Academia.edu no longer supports Internet Explorer.
To browse Academia.edu and the wider internet faster and more securely, please take a few seconds to upgrade your browser.
…
13 pages
1 file
Tulisan ini akan membahas tentang pola-pola kehidupan seksual yang terjadi pada masyarakat perkotaan. Dimana dari segala jenis kegiataan diperkotaan ini dapat terbentuk berbagai macam pola kehidupan seksual, mulai dari pelacuran, eksploitasi tubuh perempuan, sampai dengan disorientasi seksual. Penulis melihat, perkotaan dengan segala kesibukannya entah disengaja atau tidak disengaja telah membentuk pola-pola tersebut, menjadikan masyarakat perkotaan sebagai pelaku utama dalam setiap pola -pola kehidupan seksualnya. Dengan demikian, masyarakat menjadi motor penggerak dari semua pola -pola kehidupan seksual di perkotaan.
"Dia ngeluarin anunya dong dan asik mainin terus ngegesekin anunya di bokong mba2 di depan dia.. perasaan gue takut, deg-degan mau nangis, lemes dan bingung..dia megang tangan gue kenceng bgt dan dicakar…" (Curhatan penumpang perempuan di KRL melalui Instastory, Desember 2017) Narasi penumpang perempuan di atas mewakili suara penumpang perempuan lain saat berjuang untuk menghentikan tindakan pelecehan seksual di transportasi publik. Pelecehan seksual adalah tindakan bernuansa seksual yang disampaikan melalui kontak fisik atau non-fisik, yang menyasar pada bagian seksualitas seseorang tanpa persetujuan dan mengakibatkan ketidaknyamanan karena penyalahgunaan kekuasaan dan otoritas. Pelecehan tidak semata sentuhan fisik, tetapi juga verbal berupa siulan ataupun cat calling. Pelecehan seksual bisa terjadi dimana saja, baik di ranah privat ataupun publik. Saya tertarik untuk menganalisis isu pelecehan seksual di transportasi publik karena saya merupakan pengguna transportasi publik. Saya pernah mengalami pelecehan di transportasi publik saat SMA. Saya memilih diam, karena saya takut diancam oleh pelaku. Saya juga memilih diam atau tidak cerita ke orang terdekat saya karena saya takut semakin disalahkan oleh mereka setelah kejadian tersebut. Tujuh bulan setelah kejadian, saya memberanikan diri untuk cerita ke ibu saya dan ibu saya malah marah ke saya. Ia berkata, "kenapa tidak lari atau teriak?". Sejak itu tanpa sadar saya menjadi trauma kalau naik bus, sehingga terjadi perubahan pola berpakaian yang baru saya sadari sekarang, yakni selalu menggunakan jaket saat menggunakan transportasi publik. Untuk itu, saya akan membahas pelecehan seksual di transportasi publik sebagai materi penyusunan program kampanye terkait tubuh, seksualitas dan perubahan sosial. Berdasarkan Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perempuan tahun 2018, kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.670 kasus pada
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan, rahmat, dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan tugas penyusunan makalah yang berjudul "Pengaruh Seksisme terhadap Peran Individu dalam Masyarakat". Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW beserta para sahabat beliau yang telah membimbing umat Islam dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang melalui agam Islam yang rahmatan lil alamin. Dengan selesainya makalah ini saya ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Bapak Husnul Muttaqin, S.Sos, M.S.I selaku dosen pengampu mata kuliah Sosiologi, kemudian kepada orangtua saya yang telah memberikan dukungan, serta Muhammad Ilzam Falahuddin yang telah membantu selama proses penelitian berlangsung. Dalam laporan ini saya akan membahas lebih mendetail tentang pengaruh seksisme terhadap peran individu dalam masyarakat. Demikian laporan penelitian ini saya buat. Saya sadar bahwa karya tulis ini masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran agar karya tulis ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua. saya ucapkan terima kasih.
Jurnal, 2022
Akhir-akhir ini kasus kejahatan seksual semakin marak dan memprihatinkan. Menurut data Komnas Perempuan, kasus kejahatan seksual di Indonesia meningkat terus setiap tahunnya.
Jessica prima, 2022
Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus ternyata belum selesai. Indonesia masih banyak yang belum sadar akan tindakan yang katanya sepele dan berkodok dengan kata "bercanda", ternyata tindakan tersebut dapat mengganggu privasi serta kebebasan seseorang. Hal ini bukan lagi di lakukan oleh mahasiswa kepada mahasiswa lain tetapi sudah banyak dosen bahkan pejabat-pejabat kampus yang menjadi pelakunya. Banyak korban-korban yang masih takut untuk melapor kepada pihak berwajib dan pihak kampus tentang kekerasan seksual yang mereka alami karena lemahnya perangkat hukum yang ada di Indonesia sehingga belum bisa melindungi korban sepenuhnya.
Waria yang notabene kaum transeksual, terlahir dalam fisik laki-laki, namun mempunyai perasaan dan jiwa perempuan (Koeswinarno, 2004). Dalam beberapa kasus, waria mempunyai kesulitan untuk mempunyai hubungan pribadi dengan lain jenis, dalam hal ini laki-laki ataupun perempuan. Setiap hubungan pertemanan mengandung unsur-unsur konflik, pertentangan pendapat atau perbedaan kepentingan. Waria yang mempunyai sisi lakilaki dan perempuan bisa mempunyai penyebab dan penyelesaian konflik yang mungkin berbeda dengan orang kebanyakan.
Aurelia Fouk, 2023
Maraknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus ternyata belum selesai. Indonesia masih banyak yang belum sadar akan tindakan yang katanya sepele dan berkodok dengan kata “bercanda”, ternyata tindakan tersebut dapat mengganggu privasi serta kebebasan seseorang. Kerap ramai lagi berita tentang tindakan kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus pada tahun 2021 ini. Berita tentang kekerasan dan pelecehan seksual yang muncul sekarang bukan hanya berada disatu kampus saja, tetapi sudah banyak terjadi dikampus-kampus yang ada di Indonesia. Hal tersebut dilakukan bukan lagi oleh mahasiswa kepada mahasiswa lain, tetapi sudah banyak dosen bahkan pejabatpejabat kampus yang menjadi pelakunya. Banyak korban-korban yang masih takut untuk melapor kepada pihak yang berwajib dan pihak kampus khususnya tentang kekerasan dan pelecehan seksual yang dialaminya ini, karena masih lemahnya payung hukum di Indonesia yang belum bisa melindungi korban sepenuhnya. Bahkan ada kejadian tentang korban yang dituntut balik oleh pelaku atas pencemaran nama baik, karena tidak memiliki bukti yang kuat dan valid akan kejadian tersebut. Hal ini menjadi salah satu penyebab masih banyaknya kasus kekerasan dan pelecehan seksual dilingkungan kampus yang tidak selesai dan dianggap sepele oleh sebagian pihak, padahal dampak yang diterima oleh korban sangat besar terutama dalam hal psikologis korban. Kasus kekerasan dan pelecehan seksual dilingkungan kampus masih banyak yang ditutupi oleh sebagian oknum di lingkungan kampus yang ada di Indonesia. Nama baik kampus masih menjadi salah satu alasan utama penyebab bungkamnya pihak kampus dalam mengusut tuntas masalah kekerasan dan pelecehan seksual di lingkungan kampus. Terdengar lagi baru-baru ini kabar tentang seorang mahasiswi yang dihapus namanya dari daftar yudisium, karena mahasisiwi tersebut diduga adalah korban pelecehan seksual oleh salah satu dosen di Universitas yang melapor kepolda daerah setempat. Banyaknya kejadian pelecehan seksual seperti ini merupakan salah satu bentuk ancaman bagi para mahasiswa untuk terus berhati-hati kepada sekitar, karena masih bebasnya predator seksual di lingkungan kampus saat ini. Lemahnya payung hukum di Indonesia Telah terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2021 pada Minggu (3/9/2021), mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
KRISIS MORAL BERUJUNG KEKERASAN SEKSUAL , 2023
Kekerasan seksual kejahatan yang tidak bisa di toleransi. Kejahatan yang saat ini marak terjadi. Pelaku kejahatan seksual ini memiliki penyakit psikis yang membuat pelaku ini menyalurkan hasratnya ditempat yang tidak semestinya. Korban-korban kekerasan seksual ini mengalami trauma yang mendalam dan yang pasti membuat masa depan mereka suram. Pelaku-pelaku ini bisa melakukan kejahatan ini karena moralnya terganggu. Perlunya pencegahan dan edukasi terhadap semua kalangan masyarakat. Oleh karena itu penulis mengangkat isu ini untuk menjadi gambaran edukasi bagi khalayak umum. Pelaku kejahatan seksual perlu di hukum seberat-beratnya. Pelaku kejahatan seksual ini juga perlu diberi pemahaman agar mereka tidak mengulangi kejahatan yang mereka lakukan. Pelecehan seksual tidak hanya dengan tindakan pemerkosaan saja, namun seperti menggoda, siulan, dan memandang tubuh intens juga merupakan pelecehan seksual.
Jurnal Nomosleca
The issue of violence against women can be found in abundance within the mass media news. Quoting the Indonesia's National Committee on Violence Against Women (National Committee of Women) in 2017, there were 348,446 cases of violence against women. The data from National Committee of Women shows that there is a high percentage of sexual abuse within the domain of domestic or personal violence as well as community and public violence. The volume of news related to sexual abuses have been rising ever since the Police-General Tito Karnavian gave a controversial statement in October of 2017. As quoted from BBC Indonesia in an exclusive interview with Tito Karnavian, Tito said that in cases of rape accusations, the police sometimes must ask if the victim feels comfortable. This statement sparked a reaction from the public. Women activists highlighted Tito's statement and consider the questions to be insensitive because they ignore victims' psychological condition. Online news portal Titro.id actively discuss the development of Tito's controversial statement. Not only does Tirto.id presents the news on the subject matter, they also conduct deep investigations involving both parties: the police force and the survivors of sexual abuses. Tirto.id was also present in a funding night to support the work of sexual abuse survivors in 11 November 2017 in Kantor Dagang Serikat Islam, Central Jakarta. The report was written by a journalist of Tirto.id in the "In Depth" rubric or exhaustive reports in the form of information gathered from attending the event. In order to research this topic, the researcher used the critical discourse analysis technique. This research will be analyzed using Norman Fairclough's scalpel. The outcome of this research shows that, within the textual analysis, both lexically and grammatically, Tirto.id uses dictions that imply supportive attitude towards the victims and survivors of sexual abuse, for example, the use of "tegas" or "firm". Tirto.id also chooses negative adjectives such as "bereaksi keras" ("reacted violently") and "perilaku kasar bahkan kejam" ("violent or even cruel behavior") to be associated with the perpetrators of sexual violence. The use of active sentences indicates that Tirto.id reinforces the presence of actors of sexual violence from the text. Which often media ignored when reported of sexual violence.
Memorias de la XXXVII Reunión Anual de Etnología, 2024
COURSE ON TANTRA YOGA AND TANTRIC LOVE, 2000
Centro de Estudios Avanzados de Puerto Rico y el Caribe , 2019
Populismus kritisieren: Kunst – Politik – Geschlecht, 2024
The Mapungubwe Institute for Strategic Reflection (MISTRA), South Africa, 2018
Power At Work: A Global Perspective on Control and Resistance, 2023
Liturgia Sacra, 2024
International Journal for the Psychology of Religion, 2005
Biochimica et Biophysica Acta (BBA) - Proteins and Proteomics, 2010
Journal of Colloid and Interface Science, 1978
Energy Procedia, 2011
Archives of Veterinary Science, 2020
SSRN Electronic Journal, 2013
RIG-Kulturhistorisk tidskrift, 1998
Pharmacognosy Reviews, 2008