Academia.eduAcademia.edu

MAKALAH KIMIA ORGANIK TENTANG SAPONIFIKASI / PROSES PENYABUNAN

2023, Ade R. Tamada

Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi safonifikasi. Reaksi safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak karena adanya basa lemah (misalnya NAOH). Di dalam sabun terdapat struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik.Tujuan praktikum ini adalah membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboraturium dan menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang di lakukan. Pembuatan sabun dilakukan dengan cara mencampurkan 250 ml minyak goreng dengan 200 ml etanol kemudian ditambahkan 200 ml NaOH 2N. Larutan ini lalu dipanaskan hingga bau etanolnya hilang. Pembentukan sabun terjadi saat penambahan NaCl jenuh ke dalam larutan. Untuk pengujian sifat sabun digunakan kerosen, kalsium sulfat dan indikator phenofthalein.Pada penambahan indicator phenofthalein,campuran sabun berubah warna menjadi warna ungu.

Supercharge your research with Academia Premium

checkDownload curated PDF packages
checkTrack your impact with Mentions
checkAccess advanced search filters
SAPONIFIKASI / PROSES PENYABUNAN MAKALAH UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH KIMIA ORGANIK DISUSUN Oleh : ABDULLAH ASEP YAYAN KULYANI D1A080327 D1A080359 JURUSAN FARMASI LABORATORIUM KIMIA ORGANIK FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS AL-GHIFARI BANDUNG 2012 ABSTRAK Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi safonifikasi. Reaksi safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak karena adanya basa lemah (misalnya NAOH). Di dalam sabun terdapat struktur bipolar, bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik.Tujuan praktikum ini adalah membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboraturium dan menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang di lakukan. Pembuatan sabun dilakukan dengan cara mencampurkan 250 ml minyak goreng dengan 200 ml etanol kemudian ditambahkan 200 ml NaOH 2N. Larutan ini lalu dipanaskan hingga bau etanolnya hilang. Pembentukan sabun terjadi saat penambahan NaCl jenuh ke dalam larutan. Untuk pengujian sifat sabun digunakan kerosen, kalsium sulfat dan indikator phenofthalein.Pada penambahan indicator phenofthalein,campuran sabun berubah warna menjadi warna ungu. Kata kunci : Hidrofilik, Lipofilik, Sabun, Safonifikasi, Surfaktan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sabun adalah suatu bentuk senyawa yang dihasilkan dari reaksi safonifikasi. Safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NAOH). Hasil lain dari reaksi safonifikasi adalah gliserol. Pada umumnya bahan baku yang digunakan untuk membuat sabun adalah lemak atau minyak sumber asam lemak dengan rantai karbon C12 – C18 yang berperan terhadap kekerasan dan deterjennya dan lemak atau minyak sumber asam lemak dengan rantai karbon C12 – C14 yang berperan terhadap pembusaan (Sulistyowat, 2011). Sabun berdasarkan struktur molekulnya terbagi atas dua bagian, yaitu bagian hidrofilik (ion karboksilat) dan bagian hidrofobik (rantai hidrokarbom). Adanya dua gugus tersebut menyebabkan sabun bertindak sebagai agen pembersih ditunjukkan dengan menurunnya tegangan permukaan saat kotoran ataupun minyak berinteraksi dengan sabun sebagai akibat teremulsinya kotoran maupun minyak. Dalam proses pencucian, lapisan minyak sebagai pengotor akan tertarik oleh ujung lipofilik sabun, kemudian diangkutnya ke dalam air pencuci dikarenakan ujung lain (hidrofilik) dari sabun larut dalam air (Utomo, 2005). Percobaan pembuatan sabun ini bertujuan untuk mengontrol sifat fisika alami yang terdapat pada sabun. Safonifikasi yang terdapat pada minyak diikuti dengan beberapa bentuk fasa untuk menghilangkan impurity dan uap air dan juga menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Selain itu, dapat juga untuk mengetahui bagaimana reaksi yang terjadi dalam proses pembuatan sabun dari reaksi safonifikasi tersebut serta memahami sifat dari sabun. 1.2 Tujuan  Membuat dan memahami reaksi penyabunan pada proses pembuatan sabun di laboratorium.  Menjelaskan beberapa sifat sabun berdasarkan percobaan yang dilakukan. BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Sabun 2.1.1. Sejarah Sabun Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara berbarengan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Perancis, menemukan, larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil ia terjangkau bagi semua orang. Dalam sejarah pembuatan sabun, masing-masing negara memiliki sejarah tersendiri serta teknik pembuatannya. Namun dari sekian banyak versi penemuan, diambil satu contoh penemuan sabun yang ditemukan oleh bangsa Romawi kuno. Nama Sapo/soap/sabun menurut legenda Romawi kuno (2800 SM) berasal dari Gunung Sapo, di mana binatang dikorbankan untuk acara keagamaan. Lemak yang berasal dari binatang tersebut (kambing) dicampur dengan abu kayu untuk menghasilkan sabun atau sapo, pada masa itu. Ketika hujan, sisa lemak dan abu kayu tersebut mengalir ke Sungai Tiber yang berada di bawah Gunung Sapo. Ketika orang – orang mencuci pakaian di sungai Tiber mereka mendapati air tersebut berbusa dan pakaian mereka lebih bersih. Sejak saat itulah asal usul sabun dimulai. 2.1.2. Pengertian Sabun Sabun adalah garam logam alkali (biasanya garam natrium) dari asam-asam lemak. Sabun mengandung garam C16 dan C18, namun dapat juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebh rendah. Sekali penyabunan itu telah lengkap, lapisan air yang mengandung gliserol dipisahkan, dan gliserol dipulihkan dengan penyulingan. Gliserol digunakan sebagai pelembab dalam tembakau, industri farmasi dan kosmetik. Sifat melembabkan timbul dari gugus-gugus hidroksil yang dapat berikatan hidrogen dengan air dan mencegah penguapan air itu. Sabun dimurnikan dengan mendidihkannya dalam air bersih untuk membuang lindi yang berlebih, NaCl dan gliserol. Zat tambahan (aditif) seperti batu apung, zat warna dan parfum kemudian ditambahkan. Sabun padat itu dilelehkan dan dituang kedalam suatu cetakan. Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar. Sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah b enar-benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni segerombol (50 - 150) molekul yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung-ujung ionnya yang menghadap ke air. (Ralph J. Fessenden, 1992) 2.2 Sifat – Sifat Sabun Sifat – sifat sabun yaitu : a. Sabun bersifat basa. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa. CH3(CH2)16COONa + H2O → CH3(CH2)16COOH + NaOH b. Sabun menghasilkan buih atau busa. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH3(CH2)16COONa + CaSO4 →Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 c. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai hydrogen CH3(CH2)16 yang bertindak sebagai ekor yang bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organic sedangkan COONa+ sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. Non polar : CH3(CH2)16 Polar : COONa+ Berikut merupakan proses penghilangan kotoran, yaitu - Sabun didalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga aii kain sehingga kain menjadi bersih. meresap lebih cepat kepermukaan kain. - Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul koAtoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. - Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih. Gambar 2.1 Pengangakatan Kotoran 2.3 Surfaktan Surfaktan adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala) yang suka air dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air. Keberadaan kedua gugus dalam struktur surfaktan biasa diistilahkan “kepala” dan “ekor”. Gugus polar biasa disebut kepala dan ekornya adalah gugus non polar. Filosofinya karena gugus non polarnya berupa rantai panjang sehingga biasa diibaratkan ekor. Sedangkan gugus polarnya hanya gugus karboksilat sehingga diibaratkan kepala. Gambar 2.2 Bentuk Surfaktan Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar berdasarkan kelarutannya, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air. 1. Surfaktan yang larut dalam minyak Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon. 2. Surfaktan yang larut dalam air Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa, zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan positif bergantung pada pH-nya. Berdasarkan muatannya terdapat empat kategori surfaktan, yaitu: a. Surfaktan Anionik Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion negatif atau anion. Contohnya adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl Benzene Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS). b. Surfaktan Kationik Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif atau kation. Contohnya adalah garam amonium. c. Surfaktan Non ionik Surfaktan non ionik merupakan surfaktan yang tidak membentuk ion negatif maupun positif sehingga bersifat netral. Contohnya adalah Nonyl Phenol Polyethoxyle. d. Amfoter Surfaktan amfoter merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif maupun negatif. Contohnya adalah Acyl Ethylenediamines. Berdasarkan struktur kimianya, surfaktan dapat dibagi sebagai berikut: a. Sabun, contohnya adalah Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb. b. Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan, contohnya adalah minyak jarak yang disulfatkan (TRO). c. Parafin atau olefin yang disulfurkan, contohnya adalah senyawa sulfochlorida yang disabunkan, olefin yang disulfatkan . d. Aralkil sulfonat, contohnya adalah alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-Na , dsb. e. Alkil sulfat, contohnya adalah Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer seperti asam malonat anhidrat + alkohol dengan Na-bisulfit , Alkil sulfat sekunder/ dari alkil alkohol sekunder. f. Kondensat asam lemak, contohnya adalah kondensat dengan gugus amino, kondensat mengandung gugus oksi , kondensat dengan gugus inti aromatik . g. Persenyawaan polietilenaoksida (poliglikoeter), contohnya adalah Alkil amin poliglikol eter, Dispersol E. Surfaktan memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Sebagai larutan koloid Pada konsentrasi tinggi partikel koloid akan saling menggumpal, gumpalan ini disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik (daya hantar listriknya tinggi) atau lamelar (daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada dalam kesetimbangan dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan). Kesetimbangan ini akan mencapai konsentrasi kritik misel. 2. Adsorpsi Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut murni, zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekulmolekul zat terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan daripada di permukaan. Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan permukaan dinyatakan dalam persamaan Gibbs. 3. Kelarutan dan daya melarutkan Partikel-partikel tunggal dari surfaktan relatif tidak larut, sedangkan misel mempunyai kelarutan tinggi. Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin tinggi temperatur kritik larutan. 4. Pembasahan Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan dinyatakan oleh Hukum Dupre. 5. Daya Busa Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktan mempunyai daya busa. 6. Daya Emulsi Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak saling melarutkan. Surfaktan akan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga terjadi emulsi yang stabil. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’ pada kulit. 2.3.1 Perbedaan Sabun Dan Detergen Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci. Gambar 2.3 deterjen Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa, menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak zaitun. Beda sabun dan deterjen yaitu deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat sementara sabun terbuat dari garam karboksilat. Deterjen terbuat dari bahan-bahan yang sukar diuraikan mikroorganisme sementara sabun dapat diuraikan mikroorganisme. 2.4 Bahan Pembuat Sabun 2.4.1 Bahan Baku 2.4.1.1 Minyak atau Lemak Minyak atau lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.  Jenis-jenis Minyak atau Lemak Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya : 1. Tallow ( Lemak Sapi ) Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer point pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer point di bawah 40°C dikenal dengan nama grease. Kandungan utama dari tallow yaitu : asam oleat 40-45%, asam palmitat 24-37%, asam stearat 14-19%, asam miristat 2-8%, asam linoleat 3-4%, dan asam laurat 0,2%(Hui,1996). 2. Lard ( Lemak Babi ) Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti asam oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti asam stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa. 3. Palm Oil ( Minyak Sawit ) Minyak sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak sawit harus dicampur dengan bahan lainnya. Kandungan asam lemaknya yaitu asam palmitat 42-44%, asam oleat 35-40%, asam linoleat 10%, asam linolenat 0,3%, asam arachidonat 0,3%, asam laurat 0,3%, dan asam miristat 0,5-1%. 4. Coconut Oil ( Minyak Kelapa ) Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat sekitar 44-52%, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. 5. Palm Kernel Oil ( Minyak Inti Sawit ) Minyak inti sawit diperoleh dari biji buah sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa. Kandungan asam lemak yang terdapat pada palm kernel oil yaitu : asam laurat 4052%, asam miristat 14-18%, asam oleat 11-19%, asam palmitat 7-9%, asam kaprat 3-7%, asam kaprilat 3-5%, asam stearat 1-3%, dan asam linoleat 2%. 6. Palm Oil Stearine ( Minyak Sawit Stearin ) Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah asam palmitat 52-58% dan asam oleat 27-32%. Selain itu juga terdapat asam linoleat 6,68,2%, asam stearat 4,8-5,3%, asam miristat 1,2-1,3%, asam laurat 0,10,4%. 7. Marine Oil Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh (asam oleat) yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil ( Minyak Jarak ) Minyak jarak berwarna bening dan dapat dimanfaatkan sebagai kosmetika, bahan baku pembuatan biodisel dan sabun. Minyak jarak mempunyai massa jenis 0,957-0,963 kg/liter, bilangan iodium 82-88 g I2/100 g, bilangan penyabunan 176-181 mg KOH/g. Minyak jarak mengandung komponen gliserida atau dikenal sebagai senyawa ester. Komposisi asam lemak minyak jarak terdiri dari asam riccinoleat sebanyak 86%, asam oleat 8,5%, asam linoleat 3,5%, asam stearat 0,5-2,0%, asam dihidroksi stearat 1-2%. (G. Brown, 1973) 9. Olive Oil ( Minyak Zaitun ) Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit. Zaitun secara alami mengandung beberapa senyawa yang tak tersabunkan seperti fenol, tokoferol, sterol, pigmen, dan squalen. Minyak zaitun juga mengandung triasilgliserol yang sebagian besar di antaranya berupa asam lemak tidak jenuh tunggal jenis oleat. Kandungan asam oleat tersebut dapat mencapai 55-83 persen dari total asam lemak dalam minyak zaitun. 10. Campuran Minyak dan Lemak Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun. 2.4.1.2 Alkali Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na2CO3, NH4OH, dan ethanolamines (sinonim : 2Aminoethanol, monoethanolamine, dengan rumus kimia C2H7NO, dan formulasi kimia NH2CH2CH2OH). NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na2CO3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak). 2.4.2 Bahan Pendukung Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pegendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif. 1. Garam ( NaCl ) NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas. 2. Bahan Aditif Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain: builders, fillers inert, antioksidan, pewarna,dan parfum. a. Builders (Bahan Pembentuk/Penguat) Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. b. Filler ( Bahan Pengisi ) Filler (bahan pengisi) ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspekekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air. c. Bahan Antioksidan Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium Silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Perdana, F.K, 2009) d. Bahan Pewarna (Coloring Agent) Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange. e. Bahan Pewangi (fragrances) Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower. 2.5 Macam-Macam Sabun  Ada beberapa macam sabun, diantaranya: 1. Shaving Cream Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya adalah campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1. 2. Sabun Cair Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol 3. Sabun Kesehatan Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur. 4. Sabun Chip Pembutan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau menghancurkan sabun yang berbentuk batangan. 5. Sabun Bubuk untuk mencuci Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain. 2.6 Teknologi Pembuatan Sabun Proses pembuatan sabun dapat dibuat dua tahap yaitu proses “batch” atau proses “kontinu”. 2.6.1 Proses Batch Pada proses batch, lemak atau minyak dipanaskan dengan alkali (NaOH atau KOH) berlebih dalam sebuah ketel. Jika penyabunan telah selesai, garam-garam ditambahkan untuk mengendapkan sabun. Lapisan air yang mengandung garam, gliserol dan kelebihan alkali dikeluarkan dan gliserol diperoleh lagi dari proses penyulingan. Endapan sabun gubal yang bercampur dengan garam, alkali dan gliserol kemudian dimurnikan dengan air dan diendapkan dengan garam berkali-kali. Akhirnya endapan direbus dengan air secukupnya untuk mendapatkan campuran halus yang lama-kelamaan membentuk lapisan yang homogen dan mengapung. Sabun ini dapat dijual langsung tanpa pengolahan lebih. lanjut, yaitu sebagai sabun industri yang murah. Beberapa bahan pengisi ditambahkan, seperti pasir atau batu apung dalam pembuatan sabun gosok. Beberapa perlakuan diperlukan untuk mengubah sabun gubal menjadi sabun mandi, sabun bubuk, sabun obat, sabun wangi, sabun cuci, sabun cair dan sabun apung (dengan melarutkan udara di dalamnya). (Yuda Prawira, 2008) 2.6.2 Proses Kontinu Pada proses kontinu, yaitu yang biasa dilakukan sekarang, lemak atau minyak hidrolisis dengan air pada suhu dan tekanan tinggi, dibantu dengan katalis seperti sabun seng. Lemak atau minyak dimasukkan secara kontinu dari salah satu ujung reaktor besar. Asam lemak dan gliserol yang terbentuk dikeluarkan dari ujung yang berlawanan dengan cara penyulingan. Asamasam ini kemudian dinetralkan dengan alkali untuk menjadi sabun. Safonifikasi adalah reaksi hidrolisis asam lemak oleh adanya basa lemah (misalnya NaOH) Reaksi safonifikasi: Oil + 3 NaOH → 3 soap + glycerol Selain dari reaksi diatas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi fatty acid (FA), namun disini hanya didapat sabun tanpa adanya gliserin (glycerol). Karena pada saat proses pembuatan fatty acid, glycerol sudah dipisahkan tersendiri . FA + NaOH → soap + water Reaksi penyabunan dapat ditulis sebagai berikut: C3H5(OOCR)3 + 3NaOH → C3H5(OH)3 + 3NaOOCR Salah satu manfaat dari proses saponifikasi adalah mensintesis sabun (ester) dengan merubah asam karboksilat dengan air. Reaksi pembuatan sabun atau safonifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras . Sabun memiliki kalarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil melainkan larut dalam bentuk ion. (Saiful Rahman, 2009) 2.7 Metode Pembuatan Sabun Berdasarkan reaksi yang terjadi, ada 4 metode proses pembuatan sabun yaitu sebagai berikut (Y.H.Hui,1996) : 1. Proses pendidihan penuh Proses pendidihan penuh pada dasarnya sama dengan proses batch yaitu minyak/lemak dipanaskan didalam ketel dengan menambahkan NaOH yang telah dipanaskan, selanjutnya campuran tersebut dipanaskan sampai terbentuk pasta kira-kira setelah 4 jam pemanasan. Setelah terbentuk pasta ditambahkan NaCl (10-12%) untuk mengendapan sabun. Endapan sabun dipisahkan dengan menggunakan air panas dan terbentuklah produk utama sabun dan produk samping gliserin. 2. Proses semi pendidihan Pada proses semi pendidihan, semua bahan yaitu minyak/lemak dan alkali langsung dicampur kemudian dipanaskan secara bersamaaan. Terjadilah reaksi saponifikasi. Setelah reaksi sempurna ditambah sodium silikat dan sabun yang dihasilkan berwarna gelap. 3. Proses dingin Pada proses dingin semua bahan yaitu minyak, alkali, dan alkohol dibiarkan didalam suatu tempat/bejana tanpa dipanaskan (temperatur kamar,25oC). Raksi antara NaOH dan uap air (H2O) merupakan reaksi eksoterm sehingga dapat menghasilkan panas. Panas tersebut kemudian digunakan untuk mereaksikan minyak/lemak dan NaOH/alkohol. Proses ini memerlukan waktu untuk reaksi sempurna selama 24 jam dan dihasilkan sabun berkualitas tinggi. Adapun syarat-syarat terjadinya proses dingin adalah sebagai berikut :  Minyak/lemak yang digunakan harus murni  Konsentrasi NaOH harus terukur dengan teliti  Temperatur harus terkontrol dengan baik 4. Proses netral Prinsip dasar dari proses netral adalah minyak/lemak ditambah NaOH sehingga terjadi reaksi saponifikasi dan dihasilkan sabun dan gliserin. Sabun yang dihasilkan tidak bersifat netral sehingga tidak dapat menghasilkan busa yang banyak.Oleh karena itu, perlu dilakukan penetralan dengan menambahkan Na2CO3. 2.8 Kegunaan Sabun Sabun berkemampuan untuk mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun : 1. Rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun bersifat nonpolar sehingga larut dalam zat non polar, seperti tetesan-tetesan minyak. 2. Ujung anion molekul sabun, yang tertarik dari air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak menolak antara tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tersuspensi (Ralph J. Fessenden, 1992). BAB III METODOLOGI 3.1 Alat yang digunakan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Gelas Ukur 50 ml dan 10 ml Gelas kimia 1000 ml dan 600 ml Pengaduk Penangas Tabung Reaksi Kertas Saring Corong Alumunium foil Pompa Vakum 3.2 Bahan yang digunakan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Minyak Goreng Etanol Natrium Hidroksida 2N Larutan NaCl jenuh Kerosen ( minyak tanah ) Larutan Kalsium Sulfat Phenolptalein 3.3 Prosedur percobaan 3.3.1 Pembuatan Sabun 1. 250 ml minyak goreng dimasukkan kedalam gelas kimia 2. Ditambahkan larutan etanol dan NaOH 2 N masing – masing 200 ml sambil diaduk 3. Gelas kimia ditutup dengan alumunium foil 4. Campuran dipanaskan dalam penangas pada suhu 78,6oC sampai hilang bau dari alkohol ( etanol ) 5. Dinginkan campuran dalam cawan penguap tersebut beberapa menit 6. Perubahan yang terjadi diamati dan dicatat 7. Ditambahkan 200 ml NaCl jenuh kedalam campuran 8. Perubahan yang terjadi diamati 9. Campuran diaduk, kemudian disaring dengan pompa vakum 10. Hasil pengamatan dicatat 3.3.2 Uji Sifat Sabun 1. 1 ml kerosen dan 10 ml air dimasukkan dalam tabung reaksi 2. Campuran dikocok dan catat hasil pengamatan 3. Dimasukkan sedikit sabun ke dalam tabung reaksi yang berisi campuran kerosen dan air 4. Dikocok dan hasil pengamatan dicatat 5. Dalam tabung reaksi baru dilarutkan sedikit sabun dalam 5 ml etanol 6. Ditambahkan 8 – 10 tetes larutan kalsium sulfat 7. Dicatat pengaruh kalsium sulfat terhadap air sabun 8. Dalam tabung reaksi baru larutkan sedikit sabun dalam 5 ml etanol 9. Ditambahkan 2 tetes larutan phenolptalein 10. Hasil pengamatan dicatat BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Pengamatan Tabel 4.1.1 Pembuatan Sabun No. Bahan 1. Minyak Goreng Etanol Dipanaskan NaOH 2. Campuran 3. 4. Campuran (1) + NaCl Campuran (1) + NaCl dan diaduk Pengamatan Larutan berwarna kuning, terdapat dua lapisan, dan berbuih. Dilakukan pada suhu 78,6oC. Terdapat gumpalan pada dasar larutan. Terbentuk tiga lapisan. Larutan menjadi homogen dan berbusa. Didinginkan Tabel 4.1.2 Sifat-Sifat Sabun No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Bahan Kerosen + Air Dikocok Sabun + Larutan Kerosen Dikocok Sabun + Air Panas Larutan Sabun + Kalsium Sulfat Sabun + Etanol Sabun + Etanol +Phenolpthtalein Pengamatan Terdapat dua lapisan. Larutan homogen dan berbusa. Larutannya berbuih. Terdapat endapan. Tercampur sempurna. Larutan berwarna ungu. 4.2 Reaksi-Reaksi yang Terjadi  Reaksi Saponifikasi C3H3(O2CR)3 + 3NaOH Lemak/Minyak  Alkali 3RCOONa Sabun Reaksi Etanol dan NaOH C2H5OH + NaOH C2H5ONa + H2O 4.3 Hasil/Perhitungan Pembuatan larutan NaCl dalam 100 ml aquades. M= 2 = 𝑔𝑟 𝑀𝑟 𝑔𝑟 x 58,5 1000 x 𝑉 1000 100 Gr = 11,7 gr NaCl + C3H5(OH)3 Gliserida 4.4 Pembahasan Saponifikasi (penyabunan) merupakan proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan sabun dan hasil samping berupa gliserol. Sabun memiliki struktur dengan dua ujung strukturnya yang memiliki sifat berbeda, salah satu ujungnya bersifat hidrofilik (tertarik atau larut dalam air) dan ujung rantai hidrokarbon bersifat lipofilik (tertarik atau larut dalam manyak dan lemak). Alkali yang digunakan akan menentukan bentuk sabun yang dihasilkan. Jika NaOH yang digunakan maka akan menghasilkan sabun padat karena kelarutannya, sedangkan jika menggunakan KOH maka akan menghasilkan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Pada pembuatan sabun padat digunakan NaOH karena kelarutannya lebih kecil daripada kelarutan KOH, hal ini disebabkan karena sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion. Bahan-bahan yang digunakan pada percoban ini adalah 250 ml minyak goreng yang berfungsi sebagai bahan baku pembuatan sabun, 200 ml NaOH yang berfungsi sebagai pereaksi dan pembuatan sabun berbentuk padat (mengubah minyak menjadi sabun), 200 ml etanol sebagai pelarut, dan NaCl jenuh yang berfungsi untuk mengendapkan sabun yang telah terentuk dan untuk melarutkan gliserol sebagai hasil samping dari reaksi saponifikasi sehingga didapat sabun mentah. Penambahan NaCl dimaksudkan sebagai penambahan ion sejenis (common ion effect) yang berfungsi untuk menurunkan nilai kelarutan dari sabun sehingga sabun mengendap. Kesetimbangan bergeser ke kiri dikarenakan oleh penambahan ion sejenis sehingga membentuk endapan (penurunan kelarutan). Pelarut digunakan adalah etanol, karena etanol merupakan suatu pelarut yang baik untuk senyawa-senyawa organik. Pada percobaan ini fungsi etanol adalah untuk memfasilitasi reaksi NaOH dan minyak goreng, karena NaOH dan minyak goreng memiliki perbedaan kepolaran yang tinggi. Etanol adalah alkohol dengan dua atom C. Etanol merupakan senyawa organik yang bersifat semipolar yaitu senyawa yang dapat bersifat polar karena mengandung gugus OH- dan bersifat nonpolar yaitu CH3+. NaOH terlarut dan dapat bercampur dengan lemak dalam reaksi penyabunan oleh adanya etanol sebagai pelarut. Jika tidak menggunakan etanol maka reaksi NaOH dengan lemak akan berlangsung lama. Kemudian larutan dipanaskan pada suhu 78oC, pemanasan ini bertujuan untuk menghilangkan bau etanol. Etanol akan menguap, karena titik didih etanol adalah 78oC. Jika etanol dipanaskan pada suhu di atas 78oC maka etanol akan cepat menguap dan proses pereaksian minyak goreng dan NaOH tidak akan berlangsung sempurna. Sedangkan jika dipanaskan pada suhu di bawah 78oC, etanol akan lama sekali menguap dan proses reaksi akan berlangsung lama. Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk menghilangkan bau etanol dan mempercepat terjadinya reaksi. Lalu larutan didinginkan dengan menggunakan batu es, sehingga didapat padatan yang berupa sabun. Kemudian ditambahkan larutan NaCl jenuh yang berfungsi untuk mengendapkan sabun yang didapat dengan pengaruh dari ion sejenisnya. Dari percobaan yang telah dilakukan berdasarkan pengujian sifat-sifat sabun, diperoleh bahwa sabun yang telah dibuat memenuhi sifat-sifat sabun, yaitu:  Dapat melarutkan minyak dalam air, karena rantai sabun akan menguraikan minyak dalam air. Hal ini dikarena keunikan sifat sabun yang memiliki kepala (hidofilik) yang bersifat polar (COONa+), merupakan komponen ionik yang larut dalam air dan tidak larut dalam larutan organik, yaitu minyak atau lemak. Ekor (lipofilik) dari molekul adalah kovalen nonpolar {CH3(CH2)16} dan larut dalam minyak tetapi tidak larut dalam air. Jadi tidak terlihat lagi lapisan yang memisahkan kedua cairan tersebut dikarenakan telah menyatu setelah ditambahkan dengan sabun.  Tidak bekerja pada air sadah (air yang mengandung mineral) yang diuji dengan menggunakan larutan kalsium sulfat (CaSO4), pada air sadah sabun tidak berbusa karena ion stearat bereaksi dengan kalsium, sehingga menjadi keras dan membentuk komponen yang disebut “scum” yang tidak larut dalam kalsium, tanpa ion stearat maka daya membersihkan dari sabunpun hilang. Reaksinya: 2(CH3(CH2)16COONa) + CaSO4 Na2SO4 + Ca(CH3(CH2)16COO)2 Bukti bahwa sabun tidak bekerja pada larutan kalsium sulfat yang kami lakukan ditandai dengan tidak terdapatnya busa pada larutan, dan terbentuknya dadih-dadih sabun yang merupakan garamnya karena terjadinya pengendapan dengan ion Ca+2.  Bersifat basa karena berwarna ungu pada pengujian dengan menggunakan indikator phenolphtalein. Karena seperti yang kita ketahui, bahwa range dari phenolphtalein sebagai indikator basa pHnya adalah di atas 7 dan warnanya dari bening-pink kuat (ungu). CH3(CH2)16COONa + PP Ungu BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Sabun dapat dibuat dengan reaksi saponofikasi, dengan mereaksikan minyak atau lemak dengan alkali (basa) yang digunakan etanol sebagai pelarut dan melalui proses pemanasan dengan gliserol sebagai hasil samping. 2. Penambahan NaCl jenuh mempermudah pengendapan sabun karena adanya ion sejenis. 3. Sabun bersifat emugulator karena, dapat menghomogenkan larutan air dengan kerosen. 4. Sabun tidak bekerja pada air sadah, karena tidak terdapat busa dan membentuk endapan garamnya. 5. Sabun bersifat basa, karena berwarna ungu dengan pengujian menggunakan indikator phenolphtalein. 5.2 Saran 1. Pemisahan sabun dan gliserol sebaiknya hanya dilakukan dengan pompa vakum. 2. Konsentrasi NaOH harus terhitung dengan teliti dan benar. 3. Pemberian warna dan pewangi sebaiknya diberikan pada saat sabun dan gliserol telah dipisahkan. DAFTAR PUSTAKA Erik, L.B, (2007), Sabun Transparan dari Minyak Sawit, http// www. Inside winme.blog spot.com /2007/log, 3 Februari 2008. Fessenden, R.J, and Fessenden, J.S, 1992, Kimia Organik 2nd Edition, Penerbit Erlangga, Jakarta. Rudianto, (2007), Bahan Mentah Pembuatan Sabun, http//www.stko.com, 16 Januari 2008. Brown, G.G, Katz D, Foust A.S, Schneidewind S, 1973, Unit Operation, John Wiley & Sons, Inc, Tokyo. Hard, Harold, 1982, Kimia Organik Jilid 2, Erlangga, Jakarta. Hui, Y. H, 1996, Bailey’s Industrial Oil and Fat Products, fifth edition, New York, Jhon Willey & Sons Inc. Luis, Spitz, 1996, Soap and Ditergenta Theoritical and Practical Review, AOCS Press, United States of America. Perdana, F.K dan Ibnu Hakim, 2009, Pembuatan Sabun Cair dari Minyak Jarak dan Soda Q Sebagai Upaya Meningkatkan Pangsa Pasar Soda Q, http://eprints.undip.ac.id, 14 Oktober 2012. Sulistyowat, Y, 2011, Sintetis dan karakterisasi sabun besi melalui reaksi trans-saponifikasi barium dari minyak kelapa sawit. Malang, Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi.Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Utomo, M, F, 2005, Sintesis dan Karakterisasi Sabun Seng Oleat dan Seng Stearat. Skipsi tidak diterbitkan. Malang, Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Negeri Malang. LAMPIRAN A DOKUMENTASI Bahan yang digunakan Campuran minyak goreng ditambah etanol dan NaOH Hasil Pemanasan Sabun yang sudah terbentuk Pengujian sabun dengan Pengujian sabun dengan kalsium sulfat penambahan kerosene Pengujian sabun dengan indikator phenofthalein