebih sistematis dan mudah dipahami.[7]
Asumsi Dasar Ekonomi Makro
Indikator
Asumsi Dasar
RAPBN [8]
APBN [9]
RAPBN-P[10]
APBN-P
Pertumbuhan ekonomi (%,yoy)
5,6
5,8
5,8
Inflasi (%,yoy)
4,4
4,4
5,0
Tingkat bunga SPN 3 bulan (%)
6,2
6,0
6,2
Rupiah (Rp/US$)
11.900
11.900
12.200
Harga minyak mentah Indonesia (US$/barel)
105
105
70
Lifting minyak (barel/hari)
845.000
900.000
849.000
Lifting gas (ribu barel setara minyak per hari)
1.248
1.248
1.177
Ringkasan APBN
Berikut ringkasan anggaran APBN tahun 2015 dalam triliun rupiah:
Uraian
RAPBN (triliun rupiah)[8]
APBN (triliun rupiah)[9]
RPBN-P (triliun rupiah)[10]
APBN-P (triliun rupiah)
Pendapatan Negara
1.762,3
1.793,6
1.769,0
belum ada
- Penerimaan Perpajakan
1.370,8
1.380,0
1.484,6
belum ada
- Penerimaan Negara Bukan Pajak
388,0
410,3
281,2
belum ada
- Penerimaan Hibah
3,4
3,3
3,3
belum ada
Belanja Negara
2.019,9
2.039,5
1.994,9
belum ada
- Belanja Pemerintah Pusat
1.379,9
1.392,4
1.330,8
belum ada
- Transfer ke daerah
640,0
647,0
664,1
belum ada
Keseimbangan Primer
(103,5)
(93,9)
(70,5)
belum ada
Surplus/Defisit
(257,6)
(245,9)
(225,9)
belum ada
% defisit terhadap PDB
2,32%
2,21%
1,90%
belum ada
Pembiayaan Netto
257,6
245,9
225,9
belum ada
Belanja Negara
Alokasi Belanja Negara pada APBN 2015
Anggaran Belanja Negara pada APBN tahun 2015 berjumlah Rp2.039,5 triliun yang dialokasikan untuk[7] :
Belanja Kementerian Negara/Lembaga : Rp647,3 triliun
Subsidi : Rp414,7 triliun
Pembayaran bunga utang : Rp152,0 triliun
Transfer ke daerah : Rp638,0 triliun
Dana desa : Rp9,1 triliun
Belanja lainnya : Rp178,4 triliun
Belanja Pemerintah Pusat
Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi
Alokasi Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi pada APBN 2015
Berikut Belanja Pemerintah Pusat menurut fungsi dalam APBN tahun 2015 dalam triliun rupiah:
Kode
Fungsi
RAPBN (triliun rupiah)[8]
APBN (triliun rupiah)[7]
RAPBN-P (triliun rupiah)
APBN-P (triliun rupiah)
01
Pelayanan umum
939,5
891,8
712.8
02
Pertahanan
94,9
96,8
97,4
03
Ketertiban dan keamanan
40,8
46,1
49,4
04
Ekonomi
120,0
143,5
216,5
05
Lingkungan hidup
10,4
10,7
12,0
06
Perumahan dan fasilitas umum
18,7
20,5
27,0
07
Kesehatan
20,7
21,1
24,2
08
Pariwisata dan ekonomi kreatif
2,0
1,9
2,6
09
Agama
5,2
5,3
5,8
10
Pendidikan dan kebudayaan
119,5
146,4
153,8
11
Perlindungan sosial
8,3
8,3
29,2
Jumlah
1.379,9
1.392,4
1.330,8
Alokasi Anggaran Belanja Kementerian/Lembaga
Berikut adalah alokasi anggaran belanja Kementerian/Lembaga tahun 2015 dalam miliar rupiah:
No
Kode BA
Kementerian Negara / Lembaga
RAPBN (miliar rupiah)[10]
APBN (miliar rupiah)[10]
RAPBN-P (miliar rupiah)[10]
APBN-P (miliar rupiah)
1.
001
Majelis Permusyawaratan Rakyat
611,3
612,3
612,3
2.
002
Dewan Perwakilan Rakyat
2.768,4
3.556,7
3.556,7
3.
004
Badan Pemeriksa Keuangan
2.895,9
2.915,5
2.915,5
4.
005
Mahkamah Agung
6.743,3
7.037,9
8.392,8
5.
006
Kejaksaan Agung
4.154,9
4.208,9
4.282,2
6.
007
Sekretariat Negara
2.033,7
2.054,8
2.083,9
7.
010
Kementerian Dalam Negeri
7.273,6
7.240,9
4.734,3
8.
011
Kementerian Luar Negeri
5.525,2
5.533,9
6.101,8
9.
012
Kementerian Pertahanan
95.007,8
96.935,7
97.558,3
10.
013
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia
9.330,4
9.688,7
10.722,6
11.
015
Kementerian Keuangan
18.496,3
18.727,2
25.686,3
12.
018
Kementerian Pertanian
15.828,5
15.879,3
32.798,0
13.
019
Kementerian Perindustrian
2.705,5
2.743,3
4.548,3
14.
020
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
11.298,7
10.023,5
15.055,2
15.
022
Kementerian Perhubungan
44.633,9
44.933,9
64.954,1
16.
023
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
67.217,4
46.801,4
53.278,5
17.
024
Kementerian Kesehatan
47.429,8
47.758,8
51.277,3
18.
025
Kementerian Agama
50.514,6
56.440,0
57.466,9
19.
026
Kementerian Ketenagakerjaan
4.773,7
3.718,1
4.223,1
20.
027
Kementerian Sosial
8.015,4
8.079,4
28.920,5
21.
029
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
5.575,0
6.468,2
6.624,2
22.
032
Kementerian Kelautan dan Perikanan
6.368,7
6.726,0
10.594,6
23.
033
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
74.204,2
84.912,2
119.388,2
24.
034
Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
367,9
449,6
519,6
25.
035
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
298,8
305,9
326,7
26.
036
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan
231,1
295,8
295,8
27.
040
Kementerian Pariwisata
1.709,2
1.715,9
2.415,8
28.
041
Kementerian Badan Usaha Milik Negara
132,9
133,8
133,8
29.
042
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi
744,6
42.255,3
42.370,3
30.
043
Kementerian Lingkungan Hidup
1.009,1
-
-
-
31.
044
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
1.451,2
1.453,9
1.538,9
32.
047
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
216,8
217,7
217,7
33.
048
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
194,8
195,9
195,9
34.
050
Badan Intelijen Negara
1.450,1
2.416,6
2.416,6
35.
051
Lembaga Sandi Negara
1.154,0
1.456,6
1.456,6
36.
052
Dewan Ketahanan Nasional
43,8
44,3
44,3
37.
054
Badan Pusat Statistik
3.868,8
3.930,8
5.030,8
38.
055
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
1.084,7
1.088,1
1.088,1
39.
056
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/
Badan Pertanahan Nasional
4.501,9
5.623,9
5.623,9
40.
057
Perpustakaan Nasional
470,6
473,5
473,5
41.
059
Kementerian Komunikasi dan Informatika
4.756,2
4.859,8
4.929,8
42.
060
Kepolisian Negara Republik Indonesia
47.169,0
51.594,5
53.250,4
43.
063
Badan Pengawas Obat dan Makanan
1.207,6
1.221,6
1.221,6
44.
064
Lembaga Ketahanan Nasional
177,9
278,9
278,9
45.
065
Badan Koordinasi Penanaman Modal
632,1
635,9
635,9
46.
066
Badan Narkotika Nasional
899,2
903,2
903,2
47.
067
Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal
1.385,8
6.453,0
6.928,0
48.
068
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
2.881,1
3.294,7
3.294,7
49.
074
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
71,3
72,2
80,5
50.
075
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika
1.747,7
1.763,5
1.763,5
51.
076
Komisi Pemilihan Umum
1.109,4
1.134,2
1.134,2
52.
077
Mahkamah Konstitusi
213,8
214,5
214,5
53.
078
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan
75,5
76,5
76,5
54.
079
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
1.132,8
1.147,6
1.291,1
55.
080
Badan Tenaga Nuklir Nasional
808,3
819,9
854,9
56.
081
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
846,3
858,4
953,4
57.
082
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
668,4
673,1
673,1
58.
083
Badan Informasi Geospasial
718,6
721,0
721,0
59.
084
Badan Standardisasi Nasional
113,7
164,8
164,8
60.
085
Badan Pengawas Tenaga Nuklir
135,4
137,1
137,1
61.
086
Lembaga Administrasi Negara
266,6
269,8
269,8
62.
087
Arsip Nasional Republik Indonesia
170,1
172,1
172,1
63.
088
Badan Kepegawaian Negara
603,3
614,1
614,1
64.
089
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
1.504,1
1.528,4
1.667,4
65.
090
Kementerian Perdagangan
2.384,1
2.495,3
3.470,3
66.
091
Kementerian Perumahan Rakyat
4.619,8
-
-
-
67.
092
Kementerian Pemuda dan Olah Raga
1.779,0
1.781,2
1.784,1
68.
093
Komisi Pemberantasan Korupsi
898,9
898,9
898,9
69.
095
Dewan Perwakilan Daerah
762,3
763,9
763,9
70.
100
Komisi Yudisial
119,2
119,6
119,6
71.
103
Badan Nasional Penanggulangan Bencana
780,7
1.681,6
1.681,6
72.
104
Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
390,2
393,3
393,3
73.
105
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo
843,2
843,2
843,2
74.
106
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
157,9
158,4
158,4
75.
107
Badan SAR Nasional
1.626,7
2.420,0
2.420,0
76.
108
Komisi Pengawas Persaingan Usaha
100,6
100,6
100,6
77.
109
Badan Pengembangan Wilayah Surabaya - Madura
195,5
195,5
295,5
78.
110
Ombudsman Republik Indonesia
66,1
66,3
66,3
79.
111
Badan Nasional Pengelola Perbatasan
210,2
210,6
210,6
80.
112
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
1.097,2
1.097,2
1.097,2
81.
113
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
311,2
311,8
311,8
82.
114
Sekretariat Kabinet
181,8
183,1
183,1
83.
115
Badan Pengawas Pemilihan Umum
456,9
457,0
457,0
84.
116
Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia
875,2
889,0
889,0
85.
117
Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia
847,0
866,6
866,6
86.
118
Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Sabang
246,5
246,5
246,5
87.
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman
-
-
125,0
Jumlah
600.581,7
647.309,9
779.536,9
Keterangan :
RAPBN masih menggunakan nomenklatur K/L lama
Telah digabung dengan K/L yang lain
Belum terbentuk pada waktu penyusunan APBN