STRATEGI PEMBERDAYAAN IWAMA PADA WARIA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan Minat Utama Sosiologi Pembangunan
Oleh:
Alfian Yanuar Kusuma
NIM. 125120100111050
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
HALAMAN JUDUL
STRATEGI PEMBERDAYAAN IWAMA PADA WARIA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
dengan Minat Utama Sosiologi Pembangunan
Oleh:
Alfian Yanuar Kusuma
NIM. 125120100111050
JURUSAN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PENGESAHAN
iii
PERNYATAAN ORIGINALITAS SKRIPSI
Nama
: Alfian Yanuar Kusuma
NIM
: 125120100111050
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul
“Strategi Pemberdayaan IWAMA Pada Waria” adalah benar-benar karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya sendiri dalam skripsi ini diberi tanda citasi
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya
bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya
peroleh dari skrispi tersebut.
Malang, 22 Juli 2019
Yang Membuat Pernyataan
Alfian Yanuar Kusuma
NIM. 125120100111050
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi berjudul “Strategi Pemberdayaan IWAMA Pada Waria”. Skripsi ini
merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Brawijaya.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas segala rahmat, hidayah-Nya kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelasaikan penelitian ini.
2. Keluarga penulis yang telah membantu dalam dukungan materiil dan doa.
Serta terima kasih karena telah memberi kepercayaan pada penulis untuk
melanjutkan pendidikan dan terus memberi dukungan kepada penulis agar
menjadi pribadi yang lebih baik.
3. Dosen pembimbing, Ibu Ucca Arawindha, M.A dan Ibu Titi Fitrianita,
M.A serta dosen penguji Indhar Wahyu Wira Harjo, M.A dan Ibu Anif
Fatma Chawa, Ph.D. Terima kasih telah memberikan waktu, saran, kritik
dan ilmu yang berharga kepada penulis.
4. Semua bapak dan ibu dosen Sosiologi yang telah memberikan waktu dan
ilmunya kepada penulis, serta teman-teman Sosiologi Universitas
Brawijaya yang telah membantu.
5. Terima kasih kepada seluruh pengurus dan anggota Ikatan Waria Madiun
(IWAMA) yang telah bersedia memberikan waktu, tempat serta informasi
demi pemenuhan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan,
sehingga kritik dan saran akan selalu penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat
berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Akhir kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam proses
penyusunan skripsi ini ada kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja.
Malang, 22 Juli 2019
Penulis
v
RIWAYAT HIDUP
Nama
: ALFIAN YANUAR KUSUMA
Tempat dan Tanggal Lahir
: Magetan, 10 Januari 1994
Alamat
: Jalan Jaya Baya, Desa Sugihwaras RT10/RW03
Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan
Email
:
[email protected]
Telepon
: 089638739333
Pendidikan Formal
No
Nama Sekolah
Alamat
Tahun
1.
TK DharmaWanita.
Kab. Magetan
1999-2000
2.
SDN 1 Sugihwaras.
Kab. Magetan
2000-2006
3.
SMP Negeri 1 Maospati (SSN).
Kab. Magetan
2006-2009
4.
SMA Negeri 1 Maospati (RSBI).
Kab. Magetan
2009-2012
5.
Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial
Kota. Malang
2012-sekarang
dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya.
SEMINAR
No
Nama Kegiatan
1
Seminar dan Kuliah Umum “Gerakan Politik Mahasiswa
dan Tiga Pilar Kebangsaan” dengan pembicara Rieke
Dyah Pitaloka dan Puan Maharani (Anggota DPR RI
Fraksi PDIP-Perjuangan)
2
Seminar Internasional “Membaca Disabilitas Dalam
Sejarah Masyarakat Indonesia” oleh PSLD UB
3
Seminar “Mahasiswa dan Narkoba” oleh Badan Narkotika
Nasional Kota Malang
4
Diskusi Umum perihal Kekerasan HAM pada korban tapol
eks-PKI ’65 oleh Soe Tjen Marching Go dan Aji Santoso
di Kota Malang
Tahun
2012
2013
2013
2017
vi
PENGALAMAN ORGANISASI
No
Nama Kegiatan
1
Kordinator Penegak Disiplin Pelajar Sekolah (PDPS)
SMAN 1 Maospati
2
Wakil Ketua Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMAN 1
Maospati
3
Staff Magang Kementerian Dalam Negeri Badan Eksekutif
Mahasiswa FISIP UB
4
Staff Muda Kementerian Dalam Negeri Badan Eksekutif
Mahasiswa FISIP UB
5
Kordinator Komisi Undang-Undang Dewan Perwakilan
Mahasiswa FISIP UB
PENGALAMAN KEPANITIAAN
No
Nama kegiatan
1. Panitia seminar pemuda anti narkoba oleh BNN Kota
Malang di FISIP Universitas Brawijaya
2
Panitia Bhakti Sosial Hari Pendidikan oleh BEM FISIP UB
2013 di Sanggar Sahabat Anak Bandulan Kota Malang
3
Panitia Divisi Perlengkapan Desa Binaan BEM FISIP UB
4
Komisi Disiplin dan Kordinator Cabor Basket Olimpiade
Brawijaya 2013
5
Kordinator LO Pekan FISIP dan HUT FISIP Universitas
Brawijaya 2013
Tahun
2009-2010
2010-2011
2012-2013
2013-2014
2014-2015
Tahun
2012
2013
2013
2013
2013
6
Pimpinan Rapat Pembahasan AD/ART LKM FISIP UB,
UU PK2MABA FISIP UB 2014, UU PEMILWA FISIP UB
2014 di Dewan Perwakilan Mahasiswa FISIP UB
2014
7
Panitia Seleksi Pemilihan Ketua Pelaksana PK2MABA
FISIP UB 2014
Pengawas PK2MABA FISIP UB 2014
2014
9
Panitia Seleksi Pemilihan Ketua KPU dan Ketua Panwas
Pemilwa FISIP 2014
2014
10
Tim Surveyor Quick Count PILPRES RI 2014 oleh
Indikator Politik Indonesia yang ditayangkan di Metro TV
2014
11
Tim Surveyor PILEG DPR RI dan PILPRES RI 2019 dari
Lembaga Survey Polmark Indonesia
2018-2019
12
Tim Quick Count PILPRES RI dan PILEG DPR RI 2019
dari Lingkaran Survey Indonesia
2019
8
2014
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur setelah melalui
proses panjang dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih Ya Allah atas nikmat
dan rahmat-Mu, Engkau mengirimkan utusan-Mu untuk membantu saya
menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa pula saya haturkan terima kasih kepada :
1. Papa dan Mama yang tak pernah berhenti mengingatkan saya supaya
bertanggung jawab pada perkuliahan saya agar cepat lulus serta sebagai
investor utama yang selalu mendukung keperluan saya berkaitan dengan
keperluan akademis maupun karir organisasi selama di kampus. Tanpa
dukungan dan doa restu papa dan mama, saya tak akan bisa sampai pada
tahap ini. Semoga ilmu saya bisa bermanfaat untuk masyarakat dan kelak
bisa menjadi kebangaan untuk keluarga.
2. Seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung saya dalam keadaan
apapun.
3. Kedua dosen pembimbing saya yang sangat sabar, baik, pengertian dan
yang saya banggakan. Mbak Ucca Arawindha, M.A dan Mbak Titi
Fitrianita, M.A
4. Kedua dosen penguji saya Mas Indhar Wahyu Wira Harjo, M.A dan Ibu
Anif Fatma Chawa, Ph.D yang telah memberikan kritik dan saran yang
sangat membangun guna menyempurnakan dalam penulisan tugas akhir
saya.
5. Seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmunya selama proses perkuliahan
yang saya jalani.
6. IWAMA dan seluruh informan yang telah berbaik hati membantu
meluangkan waktu dan berbagi pengalamannya kepada saya.
7. Kepada orang terdekat saya Anissa Riantycarnis,S.Pd yang setia
mendampingi dari awal perkuliahan hingga sekarang dan ikhlas menunggu
serta sabar walaupun terabaikan demi selesainya skripsi saya.
8. Kepada sahabat saya Nafiatul Azizah,S.Sos yang merupakan rekan kerja
dalam Dewan Pewakilan Mahasiswa (DPM FISIP UB) yang selalu
viii
memberikan bantuan dalam karir politik organisasi selama di kampus dan
bersedia menjadi rekan diskusi sehingga skripsi saya dapat saya selesaikan
dengan baik.
9. Kepada kawan-kawan saya yang menunjukan bahwa masa kuliah itu seru
dan hanya senang-senang Arta, Deka, Dhany, Memot, Brian, Egy. Semoga
kita dapat berkarir sesuai cita-cita dan passion kita. Saya yakin kita semua
akan menjadi orang-orang besar dalam bidang kita masing-masing.
10. Akmal, Bagus, Angga, Affif, Vina, Rijal, Panji dan teman-teman lain yang
telah bersedia saya repoti untuk membantu saya dalam proses
menyelesaikan tugas akhir saya.
11. Semua pihak yang membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa saya
sebutkan satu per-satu.
ix
ABSTRAK
Alfian Yanuar Kusuma. (2019). Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik. Universitas Brawijaya, Malang. Strategi Pemberdayaan
IWAMA pada Waria (Studi Kasus di Ikatan Waria Madiun). Pembimbing
Ucca Arawindha dan Titi Fitrianita.
Ikatan Waria Madiun merupakan komunitas waria yang terbentuk secara
mandiri oleh para waria di Kabupaten Madiun. Adanya diskriminasi dan stigma
yang negatif terhadap para waria di Karesidenan Madiun menyebabkan IWAMA
Madiun membuati program kegiatan pemberdayaan. Penelitian ini mengkaji
mengenai strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA Madiun pada waria
di Karesidenan Madiun. Hal tersebut penting dikaji agar dapat memberikan manfaat
akademis dan praktis mengenai pemberdayaan yang dilaksanakan untuk waria.
Penelitian ini menggunakan teori ACTORS dari Sarah Cook dan Steve Macaulay.
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan
studi kasus. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive dimana
penentuan informan ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan indikator informan
yang sudah dibuat.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberdayaan yang dilakukan oleh
IWAMA Madiun berjalan dengan efektif, kegiatan input pemberdayaan dilakukan
tanpa paksaan sehingga waria mengikuti pemberdayaan ini dengan nyaman.
Pemberdayaan yang dilakukan mampu mengentaskan kemiskinan pada waria, hal
tersebut terbukti dari anggota iwama banyak yang mandiri secara ekonomi melalui
kegiatan pemberdayaan yang telah diikuti, pemberdayaan mengarahkan waria
menjadi pekerja seni juga terbukti dapat menghapuskan stigma negatif pada waria
yang distigmakan sebagai sumber penyakit dan hanya bisa bekerja sebagai psk.
Pemberdayaan mengarahkan waria menjadi pekerja seni terbukti efektif
memperbaiki penerimaan masyarakat terhadap para waria di Karesidenan Madiun.
Kata Kunci :Waria, Diskriminasi, Kemandirian Ekonomi,Pemberdayaan.
x
ABSTRACT
Alfian Yanuar Kusuma (2019). Sociology Departement. Focus on Sosiology
Development. Social And Political Sciences Faculty, Brawijaya University,
Malang. Empowerment Strategy Iwama On Transvestite ( Case Studies In The
Bond Transvestite Madiun ). Supervised by Ucca Arawindha and Titi
Fitrianita.
The bond of a transvestite madiun constitute a community transvestites who
formed autonomously by some of the transvestites in madiun district a large .That
there had been discrimination and a stigma which is of this were felt in some of the
transvestites in karesidenan madiun cause to iwama madiun membuati time for the
empowerment activities program .This study looks at a question of strategy the
empowerment undertaken by iwama madiun on a transvestite in karesidenan
madiun. They matter examined that can be beneficial for academic and practical on
the empowerment conducted in transvestites .This research using the theory actors
of sarah cook and steve macaulay .The kind of research used is research qualitative
approach case study .Technique the determination of informants using a technique
purposive where the determination of informants determined first in accordance
with indicators informants already made .
All this research shows that the empowerment undertaken by iwama madiun
work effectively, empowerment input activities carried out without compulsion and
so transvestite follow this conveniently. empowermentThe empowerment
undertaken effective to reduce poverty in transvestite, this is proved by members of
an independent iwama many economically through the activities that have been
followed, empowerment directing transvestite be artistic worker empowerment also
proved to waive the stigma negative on transvestites distigmakan as a source of
illness and can only work as prostitutes.Directing empowerment transvestite as
workers fix acceptance of public art proven effective against the transvestites in the
county madiun. All this research shows that the empowerment undertaken by
iwama madiun work effectively, empowerment input activities carried out without
compulsion and so transvestite follow this conveniently. empowermentThe
empowerment undertaken effective to reduce poverty in transvestite, this is proved
by members of an independent iwama many economically through the activities
that have been followed, empowerment directing transvestite be artistic worker
empowerment also proved to waive the stigma negative on transvestites
distigmakan as a source of illness and can only work as prostitutes.Directing
empowerment transvestite as workers fix acceptance of public art proven effective
against the transvestites in the county madiun.
Key words: transvestite, discrimination, economic independence, empowerment
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................... iii
PERNYATAAN ORIGINALITAS SKRIPSI........................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................................. viii
ABSTRAK ................................................................................................................................. x
ABSTRACT .............................................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 12
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................................. 13
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................................... 13
1.4.1 Manfaat Akademis..................................................................................................... 13
1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 14
2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................................................ 14
2.1.1 Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA .............................................. 14
2.1.2 Kontradiksi Implementasi Pemberdayaan KAKB Komunitas Waria .......................... 15
2.2 Teori ACTORS ................................................................................................................ 19
2.3 Definisi Konseptual .......................................................................................................... 23
2.3.1 Konsep Pemberdayaan ............................................................................................... 23
2.3.2 Konsep Waria ............................................................................................................ 24
2.4 Alur Pemikiran................................................................................................................. 26
BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 29
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................................................ 29
3.2 Fokus Penelitian ............................................................................................................... 30
3.3 Lokasi Penelitian .............................................................................................................. 31
3.4 Teknik Penentuan Informan .............................................................................................. 31
3.5 Jenis dan Sumber Data .................................................................................................... 34
xii
3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................................... 35
3.6.1 Wawancara ............................................................................................................... 35
3.6.2 Observasi ................................................................................................................. 37
3.6.3 Dokumentasi ............................................................................................................ 37
3.7 Keabsahan Data .............................................................................................................. 38
3.8 Teknik Analisis Data ....................................................................................................... 41
BAB IV GAMBARAN UMUM................................................................................................ 45
4.1 Gambaran Umum Sejarah Ikatan Waria Madiun ............................................................. 45
4.2 Gambaran Umum Keadaan Waria di Karesidenan Madiun Sebelum Adanya Kegiatan
Pemberdayaan oleh Ikatan Waria Madiun ............................................................................... 52
4.3 Gambaran Umum Informan ............................................................................................ 54
4.3.1 Informan Utama ........................................................................................................ 54
4.3.2 Informan Tambahan................................................................................................... 60
BAB V PEMBAHASAN .......................................................................................................... 69
5.1 Tahap Pemberdayaan Waria oleh IWAMA ...................................................................... 69
5.1.1 Arisan....................................................................................................................... 70
5.1.2 Pemeriksaan Kesehatan............................................................................................. 72
5.1.3 Pekerja Seni.............................................................................................................. 74
5.1.4 Bekerja Bersama Komunitas ..................................................................................... 75
5.2 Teori ACTORS Pada Strategi Pemberdayaan Waria oleh IWAMA................................... 77
5.2.1 Kewenangan waria untuk menuju perubahan yang lebih baik ..................................... 79
5.2.2 IWAMA Menumbuhkan Percaya Diri dan Menyadarkan Kemampuan Diri Waria ..... 81
5.2.3 IWAMA meyakinkan waria ...................................................................................... 82
5.2.4 Kesempatan waria untuk kerja .................................................................................. 84
5.2.5 Menjadi waria yang bertanggung jawab .................................................................... 86
5.2.6 Dukungan berbagai pihak dalam melakukan pemberdayaan waria ............................. 88
5.3 Keadaan Waria Setelah Mengikuti Pemberdayaan IWAMA ............................................. 92
5.3.1 Pengakuan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan .............................................. 92
5.3.2 Kepercayaan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan........................................... 94
5.3.3 Kemandirian diri waria setelah mengikuti pemberdayaan........................................... 95
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 98
6.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 98
6.2 SARAN ......................................................................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 102
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Waria atau transgender merupakan individu yang tidak nyaman dengan alat
kelamin biologis maupun norma gender yang bertentangan dengan identitas
gendernya (Sugano, 2006). Waria merupakan singkatan dari kata wanita pria, selain
itu waria memiliki banyak panggilan nama lainnya juga yaitu ada ‘wadam’ atau
wanita adam. Pada masyarakat suku jawa waria juga dipanggil dengan nama
‘wandu’ atau wanita dudu. Menurut Simandjuntak (Prestyowati, 2003) berpendapat
bahwa waria adalah individu yang memiliki kelainan identitas diri. Laki-laki
mengidentifikasikan dirinya sebagai wanita. Dari mulai penampilan pakaian,
bentuk tubuh sampai naluriahnya, sudah teridentifikasi sebagai wanita. Orientasi
seksual waria pun sebagai wanita hanya tertarik pada pria.
Keberadaan waria di Indonesia bukan fenomena yang baru, (Boellstroff, 2004)
menjelaskan bahwa sejak awal waria tidak terikat pada suku atau kelompok
tertentu. Pada tahun 1822 penampilan lelaki yang berbusana perempuan sudah ada
pada kesenian ludruk di Jawa Timur. Begitupula pada tahun 1830-an terdapat para
pemuda yang memakai pakaian perempuan barat dan menari diatas panggung
hiburan yang disebut “Bantji Batavia”. Masih ada panggilan lainnya untuk waria di
Indonesia yaitu ‘bencong’. Definisi ini mengacu pada perilaku waria, yang pada
dasarnya pria tapi memiliki keinginan berjenis kelamin wanita, hingga cara
berpakaiannya pun juga sebagai wanita (Prestyowati, 2003).
1
Perkembangan waria di Indonesia cukup pesat. Pada data Dinas Sosial/Dinas
Kesejahteraan Sosial pada tahun 2008 menyebutkan jumlah waria di Indonesia
11.049 orang. Sedangkan pada tahun 2011 waria di Indonesia berjumlah 21.000
orang (Prabawanti, 2011). Data Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan
Korban Perdagangan Orang pada tahun 2016 jumlah waria di Indonesia 35.349
orang. Hal ini menjelaskan bahwa tiap tahun waria di Indonesia semakin meningkat
jumlahnya. Namun Angka tersebut menunjukkan sebagian kecil jumlah waria di
Indonesia. Terdapat perbedaan jumlah data waria di Indonesia oleh lembaga
lembaga terkait. Stigma dan diskriminasi kepada waria membuat mereka takut
untuk membuka diri sehingga estimasi jumlah waria menjadi tidak akurat
(Melendez, 2006).
Jumlah waria yang terus meningkat di Indonesia tidak menyebabkan waria
dianggap sebagai hal yang wajar di masyarakat. Dalam kenyataannya masih banyak
perlakuan buruk yang menimpa para waria mulai dari adanya penolakan di dalam
keluarga, kurang diterimanya atau bahkan tidak diterima secara sosial, dianggap
sebagai lelucon, hingga kekerasan baik verbal maupun non verbal. (Dep. Sos RI,
2008) Jadi meski jumlah waria di Indonesia cukup besar penerimaan masyarakat
pada para waria masih buruk, diskriminasi pada para waria juga terjadi di
lingkungan sosial masyarakatnya. Waria banyak menghadapi masalah dari dalam
maupun dari luar sebagai konsekuensi pemilihan hidup mereka (Koeswinarno,
2004).
Fenomena adanya kaum waria merupakan satu contoh nyata dari paparan
di atas. Keberadaan waria ditengah masyarakat kita tidak bisa disangkal. Hidup
2
sebagai seorang waria membuat para waria tersebut mendapatkan berbagai masalah
sosial sehingga diskriminasi pada waria membuat waria menjadi termarginalkan di
masyarakat Indonesia. Diskriminasi dan penerimaan yang buruk pada waria juga
terjadi di Kabupaten Madiun. Hal itu menyebabkan para waria di Kabupaten
Madiun termarginalkan secara sosial maupun ekonomi. Keterasingan yang dialami
oleh kaum waria juga membuat mereka senantiasa mengalami hambatan dalam
melakukan pergaulan atau pun memilih pekerjaan (Koeswinarno, 2004).
Waria di Kabupaten Madiun juga memiliki permasalahan sosial. Hasil dari
pengamatan dan wawancara oleh peneliti kepada Mbak Intan yang merupakan
waria yang senior dan pimpinan pengurus komunitas waria di Kabupaten Madiun,
ditemukan masalah sosial para waria tersebut antara lain: (1) Waria didiskriminasi
dalam kehidupan sosial bermasyarakat. (2) Waria dianggap menyimpang dan tidak
normal karena menyalahi kodrat sebagai laki-laki. (3) Waria bermasalah dengan
ekonomi karena sulitnya mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan. (4) Waria
mendapat stigma negatif dianggap sebagai pekerja seks komersil (PSK). (5) Waria
dianggap tidak sehat dan menularkan penyakit. Masalah sosial tersebut berdampak
pada penerimaan waria yang sangat diskriminatif di Kabupaten Madiun. Masalah
sosial tersebut saling berkaitan satu sama lain.
Apabila dijelaskan lebih lanjut masalah sosial para waria di Kabupaten Madiun
antara lain: Pertama, waria didiskriminasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
Hal itu merupakan faktor utama yang seringkali menjadi masalah sosial bagi para
waria dimana pun. Waria di Kabupaten Madiun juga mengalami masalah tersebut.
Waria yang dari penampilan dan perilaku sehari-hari yang menyerupai wanita
3
menyebabkan pandangan buruk terhadap mereka. Karena pandangan buruk yang
disematkan pada waria tersebut menyebabkan masyarakat enggan berhubungan
dengan para waria. Masyarakat menganggap mereka sampah dan penyakit
masyarakat. Sebagai “sebuah sampah” maka waria harus dibersihkan (Yuliani,
2006). Seperti halnya pada kegiatan RT/RW seperti arisan, kerja bhakti desa,
slametan waria tidak pernah dilibatkan ataupun diajak untuk ikut berkegiatan.
Masalah sosial kedua, waria dianggap menyimpang dan tidak normal karena
menyalahi kodrat sebagai laki-laki. Suatu tatanan masyarakat diakui hanya ada dua
jenis kelamin saja yaitu laki-laki dan perempuan (Koeswinarno, 2004). Sudah kita
ketahui bersama bahwa waria merupakan pria yang berpenampilan dan berperilaku
seperti halnya wanita. Hal itu menjadi ciri khas seorang waria yang membedakan
dengan pria yang normal kebanyakan. Dalam norma dan budaya jawa memandang
bahwa pria seharusnya berpenampilan dan berperilaku yang gagah, tegas, serta
tidak kemayu (maskulin). Sedangkan wanita berpenampilan dan berperilaku lebih
ramah, anggun, lemah gemulai serta cantik (feminim). Pandangan tersebut juga ada
di Karesidenan Madiun yang masyarakatnya juga memegang norma dan budaya
jawa.
Menurut Myers (1996) yang dikutip oleh Nauly (2002) peran gender
merupakan suatu set perilaku-perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk lakilaki dan perempuan. Bervariasinya peran gender di antara berbagai budaya serta
jangka waktu menunjukan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita
(Nauly, 2002).
4
Pandangan masyarakat di Kabupaten Madiun yang memegang norma dan
budaya jawa tersebut membuat para waria didiskriminasi dan dianggap
menyimpang. Waria di Kabupaten Madiun dianggap menyalahi kodrat sebagai lakilaki yang seharusnya berpenampilan dan berperilaku yang gagah, tegas serta tidak
kemayu (maskulin). Tetapi para laki-laki itu dianggap tidak normal dan telah
menyimpang dengan berpenampilan serta berperilaku yang anggun, ramah, lemah
gemulai, serta berdandan cantik (feminim) menyerupai wanita padahal mereka
terlahir sebagai laki-laki atau pria.
Masalah sosial ketiga, waria bermasalah dengan ekonomi karena sulitnya
mencari pekerjaaan untuk memenuhi kebutuhan. Masalah sosial pada waria di
Kabupaten Madiun saling berkaitan satu sama lain, seperti halnya dengan sulitnya
waria untuk mencari pekerjaan menyebabkan waria bermasalah dengan ekonomi
untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari waria tersebut. Faktor ekonomi merupakan
faktor yang wajib dan harus terpenuhi oleh setiap individu untuk bertahan hidup
dan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya. Tetapi karena adanya diskriminasi dan
stigma buruk yang disematkan pada para waria di Kabupaten Madiun menyebabkan
para waria tersebut hidup dalam kelas ekonomi ke bawah.
Sangat sulit mencari kerja yang menerima waria sebagai pekerjanya. Pekerjaan
sektor formal seperti kerja di perusahaan, lembaga atau instansi pemerintah,
ataupun militer jelas menolak para waria. Dunia kerja yang semakin tidak
bersahabat ini membuat mereka semakin kepepet dan akhirnya memilih bekerja di
sektor informal (Padmiati, 2010). Pekerjaan sektor non formal seperti penjaga
toko/usaha serta berjualan juga menolak waria, dikarenakan stigma buruk
5
masyarakat kepada para waria di Kabupaten Madiun menyebabkan penerimaan
masyarakat yang kurang apabila yang menjaga toko atau usaha serta yang berjualan
adalah seorang waria mengakibatkan kekhawatiran tidak ada pembeli yang datang
ke toko atau usaha tersebut.
Tidak adanya pekerjaan yang dimiliki para waria semakin menambah masalah
sosial yang harus dihadapi oleh para waria di Kabupaten Madiun. Surahman
mengungkapkan waria ditolak untuk menjadi pegawai negeri, karyawan di kantorkantor swasta, atau berbagai profesi lainnya, bahkan waria juga mengalami
penolakan dan permasalahan dalam mengurus kartu tanda penduduk (Fatma, 2011).
Kondisi yang dihadapi waria tersebut menyebabkan waria sulit mendapatkan
pekerjaan, padahal mereka juga sesama warga negara yang berhak dianggap setara
ketika memilih pekerjaan untuk melanjutkan kehidupan.
Masalah sosial ke empat, waria mendapat stigma negatif dianggap sebagai
pekerja seks komersil (PSK). Sulitnya mendapatkan pekerjaan oleh para waria
karena stigma negatif dan penerimaan masyarakat di Kabupaten Madiun yang
buruk terhadap para waria menyebabkan masalah sosial berikutnya. Masalah sosial
berikutnya tersebut banyak waria yang menjadi pengangguran dan ada beberapa
yang nekat bekerja menjadi seorang pekerja seks komersil yang mangkal di
pemakaman orang etnis tionghoa di Kabupaten Madiun.
Masyarakat Karesidenan Madiun lebih mengenal tempat tersebut dengan nama
Pemakaman Bong Pay Madiun (Bong Cino Madiun). Pemakaman Bong Pay
Madiun berada di Desa Sambirejo, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun.
6
Pemiskinan pada komunitas waria memaksa mereka untuk bekerja sebagai pekerja
seks (Melendez, 2006).
Beberapa waria yang bekerja sebagai pekerja seks komersil tersebut setiap
malam mangkal di area Pemakaman Bong Pay Madiun. Para waria tersebut nekat
mangkal karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka yang tidak bisa
diperoleh dari pekerjaan yang lainnya. Hal itu dikarenakan penerimaan masyarakat
yang buruk pada para waria serta banyak waria yang tidak memiliki keahlian khusus
suatu bidang pekerjaan. Demikin pula menurut Yanti Saraswati yang dikutip oleh
Zunly Nadia, bahwa banyaknya waria yang melacurkan diri disebabkan oleh
pribadi mereka yang tidak mempunyai keahlian khusus, akhirnya prostitusi menjadi
alternatif untuk mempertahankan hidupnya (Nadia, 2005).
Beberapa waria yang bekerja sebagai pekerja seks komersil dan mangkal di
bongpay madiun menyebabkan masalah sosial pula terhadap para waria yang
lainnya yang tidak bekerja sebagai psk atau dalam hal ini sebagai pengangguran.
Waria lainnya yang menganggur serta tidak bekerja sebagai pekerja seks komersil
juga mendapatkan stigma negatif dianggap sebagai pekerja seks komersil juga.
Stigma negatif yang menganggap semua waria sebagai pekerja seks komersil
menyebabkan waria semakin dipandang buruk oleh masyarakat dan waria sengkali
diolok-olok oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka.
Masalah sosial terakhir, waria dianggap tidak sehat dan menularkan penyakit.
Waria yang mangkal sebagai pekerja seks komersil rawan terkena penyakit kelamin
menular. Hal itu dikarenakan waria tersebut sering berganti-ganti pelanggan ketika
berhubungan seks, kurangnya pengetahuan mengenai seks dan penyakit kelamin
7
menular juga menjadi penyebab waria yang menjajakan diri di bongpay tersebut
juga tertular penyakit kelamin. Terdapat pula waria yang sudah terkena HIV/AIDS
di Kabupaten Madiun. HIV/AIDS tentunya ditularkan pula kepada para pelangganpelanggan waria yang mangkal di bongpay madiun. Permasalahan semakin
bertambah komplek ketika Human Immuno Deviciency Virus (HIV) - Acquired
Immuno Deviciency Syndrome (AIDS) itu ditularkan kepada para istrinya dirumah.
Hal itu menyebabkan penularan penyakit kelamin maupun orang yang terkena
HIV/AIDS di Kabupaten Madiun cukup tinggi. Selain itu juga para waria yang
berhubungan seks dengan pacar ataupun kekasihnya yang sama-sama seorang waria
juga memungkinkan penularan penyakit kelamin pada waria lainnya yang bahkan
tidak bekerja sebagai pekerja seks komersil di bongpay madiun. Hal itu tentunya
berdampak pula penerimaan masyarakat yang menjauhi dan mendiskriminasi para
waria. Stigma negatif semakin berkembang dimasyarakat bahwa waria itu tidak
sehat dan menularkan penyakit menyebabkan waria di Kabupaten Madiun semakin
dijauhi oleh lingkungan sosial masyarakat sekitarnya.
Masalah-masalah sosial yang sudah dijelaskan di atas menyebabkan
penerimaan masyarakat Kabupaten Madiun yang buruk kepada para waria.
Masyarakat sangat diskriminasi pada para waria, sehingga menyebabkan masalah
sosial yang komplek. Maka dari itu butuh penanganan lebih lanjut agar waria tidak
selalu termarginalkan di Kabupaten Madiun. Hal itu mendorong beberapa waria di
Kabupaten Madiun berkumpul dan membahas penanganan masalah sosial yang
terjadi pada mereka. Akhirnya dari melihat masalah sosial para waria di Kabupaten
Madiun tersebut beberapa waria itu sepakat mendirikan organisasi yang diberi
8
nama Ikatan Waria Madiun (IWAMA) yang anggotanya merupakan para waria di
Kabupaten Madiun.
Ikatan Waria Madiun (IWAMA) berdiri karena para waria tersebut melihat
perlunya penanganan terhadap masalah sosial waria di Kabupaten Madiun. Awal
berdirinya Ikatan Waria Madiun (IWAMA) hanya beranggotakan waria-waria dari
Kabupaten Madiun. Seiring dengan suksesnya program pemberdayaan waria yang
dilakukan oleh IWAMA di Kabupaten Madiun. Banyak para waria dari daerahdaerah sekitar Kabupaten Madiun yang akhirnya tertarik dengan progam
pemberdayaan tersebut dan memutuskan ikut bergabung dengan Ikatan Waria
Madiun (IWAMA).
Jadi Ikatan Waria Madiun kini beranggotakan waria dari beberapa kabupaten
dan kota, antara lain Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten
Ponorogo, Kota Madiun, Kabupaten Ngawi yang merupakan Karesidenan Madiun.
Dalam penanganan masalah sosial yang menyebabkan para waria terdiskriminasi
di masyarakat tersebut Ikatan Waria Madiun memiliki program kegiatan. Salah satu
program kegiatan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun adalah program
pemberdayaan kepada para waria.
Berbagai penelitian tentang pemberdayaan waria telah banyak dilakukan di
Indonesia. Salah satu penelitian terdahulu mengenai pemberdayaan waria yaitu
dilakukan oleh Eis Al Masitoh yang berjudul “Pemberdayaan Komunitas Waria
Oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta)”. Tujuan dari penelitian
tersebut adalah mendeskripsikan latar belakang berdirinya LSM KEBAYA dan
9
menjelaskan mengenai program pemberdayaan waria oleh LSM KEBAYA beserta
hasilnya.
Hasil penelitian tersebut yaitu pemberdayaan waria oleh LSM KEBAYA
terfokus pada dua aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek kesehatan. Pemberdayaan
aspek ekonomi berorientasi pada peningkatan skill para waria serta akses modal
bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta. Pemberdayaan aspek kesehataan
yaitu meminimalkan jumlah ODHA waria, penyuluhan seks sehat, akses
pengobatan gratis bagi ODHA waria.
Penelitian terdahulu lainnya mengenai pemberdayaan waria yang berhubungan
dengan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul “Kontradiksi Implementasi
Pemberdayaan KAKB (Keluarga Asuh Keluarga Binangun) Komunitas Waria
(Studi Implementasi Komunitas Waria Kulon Progo di Kec. Wates, Kab.
Kulonprogo)”. Penelitian dilakukan oleh Mutiara Ilma Islami pada tahun 2014.
Tujuam penelitian ini untuk melihat implementasi atau mengevaluasi program
pemberdayaan KAKB waria dari pemerintah daerah Kabupaten Kulonprogo.
Hasil penelitian tersebut adalah adanya kegagalan dari program pemberdayaan
Keluarga Asuh Keluarga Binangun waria dikarenakan para waria masih turun
dijalan atau mengamen, hal itu disebabkan karena masih rendahnya rasa
kepemilikan para waria tersebut terhadap program pemberdayaan KAKB karena
program KAKB waria bersifat top down dari Pemerintah Daerah Kabupaten
Kulonprogo. Sehingga program pemberdayaan yang dilakukan tidak efektif.
Kesamaan dalam penelitian terdahulu dengan penelitian penulis adalah sama
sama melakukan penelitian mengenai pemberdayaan waria, namun terdapat
10
perbedaan dan kelemahan terkait pemberdayaan waria dalam penelitian terdahulu.
Maka penelitian penulis disini bersifat menjadi pelengkap dari penelitian terdahulu,
sekaligus menjadi penelitian pemberdayaan waria dengan model yang berbeda
karena terdapat hal yang menarik tersendiri dalam pemberdayaan waria yang
dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA).
Beberapa hal yang menarik dalam program pemberdayaan waria oleh Ikatan
Waria Madiun (IWAMA) ini antara lain, Program pemberdayaan ini dilakukan
sebagai bentuk kesadaran para waria di Kabupaten Madiun terhadap masalah sosial
para waria tersebut. Selain itu program pemberdayaan waria oleh IWAMA ini
merupakan suatu bentuk pemberdayaan secara bottom up, dimana komunitas waria
melakukan pemberdayaan terhadap waria-waria yang menjadi anggotanya. Jadi
Ikatan Waria Madiun menjadi fasilitator pemberdayaan terhadap para waria.
Seringkali pemberdayaan waria dilakukan dengan cara top down, dimana
pemberdayaan waria dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah.
Berikutnya yang menarik dari pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun
(IWAMA) ini ialah sasaran pemberdayaan warianya lebih luas, tidak seperti halnya
penelitian terdahulu terkait pemberdayaan waria yang hanya berada di waria
lingkup satu kota/kabupaten saja, melainkan sasaran pemberdayaannya pada
penelitian ini adalah waria di berbagai daerah baik kota/kabupaten se-Karesidenan
Madiun. Pemberdayaan oleh IWAMA ini pada waria dari Kabupaten Madiun, Kota
Madiun, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo.
Selain itu yang menjadi hal yang menarik ataupun keunikan tersendiri dari
pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini dan sekaligus yang
11
membedakan dengan pemberdayaan waria lainnya yaitu pemberdayaan waria oleh
Ikatan Waria Madiun ini dengan menggunakan aspek budaya. Aspek budaya dalam
penelitian ini waria lebih diarahkan ke pemberdayaan yang berkaitan dengan
kearifan lokal seni dan budaya setempat.
Dalam hal ini pemberdayaan waria diarahkan pada hal-hal yang berkaitan
dengan seni dan budaya kearifan lokal di Karesidenan Madiun. Semisal waria
diarahkan dan diberi skill untuk menjadi mc, penata rias pernikahan jawa, penari,
cucuk lampah, sinden, dan lain sebagainya. Namun pemilihan untuk mengikuti
pelatihan peningkatan skill dan memperdalam suatu bidang kesenian yang mana
tetap diserahkan pada para waria yang mengikuti pemberdayaan itu sendiri. Hal itu
dilakukan agar nantinya para waria dalam pemberdayaan ini tidak merasa terpaksa
sehingga pemberdayaan dapat dilakukan dengan lancar dan berdampak baik
nantinya.
Dari latar belakang yang dijelaskan di atas, kemudian peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian secara mendalam terhadap Ikatan Waria Madiun (IWAMA)
yang ada di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Penelitian ini memfokuskan pada
strategi-strategi yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dalam
melakukan program pemberdayaan kepada para waria di Karesidenan Madiun.
Oleh karena
itulah penulis
mengajukan
judul penelitian
“STRATEGI
PEMBERDAYAAN IWAMA PADA WARIA”.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Strategi Pemberdayaan yang dilakukan IWAMA pada Waria di
Karesidenan Madiun?
12
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah ada, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.
Mengetahui dan memahami Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh
IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Untuk mengembangkan ilmu sosial dalam hal ini ilmu sosiologi, khususnya
dibidang Pemberdayaan Komunitas, juga sebagai bahan masukan dan tambahan
informasi bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Brawijaya Malang khususnya bagi mahasiswa sosiologi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Memberikan kontribusi pengetahuan mengenai strategi pemberdayaan
waria kepada pihak-pihak terkait, misalnya Kementerian Sosial, Pemerintah
Daerah, LSM serta Komunitas Waria lainnya, terkait adanya strategi
pemberdayaan yang dilakukan agar waria bisa mandiri secara ekonomi dan bisa
diterima dengan baik dalam lingkungan sosial masyarakat.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
2.1.1 Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar
Waria Yogyakarta)
Dalam penulisan ini peneliti juga menggunakan beberapa penelitian terdahulu
yang terkait dengan penelitian penulis. Terdapat dua penelitian terdahulu yang
terkait dengan penelitian penulis. Penelitian terdahulu yang pertama yaitu
penelitian dilakukan oleh Eis Al Masitoh Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun
2016. Penelitian tersebut berjudul “Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM
KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta)”.
Fokus penelitian tersebut adalah mendeskripsikan latar belakang berdirinya
LSM KEBAYA dan menjelaskan mengenai program pemberdayaan waria oleh
LSM KEBAYA beserta hasilnya. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut
adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik Penentuan informan
yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teknik snow ball atau bola salju.
Teori atau konsep yang digunakan pada penelitian Eis Al Masitoh di LSM
KEBAYA tersebut adalah konsep pemberdayaan masyarakat, konsep stereotip dan
diskriminasi, konsep HAM dan hak warga negara.
Hasil penelitian tersebut yaitu pemberdayaan waria oleh LSM KEBAYA
terfokus pada dua aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek kesehatan. Pemberdayaan
aspek ekonomi berorientasi pada peningkatan skill para waria serta akses modal
bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta. Pemberdayaan aspek kesehataan
14
yaitu meminimalkan jumlah ODHA waria, penyuluhan seks sehat, akses
pengobatan gratis bagi ODHA waria.
Penelitian yang dilakukan oleh Eis Al Masitoh ini begitu jelas dan baik dalam
mengambarkan proses pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM KEBAYA
(Keluarga Besar Waria Yogyakarta). Pemberdayaan pada aspek ekonomi dan aspek
kesehatan menjadi fokus penelitian tersebut. Selain itu pada penelitian
Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar Waria
Yogyakarta) ini juga cukup baik menjelaskan mengenai seharusnya waria tidak
boleh diskriminasi karena waria juga memiliki hak-hak yang sama seperti warga
negara lainnya dilihat dari sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM).
Jika pemberdayaan dalam penelitian Eis Al Masitoh terfokus hanya pada aspek
ekonomi dan kesehatan, maka penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih luas
cakupan aspek strategi pemberdayaannya. Jadi dalam penelitian ini tidak hanya
fokus pada pemberdayaan dari aspek ekonomi dan kesehatan saja, akan tetapi
peneliti juga akan melihat secara mendalam pemberdayaan dengan aspek budaya
(kearifan lokal budaya setempat) dan aspek sosialnya. Sehingga penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dalam hal ini melengkapi penelitian terdahulu yang sudah
dilakukan.
2.1.2 Kontradiksi Implementasi Pemberdayaan KAKB (Keluarga Asuh
Keluarga Binangun) Komunitas Waria (Studi Implementasi Komunitas
Waria Kulon Progo di Kec. Wates, Kab. Kulonprogo)
Penelitian terdahulu kedua dari Mutiara Ilma Islami Jurusan Ilmu
Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014. Penelitian ini berjudul “Kontradiksi
15
Implementasi Pemberdayaan KAKB (Keluarga Asuh Keluarga Binangun)
Komunitas Waria (Studi Implementasi Komunitas Waria Kulon Progo di Kec.
Wates, Kab. Kulonprogo).
Fokus penelitian ini untuk melihat implementasi atau mengevaluasi program
pemberdayaan KAKB waria dari pemerintah daerah Kabupaten Kulonprogo.
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian Mutiara Ilma Islami
ini menggunakan Teori Evaluasi dari Robert Stake dan Teori Implementasi dari
Grindle.
Hasil penelitian tersebut adalah adanya kegagalan dari program pemberdayaan
KAKB waria dikarenakan para waria masih turun dijalan atau mengamen, hal itu
disebabkan karena masih rendahnya rasa kepemilikan para waria tersebut terhadap
program pemberdayaan KAKB karena program KAKB waria bersifat top down dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo.
Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Ilma Islami secara umum telah
menggambarkan hasil implementasi dan mengevaluasi program pemberdayaan
KAKB waria dari pemerintah daerah Kabupaten Kulonprogo. Akan tetapi
penelitiannya tentunya berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan.
Perbedaan tersebut terdapat pada sudut pandang dalam penelitian.
Pada penelitian yang akan penulis lakukan lebih menjelaskan atau melihat
secara mendalam peran, proses-proses dan strategi pemberdayaan dari sudut
pandang fasilitator, dalam hal ini strategi pemberdayaan yang dilakukan IWAMA
pada waria. Sedangkan pada penelitian Mutiara Ilma Islami lebih menjelaskan
16
mengenai implementasi dan evaluasi program dari sudut pandang sasaran
pemberdayaan saja yaitu waria itu sendiri.
Perbedaan berikutnya antara penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu pada
fasilitator pemberdayaannya, pada penelitian Mutiara Ilma Islami fasilitator
pemberdayaannya adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo, sehingga
pemberdayaan yang dilakukan bersifat top down. Pada penelitian penulis ini
fasilitator pemberdayaan adalah komunitas waria yaitu Ikatan Waria Madiun
(IWAMA), sehingga pemberdayaan pada penelitian penulis ini bersifat bottom up.
Kemudian penelitian yang akan dilakukan oleh penulis nantinya diharapkan
mampu mengambarkan fokus secara mendalam, tentang strategi pemberdayaan
IWAMA pada waria. Kemudian dari kedua penelitian terdahulu yang telah
dipaparkan maka posisi penelitian penulis disini adalah melengkapi serta
memperkuat kedua penelitian terdahulu diatas.
Pembaharuan penelitian penulis tersebut dapat dilihat dari pemberdayaan yang
dilakukan IWAMA bersifat bottom up dan pemberdayaan yang dilakukan tidak
hanya dari aspek ekonomi dan kesehatan saja, melainkan dengan aspek budaya dan
aspek sosial. Jadi nantinya dapat dilihat lebih mendalam mengenai peran, proses
dan strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun. Selain itu
melalui analisis teori ACTORS nantinya dapat dilihat dan diketahui output dari
pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA. Perbandingan penelitian
penulis dengan penelitian terdahulu jika disajikan dalam bentuk tabel adalah
sebagai berikut:
17
Tabel Perbandingan Penelitian Terdahulu
No
Judul
Pemberdayaan Komunitas Waria
Kontradiksi
oleh LSM KEBAYA (Keluarga
(Keluarga Asuh Keluarga Binangun)
Pemberdayaan
Besar Waria Yogyakarta),
Komunitas Waria (Studi implementasi
IWAMA pada
Eis Al Masitoh (2016)
Pemberdayaan
Komunitas
Waria,
Kec.Wates
Alfian Yanuar
Waria
Pemberdayaan
KAKB
Kulonprogo
di
KAKB
Kab.Kulonprogo),
Strategi
Kusuma (2018)
Mutiara Ilma Islami (2014)
1
Metode
Deskriptif
Penelitian Kualitatif
Penelitian
Kualitatif
Studi Kasus
Kualitatif
Studi Kasus
2
Teori
Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Teori Evaluasi Robert Stake
Teori ACTORS
Sarah Cook dan
Konsep Streotip dan Diskriminasi
Teori Implementasi Marilees Grindle
Steve Macaulay
Konsep HAM dan Hak Warga
Negara
Hasil
3
Penelitian ini melihat pemberdayaan Penelitian ini melihat implementasi dan
waria oleh LSM KEBAYA terfokus mengevaluasi program pemberdayaan
pada 2 aspek yaitu aspek ekonomi dan KAKB waria dari pemerintah daerah
aspek
kesehatan.
Pemberdayaan Kabupaten Kulonprogo.
aspek ekonomi berorientasi pada
peningkatan skill waria serta akses Hasil
dari
modal bantuan dari Dinas Sosial kegagalan
penelitian
program
ini
adanya
pemberdayaan
Provinsi Yogyakarta. Pemberdayaan KAKB waria dikarenakan para waria
aspek
kesehataan
meminimalkan masih turun dijalan atau mengamen, hal
jumlah ODHA Waria, penyuluhan itu disebabkan karena masih rendahnya
seks sehat, akses pengobatan gratis rasa kepemilikan para waria tersebut
ODHA Waria
terhadap
program
pemberdayaan
KAKB karena program KAKB waria
bersifat
top
down
dari
Pemda
Kulonprogo.
18
2.2 Teori ACTORS
Dalam penelitian ini menggunakan Teori ACTORS tentang pemberdayaan
yang dikemukakan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay. Asumsi dasar Teori
ACTORS ini adalah masyarakat dipandang sebagai subyek yang dapat melakukan
perubahan dengan cara membebaskan seseorang dari kendali atau peraturan yang
kaku dan memberikannya kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap keputusankeputusan, ide-ide dan tindakan-tindakannya (Maani, 2011). Pemberdayaan yang
dimaksudkan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay lebih mengarah pada
pendelegasian secara sosial dan etika/moral, antara lain: mendorong adanya
ketabahan, mendelegasikan wewenang sosial, mengatur kinerja, mengembangkan
organisasi
(baik
itu
lokal
maupun
eksteren),
menawarkan
kerjasama,
berkomunikasi secara efisien, mendorong adanya inovasi, dan menyelesaikan
masalah-masalah yang terjadi.
Dengan menggunakan konsep pemberdayaan yang ditawarkan Sarah Cook dan
Steve Macaulay ini, maka perubahan yang akan dihasilkan merupakan suatu
perubahan yang bersifat terencana karena input yang akan digunakan dalam
perubahan telah diantisipasi sejak dini sehingga output yang akan dihasilkan
mampu berdaya guna secara optimum. Kajian pengelolaan pemberdayaan dengan
menggunakan kerangka kerja teori ACTORS adalah sebagai berikut: (Macaulay,
1997)
19
KERANGKA KERJA TEORI ACTORS
INPUT
OUTPUT
Autority
A
C
Confidence
and
Competence
Self Respect
(Pengakuan Diri)
T
Trust
Self Confidence
(Percaya Diri)
O
Oportunities
R
S
Responsibility
Self Relience
(Kemandirian)
Support
(1) Authority atau wewenang pemberdayaan dilakukan dengan memberikan
kepercayaan kepada waria untuk melakukan perubahan yang mengarah
padaperbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Dengan demikian mereka merasa
perubahan yang dilakukan adalah hasil produk dari keinginan mereka untuk
menuju perubahan yang lebih baik.
20
(2) Confidence and compentence atau rasa percayadiri dan kemampuan diri,
pemberdayaan dapat diawali dengan menimbulkan dan memupuk rasa percaya diri
serta melihat kemampuan bahwa waria sendiri dapat merubah keadaan.
(3) Trust atau keyakinan, untuk dapat berdaya, menimbulkankeyakinan bahwa
dirinya memiliki potensi untuk dikembangkan.
(4) Opportunity atau kesempatan, yakni memberikan kesempatan kepada waria
untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki.
(5) Responsibility atau tanggung jawab, maksudnya yaitu perlu ditekankan adanya
rasa tanggung jawab pada waria terhadap perubahan yang dilakukan.
(6) Support atau dukungan, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak agar
proses perubahan dan pemberdayaan dapat menjadikan waria ‘lebih baik’. Dalam
hal ini dukungan diharapkan selain dari sisi sosial, ekonomi dan budaya juga
dukungan dari berbagai stake holders yang dilakukan secara simultan tanpa
dominasi oleh salah satu pihak.
Dari pelaksanaan pemberdayaan yang dilihat melalui kerangka kerja teori
ACTORS di atas, maka terdapat beberapa output yang akan dicapai apabila
pemberdayaan tersebut berjalan dengan baik. Output tersebut antara lain:
Self Respect (Pengakuan diri)
Adanya pengakuan diri dari sasaran pemberdayaan bahwa terdapat perubahan
positif yang mereka rasakan setelah mereka memperoleh pemberdayaan,
21
Self Confidence (Percaya diri)
Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah pemberdayaan yang dilaksanakan
dapat menghasilkan suatu sikap percaya diri dalam diri para waria. Dimana
kepercayaan diri tersebut adalah kepercayaan diri untuk terus berkembang menjadi
lebih baik.
Self Reliance (Kemandirian)
Setelah memperoleh pemberdayaan, sasaran mampu untuk memperoleh
kemandirian, seperti kemandirian dalam berfikir, kemandirian dalam mengerjakan
sesuatu dan kemandirian ekonomi atau kerja sebagai hasil dari pemberdayaan yang
diperoleh.
Dalam kaitannya dengan penelitian ini waria di Karesidenan Madiun yang
termaginalkan dikarenakan stigma dan penerimaan yang buruk dimasyarakat
mencoba melakukan program kegiatan pemberdayaan waria melalui Ikatan Waria
Madiun (IWAMA). Hal itu dilakukan sebagai bentuk respon dan penanganan
terhadap masalah sosial para waria di Karesidenan Madiun. Dengan menggunakan
Teori ACTORS ini Ikatan Waria Madiun (IWAMA) diposisikan sebagai subyek
yang dapat melakukan perubahan dengan cara membebaskan para waria di
Karesidenan Madiun dari norma atau peraturan yang selama ini menyebabkan
stigma dan penerimaan yang buruk pada waria di lingkungan masyarakat.
Para waria diberikan kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap keputusan
mereka untuk tetap menjadi seorang waria, namun mampu berdaya dan
mengembangkan diri sesuai potensi diri yang mereka miliki dan inginkan. Hal ini
dilakukan agar nantinya para waria tidak lagi termaginalkan dan didiskriminasi.
22
Selain itu agar para waria dapat mandiri secara ekonomi dan penerimaan
masyarakat terhadap para waria menjadi lebih baik. Dengan menggunakan Teori
ACTORS dalam penelitian ini nantinya dapat membantu peneliti dalam melihat
strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA pada waria di Karesidenan
Madiun.
2.3 Definisi Konseptual
2.3.1 Konsep Pemberdayaan
Pengertian pemberdayaan dapat dipahami melalui pendekatan pembangunan
yang berpusat pada manusia (people centered development) yang bertujuan untuk
mencapai kemandirian masyarakat. Penempatan aspek manusia dalam pendekatan
ini adalah sebagai fokus utama dan sumber utama pembangunan, sehingga
masyarakat tidak hanya dipandang sebagai obyek pembangunan sekaligus subyek
atau pelaku utama pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, Bookman dan
Morgen mengatakan bahwa pemberdayaan sebagai konsep yang sedang populer
mengacu
pada
usaha
menumbuhkan
keinginan
pada
seseorang
untuk
mengaktualisasi diri, melakukan mobilitas ke atas, serta memberikan pengalaman
psikologis yang membuat seseorang merasa berdaya (Babari J, 1996).
2.3.1.1 Tahap -Tahap Pemberdayaan
Ada beberapa tahap pemberdayaan yang menerapkan tidak selalu linier, melainkan
lebih fleksibel. Fase kegiatan ini meliputi:(Darmayanti, 2015)
1.
Persiapan.
2.
Pengembangan kontak dengan klien.
3.
Pengumpulan data.
4.
Perencanaan dan analisis.
23
5.
Bekerja dengan kelompok komunitas.
6.
Penyadaran diri bersama untuk perubahan yang ingin dicapai.
7.
Monitoring dan evaluasi.
8.
Kesepakatan bersama.
Pemberdayaan dalam penelitian ini bersifat bottom up karena fasilitator
pemberdayaan adalah komunitas waria itu sendiri yaitu Ikatan Waria Madiun
(IWAMA). Pemberdayaan oleh IWAMA dilakukan pada waria di Karesidenan
Madiun. Dalam penelitian ini dilihat secara mendalam mengenai peran, prosesproses dan strategi yang dilakukan oleh IWAMA dalam pemberdayaan waria di
Karesidenan Madiun.
2.3.2 Konsep Waria
Pengertian umum waria adalah seorang laki-laki yang berdandan, bergaya,
bertingkah laku seperti wanita. Kelainan tersebut sering digolongkan pula dalam
berbagai jenis penyakit. Tapi dimana seseorang yang memiliki fisik berbeda dengan
keadaan jiwannya. Istilah tersebut biasa juga dikenakan pada seseorang yang secara
fisik laki-laki tapi berdandan dan berlaku sebagai perempuan (Atmojo, 1986).
Sebagai besar dari mereka adalah wanita meskipun sejak lahir mereka memiliki
jenis kelamin laki-laki.
a.
Penyebab Waria
Tidak ada penjelasan yang jelas yang bisa menjelaskan penyebab dari
seseorang menjadi waria (Nevid R. , 1995). Sudah banyak teori yang menjelaskan
tentang waria tapi bukti terkini belum ada kesimpulan. Salah satu teori menyatakan
bahwa ketidak seimbangan jumlah hormon pada saat prenatal(Crooks, 1999).
b.
Waria dalam Lingkungan Sosial
24
Seorang waria tidak hanya berkeinginan untuk dapat hidup sebagai anggota
lawan jenisnya (Kelly, 2001). ketika kaum waria menunjukan identitas yang
diinginkan sering kali mereka mendapatkan diskriminasi dan cemoohan, karena
masyarakat sering kali tidak menerima peran dan identitas gender yang dinilai
menyimpang (Kelly, 2001).
c.
Karakteristik Waria
Adapun kriteria diagnostik seseorang dikategorikan waria(Nevid J. R., 2000),
yaitu :
1.
Merasa tidak nyaman dan tidak sesuai dengan jenis kelamin biologis yang
dimilikinya
2.
Berharap untuk bisa membuang alat kelamin dan hidup sebagai jenis kelamin
lainnya
3.
Tidak ada kelainan fisikal atau keabnormalitasan genetik
4.
Tidak memiliki kelainan mental lainnya
Dalam penelitian ini waria yang dijadikan sasaran penelitian adalah Ikatan Waria
Madiun (IWAMA). IWAMA merupakan komunitas waria yang anggota nya
merupakan para waria yang berasal dari Karesidenan Madiun.
25
2.4 Alur Pemikiran
1.Waria didiskriminasi dalam
kehidupan sosial bermasyarakat
KETERANGAN:
Masalah sosial pada waria
Alur Penelitian
2.Waria dianggap menyimpang
karena menyalahi kodrat sebagai
laki-laki
Teori ACTIORS
Penjelasan
3.Waria bermasalah dengan
ekonomi karena sulitnya mencari
kerja untuk memenuhi kebutuhan
waria diberi kewenangan untuk menentukan
pelatihan bidang pekerja seni yang mereka
inginkan.
Ikatan Waria Madiun
4.Waria mendapat stigma negatif
dianggap sebagai pekerja seks
(IWAMA)
5.Waria dianggap tidak sehat
atau tidak normal serta pembawa
penyakit menular
mengikutsertakan para waria ini dengan
kegiatan-kegiatan publik yang dihadiri oleh
masyarakat seperti karnaval
Pemberdayaan Waria
Strategi
Pemberdayaan
Teori
ACTORS
Waria diajak hadir dalam kegiatan arisan
bulanan sebagai sarana pendekatan dan
adanya motivasi oleh waria yang sukses
setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan
waria diberi kesempatan untuk bekerja
bersama komunitas
waria ditekankan bertanggung jawab pada
dirinya sendiri dalam hal kesehatan melalui
test vct dan penggunaan kondom
Penerimaan Masyarakat
Kemandirian Ekonomi
IWAMA menggandeng KPAD, Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kab.Madiun serta DINKES
26
untuk mendukung kegiatan pemberdayaan
Pada gambar bagan diatas dapat dipahami bahwa pemberdayaan waria
dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dikarenakan terdapat masalah
sosial pada waria di Kabupaten Madiun. Waria di Kabupaten Madiun memiliki
masalah sosial yang secara langsung berdampak pada kehidupan para waria di
Kabupaten Madiun. Masalah sosial para waria tersebut antara lain adalah waria
didiskriminasi
dalam
kehidupan
sosial
bermasyarakat,
waria
dianggap
menyimpang karena menyalahi kodrat sebagai laki-laki, waria bermasalah dengan
ekonomi mereka karena kesulitan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan,
waria mendapatkan stigma yang negatif karena dianggap sebagai pekerja seks dan
selanjutnya waria dianggap tidak sehat atau tidak normal serta pembawa penyakit
menular.
Dalam segala permasalahan sosial yang dimiliki oleh waria berpengaruh pada
penerimaan masyarakat terhadap waria. Dilain sisi disaat waria terdiskriminasi
dimasyarakat waria juga harus memenuhi kebutuhan ekonominya untuk bertahan
hidup, sedangkan dikarenakan stigma dan diskriminasi pada waria membuat waria
sulit dalam mencari pekerjaan sehingga waria ada yang mangkal dijalan dan bekerja
sebagai pekerja seks. Hal itu tentunya membuat pandangan masyarakat semakin
buruk terhadap para waria. Melihat masalah sosial tersebut waria mulai muncul
kesadaran bahwa perlunya sesuatu yang harus dilakukan agar waria mampu mandiri
dalam hal ekonomi agar tidak terjerumus dalam pekerjaan yang negatif seperti
pekerja seks serta kesadaran perlunya pula waria diterima dalam kehidupan sosial
masyarakat dan waria tidak lagi dipandang buruk oleh masyarakat.
27
Sebagai upaya untuk mengatasi masalah sosial para waria ini, waria di
Kabupaten Madiun berkumpul membentuk sebuah kelompok Waria yang diberi
nama Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Bentuk usaha yang dilakukan para waria
ini merupakan wujud dari pemberdayaan komunitas sebagai usaha menyikapi
masalah sosial para waria. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) menjadi satu-satunya
komunitas waria di Karesidenan Madiun. Menyikapi masalah sosial para waria di
Kabupaten Madiun Ikatan Waria Madiun (IWAMA) membuat program-program
pemberdayaan terhadap para waria. Program pemberdayaan ini ditunjukan kepada
para waria anggota IWAMA.
Program pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini dibuat
agar waria mampu mandiri secara ekonomi dan dapat diterima dengan baik
dimasyarakat, lebih dari hal itu diharapkan agar bisa menjawab atau menjadi solusi
bagi masalah sosial yang dialami oleh para waria di Kabupaten Madiun. Dalam
Penelitian ini penulis mencoba mencari, melihat serta memahami secara mendalam
strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA).
Dalam melihat serta melakukan penelitian strategi pemberdayaan para waria oleh
Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini penulis menggunakan Teori ACTORS agar
memudahkan dalam menjelaskan strategi pemberdayaan yang dilakukan nantinya.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat, memahami, dan mendiskripsikan
fenomena-fenomena yang terjadi. Dalam mengkaji fenomena ini, peneliti akan
mencoba memaparkan antara konteks dan kealamiahannya. Untuk itu peneliti
memilihmetode kualitatif yang sesuai untuk menjabarkan penelitian. Penelitian
kualitatif adalah suatu usaha untuk menampilkan fenomena yang dialami oleh
subjek penelitiannya, misalnya perspektif didalam dunia sosial, dari segi
perilaku,konsep dan persoalan yang diteliti (Moleong, 2013).
Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif ini adalah metode ini mampu
memberikan pemahaman untuk memahami latar belakang permasalahan dan
tindakan individu yang akan diamati, selain itu penelitian ini diharapkan akan
memperoleh data yang mendalam dan sebanyak-banyaknya yang berhubungan
dengan strategi pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA).
Sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Pendekatan
penelitian studi kasus adalah pengamatan yang bersifat mendalam terhadap suatu
fenomena sosial, individu, kelompok, masyarakat ataupun situasi dalam melakukan
aktifitas tertentu (Yin, 2013). Secara umum studi kasus dapat dipahami sebagai alat
atau strategi dalam melakukan penelitian dan sekaligus hasil suatu penelitian
terhadap suatu kasus tertentu. Inti dari studi kasus adalah mengapa keputusan
29
tersebut diambil dan bagaimana cara menerapkannya dan hasilnya seperti apa.
(Salim, 2006)
Dalam pendekatan studi kasus salah satu yang ditonjolkan adalah keunikan dari
suatu kasus yang akan diteliti. Keunikan dalam penelitian ini adalah pemberdayaan
waria yang dilakukan oleh komunitas waria sendiri, jadi komunitas waria menjadi
fasilitator pemberdayaan kepada anggotanya, seringkali pemberdayaan kepada
waria dilakukan oleh pemerintah daerah atau Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM).
Pada kasus di Kabupaten Madiun ini komunitas waria dalam Ikatan Waria
Madiun (IWAMA) melakukan pemberdayaan kepada para waria. Selain itu
keunikan berikutnya Ikatan Waria Madiun merupakan komunitas waria yang
anggotanya tidak hanya berasal dari Kabupaten Madiun saja melainkan anggotanya
tersebar di Karesidenan Madiun, dimana Karesidenan Madiun meliputi Kabupaten
Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten
Ngawi. Hal ini tentunya menjadi keunikan untuk diteliti.
3.2 Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah penetapan suatu masalah dalam penelitian yang
menjadi fokus penelitian. Penetapan ini bertujuan memberikan batasan terhadap
permasalahan yang ada, agar tidak terjadi pembiasan dalam membahas masalah
yang sedang diteliti dan agar penelitian lebih relevan dengan obyek penelitian serta
mendapatkan hasil yang diharapkan oleh peneliti. Fokus penelitian ini adalah
strategi pemberdayaan yang dilakukan IWAMA dalam pemberdayaan waria
diKaresidenan Madiun.Dalam hal ini penulis akan fokus pada IWAMA karena
sebagai fasilitator pemberdayaan.
30
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang IWAMA bertempat
di Karesidenan Madiun. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena
peneliti melihat terdapat hal yang menarik dan perlu penelitian secara mendalam
mengenai strategi pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun di Karesidenan
Madiun. Alasannya antara lain:
a. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) memiliki cakupan daerah yang cukup luas.
Dimana anggotanya terdiri dari beberapa daerah di Karesidenan Madiun.
Daerah tersebut antara lain Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan,
Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo dan Kota Madiun.
b. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) terbentuk karena adanya kesadaran para
waria dalam menanggapi masalah sosial mereka, dan terdapatnya
pemberdayaan secara bottom up oleh para waria disana.
3.4 Teknik Penentuan Informan
Pemilihan informan dalam penelitian kualitatif lebih menekankan kepada
kualitas informan dan bukan kepada kuantitas informannya. Pemilihan informan
dalam penelitian kualitatif sendiri memiliki beberapa karakter sebagai berikut
(Salim, 2006) :
1. Tidak diarahkan pada kuantitas atau dengan kata lain dengan jumlah
besarmelainkan pada kekhususan kasus.
2. Tidak ditentukan secara kaku, sesuai dengan kebutuhan di lapangan
dan dapat berkembang selama proses penelitian.
3. Mengarah pada kecocokan dengan konteks permasalahan.
31
Dalam penelitian ini penentuan informan dilakukan dengan cara purposive,
yaitu informan diambil selektif atau dengan pertimbangan tertentu sesuai kriteria
dan dianggap menguasai atau memahami secara mendalam strategi pemberdayaan
IWAMA pada waria yang merupakan fokus penelitian ini.
Kriteria penentuan informan utama dalam penelitian ini antara lain:
1.
Merupakan pengurus Ikatan Waria Madiun dan bergabung di IWAMA lebih
dari 5 tahun.
2.
Mengetahui secara detail program kegiatan pemberdayaan yang dilakukan
IWAMA.
3.
Terlibat aktif dalam kegiatan pemberdayaan yang dilakukan IWAMA.
4.
Bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh peneliti.
Kriteria penentuan informan tambahan dalam penelitian ini antara lain:
1.
Mengetahui kegiatan pemberdayaan yang dilakukan IWAMA tetapi bukan
sebagai pengurus IWAMA.
2.
Apabila informan tambahan merupakan seorang waria maka harus pernah
mengikuti kegiatan pemberdayaan yang dilakukan IWAMA.
3.
Bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh peneliti.
Dalam penelitian ini penulis memilih beberapa informan yang mampu
memberikan suatu informasi yang diperlukan guna mendukung penelitian yang
dilakukan, nantinya akan terdapat informan kunci, informan utama, informan
tambahan. Dibawah ini merupakan tabel informan pada penelitian ini:
32
Tabel 2. Daftar Informan Penelitian
No
Informan
Posisi di Penelitian
1
Mbak IL
Informan Kunci
2
Mbak Lina
Informan Utama
3
Mbak AJ
Informan Utama
4
Mbak IL
Informan Utama
5
Mas W
Informan Utama
6
Mbak ZZ
Informan Tambahan
7
Mbak NR
Informan Tambahan
8
Bu Erna
Informan Tambahan
9
Mas Risal
Informan Tambahan
Sumber: Peneliti, Data Primer 2018
Dalam penelitian ini peneliti tidak menuliskan nama asli informan, hal ini
dilakukan untuk menjaga privasi dari informan sendiri. Oleh karena itu peneliti
hanya menggunakan nama samaran yaitu berupa inisial saja sehingga privasi
informan tetap terjaga. informan kuncinya adalah Mbak IL, Mbak IL merupakan
seorang waria yang senior dan pengurus anggota Ikatan Waria Madiun (IWAMA).
informan kunci tersebut dipilih dikarenakan melalui Mbak IL ini nantinya penulis
dikenalkan dengan ketua dan pengurus Ikatan Waria Madiun (IWAMA).
Informan utama pada penelitian ini adalah orang yang dianggap mengetahui,
memahami secara mendalam serta terlibat langsung dengan fokus penelitian.
Informan utama dalam penelitian ini adalah Ketua dan Pengurus Ikatan Waria
33
Madiun (IWAMA). Ketua dan pengurus IWAMA tentunya merupakan pihak yang
memahami secara mendalam dan terlibat langsung dengan strategi pemberdayaan
IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun.
Dalam penelitian ini informan utamanya adalah mantan ketua IWAMA yaitu
Mbak Lina, selanjutnya Mbak IL yang merupakan wakil ketua IWAMA dan
bendahara dalam kepengurusan IWAMA yaitu Mbak AJ. Berikutnya Mas W yang
merupakan salah satu pendiri IWAMA yang mengetahui IWAMA dari awal.
Informan tambahan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak terkait yang dapat
mendukung dan menguatkan informasi dari informan utama. Informan tambahan
dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam pemberdayaan waria
yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Pihak-pihak terkait tersebut
bisa juga anggota dari IWAMA yang sudah mengikuti pemberdayaan atau pihak
lainnya yang dapat mendukung serta menguatkan informasi dari informan utama.
Informan tambahan dalam penelitian ini adalah Mbak ZZ dan Mbak NR yang
merupakan salah satu waria yang diberdayakan dan merupakan anggota Ikatan
Waria Madiun. Informan tambahan berikutnya dalah Bu Erna yang merupakan
penata rias perempuan sekaligus pemilik salon yang tempatnya dijadikan basecamp
IWAMA. Informan tambahan berikutnya dalam penelitian ini adalah Mas Risal
yang merupakan kordinator kelompok resiko tinggi gay dan waria dari Komisi
Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Madiun.
3.5 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer didapatkan dari informan utama, informan kunci dan
informan tambahan melalui wawancara secara semistruktur dan terfokus sesuai
34
tema penelitian yaitu terkait strategi pemberdayaan IWAMA pada waria di
Karesidenan Madiun. Data primer juga diperoleh dari observasi yang dilakukan
oleh peneliti saat di lapangan.
Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat tidak secara langsung.
Dalam penelitian ini data sekunder dapat berupa buku catatan bulanan IWAMA,
dokumentasi, media sosial anggota IWAMA, dokumen-dokumen terkait kegiatan
strategi pemberdayaan Ikatan Waria Madiun (IWAMA).
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Pada penelitian kualitatif terdapat beberapa jenis teknik dan cara untuk
mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah
penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik
pengumpulan data penelitian diantaranya:
3.6.1 Wawancara
Teknik wawancara sendiri adalah proses menggali keterangan, informasi, datadata di lapangan untuk tujuan penelitian yang didapat dengan cara tanya jawab
kepada informan yang telah ditentukan. Secara umum wawancara studi kasus
bersifat open-ended. Open ended adalah dapat mendapatkan informasi dengan cara
wawancara kepada informan kunci, informan utama maupun informan tambahan
mengenai peristiwa-peristiwa, fakta-fakta disamping opini mereka sendiri. Peneliti
juga dapat meminta pendapat dari informan melalui pendapat mereka sendiri
terhadap permasalahan penelitian.
Esterberg dalam mendifinisikan wawancara adalah merupakan pertemuan dua
orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat
35
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Esterberg juga mengemukakan
beberapa macam penelitian diantaranya:
1. Wawancara terstruktur, digunakan sebagai, teknik pengumpulan data
bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang
akan diperoleh. Dengan wawancara tersktruktur ini setiap responden
diberi pertanyaan yang sama dan peneliti mencatatnya. Dengan
wawancara terstruktur ini, pengumpulan data menggunakan beberapa
pewawancara sebagai pengumpul data.
2. Wawancara semistruktur, dalam pelaksanaannya lebih bebas dan tujuan
wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara
lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat
dan ide-idenya.
3. Wawancara tidak terstruktur, wawancara yang bebas dimana peneliti
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara
sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Peneliti belum
mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti
lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode wawancara semistruktur.
Wawancara semistruktur adalah wawancara yang cara pelaksanaannya sifatnya
lebih bebas. Ketika melakukan wawancara, peneliti dan informan dapat terlibat
dalam sebuah percakapan yang luwes, akrab dan tidak kaku. Tujuan dalam metode
ini agar informasi yang diterima lebih mendalam. Peneliti mengajukan pertanyaan
dengan fleksibel serta lebih banyak mendengar pendapat dari informan. Pertanyaan
36
yang diajukan kepada informan tidak terpaku pada guide interview, peneliti dapat
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan informasi yang dapat
memberikan pemahaman lebih jelas namun peneliti tetap memiliki model
rancangan wawancara agar tetap fokus pada penelitian yang akan dikaji. Peneliti
dalam wawancara penelitian ini berusaha untuk menggali informasi mengenai
strategi pemberdayaan IWAMA pada waria.
3.6.2 Observasi
Observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran umum dan kondisi tentang
obyek penelitian secara langsung. Observasi yang dilakukan pada penelitian ini
yaitu observasi langsung. Dengan observasi langsung ini diharapkan hasil data
penelitian ini yang didapatkan menjadi akurat. Observasi ini dilakukan peneliti
dengan cara terjun langsung ke lapangan dan berusaha mengamati kondisi dan
gambaran umum waria di karesidenan madiun baik yang menjadi anggota ikatan
waria madiun (IWAMA) maupun yang sedang menjajakan diri di Bong Pay Madiun
atau tempat yang dijadikan mangkal oleh para waria di Karesidenan Madiun. Selain
itu peneliti juga turut hadir dalam berbagai acara yang diselenggarakan oleh Ikatan
Waria Madiun (IWAMA) dan kegiatan pemberdayaan yang dilakukannya. Hal ini
dilakukan agar dapat dilihat kesesuaian data hasil wawancara dengan data observasi
di lapangan. Sehingga data yang didapatkan lebih akurat. kemudian peneliti
membuat catatan lapangan terhadap hasil observasi yang telah dilakukan.
3.6.3 Dokumentasi
Teknik pengumpulan data yang terakhir dilakukan oleh peneliti ialah
dokumentasi. Dokumentasi merupakan suatu cara pengambilan data dari dokumendokumen yang berhubungan dengan penelitian, baik koran, majalah, website,
37
artikel, buku, foto-foto, video dan catatan lapangan dalam penelitian. Pengambilan
data dengan dokumentasi di lapangan akan memperkuat hasil penelitian ini. Dalam
penelitian ini contoh dokumentasi berupa buku bulanan IWAMA, foto-foto
kegiatan pemberdayaan IWAMA, dokumen-dokumen terkait perijinan kegiatan
atau peraturan IWAMA, pemberitaan mengenai kegiatan IWAMA dari media
massa maupun media sosial dan lain sebagainya yang berkaitan dengan topik
penelitian.
3.7 Keabsahan Data
Menurut Moleong membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik
keabsahan data penelitian adalah: (Moleong, 2013)
1. Triangulasi Sumber
Dalam penelitian ini triangulasi data yang digunakan berupa macammacam data yang ada diantaranya melalui dokumen, arsip, hasil
wawancara dan hasil observasi
2. Triangulasi Metode
Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda.
3. Triangulasi Teori
Penggunan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa
data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat.
4. Triangulasi Penyidikan
38
Triangulasi penyidikan dalam hal ini dengan jalan memanfaatkan
peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali
derjat kepercayaan data.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Teknik Triangulasi Sumber.
Teknik ini digunakan untuk memperoleh derajat kepercayaan akan data yang
diperoleh sehingga data tersebut dapat dianggap valid dan cara yang dilakukan oleh
peneliti dalam teknik triangulasi sumber ini antara lain:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
dengan informan.
Dalam observasi peneliti melihat penampilan waria madiun ketika
bekerja sebagai pekerja seni dilanjutkan dengan wawancara dengan
pengurus dari Ikatan Waria Madiun. Langkah selanjutnya peneliti
membandingkan hasil observasi dan data hasil wawancara yang
ditemukan dilapangan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan
kenyataan yang ada. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kesalahan
karena terkadang pengamatan yang dilakukan peneliti tidak sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya atau sebaliknya terkadang data
wawancara yang diperoleh tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
2. Membandingkan apa yang dikatakan informan saat didepan umum
dengan perkataan ketika melakukan pernyataan pribadi.
Dalam hal ini peneliti mengikuti kegiatan arisan bulanan yang
dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun, dalam arisan tersebut peneliti
melakukan wawancara dengan informan utama yang merupakan
39
pengurus dari IWAMA. Peneliti bertanya mengenai sejarah berdirinya
IWAMA dan kegiatan pemberdayaan waria yang dilakukan oleh
IWAMA. Setelah itu peneliti melakukan wawancara secara pribadi
dengan menemui para informan utama yang merupakan pengurus
IWAMA dirumahnya. Dalam wawancara secara pribadi ini peneliti
menanyakan lagi mengenai sejarah berdirinya IWAMA dan kegiatan
pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA. Peneliti juga
menanyakan tanggapan, pesan dan kesan secara pribadi dari masingmasing informan mengenai kegiatan pemberdayaaan waria yang
dilakukan oleh IWAMA.
3. Membandingkan keadaan menurut perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat yang dikatakan oleh orang lain disekitarnya.
Peneliti membandingkan data penelitian dari apa yang dikatakan
oleh informan utama yang merupakan pengurus iwama dengan
informan utama yang lainnya yang merupakan pendiri IWAMA. Selain
itu peneliti membandingkan data penelitian dari apa yang dikatakan oleh
informan utama dengan informan tambahan baik dari pihak waria yang
diberdayakan maupun pihak lain yang mendukung dan mengetahui
kegiatan pemberdayaan waria oleh IWAMA. Ini dilakukan dengan cara
membandingkan keadaan dan perspektif antara seseorang dengan yang
lain untuk mendapatkan data yang valid terkait dengan pemberdayaan
waria oleh IWAMA.
40
4. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen-dokumen lain yang
berkaitan.
Setelah peneliti melakukan wawancara dengan semua informan.
Data hasil wawancara yang didapat melalui perspektif informan lantas
dibandingkan dengan dokumen atau arsip yang dimiliki oleh pengurus
IWAMA. Peneliti mendapatkan data dokumen berupa buku arisan
bulanan IWAMA dan catatan data progress pemberdayaan waria
anggota IWAMA. Selain itu peneliti juga mendapatkan catatan test vct
rutin dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kabupaten Madiun.
3.8 Teknik Analisis Data
Terdapat tiga teknik analisis data yang sering digunakan dalam penelitian studi
kasus yaitu: penjodohan pola, analisis deret waktu dan pembuatan eksplanasi (Yin,
2013). Dalam proses analisis data studi kasus, terdapat suatu proses strategi analisis
untuk mempermudah peneliti yang banyak memiliki data dan alat pengumpul data
mentah untuk melakukan analisis data. Disini terdapat 3 teknik analisis Yin dalam
studi kasus, yaitu:
1.
Penjodohan pola
adalah Analisis data dengan menggunakan logika penjodohan pola seperti
membandingkan pola data empirik dengan pola yang sudah diprediksi sebelumnya.
Jika kedua pola ini cocok, maka dapat digunakan untuk menguatkan proses analisis
data yang bersangkutan.
2.
Pembuatan Eksplanasi
41
adalah untuk menganalisis data dari studi kasus dengan cara membuat suatu
penjelasan tentang studi kasus yang akan diteliti.
3.
Analisis deret waktu
adalah studi kasus yang banyak digunakan dalam pendekatan eksperimen dan kuasa
eksperimen.
Sedangkan penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis data penjodohan
pola. Dalam penelitian ini pola yang akan diperjodohkan adalah perbandingan pola
yang ada di lapangan dengan teori yang dikemukakan dengan oleh Sarah Cook dan
Steve Macaulay terkait teori pemberdayaan ACTORS. Pada tahap inilah peneliti
mengintegrasikan data hasil penelitian dengan teori yang digunakan, serta pada
pada tahap pembahasan peneliti dapat menganalisis data berdasarkan pada tujuan
penelitian dengan data yang diperoleh dari informan.
Teknik analisis data dengan perjodohan pola yaitu teknik analisis data dengan
cara membandingkan pola yang didasarkan atas empiris dengan pola yang
diprediksi atau dengan beberapa prediksi alternatif. Apabila kedua pola ini memiliki
persamaan maka hasilnya dapat menguatkan validitas internal pada studi kasus
tersebut (Yin, 2013). Dalam penelitian ini, terdapat tahapan dalam membangun
sebuah proposisi yang dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Menetapkan peristiwa dan lokasi yang akan diteliti, yaitu terdapat aspek
pemberdayaan komunitas dalam kegiatan pemberdayaan waria oleh
Ikatan Waria Madiun di Karesidenan Madiun.
42
b. Mengumpulkan data awal untuk memperkuat pernyataan mengenai
peristiwa tersebur, yang dapat dilakukan dengan observasi dan
wawancara.
c. Menggunakan teori yang mampu menjadi acuan dan menentukan focus
penelitian, yaitu teori ACTORS dari Sarah Cook dan Steve Macaulay
dalam input strategi pemberdayaan dan output pemberdayaan.
d. Membangun proposisi awal yang merupakan pernyataan yang
dibangun atas dasar teoritis dan empiris, yaitu : “(1) Ikatan Waria
Madiun melakukan pemberdayaan terhadap waria dikarenakan merasa
senasib sepenanggungan dengan banyaknya permasalahan sebagai
waria. ; (2) Pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA dengan
memberikan pelatihan sebagai penata tata rias, MC, cucuk lampah,
ludruk, tari, sinden, penata dekorasi, tetapi waria diberikan kewenangan
untuk memilih pelatihannya yang diminat.”
Proposisi (dugaan awal) tersebut kemudian dibandingkan dengan data yang
lebih mendalam mengenai pemberdayaan waria melalui pekerja seni. Peneliti
melakukan pengalian dan analisis data mengenai strategi pemberdayaan waria yang
dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun. Namun, tidak menutup kemungkinan akan
adanya peluang perbedaan antara hasil penelitian yang sudah diperoleh dengan
proposisi (dugaan awal) tersebut.
Apabila terdapat perbedaan maka akan muncul proposisi baru lagi yang
dibangun atas dasar data empiris dan teoritis (Teori ACTORS Sarah Cook dan
Steve Macaulay). Proposisi tersebut akan terus diuji di lapangan hingga proposisi
43
tersebut dapat menjelaskan realitas yang sebenarnya di lokasi penelitian. Merujuk
pada hasil penelitian yang sudah dibahas atau diuraikan pada pembahasan, maka
diperoleh proposisi akhir yang disampaikan pada bab 5, halaman 96.
44
BAB IV
GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Sejarah Ikatan Waria Madiun
Awal sejarah Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dimulai dengan berdirinya
komunitas gay di Kabupaten Madiun yang bernama Gaya Madiun. Namun kegiatan
komunitas ini awalnya hanya sebagai komunitas untuk kumpul-kumpul dan bahkan
kegiatannya hanya sebatas senang-senang serta mencari pasangan sesama jenis.
Gaya Madiun berdiri pada tahun 1994 didirikan oleh beberapa gay yang masih
remaja bahkan beberapa masih pelajar. Pendirinya beberapa sekarang sudah
meninggal dunia, pendiri Gaya Madiun antara lain: Mas KN(alm), Mas DR(alm),
Mas ELN, Mas W, Mas BB, Mas AY, Mas LL, Mas DSN(alm).
Kegiatan Gaya Madiun setiap malam minggu anggotanya berkumpul di Kota
Madiun. Tempat berkumpul anggota Gaya Madiun antara lain di Alun-Alun
Madiun, Mall Sri Ratu dan Bioskop Madiun. Sedangkan setiap bulannya anggota
Gaya Madiun berlibur ke Telaga Sarangan yang berada di Kabupaten Magetan.
Awal berdirinya belum ada kegiatan pemberdayaan atau kegiatan yang kaitannya
positif untuk penanganan masalah sosial para GWL (gay, waria, laki suka laki).
Orang-orang minoritas anggota Gaya Madiun mulai mendapatkan dukungan dari
pemerintah pusat pada masa orde baru era Presiden Suharto.
Pada masa orde baru tahun 1994an Menteri Negara Urusan Peranan Wanita Bu
Siti Aminah Sugandhi atau lebih dikenal dengan Ibu Mien Sugandhi yang juga
ketua ormas MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong) mulai
merangkul komunitas orang-orang minoritas seperti para gay, waria, laki suka laki.
45
MKGR merupakan organisasi masyarakat sayap partai golkar, partai yang berkuasa
pada waktu itu. Pada tahun tersebut menteri peranan wanita Ibu Mien Sugandhi
melalui MKGR mendorong terbentuknya komunitas gay, waria, laki suka laki di
setiap daerah. Para ketua komunitas tersebut sering diajak untuk mengikuti rapat di
Kota Surabaya.
Gaya Madiun waktu itu diketuai oleh Mas DSN. Mas DSN sering mewakili
Gaya Madiun ketika mengikuti rapat MKGR di Kota Surabaya. Walaupun
komunitas Gaya Madiun pada waktu itu sudah dirangkul oleh menteri negara
urusan peranan wanita Ibu Min Sugandi melalui MKGR, namun tidak ada
perubahan kegiatan produktif yang dilakukan oleh Gaya Madiun. Kegiatan
berkumpul dan bersenang-senang dengan mencari pasangan sesama jenis masih
tetap dilakukan. Bahkan lingkupnya menjadi lebih luas yaitu seperti komunitas gay
kediri yang ikut berkumpul dan berhubungan sesama jenis dengan komunitas Gaya
Madiun.
Tahun 1998 Presiden Suharto lengser dan rezim orde baru pun juga turut
digantikan oleh rezim reformasi. Komunitas Gaya Madiun pada saat itu tidak lagi
mengikuti rapat bersama MKGR. Pada tahun 1999 anggota Gaya Madiun banyak
yang mengekspresikan dirinya sesuai dengan dorongan gendernya. Hal itu
menyebabkan banyak dari mereka yang menjadi waria dengan berdandan serta
berpenampilan seperti wanita. Banyak anggota Gaya Madiun yang mulai merubah
penampilannya menjadi waria.
Seperti halnya dengan Mas BB yang merupakan pendiri Gaya Madiun merubah
penampilannya dengan membesarkan dada menggunakan obat-obatan agar terlihat
46
seperti payudara yang besar dan dirinya juga memanjangkan rambutnya serta
mengganti nama menjadi Mbak IL. Mbak IL merupakan wakil ketua IWAMA
periode sekarang. Selain itu ada pula Mas AY yang merubah penampilan menjadi
seperti wanita dan merubah namanya menjadi Mbak AJ. Beberapa anggota lainnya
tidak merubah penampilannya seperti Mas W dan Mas LL.
Disini kegiatannya masih sama yaitu kumpul-kumpul dan berlibur di tempat
wisata. Namun anggotanya yang aktif mengikuti kegiatan mulai menurun
dikarenakan banyaknya waria yang menganggur dan mulai takutnya mereka untuk
keluar rumah dikarenakan waria jadi bahan cemoohan dan didiskriminasi di
lingkungan sosial masyarakat di Kabupaten Madiun. Pada tahun 2004 terdapat 3
waria anggota Gaya Madiun yaitu Mbak Lina, Mbak IL dan Mbak DR(alm) yang
belajar dan bekerja sebagai asisten penata rias pernikahan di penata rias perempuan
bernama Mbak Daning. Disana mereka bertiga diajari dan dipekerjakan oleh Mbak
Daning karena kasihan melihat kondisi mereka berdua yang sudah waria
pengangguran pula. Mereka juga diajari untuk menjadi penari atau cucuk lampah
oleh Mbak Daning.
Sedangkan anggota Gaya Madiun lainnya masih tetap menganggur, ada
beberapa yang mengurung diri dirumah dan ada beberapa yang sudah
berpenampilan waria menjadi pekerja seks komersial dengan mangkal di
pemakaman Bong Cina di Kabupaten Madiun dan belakang Stadion Wilis Kota
Madiun. Melihat kondisi dan masalah sosial para waria di Kabupaten Madiun
tersebut, para waria yang sudah berkerja dan anggota lainnya yang merupakan
pengurus dari komunitas Gaya Madiun berkumpul dan sepakat merubah nama
47
menjadi Ikatan Waria Madiun (IWAMA) pada tahun 2006. Mbak Erlina dijadikan
ketua dari Ikatan Waria Madiun.
Perubahan nama menjadi Ikatan Waria Madiun (IWAMA) disertai dengan
program kegiatan yang lebih positif untuk penanganan masalah sosial para waria.
Para waria yang sudah mulai sadar akan pentingnya penerimaan identitas mereka
didalam masyarakat agar tidak ada lagi diskriminasi dan stigma-stigma buruk yang
ditempelkan pada para waria. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) mulai menjalankan
kegiatan pemberdayaan waria kepada para anggotanya. Namun sasaran
pemberdayaan ini hanya sebatas pada para waria anggotanya di Kabupaten Madiun.
Pemberdayaan tersebut hanya pada dua bidang kesenian saja yaitu penata rias
pernikahan dan cucuk lampah serta tari.
Seiring dengan suksesnya program pemberdayaan waria di Kabupaten Madiun
membuat para waria diluar Kabupaten Madiun tertarik bergabung dengan Ikatan
Waria Madiun (IWAMA). Hingga mulai tahun 2008 para waria berasal dari
berbagai daerah di Karesidenan Madiun yang terdiri dari Kabupaten Magetan,
Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kota Madiun ikut bergabung pula dengan
Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Pada tahun tersebut pemberdayaan yang
dilakukan dengan meminta para pekerja seni lainnya untuk turut membantu dalam
kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA tersebut. Sehingga bidang pemberdayaan
lebih diperluas ke beberapa bidang antara lain: ludruk, campursari, sinden, salon,
mc, boga (catering), jahit kebaya dan bidang sebelumnya cucuk lampah, tari dan
penata rias.
48
Setelah beberapa anggota IWAMA mendapatkan pelatihan dari para pekerja
seni tersebut mulai tahun 2010 ketua IWAMA Mbak Lina memutuskan kegiatan
pemberdayaan semuanya dilakukan oleh waria/gay anggota IWAMA sendiri. Hal
itu dilakukan agar pemberdayaan dan pendekatan ke waria lebih mudah apabila
sama-sama waria/gay. Seiring berjalannya waktu pada periode berikutnya struktur
kepengurusan organisasi ini menjadi diperluas dan diikutsertakan pula para waria
yang baru bergabung yang berasal dari Karesidenan Madiun. Hal ini dilakukan agar
program pemberdayaan IWAMA ini lebih mudah dikordinir berdasarkan
spesialisasi pemberdayaan dan lokasinya. IWAMA juga memiliki basecamp yang
digunakan untuk rapat pengurus ataupun persiapan kegiatan-kegiatan IWAMA
yang akan dilakukan. Basecamp tersebut terletak di Salon Niken yang beralamat di
Jalan Setya Budi Kota Madiun.
Gambar 1. Basecamp Ikatan Waria Madiun
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
Pada tahun 2016 ada pergantian kepengurusan di IWAMA agar terdapat
regenerasi nantinya. Selain itu anggota IWAMA juga mulai dikirim ke Dinas
Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS Daerah se Karesidenan Madiun untuk
49
menjadi pendamping ODHA disetiap Kabupaten/Kota di Karesidenan Madiun.
Jabatan sebagai pendamping ODHA se Karesidenan Madiun sebelumnya dipegang
oleh Mbak Erlina sendiri selaku ketua IWAMA. IWAMA banyak mengalami
perkembangan mulai dari kegiatan pemberdayaan, peningkatan anggota IWAMA
yang beranggotakan waria/gay se Karesidenan Madiun dan kerja sama dengan
Dinas Kesehatan, KPAD dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan pada masa
kepengurusan yang diketuai oleh Mbak Lina.
Mulai tahun 2016 IWAMA diketuai oleh Mbak ND, wakilnya dijabat oleh
Mbak IL, Seketaris dijabat oleh waria yang termasuk usia muda seperti Mbak SS
dan Mas RV, bendahara satu dijabat oleh salah satu pendiri IWAMA yaitu Mbak
AJ dan bendahara dua dijabat oleh Mbak NC. Kepengurusan ini diisi oleh gay/waria
dari lintas generasi, terdapat generasi gay/waria yang senior dan terdapat pula
gay/waria yang muda. Hal itu dilakukan agar terdapat pendidikan terlebih dahulu
agar nantinya kedepan regenerasi kepengurusan IWAMA bisa diisi oleh orangorang yang sudah punya pengalaman sebelumnya.
Ikatan Waria Madiun sekarang beranggotakan 200 orang. Terdapat lebih
banyak lagi waria di Karesidenan Madiun diluar keanggotaan dari IWAMA. Meski
begitu waria yang masih mangkal atau menutup diri atas identitas mereka akan
dicoba terus untuk dirangkul agar bergabung dengan IWAMA, karena menurut
pengurus IWAMA bagaimanapun seluruh gay dan waria di Karesidenan Madiun
adalah saudara IWAMA.
Tabel Struktur pengurus Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dapat dilihat ditabel
dibawah ini.
50
Tabel 3. Struktur Pengurus Ikatan Waria Madiun (IWAMA)
KETUA
Mbak ND
WAKIL KETUA
Mbak IL
SEKETARIS I
Mbak SS
SEKETARIS II
Mas RV
BENDAHARA I
Mbak AJ
BENDAHARA II
Mbak NC
Sumber: Data IWAMA 2018
51
4.2 Gambaran Umum Keadaan Waria di Karesidenan Madiun Sebelum
Adanya Kegiatan Pemberdayaan oleh Ikatan Waria Madiun
Sebelum adanya pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA pada waria
banyak terjadi permasalahan sosial yang dialami oleh waria di Karesidenan
Madiun. Permasalahan waria yang paling utama jelas adanya diskriminasi dalam
segala hal. Diskriminasi yang sering terjadi ketika waria berada dilingkungan
publik dan berhubungan dengan masyarakat sekitar. Seringkali waria dijauhi dan
juga dihina ketika berada dilingkungan publik. Penampilannya yang berbeda
dengan jenis kelaminnya menjadi bahan untuk membully para waria, hal itu
diungkapkan oleh Mbak AJ saat menceritakan pengalamannya sebelum menjadi
waria yang ikut kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA.
“...Dulu itu waria-waria seperti kami sebelum mengikuti
kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA sering kali
didiskriminasi di lingkungan publik mas. Saya dan hampir
semua waria sering dihina mas karena kami
berpenampilan wanita. Pernah dulu saya waktu ke Mall
Sri Ratu mau beli baju kan tanya ke penjaganya mas, eh
malah saya dicuekin terus penjaganya tertawa sambil
menghina saya banci kok ke mall...” (AJ, Tanggal 31 Juli
2018, Lokasi: Salon milik Mbak AJ)
Diskriminasi seperti itu seringkali dialami oleh para waria. Sebelum waria
tersebut bergabung dan mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA, banyak
waria yang pengangguran. Pengangguran tersebut karena waria tidak diterima
dilingkungan pekerjaan baik formal maupun non formal. Penampilannya yang tidak
sesuai dengan jenis kelaminnya tersebut membuat mereka tidak diterima kerja. Hal
itu menyebabkan banyak waria di Karesidenan Madiun yang dijalan untuk mangkal
menjadi pekerja seks komersial di pemakaman Bong Cina Kabupaten Madiun dan
52
belakang Stadion Wilis Kota Madiun. Seperti diungkapkan oleh Mas W yang
merupakan pendiri IWAMA ketika kami berbincang dirumahnya.
“...Dulu sebelum adanya iwama dan kegiatan
pemberdayaannya gay, waria orang-orang minoritas
seperti kami ini mau kerja apa hlo. Mau kerja kantoran
atau instansi pemerintah tidak diterima. Kerja non formal
juga tidak diterima. Banyak yang jadi pengangguran
akibatnya banyak yang jadi genggek mas di Bong Cina
Madiun sama belakang Stadion Wilis...” (W, Tanggal 2
Agustus 2018, Lokasi: Rumah Mas W)
Beberapa waria yang bekerja menjadi pekerja seks komersial di Pemakaman
Bong Cina Madiun dan belakang Stadion Wilis menyebabkan beberapa masalah
sosial pada waria di Karesidenan Madiun pada waktu itu. Masalah sosial tersebut
yaitu waria yang mangkal karena sering ganti-ganti pasangan dan melakukan
hubungan sesama jenis tanpa adanya pengecheckan kesehatan rutin menyebabkan
banyak waria yang menyebarkan penyakit kelamin menular bahkan hingga HIV
AIDS. Berikutnya semua waria oleh masyarakat dianggap sebagai “genggek” atau
PSK, selain itu waria dan gay di Karesidenan Madiun semakin dijauhi oleh
masyarakat karena adanya anggapan penyebab sekaligus menularkan HIV/AIDS.
“...Aku dulu sampai tidak mau keluar rumah mas,
tetangga jauhi aku dan ngatain aku genggek bencong
terus mereka semua bilang jangan deket-deket nanti
ketularan HIV. Padahal walau aku itu waria, aku dulu
belum pernah berhubungan sesama jenis apalagi sampai
jadi genggek mas...” (NR, Tanggal 14 agustus 2018,
Lokasi: Rumah Mbak NR)
Mbak NR merupakan salah satu contoh waria yang terimbas dari stigma negatif
dan diskriminasi masyarakat pada waria di Karesidenan Madiun pada kala itu.
Mbak NR menjadi waria setelah lulus SMA. Ketika masih SMA NR yang kala itu
masih menggunakan nama aslinya Mas R masih menahan diri untuk
53
mengekspresikan penampilannya sesuai gender yang dirasakannya sebagai wanita.
Hal itu dilakukan karena Mas R tidak ingin ada masalah dengan sekolahnya dan
gurunya.
Setelah lulus SMA baru Mas R merubah penampilannya dan menggunakan
nama NR agar lebih sesuai dengan penampilannya sebagai wanita. Hal itu membuat
dirinya dijauhi oleh tetangga-tetangganya karena mereka takut tertular HIV dan
sering kali Mbak NR mendapatkan hinaan sebagai “genggek” atau PSK. Padahal
faktanya tidak semua waria melakukan hubungan sesama jenis dan menjadi PSK,
apalagi sampai tertular HIV/AIDS. Stigma-stigma yang terbangun dimasyarakat
tersebut menyebabkan para gay, waria di Karesidenan Madiun terdiskriminasi
dilingkungan masyarakat bahkan lingkungan terkecil keluarga dan tetangga rumah.
4.3 Gambaran Umum Informan
Pada penelitian ini tentunya peneliti telah memilih informan yang dapat
memberikan informasi terkait dengan fokus penelitian. Terdapat 8 Informan pada
penelitian ini, dimana pada 4 informan dikategorikan sebagai informan utama
penelitian, dan ada 4 informan yang dikategorikan sebagai informan tambahan.
Adapun gambaran umum informan tersebut adalah sebagai berikut:
4.3.1 Informan Utama
1. Mbak IL
Mbak IL merupakan wakil ketua dari Ikatan Waria Madiun (IWAMA).
Selain sebagai wakil ketua di IWAMA, Mbak IL juga merupakan orang yang
ikut mendirikan IWAMA. Sebagai wakil ketua Mbak IL seringkali
memberikan sambutan dalam acara internal IWAMA maupun acara-acara
54
resmi pemerintah daerah di Karesidenan Madiun yang mengundang IWAMA.
Kemampuan berbicaranya yang tanggap dan sikap nya yang ramah kepada
semua orang menjadikannya akrab dan banyak dikenal oleh para waria anggota
IWAMA ataupun waria yang masih mangkal di Karesidenan Madiun.
Gambar 2. Informan Mbak IL
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
Mbak IL aktif dalam mengkordinir kegiatan-kegiatan di IWAMA. Dalam
kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA, Mbak IL menjadi rekan
pemberdayaan pada bidang tari dan cucuk lampah. Dalam penelitian ini Mbak
IL menjadi informan kunci sekaligus informan utama. Sebagai informan kunci
Mbak IL mengenalkan peneliti pada pengurus yang lainnya dan orang-orang
yang terlibat langsung dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA.
2. Mbak AJ
Mbak AJ merupakan waria yang senior di Ikatan Waria Madiun. Sejak
awal berdiri Mbak AJ adalah bendahara dalam kepengurusan IWAMA. Mbak
AJ dulu masih sembunyi-sembunyi ketika berdandan atau berpenampilan
sebagai perempuan. Hal itu dikarenakan Mbak AJ tidak ingin membuat malu
keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru yang mengajar di sekolahan yang
55
berada di dekat rumahnya, kakaknya juga merupakan pegawai negeri sipil di
lingkungan Dinas Pemda Kabupaten Madiun.
Hal itu lah yang membuat Mbak AJ bersembunyi-sembunyi ketika
berpenampilan sebagai perempuan. Hal tersebutsudah dilakukan sampai
beberapa tahun hingga pada suatu waktu Mbak AJ ketahuan oleh orang tuanya
sering berdandan dan berpenampilan sebagai perempuan ketika diluar rumah.
Akhirnya Mbak AJ diperbolehkan berdandan dan berpenampilan sebagai
perempuan ketika di rumah daripada sering keluar rumah hanya untuk
berdandan dan berpenampilan sebagai perempuan.
Selain di Ikatan Waria Madiun Mbak AJ juga tergabung dan aktif dalam
organisasi lainnya yaitu Tiara Kusuma dan Harpi. Mbak AJ tergabung dalam
organisasi tersebut dikarenakan Mbak AJ merupakan instrutur tata rias di
Lembaga Puspita dan instruktur kecantikan rambut di Lembaga Rekmo Ayu.
Mbak AJ juga memiliki salon dan rias pengantin yang berada di rumahnya di
Demangan Kota Madiun. Mbak AJ dijadikan bendahara di IWAMA
dikarenakan orangnya terkenal tegas dan lugas kepada anggota IWAMA.
Gambar 3. Informan Mbak AJ
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
56
Dalam penelitian ini peneliti menganggap Mbak AJ mampu memberikan
informasi terkait strategi pemberdayaan IWAMA pada waria di Karesidenan
Madiun dikarenakan Mbak AJ selain pengurus dalam IWAMA yang tentunya
mengetahui kegiatan IWAMA. Mbak AJ juga merupakan rekan pemberdayaan
pada bidang salon dan tata rias kecantikan yang tentunya terlibat langsung
dengan kegiatan pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA.
3. Mbak Lina
Informan Utama berikutnya adalah Mbak Erlina atau yang akrab disapa
Mbak Lina. Mbak Lina ini merupakan mantan ketua IWAMA yang
menginisiasi kegiatan pemberdayaan dan kegiatan-kegiatan yang lainnya di
IWAMA. Mbak Lina ini merupakan waria yang mengarahkan IWAMA
melakukan kegiatan yang lebih produktif. Walaupun sekarang tidak lagi
menjabat di kepengurusan IWAMA, Mbak Lina tetap berkontribusi aktif dalam
kegiatan IWAMA. Mbak Lina juga merupakan rekan pemberdayaan dalam
bidang tata rias dan fashion show karnaval.
Gambar 4. Informan Mbak Lina
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
57
Mbak Lina waktu menjadi ketua IWAMA banyak memberikan piala dan
prestasi baik tingkat lokal, tingkat provisi hingga tingkat nasional. Prestasi
tingkat nasional yang diperoleh salah satunya sebagai waria teladan tingkat
nasional, tentunya hal tersebut mengangkat nama para waria se-Karesidenan
Madiun terutamanya IWAMA. Mbak Lina dulunya juga merupakan
pendamping ODHA di KPAD dan Dinas Kesehatan se-Karesidenan Madiun,
namun sekarang Mbak Lina memilih sebagai pendamping ODHA di Dinas
Kesehatan Kota Madiun saja. Sedangkan pendamping ODHA untuk
KPAD/DINKES wilayah lainnya di Karesidenan Madiun diberikan pada waria
lainnya yang juga anggota IWAMA yang sudah dididik dan diberi pelatihan
melalui kegiatan pemberdayaan IWAMA.
Dalam penelitian ini Mbak Lina dijadikan informan utama karena Mbak
Lina tentunya mengetahui secara mendalam strategi pemberdayaan IWAMA
karena merupakan penginisiasi kegiatan pemberdayaan dan terlibat aktif dari
awal berdiri IWAMA hingga sekarang ini. Selain itu Mbak Lina mewakili
IWAMA juga aktif menjalin komunikasi dan kerja sama dengan pihak-pihak
diluar IWAMA seperti Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS
Daerah, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan se-Karesidenan Madiun.
4. Mas W
Mas W merupakan salah satu pendiri IWAMA. Tetapi Mas W tidak mau
masuk dalam kepengurusan IWAMA dan memilih menjadi anggota saja. Mas
W bukanlah termasuk waria karena tidak berpenampilan perempuan melainkan
penampilan sehari-harinya sejak dahulu sewajarnya laki-laki pada umumnya.
58
Namun untuk ketertarikan seksualnya kepada sesama jenis pula, bisa dibilang
LSL (Laki Suka Laki) atau lebih dikenal dengan nama Gay. Mas W merupakan
anggota IWAMA yang beruntung karena mampu mengenyam pendidikan
hingga sarjana.
Mas W pernah berkuliah di jurusan sosial masyarakat Universitas
Muhammadiyah Malang. Mas W mengatakan waria ataupun anggota IWAMA
banyak yang sekolahnya bermasalah. Ada pula yang putus sekolah ataupun
maksimal hanya sma bukan karena mereka bodoh ataupun kurang mampu,
melainkan karena waria terkadang kurang bisa menahan hasrat mereka untuk
tidak berpenampilan sebagai wanita. Tentunya ketika sekolah ataupun kuliah
penampilannya harus sewajarnya. Hal tersebut merupakan penyebab waria
anggota IWAMA banyak yang tidak mau untuk kuliah dan banyak yang putus
sekolah.
Gambar 5. Informan Mas W
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
Mas W walupun tidak masuk dalam kepengurusan IWAMA tetapi aktif
terlibat dalam kegiatan pemberdayaan IWAMA pada waria. Mas W merupakan
rekan pemberdayaan pada bidang Menjahit baju kebaya ataupun baju daerah
59
lainnya, selain itu beliau juga merupakan rekan pemberdayaan bidang dekorasi
pernikahan. Selain itu Mas W juga memperkerjakan waria anggota IWAMA
yang mengikuti pemberdayaan untuk membantunya apabila ada pesanan untuk
tata rias manten dan dekorasi pernikahan. Tentunya pemilihan Mas W sebagai
informan utama dalam penelitian ini dikarenakan Mas W terlibat secara
langsung pemberdayaan IWAMA pada waria.
4.3.2 Informan Tambahan
1. Mbak ZZ
Mbak ZZ adalah informan tambahan dalam penelitian ini. Mbak ZZ
sekarang merupakan waria anggota iwama yang menjadi pendamping ODHA
di Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Madiun. Selain
itu Mbak ZZ juga merupakan waria yang mengikuti pemberdayaan oleh
IWAMA. Sekarang Mbak ZZ bekerja sebagai pekerja seni dalam bidang cucuk
lampah dan asisten perias manten. Pekerjaannya tersebut dikarenakan
mendapat pelatihan dan mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA.
Gambar 6. Informan Mbak ZZ
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
60
Awal mulanya Mbak ZZ merupakan seorang gay. Penampilannya masih
seperti pria pada umumnya. Hal itu dilakukannya agar Mbak ZZ tetap dapat
bekerja. Dirinya merupakan pemuda asli madiun tetapi bekerja sebagai pekerja
pabrik di Kota Surabaya. Dirinya sudah melakukan hubungan dengan sesama
jenis sejak bekerja di Kota Surabaya. Ketika Mbak ZZ pulang ke Kota Madiun,
dirinya melihat karnaval yang diikuti oleh Ikatan Waria Madiun.
Karnaval yang dilihatnya tersebut banyak sekali pria yang berdandan dan
bertingkah laku seperti wanita. Hal tersebut membuatnya penasaran. Apalagi
masyarakat melihat karnaval tersebut dengan kegembiraan bahkan banyak
yang tertawa karena penampilan para anggota IWAMA yang terkesan lucu dan
menghibur. Setelah acara karnaval Mbak ZZ menghampiri orang-orang yang
berdandan dan bertingkah laku seperti wanita tersebut. Dirinya bertanya
mengenai apa yang dilihatnya itu. Pengurus IWAMA pun menjelaskan
mengenai komunitas IWAMA dan diajaknya pula Mbak ZZ untuk bergabung
menjadi anggota IWAMA.
Setelah beberapa kali aktif mengikuti kegiatan IWAMA saat dirinya
pulang ke Madiun. Pada tahun 2014 dirinya memutuskan untuk berhenti
bekerja di Kota Surabaya dan pulang ke Madiun agar dapat berkumpul dengan
teman-temanya di IWAMA. Dirinya pun juga mengikuti kegiatan
pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA. Sekarang Mbak ZZ menjadi
waria yang bekerja sebagai cucuk lampah dan masih tetap mengikuti kegiatan
pemberdayaan oleh IWAMA di bidang tata rias pernikahan. Mbak ZZ jelas
61
merupakan waria anggota IWAMA yang mengikuti kegiatan pemberdayaan.
Maka dalam penelitian ini Mbak ZZ menjadi informan tambahan.
2. Mbak NR
Mbak NR merupakan anggota waria yang diberdayakan oleh Ikatan Waria
Madiun yang berasal dari Kabupaten Magetan. Mbak NR bergabung di
IWAMA sejak lulus SMA tahun 2011. Pada saat SMA Mbak NR menyadari
bahwa dirinya berbeda dengan pria lainnya. Pada saat itu penampilannya masih
sama dengan pria pada umumnya tapi gaya bicaranya dan tingkah lakunya
sudah menunjukan feminim. Seringkali dirinya menjadi bahan bullyan oleh
teman-teman disekolahnya.
Setelah lulus SMA Mbak NR sudah mulai menggunakan bedak dan pensil
alis saat keluar rumah. Hal itu membuat dirinya jadi bahan perbincangan oleh
tetangganya. Orang tuanya pun memarahi Mbak NR agar tidak berdandan
kewanita-wanitaan. Tapi Mbak NR masih saja tetap menggunakan make up
saat keluar rumah, hal itu juga dilakukan saat dirinya melamar kerja didekat
rumahnya atau pun di tempat lainnya.
Akhirnya Mbak NR selalu ditolak ketika melamar pekerjaan, alasannya
selalu mempermasalahkan penampilannya sekaligus tingkah laku dan gaya
bicaranya yang feminim. Pada saat itu dirinya selain sebagai pengangguran
juga menjadi cemoohan orang. Dirinya pun malu keluar rumah karena tidak
ingin selalu dicemooh atau jadi perbincangan tetangga. Orang tuanya merasa
malu dan kecewa diusia remajanya anaknya malah berubah seperti itu.
Sebenarnya hal tersebut sudah dirasakan oleh Mbak NR sejak SMA namun
62
dirinya belum berani mengekspresikan jiwanya karena akan banyak tekanan
dari sekolah, guru dan lingkungan sekitarnya.
Salah satu anggota IWAMA yang tinggal di Kabupaten Magetan
mengetahui perihal Mbak NR dari omongan-omongan tetangga. Kebetulan
anggota IWAMA tersebut tinggal di desa yang bersebelahan dengan desa
rumahnya Mbak Nr. Akhirnya anggota IWAMA tersebut dan mendatangi
rumahnya Mbak NR dan berbicara padanya sekaligus pada orang tuanya. Mbak
NR dijelaskan mengenai adanya banyak orang yang seperti dirinya di IWAMA.
Akhirnya Mbak NR diajak untuk ikut kumpul pertama pada saat arisan
IWAMA.
Dalam IWAMA Mbak NR merasa menemukan saudara yang bisa
memahami dan dihargai selayaknya orang pada umumnya. Dia bisa
mengekspresikan gender feminimnya secara bebas. Pada saat itu dia menganti
nama panggilannya menjadi Mbak NR diharapkannya agar sesuai dengan
penampilannya. Sekarang sudah lebih dari 8 tahun Mbak NR bergabung di
IWAMA. Mbak NR lebih menyukai bidang salon dan bidang cucuk lampah
ketika mengikuti pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA.
Gambar 7. Informan Mbak NR
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
63
Mbak NR karena sering diajak ikut atau melihat penampilan ludruknya
IWAMA yang bernama ludruk GSM menginspirasi dirinya untuk membuat
group sendiri tapi bukan dibidang ludruk melainkan bidang cucuk lampah. Hal
itu disampaikan ke IWAMA dan akhirnya anggota lainnya pun juga turut
mendukung dan disepakati group tersebut diberi nama Wandu Lawu dengan
anggota nya ada 5 orang yang semuanya merupakan anggota IWAMA dari
Kabupaten Magetan. Sebagai waria yang mengikuti pemberdayaan yang
dilakukan oleh IWAMA maka Mbak NR dalam penelitian ini menjadi
informan tambahan.
3. Bu Erna
Bu Erna merupakan informan tambahan pada penelitian ini. Awalnya Bu
Erna merupakan pemilik salon kecantikan sekaligus penata rias pernikahan
yang bersaing dan tidak menyukai waria. Beliau beranggapan bahwa waria itu
paling cuma bisa “genggek” atau jual diri. Selain itu ketika ada waria yang
bekerja sebagai penata rias dan membuka salon kecantikan membuat konflik
dengan para penata rias dan pemilik salon perempuan seperti Bu Erna.
Cemoohan terhadap para waria sering kali diberikan oleh Bu Erna dan para
penata rias lainnya. Karena tidak adanya komunikasi menyebabkan konflik
yang berkepanjangan antara penata rias perempuan dengan penata rias waria
Menyikapi hal tersebut ketua Ikatan Waria Madiun pada waktu itu masih
dijabat oleh Mbak Erlina membicarakan permasalahan tersebut dengan
pengurus lainnya. Para waria tersebut berpikir apabila konflik dengan pemilik
salon perempuan dan penata rias perempuan akan membuat kegiatan
64
pemberdayaan waria oleh IWAMA tidaklah berguna. Hal itu karena meski para
waria sudah dilatih mengenai tata rias dan salon kecantikan tetap saja para
waria tidak bisa bekerja disalon atau sebagai asisten penata rias dari pemiliknya
yang perempuan.
Tujuan awal dari pemberdayaan yang dilakukan IWAMA adalah
kemandirian ekonomi para waria dan penerimaan masyarakat yang baik.
Tentunya hal tersebut tidak akan terlaksana apabila terus memelihara konflik
yang berkepanjangan tersebut. Hingga suatu saat IWAMA mendapatkan
undangan untuk mengisi acara Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun dengan
menampilkan tari daerah dan kesenian ludruk. IWAMA menggunakan jasa rias
dan menyewa kebaya untuk tampil di salon rias milik Bu Erna dan salon
kecantikan lainnya yang pemiliknya merupakan penata rias perempuan yang
awalnya tidak menyukai waria.
Seiring dengan bertambahnya undangan yang meminta IWAMA untuk
menampilkan ludruk atau kesenian lainnya sejalan dengan sering bertemu dan
berkomunikasinya antara waria dengan pemilik salon rias perempuan untuk
menggunakan jasa rias dan menyewa kebaya. Hal itu membuat Bu Erna
mengetahui bahwa waria-waria di Karesidenan Madiun yang tergabung dalam
IWAMA tidaklah seperti yang beliau pikirkan sebelumnya. Bu Erna
mengetahui bahwa waria di IWAMA merupakan orang yang ramah dan
memiliki kegiatan yang positif salah satunya seperti kegiatan pemberdayaan
waria pada bidang kesenian dan kebudayaan.
65
Gambar 8. Informan Bu Erna
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
Bu Erna diminta masuk ke IWAMA dan menjadi penasihat para wariawaria anggota IWAMA. Salon rias yang dimiliki nya sekarang juga dijadikan
basecamp untuk rapat atau persiapan kegiatan oleh anggota IWAMA. Dalam
penelitian ini Bu Erna merupakan informan tambahan, meski Bu Erna bukanlah
waria tetapi Bu Erna sebagai pemilik basecamp IWAMA dan penasihat
IWAMA jelas dapat memberikan informasi tambahan bagi penelitian ini.
4. Mas Risal
Informan tambahan berikutnya adalah Mas Risal yang merupakan PNS
anggota Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Madiun.
Mas Risal merupakan kordinator kelompok resiko tinggi gay dan waria.
Sebagai kordinator kelompok resiko tinggi gay dan waria di KPAD Kabupaten
Madiun membuat Mas Risal sering berkomunikasi dan berkeja sama dengan
IWAMA dan waria yang mangkal di lingkungan Karesidenan Madiun. Mas
Risal tidak hanya bekerja di kantor saja, melainkan aktif dengan turun langsung
di lapangan dengan menjadi pendamping ODHA dan memberikan wawasan
66
mengenai HIV/AIDS kepada kelompok masyarakat yang rentan atau beresiko
tinggi terhadap penularan HIV/AIDS.
Mas Risal juga aktif mengajak para waria agar menjaga kesehatan mereka
melalui check kesehatan gratis setiap bulannya. Tidak dipungkiri bahwa waria
merupakan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi terhadap penularan
HIV/AIDS, maka dari itu KPAD Kabupaten Madiun memberikan pengetahuan
mengenai HIV/AIDS kepada ketua Ikatan Waria Madiun pada waktu itu yang
masih dijabat oleh Mbak Erlina atau yang akrab disapa Mbak Lina. Mbak Lina
akhirnya diminta menjadi pendamping ODHA dari KPAD. Pengetahuan Mbak
Lina mengenai HIV/AIDS yang diperolehnya melalui pengalamannya sebagai
pendamping ODHA KPAD dibagikan kepada para anggota IWAMA.
Mas Risal juga sering diundang dan diminta oleh IWAMA untuk datang
pada kegiatan arisan rutin IWAMA setiap tanggal 20 per bulannya. Pengurus
IWAMA berharap bahwa kegiatan IWAMA juga terdapat penyuluhan
kesehatan dan pengetahuan mengenai HIV/AIDS. Hal itu sejalan dengan
program dari KPAD Kabupaten Madiun yaitu Mobile VCT. Sebelumnya
KPAD memberikan pengecheckan kesehatan gratis dengan test vct kepada para
waria hanya dilakukan di kantor KPAD Kabupaten Madiun atau dengan
mendatangi Puskesmas Bangunsari dan Puskesmas Mejayan Kabupaten
Madiun.
67
Gambar 9. Informan Mas Risal KPAD
Sumber: Dokumentasi pribadi 2018
Dalam penelitian ini Mas Risal yang merupakan kordinator kelompok
resiko tinggi gay dan waria di KPAD Kabupaten Madiun dijadikan informan
tambahan karena untuk membantu peneliti mengenai informasi tambahan yang
dibutuhkan terkait Strategi pemberdayaan IWAMA.
68
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Tahap Pemberdayaan Waria oleh IWAMA
Dalam rangka merespon kondisi waria sekaligus menangani permasalahan para
waria di Karesidenan Madiun, IWAMA Madiun membuat program pemberdayaan
yang ditujukan kepada para waria. Program ini dilaksanakan secara mandiri oleh
IWAMA. Secara mandiri disini dalam setiap proses kegiatannya direncanakan dan
dijalankan oleh IWAMA sendiri. Namun IWAMA juga melakukan pendekatan
dengan intansi pemerintah setempat agar bisa mendapatkan dukungan dalam
melakukan pemberdayaan ini. Dukungan tersebut berkaitan dengan diberikannya
kesempatan waria untuk menampilkan karya dari hasil pemberdayaannya didepan
masyarakat secara luas. Sehingga dapat merubah persepsi dan stigma masyarakat
yang buruk terhadap waria.
Pemberdayaan menurut Darmayanti(Darmayanti, 2015) sendiri Ada beberapa
tahap pemberdayaan yang penerapannya tidak selalu linier, melainkan lebih
fleksibel. Sedangkan, dalam penelitian ini pemberdayaan waria yang dilakukan
oleh IWAMA terdiri dari beberapa tahap antara lain (1) tahap pendekatan dan
pengenalan, (2) tahap penyadaran diri bersama untuk perubahan yang ingin dicapai,
(3) tahap pelatihan, (4) tahap bekerja dengan komunitas. Tahap-tahapan ini
dijadikan alur dalam melakukan pemberdayaan kepada para waria. Tetapi untuk
waktu pemberdayaan nya setiap orang belum tentu sama karena IWAMA lebih
menekankan pada prosesnya agar waria berproses sesuai keinginan mereka sendiri
jadi saat melakukan pemberdayaan tidak karena terpaksa sehingga pemberdayaan
69
dapat berjalan dengan efektif karena memang kemauan dari para waria itu sendiri.
Hal itu seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut :
“Pemberdayaan yang iwama lakukan ada tahap tahapnya, yang
pertama mengajak waria yang baru masuk ke iwama datang ke
arisan, nanti di arisan itu dikenalkan semua anggota, kalau udah
kenal gitu kan ntar juga deket mas, orang waria itu orange gampang
deket mas apalagi sesama waria, kalau udah masuk diwajibkan test
vct dijelasin guna nya apa test ini sama dikasih tau kalau udah
gabung iwama mau periksa kesehatan dapet fasilitas mas
dipukesmas, baru tahap berikutnya waria dilatih kesenian mas, ada
banyak yang iwama tawarkan mas terserah mereka minatnya sama
kesenian yang mana. Nanti kalau udah bisa latihannya langsung di
ajak kerja bareng mas biar bisa ngerasain kan gimana rasanya kerja
dan ketemu diliat langsung sama banyak orang gitu itung-itung cari
nama mas, jadi meski tetep banci tapi dikenal karena bisa ngriasnya
atau narinya gitu mas.”
(Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018)
Tahap pendekatan dan pengenalan IWAMA kepada waria dilaksanakan dalam
kegiatan Arisan. Tahap berikutnya mengenai tahap penyadaran diri bersama
mengenai perubahan yang ingin dicapai melalui kegiatan test vct, pembagian
kondom dan pemeriksaan kesehatan secara gratis dari dinas kesehatan dan instansi
terkait, Tahap pelatihan melalui kegiatan pelatihan pekerja seni, Tahap bekerja
bersama komunitas melalui kegiatan karnaval, ludruk, cucuk lampah, menjadi
penata rias di pernikahan, sinden. Pada tahap ini waria diajak langsung bekerja
dimasyarakat.
5.1.1 Arisan
Arisan ini merupakan awal dari tahapan kegiatan pemberdayaan yang
dilakukan oleh iwama. Arisan iwama diselenggarakan rutin sebulan sekali tiap
tanggal 20. Lokasi arisan bertempat dirumah anggota iwama bergantian secara
bergiilir. Arisan ini digunakan sebagai kegiatan pendekatan iwama terhadap waria
70
yang baru bergabung, selain itu pada kegiatan arisan ini juga digunakan untuk
memperkenalkan iwama dan kegiatan pemberdayaannya.
Dalam kegiatan arisan ini semua anggota iwama diwajibkan hadir, namun tidak
semua anggota diwajibkan mengikuti angsuran arisan dikarenakan angsuran arisan
nya cukup tinggi yang dibayarkan. Angsuran arisan yang harus dibayarkan senilai
100.000 rupiah perbulannya. Ada pula tabungan kas 50.000 rupiah per orangnya
yang digunakan untuk dipinjamkan ke anggota iwama untuk modal mereka bekerja
dan sisanya dimasukan kas serta digunakan untuk pembiayaan pelatihan pekerja
seni. Jadi pembiayaan komunitas dan kegiatannya dibiayai oleh anggota melalui
angsuran tabungan ini. Hal tersebut disampaikan oleh Informan Mbak AJ selaku
bendahara iwama sebagai berikut :
“Ya kalau dateng arisan itu kan semuanya mas wajib, tapi
kalau yang ikut arisan enggak semua soalnya angsurane ya
lumayan mas 100ribu, terus kita ada tabungan juga 50ribu buat
kas sama dipinjamkan untuk modal kerja ke anggota tapi dengan
bunga, sisanya ya digunakan untuk kegiatan pemberdayaan juga
mas. Oh iya sama yang dapat arisan itu menanggung biaya
konsumsi arisannya mas, kalau kebutuhan lainnya kayak terop
hiburan dari temen-temen mas jadi enggak ngeluarin biaya.”
(Wawancara dengan Mbak AJ, pada tanggal 31 Juli 2018)
Pembiayaan untuk keperluan tenda, konsumsi dan hiburan arisan dilakukan
melalui gotong royong dan ditambah uang kas sisa arisan bulanan sebelumnya.
Gotong royong disini semisal untuk tenda terop menggunakan tenda terop milik
salah satu anggota iwama sendiri, untuk biaya konsumsi ditanggung yang
mendapatkan arisan, memasaknya bersama anggota iwama melibatkan warga
sekitar rumah yang akan dijadikan tempat arisan tersebut.
71
5.1.2 Pemeriksaan Kesehatan
Dalam penelitian ini pemeriksaan kesehatan masuk dalam tahapan berikutnya
dalam pemberdayaan oleh IWAMA. Tahap ini adalah tahap penyadaran diri
bersama mengenai perubahan yang ingin dicapai. Pada tahap ini kegiatan yang
dilakukan antara lain pemeriksaan kesehatan gratis oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten atau Kota Madiun, test vct rutin per tiga bulanan secara bergantian oleh
KPAD (Komisi Penyuluhan Hiv Aids Daerah), pembagian kondom secara gratis
oleh IWAMA kepada para waria. Pada tahap ini iwama bekerja sama dengan
instansi terkait kesehatan, seperti Pukesmas, Dinas Kesehatan dan KPAD. Seperti
yang disampaikan oleh informan Mas Rizal dari KPAD sebagai berikut :
“iya mas iwama kerjasama dengan KPAD untuk perihal
sosialisasi hiv/aids, ya termasuk test vct rutin 3 bulanan mas, kalau
konsultasi kesehatan atau pengobatan gitu baru urusannya
Dinkes”
(Wawancara dengan Mas Rizal, pada Tanggal 20 Agustus 2018)
Pemeriksaan Kesehatan gratis disini termasuk dengan pemberian informasi
kesehatan dan konsultasi mengenai penyakit secara langsung dengan petugaspetugas yang dihadirkan pada saat arisan rutin setiap bulannya dari Pukesmas
terdekat ataupun Dinas Kesehatan Kab/Kota Madiun. Apabila ada waria yang ingin
berkonsultasi atau melakukan pemeriksaan diluar jadwal arisan maka bisa datang
ke Puskesmas yang telah ditunjuk. Seperti yang disampaikan oleh informan sebagai
berikut :
“Kalo mengenai test kesehatan vct 3 bulan sekali mas. Mereka
kadang datang di pukesmas yang ditunjuk, terkadang juga petugas
dari Dinas Kesehatan atau KPAD datang ke arisan setiap bulannya.
Jadi dalam acara iwama arisan yang berada dirumah anggota iwama
secara bergilir tersebut juga ada penyuluhan kesehatan mas, itu
semua dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para
waria anggota iwama. Selain itu juga menunjukan kepada
72
masyarakat sekitar bahwa waria itu bersih dari penyakit karena
selalu ada penyuluhan kesehatan dari dinas kesehatan atau kpad.”
(Wawancara dengan Ibu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018)
Test vct dilakukan untuk melihat kondisi kesehatan waria apakah terkena virus
HIV/AIDS atau tidak. hal ini dilakukan rutin per tiga bulanan pada kegiatan arisan
atau waria diperkenankan datang langsung ke kantor KPAD Kabupaten/Kota
Madiun. Hal ini dilakukan untuk terus memantau dan menjaga waria agar tidak
terkena virus HIV/AIDS. Jadi pada tahap ini waria disadarkan bahwa kesehatan itu
penting karena stigma buruk selama ini yang disematkan kepada waria adalah
sebagai sumber penyakit HIV/AIDS.
Merubah stigma tersebut dengan cara pemeriksaan kesehatan yang rutin dan
memastikan waria yang tergabung iwama sehat sehingga bisa mengikuti kegiatan
pemberdayaan dengan lancar agar penerimaan yang baik oleh masyarakat terhadap
waria benar-benar terwujud. Pembagian kondom dilakukan oleh iwama sebagai
antisipasi waria agar tidak tertular penyakit kelamin. Tidak dipungkiri karena
sebagai waria hubungan seksual sesama jenis juga merupakan kebutuhan batin yang
harus terpenuhi. Apalagi waria seringkali berganti-ganti pasangan dalam
melakukan hubungan seksual. Jelas tidak bisa mencegah kebutuhan batin tersebut,
maka iwama mencoba memfasilitasi dengan pemberian kondom rutin setiap
bulannya. Hal tersebut disampaikan pula oleh informan Mas W sebagai berikut :
“Makanya masih ada yang mangkal buat menuhin kebutuhan
rohani nya, soalnya cari orang yang mau diajak gituan sama waria
kan juga susah. Tapi komunitas kan ada pembagian kondom mas
jadi anak-anak walaupun memenuhi kebutuhan rohani tetap pakai
kondom mereka.”
(Wawancara dengan Mas W, pada Tanggal 2 Agustus 2018)
73
5.1.3 Pekerja Seni
Pada tahapan pelatihan terdapat pelatihan pekerja seni. Pekerja seni dipilih oleh
iwama sebagai pelatihan yang diajarkan dalam pemberdayaan ini karena menurut
iwama waria akan mudah mempelajari bidang-bidang kesenian ini sesuai dengan
minat dari waria tersebut. Ada beberapa bidang yang diajarkan dalam pelatihan
pekerja seni ini yang dapat dipilih oleh waria yang mengikuti pemberdayaan. Data
yang peneliti peroleh dari IWAMA terkait bidang-bidang pekerja seni yang
ditawarkan beserta pendampingnya tersebut antara lain sebagai berikut :
Jenis Pekerja Seni
Penata Rias
Pendamping Pemberdayaan
Mbak Lina
Dekorasi
Mas W
Ludruk
Mbak Nd
Campursari
Mas YY
Sinden
Mbak DL
Salon
Mbak AJ
MC
Pak G
Boga atau Catering
Mbak NC
Cucuk Lampah danTari
Mbak IL
Jahit Kebaya
Mas W
Sumber : Data IWAMA 2018
Pendamping pemberdayaan disini merupakan kordinator bidang kesenian
tersebut, untuk pendamping yang memberikan pelatihan tidak hanya satu orang saja
setiap bidang kesenian melainkan ada beberapa namun sebagai pendamping utama
ialah nama nama diatas.
74
Waria pada tahap ini diberikan kebebasan untuk memilih mau belajar mengenai
bidang pekerjaan seni yang mana sesuai yang mereka minati. Tidak ada paksaan
atau kewajiban harus mengikuti semua pelatihan bidang pekerja seni dikarenakan
iwama ingin waria yang mengikuti pemberdayaan pelatihan pekerja seni ini sesuai
dengan minat nya sendiri sehingga pemberdayaan ini dapat berjalan dengan efektif.
Hal tersebut disampaikan oleh informan kepada peneliti sebagai berikut :
“Pemilihan bidang bidang pelatihan itu diberikan hak kepada
waria yang akan mengikuti pelatihan. Mau mengikuti bidang
pelatihan tata boga, desainer, nari, nyanyi, tata rias, mc, dekorasi.
Semua sesuai keinginan waria tersebut. Di Iwama juga ada
pelatihan desainer baju baju karnaval gitu mas”
(Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018)
Lokasi pelatihan pekerja seni ini dilaksanakan secara kondisional ada yang di
basecamp iwama, ada pula yang dirumah dari para pendamping bidang kesenian
yang disebutkan diatas. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan saat pelatihan,
semisal pelatihan campursari atau dekorasi kan harus menggunakan peralatan yang
sudah tersedia di rumah pendamping tersebut.
5.1.4 Bekerja Bersama Komunitas
Setelah waria mengikuti tahapan-tahapan sebelumnya maka waria masuk pada
tahap berikutnya yaitu tahap bekerja bersama dengan komunitas. Jadi sebelumnya
waria sudah diperiksa kesehatan secara rutin jadi bisa dipastikan kesehatan waria
terjaga dan setelah itu waria juga sudah diberikan pelatihan sesuai minat mereka
masing-masing, maka pada tahap ini waria harus dipersiapkan agar bisa bekerja
bersama komunitas membaur dengan masyarakat.
Pelatihan pekerja seni yang diberikan merupakan pekerjaan jasa, maka dari itu
perlunya penerimaan masyarakat yang lebih baik terhadap waria nantinya
75
dilakukan dengan cara mengajak waria yang setelah pelatihan untuk bekerja
bersama komunitas dan dikenalkan kepada lingkungan masyarakat yang bekerja
pula dalam bidang pekerja seni. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan bidang pekerjaan seni yang telah diikuti, seperti halnya penata rias maka
akan diajak sebagai asisten penata rias. Begitu pula dengan bidang pekerjaan seni
yang lainnya.
Khusus karnaval IWAMA mewajibkan semua waria yang mengikuti
pemberdayaan untuk mengikuti dikarenakan menurut mereka karnaval merupakan
ruang untuk merubah stigma waria yang buruk menjadi lebih diterima dan dekat
dengan masyarakat karena masyarakat melihat karya yang ditampilkan waria. Hal
tersebut seperti yang dikatakan oleh informan Mbak Lina sebagai berikut :
“Pemkab/pemkot dengan kegiatan ludruk atau keseniannya.
Dinas pendidikan dan Kebudayaan dengan kegiatan karnaval,
kelurahan
dengan
kegiatan
olahraganya.
kegiatan
pemberdayaan yang dilakukan oleh iwama tentunya butuh
wadah atau panggung untuk menampilkan keahlian para waria
yang telah mengikuti pelatihan. Melalui kerja sama dengan
instansi pemerintah waria dapat tampil dan dekat dengan
masyarakat kan”
(Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018)
IWAMA sendiri telah memiliki grup pekerja seni yang sudah cukup punya
nama dilingkungan Karesidenan Madiun. Grup pekerja seni menjadi ruang bagi
waria yang mengikuti pemberdayaan masuk pada tahap pemberdayaan ikut bekerja
bersama komunitas. Grup pekerja seni itu ada beberapa dengan bidang kesenian
yang berbeda. Antara lain grup ludruk GSM (Glamor Seniman Seniwati Madiun
dan grup cucuk lampah Wandu Lawu.
76
5.2 Teori ACTORS Pada Strategi Pemberdayaan Waria oleh IWAMA
Dalam menangani permasalahan para waria di Karesidenan Madiun perlu
menggunakan pemberdayaaan. Namun strategi pemberdayaan yang tepat dan
sesuai dalam menangani permasalahan waria disana adalah strategi pemberdayaan
yang bersifat bottom up seperti strategi pemberdayaan yang dikemukakan oleh
Sarah Cook dan Steve Macaulay yaitu Teori pemberdayaan ACTORS. Asumsi
dasar Teori ACTORS ini adalah masyarakat dipandang sebagai subyek yang dapat
melakukan perubahan dengan cara membebaskan seseorang dari kendali atau
peraturan yang kaku dan memberikannya kebebasan untuk bertanggung jawab
terhadap keputusan-keputusan, ide-ide dan tindakan-tindakannya (Maani, 2011).
Pemberdayaan yang dimaksudkan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay lebih
mengarah pada pendelegasian secara sosial dan etika/moral, antara lain: mendorong
adanya ketabahan,
mendelegasikan wewenang sosial,
mengatur kinerja,
mengembangkan organisasi (baik itu lokal maupun eksteren), menawarkan
kerjasama, berkomunikasi secara efisien, mendorong adanya inovasi, dan
menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Dengan menggunakan konsep
pemberdayaan yang ditawarkan Sarah Cook dan Steve Macaulay ini, maka
perubahan yang akan dihasilkan merupakan suatu perubahan yang bersifat
terencana karena input yang akan digunakan dalam perubahan telah diantisipasi
sejak dini sehingga output yang akan dihasilkan mampu berdaya guna secara
optimum.
Dalam strategi pemberdayaan Teori ACTORS milik Sarah Cook dan Steve
Macaulay didalamnya
terdapat
input
dan output
pemberdayaan.
Input
pemberdayaan merupakan strategi-strategi yang harus ada dan dilakukan dalam
77
melakukan pemberdayaan, didalam input terdapat enam strategi yang harus ada dan
dilakukan dalam pemberdayaan diantaranya yaitu Authority, Confidence dan
Competence, Trust, Opportunity, Responsibility, Support. Sedangkan pada Output
pemberdayaan akan terdapat beberapa output yang akan dicapai apabila
pemberdayaan tersebut berjalan dengan baik antara lain pengakuan diri, percaya
diri, kemandirian diri.
Enam strategi pemberdayaan dalam Teori ACTORS memiliki tujuan masingmasing antara lain, Authority atau wewenang pemberdayaan dilakukan dengan
memberikan kepercayaan kepada waria untuk melakukan perubahan yang
mengarah padaperbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Dengan demikian
mereka merasa perubahan yang dilakukan adalah hasil produk dari keinginan
mereka untuk menuju perubahan yang lebih baik. Berikutnya Confidence and
compentence atau rasa percaya diri dan kemampuan diri, pemberdayaan dapat
diawali dengan menimbulkan dan memupuk rasa percaya diri serta melihat
kemampuan bahwa waria sendiri dapat merubah keadaan. Strategi pemberdayaan
ketiga Trust atau keyakinan, untuk dapat berdaya menimbulkan keyakinan bahwa
dirinya memiliki potensi untuk dikembangkan.
Berikutnya Opportunity atau kesempatan, yakni memberikan kesempatan
kepada waria untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat
mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Strategi berikutnya
Responsibility atau tanggung jawab, maksudnya perlu ditekankan adanya rasa
tanggung jawab pada waria terhadap perubahan yang dilakukan. Strategi
pemberdayaan yang terakhir ialah Support atau dukungan, perlu adanya dukungan
78
dari berbagai pihak agar proses perubahan dan pemberdayaan dapat menjadikan
waria ‘lebih baik’. Dalam hal ini dukungan diharapkan selain dari sisi sosial,
ekonomi dan budaya juga dukungan dari berbagai stake holders yang dilakukan
secara simultan tanpa dominasi oleh salah satu pihak.
Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap para informan. Ikatan
Waria Madiun (IWAMA) melakukan strategi pemberdayaan yang terdapat dalam
Teori ACTORS Sarah Cook dan Steve Macaulay. Semua strategi pemberdayaan
yang terdapat pada input Teori ACTORS dilakukan oleh pengurus Ikatan Waria
Madiun dalam melakukan pemberdayaan kepada para waria di Karesidenan
Madiun.
5.2.1 Kewenangan waria untuk menuju perubahan yang lebih baik
Permasalahan waria di Karesidenan Madiun yang begitu komplek dan butuh
penanganan yang tepat disikapi oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dengan
melakukan kegiatan pemberdayaan terhadap waria. Pemberdayaan yang dilakukan
oleh Ikatan Waria Madiun menggunakan strategi pemberdayaan dalam teori
ACTORS yang dikemukakan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay. Pada sub bab
ini peneliti akan menjelaskan mengenai Authority dalam pemberdayaan yang
dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun pada waria di Karesidenan Madiun. Dalam
Teori ACTORS Authority atau wewenang adalah pemberdayaan dilakukan dengan
memberikan kepercayaan wewenang kepada waria untuk melakukan perubahan
yang mengarah pada perbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Seperti yang
dikatakan Mas W :
“jadi kalo anak anak mau ikut pelatihan bagaimana menjahit
baju kebaya karnaval atau dekorasi pernikahan biasanya melalui
79
saya. Tapi untuk memilih bidangnya itu dikembalikan ke mereka
sendiri mas mau ikut yang mana”
(Wawancara dengan Mas W, pada tanggal 2 Agustus 2018)
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa dari IWAMA sendiri juga
memberikan kewenangan kepada waria untuk memilih bidang keahlian yang
mereka inginkan. Jadi Ikatan Waria Madiun (IWAMA) hanya menawarkan
kegiatan pemberdayaan dengan memberikan berbagai pelatihan seni dan budaya,
antara lain: penari, mc, cucuk lampah, sinden, penata rias, ludruk, penata dekorasi
pernikahan. Berbagai pelatihan seni dan budaya itu ditawarkan kepada para waria
namun waria sendiri yang memilih atau memutuskan pada bidang seni mana yang
akan diikuti pelatihannya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Mbak IL:
“Pemilihan bidang bidang pelatihan itu diberikan hak kepada
waria yang akan mengikuti pelatihan. Mau mengikuti bidang
pelatihan tata boga, desainer, nari, nyanyi, tata rias, mc, dekorasi.
Semua sesuai keinginan waria tersebut. Di Iwama juga ada
pelatihan desainer baju baju karnaval gitu mas”
(Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018)
Mbak IL selaku wakil ketua IWAMA mengatakan hal yang sama, yaitu
IWAMA menyediakan bidang-bidang keahlian namun waria sendiri yang
menentukan bidang keahlan yang mereka inginkan. Hal ini dilakukan karena saat
waria memilih bidang keahlian yang mereka sukai maka mereka akan lebih
menekuni hal tersebut dengan senang hati tanpa terpaksa sehingga keahlian mereka
akan maksimal. Jadi intinya tidak semua pelatihan seni wajib diikuti melainkan
wewenang itu diberikan sepenuhnya pada para waria untuk memilih sesuai dengan
keinginannya sendiri. Hal itu dilakukan agar pemberdayaan yang diikuti merupakan
hasil keinginan para waria itu sendiri sehingga pemberdayaan berjalan dengan baik
dan tidak ada keterpaksaan dalam mengikutinya.
80
5.2.2 IWAMA Menumbuhkan Rasa Percaya Diri dan Menyadarkan
Kemampuan Diri Waria
Strategi pemberdayaan dalam Teori ACTORS yang dikemukan oleh Sarah
Cook dan Steve Macaulay berikutnya adalah Confidence and compentence atau
rasa percaya diri dan kemampuan diri, pemberdayaan dengan menimbulkan dan
memupuk rasa percaya diri pada waria. Pada strategi pemberdayaan ini IWAMA
menumbuhkan rasa percaya diri para waria di Karesidenan Madiun dan
menyadarkan kemampuan diri atau potensi yang dimiliki para waria tersebut. Hal
tersebut seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut :
“anggota baru wajib ikut karnaval mas, soalnya di karnaval
waria bisa berdandan kayak perempuan dengan bebas mas, jadi
iwama pengennya waria bisa pede sama penampilannya dilihat
orang banyak, apalagi kalau karnaval kan penampilan waria ada
yang bagus kostumnya ada yang lucu lucu itu kan menghibur mas,
jadine orang orang suka pas liat kami mas, ada yang ngajakin foto
juga”
(Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018)
Apabila dilihat dari wawancara diatas menjelaskan bahwa Ikatan Waria
Madiun (IWAMA) menumbuhkan rasa percaya diri para waria dan menyadarkan
kemampuan diri atau potensi yang dimiliki para waria tersebut dengan cara
mengikutsertakan para waria ini dengan kegiatan-kegiatan publik yang dihadiri
oleh masyarakat. Ikatan Waria Madiun mengikuti kegiatan-kegiatan publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah daerah seperti halnya karnaval. Pada karnaval ini
para waria diikutsertakan agar menunjukan kemampuan diri dan potensi yang
dimiliki para waria dari segi kreaktifitas dalam membuat desain pakaian yang
digunakan untuk mengikuti karnaval dan potensi dirinya dalam menggunakan alatalat tata rias.
81
Selain itu untuk menumbuhkan rasa percaya diri dari para waria maka para
waria ini diajak berjalan berlenggak lenggok seperti halnya model profesional
memutari kota dengan pakaian dan make up sesuai dengan tema karnaval. Hal itu
dapat menyadarkan potensi dan kemampuan dari para waria serta dapat
menumbuhkan rasa percaya diri para waria tersebut, karena tetap menunjukan
penampilan dirinya yang waria didepan masyarakat yang ramai. Hal ini merupakan
strategi dari IWAMA agar waria dapat berbaur dengan masyarakat serta
menunjukan kemampuan potensi yang waria miliki sehingga penerimaan
masyarakat terhadap para waria menjadi lebih baik.
Ikatan Waria Madiun dalam menyadarkan kemampuan dan menumbuhkan rasa
percaya diri para waria juga mengikutsertakan para waria ini dalam kegiatankegiatan publik lainnya seperti kegiatan keolahragaan, hiburan bersih desa, ludruk
yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah desa seKaresidenan Madiun. Seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut :
“waria kan ada yang bisa main voli mas, hla itu kita sering ada
undangan buat ngisi hut acaranya lomba voli mas, kita selalu tunjuk
anak anak baru itu mas, apalagi yang muda muda mereka kan bisa
lah kalau voli walaupun ga pinter banget tapi volinya beda mas, kami
main voli tapi dandanan cewek mas musuhnya dari warga sekitar
yang ngundang, jadi diliat kan unik menghibur buat warga, kalau
buat iwama kegiatan kayak gitu bisa jadi sarana waria yang baru
baru munculin percaya diri ga malu sama penampilannya kan
sebelum gabung iwama kebanyakan mereka mau muncul ditengah
masyarakat pakai dandanan perempuan malu mas”
(Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018)
5.2.3 IWAMA meyakinkan waria
Strategi pemberdayaan yang dikemukan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay
berikutnya dalam teori ACTORS ialah Trust atau keyakinan. Keyakinan dalam teori
ini menjelaskan bagaimana pemberdayaan dilakukan dengan cara memberikan
82
keyakinan bahwa dirinya memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Trust atau
Keyakinan diberikan pada saat kegiatan arisan bulanan yang dihadiri oleh seluruh
anggota Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Hal tersebut sesuai dengan yang
dikatakan Bu Erna:
“Ya kita himbau kita mengajak awalnya untuk datang ke arisan
kumpul ketemu sama waria yang lain. Kita beri pengarahan kan ga
semata mata kita menjaring mereka mas. Ayo ikut arisan aja enggak
papa nanti temennya banyak disana. Ya mereka merasa setelah
datang kesana orang orang seperti mereka dimasyarakat ada
nilainya lah ga dipandang sebelah mata, ketika masuk di iwama ga
diperolok orang seperti halnya diluar sebelum mereka masuk”
(Wawancara dengan Bu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018)
Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa salah satu strategi yang
dilakukan IWAMA untuk menumbuhkan keyakinan waria yaitu dengan mengajak
atau mengikutsertakan waria pada kegiatan arisan IWAMA agar mereka merasa
bahwa mereka tidak sendirian tetapi memiliki banyak teman dan juga mendapatkan
pandangan yang baik dari masyarakat sehingga dengan demikian Keyakinan akan
masa depan mereka pun mulai tumbuh. Hal ini juga sejalan dengan apa yang
diucapkan Mbak AJ:
“Waria waria anggota baru iwama awal masuk tidak
diharuskan memiliki skill mengenai pekerja seni jadi iwama terbuka
untuk waria-waria anggota baru. Nanti dalam arisan anggotaanggota baru dikenalkan dengan pengurus iwama yang cukup
mapan dikarenakan menjadi pekerja seni. Jadi anggota baru dapat
mengetahui bahwa sebagai waria juga dapat hidup mapan
berkecukupan dan sudah ada contohnya. Nantikan mereka percaya
dan tertarik pengen juga kan mas. Baru kita kasih tau caranya ikut
kegiatan pelatihannya”.
(Wawancara dengan Mbak AJ, pada Tanggal 31 Juli 2018)
Hasil wawancara di atas memperlihatkan bahwa cara IWAMA untuk
menumbuhkan keyakinan waria dengan mengajak mereka untuk ikut arisan. Pada
saat arisan tersebut terdapat kegiatan pengenalan dan pendekatan melalui cerita
83
pengalaman hidup para waria-waria yang lebih senior dan yang dianggap sudah
sukses setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan. Kegiatan arisan dan berbagi
pengalaman ini dilakukan IWAMA dengan maksud agar waria-waria menjadi
termotivasi dan yakin bahwa menjadi seorang waria juga bisa memiliki potensi
yang dapat dikembangkan sehingga mampu merubah kehidupannya menuju ke arah
yang lebih baik dan menjadi sukses baik dalam hal ekonomi maupun dalam hal
kehidupan bermasyarakat.
5.2.4 Kesempatan waria untuk kerja
Pada sub bab ini peneliti ingin menjelaskan strategi pemberdayaan yang
dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dilihat dari Teori pemberdayaan
ACTORS Opportunity. Kesempatan atau Opportunity yang dimaksud dalam teori
ini adalah memberikan kesempatan kepada waria untuk memilih segala sesuatu
yang mereka inginkan sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi
yang mereka miliki. Jadi setelah waria diberikan beberapa pilihan pemberdayaan
melalui pelatihan seni dan budaya yang sesuai minat dan potensi para waria
tersebut, waria dikuatkan atau diyakinkan bahwa setelah mengikuti pelatihan
bidang seni budaya yang dilakukan oleh IWAMA waria perlu diberikan
kesempatan untuk mengaplikasikan bakat serta potensinya apa yang dipelajari nya
melalui dunia kerja, sehingga adanya pendapatan yang diperoleh oleh para waria
tersebut. Pemberian kesempatan untuk bekerja ini sesuai dengan yang dikatakan
Mbak Lina:
“Untungnya ya kami diberi ruang untuk tampil ditengah
masyarakat tentunya itu berguna untuk memberikan semangat bagi
para waria agar berani menampilkan karya dan keahliannya. Jika
seringkali masyarakat melihat hasil karya atau prestasi yang dimiliki
84
waria anggota iwama tentunya penghinaan masyarakat terhadap
waria semakin berkurang dan penerimaan masyarakat terhadap
waria semakin membaik. Tidak ada lagi diskriminasi yang dialami
waria”
(Wawancara dengan Mbak Lina, pada Tanggal 4 Agustus 2018)
Berdasarkan wawancara di atas dari IWAMA sendiri memberikan ruang
kepada waria agar mereka memiliki kesempatan untuk menampilkan hasil karya
mereka kepada masyarakat. Dengan diberikanya kesempatan ini maka selain waria
mendapatkan pekerjaan mereka juga dapat berbaur dengan masyarakat sehingga
stigma buruk masyarakat yang selama ini melekat pada waria akan berkurang.
Dengan diberikannya kesempatan ini maka masyarakat tidak lagi menganggap hina
waria, tapi masyarakat akan lebih melihat pada hasil karya dan prestasi waria.
Namun muncul permasalahan yang terjadi dalam melakukan pemberdayaan
ialah setelah diberikannya pelatihan, kegiatan pemberdayaan itupun dianggap
sudah selesai dan tidak diberikannya kesempatan agar orang yang telah diberikan
pelatihan tersebut dapat menggunakan apa yang dia pelajari untuk bekerja dan bisa
merubah taraf hidupnya menjadi lebih baik. Dikarenakan tidak diberikannya
kesempatan untuk masuk dunia kerja setelah pemberdayaan mengakibatkan banyak
kegiatan pemberdayaan yang dilakukan namun sia-sia karena gagal dan tidak
berdampak pada yg diberdayakan. Ikatan Waria Madiun melihat bahwa kesempatan
kerja itu merupakan hal yang penting untuk para waria dikarenakan waria seringkali
kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga IWAMA pun juga harus
menggandeng beberapa instansi maupun orang agar memberikan kesempatan kerja
kepada waria. Seperti halnya yang disampaikan oleh Mbak Lina:
“dengan strategi merangkul ibu ibu perias dalam hal ini
mengajak kerja sama tentunya membantu waria yang setelah
85
mengikuti pelatihan dapat bekerja kepada perias ibu ibu tadi. Jadi
iwama tidak hanya sekedar memberikan pelatihan saja mas, tapi
dicarikan pula bekerja dimana nya mas”
(Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018)
Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa salah satu cara IWAMA
memberikan kesempatan kerja pada waria yaitu dengan menggandeng para perias
agar mereka hendaknya memperkerjakan waria. Dengan cara-cara seperti ini waria
tidak hanya mengikuti pelatihan saja akan tetapi mereka juga bisa bekerja dan
mempraktekkan keahlian yang mereka dapat pada saat pelatihan. Pemberian
kesempatan kerja ini sejalan dengan apa yang diucapkan oleh Bu Erna:
“Semisal kayak saya kan perias tenaga utama yang jadi
asisten rias saya ya dari para waria dari iwama yang sudah selesai
mengikuti pelatihan. Jadi bisa tersalurkan apa yang dipelajari
ketika mengikuti kegiatan pemberdayaan”
(Wawancara dengan Bu Erna, pada Tanggal 7 Agustus 2018)
Hasil wawancara ini juga sama dengan yang disampaikan Mbak Lina. Di sini bu
Erna juga mengatakan bahwa dirinya memberikan kesempatan kerja kepada waria
untuk menjadi asisten perias utama. Selain mendapatkan pekerjaan para waria akan
terus berkembang kemampuan meriasnya dengan menjadi asisten perias, mereka
akan dapat terus belajar pada perias utama.
5.2.5 Menjadi waria yang bertanggung jawab
Strategi pemberdayaan berikutnya pada input teori ACTORS ialah
Responsibility. Penjelasan Responsibility atau tanggung jawab dalam Teori
ACTORS ini ialah perlunya ditekankan adanya rasa tanggung jawab pada waria
terhadap perubahan yang dilakukan. Pemberdayaan yang dilakukan para waria
tentunya untuk menjadikan para waria tersebut berubah ke taraf hidup yang lebih
baik dan diterima dengan lebih oleh masyarakat. Strategi pemberdayaan ini
86
dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dengan cara IWAMA menekankan
tanggung jawab pada para waria yang bersedia mengikuti kegiatan pemberdayaan.
Berikut penjelasan informan pada peneliti saat wawancara.
Penjelasan bentuk tanggung jawab yang ditekankan oleh Ikatan Waria Madiun
pada para waria dengan cara para waria ditekankan agar melakukan hubungan
seksual yang aman dengan menggunakan kondom agar terhindar dari penyakit.
Selain itu test vct rutin juga diwajibkan bagi waria seluruh anggota iwama. Jadi
melalui strategi ini nantinya para waria tetap bertanggung jawab menjaga
kesehatannya sekaligus untuk melawan stigma buruk masyarakat yang mengira
waria sumber penyakit. Hal tersebut dijelaskan oleh informan pada saat melakukan
wawancara dengan peneliti sebagai berikut :
“Kalau gabung dengan iwama mereka wajib mengikuti
kegiatan iwama mas, seperti test vct biar bisa diperiksa terus
menerus terkena HIV apa enggak, terus kalau mau hubungan sama
pasangannya wajib pakai kondom mas, soalnya mereka sering
ganti ganti pasangan mas mangkanya pemakaian kondom kita
wajibkan dan kita juga ada kegiatan bagi kondom waktu arisan
gitu biar ga tertular penyakit juga kan mas”
(Wawancara dengan Mbak AJ, pada Tanggal 31 Juli 2018)
Hal senada juga disampaikan oleh informan Mas W sebagai berikut :
“Dandan itu kebutuhan jasmani kan mas, mereka dandan
kayak perempuan, kalau hubungan badan itu kebutuhan rohani
mas, udah sepaket mas kalau waria, kan perlu dipenuhi semua
kebutuhan jasmani dan rohani nya. Makanya masih ada yang
mangkal buat menuhin kebutuhan rohani nya, soalnya cari orang
yang mau diajak gituan sama waria kan juga susah. Tapi
komunitas kan ada pembagian kondom mas jadi anak-anak
walaupun memenuhi kebutuhan rohani tetap pakai kondom
mereka.”
(Wawancara dengan Mas W, pada Tanggal 2 Agustus 2018)
87
5.2.6 Dukungan berbagai pihak dalam melakukan pemberdayaan waria
Dalam penerapan input strategi pemberdayaan teori ACTORS yang terakhir
adalah support (dukungan). Pemberdayaan waria yang dilakukan oleh Ikatan Waria
Madiun (IWAMA) juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Dukungan
tersebut semakin menguatkan dan membantu pemberdayaan yang dilakukan. Ada
beberapa pihak yang memberikan dukungan dalam pemberdayaan ini diantaranya
yaitu Komisi Penangulangan AIDS Daerah (KPAD), Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Madiun, Dinas Kesehatan melalui Pukesmas. Dengan
banyaknya dukungan yang diberikan berbagai pihak diharapkan mampu
memfasilitasi waria agar menjadi mandiri dan percaya diri.
Dukungan pertama dari Dinas Kesehatan Kota Madiun pada pemberdayaan
yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ialah dengan memberikan
kemudahan akses pelayanan kesehatan melalui 2 pukesmas yang ditunjuk langsung
sebagai pelayanan kesehatan bagi para waria. Hal ini sesuai dengan apa yang
dikatakan oleh Mbak Lina berikut:
“Kesehatan kami masih rutin kerjasama dengan dinas
kesehatan kota dan kabupaten, selama ini masih madiun, tapi
saya sendiri sudah kerja sama dengan dinas kesehatan seluruh
kabupaten, ponorogo, ngawi, magetan, madiun kabupaten.
Semua masih berjejaring. kerja sama ini juga saling mendukung
dalam kegiatan pemberdayaan yang dilakukan iwama. Dinas
kesehatan memberikan cek kesehatan gratis setiap bulan pada
anggota iwama. Jadi waria yang bergabung di iwama selain
mendapatkan pelatihan kesenian juga mendapatkan cek
kesehatan gratis. Hal ini dilakukan agar menjelaskan kepada
masyarakat bahwa waria itu bersih dari penyakit yang selama
ini dituduhkan”
(Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018)
Dari hasil wawancara di atas dihasikan bahwa pengecekan kesehatan secara
gratis ini selain menunjang program pemberdayaan IWAMA juga untuk
88
menunjukkan kepada masyarakat bahwa waria itu bersih dari penyakit yang
menular seperti HIV AIDS. Hal ini dilakukan agar masyarakat semakin paham
bahwa tidak semua waria itu berpenyakit, agar masyarakat tidak lagi menjauhi dan
mendiskriminasi para waria.
Selain dukungan dari dinas kesehatan dukungan lain datang dari Dinas
Kebudayaan dan Dinas Pariwisata yang berasal dari Pemkot Madiun maupun
Pemkab Madiun. Dukungan tersebut dengan mengajak para waria IWAMA untuk
mengikuti dan memeriahkan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh dinasdinas tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Mbak Lina:
“Pemkab/pemkot dengan kegiatan ludruk atau keseniannya.
Dinas pendidikan dan Kebudayaan dengan kegiatan karnaval,
kelurahan
dengan
kegiatan
olahraganya.
kegiatan
pemberdayaan yang dilakukan oleh iwama tentunya butuh
wadah atau panggung untuk menampilkan keahlian para waria
yang telah mengikuti pelatihan. Melalui kerja sama dengan
instansi pemerintah waria dapat tampil dan dekat dengan
masyarakat kan”
(Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018)
Hasil wawancara di atas memperlihatkan bahwa IWAMA mendapatkan ruang
dan dukungan dari dinas pendidikan dan kebudayaan untuk menampilkan hasil
karya mereka pada saat acara karnaval. Dengan dilibatkannya waria pada saat acara
karnaval maka waria akan semakin dekat dengan mayarakat sehingga anggapan
buruk terhadap waria pun dapat dikurangi. Di acara karnaval ini masyarakat dapat
melihat bahwasanya menjadi seorang waria itu juga bisa memiliki suatu karya. Hal
ini yang sama dikatakan oleh Bu Erna:
“Ya ada pihak pihak instansi pemerintah dari Pemkab
ataupun Pemkot memberikan dukungan terhadap pemberdayaan
iwama. Bahkan kelurahan desa gitu juga sering memberikan kita
tempat untuk tampil dimasyarakat.”
89
(Wawancara dengan Bu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018)
Bu Erna disini juga mengatakan hal yang sama bahwa waria diberikan dukungan
serta ruang untuk mereka tampil di masyarakat. Hal ini dilakukan agar waria sendiri
memiliki ruang dan panggung untuk mereka berekspresi dan berkarya supaya
semakin diterima di dalam masyarakat.
Dukungan terakhir diberikan oleh Komisi Penanggulangan Aids Daerah
(KPAD). Disini IWAMA menggandeng KPAD untuk melakukan kegiatan test vct
secara gratis pada saat kegiatan arisan, hal tersebut dilakukan untuk memberikan
penjelasan pada lingkungan masyarakat sekitar bahwa waria bukan merupakan
orang yang berpenyakit apalagi penyebar HIV/AIDS. Jadi setiap acara arisan
bulanan tersebut petugas dari KPAD turut hadir untuk memberikan test vct dan
membagikan informasi kesehatan bagi para waria, hal itu tentu memberikan kesan
bahwa kegiatan para waria ini bersih dan sehat. Seperti yang dikatakan oleh Bu
Erna :
“Kalo mengenai test kesehatan 3 bulan sekali mas. Mereka
kadang datang di pukesmas yang ditunjuk, terkadang juga petugas
dari Dinas Kesehatan atau KPAD datang ke arisan setiap bulannya.
Jadi dalam acara iwama arisan yang beradadirumah anggota iwama
secara bergilir tersebut juga ada penyuluhan kesehatan mas, itu
semua dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para
waria anggota iwama. Selain itu juga menunjukan kepada
masyarakat sekitar bahwa waria itu bersih dari penyakit karena
selalu ada penyuluhan kesehatan dari dinas kesehatan atau kpad.”
(Wawancara dengan Ibu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018)
Dukungan yang diberikan KPAD dan dinas kesehatan sebenarnya hampir
sama. Namun, kalau dari KPAD ini sendiri tidak hanya melakukan pemeriksaan
dan pengecekan kesehatan saja, tetapi juga melakukan test vct setiap 3 bulan sekali.
90
Hal ini diberikan lagi-lagi untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa waria itu
bersih dari penyakit menular.
Untuk waria yang sudah terkena penyakit HIV atau biasa disebut ODHA
mereka akan didampingi oleh IWAMA. Seperti yang dikatakan oleh Mbak Lina
berikut ini :
“Bentuk dukungan berikutnya iwama diminta menjadi
pendamping odha. Dulu saya yang mewakili iwama untuk
pendamping odha dinas kesehatan se-karesidenan madiun. Karena
semakin banyak saya mintanya masing masing kota ada satu tenaga
sendiri pendamping odha”
(Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018)
Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa ODHA membutuhkan
pendampingan, karena pemahaman masyarakat mengenai penyakit HIV AIDS
sangatlah kurang. Para ODHA biasanya dikucilkan dan dijauhi oleh masyarakat
karena mereka takut akan tertular. Fungsinya pendampingan ini sekaligus
mengedukasi masyarakat bahwa penyakit HIV/AIDS itu tidak serta merta dapat
menular saat kita duduk berdekatan maupun hanya sekedar berbicara.
Sebenarnya inti dari semua dukungan yang diberikan kepada waria ini untuk
memberikan ruang kepada waria agar mereka dapat mengaplikasikan pelatihan
yang selama ini mereka dapat dalam bentuk karya. Karya-karya mereka ini
ditampilkan ditengah-tengah masyarakat dengan tujuan agar waria ini dapat berbaur
kemasyarakat dan mendapat pandangan yang baik. Sehingga anggapan terhadap
waria yang selama ini buruk dapat berkurang dan tidak lagi terjadi diskriminasi
terhadap para waria.
91
5.3 Keadaan Waria Setelah Mengikuti Pemberdayaan IWAMA
Keadaan waria setelah mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA dapat dilihat
melalui output dari Teori ACTORS yaitu Self Respect (Pengakuan diri), Self
Confidence (Keprcayaan diri), Self Reliance (Kemandirian). Apabila dilihat melalui
Teori ACTORS ini pemberdayaan yang dilakukan IWAMA dianggap efektif dan
berhasil ketika indikator input teori terpenuhi dalam proses pemberdayaan, selain
itu output teori mampu dihasilkan setelah para waria mengikuti pemberdayaan yang
dilakukan IWAMA.
Pada penelitian ini output pemberdayaan yang harus terpenuhi itu antara lain
Pertama, pengakuan diri oleh para waria itu sendiri bahwa terdapat perubahan
positif yang para waria itu rasakan setelah mengikuti pemberdayaan. Kedua, Para
waria memiliki kepercayaan diri bahwa menjadi seorang waria bukanlah sesuatu
yang memalukan di dalam masyarakat karena mereka juga bisa memiliki karya
yang bisa dibagikan dan dibanggakan. Terakhir, Para waria memiliki kemandirian
secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini setelah mengikuti
pemberdayaan waria dapat bekerja sebagai pekerja seni.
5.3.1 Pengakuan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan
Pada sub bab ini peneliti akan menjelaskan keadaan para waria setelah
mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA dilihat menggunakan teori ACTORS pada
tataran output pemberdayaan. Indikator pertama dalam output teori ACTORS
adalah Self Respect. Self Respect apabila dikaitkan dengan penelitian ini maka
adanya pengakuan diri bahwa terdapat perubahan positif yang para waria itu
rasakan setelah mengikuti pemberdayaan. Pengakuan diri ini ditekankan pada
92
terdapatnya pengakuan dari waria mengenai perubahan positif dari sebelum
pemberdayaan dan setelah pemberdayaan. Seperti yang dikatakan oleh informan
berikut ini :
“Pas awal dandan kayak wanita itu jadi omongan tetangga
mas, ada yang ngatain ada yang bilang masa depan suram banyak
yang ngejauhin mas apalagi orang-orang sekitar yang dulu deket,
tetapi sekarang kan sudah kerja asisten rias manten mas karena
habis dilatih di IWAMA. Orang-orang yang dulu ngejauhin dan
ngatain aku akhirnya pada tau aku sering ngrias dimantenan kan
sekarang malah pada muji dan sering minta tolong rias ke aku juga
tiap ada acara mas.”
(Wawancara dengan Mbak ZZ, pada tanggal 18 Agustus 2018)
Pengakuan diri berikutnya dari informan yang juga mengikuti pemberdayaan
oleh iwama yaitu Mbak NR, yang informan sampaikan sebagai berikut :
“Setelah ikut pemberdayaan dan menjadi pekerja seni
sekarang aku jadi lebih dihargai dan dipandang lah mas sama
tetangga dan orang-orang, sudah enggak kayak dulu lagi sikapnya
tetangga sama aku, dulu kan aku dikatain bencong kalau sekarang
lebih dikenal atau orang manggilnya mbak NR penari”
(Wawancara dengan Mbak NR, pada tanggal 14 Agustus 2018)
Dari hasil wawancara yang disampaikan oleh informan Mbak ZZ diketahui
bahwa terdapat pengakuan diri darinya mengenai perubahan yang positif, dimana
yang sebelumnya dirinya dihina dan dijauhi karena berdandan seperti wanita.
Setelah mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA dan sekarang bekerja sebagai
asisten penata rias yang kerap bekerja merias di mantenan membuat orang-orang
yang dulu menjauhinya dan menghinanya berbalik memuji dan datang padanya
untuk menggunakan jasa riasnya.
Pengakuan diri adanya perubahan positif lainnya disampaikan oleh informan
Mbak NR. Informan Mbak NR yang sebelumnya takut untuk keluar rumah karena
penerimaan masyarakat yang buruk terhadap dirinya yang seorang waria dan sering
93
kali dipanggil atau dikatai bencong ataupun genggek oleh tetangga sekitar
rumahnya, setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA dan sekarang
sudah bekerja sebagai penari dan cucuk lampah membuatnya lebih dihargai dan
dipandang oleh tetangga dan masyarakat sekitar.
Pengakuan diri adanya perubahan positif terkait penerimaan masyarakat
terhadap waria dari informan Mbak ZZ dan Mbak NR selaku waria yang mengikuti
kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA ini menunjukan bahwa
indikator dalam output pemberdayaan teori ACTORS yaitu Self Respect
(pengakuan diri) mampu dihasilkan dari pemberdayaan waria oleh IWAMA.
5.3.2 Kepercayaan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan
Keadaan waria
berikutnya
setelah
mengikuti pemberdayaan dilihat
menggunakan indikator kedua dari ouput pemberdayaan teori ACTORS. Indikator
kedua ini adalah Self Confidence, apabila dikaitkan dengan penelitian ini maka
adanya kepercayaan diri bahwa menjadi seorang waria bukanlah sesuatu yang
memalukan di dalam masyarakat karena mereka juga bisa memiliki karya yang bisa
dibagikan dan dibanggakan. Kepercayaan diri ini ditekankan pada adanya
perubahan sikap kepercayaan diri dari waria sebelumnya kurang percaya diri
berubah menjadi percaya diri setelah mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA
Madiun. Hal ini diungkapkan oleh informan sebagai berikut :
“awalnya kalau mau keluar rumah sempet malu kan mas, mau
dandan cewek gini, sekarang udah ga malu mas soalnya lebih
dikenal sebagai penari atau cucuk lampah, jadi sekarang walaupun
dandanku gini tapikan sesuai dengan kerjaaan kan mas. Jadi kalau
mau keluar rumah jadi lebih berani sekarang.”
(Wawancara dengan Mbak NR, pada tanggal 14 Agustus 2018)
Hal yang sama juga disampaikan oleh informan sebagai berikut :
94
“ya kalau sekarang lebih pede sih mas penampilan seperti ini
kan banyak temannya yang sama lah di iwama, apalagi jadi asisten
rias kan ya kerjanya sama warga kan mas, dipemberdayaan
sebelumnya kita sudah dilatiih buat tampil dilihatin warga kan
mas”
(Wawancara dengan Mbak ZZ, pada tanggal 18 Agustus 2018)
Dari hasil wawancara diatas memperlihatkan bahwa keadaan waria setelah
mengikuti pemberdayaan menjadi lebih percaya diri dalam memandang dirinya
sendiri. Seperti halnnya informan Mbak NR yang percaya diri dengan berdandan
seperti perempuan karena sekarang pekerjaan dirinya sebagai penari atau cucuk
lampah yang setiap kerja juga berpenampilan perempuan. Begitu pula informan
Mbak ZZ menjelaskan bahwa lebih percaya diri dengan penampilannya saat bekerja
karena sudah dilatih tampil dilihatin warga seperti waktu karnaval. Jadi indikator
Self Confidence ini mampu dihasilkan dari ouput pemberdayaan yang dilakukan
oleh IWAMA.
5.3.3 Kemandirian diri waria setelah mengikuti pemberdayaan
Indikator terakhir dalam melihat efektif atau tidaknya pemberdayaan melalui
ouput teori ACTORS adalah Self Reliance. Self Reliance dalam penelitian ini yaitu
para waria memiliki kemandirian secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya,
dalam hal ini setelah mengikuti pemberdayaan waria dapat bekerja sebagai pekerja
seni. Pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA ini mengarahkan para waria
untuk menjadi pekerja seni sesuai bidang yang diminati masing-masing waria. Hal
tersebut seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut :
“Ya sekarang lebih mandiri mas punya uang sendiri dari hasil
kerja, dulu daftar kerja kemana aja dengan penampilan seperti ini
kan ditolak kan, kalau sekarang habis ikut pelatihan di IWAMA
dengan penampilan kayak gini malah jadi rejeki hlo”
(Wawancara dengan Mbak NR, pada tanggal 14 Agustus 2018)
95
Hal yang sama juga disampaikan oleh informan lainnya sebagai berikut :
“dulu kan aku kerja nya jauh di surabaya kan mas, sekarang
sudah punya keahlian jadi asisten rias sama cucuk lampah ya
kerjanya muter madiun sini aja ya alhamdulillahnya cukup kok buat
menghidupi aku sama ibuk dirumah”
(Wawancara dengan Mbak ZZ, pada tanggal 18 Agustus 2018)
Dari hasil wawancara diatas keadaan waria setelah pemberdayaan dapat dilihat
seperti yang disampaikan oleh Mbak NR yang menjelaskan dulunya dirinya yang
berpenampilan kewanita-wanitaan sulit mencari kerja, setelah mengikuti
pemberdayaan oleh iwama kemampuannya digali dan dilatih akhirnya dengan
penampilannya yang kewanita-wanitaan itu bisa menjadi rejeki untuk bekerja
sebagai pekerja seni. Begitupula apa yang disampaikan oleh Mbak ZZ bahwa
mampu mandiri memenuhi kebutuhannya dan ibunya dari bekerja sebagai asisten
rias dan cucuk lampah.
Hal tersebut menunjukan bahwa Indikator Self Reliance atau Kemandirian diri
berhasil pula dihasilkan dari ouput pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA.
Kemandirian diri ini diwujudkan dalam bentuk kemandirian ekonomi informan
Mbak ZZ dan Mbak NR selaku waria yang diberdayakan oleh IWAMA. Jadi ketiga
indikator ouput teori ACTORS untuk melihat pemberdayaan yang dilakukan iwama
efektif apa tidak sudah terpenuhi dan dihasilkan oleh waria yang mengikuti
pemberdayaan.
Data tersebut mampu menajamkan proposisi lama yang telah dibuat dalam
bab3, dengan proposisi temuan yang baru sebagai berikut : “(1) Ikatan Waria
Madiun melakukan pemberdayaan terhadap waria dengan mengacu pada aspek
kemandirian ekonomi dan kesehatan agar waria dapat sejahtera dan dapat
96
memperbaiki penerimaan masyarakat terhadap waria. ; (2) Pemberdayaan waria
yang dilakukan oleh IWAMA dengan memberikan pelatihan pekerja seni sesuai
dengan minat waria sendiri dengan memberikan kepercayaan, tanggung jawab dan
kesempatan kepada waria untuk mampu berdaya secara mandiri.
97
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti untuk mengetahui
Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA pada waria di Karesidenan
Madiun, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Pemberdayaan yang dilakukan IWAMA ini agar berhasil maka memerlukan
strategi-strategi. Strategi-strategi yang dilakukan ini biasa dikatakan suatu input
pemberdayaan. Input disini ada Authority, Confidence dan Competence, Trust,
Opportunity, Responsibility, Support. Pertama, Authority atau wewenang disini
waria diberi wewenang untuk melakukan perubahan yang mengarah pada
perbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Wewenang ini berupa waria diberi
kebebasan untuk menenutukan pelatihan atau bidang keahlian seperti apa yang
mereka inginkan. Kedua, Confidence and Competence atau rasa percaya diri
untuk menumbuhkan rasa percaya diri para waria di Karesidenan Madiun dan
menyadarkan kemampuan diri atau potensi yang dimiliki para waria, maka
IWAMA biasanya mengikutsertakan para waria ini dengan kegiatan-kegiatan
publik yang dihadiri oleh masyarakat. Saat waria berinteraksi langsung dengan
masyarakat maka masyarakat akan tahu potensi atau karya yang dimiliki oleh
waria sehingga masyarakat tidak lagi member stigma atau pandangan buruk
terhadap waria.
Ketiga, Trust atau keyakinan disini diberikan pada saat
kegiatan arisan bulanan yang dihadiri oleh seluruh anggota Ikatan Waria
Madiun (IWAMA). Saat arisan ini IWAMA biasanya mengundang waria-waria
98
yang telah sukses dan berhasil dalam hal ekonomi, sehingga waria yang ikut
acara arisan pun akan termotivasi dan memiliki keyakinan bahwa mereka juga
bisa berhasil dan sukses. Keempat, Opportunity atau Kesempatan ini
maksudnya waria diberi kesempatan untuk bekerja. Memberikan kesempatan
kerja pada waria ini dengan menggandeng ibu-ibu perias agar mereka mau
memberikan kesempatan kerja kepada waria sebagai asisten perias. Kelima,
Responsibility atau tanggung jawab ini ditekankan IWAMA agar waria
bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan menjaga tingkah lakunya saat hidup
bermasyarakat. Keenam, Support atau dukungan disini IWAMA menggandeng
beberapa pihak sehingga waria mendapatkkan dukungan dari berbagai kalangan
seperti Komisi Penangulangan AIDS Daerah (KPAD), Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Madiun serta Dinas Kesehatan melalui Pukesmas.
Input yang dilakukan oleh IWAMA ini bisa dikatakan berhasil karena
mendapatkan output yang diinginkan.
2. Output dari pemberdayaan ini yaitu Self Respect (Pengakuan diri), Self
Confidence (Keprcayaan diri), Self Reliance (Kemandirian). Pertama,
pengakuan diri oleh para waria itu sendiri bahwa terdapat perubahan positif
terkait penerimaan masyarakat yang para waria itu rasakan setelah mengikuti
pemberdayaan. Kedua, Para waria memiliki kepercayaan diri bahwa menjadi
seorang waria bukanlah sesuatu yang memalukan di dalam masyarakat karena
mereka juga bisa memiliki karya yang bisa dibagikan dan dibanggakan.
Terakhir, Para waria memiliki kemandirian secara ekonomi dalam memenuhi
99
kebutuhannya, dalam hal ini setelah mengikuti pemberdayaan waria dapat
bekerja sebagai pekerja seni.
6.2 SARAN
Saran yang disampaikan ini berdasarkan hasil kesimpulan dari penulis saat
melakukan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan para informan. Maka
saran yang diajukan oleh peneliti sebagai berikut:
1.
Bagi Pihak Waria
Waria-waria yang belum bergabung ke dalam IWAMA sebaiknya segera
bergabung, karena melihat begitu banyak manfaat yang didapat apabila
bergabung ke dalam iwama. Manfaat yang didapat dari terjaminnya kesehatan
dikarenakan adanya pemeriksaan kesehatan secara gratis dan rutin oleh Dinkes
dan KPAD. Setelah itu diberikannya pelatihan keahlian pekerja seni sesuai
bidang yang diminati. Selain itu pula terdapatnya akses pinjaman untuk modal
kerja bagi para waria.
2.
Bagi Pihak Ikatan Waria Madiun (IWAMA)
IWAMA seharusnya lebih aktif mensosialisasikan komunitasnya agar wariawaria yang belum bergabung dalam IWAMA mengetahui informasi ini. Seperti
waria-waria yang saat ini masih sering mangkal di bong pay madiun atau
makam etnis tionghoa di madiun.
3.
Bagi Pihak Akademisi
Penulis dalam penelitian ini hanya mengkaji mengenai strategi-strategi
pemberdayaan waria yang dilakukan oleh iwama. Serta penulis melihat
mengenai tahapan pemberdayaan dan efektif tidaknya pemberdayaan waria
100
dengan mengarahkan waria menjadi pekerja seni untuk mengatasi
permasalahan yang dialami oleh waria. Sedangkan permasalahan mengenai
waria tentunya masih sangat luas. Tentunya penulis menyarankan bagi
akademisi atau peneliti selanjutnya untuk mengkaji dan meneliti permasalahan
waria yang lain menggunakan konsep dan teori lainnya pula, diharapkan dapat
bermanfaat untuk bahan referensi selanjutnya. Penulis menyarankan untuk
meneliti mengenai kehidupan seksualitas dari para waria dan terkait waria yang
mangkal menjajakan diri dijalan tersebut untuk pemenuhan kebutuhan seksual
atau sekedar kebutuhan ekonomi. Perihal tema berikut ini mungkin bisa dikaji
dari perspektif atau konsep kajian gender.
101
DAFTAR PUSTAKA
Andrews, K. R. (2005). Konsep Strategi Perusahaan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Atmojo, K. (1986). Kami bukan lelaki ; sebuah sketsa kehidupan waria. . Jakarta:
Pustaka Grafity Pers.
Babari J, O. S. (1996). Pendidikan Sebagai Sarana Pemberdayaan. 177.
Boellstroff. (2004). Playing Back the Nation: Waria, Indonesian Transvestites.
Cultural Anthropology, 19 (2), 159-195. Cultural Anthropology, 19 (2),
159-195.
Crooks, R. &. (1999). Our Sexuality. Pasifif Grove: Brooks Cole Publishing
Company.
Darmayanti, S. W. (2015). Studi Deskripsi tentang Strategi Pemberdayaan
Masyarakat oleh Dinas Pertanian Kota Surabaya dalam Peningkatan
Pendapatan Masyarakat Sasaran Penerimaan Program Urban Farming
Budidaya Lele di Kelurahan Pakis. FISIP Universitas Airlangga, Program
Studi Ilmu Administrasi Negara. Surabaya: Universitas Airlangga.
Retrieved
from
http://journal.unair.ac.id/download-fullpaperskmp056e168252full.pdf
Dep. Sos RI. (2008). Pedoman Umum Pelayanan Sosial Waria. Jakarta:
Departemen Sosial.
Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial. (2008). Pedoman Umum
Pelayanan Sosial Waria. Jakarta: Dinas Sosial.
Fatma, M. (2011). Studi Fenomenologi; Pengalaman Waria Masa Remaja dalam
Menangani Masalah Puber di Wilayah DKI Jakarta. Tesis Pada Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia. Depok: tidak diterbitkan.
Kelly, G. (2001). Sexuality today ; the human perspective. New York: McGraw
Hill.
Koeswinarno. (2004). Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Lukis Pelangi Aksara.
Maani, K. D. (2011). Teori ACTORS dalam Pemberdayaan Masyarakat .
(Demokrasi Vol. X No. 1 Th. 2011). , 59.
102
Macaulay, S. C. (1997). Perfect Empowerment (Pemberdayaan yang Tepat), edisi
terjemahan, alih bahasa:Paloepi Tyas R. Jakarta: PT.Elek Media
Komputindo.
Melendez, R. B. (2006). On Bodies and Research: Transgender Issues in Health and
HIV Research Articles. Sexuality Research & Social Policy: Journal of
NSRC, 3 (4), 21-38.
Moeljarto, V. (1996). Pemberdayaan Kelompok Miskin Melalui Program IDT. 131158.
Moleong, J. L. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nadia, Z. (2005). Waria Laknat atau Kodrat!? Yogyakarta: Pustaka Marwa.
Nauly, M. (2002). Konflik Peran Gender pada Pria : Teori dan Pendekatan
Empirik. Retrieved from http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologiMeutia.pdf.
Nevid, J. R. (2000). Abnormal Psychology ; in changing world. New Jerssey:
Pretince Hill.
Nevid, R. (1995). Human sexuality in a world of diversity. USA: Allyn & Bacon.
Padmiati, E. (2010). Waria: Antara Ada dan Tiada. Bandung: Bandung Press.
Prabawanti, C. B. (2011). HIV, Sexually Transmitted Infections, and Sexual Risk
Behavior among Transgenders in Indonesia. AIDS Behav.
Prestyowati. (2003). Hidup Sebagai Waria. yoyakarta: Lukis Pelangi Aksara.
Salim, A. (2006). Teori dan paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Sugano, E. N. (2006). The Impact of Exposure to Transphobia on HIV Risk
Behavior in a Sample of Transgendered Women of Color in San Fransisco.
AIDS and Behavior 10 (2), 212-225.
Yin, R. K. (2013). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Jakarta Pers.
Yuliani, S. (2006). Menguak Kontruksi Sosial di Balik Diskriminasi Terhadap
Waria. Jurnal Sosiologi Dilema, 18 (2), 1-11.
103