Academia.eduAcademia.edu

Makalah DBD geografis

PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan melalui nyamuk sebagai vektornya yang penyebarannya paling cepat di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa infeksi dengue terjadi 50 juta kasus selama setahun dan 2,5 milyar penduduk dunia tinggal di negara yang endemik dengue. Sekitar 1,8 milyar penduduk (lebih dari 70% populasi) berada dalam resiko infeksi dengue tinggal di bagian WHO south-east region dan Western Pacific region yang berarti hampir mendekati 75 % masalah global kesehatan terkini yaitu dengue. Indonesia pun pernah mengalami puncaknya yaitu pada tahun 2007 dengan dilaporkannya 150.000 kasus dengan lebih dari 25.000 kasus berasal baik dari Jakarta maupun Jawa Barat. 1 Serangga yang diketahui sebagai vektornya adalah nyamuk Aedes, khususnya Aedes Aegypti. Virus yang dibawa vektortersebut adalah Virus Dengue (Dengue Virus/DEN) yang termasuk dalam genus Flavivirus, Famili Flaviviridae. 2 Virus ini sendiri dibagi menjadi empat serotype yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Dengue termasuk Dengue Fever (DF), dengue haemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS) menyebabkan morbiditas maupun mortalitas pada anak-anak di negara endemik di kawasan Asia dan Amerika Selatan. 3 Dengue fever adalah sindroma ringan yang disebabkan virus dengue yang dibawa athropod dengan karakteristik biphasic fever, nyeri otot atau nyeri sendi, ruam, leukopenia dan limfadenopati. DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) lebih sering fatal akibatnya dan lebih berat dengan karakteristik abnormalitas hemostasis serta permeabilitas kapiler, dan jika pada kasus berat, maka bisa terjadi sindroma syok karena kehilangan protein (Dengue shock syndrome). 2 Jawa Timur merupakan salah satu provinsi terbanyak terjangkit kasus DBD setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Angka kejadian DBD di Jawa Timur pun mengalami peningkatan selama tahun 2004-2007, berturut-turut adalah 8.287 kasus, 14.796 kasus, 18.484 kasus, dan 24.186 kasus dengan angka kematian berturutturut 120 orang, 264 orang, 217 orang, dan 340 orang. 4 Mulai Januari hingga September 2010 tercatat 22.040 kasus dengan angka kematian 190.

HUBUNGAN PROFIL DEMOGRAFI PENDUDUK TERHADAP ANGKA KEJADIAN DBD DI KECAMATAN KLOJEN, KOTA MALANG TAHUN 2009-2010 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus yang ditransmisikan melalui nyamuk sebagai vektornya yang penyebarannya paling cepat di dunia. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa infeksi dengue terjadi 50 juta kasus selama setahun dan 2,5 milyar penduduk dunia tinggal di negara yang endemik dengue. Sekitar 1,8 milyar penduduk (lebih dari 70% populasi) berada dalam resiko infeksi dengue tinggal di bagian WHO south–east region dan Western Pacific region yang berarti hampir mendekati 75 % masalah global kesehatan terkini yaitu dengue. Indonesia pun pernah mengalami puncaknya yaitu pada tahun 2007 dengan dilaporkannya 150.000 kasus dengan lebih dari 25.000 kasus berasal baik dari Jakarta maupun Jawa Barat. 1 Serangga yang diketahui sebagai vektornya adalah nyamuk Aedes, khususnya Aedes Aegypti. Virus yang dibawa vektortersebut adalah Virus Dengue (Dengue Virus/DEN) yang termasuk dalam genus Flavivirus, Famili Flaviviridae. 2 Virus ini sendiri dibagi menjadi empat serotype yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Dengue termasuk Dengue Fever (DF), dengue haemorrhagic fever (DHF) dan dengue shock syndrome (DSS) menyebabkan morbiditas maupun mortalitas pada anak–anak di negara endemik di kawasan Asia dan Amerika Selatan. 3 Dengue fever adalah sindroma ringan yang disebabkan virus dengue yang dibawa athropod dengan karakteristik biphasic fever, nyeri otot atau nyeri sendi, ruam, leukopenia dan limfadenopati. DHF (Dengue Haemorrhagic Fever) lebih sering fatal akibatnya dan lebih berat dengan karakteristik abnormalitas hemostasis serta permeabilitas kapiler, dan jika pada kasus berat, maka bisa terjadi sindroma syok karena kehilangan protein (Dengue shock syndrome). 2 Jawa Timur merupakan salah satu provinsi terbanyak terjangkit kasus DBD setelah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Angka kejadian DBD di Jawa Timur pun mengalami peningkatan selama tahun 2004-2007, berturut- turut adalah 8.287 kasus, 14.796 kasus, 18.484 kasus, dan 24.186 kasus dengan angka kematian berturutturut 120 orang, 264 orang, 217 orang, dan 340 orang. 4 Mulai Januari hingga September 2010 tercatat 22.040 kasus dengan angka kematian 190. Dari 38 kabupaten/kota, tercatat 10 daerah yang merupakan endemis DBD, antara lain Kabupaten Pacitan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Tulungagung, Kota Madiun, Kota Kediri, Kota Malang, Kota Surabaya, Kota Probolinggo, dan Kabupaten Situbondo. 5 Jumlah kasus DBD di Kota Malang pada 2008, 2009, dan 2010 berturut-turut adalah 408 kasus, 614 kasus, dan 879 kasus dengan jumlah kematian berturutturut adalah 3 orang, 4 orang, dan 5 orang. Kecamatan Klojen adalah kecamatan dengan jumlah penderita DBD terbanyak pertama di Kota Malang, dimana jumlah kasus DBD pada tahun 2008, 2009, dan 2010 berturut-turut adalah 109 kasus, 137 kasus, dan 225 kasus. 6 Banyak penelitian dengue yang fokus pada vektor dengue sendiri seperti pengaruh karakteristik biologis dan kebiasaan dari vektor maupun pengaruh iklim serta gejala–gejala yang timbul. Tidak banyak penilitian yang memfokuskan bagaimana kaitan variabel demografi bisa mempengaruhi kejadian dengue baik DF maupun DHF di pusat urbanisasi. 7 Kejadian DBD sendiri dipengaruhi oleh berbagai faktor dari manusia yang rentan itu sendiri (Host) yaitu seperti kepadatan maupun mobilitas penduduk. Demografi merupakan studi statistik dari populasi manusia yang mengarah pada ukuran dan kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, distribusi, statistik yang vital seperti kelahiran, pernikahan dan kematian serta mobilitas penduduk. Dalam penilitian ini, peneliti menggunakan mobilitas penduduk dan kepadatan penduduk sebagai variabel demografi yang nantinya dirangkum menjadi profil demografi. Profil demografi inilah yang selanjutnya diolah dan dianalisis seberapa besar peran variabel–variabel demografi dalam angka kejadian DBD. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran/profil demografi terhadap angka kejadian DBD, mengkaji hubungan mobilitas penduduk dengan angka kejadian DBD dan mengkaji hubungan kepadatan penduduk dengan angka kejadian DBD. Manfaat penelitian ini untuk institusi (FKUWK) yaitu menambah referensi untuk penelitian mengenai DBD dan variabel demografi yang mempengaruhi angka kejadian DBD. Manfaat untuk Dinas Kesehatan Kota Malang yaitu memberikan pertimbangan bagi Dinkes 3 dalam penyusunan rencana kerja yaitu PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). 1.2 Rumusan masalah 1. Apakah ada hubungan kejadian DBD dengan profil demografi ? 2. adakah pengaruh profil demografi wilayah dengan kecepatan pertumbuhan dan penyebaran DBD? 1.3 Tujuan Tujuan umum Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh profil demografi terhadap penyebaran DBD secara umum Tujuan khusus Mengetahui pengaruh ketinggian terhadap penyebaran DBD Mengetahui cara kerja dari penyebar pandemi di dalam kejadian DBD Memahami faktor-faktor apa saja yang dapat memicu penyebaran dalam kejadian DBD 1.4 Manfaat hasil penelitian Dapat sebagai pengetahuan bagi masyarakat sekitar terhadap pentingnya menjaga lingkungan demi kesehatan serta mencegah terjadinya wabah. Sebagai acuan dalam penerapan terhadap suatu kasus di sekitar. Sebagai pengetahuan pribadi dan bermanfaat dalam pencegahan penyakit DBD. Sebagai acuan untuk perkembangan ilmu pengetahuan dalam bidang medis BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) 2.1.1. Definisi Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak dua sampai tujuh hari tanpa penyebab yang jelas, lemah/lesu, gelisah, nyeri hulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa petechie, purpura, echymosis, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, melena, hepatomegali, trombositopeni, dan kesadaran menurun atau renjatan. 2.1.2 Agent Infeksius Penyakit DBD disebabkan oleh virus dengue. Virus ini termasuk dalam grup B Antropod Borne Virus (Arboviroses) kelompok flavivirus dari family flaviviridae, yang terdiri dari empat serotipe, yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3, DEN 4. Masing- masing saling berkaitan sifat antigennya dan dapat menyebabkan sakit pada manusia. Keempat tipe virus ini telah ditemukan di berbagai daerah di Indonesia. DEN 3 merupakan serotipe yang paling sering ditemui selama terjadinya KLB di Indonesia diikuti DEN 2, DEN 1, dan DEN 4. DEN 3 juga merupakan serotipe yang paling dominan yang berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit yang menyebabkan gejala klinis yang berat dan penderita banyak yang meninggal 2.1.3 Vektor Penular Nyamuk Aedes aegypti maupun Aedes albopictus merupakan vektor penularan virus dengue dari penderita kepada orang lain melalui gigitannya. Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (daerah urban) sedangkan daerah pedesaan (daerah rural) kedua spesies nyamuk tersebut berperan dalam penularan. 2.2.Penularan Virus Dengue 2.2.1. Mekanisme Penularan Demam berdarah dengue tidak menular melalui kontak manusia dengan manusia. Virus dengue sebagai penyebab demam berdarah hanya dapat ditularkan melalui nyamuk. Oleh karena itu, penyakit ini termasuk kedalam kelompok arthropod borne diseases. Virus dengue berukuran 35-45 nm. Virus ini dapat terus tumbuh dan berkembang dalam tubuh manusia dan nyamuk. Terdapat tiga faktor yang memegang peran pada penularan infeksi dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus dengue masuk ke dalam tubuh nyamuk pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, kemudian virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang infeksius. Seseorang yang di dalam darahnya memiliki virus dengue (infektif) merupakan sumber penular DBD. Virus dengue berada dalam darah selama 4-7 hari mulai 1-2 hari sebelum demam (masa inkubasi instrinsik). Bila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk. Selanjutnya virus akan berkembangbiak dan menyebar ke seluruh bagian tubuh nyamuk, dan juga dalam kelenjar saliva. Kira-kira satu minggu setelah menghisap darah penderita (masa inkubasi ekstrinsik), nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain. Virus ini akan tetap berada dalam tubuh nyamuk sepanjang hidupnya. Oleh karena itu nyamuk Aedes aegypti yang telah menghisap virus dengue menjadi penular (infektif) sepanjang hidupnya Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menggigit (menusuk), sebelum menghisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (probosis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain. Hanya nyamuk Aedes aegypti betina yang dapat menularkan virus dengue. Nyamuk betina sangat menyukai darah manusia (anthropophilic) dari pada darah binatang. Kebiasaan menghisap darah terutama pada pagi hari jam 08.00-10.00 dan sore hari jam 16.00-18.00. Nyamuk betina mempunyai kebiasaan menghisap darah berpindah-pindah berkali-kali dari satu individu ke individu lain (multiple biter). Hal ini disebabkan karena pada siang hari manusia yang menjadi sumber makanan darah utamanya dalam keadaan aktif bekerja/bergerak sehingga nyamuk tidak bisa menghisap darah dengan tenang sampai kenyang pada satu individu. Keadaan inilah yang menyebabkan penularan penyakit DBD menjadi lebih mudah terjadi. 2.2.2. Tempat Potensial Bagi Penularan Penyakit DBD Penularan penyakit DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya. Tempat-tempat potensial untuk terjadinya penularan DBD adalah : A. Wilayah yang banyak kasus DBD (rawan/endema) B. Tempat-tempat umum merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat umum itu antara lain : i.Sekolah Anak murid sekolah berasal dari berbagai wilayah, merupakan kelompok umur yang paling rentan untuk terserang penyakit DBD. ii. Rumah Sakit/Puskesmas dan sarana pelayanan kesehatan lainnya : Orang datang dari berbagai wilayah dan kemungkinan diantaranya adalah penderita DBD, demam dengue atau carier virus dengue. iii. Tempat umum lainnya seperti ; hotel, pertokoan, pasar, restoran, tempat-tempat ibadah dan lain-lain. C. Pemukiman baru di pinggiran kota Karena di lokasi ini, penduduk umumnya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau carier yang membawa tipe virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi awal. 2.3.Nyamuk Penular DBD 2.3.1. Morfologi Nyamuk Aedes aegypti mempunyai morfologi sebagai berikut : a. Nyamuk dewasa Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata nyamuk yang lain. Mempunyai warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih pada bagian badan dan kaki. b. Pupa (Kepompong) Pupa atau kepompong berbentuk seperti “Koma”. Bentuknya lebih besar namun lebih ramping dibandingkan larva (jentik)nya. Pupa nyamuk Aedes aegypti berukuran lebih kecil, jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain. c. Larva (jentik) Ada 4 tingkat (instar) larva sesuai dengan pertumbuhan larva i. Larva instar I berukuran paling kecil, yaitu 1-2 mm. ii. Larva instar II berukuran 2,5-3,8 mm. iii. Larva instar III berukuran lebih besar sedikit dari larva instar II. iv. Larva instar IV berukuran paling besar 5mm. Larva dan pupa hidup pada air yang jernih pada wadah atau tempat air buatan seperti pada potongan bambu, dilubang-lubang pohon, pelepah daun, kaleng kosong, pot bunga, botol pecah, tangki air, talang atap, tempolong atau bokor, kolam air mancur, tempat minum kuda, ban bekas, serta barang-barang lainnya yang berisi air yang tidak berhubungan langsung dengan tanah. Larva sering berada di dasar container, posisi istirahat pada permukaan air membentuk sudut 45 derajat, sedangkan posisi kepala berada di bawah. d. Telur Telur berwarna hitam dengan ukuran lebih 0,80 mm. Telur berbentuk oval yang mengapung satu persatu pda permukaan air yang jernih, atau menempel pada dinding penampungan air, Aedes aegypti betina bertelur diatas permukaan air pada dinding vertikal bagian dalam pada tempat-tempat yang berair sedikit, jernih, terlindung dari sinar matahari langsung, dan biasanya berada di dalam dan dekat rumah. Telur tersebut diletakkan satu persatu atau berderet pada dinding tempat air, di atas permukaan air, pada waktu istirahat membentuk sudut dengan permukaan air. 2.3.2. Lingkungan Hidup Nyamuk Aedes aegypti seperti nyamuk lainnya mengalami metamorfosis sempurna yaitu telur - jentik - kepompong - nyamuk. Stadium telur, jentik dan kepompong hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Telur dapat bertahan hingga kurang lebih selama 2-3 bulan apabila tidak terendam air, dan apabila musim penghujan tiba dan kontainer menampung air, maka telur akan terendam kembali dan akan menetas menjadi jentik. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium pupa (kepompong) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi dewasa 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Pergerakan nyamuk dari tempat perindukan ke tempat mencari mangsa dan ke tempat istirahat ditentukan oleh kemampuan terbang. Jarak terbang nyamuk betina biasanya 40-100 meter. Namun secara pasif misalnya angin atau terbawa kendaraan maka nyamuk ini dapat berpindah lebih jauh. 2.3.3. Variasi Musiman Pada musim hujan tempat perkembang biakan Aedes aegypti yang pada musim kemarau tidak terisi air, mulai terisi air. Telur-telur yang tadinya belum sempat menetas akan menetas. Selain itu pada musim hujan semakin banyak tempat penampungan air alamiah yang terisi air hujan dan dapat digunakan sebagai tempat berkembangbiaknya nyamuk Aedes aegypti. Oleh karena itu pada musim hujan populasi nyamuk Aedes aegypti terus meningkat. Bertambahnya populasi nyamuk ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan penularan penyakit dengue. 2.3.4. Tempat Perkembangbiakan Aedes aegypti Tempat perkembangbiakan utama nyamuk Aedes aegypti ialah pada tempat-tempat penampungan air berupa genangan air yang tertampung di suatu tempat atau bejana di dalam atau sekitar rumah atau tempat-tempat umum, biasanya tidak melebihi jarak 500 meter dari rumah. Nyamuk ini biasanya tidak dapat berkembangbiak di genangan air yang langsung berhubungan dengan tanah. Jenis tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dapat dikelompokkan sebagai berikut : a. Tempat Penampungan Air (TPA), yaitu tempat-tempat untuk menampung air guna keperluan sehari-hari, seperti: tempayan, bak mandi, ember, dan lain-lain. b. Bukan tempat penampungan air (non TPA), yaitu tempat-tempat yang biasa menampung air tetapi bukan untuk keperluan sehari-hari, seperti : tempat minum hewan peliharaan (ayam, burung, dan lain-lain), barang bekas (kaleng,botol, ban,pecahan gelas, dan lain-lain), vas bunga,perangkap semut, penampung air dispenser, dan lain-lain. c. Tempat penampungan air alami, seperti : Lubang pohon, lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, kulit kerang, pangkal pohon pisang, potongan bambu, dan lain-lain BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka konsep Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitiian ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian 3.2. Penjelasan kerangka konsep Faktor- faktor penyebab pada keadaan geografis, yaitu yang meliputi luas dan kecepatan penyebaran, faktor tersebut mencakup vektor penular, penularan virus, tempat potensial bagi penularan penyakit, lingkungan hidup, variasi musiman, dan tempat perkembangbiakan Aedes aegypti . Ada hubungan atau tidaknya hubungan penyebaran penyakit DBD dinilai/diukur dengan melihat data yang dibuat oleh puskesmas pada daerah yang diteliti. Hasil dari pengukuran berupa ada atau tidaknya hubungan. Skala pengukuran yang digunakan untuk menilai ada atau tidaknya adalah skala pengukuran nominal. BAB IV Metode penelitian Desain Penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan menggunakan pendekatan analisa data sekunder tentang variabel demografi dan angka kejadian DBD. Populasi Penelitian. Populasi dalam penelitianini adalah data demografi dari Kantor Kecamatan Klojen, Kota Malang dan angka kejadian DBD dari Dinas Kesehatan Kota Malang. Sampel Penelitian dan Waktu Penelitian. Sampel penelitian ini adalah variabel demografi yaitu mobilitas penduduk dan kepadatan penduduk dari Kantor Kecamatan Klojen, Kota Malang periode 2009-2010 dan data angka kejadian DBD dari Dinas Kesehatan Kota Malang periode 2009-2010. Penelitian dilaksanakan bulan Februari-Juni 2011. Variabel dan Definisi Operasional. Dalam penelitian ini variabel bebas adalah mobitlias dan kepadatan penduduk. Definisi mobilitas adalah jumlah penduduk yang masuk ke 11 Kelurahan di Kecamatan Klojen. Variabel tergantung yaitu angka kejadian DBD. Definisi angka kejadian DBD adalah jumlah kejadian DBD pada 11 kelurahan di Kecamatan Klojen dibagi jumlah penduduk dalam Kelurahan tersebut dikalikan 100.000. Seluruh variabel merupakan data numerik. Analisis Data. Arah analisis data menjadi dua yaitu analisa deskriptif dan analitik. Analisis data deskriptif yang digunakan adalah menggunakan tabel dan grafik untuk mengetahui gambaran demografi dan persebaran kejadian DBD di wilayah Kecamatan Klojen, Kota Malang sehingga bisa mendapatkan informasi yang diinginkan dari deskriptif statistika tersebut yaitu kecenderungan data yang mengarahkan profil demografi terhadap angka kejadian DBD. Untuk statistik analitik, data sekunder yang didapatkan terlebih diolah dahulu lalu ditentukan distribusi data normal atau tidak menggunakan uji normalitas yaitu Kolmogorov-Smirnov. Jika distribusi data dinyatakan normal maka menggunakan uji statistik Correlation (Pearson correlation coefficient) karena variabel yang ada berkarakter numerik dan mencari hubungan variabel demografi terhadap angka kejadian DBD. Semua uji statistik menggunakan SPSS for Windows versi 17.0. BAB V HASIL PENELITIAN Tabel 5.1 Distribusi Mobilitas Penduduk Gambaran Mobilitas Penduduk. Data pada tabel 5.1 menunjukkan kecenderungan meningkat pada beberapa kelurahan di Kecamatan Klojen yaitu pada Kelurahan Rampal Celaket, Kelurahan Samaan, Kelurahan Kidul Dalem, dan Kelurahan Sukoharjo. Tabel 5.2 Distribusi Kepadatan Penduduk Gambaran Kepadatan Penduduk. Data pada tabel 5.2 menunjukkan meningkatnya kepadatan penduduk yaitu pada Kelurahan Klojen, Kelurahan Samaan, Kelurahan Kauman, Kelurahan Oro-Oro Dowo, Kelurahan Bareng, Kelurahan Sukoharjo, dan Kelurahan Kasin. Gambaran Angka Kejadian DBD tahun 2009- 2010. Berdasarkan gambar 5.1 dan gambar 5.2 menunjukkan peningkatan yang spesifik pada angka kejadian DBD tiap kelurahan, kecuali pada Kelurahan Kidul Dalem dan Kelurahan Sukoharjo. Uji Normalitas. Pada uji normalitas Kolmogorov- Smirnov didapatkan sebaran data yang normal karena semua data yang diuji menunjukkan p > 0,05. Uji Korelasi Pearson. Korelasi Pearson digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan variabel demografi terhadap angka kejadian DBD. Hubungan dikatakan signifikan bila p < 0,05. Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan, tidak ada hubungan antara mobilitas penduduk dengan angka kejadian DBD karena nilai p sebesar 0,136 pada tahun 2009 dan 0,140 pada tahun 2010 (p > 0,05). Hasil Uji korelasi Pearson juga menunjukkan tidak ada hubungan antara kepadatan penduduk dengan angka kejadian DBD karena nilai p sebesar 0,98 pada tahun 2009 dan 0,101 pada tahun 2010 (p > 0,05). BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Mobilitas penduduk terhadap angka kejadian DBD tahun 2009 dan 2010. Berdasarkan Tabel 5.1 menunjukkan kecenderungan meningkat pada beberapa kelurahan di Kecamatan Klojen yaitu pada Kelurahan Rampal Celaket, Kelurahan Samaan, Kelurahan Kidul Dalem, Kelurahan Kauman, dan Kelurahan Sukoharjo. Kelurahan Rampal Celaket yang pada tahun 2009 menjadi 225 pada tahun 2010 lalu diikuti juga oleh Kelurahan Samaan yang awalnya 160 menjadi 206 pada tahun 2010. Kelurahan Kidul Dalem juga mengalami peningkatan dalam imigrasi penduduk yaitu 108 pada tahun 2009 menjadi 148 pada tahun 2010. Peningkatan juga bisa dilihat pada Kelurahan Sukoharjo yaitu 183 pada tahun 2009 menjadi 209 pada tahun 2010. Berdasarkan Gambar 5.1 dan Gambar 5.2, angka kejadian DBD juga mengalami peningkatan. Kelurahan dengan mobilitas yang meningkat juga mengalami peningkatan kejadian DBD dari tahun 2009 ke tahun 2010. Kelurahan Rampal Celaket mengalami peningkatan angka kejadian DBD yaitu 322,34 per 100.000 penduduk menjadi 379,89 per 100.000 penduduk. Angka kejadian DBD Kelurahan Samaan pada tahun 2009 yaitu 27,09 per 100.000 penduduk menjadi 199,62 per 100.000 penduduk. Angka kejadian DBD Kelurahan Sukoharjo pada tahun 2009 yaitu 332,17 per 100.000 penduduk menjadi 208,47 per 100.000 penduduk. Walaupun didapatkan peningkatan perpindahan penduduk namun didapatkan penurunan angka kejadian DBD di Kelurahan Kidul Dalem yaitu 137,05 per 100.000 penduduk pada tahun 2009 menjadi 136,88 pada tahun 2010. Meningkatnya perpindahan penduduk yang masuk dengan maksud menetap dalam satu Kelurahan juga disertai meningkatnya angka kejadian DBD dalam wilayah tersebut. Namun tidak semua Kelurahan mengalami peningkatan angka kejadian DBD. 6.2. Gambaran Kepadatan Penduduk terhadap angka kejadian DBD tahun 2009 dan 2010. Berdasarkan Tabel 5.2 menunjukkan peningkatan kepadatan penduduk di tujuh kelurahan di Kecamatan Klojen. Kepadatan penduduk di Kelurahan Klojen pada tahun 2009 yaitu 16001,02 meningkat menjadi 16017,35 pada tahun 2010. Kepadatan penduduk di Kelurahan Samaan pada tahun 2009 yaitu 13402,04 meningkat menjadi 13418,37 pada tahun 2010. Kepadatan penduduk di Kelurahan Kauman pada tahun 2009 yaitu 16503,745 meningkat menjadi 17417,76 pada tahun 2010. Kepadatan kelurahan Oro – Oro Dowo pada tahun 2009 yaitu 13864,84 meningkat menjadi 13871,43 pada tahun 2010. Kepadatan penduduk di kelurahan Bareng pada tahun 2009 yaitu 9730,86 meningkat menjadi 9870,37 pada tahun 2010. Kepadatan penduduk di kelurahan Sukoharjo pada tahun 2009 yaitu 13382,35 menjadi 13419,60 pada tahun 2010. Kepadatan penduduk di Kelurahan Kasin pada tahun 2009 yaitu 16058,97 menjadi 21343,59 pada tahun 2010. Berdasarkan Gambar 5.1 dan Gambar 5.2, meningkatnya kepadatan penduduk dalam kelurahan–kelurahan tersebut juga diikuti dengan meningkatnya kejadian DBD. Seluruh Kelurahan yang mengalami peningkatan kepadatan penduduk diikuti meningkatnya kejadian DBD di Kelurahan tersebut. Kelurahan Klojen mengalami peningkatan angka kejadian DBD yaitu 101,50 per 100.000 penduduk menjadi 262,66 per 100.000 penduduk. Angka kejadian DBD Kelurahan Samaan pada tahun 2009 yaitu 27,09 per 100.000 penduduk menjadi 199,62 per 100.000 penduduk. Angka kejadian DBD di Kelurahan Kauman pada tahun 2009 yaitu 56,53 per 100.000 penduduk menjadi 149,52 per 100.000 penduduk pada tahun 2010. Angka kejadian DBD Kelurahan Oro – Oro Dowo pada tahun 2009 yaitu 55,97 menjadi 1890,76 pada tahun 2010. Angka kejadian DBD di Kelurahan Bareng pada tahun 2009 yaitu 56,92 menjadi 1527,18 pada tahun 2010. Angka kejadian DBD Kelurahan Sukoharjo pada tahun 2009 yaitu 332,17 per 100.000 penduduk menjadi 208,47 per 100.000 penduduk. Angka kejadian DBD Kelurahan Kasin pada tahun 2009 yaitu 25,51 menjadi 108,30 pada tahun 2010. 6.3. Hubungan antara mobilitas penduduk dengan angka kejadian DBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara mobilitas penduduk dan angka kejadian DBD di Kecamatan Klojen. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil uji korelasi yang didapatkan adalah 0,136 pada tahun 2009 dan 0,140 pada tahun 2010. Berdasarkan tabel dan grafik yang telah disajikan pada bab sebelumnya, hasil statistik deskriptif menunjukkan adanya peningkatan mobilitas penduduk di beberapa Kelurahan diikuti meningkatnya angka kejadian DBD di Kelurahan tersebut (kecuali Kelurahan Kidul Dalem). Hal ini dapat terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi mobilitas penduduk dan angka kejadian DBD. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil penelitian di atas adalah dokumentasi/pencatatan tempat tinggal tetap pasien yang kurang memadai. Warga Kabupaten Malang ataupun luar Kota/Kabupaten Malang bertujuan untuk pindah sementara di Kecamatan Klojen karena kepentingan keluarga atau kepentingan pekerjaan. Ternyata dalam kepindahannya tersebut orang tersebut menderita penyakit DBD. Pasien penderita penyakit DBD ini mengaku sebagai warga Klojen sehingga dicatat oleh petugas kesehatan sebagai warga Kecamatan Klojen padahal asalnya dari Kabupaten Malang atau luar Kota/Kabupaten Malang. Hal inilah yang mungkin menyebabkan tingginya mobilitas penduduk dan angka kejadian DBD. Salah satu faktor yang memungkinkan tidak ada hubungan antara mobilitas penduduk dan angka kejadian DBD adalah vektor yang terkendali dalam Kecamatan Klojen. Virus dengue ditularkan melalui vektor. Jika tidak ada vektor dalam wilayah tersebut maka penyakit DBD tidak bisa ditularkan dari satu orang ke orang yang lain. Faktor yang mendukung pernyataan diatas adalah tingkat tindakan warga Kecamatan Klojen terhadap penyakit DBD. Habitat Aedes aegypti adalah genangan air bersih pada tempat penampungan air. Jika warga Kecamatan Klojen melakukan upaya pemberantasan penyakit DBD seperti PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) maka tidak ada vektor yang mampu hidup di daerah tersebut. 8 6.4. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan angka kejadian DBD. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kepadatan penduduk dan angka kejadian DBD. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil uji korelasi yang didapatkan adalah 0,98 pada tahun 2009 dan 0,101 pada tahun 2010. Transmisi virus meningkat seiring dengan meningkatnya kepadatan penduduk. Urbanisasi pada negaranegara tropis mempunyai dampak yaitu Aedes aegypti yang berproliferasi dan meningkatnya manusia yang rentan terhadap virus dengue. 9 Daerah yang terjangkit DBD pada umumnya 6 adalah kota/wilayah yang padat penduduk. Rumah-rumah yang saling berdekatan memudahkan penularan penyakit ini, mengingat nyamuk Aedes aegypti jarak terbangnya maksimal 200 meter. 10 Hal ini dapat terjadi karena adanya berbagai faktor yang mempengaruhi kepadatan penduduk dan angka kejadian DBD. Salah satu faktor yang memungkinkan tidak ada hubungan antara kepadatan penduduk dan angka kejadian DBD adalah vektor yang terkendali dalam Kecamatan Klojen. Virus dengue ditularkan melalui vektor. Jika tidak ada vektor dalam wilayah tersebut maka penyakit DBD tidak bisa ditularkan dari satu orang ke orang yang lain. Faktor yang mendukung pernyataan diatas adalah tingkat tindakan warga Kecamatan Klojen terhadap penyakit DBD. Habitat Aedes aegypti adalah genangan air bersih pada tempat penampungan air. Jika warga Kecamatan Klojen melakukan upaya pemberantasan penyakit DBD seperti PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk) dan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) maka tidak ada vektor yang mampu hidup di daerah tersebut. 8 BAB VII PENUTUP KESIMPULAN 1. Profil demografi penduduk Kecamatan Klojen yaitu: a. Mobilitas penduduk menurun dari 2355 orang pada tahun 2009 menjadi 2313 orang pada tahun 2010. b. Kepadatan penduduk tahun 2009 dan 2010 adalah 15438,5 jiwa/km2. c. Angka kejadian DBD: Tahun 2009: 100,50 kejadian per 100.000 penduduk. Tahun 2010: 165,05 kejadian per 100.000 penduduk. 2. Mobilitas penduduk dan angka kejadian DBD tidak memilki hubungan yang signifikan. 3. Kepadatan penduduk dan angka kejadian DBD tidak memilki hubungan yang signifikan. SARAN Perlu sistem yang memadai maupun tenaga pencatatan kasus DBD dari Dinas Kesehatan Kota Malang atau Puskesmas maupun variabelvariabel demografi dari Kantor Kecamatan Klojen agar ada gambaran yang akurat mengenai penyakit DBD dan variabel-variabel demografi yang mempengaruhinya. DAFTAR PUSTAKA 1. WHO. 2009. Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention Ana Control. Geneva 2. Halstead, Scott B. 2008. Dengue. London: Imperial College Press. 3. Bandyopadhyay, Shibani; C. S. Lum, Lucy; Kroeger, Axel. 2006. Classifying dengue: a review of the difficulties in using the WHO case classification for dengue haemorrhagic fever. Volume 11 no 8 pp 1238–1255. 4. Departemen Infokom Jatim. 2009. Jawa Timur Bertekat Basmi DBD. (www.dinfokom-jatim.go.id, diakses pada 4 Januari 2012). 5. Ica. 2010. Jatim Potensi KLB DBD, (www.harianbhirawa.co.id, diakses 4 Januari 2012). 6. Dinkes Kota Malang. 2010. Data Penderita Demam Berdarah Kota Malang Tahun 2008-2010. Malang: Dinkes. 7. Maa, Stefan; Eong Ooi, Eng; Tai Goh, Kee. 2008. Socioeconomic determinants of dengue incidence in Singapore. Singapore: Dengue Bulletin. Volume 32. 8. Sumekar, D.W. 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan denganKeberadaan Jentik Nyamuk. Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian kepada Masyarakat, Unila. Available from : http://lemlit.unila.ac.id 9. WHO. 2011. Public health risk assessment and interventions The Horn of Africa: Drought and famine crisis. Geneva 10. Antonius, W.K. 2005. Kebijakan Pemberantasan Wabah Penyakit Menular, Kasus Kejadian Luar Biasa Demam Berdarah Dengue (KLB DBD). (www.theindonesianinstitute.com) diakses tanggal 4 Desember 2011 pukul 09.00. PAGE \* MERGEFORMAT 22