Academia.eduAcademia.edu

Strategi Pemberdayaan IWAMA Pada Waria

2019

Ikatan Waria Madiun merupakan komunitas waria yang terbentuk secara mandiri oleh para waria di Kabupaten Madiun. Adanya diskriminasi dan stigma yang negatif terhadap para waria di Karesidenan Madiun menyebabkan IWAMA Madiun membuati program kegiatan pemberdayaan. Penelitian ini mengkaji mengenai strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA Madiun pada waria di Karesidenan Madiun. Hal tersebut penting dikaji agar dapat memberikan manfaat akademis dan praktis mengenai pemberdayaan yang dilaksanakan untuk waria. Penelitian ini menggunakan teori ACTORS dari Sarah Cook dan Steve Macaulay. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive dimana penentuan informan ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan indikator informan yang sudah dibuat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA Madiun berjalan dengan efektif, kegiatan input pemberdayaan dilakukan tanp...

STRATEGI PEMBERDAYAAN IWAMA PADA WARIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Sosiologi Pembangunan Oleh: Alfian Yanuar Kusuma NIM. 125120100111050 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019 HALAMAN JUDUL STRATEGI PEMBERDAYAAN IWAMA PADA WARIA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dengan Minat Utama Sosiologi Pembangunan Oleh: Alfian Yanuar Kusuma NIM. 125120100111050 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2019 i HALAMAN PERSETUJUAN ii HALAMAN PENGESAHAN iii PERNYATAAN ORIGINALITAS SKRIPSI Nama : Alfian Yanuar Kusuma NIM : 125120100111050 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul “Strategi Pemberdayaan IWAMA Pada Waria” adalah benar-benar karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya sendiri dalam skripsi ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sangsi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang saya peroleh dari skrispi tersebut. Malang, 22 Juli 2019 Yang Membuat Pernyataan Alfian Yanuar Kusuma NIM. 125120100111050 iv KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Strategi Pemberdayaan IWAMA Pada Waria”. Skripsi ini merupakan tugas akhir yang diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya. Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Allah SWT atas segala rahmat, hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelasaikan penelitian ini. 2. Keluarga penulis yang telah membantu dalam dukungan materiil dan doa. Serta terima kasih karena telah memberi kepercayaan pada penulis untuk melanjutkan pendidikan dan terus memberi dukungan kepada penulis agar menjadi pribadi yang lebih baik. 3. Dosen pembimbing, Ibu Ucca Arawindha, M.A dan Ibu Titi Fitrianita, M.A serta dosen penguji Indhar Wahyu Wira Harjo, M.A dan Ibu Anif Fatma Chawa, Ph.D. Terima kasih telah memberikan waktu, saran, kritik dan ilmu yang berharga kepada penulis. 4. Semua bapak dan ibu dosen Sosiologi yang telah memberikan waktu dan ilmunya kepada penulis, serta teman-teman Sosiologi Universitas Brawijaya yang telah membantu. 5. Terima kasih kepada seluruh pengurus dan anggota Ikatan Waria Madiun (IWAMA) yang telah bersedia memberikan waktu, tempat serta informasi demi pemenuhan penelitian ini. Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini terdapat banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran akan selalu penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya. Akhir kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya jika dalam proses penyusunan skripsi ini ada kesalahan baik yang disengaja ataupun tidak disengaja. Malang, 22 Juli 2019 Penulis v RIWAYAT HIDUP Nama : ALFIAN YANUAR KUSUMA Tempat dan Tanggal Lahir : Magetan, 10 Januari 1994 Alamat : Jalan Jaya Baya, Desa Sugihwaras RT10/RW03 Kecamatan Maospati, Kabupaten Magetan Email : [email protected] Telepon : 089638739333 Pendidikan Formal No Nama Sekolah Alamat Tahun 1. TK DharmaWanita. Kab. Magetan 1999-2000 2. SDN 1 Sugihwaras. Kab. Magetan 2000-2006 3. SMP Negeri 1 Maospati (SSN). Kab. Magetan 2006-2009 4. SMA Negeri 1 Maospati (RSBI). Kab. Magetan 2009-2012 5. Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial Kota. Malang 2012-sekarang dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya. SEMINAR No Nama Kegiatan 1 Seminar dan Kuliah Umum “Gerakan Politik Mahasiswa dan Tiga Pilar Kebangsaan” dengan pembicara Rieke Dyah Pitaloka dan Puan Maharani (Anggota DPR RI Fraksi PDIP-Perjuangan) 2 Seminar Internasional “Membaca Disabilitas Dalam Sejarah Masyarakat Indonesia” oleh PSLD UB 3 Seminar “Mahasiswa dan Narkoba” oleh Badan Narkotika Nasional Kota Malang 4 Diskusi Umum perihal Kekerasan HAM pada korban tapol eks-PKI ’65 oleh Soe Tjen Marching Go dan Aji Santoso di Kota Malang Tahun 2012 2013 2013 2017 vi PENGALAMAN ORGANISASI No Nama Kegiatan 1 Kordinator Penegak Disiplin Pelajar Sekolah (PDPS) SMAN 1 Maospati 2 Wakil Ketua Majelis Perwakilan Kelas (MPK) SMAN 1 Maospati 3 Staff Magang Kementerian Dalam Negeri Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP UB 4 Staff Muda Kementerian Dalam Negeri Badan Eksekutif Mahasiswa FISIP UB 5 Kordinator Komisi Undang-Undang Dewan Perwakilan Mahasiswa FISIP UB PENGALAMAN KEPANITIAAN No Nama kegiatan 1. Panitia seminar pemuda anti narkoba oleh BNN Kota Malang di FISIP Universitas Brawijaya 2 Panitia Bhakti Sosial Hari Pendidikan oleh BEM FISIP UB 2013 di Sanggar Sahabat Anak Bandulan Kota Malang 3 Panitia Divisi Perlengkapan Desa Binaan BEM FISIP UB 4 Komisi Disiplin dan Kordinator Cabor Basket Olimpiade Brawijaya 2013 5 Kordinator LO Pekan FISIP dan HUT FISIP Universitas Brawijaya 2013 Tahun 2009-2010 2010-2011 2012-2013 2013-2014 2014-2015 Tahun 2012 2013 2013 2013 2013 6 Pimpinan Rapat Pembahasan AD/ART LKM FISIP UB, UU PK2MABA FISIP UB 2014, UU PEMILWA FISIP UB 2014 di Dewan Perwakilan Mahasiswa FISIP UB 2014 7 Panitia Seleksi Pemilihan Ketua Pelaksana PK2MABA FISIP UB 2014 Pengawas PK2MABA FISIP UB 2014 2014 9 Panitia Seleksi Pemilihan Ketua KPU dan Ketua Panwas Pemilwa FISIP 2014 2014 10 Tim Surveyor Quick Count PILPRES RI 2014 oleh Indikator Politik Indonesia yang ditayangkan di Metro TV 2014 11 Tim Surveyor PILEG DPR RI dan PILPRES RI 2019 dari Lembaga Survey Polmark Indonesia 2018-2019 12 Tim Quick Count PILPRES RI dan PILEG DPR RI 2019 dari Lingkaran Survey Indonesia 2019 8 2014 vii HALAMAN PERSEMBAHAN Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur setelah melalui proses panjang dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih Ya Allah atas nikmat dan rahmat-Mu, Engkau mengirimkan utusan-Mu untuk membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Tidak lupa pula saya haturkan terima kasih kepada : 1. Papa dan Mama yang tak pernah berhenti mengingatkan saya supaya bertanggung jawab pada perkuliahan saya agar cepat lulus serta sebagai investor utama yang selalu mendukung keperluan saya berkaitan dengan keperluan akademis maupun karir organisasi selama di kampus. Tanpa dukungan dan doa restu papa dan mama, saya tak akan bisa sampai pada tahap ini. Semoga ilmu saya bisa bermanfaat untuk masyarakat dan kelak bisa menjadi kebangaan untuk keluarga. 2. Seluruh keluarga besar saya yang selalu mendukung saya dalam keadaan apapun. 3. Kedua dosen pembimbing saya yang sangat sabar, baik, pengertian dan yang saya banggakan. Mbak Ucca Arawindha, M.A dan Mbak Titi Fitrianita, M.A 4. Kedua dosen penguji saya Mas Indhar Wahyu Wira Harjo, M.A dan Ibu Anif Fatma Chawa, Ph.D yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat membangun guna menyempurnakan dalam penulisan tugas akhir saya. 5. Seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmunya selama proses perkuliahan yang saya jalani. 6. IWAMA dan seluruh informan yang telah berbaik hati membantu meluangkan waktu dan berbagi pengalamannya kepada saya. 7. Kepada orang terdekat saya Anissa Riantycarnis,S.Pd yang setia mendampingi dari awal perkuliahan hingga sekarang dan ikhlas menunggu serta sabar walaupun terabaikan demi selesainya skripsi saya. 8. Kepada sahabat saya Nafiatul Azizah,S.Sos yang merupakan rekan kerja dalam Dewan Pewakilan Mahasiswa (DPM FISIP UB) yang selalu viii memberikan bantuan dalam karir politik organisasi selama di kampus dan bersedia menjadi rekan diskusi sehingga skripsi saya dapat saya selesaikan dengan baik. 9. Kepada kawan-kawan saya yang menunjukan bahwa masa kuliah itu seru dan hanya senang-senang Arta, Deka, Dhany, Memot, Brian, Egy. Semoga kita dapat berkarir sesuai cita-cita dan passion kita. Saya yakin kita semua akan menjadi orang-orang besar dalam bidang kita masing-masing. 10. Akmal, Bagus, Angga, Affif, Vina, Rijal, Panji dan teman-teman lain yang telah bersedia saya repoti untuk membantu saya dalam proses menyelesaikan tugas akhir saya. 11. Semua pihak yang membantu menyelesaikan skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu per-satu. ix ABSTRAK Alfian Yanuar Kusuma. (2019). Jurusan Sosiologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Brawijaya, Malang. Strategi Pemberdayaan IWAMA pada Waria (Studi Kasus di Ikatan Waria Madiun). Pembimbing Ucca Arawindha dan Titi Fitrianita. Ikatan Waria Madiun merupakan komunitas waria yang terbentuk secara mandiri oleh para waria di Kabupaten Madiun. Adanya diskriminasi dan stigma yang negatif terhadap para waria di Karesidenan Madiun menyebabkan IWAMA Madiun membuati program kegiatan pemberdayaan. Penelitian ini mengkaji mengenai strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA Madiun pada waria di Karesidenan Madiun. Hal tersebut penting dikaji agar dapat memberikan manfaat akademis dan praktis mengenai pemberdayaan yang dilaksanakan untuk waria. Penelitian ini menggunakan teori ACTORS dari Sarah Cook dan Steve Macaulay. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik penentuan informan menggunakan teknik purposive dimana penentuan informan ditentukan terlebih dahulu sesuai dengan indikator informan yang sudah dibuat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA Madiun berjalan dengan efektif, kegiatan input pemberdayaan dilakukan tanpa paksaan sehingga waria mengikuti pemberdayaan ini dengan nyaman. Pemberdayaan yang dilakukan mampu mengentaskan kemiskinan pada waria, hal tersebut terbukti dari anggota iwama banyak yang mandiri secara ekonomi melalui kegiatan pemberdayaan yang telah diikuti, pemberdayaan mengarahkan waria menjadi pekerja seni juga terbukti dapat menghapuskan stigma negatif pada waria yang distigmakan sebagai sumber penyakit dan hanya bisa bekerja sebagai psk. Pemberdayaan mengarahkan waria menjadi pekerja seni terbukti efektif memperbaiki penerimaan masyarakat terhadap para waria di Karesidenan Madiun. Kata Kunci :Waria, Diskriminasi, Kemandirian Ekonomi,Pemberdayaan. x ABSTRACT Alfian Yanuar Kusuma (2019). Sociology Departement. Focus on Sosiology Development. Social And Political Sciences Faculty, Brawijaya University, Malang. Empowerment Strategy Iwama On Transvestite ( Case Studies In The Bond Transvestite Madiun ). Supervised by Ucca Arawindha and Titi Fitrianita. The bond of a transvestite madiun constitute a community transvestites who formed autonomously by some of the transvestites in madiun district a large .That there had been discrimination and a stigma which is of this were felt in some of the transvestites in karesidenan madiun cause to iwama madiun membuati time for the empowerment activities program .This study looks at a question of strategy the empowerment undertaken by iwama madiun on a transvestite in karesidenan madiun. They matter examined that can be beneficial for academic and practical on the empowerment conducted in transvestites .This research using the theory actors of sarah cook and steve macaulay .The kind of research used is research qualitative approach case study .Technique the determination of informants using a technique purposive where the determination of informants determined first in accordance with indicators informants already made . All this research shows that the empowerment undertaken by iwama madiun work effectively, empowerment input activities carried out without compulsion and so transvestite follow this conveniently. empowermentThe empowerment undertaken effective to reduce poverty in transvestite, this is proved by members of an independent iwama many economically through the activities that have been followed, empowerment directing transvestite be artistic worker empowerment also proved to waive the stigma negative on transvestites distigmakan as a source of illness and can only work as prostitutes.Directing empowerment transvestite as workers fix acceptance of public art proven effective against the transvestites in the county madiun. All this research shows that the empowerment undertaken by iwama madiun work effectively, empowerment input activities carried out without compulsion and so transvestite follow this conveniently. empowermentThe empowerment undertaken effective to reduce poverty in transvestite, this is proved by members of an independent iwama many economically through the activities that have been followed, empowerment directing transvestite be artistic worker empowerment also proved to waive the stigma negative on transvestites distigmakan as a source of illness and can only work as prostitutes.Directing empowerment transvestite as workers fix acceptance of public art proven effective against the transvestites in the county madiun. Key words: transvestite, discrimination, economic independence, empowerment xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ................................................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................................... iii PERNYATAAN ORIGINALITAS SKRIPSI........................................................................... iv KATA PENGANTAR ................................................................................................................ v HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................................................. viii ABSTRAK ................................................................................................................................. x ABSTRACT .............................................................................................................................. xi DAFTAR ISI ............................................................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 12 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................................. 13 1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................................... 13 1.4.1 Manfaat Akademis..................................................................................................... 13 1.4.2 Manfaat Praktis ......................................................................................................... 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 14 2.1 Penelitian Terdahulu ........................................................................................................ 14 2.1.1 Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA .............................................. 14 2.1.2 Kontradiksi Implementasi Pemberdayaan KAKB Komunitas Waria .......................... 15 2.2 Teori ACTORS ................................................................................................................ 19 2.3 Definisi Konseptual .......................................................................................................... 23 2.3.1 Konsep Pemberdayaan ............................................................................................... 23 2.3.2 Konsep Waria ............................................................................................................ 24 2.4 Alur Pemikiran................................................................................................................. 26 BAB III METODE PENELITIAN .......................................................................................... 29 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian........................................................................................ 29 3.2 Fokus Penelitian ............................................................................................................... 30 3.3 Lokasi Penelitian .............................................................................................................. 31 3.4 Teknik Penentuan Informan .............................................................................................. 31 3.5 Jenis dan Sumber Data .................................................................................................... 34 xii 3.6 Teknik Pengumpulan Data............................................................................................... 35 3.6.1 Wawancara ............................................................................................................... 35 3.6.2 Observasi ................................................................................................................. 37 3.6.3 Dokumentasi ............................................................................................................ 37 3.7 Keabsahan Data .............................................................................................................. 38 3.8 Teknik Analisis Data ....................................................................................................... 41 BAB IV GAMBARAN UMUM................................................................................................ 45 4.1 Gambaran Umum Sejarah Ikatan Waria Madiun ............................................................. 45 4.2 Gambaran Umum Keadaan Waria di Karesidenan Madiun Sebelum Adanya Kegiatan Pemberdayaan oleh Ikatan Waria Madiun ............................................................................... 52 4.3 Gambaran Umum Informan ............................................................................................ 54 4.3.1 Informan Utama ........................................................................................................ 54 4.3.2 Informan Tambahan................................................................................................... 60 BAB V PEMBAHASAN .......................................................................................................... 69 5.1 Tahap Pemberdayaan Waria oleh IWAMA ...................................................................... 69 5.1.1 Arisan....................................................................................................................... 70 5.1.2 Pemeriksaan Kesehatan............................................................................................. 72 5.1.3 Pekerja Seni.............................................................................................................. 74 5.1.4 Bekerja Bersama Komunitas ..................................................................................... 75 5.2 Teori ACTORS Pada Strategi Pemberdayaan Waria oleh IWAMA................................... 77 5.2.1 Kewenangan waria untuk menuju perubahan yang lebih baik ..................................... 79 5.2.2 IWAMA Menumbuhkan Percaya Diri dan Menyadarkan Kemampuan Diri Waria ..... 81 5.2.3 IWAMA meyakinkan waria ...................................................................................... 82 5.2.4 Kesempatan waria untuk kerja .................................................................................. 84 5.2.5 Menjadi waria yang bertanggung jawab .................................................................... 86 5.2.6 Dukungan berbagai pihak dalam melakukan pemberdayaan waria ............................. 88 5.3 Keadaan Waria Setelah Mengikuti Pemberdayaan IWAMA ............................................. 92 5.3.1 Pengakuan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan .............................................. 92 5.3.2 Kepercayaan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan........................................... 94 5.3.3 Kemandirian diri waria setelah mengikuti pemberdayaan........................................... 95 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................... 98 6.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 98 6.2 SARAN ......................................................................................................................... 100 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 102 xiii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Waria atau transgender merupakan individu yang tidak nyaman dengan alat kelamin biologis maupun norma gender yang bertentangan dengan identitas gendernya (Sugano, 2006). Waria merupakan singkatan dari kata wanita pria, selain itu waria memiliki banyak panggilan nama lainnya juga yaitu ada ‘wadam’ atau wanita adam. Pada masyarakat suku jawa waria juga dipanggil dengan nama ‘wandu’ atau wanita dudu. Menurut Simandjuntak (Prestyowati, 2003) berpendapat bahwa waria adalah individu yang memiliki kelainan identitas diri. Laki-laki mengidentifikasikan dirinya sebagai wanita. Dari mulai penampilan pakaian, bentuk tubuh sampai naluriahnya, sudah teridentifikasi sebagai wanita. Orientasi seksual waria pun sebagai wanita hanya tertarik pada pria. Keberadaan waria di Indonesia bukan fenomena yang baru, (Boellstroff, 2004) menjelaskan bahwa sejak awal waria tidak terikat pada suku atau kelompok tertentu. Pada tahun 1822 penampilan lelaki yang berbusana perempuan sudah ada pada kesenian ludruk di Jawa Timur. Begitupula pada tahun 1830-an terdapat para pemuda yang memakai pakaian perempuan barat dan menari diatas panggung hiburan yang disebut “Bantji Batavia”. Masih ada panggilan lainnya untuk waria di Indonesia yaitu ‘bencong’. Definisi ini mengacu pada perilaku waria, yang pada dasarnya pria tapi memiliki keinginan berjenis kelamin wanita, hingga cara berpakaiannya pun juga sebagai wanita (Prestyowati, 2003). 1 Perkembangan waria di Indonesia cukup pesat. Pada data Dinas Sosial/Dinas Kesejahteraan Sosial pada tahun 2008 menyebutkan jumlah waria di Indonesia 11.049 orang. Sedangkan pada tahun 2011 waria di Indonesia berjumlah 21.000 orang (Prabawanti, 2011). Data Direktorat Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial dan Korban Perdagangan Orang pada tahun 2016 jumlah waria di Indonesia 35.349 orang. Hal ini menjelaskan bahwa tiap tahun waria di Indonesia semakin meningkat jumlahnya. Namun Angka tersebut menunjukkan sebagian kecil jumlah waria di Indonesia. Terdapat perbedaan jumlah data waria di Indonesia oleh lembaga lembaga terkait. Stigma dan diskriminasi kepada waria membuat mereka takut untuk membuka diri sehingga estimasi jumlah waria menjadi tidak akurat (Melendez, 2006). Jumlah waria yang terus meningkat di Indonesia tidak menyebabkan waria dianggap sebagai hal yang wajar di masyarakat. Dalam kenyataannya masih banyak perlakuan buruk yang menimpa para waria mulai dari adanya penolakan di dalam keluarga, kurang diterimanya atau bahkan tidak diterima secara sosial, dianggap sebagai lelucon, hingga kekerasan baik verbal maupun non verbal. (Dep. Sos RI, 2008) Jadi meski jumlah waria di Indonesia cukup besar penerimaan masyarakat pada para waria masih buruk, diskriminasi pada para waria juga terjadi di lingkungan sosial masyarakatnya. Waria banyak menghadapi masalah dari dalam maupun dari luar sebagai konsekuensi pemilihan hidup mereka (Koeswinarno, 2004). Fenomena adanya kaum waria merupakan satu contoh nyata dari paparan di atas. Keberadaan waria ditengah masyarakat kita tidak bisa disangkal. Hidup 2 sebagai seorang waria membuat para waria tersebut mendapatkan berbagai masalah sosial sehingga diskriminasi pada waria membuat waria menjadi termarginalkan di masyarakat Indonesia. Diskriminasi dan penerimaan yang buruk pada waria juga terjadi di Kabupaten Madiun. Hal itu menyebabkan para waria di Kabupaten Madiun termarginalkan secara sosial maupun ekonomi. Keterasingan yang dialami oleh kaum waria juga membuat mereka senantiasa mengalami hambatan dalam melakukan pergaulan atau pun memilih pekerjaan (Koeswinarno, 2004). Waria di Kabupaten Madiun juga memiliki permasalahan sosial. Hasil dari pengamatan dan wawancara oleh peneliti kepada Mbak Intan yang merupakan waria yang senior dan pimpinan pengurus komunitas waria di Kabupaten Madiun, ditemukan masalah sosial para waria tersebut antara lain: (1) Waria didiskriminasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat. (2) Waria dianggap menyimpang dan tidak normal karena menyalahi kodrat sebagai laki-laki. (3) Waria bermasalah dengan ekonomi karena sulitnya mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan. (4) Waria mendapat stigma negatif dianggap sebagai pekerja seks komersil (PSK). (5) Waria dianggap tidak sehat dan menularkan penyakit. Masalah sosial tersebut berdampak pada penerimaan waria yang sangat diskriminatif di Kabupaten Madiun. Masalah sosial tersebut saling berkaitan satu sama lain. Apabila dijelaskan lebih lanjut masalah sosial para waria di Kabupaten Madiun antara lain: Pertama, waria didiskriminasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Hal itu merupakan faktor utama yang seringkali menjadi masalah sosial bagi para waria dimana pun. Waria di Kabupaten Madiun juga mengalami masalah tersebut. Waria yang dari penampilan dan perilaku sehari-hari yang menyerupai wanita 3 menyebabkan pandangan buruk terhadap mereka. Karena pandangan buruk yang disematkan pada waria tersebut menyebabkan masyarakat enggan berhubungan dengan para waria. Masyarakat menganggap mereka sampah dan penyakit masyarakat. Sebagai “sebuah sampah” maka waria harus dibersihkan (Yuliani, 2006). Seperti halnya pada kegiatan RT/RW seperti arisan, kerja bhakti desa, slametan waria tidak pernah dilibatkan ataupun diajak untuk ikut berkegiatan. Masalah sosial kedua, waria dianggap menyimpang dan tidak normal karena menyalahi kodrat sebagai laki-laki. Suatu tatanan masyarakat diakui hanya ada dua jenis kelamin saja yaitu laki-laki dan perempuan (Koeswinarno, 2004). Sudah kita ketahui bersama bahwa waria merupakan pria yang berpenampilan dan berperilaku seperti halnya wanita. Hal itu menjadi ciri khas seorang waria yang membedakan dengan pria yang normal kebanyakan. Dalam norma dan budaya jawa memandang bahwa pria seharusnya berpenampilan dan berperilaku yang gagah, tegas, serta tidak kemayu (maskulin). Sedangkan wanita berpenampilan dan berperilaku lebih ramah, anggun, lemah gemulai serta cantik (feminim). Pandangan tersebut juga ada di Karesidenan Madiun yang masyarakatnya juga memegang norma dan budaya jawa. Menurut Myers (1996) yang dikutip oleh Nauly (2002) peran gender merupakan suatu set perilaku-perilaku yang diharapkan (norma-norma) untuk lakilaki dan perempuan. Bervariasinya peran gender di antara berbagai budaya serta jangka waktu menunjukan bahwa budaya memang membentuk peran gender kita (Nauly, 2002). 4 Pandangan masyarakat di Kabupaten Madiun yang memegang norma dan budaya jawa tersebut membuat para waria didiskriminasi dan dianggap menyimpang. Waria di Kabupaten Madiun dianggap menyalahi kodrat sebagai lakilaki yang seharusnya berpenampilan dan berperilaku yang gagah, tegas serta tidak kemayu (maskulin). Tetapi para laki-laki itu dianggap tidak normal dan telah menyimpang dengan berpenampilan serta berperilaku yang anggun, ramah, lemah gemulai, serta berdandan cantik (feminim) menyerupai wanita padahal mereka terlahir sebagai laki-laki atau pria. Masalah sosial ketiga, waria bermasalah dengan ekonomi karena sulitnya mencari pekerjaaan untuk memenuhi kebutuhan. Masalah sosial pada waria di Kabupaten Madiun saling berkaitan satu sama lain, seperti halnya dengan sulitnya waria untuk mencari pekerjaan menyebabkan waria bermasalah dengan ekonomi untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari waria tersebut. Faktor ekonomi merupakan faktor yang wajib dan harus terpenuhi oleh setiap individu untuk bertahan hidup dan memenuhi setiap kebutuhan hidupnya. Tetapi karena adanya diskriminasi dan stigma buruk yang disematkan pada para waria di Kabupaten Madiun menyebabkan para waria tersebut hidup dalam kelas ekonomi ke bawah. Sangat sulit mencari kerja yang menerima waria sebagai pekerjanya. Pekerjaan sektor formal seperti kerja di perusahaan, lembaga atau instansi pemerintah, ataupun militer jelas menolak para waria. Dunia kerja yang semakin tidak bersahabat ini membuat mereka semakin kepepet dan akhirnya memilih bekerja di sektor informal (Padmiati, 2010). Pekerjaan sektor non formal seperti penjaga toko/usaha serta berjualan juga menolak waria, dikarenakan stigma buruk 5 masyarakat kepada para waria di Kabupaten Madiun menyebabkan penerimaan masyarakat yang kurang apabila yang menjaga toko atau usaha serta yang berjualan adalah seorang waria mengakibatkan kekhawatiran tidak ada pembeli yang datang ke toko atau usaha tersebut. Tidak adanya pekerjaan yang dimiliki para waria semakin menambah masalah sosial yang harus dihadapi oleh para waria di Kabupaten Madiun. Surahman mengungkapkan waria ditolak untuk menjadi pegawai negeri, karyawan di kantorkantor swasta, atau berbagai profesi lainnya, bahkan waria juga mengalami penolakan dan permasalahan dalam mengurus kartu tanda penduduk (Fatma, 2011). Kondisi yang dihadapi waria tersebut menyebabkan waria sulit mendapatkan pekerjaan, padahal mereka juga sesama warga negara yang berhak dianggap setara ketika memilih pekerjaan untuk melanjutkan kehidupan. Masalah sosial ke empat, waria mendapat stigma negatif dianggap sebagai pekerja seks komersil (PSK). Sulitnya mendapatkan pekerjaan oleh para waria karena stigma negatif dan penerimaan masyarakat di Kabupaten Madiun yang buruk terhadap para waria menyebabkan masalah sosial berikutnya. Masalah sosial berikutnya tersebut banyak waria yang menjadi pengangguran dan ada beberapa yang nekat bekerja menjadi seorang pekerja seks komersil yang mangkal di pemakaman orang etnis tionghoa di Kabupaten Madiun. Masyarakat Karesidenan Madiun lebih mengenal tempat tersebut dengan nama Pemakaman Bong Pay Madiun (Bong Cino Madiun). Pemakaman Bong Pay Madiun berada di Desa Sambirejo, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun. 6 Pemiskinan pada komunitas waria memaksa mereka untuk bekerja sebagai pekerja seks (Melendez, 2006). Beberapa waria yang bekerja sebagai pekerja seks komersil tersebut setiap malam mangkal di area Pemakaman Bong Pay Madiun. Para waria tersebut nekat mangkal karena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka yang tidak bisa diperoleh dari pekerjaan yang lainnya. Hal itu dikarenakan penerimaan masyarakat yang buruk pada para waria serta banyak waria yang tidak memiliki keahlian khusus suatu bidang pekerjaan. Demikin pula menurut Yanti Saraswati yang dikutip oleh Zunly Nadia, bahwa banyaknya waria yang melacurkan diri disebabkan oleh pribadi mereka yang tidak mempunyai keahlian khusus, akhirnya prostitusi menjadi alternatif untuk mempertahankan hidupnya (Nadia, 2005). Beberapa waria yang bekerja sebagai pekerja seks komersil dan mangkal di bongpay madiun menyebabkan masalah sosial pula terhadap para waria yang lainnya yang tidak bekerja sebagai psk atau dalam hal ini sebagai pengangguran. Waria lainnya yang menganggur serta tidak bekerja sebagai pekerja seks komersil juga mendapatkan stigma negatif dianggap sebagai pekerja seks komersil juga. Stigma negatif yang menganggap semua waria sebagai pekerja seks komersil menyebabkan waria semakin dipandang buruk oleh masyarakat dan waria sengkali diolok-olok oleh masyarakat di lingkungan tempat tinggal mereka. Masalah sosial terakhir, waria dianggap tidak sehat dan menularkan penyakit. Waria yang mangkal sebagai pekerja seks komersil rawan terkena penyakit kelamin menular. Hal itu dikarenakan waria tersebut sering berganti-ganti pelanggan ketika berhubungan seks, kurangnya pengetahuan mengenai seks dan penyakit kelamin 7 menular juga menjadi penyebab waria yang menjajakan diri di bongpay tersebut juga tertular penyakit kelamin. Terdapat pula waria yang sudah terkena HIV/AIDS di Kabupaten Madiun. HIV/AIDS tentunya ditularkan pula kepada para pelangganpelanggan waria yang mangkal di bongpay madiun. Permasalahan semakin bertambah komplek ketika Human Immuno Deviciency Virus (HIV) - Acquired Immuno Deviciency Syndrome (AIDS) itu ditularkan kepada para istrinya dirumah. Hal itu menyebabkan penularan penyakit kelamin maupun orang yang terkena HIV/AIDS di Kabupaten Madiun cukup tinggi. Selain itu juga para waria yang berhubungan seks dengan pacar ataupun kekasihnya yang sama-sama seorang waria juga memungkinkan penularan penyakit kelamin pada waria lainnya yang bahkan tidak bekerja sebagai pekerja seks komersil di bongpay madiun. Hal itu tentunya berdampak pula penerimaan masyarakat yang menjauhi dan mendiskriminasi para waria. Stigma negatif semakin berkembang dimasyarakat bahwa waria itu tidak sehat dan menularkan penyakit menyebabkan waria di Kabupaten Madiun semakin dijauhi oleh lingkungan sosial masyarakat sekitarnya. Masalah-masalah sosial yang sudah dijelaskan di atas menyebabkan penerimaan masyarakat Kabupaten Madiun yang buruk kepada para waria. Masyarakat sangat diskriminasi pada para waria, sehingga menyebabkan masalah sosial yang komplek. Maka dari itu butuh penanganan lebih lanjut agar waria tidak selalu termarginalkan di Kabupaten Madiun. Hal itu mendorong beberapa waria di Kabupaten Madiun berkumpul dan membahas penanganan masalah sosial yang terjadi pada mereka. Akhirnya dari melihat masalah sosial para waria di Kabupaten Madiun tersebut beberapa waria itu sepakat mendirikan organisasi yang diberi 8 nama Ikatan Waria Madiun (IWAMA) yang anggotanya merupakan para waria di Kabupaten Madiun. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) berdiri karena para waria tersebut melihat perlunya penanganan terhadap masalah sosial waria di Kabupaten Madiun. Awal berdirinya Ikatan Waria Madiun (IWAMA) hanya beranggotakan waria-waria dari Kabupaten Madiun. Seiring dengan suksesnya program pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA di Kabupaten Madiun. Banyak para waria dari daerahdaerah sekitar Kabupaten Madiun yang akhirnya tertarik dengan progam pemberdayaan tersebut dan memutuskan ikut bergabung dengan Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Jadi Ikatan Waria Madiun kini beranggotakan waria dari beberapa kabupaten dan kota, antara lain Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kota Madiun, Kabupaten Ngawi yang merupakan Karesidenan Madiun. Dalam penanganan masalah sosial yang menyebabkan para waria terdiskriminasi di masyarakat tersebut Ikatan Waria Madiun memiliki program kegiatan. Salah satu program kegiatan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun adalah program pemberdayaan kepada para waria. Berbagai penelitian tentang pemberdayaan waria telah banyak dilakukan di Indonesia. Salah satu penelitian terdahulu mengenai pemberdayaan waria yaitu dilakukan oleh Eis Al Masitoh yang berjudul “Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta)”. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mendeskripsikan latar belakang berdirinya LSM KEBAYA dan 9 menjelaskan mengenai program pemberdayaan waria oleh LSM KEBAYA beserta hasilnya. Hasil penelitian tersebut yaitu pemberdayaan waria oleh LSM KEBAYA terfokus pada dua aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek kesehatan. Pemberdayaan aspek ekonomi berorientasi pada peningkatan skill para waria serta akses modal bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta. Pemberdayaan aspek kesehataan yaitu meminimalkan jumlah ODHA waria, penyuluhan seks sehat, akses pengobatan gratis bagi ODHA waria. Penelitian terdahulu lainnya mengenai pemberdayaan waria yang berhubungan dengan penelitian ini adalah penelitian yang berjudul “Kontradiksi Implementasi Pemberdayaan KAKB (Keluarga Asuh Keluarga Binangun) Komunitas Waria (Studi Implementasi Komunitas Waria Kulon Progo di Kec. Wates, Kab. Kulonprogo)”. Penelitian dilakukan oleh Mutiara Ilma Islami pada tahun 2014. Tujuam penelitian ini untuk melihat implementasi atau mengevaluasi program pemberdayaan KAKB waria dari pemerintah daerah Kabupaten Kulonprogo. Hasil penelitian tersebut adalah adanya kegagalan dari program pemberdayaan Keluarga Asuh Keluarga Binangun waria dikarenakan para waria masih turun dijalan atau mengamen, hal itu disebabkan karena masih rendahnya rasa kepemilikan para waria tersebut terhadap program pemberdayaan KAKB karena program KAKB waria bersifat top down dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo. Sehingga program pemberdayaan yang dilakukan tidak efektif. Kesamaan dalam penelitian terdahulu dengan penelitian penulis adalah sama sama melakukan penelitian mengenai pemberdayaan waria, namun terdapat 10 perbedaan dan kelemahan terkait pemberdayaan waria dalam penelitian terdahulu. Maka penelitian penulis disini bersifat menjadi pelengkap dari penelitian terdahulu, sekaligus menjadi penelitian pemberdayaan waria dengan model yang berbeda karena terdapat hal yang menarik tersendiri dalam pemberdayaan waria yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Beberapa hal yang menarik dalam program pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini antara lain, Program pemberdayaan ini dilakukan sebagai bentuk kesadaran para waria di Kabupaten Madiun terhadap masalah sosial para waria tersebut. Selain itu program pemberdayaan waria oleh IWAMA ini merupakan suatu bentuk pemberdayaan secara bottom up, dimana komunitas waria melakukan pemberdayaan terhadap waria-waria yang menjadi anggotanya. Jadi Ikatan Waria Madiun menjadi fasilitator pemberdayaan terhadap para waria. Seringkali pemberdayaan waria dilakukan dengan cara top down, dimana pemberdayaan waria dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah. Berikutnya yang menarik dari pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini ialah sasaran pemberdayaan warianya lebih luas, tidak seperti halnya penelitian terdahulu terkait pemberdayaan waria yang hanya berada di waria lingkup satu kota/kabupaten saja, melainkan sasaran pemberdayaannya pada penelitian ini adalah waria di berbagai daerah baik kota/kabupaten se-Karesidenan Madiun. Pemberdayaan oleh IWAMA ini pada waria dari Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo. Selain itu yang menjadi hal yang menarik ataupun keunikan tersendiri dari pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini dan sekaligus yang 11 membedakan dengan pemberdayaan waria lainnya yaitu pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun ini dengan menggunakan aspek budaya. Aspek budaya dalam penelitian ini waria lebih diarahkan ke pemberdayaan yang berkaitan dengan kearifan lokal seni dan budaya setempat. Dalam hal ini pemberdayaan waria diarahkan pada hal-hal yang berkaitan dengan seni dan budaya kearifan lokal di Karesidenan Madiun. Semisal waria diarahkan dan diberi skill untuk menjadi mc, penata rias pernikahan jawa, penari, cucuk lampah, sinden, dan lain sebagainya. Namun pemilihan untuk mengikuti pelatihan peningkatan skill dan memperdalam suatu bidang kesenian yang mana tetap diserahkan pada para waria yang mengikuti pemberdayaan itu sendiri. Hal itu dilakukan agar nantinya para waria dalam pemberdayaan ini tidak merasa terpaksa sehingga pemberdayaan dapat dilakukan dengan lancar dan berdampak baik nantinya. Dari latar belakang yang dijelaskan di atas, kemudian peneliti tertarik untuk melakukan penelitian secara mendalam terhadap Ikatan Waria Madiun (IWAMA) yang ada di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Penelitian ini memfokuskan pada strategi-strategi yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dalam melakukan program pemberdayaan kepada para waria di Karesidenan Madiun. Oleh karena itulah penulis mengajukan judul penelitian “STRATEGI PEMBERDAYAAN IWAMA PADA WARIA”. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana Strategi Pemberdayaan yang dilakukan IWAMA pada Waria di Karesidenan Madiun? 12 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah ada, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mengetahui dan memahami Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis Untuk mengembangkan ilmu sosial dalam hal ini ilmu sosiologi, khususnya dibidang Pemberdayaan Komunitas, juga sebagai bahan masukan dan tambahan informasi bagi mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang khususnya bagi mahasiswa sosiologi. 1.4.2 Manfaat Praktis Memberikan kontribusi pengetahuan mengenai strategi pemberdayaan waria kepada pihak-pihak terkait, misalnya Kementerian Sosial, Pemerintah Daerah, LSM serta Komunitas Waria lainnya, terkait adanya strategi pemberdayaan yang dilakukan agar waria bisa mandiri secara ekonomi dan bisa diterima dengan baik dalam lingkungan sosial masyarakat. 13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu 2.1.1 Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta) Dalam penulisan ini peneliti juga menggunakan beberapa penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian penulis. Terdapat dua penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian penulis. Penelitian terdahulu yang pertama yaitu penelitian dilakukan oleh Eis Al Masitoh Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2016. Penelitian tersebut berjudul “Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta)”. Fokus penelitian tersebut adalah mendeskripsikan latar belakang berdirinya LSM KEBAYA dan menjelaskan mengenai program pemberdayaan waria oleh LSM KEBAYA beserta hasilnya. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik Penentuan informan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teknik snow ball atau bola salju. Teori atau konsep yang digunakan pada penelitian Eis Al Masitoh di LSM KEBAYA tersebut adalah konsep pemberdayaan masyarakat, konsep stereotip dan diskriminasi, konsep HAM dan hak warga negara. Hasil penelitian tersebut yaitu pemberdayaan waria oleh LSM KEBAYA terfokus pada dua aspek yaitu aspek ekonomi dan aspek kesehatan. Pemberdayaan aspek ekonomi berorientasi pada peningkatan skill para waria serta akses modal bantuan dari Dinas Sosial Provinsi Yogyakarta. Pemberdayaan aspek kesehataan 14 yaitu meminimalkan jumlah ODHA waria, penyuluhan seks sehat, akses pengobatan gratis bagi ODHA waria. Penelitian yang dilakukan oleh Eis Al Masitoh ini begitu jelas dan baik dalam mengambarkan proses pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta). Pemberdayaan pada aspek ekonomi dan aspek kesehatan menjadi fokus penelitian tersebut. Selain itu pada penelitian Pemberdayaan Komunitas Waria Oleh LSM KEBAYA (Keluarga Besar Waria Yogyakarta) ini juga cukup baik menjelaskan mengenai seharusnya waria tidak boleh diskriminasi karena waria juga memiliki hak-hak yang sama seperti warga negara lainnya dilihat dari sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM). Jika pemberdayaan dalam penelitian Eis Al Masitoh terfokus hanya pada aspek ekonomi dan kesehatan, maka penelitian yang dilakukan oleh peneliti lebih luas cakupan aspek strategi pemberdayaannya. Jadi dalam penelitian ini tidak hanya fokus pada pemberdayaan dari aspek ekonomi dan kesehatan saja, akan tetapi peneliti juga akan melihat secara mendalam pemberdayaan dengan aspek budaya (kearifan lokal budaya setempat) dan aspek sosialnya. Sehingga penelitian yang dilakukan oleh peneliti dalam hal ini melengkapi penelitian terdahulu yang sudah dilakukan. 2.1.2 Kontradiksi Implementasi Pemberdayaan KAKB (Keluarga Asuh Keluarga Binangun) Komunitas Waria (Studi Implementasi Komunitas Waria Kulon Progo di Kec. Wates, Kab. Kulonprogo) Penelitian terdahulu kedua dari Mutiara Ilma Islami Jurusan Ilmu Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada pada tahun 2014. Penelitian ini berjudul “Kontradiksi 15 Implementasi Pemberdayaan KAKB (Keluarga Asuh Keluarga Binangun) Komunitas Waria (Studi Implementasi Komunitas Waria Kulon Progo di Kec. Wates, Kab. Kulonprogo). Fokus penelitian ini untuk melihat implementasi atau mengevaluasi program pemberdayaan KAKB waria dari pemerintah daerah Kabupaten Kulonprogo. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian tersebut adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Penelitian Mutiara Ilma Islami ini menggunakan Teori Evaluasi dari Robert Stake dan Teori Implementasi dari Grindle. Hasil penelitian tersebut adalah adanya kegagalan dari program pemberdayaan KAKB waria dikarenakan para waria masih turun dijalan atau mengamen, hal itu disebabkan karena masih rendahnya rasa kepemilikan para waria tersebut terhadap program pemberdayaan KAKB karena program KAKB waria bersifat top down dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo. Penelitian yang dilakukan oleh Mutiara Ilma Islami secara umum telah menggambarkan hasil implementasi dan mengevaluasi program pemberdayaan KAKB waria dari pemerintah daerah Kabupaten Kulonprogo. Akan tetapi penelitiannya tentunya berbeda dengan penelitian yang akan peneliti lakukan. Perbedaan tersebut terdapat pada sudut pandang dalam penelitian. Pada penelitian yang akan penulis lakukan lebih menjelaskan atau melihat secara mendalam peran, proses-proses dan strategi pemberdayaan dari sudut pandang fasilitator, dalam hal ini strategi pemberdayaan yang dilakukan IWAMA pada waria. Sedangkan pada penelitian Mutiara Ilma Islami lebih menjelaskan 16 mengenai implementasi dan evaluasi program dari sudut pandang sasaran pemberdayaan saja yaitu waria itu sendiri. Perbedaan berikutnya antara penelitian ini dengan penelitian penulis yaitu pada fasilitator pemberdayaannya, pada penelitian Mutiara Ilma Islami fasilitator pemberdayaannya adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Kulonprogo, sehingga pemberdayaan yang dilakukan bersifat top down. Pada penelitian penulis ini fasilitator pemberdayaan adalah komunitas waria yaitu Ikatan Waria Madiun (IWAMA), sehingga pemberdayaan pada penelitian penulis ini bersifat bottom up. Kemudian penelitian yang akan dilakukan oleh penulis nantinya diharapkan mampu mengambarkan fokus secara mendalam, tentang strategi pemberdayaan IWAMA pada waria. Kemudian dari kedua penelitian terdahulu yang telah dipaparkan maka posisi penelitian penulis disini adalah melengkapi serta memperkuat kedua penelitian terdahulu diatas. Pembaharuan penelitian penulis tersebut dapat dilihat dari pemberdayaan yang dilakukan IWAMA bersifat bottom up dan pemberdayaan yang dilakukan tidak hanya dari aspek ekonomi dan kesehatan saja, melainkan dengan aspek budaya dan aspek sosial. Jadi nantinya dapat dilihat lebih mendalam mengenai peran, proses dan strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun. Selain itu melalui analisis teori ACTORS nantinya dapat dilihat dan diketahui output dari pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA. Perbandingan penelitian penulis dengan penelitian terdahulu jika disajikan dalam bentuk tabel adalah sebagai berikut: 17 Tabel Perbandingan Penelitian Terdahulu No Judul Pemberdayaan Komunitas Waria Kontradiksi oleh LSM KEBAYA (Keluarga (Keluarga Asuh Keluarga Binangun) Pemberdayaan Besar Waria Yogyakarta), Komunitas Waria (Studi implementasi IWAMA pada Eis Al Masitoh (2016) Pemberdayaan Komunitas Waria, Kec.Wates Alfian Yanuar Waria Pemberdayaan KAKB Kulonprogo di KAKB Kab.Kulonprogo), Strategi Kusuma (2018) Mutiara Ilma Islami (2014) 1 Metode Deskriptif Penelitian Kualitatif Penelitian Kualitatif Studi Kasus Kualitatif Studi Kasus 2 Teori Konsep Pemberdayaan Masyarakat Teori Evaluasi Robert Stake Teori ACTORS Sarah Cook dan Konsep Streotip dan Diskriminasi Teori Implementasi Marilees Grindle Steve Macaulay Konsep HAM dan Hak Warga Negara Hasil 3 Penelitian ini melihat pemberdayaan Penelitian ini melihat implementasi dan waria oleh LSM KEBAYA terfokus mengevaluasi program pemberdayaan pada 2 aspek yaitu aspek ekonomi dan KAKB waria dari pemerintah daerah aspek kesehatan. Pemberdayaan Kabupaten Kulonprogo. aspek ekonomi berorientasi pada peningkatan skill waria serta akses Hasil dari modal bantuan dari Dinas Sosial kegagalan penelitian program ini adanya pemberdayaan Provinsi Yogyakarta. Pemberdayaan KAKB waria dikarenakan para waria aspek kesehataan meminimalkan masih turun dijalan atau mengamen, hal jumlah ODHA Waria, penyuluhan itu disebabkan karena masih rendahnya seks sehat, akses pengobatan gratis rasa kepemilikan para waria tersebut ODHA Waria terhadap program pemberdayaan KAKB karena program KAKB waria bersifat top down dari Pemda Kulonprogo. 18 2.2 Teori ACTORS Dalam penelitian ini menggunakan Teori ACTORS tentang pemberdayaan yang dikemukakan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay. Asumsi dasar Teori ACTORS ini adalah masyarakat dipandang sebagai subyek yang dapat melakukan perubahan dengan cara membebaskan seseorang dari kendali atau peraturan yang kaku dan memberikannya kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap keputusankeputusan, ide-ide dan tindakan-tindakannya (Maani, 2011). Pemberdayaan yang dimaksudkan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay lebih mengarah pada pendelegasian secara sosial dan etika/moral, antara lain: mendorong adanya ketabahan, mendelegasikan wewenang sosial, mengatur kinerja, mengembangkan organisasi (baik itu lokal maupun eksteren), menawarkan kerjasama, berkomunikasi secara efisien, mendorong adanya inovasi, dan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Dengan menggunakan konsep pemberdayaan yang ditawarkan Sarah Cook dan Steve Macaulay ini, maka perubahan yang akan dihasilkan merupakan suatu perubahan yang bersifat terencana karena input yang akan digunakan dalam perubahan telah diantisipasi sejak dini sehingga output yang akan dihasilkan mampu berdaya guna secara optimum. Kajian pengelolaan pemberdayaan dengan menggunakan kerangka kerja teori ACTORS adalah sebagai berikut: (Macaulay, 1997) 19 KERANGKA KERJA TEORI ACTORS INPUT OUTPUT Autority A C Confidence and Competence  Self Respect (Pengakuan Diri) T Trust  Self Confidence (Percaya Diri) O Oportunities  R S Responsibility Self Relience (Kemandirian) Support (1) Authority atau wewenang pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kepercayaan kepada waria untuk melakukan perubahan yang mengarah padaperbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Dengan demikian mereka merasa perubahan yang dilakukan adalah hasil produk dari keinginan mereka untuk menuju perubahan yang lebih baik. 20 (2) Confidence and compentence atau rasa percayadiri dan kemampuan diri, pemberdayaan dapat diawali dengan menimbulkan dan memupuk rasa percaya diri serta melihat kemampuan bahwa waria sendiri dapat merubah keadaan. (3) Trust atau keyakinan, untuk dapat berdaya, menimbulkankeyakinan bahwa dirinya memiliki potensi untuk dikembangkan. (4) Opportunity atau kesempatan, yakni memberikan kesempatan kepada waria untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. (5) Responsibility atau tanggung jawab, maksudnya yaitu perlu ditekankan adanya rasa tanggung jawab pada waria terhadap perubahan yang dilakukan. (6) Support atau dukungan, perlu adanya dukungan dari berbagai pihak agar proses perubahan dan pemberdayaan dapat menjadikan waria ‘lebih baik’. Dalam hal ini dukungan diharapkan selain dari sisi sosial, ekonomi dan budaya juga dukungan dari berbagai stake holders yang dilakukan secara simultan tanpa dominasi oleh salah satu pihak. Dari pelaksanaan pemberdayaan yang dilihat melalui kerangka kerja teori ACTORS di atas, maka terdapat beberapa output yang akan dicapai apabila pemberdayaan tersebut berjalan dengan baik. Output tersebut antara lain: Self Respect (Pengakuan diri) Adanya pengakuan diri dari sasaran pemberdayaan bahwa terdapat perubahan positif yang mereka rasakan setelah mereka memperoleh pemberdayaan, 21 Self Confidence (Percaya diri) Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah pemberdayaan yang dilaksanakan dapat menghasilkan suatu sikap percaya diri dalam diri para waria. Dimana kepercayaan diri tersebut adalah kepercayaan diri untuk terus berkembang menjadi lebih baik. Self Reliance (Kemandirian) Setelah memperoleh pemberdayaan, sasaran mampu untuk memperoleh kemandirian, seperti kemandirian dalam berfikir, kemandirian dalam mengerjakan sesuatu dan kemandirian ekonomi atau kerja sebagai hasil dari pemberdayaan yang diperoleh. Dalam kaitannya dengan penelitian ini waria di Karesidenan Madiun yang termaginalkan dikarenakan stigma dan penerimaan yang buruk dimasyarakat mencoba melakukan program kegiatan pemberdayaan waria melalui Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Hal itu dilakukan sebagai bentuk respon dan penanganan terhadap masalah sosial para waria di Karesidenan Madiun. Dengan menggunakan Teori ACTORS ini Ikatan Waria Madiun (IWAMA) diposisikan sebagai subyek yang dapat melakukan perubahan dengan cara membebaskan para waria di Karesidenan Madiun dari norma atau peraturan yang selama ini menyebabkan stigma dan penerimaan yang buruk pada waria di lingkungan masyarakat. Para waria diberikan kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap keputusan mereka untuk tetap menjadi seorang waria, namun mampu berdaya dan mengembangkan diri sesuai potensi diri yang mereka miliki dan inginkan. Hal ini dilakukan agar nantinya para waria tidak lagi termaginalkan dan didiskriminasi. 22 Selain itu agar para waria dapat mandiri secara ekonomi dan penerimaan masyarakat terhadap para waria menjadi lebih baik. Dengan menggunakan Teori ACTORS dalam penelitian ini nantinya dapat membantu peneliti dalam melihat strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun. 2.3 Definisi Konseptual 2.3.1 Konsep Pemberdayaan Pengertian pemberdayaan dapat dipahami melalui pendekatan pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) yang bertujuan untuk mencapai kemandirian masyarakat. Penempatan aspek manusia dalam pendekatan ini adalah sebagai fokus utama dan sumber utama pembangunan, sehingga masyarakat tidak hanya dipandang sebagai obyek pembangunan sekaligus subyek atau pelaku utama pembangunan. Berkaitan dengan hal tersebut, Bookman dan Morgen mengatakan bahwa pemberdayaan sebagai konsep yang sedang populer mengacu pada usaha menumbuhkan keinginan pada seseorang untuk mengaktualisasi diri, melakukan mobilitas ke atas, serta memberikan pengalaman psikologis yang membuat seseorang merasa berdaya (Babari J, 1996). 2.3.1.1 Tahap -Tahap Pemberdayaan Ada beberapa tahap pemberdayaan yang menerapkan tidak selalu linier, melainkan lebih fleksibel. Fase kegiatan ini meliputi:(Darmayanti, 2015) 1. Persiapan. 2. Pengembangan kontak dengan klien. 3. Pengumpulan data. 4. Perencanaan dan analisis. 23 5. Bekerja dengan kelompok komunitas. 6. Penyadaran diri bersama untuk perubahan yang ingin dicapai. 7. Monitoring dan evaluasi. 8. Kesepakatan bersama. Pemberdayaan dalam penelitian ini bersifat bottom up karena fasilitator pemberdayaan adalah komunitas waria itu sendiri yaitu Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Pemberdayaan oleh IWAMA dilakukan pada waria di Karesidenan Madiun. Dalam penelitian ini dilihat secara mendalam mengenai peran, prosesproses dan strategi yang dilakukan oleh IWAMA dalam pemberdayaan waria di Karesidenan Madiun. 2.3.2 Konsep Waria Pengertian umum waria adalah seorang laki-laki yang berdandan, bergaya, bertingkah laku seperti wanita. Kelainan tersebut sering digolongkan pula dalam berbagai jenis penyakit. Tapi dimana seseorang yang memiliki fisik berbeda dengan keadaan jiwannya. Istilah tersebut biasa juga dikenakan pada seseorang yang secara fisik laki-laki tapi berdandan dan berlaku sebagai perempuan (Atmojo, 1986). Sebagai besar dari mereka adalah wanita meskipun sejak lahir mereka memiliki jenis kelamin laki-laki. a. Penyebab Waria Tidak ada penjelasan yang jelas yang bisa menjelaskan penyebab dari seseorang menjadi waria (Nevid R. , 1995). Sudah banyak teori yang menjelaskan tentang waria tapi bukti terkini belum ada kesimpulan. Salah satu teori menyatakan bahwa ketidak seimbangan jumlah hormon pada saat prenatal(Crooks, 1999). b. Waria dalam Lingkungan Sosial 24 Seorang waria tidak hanya berkeinginan untuk dapat hidup sebagai anggota lawan jenisnya (Kelly, 2001). ketika kaum waria menunjukan identitas yang diinginkan sering kali mereka mendapatkan diskriminasi dan cemoohan, karena masyarakat sering kali tidak menerima peran dan identitas gender yang dinilai menyimpang (Kelly, 2001). c. Karakteristik Waria Adapun kriteria diagnostik seseorang dikategorikan waria(Nevid J. R., 2000), yaitu : 1. Merasa tidak nyaman dan tidak sesuai dengan jenis kelamin biologis yang dimilikinya 2. Berharap untuk bisa membuang alat kelamin dan hidup sebagai jenis kelamin lainnya 3. Tidak ada kelainan fisikal atau keabnormalitasan genetik 4. Tidak memiliki kelainan mental lainnya Dalam penelitian ini waria yang dijadikan sasaran penelitian adalah Ikatan Waria Madiun (IWAMA). IWAMA merupakan komunitas waria yang anggota nya merupakan para waria yang berasal dari Karesidenan Madiun. 25 2.4 Alur Pemikiran 1.Waria didiskriminasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat KETERANGAN: Masalah sosial pada waria Alur Penelitian 2.Waria dianggap menyimpang karena menyalahi kodrat sebagai laki-laki Teori ACTIORS Penjelasan 3.Waria bermasalah dengan ekonomi karena sulitnya mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan waria diberi kewenangan untuk menentukan pelatihan bidang pekerja seni yang mereka inginkan. Ikatan Waria Madiun 4.Waria mendapat stigma negatif dianggap sebagai pekerja seks (IWAMA) 5.Waria dianggap tidak sehat atau tidak normal serta pembawa penyakit menular mengikutsertakan para waria ini dengan kegiatan-kegiatan publik yang dihadiri oleh masyarakat seperti karnaval Pemberdayaan Waria Strategi Pemberdayaan Teori ACTORS Waria diajak hadir dalam kegiatan arisan bulanan sebagai sarana pendekatan dan adanya motivasi oleh waria yang sukses setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan waria diberi kesempatan untuk bekerja bersama komunitas waria ditekankan bertanggung jawab pada dirinya sendiri dalam hal kesehatan melalui test vct dan penggunaan kondom Penerimaan Masyarakat Kemandirian Ekonomi IWAMA menggandeng KPAD, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kab.Madiun serta DINKES 26 untuk mendukung kegiatan pemberdayaan Pada gambar bagan diatas dapat dipahami bahwa pemberdayaan waria dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dikarenakan terdapat masalah sosial pada waria di Kabupaten Madiun. Waria di Kabupaten Madiun memiliki masalah sosial yang secara langsung berdampak pada kehidupan para waria di Kabupaten Madiun. Masalah sosial para waria tersebut antara lain adalah waria didiskriminasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat, waria dianggap menyimpang karena menyalahi kodrat sebagai laki-laki, waria bermasalah dengan ekonomi mereka karena kesulitan mencari pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan, waria mendapatkan stigma yang negatif karena dianggap sebagai pekerja seks dan selanjutnya waria dianggap tidak sehat atau tidak normal serta pembawa penyakit menular. Dalam segala permasalahan sosial yang dimiliki oleh waria berpengaruh pada penerimaan masyarakat terhadap waria. Dilain sisi disaat waria terdiskriminasi dimasyarakat waria juga harus memenuhi kebutuhan ekonominya untuk bertahan hidup, sedangkan dikarenakan stigma dan diskriminasi pada waria membuat waria sulit dalam mencari pekerjaan sehingga waria ada yang mangkal dijalan dan bekerja sebagai pekerja seks. Hal itu tentunya membuat pandangan masyarakat semakin buruk terhadap para waria. Melihat masalah sosial tersebut waria mulai muncul kesadaran bahwa perlunya sesuatu yang harus dilakukan agar waria mampu mandiri dalam hal ekonomi agar tidak terjerumus dalam pekerjaan yang negatif seperti pekerja seks serta kesadaran perlunya pula waria diterima dalam kehidupan sosial masyarakat dan waria tidak lagi dipandang buruk oleh masyarakat. 27 Sebagai upaya untuk mengatasi masalah sosial para waria ini, waria di Kabupaten Madiun berkumpul membentuk sebuah kelompok Waria yang diberi nama Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Bentuk usaha yang dilakukan para waria ini merupakan wujud dari pemberdayaan komunitas sebagai usaha menyikapi masalah sosial para waria. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) menjadi satu-satunya komunitas waria di Karesidenan Madiun. Menyikapi masalah sosial para waria di Kabupaten Madiun Ikatan Waria Madiun (IWAMA) membuat program-program pemberdayaan terhadap para waria. Program pemberdayaan ini ditunjukan kepada para waria anggota IWAMA. Program pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini dibuat agar waria mampu mandiri secara ekonomi dan dapat diterima dengan baik dimasyarakat, lebih dari hal itu diharapkan agar bisa menjawab atau menjadi solusi bagi masalah sosial yang dialami oleh para waria di Kabupaten Madiun. Dalam Penelitian ini penulis mencoba mencari, melihat serta memahami secara mendalam strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Dalam melihat serta melakukan penelitian strategi pemberdayaan para waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ini penulis menggunakan Teori ACTORS agar memudahkan dalam menjelaskan strategi pemberdayaan yang dilakukan nantinya. 28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, dimana penelitian ini berusaha melihat, memahami, dan mendiskripsikan fenomena-fenomena yang terjadi. Dalam mengkaji fenomena ini, peneliti akan mencoba memaparkan antara konteks dan kealamiahannya. Untuk itu peneliti memilihmetode kualitatif yang sesuai untuk menjabarkan penelitian. Penelitian kualitatif adalah suatu usaha untuk menampilkan fenomena yang dialami oleh subjek penelitiannya, misalnya perspektif didalam dunia sosial, dari segi perilaku,konsep dan persoalan yang diteliti (Moleong, 2013). Alasan peneliti menggunakan metode kualitatif ini adalah metode ini mampu memberikan pemahaman untuk memahami latar belakang permasalahan dan tindakan individu yang akan diamati, selain itu penelitian ini diharapkan akan memperoleh data yang mendalam dan sebanyak-banyaknya yang berhubungan dengan strategi pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Sedangkan penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Pendekatan penelitian studi kasus adalah pengamatan yang bersifat mendalam terhadap suatu fenomena sosial, individu, kelompok, masyarakat ataupun situasi dalam melakukan aktifitas tertentu (Yin, 2013). Secara umum studi kasus dapat dipahami sebagai alat atau strategi dalam melakukan penelitian dan sekaligus hasil suatu penelitian terhadap suatu kasus tertentu. Inti dari studi kasus adalah mengapa keputusan 29 tersebut diambil dan bagaimana cara menerapkannya dan hasilnya seperti apa. (Salim, 2006) Dalam pendekatan studi kasus salah satu yang ditonjolkan adalah keunikan dari suatu kasus yang akan diteliti. Keunikan dalam penelitian ini adalah pemberdayaan waria yang dilakukan oleh komunitas waria sendiri, jadi komunitas waria menjadi fasilitator pemberdayaan kepada anggotanya, seringkali pemberdayaan kepada waria dilakukan oleh pemerintah daerah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Pada kasus di Kabupaten Madiun ini komunitas waria dalam Ikatan Waria Madiun (IWAMA) melakukan pemberdayaan kepada para waria. Selain itu keunikan berikutnya Ikatan Waria Madiun merupakan komunitas waria yang anggotanya tidak hanya berasal dari Kabupaten Madiun saja melainkan anggotanya tersebar di Karesidenan Madiun, dimana Karesidenan Madiun meliputi Kabupaten Madiun, Kota Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Ngawi. Hal ini tentunya menjadi keunikan untuk diteliti. 3.2 Fokus Penelitian Fokus penelitian adalah penetapan suatu masalah dalam penelitian yang menjadi fokus penelitian. Penetapan ini bertujuan memberikan batasan terhadap permasalahan yang ada, agar tidak terjadi pembiasan dalam membahas masalah yang sedang diteliti dan agar penelitian lebih relevan dengan obyek penelitian serta mendapatkan hasil yang diharapkan oleh peneliti. Fokus penelitian ini adalah strategi pemberdayaan yang dilakukan IWAMA dalam pemberdayaan waria diKaresidenan Madiun.Dalam hal ini penulis akan fokus pada IWAMA karena sebagai fasilitator pemberdayaan. 30 3.3 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti tentang IWAMA bertempat di Karesidenan Madiun. Alasan peneliti memilih lokasi penelitian ini karena peneliti melihat terdapat hal yang menarik dan perlu penelitian secara mendalam mengenai strategi pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun di Karesidenan Madiun. Alasannya antara lain: a. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) memiliki cakupan daerah yang cukup luas. Dimana anggotanya terdiri dari beberapa daerah di Karesidenan Madiun. Daerah tersebut antara lain Kabupaten Madiun, Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo dan Kota Madiun. b. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) terbentuk karena adanya kesadaran para waria dalam menanggapi masalah sosial mereka, dan terdapatnya pemberdayaan secara bottom up oleh para waria disana. 3.4 Teknik Penentuan Informan Pemilihan informan dalam penelitian kualitatif lebih menekankan kepada kualitas informan dan bukan kepada kuantitas informannya. Pemilihan informan dalam penelitian kualitatif sendiri memiliki beberapa karakter sebagai berikut (Salim, 2006) : 1. Tidak diarahkan pada kuantitas atau dengan kata lain dengan jumlah besarmelainkan pada kekhususan kasus. 2. Tidak ditentukan secara kaku, sesuai dengan kebutuhan di lapangan dan dapat berkembang selama proses penelitian. 3. Mengarah pada kecocokan dengan konteks permasalahan. 31 Dalam penelitian ini penentuan informan dilakukan dengan cara purposive, yaitu informan diambil selektif atau dengan pertimbangan tertentu sesuai kriteria dan dianggap menguasai atau memahami secara mendalam strategi pemberdayaan IWAMA pada waria yang merupakan fokus penelitian ini. Kriteria penentuan informan utama dalam penelitian ini antara lain: 1. Merupakan pengurus Ikatan Waria Madiun dan bergabung di IWAMA lebih dari 5 tahun. 2. Mengetahui secara detail program kegiatan pemberdayaan yang dilakukan IWAMA. 3. Terlibat aktif dalam kegiatan pemberdayaan yang dilakukan IWAMA. 4. Bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh peneliti. Kriteria penentuan informan tambahan dalam penelitian ini antara lain: 1. Mengetahui kegiatan pemberdayaan yang dilakukan IWAMA tetapi bukan sebagai pengurus IWAMA. 2. Apabila informan tambahan merupakan seorang waria maka harus pernah mengikuti kegiatan pemberdayaan yang dilakukan IWAMA. 3. Bersedia meluangkan waktu untuk diwawancarai oleh peneliti. Dalam penelitian ini penulis memilih beberapa informan yang mampu memberikan suatu informasi yang diperlukan guna mendukung penelitian yang dilakukan, nantinya akan terdapat informan kunci, informan utama, informan tambahan. Dibawah ini merupakan tabel informan pada penelitian ini: 32 Tabel 2. Daftar Informan Penelitian No Informan Posisi di Penelitian 1 Mbak IL Informan Kunci 2 Mbak Lina Informan Utama 3 Mbak AJ Informan Utama 4 Mbak IL Informan Utama 5 Mas W Informan Utama 6 Mbak ZZ Informan Tambahan 7 Mbak NR Informan Tambahan 8 Bu Erna Informan Tambahan 9 Mas Risal Informan Tambahan Sumber: Peneliti, Data Primer 2018 Dalam penelitian ini peneliti tidak menuliskan nama asli informan, hal ini dilakukan untuk menjaga privasi dari informan sendiri. Oleh karena itu peneliti hanya menggunakan nama samaran yaitu berupa inisial saja sehingga privasi informan tetap terjaga. informan kuncinya adalah Mbak IL, Mbak IL merupakan seorang waria yang senior dan pengurus anggota Ikatan Waria Madiun (IWAMA). informan kunci tersebut dipilih dikarenakan melalui Mbak IL ini nantinya penulis dikenalkan dengan ketua dan pengurus Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Informan utama pada penelitian ini adalah orang yang dianggap mengetahui, memahami secara mendalam serta terlibat langsung dengan fokus penelitian. Informan utama dalam penelitian ini adalah Ketua dan Pengurus Ikatan Waria 33 Madiun (IWAMA). Ketua dan pengurus IWAMA tentunya merupakan pihak yang memahami secara mendalam dan terlibat langsung dengan strategi pemberdayaan IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun. Dalam penelitian ini informan utamanya adalah mantan ketua IWAMA yaitu Mbak Lina, selanjutnya Mbak IL yang merupakan wakil ketua IWAMA dan bendahara dalam kepengurusan IWAMA yaitu Mbak AJ. Berikutnya Mas W yang merupakan salah satu pendiri IWAMA yang mengetahui IWAMA dari awal. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak terkait yang dapat mendukung dan menguatkan informasi dari informan utama. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terkait dalam pemberdayaan waria yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Pihak-pihak terkait tersebut bisa juga anggota dari IWAMA yang sudah mengikuti pemberdayaan atau pihak lainnya yang dapat mendukung serta menguatkan informasi dari informan utama. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah Mbak ZZ dan Mbak NR yang merupakan salah satu waria yang diberdayakan dan merupakan anggota Ikatan Waria Madiun. Informan tambahan berikutnya dalah Bu Erna yang merupakan penata rias perempuan sekaligus pemilik salon yang tempatnya dijadikan basecamp IWAMA. Informan tambahan berikutnya dalam penelitian ini adalah Mas Risal yang merupakan kordinator kelompok resiko tinggi gay dan waria dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Madiun. 3.5 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari informan utama, informan kunci dan informan tambahan melalui wawancara secara semistruktur dan terfokus sesuai 34 tema penelitian yaitu terkait strategi pemberdayaan IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun. Data primer juga diperoleh dari observasi yang dilakukan oleh peneliti saat di lapangan. Sedangkan data sekunder merupakan data yang didapat tidak secara langsung. Dalam penelitian ini data sekunder dapat berupa buku catatan bulanan IWAMA, dokumentasi, media sosial anggota IWAMA, dokumen-dokumen terkait kegiatan strategi pemberdayaan Ikatan Waria Madiun (IWAMA). 3.6 Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian kualitatif terdapat beberapa jenis teknik dan cara untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan dalam menyusun sebuah penelitian. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan beberapa teknik pengumpulan data penelitian diantaranya: 3.6.1 Wawancara Teknik wawancara sendiri adalah proses menggali keterangan, informasi, datadata di lapangan untuk tujuan penelitian yang didapat dengan cara tanya jawab kepada informan yang telah ditentukan. Secara umum wawancara studi kasus bersifat open-ended. Open ended adalah dapat mendapatkan informasi dengan cara wawancara kepada informan kunci, informan utama maupun informan tambahan mengenai peristiwa-peristiwa, fakta-fakta disamping opini mereka sendiri. Peneliti juga dapat meminta pendapat dari informan melalui pendapat mereka sendiri terhadap permasalahan penelitian. Esterberg dalam mendifinisikan wawancara adalah merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat 35 dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Esterberg juga mengemukakan beberapa macam penelitian diantaranya: 1. Wawancara terstruktur, digunakan sebagai, teknik pengumpulan data bila peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Dengan wawancara tersktruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama dan peneliti mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini, pengumpulan data menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpul data. 2. Wawancara semistruktur, dalam pelaksanaannya lebih bebas dan tujuan wawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat dan ide-idenya. 3. Wawancara tidak terstruktur, wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Peneliti belum mengetahui secara pasti data apa yang akan diperoleh, sehingga peneliti lebih banyak mendengarkan apa yang diceritakan oleh responden. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode wawancara semistruktur. Wawancara semistruktur adalah wawancara yang cara pelaksanaannya sifatnya lebih bebas. Ketika melakukan wawancara, peneliti dan informan dapat terlibat dalam sebuah percakapan yang luwes, akrab dan tidak kaku. Tujuan dalam metode ini agar informasi yang diterima lebih mendalam. Peneliti mengajukan pertanyaan dengan fleksibel serta lebih banyak mendengar pendapat dari informan. Pertanyaan 36 yang diajukan kepada informan tidak terpaku pada guide interview, peneliti dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan informasi yang dapat memberikan pemahaman lebih jelas namun peneliti tetap memiliki model rancangan wawancara agar tetap fokus pada penelitian yang akan dikaji. Peneliti dalam wawancara penelitian ini berusaha untuk menggali informasi mengenai strategi pemberdayaan IWAMA pada waria. 3.6.2 Observasi Observasi dilakukan untuk mengetahui gambaran umum dan kondisi tentang obyek penelitian secara langsung. Observasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu observasi langsung. Dengan observasi langsung ini diharapkan hasil data penelitian ini yang didapatkan menjadi akurat. Observasi ini dilakukan peneliti dengan cara terjun langsung ke lapangan dan berusaha mengamati kondisi dan gambaran umum waria di karesidenan madiun baik yang menjadi anggota ikatan waria madiun (IWAMA) maupun yang sedang menjajakan diri di Bong Pay Madiun atau tempat yang dijadikan mangkal oleh para waria di Karesidenan Madiun. Selain itu peneliti juga turut hadir dalam berbagai acara yang diselenggarakan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dan kegiatan pemberdayaan yang dilakukannya. Hal ini dilakukan agar dapat dilihat kesesuaian data hasil wawancara dengan data observasi di lapangan. Sehingga data yang didapatkan lebih akurat. kemudian peneliti membuat catatan lapangan terhadap hasil observasi yang telah dilakukan. 3.6.3 Dokumentasi Teknik pengumpulan data yang terakhir dilakukan oleh peneliti ialah dokumentasi. Dokumentasi merupakan suatu cara pengambilan data dari dokumendokumen yang berhubungan dengan penelitian, baik koran, majalah, website, 37 artikel, buku, foto-foto, video dan catatan lapangan dalam penelitian. Pengambilan data dengan dokumentasi di lapangan akan memperkuat hasil penelitian ini. Dalam penelitian ini contoh dokumentasi berupa buku bulanan IWAMA, foto-foto kegiatan pemberdayaan IWAMA, dokumen-dokumen terkait perijinan kegiatan atau peraturan IWAMA, pemberitaan mengenai kegiatan IWAMA dari media massa maupun media sosial dan lain sebagainya yang berkaitan dengan topik penelitian. 3.7 Keabsahan Data Menurut Moleong membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik keabsahan data penelitian adalah: (Moleong, 2013) 1. Triangulasi Sumber Dalam penelitian ini triangulasi data yang digunakan berupa macammacam data yang ada diantaranya melalui dokumen, arsip, hasil wawancara dan hasil observasi 2. Triangulasi Metode Penggunaan berbagai metode untuk meneliti suatu hal, dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. 3. Triangulasi Teori Penggunan berbagai teori yang berlainan untuk memastikan bahwa data yang dikumpulkan sudah memenuhi syarat. 4. Triangulasi Penyidikan 38 Triangulasi penyidikan dalam hal ini dengan jalan memanfaatkan peneliti atau pengamat lainnya untuk keperluan pengecekan kembali derjat kepercayaan data. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Teknik Triangulasi Sumber. Teknik ini digunakan untuk memperoleh derajat kepercayaan akan data yang diperoleh sehingga data tersebut dapat dianggap valid dan cara yang dilakukan oleh peneliti dalam teknik triangulasi sumber ini antara lain: 1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara dengan informan. Dalam observasi peneliti melihat penampilan waria madiun ketika bekerja sebagai pekerja seni dilanjutkan dengan wawancara dengan pengurus dari Ikatan Waria Madiun. Langkah selanjutnya peneliti membandingkan hasil observasi dan data hasil wawancara yang ditemukan dilapangan untuk memperoleh hasil yang sesuai dengan kenyataan yang ada. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kesalahan karena terkadang pengamatan yang dilakukan peneliti tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya atau sebaliknya terkadang data wawancara yang diperoleh tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. 2. Membandingkan apa yang dikatakan informan saat didepan umum dengan perkataan ketika melakukan pernyataan pribadi. Dalam hal ini peneliti mengikuti kegiatan arisan bulanan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun, dalam arisan tersebut peneliti melakukan wawancara dengan informan utama yang merupakan 39 pengurus dari IWAMA. Peneliti bertanya mengenai sejarah berdirinya IWAMA dan kegiatan pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA. Setelah itu peneliti melakukan wawancara secara pribadi dengan menemui para informan utama yang merupakan pengurus IWAMA dirumahnya. Dalam wawancara secara pribadi ini peneliti menanyakan lagi mengenai sejarah berdirinya IWAMA dan kegiatan pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA. Peneliti juga menanyakan tanggapan, pesan dan kesan secara pribadi dari masingmasing informan mengenai kegiatan pemberdayaaan waria yang dilakukan oleh IWAMA. 3. Membandingkan keadaan menurut perspektif seseorang dengan berbagai pendapat yang dikatakan oleh orang lain disekitarnya. Peneliti membandingkan data penelitian dari apa yang dikatakan oleh informan utama yang merupakan pengurus iwama dengan informan utama yang lainnya yang merupakan pendiri IWAMA. Selain itu peneliti membandingkan data penelitian dari apa yang dikatakan oleh informan utama dengan informan tambahan baik dari pihak waria yang diberdayakan maupun pihak lain yang mendukung dan mengetahui kegiatan pemberdayaan waria oleh IWAMA. Ini dilakukan dengan cara membandingkan keadaan dan perspektif antara seseorang dengan yang lain untuk mendapatkan data yang valid terkait dengan pemberdayaan waria oleh IWAMA. 40 4. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen-dokumen lain yang berkaitan. Setelah peneliti melakukan wawancara dengan semua informan. Data hasil wawancara yang didapat melalui perspektif informan lantas dibandingkan dengan dokumen atau arsip yang dimiliki oleh pengurus IWAMA. Peneliti mendapatkan data dokumen berupa buku arisan bulanan IWAMA dan catatan data progress pemberdayaan waria anggota IWAMA. Selain itu peneliti juga mendapatkan catatan test vct rutin dari Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Kabupaten Madiun. 3.8 Teknik Analisis Data Terdapat tiga teknik analisis data yang sering digunakan dalam penelitian studi kasus yaitu: penjodohan pola, analisis deret waktu dan pembuatan eksplanasi (Yin, 2013). Dalam proses analisis data studi kasus, terdapat suatu proses strategi analisis untuk mempermudah peneliti yang banyak memiliki data dan alat pengumpul data mentah untuk melakukan analisis data. Disini terdapat 3 teknik analisis Yin dalam studi kasus, yaitu: 1. Penjodohan pola adalah Analisis data dengan menggunakan logika penjodohan pola seperti membandingkan pola data empirik dengan pola yang sudah diprediksi sebelumnya. Jika kedua pola ini cocok, maka dapat digunakan untuk menguatkan proses analisis data yang bersangkutan. 2. Pembuatan Eksplanasi 41 adalah untuk menganalisis data dari studi kasus dengan cara membuat suatu penjelasan tentang studi kasus yang akan diteliti. 3. Analisis deret waktu adalah studi kasus yang banyak digunakan dalam pendekatan eksperimen dan kuasa eksperimen. Sedangkan penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis data penjodohan pola. Dalam penelitian ini pola yang akan diperjodohkan adalah perbandingan pola yang ada di lapangan dengan teori yang dikemukakan dengan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay terkait teori pemberdayaan ACTORS. Pada tahap inilah peneliti mengintegrasikan data hasil penelitian dengan teori yang digunakan, serta pada pada tahap pembahasan peneliti dapat menganalisis data berdasarkan pada tujuan penelitian dengan data yang diperoleh dari informan. Teknik analisis data dengan perjodohan pola yaitu teknik analisis data dengan cara membandingkan pola yang didasarkan atas empiris dengan pola yang diprediksi atau dengan beberapa prediksi alternatif. Apabila kedua pola ini memiliki persamaan maka hasilnya dapat menguatkan validitas internal pada studi kasus tersebut (Yin, 2013). Dalam penelitian ini, terdapat tahapan dalam membangun sebuah proposisi yang dapat diuraikan sebagai berikut: a. Menetapkan peristiwa dan lokasi yang akan diteliti, yaitu terdapat aspek pemberdayaan komunitas dalam kegiatan pemberdayaan waria oleh Ikatan Waria Madiun di Karesidenan Madiun. 42 b. Mengumpulkan data awal untuk memperkuat pernyataan mengenai peristiwa tersebur, yang dapat dilakukan dengan observasi dan wawancara. c. Menggunakan teori yang mampu menjadi acuan dan menentukan focus penelitian, yaitu teori ACTORS dari Sarah Cook dan Steve Macaulay dalam input strategi pemberdayaan dan output pemberdayaan. d. Membangun proposisi awal yang merupakan pernyataan yang dibangun atas dasar teoritis dan empiris, yaitu : “(1) Ikatan Waria Madiun melakukan pemberdayaan terhadap waria dikarenakan merasa senasib sepenanggungan dengan banyaknya permasalahan sebagai waria. ; (2) Pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA dengan memberikan pelatihan sebagai penata tata rias, MC, cucuk lampah, ludruk, tari, sinden, penata dekorasi, tetapi waria diberikan kewenangan untuk memilih pelatihannya yang diminat.” Proposisi (dugaan awal) tersebut kemudian dibandingkan dengan data yang lebih mendalam mengenai pemberdayaan waria melalui pekerja seni. Peneliti melakukan pengalian dan analisis data mengenai strategi pemberdayaan waria yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun. Namun, tidak menutup kemungkinan akan adanya peluang perbedaan antara hasil penelitian yang sudah diperoleh dengan proposisi (dugaan awal) tersebut. Apabila terdapat perbedaan maka akan muncul proposisi baru lagi yang dibangun atas dasar data empiris dan teoritis (Teori ACTORS Sarah Cook dan Steve Macaulay). Proposisi tersebut akan terus diuji di lapangan hingga proposisi 43 tersebut dapat menjelaskan realitas yang sebenarnya di lokasi penelitian. Merujuk pada hasil penelitian yang sudah dibahas atau diuraikan pada pembahasan, maka diperoleh proposisi akhir yang disampaikan pada bab 5, halaman 96. 44 BAB IV GAMBARAN UMUM 4.1 Gambaran Umum Sejarah Ikatan Waria Madiun Awal sejarah Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dimulai dengan berdirinya komunitas gay di Kabupaten Madiun yang bernama Gaya Madiun. Namun kegiatan komunitas ini awalnya hanya sebagai komunitas untuk kumpul-kumpul dan bahkan kegiatannya hanya sebatas senang-senang serta mencari pasangan sesama jenis. Gaya Madiun berdiri pada tahun 1994 didirikan oleh beberapa gay yang masih remaja bahkan beberapa masih pelajar. Pendirinya beberapa sekarang sudah meninggal dunia, pendiri Gaya Madiun antara lain: Mas KN(alm), Mas DR(alm), Mas ELN, Mas W, Mas BB, Mas AY, Mas LL, Mas DSN(alm). Kegiatan Gaya Madiun setiap malam minggu anggotanya berkumpul di Kota Madiun. Tempat berkumpul anggota Gaya Madiun antara lain di Alun-Alun Madiun, Mall Sri Ratu dan Bioskop Madiun. Sedangkan setiap bulannya anggota Gaya Madiun berlibur ke Telaga Sarangan yang berada di Kabupaten Magetan. Awal berdirinya belum ada kegiatan pemberdayaan atau kegiatan yang kaitannya positif untuk penanganan masalah sosial para GWL (gay, waria, laki suka laki). Orang-orang minoritas anggota Gaya Madiun mulai mendapatkan dukungan dari pemerintah pusat pada masa orde baru era Presiden Suharto. Pada masa orde baru tahun 1994an Menteri Negara Urusan Peranan Wanita Bu Siti Aminah Sugandhi atau lebih dikenal dengan Ibu Mien Sugandhi yang juga ketua ormas MKGR (Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong) mulai merangkul komunitas orang-orang minoritas seperti para gay, waria, laki suka laki. 45 MKGR merupakan organisasi masyarakat sayap partai golkar, partai yang berkuasa pada waktu itu. Pada tahun tersebut menteri peranan wanita Ibu Mien Sugandhi melalui MKGR mendorong terbentuknya komunitas gay, waria, laki suka laki di setiap daerah. Para ketua komunitas tersebut sering diajak untuk mengikuti rapat di Kota Surabaya. Gaya Madiun waktu itu diketuai oleh Mas DSN. Mas DSN sering mewakili Gaya Madiun ketika mengikuti rapat MKGR di Kota Surabaya. Walaupun komunitas Gaya Madiun pada waktu itu sudah dirangkul oleh menteri negara urusan peranan wanita Ibu Min Sugandi melalui MKGR, namun tidak ada perubahan kegiatan produktif yang dilakukan oleh Gaya Madiun. Kegiatan berkumpul dan bersenang-senang dengan mencari pasangan sesama jenis masih tetap dilakukan. Bahkan lingkupnya menjadi lebih luas yaitu seperti komunitas gay kediri yang ikut berkumpul dan berhubungan sesama jenis dengan komunitas Gaya Madiun. Tahun 1998 Presiden Suharto lengser dan rezim orde baru pun juga turut digantikan oleh rezim reformasi. Komunitas Gaya Madiun pada saat itu tidak lagi mengikuti rapat bersama MKGR. Pada tahun 1999 anggota Gaya Madiun banyak yang mengekspresikan dirinya sesuai dengan dorongan gendernya. Hal itu menyebabkan banyak dari mereka yang menjadi waria dengan berdandan serta berpenampilan seperti wanita. Banyak anggota Gaya Madiun yang mulai merubah penampilannya menjadi waria. Seperti halnya dengan Mas BB yang merupakan pendiri Gaya Madiun merubah penampilannya dengan membesarkan dada menggunakan obat-obatan agar terlihat 46 seperti payudara yang besar dan dirinya juga memanjangkan rambutnya serta mengganti nama menjadi Mbak IL. Mbak IL merupakan wakil ketua IWAMA periode sekarang. Selain itu ada pula Mas AY yang merubah penampilan menjadi seperti wanita dan merubah namanya menjadi Mbak AJ. Beberapa anggota lainnya tidak merubah penampilannya seperti Mas W dan Mas LL. Disini kegiatannya masih sama yaitu kumpul-kumpul dan berlibur di tempat wisata. Namun anggotanya yang aktif mengikuti kegiatan mulai menurun dikarenakan banyaknya waria yang menganggur dan mulai takutnya mereka untuk keluar rumah dikarenakan waria jadi bahan cemoohan dan didiskriminasi di lingkungan sosial masyarakat di Kabupaten Madiun. Pada tahun 2004 terdapat 3 waria anggota Gaya Madiun yaitu Mbak Lina, Mbak IL dan Mbak DR(alm) yang belajar dan bekerja sebagai asisten penata rias pernikahan di penata rias perempuan bernama Mbak Daning. Disana mereka bertiga diajari dan dipekerjakan oleh Mbak Daning karena kasihan melihat kondisi mereka berdua yang sudah waria pengangguran pula. Mereka juga diajari untuk menjadi penari atau cucuk lampah oleh Mbak Daning. Sedangkan anggota Gaya Madiun lainnya masih tetap menganggur, ada beberapa yang mengurung diri dirumah dan ada beberapa yang sudah berpenampilan waria menjadi pekerja seks komersial dengan mangkal di pemakaman Bong Cina di Kabupaten Madiun dan belakang Stadion Wilis Kota Madiun. Melihat kondisi dan masalah sosial para waria di Kabupaten Madiun tersebut, para waria yang sudah berkerja dan anggota lainnya yang merupakan pengurus dari komunitas Gaya Madiun berkumpul dan sepakat merubah nama 47 menjadi Ikatan Waria Madiun (IWAMA) pada tahun 2006. Mbak Erlina dijadikan ketua dari Ikatan Waria Madiun. Perubahan nama menjadi Ikatan Waria Madiun (IWAMA) disertai dengan program kegiatan yang lebih positif untuk penanganan masalah sosial para waria. Para waria yang sudah mulai sadar akan pentingnya penerimaan identitas mereka didalam masyarakat agar tidak ada lagi diskriminasi dan stigma-stigma buruk yang ditempelkan pada para waria. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) mulai menjalankan kegiatan pemberdayaan waria kepada para anggotanya. Namun sasaran pemberdayaan ini hanya sebatas pada para waria anggotanya di Kabupaten Madiun. Pemberdayaan tersebut hanya pada dua bidang kesenian saja yaitu penata rias pernikahan dan cucuk lampah serta tari. Seiring dengan suksesnya program pemberdayaan waria di Kabupaten Madiun membuat para waria diluar Kabupaten Madiun tertarik bergabung dengan Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Hingga mulai tahun 2008 para waria berasal dari berbagai daerah di Karesidenan Madiun yang terdiri dari Kabupaten Magetan, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Ponorogo, Kota Madiun ikut bergabung pula dengan Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Pada tahun tersebut pemberdayaan yang dilakukan dengan meminta para pekerja seni lainnya untuk turut membantu dalam kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA tersebut. Sehingga bidang pemberdayaan lebih diperluas ke beberapa bidang antara lain: ludruk, campursari, sinden, salon, mc, boga (catering), jahit kebaya dan bidang sebelumnya cucuk lampah, tari dan penata rias. 48 Setelah beberapa anggota IWAMA mendapatkan pelatihan dari para pekerja seni tersebut mulai tahun 2010 ketua IWAMA Mbak Lina memutuskan kegiatan pemberdayaan semuanya dilakukan oleh waria/gay anggota IWAMA sendiri. Hal itu dilakukan agar pemberdayaan dan pendekatan ke waria lebih mudah apabila sama-sama waria/gay. Seiring berjalannya waktu pada periode berikutnya struktur kepengurusan organisasi ini menjadi diperluas dan diikutsertakan pula para waria yang baru bergabung yang berasal dari Karesidenan Madiun. Hal ini dilakukan agar program pemberdayaan IWAMA ini lebih mudah dikordinir berdasarkan spesialisasi pemberdayaan dan lokasinya. IWAMA juga memiliki basecamp yang digunakan untuk rapat pengurus ataupun persiapan kegiatan-kegiatan IWAMA yang akan dilakukan. Basecamp tersebut terletak di Salon Niken yang beralamat di Jalan Setya Budi Kota Madiun. Gambar 1. Basecamp Ikatan Waria Madiun Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 Pada tahun 2016 ada pergantian kepengurusan di IWAMA agar terdapat regenerasi nantinya. Selain itu anggota IWAMA juga mulai dikirim ke Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS Daerah se Karesidenan Madiun untuk 49 menjadi pendamping ODHA disetiap Kabupaten/Kota di Karesidenan Madiun. Jabatan sebagai pendamping ODHA se Karesidenan Madiun sebelumnya dipegang oleh Mbak Erlina sendiri selaku ketua IWAMA. IWAMA banyak mengalami perkembangan mulai dari kegiatan pemberdayaan, peningkatan anggota IWAMA yang beranggotakan waria/gay se Karesidenan Madiun dan kerja sama dengan Dinas Kesehatan, KPAD dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan pada masa kepengurusan yang diketuai oleh Mbak Lina. Mulai tahun 2016 IWAMA diketuai oleh Mbak ND, wakilnya dijabat oleh Mbak IL, Seketaris dijabat oleh waria yang termasuk usia muda seperti Mbak SS dan Mas RV, bendahara satu dijabat oleh salah satu pendiri IWAMA yaitu Mbak AJ dan bendahara dua dijabat oleh Mbak NC. Kepengurusan ini diisi oleh gay/waria dari lintas generasi, terdapat generasi gay/waria yang senior dan terdapat pula gay/waria yang muda. Hal itu dilakukan agar terdapat pendidikan terlebih dahulu agar nantinya kedepan regenerasi kepengurusan IWAMA bisa diisi oleh orangorang yang sudah punya pengalaman sebelumnya. Ikatan Waria Madiun sekarang beranggotakan 200 orang. Terdapat lebih banyak lagi waria di Karesidenan Madiun diluar keanggotaan dari IWAMA. Meski begitu waria yang masih mangkal atau menutup diri atas identitas mereka akan dicoba terus untuk dirangkul agar bergabung dengan IWAMA, karena menurut pengurus IWAMA bagaimanapun seluruh gay dan waria di Karesidenan Madiun adalah saudara IWAMA. Tabel Struktur pengurus Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dapat dilihat ditabel dibawah ini. 50 Tabel 3. Struktur Pengurus Ikatan Waria Madiun (IWAMA) KETUA Mbak ND WAKIL KETUA Mbak IL SEKETARIS I Mbak SS SEKETARIS II Mas RV BENDAHARA I Mbak AJ BENDAHARA II Mbak NC Sumber: Data IWAMA 2018 51 4.2 Gambaran Umum Keadaan Waria di Karesidenan Madiun Sebelum Adanya Kegiatan Pemberdayaan oleh Ikatan Waria Madiun Sebelum adanya pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA pada waria banyak terjadi permasalahan sosial yang dialami oleh waria di Karesidenan Madiun. Permasalahan waria yang paling utama jelas adanya diskriminasi dalam segala hal. Diskriminasi yang sering terjadi ketika waria berada dilingkungan publik dan berhubungan dengan masyarakat sekitar. Seringkali waria dijauhi dan juga dihina ketika berada dilingkungan publik. Penampilannya yang berbeda dengan jenis kelaminnya menjadi bahan untuk membully para waria, hal itu diungkapkan oleh Mbak AJ saat menceritakan pengalamannya sebelum menjadi waria yang ikut kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA. “...Dulu itu waria-waria seperti kami sebelum mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA sering kali didiskriminasi di lingkungan publik mas. Saya dan hampir semua waria sering dihina mas karena kami berpenampilan wanita. Pernah dulu saya waktu ke Mall Sri Ratu mau beli baju kan tanya ke penjaganya mas, eh malah saya dicuekin terus penjaganya tertawa sambil menghina saya banci kok ke mall...” (AJ, Tanggal 31 Juli 2018, Lokasi: Salon milik Mbak AJ) Diskriminasi seperti itu seringkali dialami oleh para waria. Sebelum waria tersebut bergabung dan mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA, banyak waria yang pengangguran. Pengangguran tersebut karena waria tidak diterima dilingkungan pekerjaan baik formal maupun non formal. Penampilannya yang tidak sesuai dengan jenis kelaminnya tersebut membuat mereka tidak diterima kerja. Hal itu menyebabkan banyak waria di Karesidenan Madiun yang dijalan untuk mangkal menjadi pekerja seks komersial di pemakaman Bong Cina Kabupaten Madiun dan 52 belakang Stadion Wilis Kota Madiun. Seperti diungkapkan oleh Mas W yang merupakan pendiri IWAMA ketika kami berbincang dirumahnya. “...Dulu sebelum adanya iwama dan kegiatan pemberdayaannya gay, waria orang-orang minoritas seperti kami ini mau kerja apa hlo. Mau kerja kantoran atau instansi pemerintah tidak diterima. Kerja non formal juga tidak diterima. Banyak yang jadi pengangguran akibatnya banyak yang jadi genggek mas di Bong Cina Madiun sama belakang Stadion Wilis...” (W, Tanggal 2 Agustus 2018, Lokasi: Rumah Mas W) Beberapa waria yang bekerja menjadi pekerja seks komersial di Pemakaman Bong Cina Madiun dan belakang Stadion Wilis menyebabkan beberapa masalah sosial pada waria di Karesidenan Madiun pada waktu itu. Masalah sosial tersebut yaitu waria yang mangkal karena sering ganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan sesama jenis tanpa adanya pengecheckan kesehatan rutin menyebabkan banyak waria yang menyebarkan penyakit kelamin menular bahkan hingga HIV AIDS. Berikutnya semua waria oleh masyarakat dianggap sebagai “genggek” atau PSK, selain itu waria dan gay di Karesidenan Madiun semakin dijauhi oleh masyarakat karena adanya anggapan penyebab sekaligus menularkan HIV/AIDS. “...Aku dulu sampai tidak mau keluar rumah mas, tetangga jauhi aku dan ngatain aku genggek bencong terus mereka semua bilang jangan deket-deket nanti ketularan HIV. Padahal walau aku itu waria, aku dulu belum pernah berhubungan sesama jenis apalagi sampai jadi genggek mas...” (NR, Tanggal 14 agustus 2018, Lokasi: Rumah Mbak NR) Mbak NR merupakan salah satu contoh waria yang terimbas dari stigma negatif dan diskriminasi masyarakat pada waria di Karesidenan Madiun pada kala itu. Mbak NR menjadi waria setelah lulus SMA. Ketika masih SMA NR yang kala itu masih menggunakan nama aslinya Mas R masih menahan diri untuk 53 mengekspresikan penampilannya sesuai gender yang dirasakannya sebagai wanita. Hal itu dilakukan karena Mas R tidak ingin ada masalah dengan sekolahnya dan gurunya. Setelah lulus SMA baru Mas R merubah penampilannya dan menggunakan nama NR agar lebih sesuai dengan penampilannya sebagai wanita. Hal itu membuat dirinya dijauhi oleh tetangga-tetangganya karena mereka takut tertular HIV dan sering kali Mbak NR mendapatkan hinaan sebagai “genggek” atau PSK. Padahal faktanya tidak semua waria melakukan hubungan sesama jenis dan menjadi PSK, apalagi sampai tertular HIV/AIDS. Stigma-stigma yang terbangun dimasyarakat tersebut menyebabkan para gay, waria di Karesidenan Madiun terdiskriminasi dilingkungan masyarakat bahkan lingkungan terkecil keluarga dan tetangga rumah. 4.3 Gambaran Umum Informan Pada penelitian ini tentunya peneliti telah memilih informan yang dapat memberikan informasi terkait dengan fokus penelitian. Terdapat 8 Informan pada penelitian ini, dimana pada 4 informan dikategorikan sebagai informan utama penelitian, dan ada 4 informan yang dikategorikan sebagai informan tambahan. Adapun gambaran umum informan tersebut adalah sebagai berikut: 4.3.1 Informan Utama 1. Mbak IL Mbak IL merupakan wakil ketua dari Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Selain sebagai wakil ketua di IWAMA, Mbak IL juga merupakan orang yang ikut mendirikan IWAMA. Sebagai wakil ketua Mbak IL seringkali memberikan sambutan dalam acara internal IWAMA maupun acara-acara 54 resmi pemerintah daerah di Karesidenan Madiun yang mengundang IWAMA. Kemampuan berbicaranya yang tanggap dan sikap nya yang ramah kepada semua orang menjadikannya akrab dan banyak dikenal oleh para waria anggota IWAMA ataupun waria yang masih mangkal di Karesidenan Madiun. Gambar 2. Informan Mbak IL Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 Mbak IL aktif dalam mengkordinir kegiatan-kegiatan di IWAMA. Dalam kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA, Mbak IL menjadi rekan pemberdayaan pada bidang tari dan cucuk lampah. Dalam penelitian ini Mbak IL menjadi informan kunci sekaligus informan utama. Sebagai informan kunci Mbak IL mengenalkan peneliti pada pengurus yang lainnya dan orang-orang yang terlibat langsung dengan pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA. 2. Mbak AJ Mbak AJ merupakan waria yang senior di Ikatan Waria Madiun. Sejak awal berdiri Mbak AJ adalah bendahara dalam kepengurusan IWAMA. Mbak AJ dulu masih sembunyi-sembunyi ketika berdandan atau berpenampilan sebagai perempuan. Hal itu dikarenakan Mbak AJ tidak ingin membuat malu keluarganya. Ayahnya adalah seorang guru yang mengajar di sekolahan yang 55 berada di dekat rumahnya, kakaknya juga merupakan pegawai negeri sipil di lingkungan Dinas Pemda Kabupaten Madiun. Hal itu lah yang membuat Mbak AJ bersembunyi-sembunyi ketika berpenampilan sebagai perempuan. Hal tersebutsudah dilakukan sampai beberapa tahun hingga pada suatu waktu Mbak AJ ketahuan oleh orang tuanya sering berdandan dan berpenampilan sebagai perempuan ketika diluar rumah. Akhirnya Mbak AJ diperbolehkan berdandan dan berpenampilan sebagai perempuan ketika di rumah daripada sering keluar rumah hanya untuk berdandan dan berpenampilan sebagai perempuan. Selain di Ikatan Waria Madiun Mbak AJ juga tergabung dan aktif dalam organisasi lainnya yaitu Tiara Kusuma dan Harpi. Mbak AJ tergabung dalam organisasi tersebut dikarenakan Mbak AJ merupakan instrutur tata rias di Lembaga Puspita dan instruktur kecantikan rambut di Lembaga Rekmo Ayu. Mbak AJ juga memiliki salon dan rias pengantin yang berada di rumahnya di Demangan Kota Madiun. Mbak AJ dijadikan bendahara di IWAMA dikarenakan orangnya terkenal tegas dan lugas kepada anggota IWAMA. Gambar 3. Informan Mbak AJ Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 56 Dalam penelitian ini peneliti menganggap Mbak AJ mampu memberikan informasi terkait strategi pemberdayaan IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun dikarenakan Mbak AJ selain pengurus dalam IWAMA yang tentunya mengetahui kegiatan IWAMA. Mbak AJ juga merupakan rekan pemberdayaan pada bidang salon dan tata rias kecantikan yang tentunya terlibat langsung dengan kegiatan pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA. 3. Mbak Lina Informan Utama berikutnya adalah Mbak Erlina atau yang akrab disapa Mbak Lina. Mbak Lina ini merupakan mantan ketua IWAMA yang menginisiasi kegiatan pemberdayaan dan kegiatan-kegiatan yang lainnya di IWAMA. Mbak Lina ini merupakan waria yang mengarahkan IWAMA melakukan kegiatan yang lebih produktif. Walaupun sekarang tidak lagi menjabat di kepengurusan IWAMA, Mbak Lina tetap berkontribusi aktif dalam kegiatan IWAMA. Mbak Lina juga merupakan rekan pemberdayaan dalam bidang tata rias dan fashion show karnaval. Gambar 4. Informan Mbak Lina Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 57 Mbak Lina waktu menjadi ketua IWAMA banyak memberikan piala dan prestasi baik tingkat lokal, tingkat provisi hingga tingkat nasional. Prestasi tingkat nasional yang diperoleh salah satunya sebagai waria teladan tingkat nasional, tentunya hal tersebut mengangkat nama para waria se-Karesidenan Madiun terutamanya IWAMA. Mbak Lina dulunya juga merupakan pendamping ODHA di KPAD dan Dinas Kesehatan se-Karesidenan Madiun, namun sekarang Mbak Lina memilih sebagai pendamping ODHA di Dinas Kesehatan Kota Madiun saja. Sedangkan pendamping ODHA untuk KPAD/DINKES wilayah lainnya di Karesidenan Madiun diberikan pada waria lainnya yang juga anggota IWAMA yang sudah dididik dan diberi pelatihan melalui kegiatan pemberdayaan IWAMA. Dalam penelitian ini Mbak Lina dijadikan informan utama karena Mbak Lina tentunya mengetahui secara mendalam strategi pemberdayaan IWAMA karena merupakan penginisiasi kegiatan pemberdayaan dan terlibat aktif dari awal berdiri IWAMA hingga sekarang ini. Selain itu Mbak Lina mewakili IWAMA juga aktif menjalin komunikasi dan kerja sama dengan pihak-pihak diluar IWAMA seperti Dinas Kesehatan, Komisi Penanggulangan AIDS Daerah, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan se-Karesidenan Madiun. 4. Mas W Mas W merupakan salah satu pendiri IWAMA. Tetapi Mas W tidak mau masuk dalam kepengurusan IWAMA dan memilih menjadi anggota saja. Mas W bukanlah termasuk waria karena tidak berpenampilan perempuan melainkan penampilan sehari-harinya sejak dahulu sewajarnya laki-laki pada umumnya. 58 Namun untuk ketertarikan seksualnya kepada sesama jenis pula, bisa dibilang LSL (Laki Suka Laki) atau lebih dikenal dengan nama Gay. Mas W merupakan anggota IWAMA yang beruntung karena mampu mengenyam pendidikan hingga sarjana. Mas W pernah berkuliah di jurusan sosial masyarakat Universitas Muhammadiyah Malang. Mas W mengatakan waria ataupun anggota IWAMA banyak yang sekolahnya bermasalah. Ada pula yang putus sekolah ataupun maksimal hanya sma bukan karena mereka bodoh ataupun kurang mampu, melainkan karena waria terkadang kurang bisa menahan hasrat mereka untuk tidak berpenampilan sebagai wanita. Tentunya ketika sekolah ataupun kuliah penampilannya harus sewajarnya. Hal tersebut merupakan penyebab waria anggota IWAMA banyak yang tidak mau untuk kuliah dan banyak yang putus sekolah. Gambar 5. Informan Mas W Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 Mas W walupun tidak masuk dalam kepengurusan IWAMA tetapi aktif terlibat dalam kegiatan pemberdayaan IWAMA pada waria. Mas W merupakan rekan pemberdayaan pada bidang Menjahit baju kebaya ataupun baju daerah 59 lainnya, selain itu beliau juga merupakan rekan pemberdayaan bidang dekorasi pernikahan. Selain itu Mas W juga memperkerjakan waria anggota IWAMA yang mengikuti pemberdayaan untuk membantunya apabila ada pesanan untuk tata rias manten dan dekorasi pernikahan. Tentunya pemilihan Mas W sebagai informan utama dalam penelitian ini dikarenakan Mas W terlibat secara langsung pemberdayaan IWAMA pada waria. 4.3.2 Informan Tambahan 1. Mbak ZZ Mbak ZZ adalah informan tambahan dalam penelitian ini. Mbak ZZ sekarang merupakan waria anggota iwama yang menjadi pendamping ODHA di Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Madiun. Selain itu Mbak ZZ juga merupakan waria yang mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA. Sekarang Mbak ZZ bekerja sebagai pekerja seni dalam bidang cucuk lampah dan asisten perias manten. Pekerjaannya tersebut dikarenakan mendapat pelatihan dan mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA. Gambar 6. Informan Mbak ZZ Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 60 Awal mulanya Mbak ZZ merupakan seorang gay. Penampilannya masih seperti pria pada umumnya. Hal itu dilakukannya agar Mbak ZZ tetap dapat bekerja. Dirinya merupakan pemuda asli madiun tetapi bekerja sebagai pekerja pabrik di Kota Surabaya. Dirinya sudah melakukan hubungan dengan sesama jenis sejak bekerja di Kota Surabaya. Ketika Mbak ZZ pulang ke Kota Madiun, dirinya melihat karnaval yang diikuti oleh Ikatan Waria Madiun. Karnaval yang dilihatnya tersebut banyak sekali pria yang berdandan dan bertingkah laku seperti wanita. Hal tersebut membuatnya penasaran. Apalagi masyarakat melihat karnaval tersebut dengan kegembiraan bahkan banyak yang tertawa karena penampilan para anggota IWAMA yang terkesan lucu dan menghibur. Setelah acara karnaval Mbak ZZ menghampiri orang-orang yang berdandan dan bertingkah laku seperti wanita tersebut. Dirinya bertanya mengenai apa yang dilihatnya itu. Pengurus IWAMA pun menjelaskan mengenai komunitas IWAMA dan diajaknya pula Mbak ZZ untuk bergabung menjadi anggota IWAMA. Setelah beberapa kali aktif mengikuti kegiatan IWAMA saat dirinya pulang ke Madiun. Pada tahun 2014 dirinya memutuskan untuk berhenti bekerja di Kota Surabaya dan pulang ke Madiun agar dapat berkumpul dengan teman-temanya di IWAMA. Dirinya pun juga mengikuti kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA. Sekarang Mbak ZZ menjadi waria yang bekerja sebagai cucuk lampah dan masih tetap mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA di bidang tata rias pernikahan. Mbak ZZ jelas 61 merupakan waria anggota IWAMA yang mengikuti kegiatan pemberdayaan. Maka dalam penelitian ini Mbak ZZ menjadi informan tambahan. 2. Mbak NR Mbak NR merupakan anggota waria yang diberdayakan oleh Ikatan Waria Madiun yang berasal dari Kabupaten Magetan. Mbak NR bergabung di IWAMA sejak lulus SMA tahun 2011. Pada saat SMA Mbak NR menyadari bahwa dirinya berbeda dengan pria lainnya. Pada saat itu penampilannya masih sama dengan pria pada umumnya tapi gaya bicaranya dan tingkah lakunya sudah menunjukan feminim. Seringkali dirinya menjadi bahan bullyan oleh teman-teman disekolahnya. Setelah lulus SMA Mbak NR sudah mulai menggunakan bedak dan pensil alis saat keluar rumah. Hal itu membuat dirinya jadi bahan perbincangan oleh tetangganya. Orang tuanya pun memarahi Mbak NR agar tidak berdandan kewanita-wanitaan. Tapi Mbak NR masih saja tetap menggunakan make up saat keluar rumah, hal itu juga dilakukan saat dirinya melamar kerja didekat rumahnya atau pun di tempat lainnya. Akhirnya Mbak NR selalu ditolak ketika melamar pekerjaan, alasannya selalu mempermasalahkan penampilannya sekaligus tingkah laku dan gaya bicaranya yang feminim. Pada saat itu dirinya selain sebagai pengangguran juga menjadi cemoohan orang. Dirinya pun malu keluar rumah karena tidak ingin selalu dicemooh atau jadi perbincangan tetangga. Orang tuanya merasa malu dan kecewa diusia remajanya anaknya malah berubah seperti itu. Sebenarnya hal tersebut sudah dirasakan oleh Mbak NR sejak SMA namun 62 dirinya belum berani mengekspresikan jiwanya karena akan banyak tekanan dari sekolah, guru dan lingkungan sekitarnya. Salah satu anggota IWAMA yang tinggal di Kabupaten Magetan mengetahui perihal Mbak NR dari omongan-omongan tetangga. Kebetulan anggota IWAMA tersebut tinggal di desa yang bersebelahan dengan desa rumahnya Mbak Nr. Akhirnya anggota IWAMA tersebut dan mendatangi rumahnya Mbak NR dan berbicara padanya sekaligus pada orang tuanya. Mbak NR dijelaskan mengenai adanya banyak orang yang seperti dirinya di IWAMA. Akhirnya Mbak NR diajak untuk ikut kumpul pertama pada saat arisan IWAMA. Dalam IWAMA Mbak NR merasa menemukan saudara yang bisa memahami dan dihargai selayaknya orang pada umumnya. Dia bisa mengekspresikan gender feminimnya secara bebas. Pada saat itu dia menganti nama panggilannya menjadi Mbak NR diharapkannya agar sesuai dengan penampilannya. Sekarang sudah lebih dari 8 tahun Mbak NR bergabung di IWAMA. Mbak NR lebih menyukai bidang salon dan bidang cucuk lampah ketika mengikuti pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA. Gambar 7. Informan Mbak NR Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 63 Mbak NR karena sering diajak ikut atau melihat penampilan ludruknya IWAMA yang bernama ludruk GSM menginspirasi dirinya untuk membuat group sendiri tapi bukan dibidang ludruk melainkan bidang cucuk lampah. Hal itu disampaikan ke IWAMA dan akhirnya anggota lainnya pun juga turut mendukung dan disepakati group tersebut diberi nama Wandu Lawu dengan anggota nya ada 5 orang yang semuanya merupakan anggota IWAMA dari Kabupaten Magetan. Sebagai waria yang mengikuti pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA maka Mbak NR dalam penelitian ini menjadi informan tambahan. 3. Bu Erna Bu Erna merupakan informan tambahan pada penelitian ini. Awalnya Bu Erna merupakan pemilik salon kecantikan sekaligus penata rias pernikahan yang bersaing dan tidak menyukai waria. Beliau beranggapan bahwa waria itu paling cuma bisa “genggek” atau jual diri. Selain itu ketika ada waria yang bekerja sebagai penata rias dan membuka salon kecantikan membuat konflik dengan para penata rias dan pemilik salon perempuan seperti Bu Erna. Cemoohan terhadap para waria sering kali diberikan oleh Bu Erna dan para penata rias lainnya. Karena tidak adanya komunikasi menyebabkan konflik yang berkepanjangan antara penata rias perempuan dengan penata rias waria Menyikapi hal tersebut ketua Ikatan Waria Madiun pada waktu itu masih dijabat oleh Mbak Erlina membicarakan permasalahan tersebut dengan pengurus lainnya. Para waria tersebut berpikir apabila konflik dengan pemilik salon perempuan dan penata rias perempuan akan membuat kegiatan 64 pemberdayaan waria oleh IWAMA tidaklah berguna. Hal itu karena meski para waria sudah dilatih mengenai tata rias dan salon kecantikan tetap saja para waria tidak bisa bekerja disalon atau sebagai asisten penata rias dari pemiliknya yang perempuan. Tujuan awal dari pemberdayaan yang dilakukan IWAMA adalah kemandirian ekonomi para waria dan penerimaan masyarakat yang baik. Tentunya hal tersebut tidak akan terlaksana apabila terus memelihara konflik yang berkepanjangan tersebut. Hingga suatu saat IWAMA mendapatkan undangan untuk mengisi acara Pemerintah Daerah Kabupaten Madiun dengan menampilkan tari daerah dan kesenian ludruk. IWAMA menggunakan jasa rias dan menyewa kebaya untuk tampil di salon rias milik Bu Erna dan salon kecantikan lainnya yang pemiliknya merupakan penata rias perempuan yang awalnya tidak menyukai waria. Seiring dengan bertambahnya undangan yang meminta IWAMA untuk menampilkan ludruk atau kesenian lainnya sejalan dengan sering bertemu dan berkomunikasinya antara waria dengan pemilik salon rias perempuan untuk menggunakan jasa rias dan menyewa kebaya. Hal itu membuat Bu Erna mengetahui bahwa waria-waria di Karesidenan Madiun yang tergabung dalam IWAMA tidaklah seperti yang beliau pikirkan sebelumnya. Bu Erna mengetahui bahwa waria di IWAMA merupakan orang yang ramah dan memiliki kegiatan yang positif salah satunya seperti kegiatan pemberdayaan waria pada bidang kesenian dan kebudayaan. 65 Gambar 8. Informan Bu Erna Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 Bu Erna diminta masuk ke IWAMA dan menjadi penasihat para wariawaria anggota IWAMA. Salon rias yang dimiliki nya sekarang juga dijadikan basecamp untuk rapat atau persiapan kegiatan oleh anggota IWAMA. Dalam penelitian ini Bu Erna merupakan informan tambahan, meski Bu Erna bukanlah waria tetapi Bu Erna sebagai pemilik basecamp IWAMA dan penasihat IWAMA jelas dapat memberikan informasi tambahan bagi penelitian ini. 4. Mas Risal Informan tambahan berikutnya adalah Mas Risal yang merupakan PNS anggota Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kabupaten Madiun. Mas Risal merupakan kordinator kelompok resiko tinggi gay dan waria. Sebagai kordinator kelompok resiko tinggi gay dan waria di KPAD Kabupaten Madiun membuat Mas Risal sering berkomunikasi dan berkeja sama dengan IWAMA dan waria yang mangkal di lingkungan Karesidenan Madiun. Mas Risal tidak hanya bekerja di kantor saja, melainkan aktif dengan turun langsung di lapangan dengan menjadi pendamping ODHA dan memberikan wawasan 66 mengenai HIV/AIDS kepada kelompok masyarakat yang rentan atau beresiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS. Mas Risal juga aktif mengajak para waria agar menjaga kesehatan mereka melalui check kesehatan gratis setiap bulannya. Tidak dipungkiri bahwa waria merupakan kelompok masyarakat yang beresiko tinggi terhadap penularan HIV/AIDS, maka dari itu KPAD Kabupaten Madiun memberikan pengetahuan mengenai HIV/AIDS kepada ketua Ikatan Waria Madiun pada waktu itu yang masih dijabat oleh Mbak Erlina atau yang akrab disapa Mbak Lina. Mbak Lina akhirnya diminta menjadi pendamping ODHA dari KPAD. Pengetahuan Mbak Lina mengenai HIV/AIDS yang diperolehnya melalui pengalamannya sebagai pendamping ODHA KPAD dibagikan kepada para anggota IWAMA. Mas Risal juga sering diundang dan diminta oleh IWAMA untuk datang pada kegiatan arisan rutin IWAMA setiap tanggal 20 per bulannya. Pengurus IWAMA berharap bahwa kegiatan IWAMA juga terdapat penyuluhan kesehatan dan pengetahuan mengenai HIV/AIDS. Hal itu sejalan dengan program dari KPAD Kabupaten Madiun yaitu Mobile VCT. Sebelumnya KPAD memberikan pengecheckan kesehatan gratis dengan test vct kepada para waria hanya dilakukan di kantor KPAD Kabupaten Madiun atau dengan mendatangi Puskesmas Bangunsari dan Puskesmas Mejayan Kabupaten Madiun. 67 Gambar 9. Informan Mas Risal KPAD Sumber: Dokumentasi pribadi 2018 Dalam penelitian ini Mas Risal yang merupakan kordinator kelompok resiko tinggi gay dan waria di KPAD Kabupaten Madiun dijadikan informan tambahan karena untuk membantu peneliti mengenai informasi tambahan yang dibutuhkan terkait Strategi pemberdayaan IWAMA. 68 BAB V PEMBAHASAN 5.1 Tahap Pemberdayaan Waria oleh IWAMA Dalam rangka merespon kondisi waria sekaligus menangani permasalahan para waria di Karesidenan Madiun, IWAMA Madiun membuat program pemberdayaan yang ditujukan kepada para waria. Program ini dilaksanakan secara mandiri oleh IWAMA. Secara mandiri disini dalam setiap proses kegiatannya direncanakan dan dijalankan oleh IWAMA sendiri. Namun IWAMA juga melakukan pendekatan dengan intansi pemerintah setempat agar bisa mendapatkan dukungan dalam melakukan pemberdayaan ini. Dukungan tersebut berkaitan dengan diberikannya kesempatan waria untuk menampilkan karya dari hasil pemberdayaannya didepan masyarakat secara luas. Sehingga dapat merubah persepsi dan stigma masyarakat yang buruk terhadap waria. Pemberdayaan menurut Darmayanti(Darmayanti, 2015) sendiri Ada beberapa tahap pemberdayaan yang penerapannya tidak selalu linier, melainkan lebih fleksibel. Sedangkan, dalam penelitian ini pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA terdiri dari beberapa tahap antara lain (1) tahap pendekatan dan pengenalan, (2) tahap penyadaran diri bersama untuk perubahan yang ingin dicapai, (3) tahap pelatihan, (4) tahap bekerja dengan komunitas. Tahap-tahapan ini dijadikan alur dalam melakukan pemberdayaan kepada para waria. Tetapi untuk waktu pemberdayaan nya setiap orang belum tentu sama karena IWAMA lebih menekankan pada prosesnya agar waria berproses sesuai keinginan mereka sendiri jadi saat melakukan pemberdayaan tidak karena terpaksa sehingga pemberdayaan 69 dapat berjalan dengan efektif karena memang kemauan dari para waria itu sendiri. Hal itu seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut : “Pemberdayaan yang iwama lakukan ada tahap tahapnya, yang pertama mengajak waria yang baru masuk ke iwama datang ke arisan, nanti di arisan itu dikenalkan semua anggota, kalau udah kenal gitu kan ntar juga deket mas, orang waria itu orange gampang deket mas apalagi sesama waria, kalau udah masuk diwajibkan test vct dijelasin guna nya apa test ini sama dikasih tau kalau udah gabung iwama mau periksa kesehatan dapet fasilitas mas dipukesmas, baru tahap berikutnya waria dilatih kesenian mas, ada banyak yang iwama tawarkan mas terserah mereka minatnya sama kesenian yang mana. Nanti kalau udah bisa latihannya langsung di ajak kerja bareng mas biar bisa ngerasain kan gimana rasanya kerja dan ketemu diliat langsung sama banyak orang gitu itung-itung cari nama mas, jadi meski tetep banci tapi dikenal karena bisa ngriasnya atau narinya gitu mas.” (Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018) Tahap pendekatan dan pengenalan IWAMA kepada waria dilaksanakan dalam kegiatan Arisan. Tahap berikutnya mengenai tahap penyadaran diri bersama mengenai perubahan yang ingin dicapai melalui kegiatan test vct, pembagian kondom dan pemeriksaan kesehatan secara gratis dari dinas kesehatan dan instansi terkait, Tahap pelatihan melalui kegiatan pelatihan pekerja seni, Tahap bekerja bersama komunitas melalui kegiatan karnaval, ludruk, cucuk lampah, menjadi penata rias di pernikahan, sinden. Pada tahap ini waria diajak langsung bekerja dimasyarakat. 5.1.1 Arisan Arisan ini merupakan awal dari tahapan kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh iwama. Arisan iwama diselenggarakan rutin sebulan sekali tiap tanggal 20. Lokasi arisan bertempat dirumah anggota iwama bergantian secara bergiilir. Arisan ini digunakan sebagai kegiatan pendekatan iwama terhadap waria 70 yang baru bergabung, selain itu pada kegiatan arisan ini juga digunakan untuk memperkenalkan iwama dan kegiatan pemberdayaannya. Dalam kegiatan arisan ini semua anggota iwama diwajibkan hadir, namun tidak semua anggota diwajibkan mengikuti angsuran arisan dikarenakan angsuran arisan nya cukup tinggi yang dibayarkan. Angsuran arisan yang harus dibayarkan senilai 100.000 rupiah perbulannya. Ada pula tabungan kas 50.000 rupiah per orangnya yang digunakan untuk dipinjamkan ke anggota iwama untuk modal mereka bekerja dan sisanya dimasukan kas serta digunakan untuk pembiayaan pelatihan pekerja seni. Jadi pembiayaan komunitas dan kegiatannya dibiayai oleh anggota melalui angsuran tabungan ini. Hal tersebut disampaikan oleh Informan Mbak AJ selaku bendahara iwama sebagai berikut : “Ya kalau dateng arisan itu kan semuanya mas wajib, tapi kalau yang ikut arisan enggak semua soalnya angsurane ya lumayan mas 100ribu, terus kita ada tabungan juga 50ribu buat kas sama dipinjamkan untuk modal kerja ke anggota tapi dengan bunga, sisanya ya digunakan untuk kegiatan pemberdayaan juga mas. Oh iya sama yang dapat arisan itu menanggung biaya konsumsi arisannya mas, kalau kebutuhan lainnya kayak terop hiburan dari temen-temen mas jadi enggak ngeluarin biaya.” (Wawancara dengan Mbak AJ, pada tanggal 31 Juli 2018) Pembiayaan untuk keperluan tenda, konsumsi dan hiburan arisan dilakukan melalui gotong royong dan ditambah uang kas sisa arisan bulanan sebelumnya. Gotong royong disini semisal untuk tenda terop menggunakan tenda terop milik salah satu anggota iwama sendiri, untuk biaya konsumsi ditanggung yang mendapatkan arisan, memasaknya bersama anggota iwama melibatkan warga sekitar rumah yang akan dijadikan tempat arisan tersebut. 71 5.1.2 Pemeriksaan Kesehatan Dalam penelitian ini pemeriksaan kesehatan masuk dalam tahapan berikutnya dalam pemberdayaan oleh IWAMA. Tahap ini adalah tahap penyadaran diri bersama mengenai perubahan yang ingin dicapai. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan antara lain pemeriksaan kesehatan gratis oleh Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota Madiun, test vct rutin per tiga bulanan secara bergantian oleh KPAD (Komisi Penyuluhan Hiv Aids Daerah), pembagian kondom secara gratis oleh IWAMA kepada para waria. Pada tahap ini iwama bekerja sama dengan instansi terkait kesehatan, seperti Pukesmas, Dinas Kesehatan dan KPAD. Seperti yang disampaikan oleh informan Mas Rizal dari KPAD sebagai berikut : “iya mas iwama kerjasama dengan KPAD untuk perihal sosialisasi hiv/aids, ya termasuk test vct rutin 3 bulanan mas, kalau konsultasi kesehatan atau pengobatan gitu baru urusannya Dinkes” (Wawancara dengan Mas Rizal, pada Tanggal 20 Agustus 2018) Pemeriksaan Kesehatan gratis disini termasuk dengan pemberian informasi kesehatan dan konsultasi mengenai penyakit secara langsung dengan petugaspetugas yang dihadirkan pada saat arisan rutin setiap bulannya dari Pukesmas terdekat ataupun Dinas Kesehatan Kab/Kota Madiun. Apabila ada waria yang ingin berkonsultasi atau melakukan pemeriksaan diluar jadwal arisan maka bisa datang ke Puskesmas yang telah ditunjuk. Seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut : “Kalo mengenai test kesehatan vct 3 bulan sekali mas. Mereka kadang datang di pukesmas yang ditunjuk, terkadang juga petugas dari Dinas Kesehatan atau KPAD datang ke arisan setiap bulannya. Jadi dalam acara iwama arisan yang berada dirumah anggota iwama secara bergilir tersebut juga ada penyuluhan kesehatan mas, itu semua dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para waria anggota iwama. Selain itu juga menunjukan kepada 72 masyarakat sekitar bahwa waria itu bersih dari penyakit karena selalu ada penyuluhan kesehatan dari dinas kesehatan atau kpad.” (Wawancara dengan Ibu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018) Test vct dilakukan untuk melihat kondisi kesehatan waria apakah terkena virus HIV/AIDS atau tidak. hal ini dilakukan rutin per tiga bulanan pada kegiatan arisan atau waria diperkenankan datang langsung ke kantor KPAD Kabupaten/Kota Madiun. Hal ini dilakukan untuk terus memantau dan menjaga waria agar tidak terkena virus HIV/AIDS. Jadi pada tahap ini waria disadarkan bahwa kesehatan itu penting karena stigma buruk selama ini yang disematkan kepada waria adalah sebagai sumber penyakit HIV/AIDS. Merubah stigma tersebut dengan cara pemeriksaan kesehatan yang rutin dan memastikan waria yang tergabung iwama sehat sehingga bisa mengikuti kegiatan pemberdayaan dengan lancar agar penerimaan yang baik oleh masyarakat terhadap waria benar-benar terwujud. Pembagian kondom dilakukan oleh iwama sebagai antisipasi waria agar tidak tertular penyakit kelamin. Tidak dipungkiri karena sebagai waria hubungan seksual sesama jenis juga merupakan kebutuhan batin yang harus terpenuhi. Apalagi waria seringkali berganti-ganti pasangan dalam melakukan hubungan seksual. Jelas tidak bisa mencegah kebutuhan batin tersebut, maka iwama mencoba memfasilitasi dengan pemberian kondom rutin setiap bulannya. Hal tersebut disampaikan pula oleh informan Mas W sebagai berikut : “Makanya masih ada yang mangkal buat menuhin kebutuhan rohani nya, soalnya cari orang yang mau diajak gituan sama waria kan juga susah. Tapi komunitas kan ada pembagian kondom mas jadi anak-anak walaupun memenuhi kebutuhan rohani tetap pakai kondom mereka.” (Wawancara dengan Mas W, pada Tanggal 2 Agustus 2018) 73 5.1.3 Pekerja Seni Pada tahapan pelatihan terdapat pelatihan pekerja seni. Pekerja seni dipilih oleh iwama sebagai pelatihan yang diajarkan dalam pemberdayaan ini karena menurut iwama waria akan mudah mempelajari bidang-bidang kesenian ini sesuai dengan minat dari waria tersebut. Ada beberapa bidang yang diajarkan dalam pelatihan pekerja seni ini yang dapat dipilih oleh waria yang mengikuti pemberdayaan. Data yang peneliti peroleh dari IWAMA terkait bidang-bidang pekerja seni yang ditawarkan beserta pendampingnya tersebut antara lain sebagai berikut : Jenis Pekerja Seni Penata Rias Pendamping Pemberdayaan Mbak Lina Dekorasi Mas W Ludruk Mbak Nd Campursari Mas YY Sinden Mbak DL Salon Mbak AJ MC Pak G Boga atau Catering Mbak NC Cucuk Lampah danTari Mbak IL Jahit Kebaya Mas W Sumber : Data IWAMA 2018 Pendamping pemberdayaan disini merupakan kordinator bidang kesenian tersebut, untuk pendamping yang memberikan pelatihan tidak hanya satu orang saja setiap bidang kesenian melainkan ada beberapa namun sebagai pendamping utama ialah nama nama diatas. 74 Waria pada tahap ini diberikan kebebasan untuk memilih mau belajar mengenai bidang pekerjaan seni yang mana sesuai yang mereka minati. Tidak ada paksaan atau kewajiban harus mengikuti semua pelatihan bidang pekerja seni dikarenakan iwama ingin waria yang mengikuti pemberdayaan pelatihan pekerja seni ini sesuai dengan minat nya sendiri sehingga pemberdayaan ini dapat berjalan dengan efektif. Hal tersebut disampaikan oleh informan kepada peneliti sebagai berikut : “Pemilihan bidang bidang pelatihan itu diberikan hak kepada waria yang akan mengikuti pelatihan. Mau mengikuti bidang pelatihan tata boga, desainer, nari, nyanyi, tata rias, mc, dekorasi. Semua sesuai keinginan waria tersebut. Di Iwama juga ada pelatihan desainer baju baju karnaval gitu mas” (Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018) Lokasi pelatihan pekerja seni ini dilaksanakan secara kondisional ada yang di basecamp iwama, ada pula yang dirumah dari para pendamping bidang kesenian yang disebutkan diatas. Hal tersebut disesuaikan dengan kebutuhan saat pelatihan, semisal pelatihan campursari atau dekorasi kan harus menggunakan peralatan yang sudah tersedia di rumah pendamping tersebut. 5.1.4 Bekerja Bersama Komunitas Setelah waria mengikuti tahapan-tahapan sebelumnya maka waria masuk pada tahap berikutnya yaitu tahap bekerja bersama dengan komunitas. Jadi sebelumnya waria sudah diperiksa kesehatan secara rutin jadi bisa dipastikan kesehatan waria terjaga dan setelah itu waria juga sudah diberikan pelatihan sesuai minat mereka masing-masing, maka pada tahap ini waria harus dipersiapkan agar bisa bekerja bersama komunitas membaur dengan masyarakat. Pelatihan pekerja seni yang diberikan merupakan pekerjaan jasa, maka dari itu perlunya penerimaan masyarakat yang lebih baik terhadap waria nantinya 75 dilakukan dengan cara mengajak waria yang setelah pelatihan untuk bekerja bersama komunitas dan dikenalkan kepada lingkungan masyarakat yang bekerja pula dalam bidang pekerja seni. Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan sesuai dengan bidang pekerjaan seni yang telah diikuti, seperti halnya penata rias maka akan diajak sebagai asisten penata rias. Begitu pula dengan bidang pekerjaan seni yang lainnya. Khusus karnaval IWAMA mewajibkan semua waria yang mengikuti pemberdayaan untuk mengikuti dikarenakan menurut mereka karnaval merupakan ruang untuk merubah stigma waria yang buruk menjadi lebih diterima dan dekat dengan masyarakat karena masyarakat melihat karya yang ditampilkan waria. Hal tersebut seperti yang dikatakan oleh informan Mbak Lina sebagai berikut : “Pemkab/pemkot dengan kegiatan ludruk atau keseniannya. Dinas pendidikan dan Kebudayaan dengan kegiatan karnaval, kelurahan dengan kegiatan olahraganya. kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh iwama tentunya butuh wadah atau panggung untuk menampilkan keahlian para waria yang telah mengikuti pelatihan. Melalui kerja sama dengan instansi pemerintah waria dapat tampil dan dekat dengan masyarakat kan” (Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018) IWAMA sendiri telah memiliki grup pekerja seni yang sudah cukup punya nama dilingkungan Karesidenan Madiun. Grup pekerja seni menjadi ruang bagi waria yang mengikuti pemberdayaan masuk pada tahap pemberdayaan ikut bekerja bersama komunitas. Grup pekerja seni itu ada beberapa dengan bidang kesenian yang berbeda. Antara lain grup ludruk GSM (Glamor Seniman Seniwati Madiun dan grup cucuk lampah Wandu Lawu. 76 5.2 Teori ACTORS Pada Strategi Pemberdayaan Waria oleh IWAMA Dalam menangani permasalahan para waria di Karesidenan Madiun perlu menggunakan pemberdayaaan. Namun strategi pemberdayaan yang tepat dan sesuai dalam menangani permasalahan waria disana adalah strategi pemberdayaan yang bersifat bottom up seperti strategi pemberdayaan yang dikemukakan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay yaitu Teori pemberdayaan ACTORS. Asumsi dasar Teori ACTORS ini adalah masyarakat dipandang sebagai subyek yang dapat melakukan perubahan dengan cara membebaskan seseorang dari kendali atau peraturan yang kaku dan memberikannya kebebasan untuk bertanggung jawab terhadap keputusan-keputusan, ide-ide dan tindakan-tindakannya (Maani, 2011). Pemberdayaan yang dimaksudkan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay lebih mengarah pada pendelegasian secara sosial dan etika/moral, antara lain: mendorong adanya ketabahan, mendelegasikan wewenang sosial, mengatur kinerja, mengembangkan organisasi (baik itu lokal maupun eksteren), menawarkan kerjasama, berkomunikasi secara efisien, mendorong adanya inovasi, dan menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi. Dengan menggunakan konsep pemberdayaan yang ditawarkan Sarah Cook dan Steve Macaulay ini, maka perubahan yang akan dihasilkan merupakan suatu perubahan yang bersifat terencana karena input yang akan digunakan dalam perubahan telah diantisipasi sejak dini sehingga output yang akan dihasilkan mampu berdaya guna secara optimum. Dalam strategi pemberdayaan Teori ACTORS milik Sarah Cook dan Steve Macaulay didalamnya terdapat input dan output pemberdayaan. Input pemberdayaan merupakan strategi-strategi yang harus ada dan dilakukan dalam 77 melakukan pemberdayaan, didalam input terdapat enam strategi yang harus ada dan dilakukan dalam pemberdayaan diantaranya yaitu Authority, Confidence dan Competence, Trust, Opportunity, Responsibility, Support. Sedangkan pada Output pemberdayaan akan terdapat beberapa output yang akan dicapai apabila pemberdayaan tersebut berjalan dengan baik antara lain pengakuan diri, percaya diri, kemandirian diri. Enam strategi pemberdayaan dalam Teori ACTORS memiliki tujuan masingmasing antara lain, Authority atau wewenang pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kepercayaan kepada waria untuk melakukan perubahan yang mengarah padaperbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Dengan demikian mereka merasa perubahan yang dilakukan adalah hasil produk dari keinginan mereka untuk menuju perubahan yang lebih baik. Berikutnya Confidence and compentence atau rasa percaya diri dan kemampuan diri, pemberdayaan dapat diawali dengan menimbulkan dan memupuk rasa percaya diri serta melihat kemampuan bahwa waria sendiri dapat merubah keadaan. Strategi pemberdayaan ketiga Trust atau keyakinan, untuk dapat berdaya menimbulkan keyakinan bahwa dirinya memiliki potensi untuk dikembangkan. Berikutnya Opportunity atau kesempatan, yakni memberikan kesempatan kepada waria untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Strategi berikutnya Responsibility atau tanggung jawab, maksudnya perlu ditekankan adanya rasa tanggung jawab pada waria terhadap perubahan yang dilakukan. Strategi pemberdayaan yang terakhir ialah Support atau dukungan, perlu adanya dukungan 78 dari berbagai pihak agar proses perubahan dan pemberdayaan dapat menjadikan waria ‘lebih baik’. Dalam hal ini dukungan diharapkan selain dari sisi sosial, ekonomi dan budaya juga dukungan dari berbagai stake holders yang dilakukan secara simultan tanpa dominasi oleh salah satu pihak. Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap para informan. Ikatan Waria Madiun (IWAMA) melakukan strategi pemberdayaan yang terdapat dalam Teori ACTORS Sarah Cook dan Steve Macaulay. Semua strategi pemberdayaan yang terdapat pada input Teori ACTORS dilakukan oleh pengurus Ikatan Waria Madiun dalam melakukan pemberdayaan kepada para waria di Karesidenan Madiun. 5.2.1 Kewenangan waria untuk menuju perubahan yang lebih baik Permasalahan waria di Karesidenan Madiun yang begitu komplek dan butuh penanganan yang tepat disikapi oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dengan melakukan kegiatan pemberdayaan terhadap waria. Pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun menggunakan strategi pemberdayaan dalam teori ACTORS yang dikemukakan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay. Pada sub bab ini peneliti akan menjelaskan mengenai Authority dalam pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun pada waria di Karesidenan Madiun. Dalam Teori ACTORS Authority atau wewenang adalah pemberdayaan dilakukan dengan memberikan kepercayaan wewenang kepada waria untuk melakukan perubahan yang mengarah pada perbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Seperti yang dikatakan Mas W : “jadi kalo anak anak mau ikut pelatihan bagaimana menjahit baju kebaya karnaval atau dekorasi pernikahan biasanya melalui 79 saya. Tapi untuk memilih bidangnya itu dikembalikan ke mereka sendiri mas mau ikut yang mana” (Wawancara dengan Mas W, pada tanggal 2 Agustus 2018) Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat bahwa dari IWAMA sendiri juga memberikan kewenangan kepada waria untuk memilih bidang keahlian yang mereka inginkan. Jadi Ikatan Waria Madiun (IWAMA) hanya menawarkan kegiatan pemberdayaan dengan memberikan berbagai pelatihan seni dan budaya, antara lain: penari, mc, cucuk lampah, sinden, penata rias, ludruk, penata dekorasi pernikahan. Berbagai pelatihan seni dan budaya itu ditawarkan kepada para waria namun waria sendiri yang memilih atau memutuskan pada bidang seni mana yang akan diikuti pelatihannya. Hal yang sama juga dikatakan oleh Mbak IL: “Pemilihan bidang bidang pelatihan itu diberikan hak kepada waria yang akan mengikuti pelatihan. Mau mengikuti bidang pelatihan tata boga, desainer, nari, nyanyi, tata rias, mc, dekorasi. Semua sesuai keinginan waria tersebut. Di Iwama juga ada pelatihan desainer baju baju karnaval gitu mas” (Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018) Mbak IL selaku wakil ketua IWAMA mengatakan hal yang sama, yaitu IWAMA menyediakan bidang-bidang keahlian namun waria sendiri yang menentukan bidang keahlan yang mereka inginkan. Hal ini dilakukan karena saat waria memilih bidang keahlian yang mereka sukai maka mereka akan lebih menekuni hal tersebut dengan senang hati tanpa terpaksa sehingga keahlian mereka akan maksimal. Jadi intinya tidak semua pelatihan seni wajib diikuti melainkan wewenang itu diberikan sepenuhnya pada para waria untuk memilih sesuai dengan keinginannya sendiri. Hal itu dilakukan agar pemberdayaan yang diikuti merupakan hasil keinginan para waria itu sendiri sehingga pemberdayaan berjalan dengan baik dan tidak ada keterpaksaan dalam mengikutinya. 80 5.2.2 IWAMA Menumbuhkan Rasa Percaya Diri dan Menyadarkan Kemampuan Diri Waria Strategi pemberdayaan dalam Teori ACTORS yang dikemukan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay berikutnya adalah Confidence and compentence atau rasa percaya diri dan kemampuan diri, pemberdayaan dengan menimbulkan dan memupuk rasa percaya diri pada waria. Pada strategi pemberdayaan ini IWAMA menumbuhkan rasa percaya diri para waria di Karesidenan Madiun dan menyadarkan kemampuan diri atau potensi yang dimiliki para waria tersebut. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut : “anggota baru wajib ikut karnaval mas, soalnya di karnaval waria bisa berdandan kayak perempuan dengan bebas mas, jadi iwama pengennya waria bisa pede sama penampilannya dilihat orang banyak, apalagi kalau karnaval kan penampilan waria ada yang bagus kostumnya ada yang lucu lucu itu kan menghibur mas, jadine orang orang suka pas liat kami mas, ada yang ngajakin foto juga” (Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018) Apabila dilihat dari wawancara diatas menjelaskan bahwa Ikatan Waria Madiun (IWAMA) menumbuhkan rasa percaya diri para waria dan menyadarkan kemampuan diri atau potensi yang dimiliki para waria tersebut dengan cara mengikutsertakan para waria ini dengan kegiatan-kegiatan publik yang dihadiri oleh masyarakat. Ikatan Waria Madiun mengikuti kegiatan-kegiatan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah seperti halnya karnaval. Pada karnaval ini para waria diikutsertakan agar menunjukan kemampuan diri dan potensi yang dimiliki para waria dari segi kreaktifitas dalam membuat desain pakaian yang digunakan untuk mengikuti karnaval dan potensi dirinya dalam menggunakan alatalat tata rias. 81 Selain itu untuk menumbuhkan rasa percaya diri dari para waria maka para waria ini diajak berjalan berlenggak lenggok seperti halnya model profesional memutari kota dengan pakaian dan make up sesuai dengan tema karnaval. Hal itu dapat menyadarkan potensi dan kemampuan dari para waria serta dapat menumbuhkan rasa percaya diri para waria tersebut, karena tetap menunjukan penampilan dirinya yang waria didepan masyarakat yang ramai. Hal ini merupakan strategi dari IWAMA agar waria dapat berbaur dengan masyarakat serta menunjukan kemampuan potensi yang waria miliki sehingga penerimaan masyarakat terhadap para waria menjadi lebih baik. Ikatan Waria Madiun dalam menyadarkan kemampuan dan menumbuhkan rasa percaya diri para waria juga mengikutsertakan para waria ini dalam kegiatankegiatan publik lainnya seperti kegiatan keolahragaan, hiburan bersih desa, ludruk yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah maupun pemerintah desa seKaresidenan Madiun. Seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut : “waria kan ada yang bisa main voli mas, hla itu kita sering ada undangan buat ngisi hut acaranya lomba voli mas, kita selalu tunjuk anak anak baru itu mas, apalagi yang muda muda mereka kan bisa lah kalau voli walaupun ga pinter banget tapi volinya beda mas, kami main voli tapi dandanan cewek mas musuhnya dari warga sekitar yang ngundang, jadi diliat kan unik menghibur buat warga, kalau buat iwama kegiatan kayak gitu bisa jadi sarana waria yang baru baru munculin percaya diri ga malu sama penampilannya kan sebelum gabung iwama kebanyakan mereka mau muncul ditengah masyarakat pakai dandanan perempuan malu mas” (Wawancara dengan Mbak IL, pada tanggal 25 Mei 2018) 5.2.3 IWAMA meyakinkan waria Strategi pemberdayaan yang dikemukan oleh Sarah Cook dan Steve Macaulay berikutnya dalam teori ACTORS ialah Trust atau keyakinan. Keyakinan dalam teori ini menjelaskan bagaimana pemberdayaan dilakukan dengan cara memberikan 82 keyakinan bahwa dirinya memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Trust atau Keyakinan diberikan pada saat kegiatan arisan bulanan yang dihadiri oleh seluruh anggota Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Hal tersebut sesuai dengan yang dikatakan Bu Erna: “Ya kita himbau kita mengajak awalnya untuk datang ke arisan kumpul ketemu sama waria yang lain. Kita beri pengarahan kan ga semata mata kita menjaring mereka mas. Ayo ikut arisan aja enggak papa nanti temennya banyak disana. Ya mereka merasa setelah datang kesana orang orang seperti mereka dimasyarakat ada nilainya lah ga dipandang sebelah mata, ketika masuk di iwama ga diperolok orang seperti halnya diluar sebelum mereka masuk” (Wawancara dengan Bu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018) Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa salah satu strategi yang dilakukan IWAMA untuk menumbuhkan keyakinan waria yaitu dengan mengajak atau mengikutsertakan waria pada kegiatan arisan IWAMA agar mereka merasa bahwa mereka tidak sendirian tetapi memiliki banyak teman dan juga mendapatkan pandangan yang baik dari masyarakat sehingga dengan demikian Keyakinan akan masa depan mereka pun mulai tumbuh. Hal ini juga sejalan dengan apa yang diucapkan Mbak AJ: “Waria waria anggota baru iwama awal masuk tidak diharuskan memiliki skill mengenai pekerja seni jadi iwama terbuka untuk waria-waria anggota baru. Nanti dalam arisan anggotaanggota baru dikenalkan dengan pengurus iwama yang cukup mapan dikarenakan menjadi pekerja seni. Jadi anggota baru dapat mengetahui bahwa sebagai waria juga dapat hidup mapan berkecukupan dan sudah ada contohnya. Nantikan mereka percaya dan tertarik pengen juga kan mas. Baru kita kasih tau caranya ikut kegiatan pelatihannya”. (Wawancara dengan Mbak AJ, pada Tanggal 31 Juli 2018) Hasil wawancara di atas memperlihatkan bahwa cara IWAMA untuk menumbuhkan keyakinan waria dengan mengajak mereka untuk ikut arisan. Pada saat arisan tersebut terdapat kegiatan pengenalan dan pendekatan melalui cerita 83 pengalaman hidup para waria-waria yang lebih senior dan yang dianggap sudah sukses setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan. Kegiatan arisan dan berbagi pengalaman ini dilakukan IWAMA dengan maksud agar waria-waria menjadi termotivasi dan yakin bahwa menjadi seorang waria juga bisa memiliki potensi yang dapat dikembangkan sehingga mampu merubah kehidupannya menuju ke arah yang lebih baik dan menjadi sukses baik dalam hal ekonomi maupun dalam hal kehidupan bermasyarakat. 5.2.4 Kesempatan waria untuk kerja Pada sub bab ini peneliti ingin menjelaskan strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dilihat dari Teori pemberdayaan ACTORS Opportunity. Kesempatan atau Opportunity yang dimaksud dalam teori ini adalah memberikan kesempatan kepada waria untuk memilih segala sesuatu yang mereka inginkan sehingga dapat mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang mereka miliki. Jadi setelah waria diberikan beberapa pilihan pemberdayaan melalui pelatihan seni dan budaya yang sesuai minat dan potensi para waria tersebut, waria dikuatkan atau diyakinkan bahwa setelah mengikuti pelatihan bidang seni budaya yang dilakukan oleh IWAMA waria perlu diberikan kesempatan untuk mengaplikasikan bakat serta potensinya apa yang dipelajari nya melalui dunia kerja, sehingga adanya pendapatan yang diperoleh oleh para waria tersebut. Pemberian kesempatan untuk bekerja ini sesuai dengan yang dikatakan Mbak Lina: “Untungnya ya kami diberi ruang untuk tampil ditengah masyarakat tentunya itu berguna untuk memberikan semangat bagi para waria agar berani menampilkan karya dan keahliannya. Jika seringkali masyarakat melihat hasil karya atau prestasi yang dimiliki 84 waria anggota iwama tentunya penghinaan masyarakat terhadap waria semakin berkurang dan penerimaan masyarakat terhadap waria semakin membaik. Tidak ada lagi diskriminasi yang dialami waria” (Wawancara dengan Mbak Lina, pada Tanggal 4 Agustus 2018) Berdasarkan wawancara di atas dari IWAMA sendiri memberikan ruang kepada waria agar mereka memiliki kesempatan untuk menampilkan hasil karya mereka kepada masyarakat. Dengan diberikanya kesempatan ini maka selain waria mendapatkan pekerjaan mereka juga dapat berbaur dengan masyarakat sehingga stigma buruk masyarakat yang selama ini melekat pada waria akan berkurang. Dengan diberikannya kesempatan ini maka masyarakat tidak lagi menganggap hina waria, tapi masyarakat akan lebih melihat pada hasil karya dan prestasi waria. Namun muncul permasalahan yang terjadi dalam melakukan pemberdayaan ialah setelah diberikannya pelatihan, kegiatan pemberdayaan itupun dianggap sudah selesai dan tidak diberikannya kesempatan agar orang yang telah diberikan pelatihan tersebut dapat menggunakan apa yang dia pelajari untuk bekerja dan bisa merubah taraf hidupnya menjadi lebih baik. Dikarenakan tidak diberikannya kesempatan untuk masuk dunia kerja setelah pemberdayaan mengakibatkan banyak kegiatan pemberdayaan yang dilakukan namun sia-sia karena gagal dan tidak berdampak pada yg diberdayakan. Ikatan Waria Madiun melihat bahwa kesempatan kerja itu merupakan hal yang penting untuk para waria dikarenakan waria seringkali kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Sehingga IWAMA pun juga harus menggandeng beberapa instansi maupun orang agar memberikan kesempatan kerja kepada waria. Seperti halnya yang disampaikan oleh Mbak Lina: “dengan strategi merangkul ibu ibu perias dalam hal ini mengajak kerja sama tentunya membantu waria yang setelah 85 mengikuti pelatihan dapat bekerja kepada perias ibu ibu tadi. Jadi iwama tidak hanya sekedar memberikan pelatihan saja mas, tapi dicarikan pula bekerja dimana nya mas” (Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018) Berdasarkan wawancara di atas dapat dilihat bahwa salah satu cara IWAMA memberikan kesempatan kerja pada waria yaitu dengan menggandeng para perias agar mereka hendaknya memperkerjakan waria. Dengan cara-cara seperti ini waria tidak hanya mengikuti pelatihan saja akan tetapi mereka juga bisa bekerja dan mempraktekkan keahlian yang mereka dapat pada saat pelatihan. Pemberian kesempatan kerja ini sejalan dengan apa yang diucapkan oleh Bu Erna: “Semisal kayak saya kan perias tenaga utama yang jadi asisten rias saya ya dari para waria dari iwama yang sudah selesai mengikuti pelatihan. Jadi bisa tersalurkan apa yang dipelajari ketika mengikuti kegiatan pemberdayaan” (Wawancara dengan Bu Erna, pada Tanggal 7 Agustus 2018) Hasil wawancara ini juga sama dengan yang disampaikan Mbak Lina. Di sini bu Erna juga mengatakan bahwa dirinya memberikan kesempatan kerja kepada waria untuk menjadi asisten perias utama. Selain mendapatkan pekerjaan para waria akan terus berkembang kemampuan meriasnya dengan menjadi asisten perias, mereka akan dapat terus belajar pada perias utama. 5.2.5 Menjadi waria yang bertanggung jawab Strategi pemberdayaan berikutnya pada input teori ACTORS ialah Responsibility. Penjelasan Responsibility atau tanggung jawab dalam Teori ACTORS ini ialah perlunya ditekankan adanya rasa tanggung jawab pada waria terhadap perubahan yang dilakukan. Pemberdayaan yang dilakukan para waria tentunya untuk menjadikan para waria tersebut berubah ke taraf hidup yang lebih baik dan diterima dengan lebih oleh masyarakat. Strategi pemberdayaan ini 86 dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) dengan cara IWAMA menekankan tanggung jawab pada para waria yang bersedia mengikuti kegiatan pemberdayaan. Berikut penjelasan informan pada peneliti saat wawancara. Penjelasan bentuk tanggung jawab yang ditekankan oleh Ikatan Waria Madiun pada para waria dengan cara para waria ditekankan agar melakukan hubungan seksual yang aman dengan menggunakan kondom agar terhindar dari penyakit. Selain itu test vct rutin juga diwajibkan bagi waria seluruh anggota iwama. Jadi melalui strategi ini nantinya para waria tetap bertanggung jawab menjaga kesehatannya sekaligus untuk melawan stigma buruk masyarakat yang mengira waria sumber penyakit. Hal tersebut dijelaskan oleh informan pada saat melakukan wawancara dengan peneliti sebagai berikut : “Kalau gabung dengan iwama mereka wajib mengikuti kegiatan iwama mas, seperti test vct biar bisa diperiksa terus menerus terkena HIV apa enggak, terus kalau mau hubungan sama pasangannya wajib pakai kondom mas, soalnya mereka sering ganti ganti pasangan mas mangkanya pemakaian kondom kita wajibkan dan kita juga ada kegiatan bagi kondom waktu arisan gitu biar ga tertular penyakit juga kan mas” (Wawancara dengan Mbak AJ, pada Tanggal 31 Juli 2018) Hal senada juga disampaikan oleh informan Mas W sebagai berikut : “Dandan itu kebutuhan jasmani kan mas, mereka dandan kayak perempuan, kalau hubungan badan itu kebutuhan rohani mas, udah sepaket mas kalau waria, kan perlu dipenuhi semua kebutuhan jasmani dan rohani nya. Makanya masih ada yang mangkal buat menuhin kebutuhan rohani nya, soalnya cari orang yang mau diajak gituan sama waria kan juga susah. Tapi komunitas kan ada pembagian kondom mas jadi anak-anak walaupun memenuhi kebutuhan rohani tetap pakai kondom mereka.” (Wawancara dengan Mas W, pada Tanggal 2 Agustus 2018) 87 5.2.6 Dukungan berbagai pihak dalam melakukan pemberdayaan waria Dalam penerapan input strategi pemberdayaan teori ACTORS yang terakhir adalah support (dukungan). Pemberdayaan waria yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) juga mendapat dukungan dari berbagai pihak. Dukungan tersebut semakin menguatkan dan membantu pemberdayaan yang dilakukan. Ada beberapa pihak yang memberikan dukungan dalam pemberdayaan ini diantaranya yaitu Komisi Penangulangan AIDS Daerah (KPAD), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Madiun, Dinas Kesehatan melalui Pukesmas. Dengan banyaknya dukungan yang diberikan berbagai pihak diharapkan mampu memfasilitasi waria agar menjadi mandiri dan percaya diri. Dukungan pertama dari Dinas Kesehatan Kota Madiun pada pemberdayaan yang dilakukan oleh Ikatan Waria Madiun (IWAMA) ialah dengan memberikan kemudahan akses pelayanan kesehatan melalui 2 pukesmas yang ditunjuk langsung sebagai pelayanan kesehatan bagi para waria. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Mbak Lina berikut: “Kesehatan kami masih rutin kerjasama dengan dinas kesehatan kota dan kabupaten, selama ini masih madiun, tapi saya sendiri sudah kerja sama dengan dinas kesehatan seluruh kabupaten, ponorogo, ngawi, magetan, madiun kabupaten. Semua masih berjejaring. kerja sama ini juga saling mendukung dalam kegiatan pemberdayaan yang dilakukan iwama. Dinas kesehatan memberikan cek kesehatan gratis setiap bulan pada anggota iwama. Jadi waria yang bergabung di iwama selain mendapatkan pelatihan kesenian juga mendapatkan cek kesehatan gratis. Hal ini dilakukan agar menjelaskan kepada masyarakat bahwa waria itu bersih dari penyakit yang selama ini dituduhkan” (Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018) Dari hasil wawancara di atas dihasikan bahwa pengecekan kesehatan secara gratis ini selain menunjang program pemberdayaan IWAMA juga untuk 88 menunjukkan kepada masyarakat bahwa waria itu bersih dari penyakit yang menular seperti HIV AIDS. Hal ini dilakukan agar masyarakat semakin paham bahwa tidak semua waria itu berpenyakit, agar masyarakat tidak lagi menjauhi dan mendiskriminasi para waria. Selain dukungan dari dinas kesehatan dukungan lain datang dari Dinas Kebudayaan dan Dinas Pariwisata yang berasal dari Pemkot Madiun maupun Pemkab Madiun. Dukungan tersebut dengan mengajak para waria IWAMA untuk mengikuti dan memeriahkan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh dinasdinas tersebut. Seperti yang dikatakan oleh Mbak Lina: “Pemkab/pemkot dengan kegiatan ludruk atau keseniannya. Dinas pendidikan dan Kebudayaan dengan kegiatan karnaval, kelurahan dengan kegiatan olahraganya. kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh iwama tentunya butuh wadah atau panggung untuk menampilkan keahlian para waria yang telah mengikuti pelatihan. Melalui kerja sama dengan instansi pemerintah waria dapat tampil dan dekat dengan masyarakat kan” (Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018) Hasil wawancara di atas memperlihatkan bahwa IWAMA mendapatkan ruang dan dukungan dari dinas pendidikan dan kebudayaan untuk menampilkan hasil karya mereka pada saat acara karnaval. Dengan dilibatkannya waria pada saat acara karnaval maka waria akan semakin dekat dengan mayarakat sehingga anggapan buruk terhadap waria pun dapat dikurangi. Di acara karnaval ini masyarakat dapat melihat bahwasanya menjadi seorang waria itu juga bisa memiliki suatu karya. Hal ini yang sama dikatakan oleh Bu Erna: “Ya ada pihak pihak instansi pemerintah dari Pemkab ataupun Pemkot memberikan dukungan terhadap pemberdayaan iwama. Bahkan kelurahan desa gitu juga sering memberikan kita tempat untuk tampil dimasyarakat.” 89 (Wawancara dengan Bu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018) Bu Erna disini juga mengatakan hal yang sama bahwa waria diberikan dukungan serta ruang untuk mereka tampil di masyarakat. Hal ini dilakukan agar waria sendiri memiliki ruang dan panggung untuk mereka berekspresi dan berkarya supaya semakin diterima di dalam masyarakat. Dukungan terakhir diberikan oleh Komisi Penanggulangan Aids Daerah (KPAD). Disini IWAMA menggandeng KPAD untuk melakukan kegiatan test vct secara gratis pada saat kegiatan arisan, hal tersebut dilakukan untuk memberikan penjelasan pada lingkungan masyarakat sekitar bahwa waria bukan merupakan orang yang berpenyakit apalagi penyebar HIV/AIDS. Jadi setiap acara arisan bulanan tersebut petugas dari KPAD turut hadir untuk memberikan test vct dan membagikan informasi kesehatan bagi para waria, hal itu tentu memberikan kesan bahwa kegiatan para waria ini bersih dan sehat. Seperti yang dikatakan oleh Bu Erna : “Kalo mengenai test kesehatan 3 bulan sekali mas. Mereka kadang datang di pukesmas yang ditunjuk, terkadang juga petugas dari Dinas Kesehatan atau KPAD datang ke arisan setiap bulannya. Jadi dalam acara iwama arisan yang beradadirumah anggota iwama secara bergilir tersebut juga ada penyuluhan kesehatan mas, itu semua dilakukan untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi para waria anggota iwama. Selain itu juga menunjukan kepada masyarakat sekitar bahwa waria itu bersih dari penyakit karena selalu ada penyuluhan kesehatan dari dinas kesehatan atau kpad.” (Wawancara dengan Ibu Erna, pada tanggal 7 Agustus 2018) Dukungan yang diberikan KPAD dan dinas kesehatan sebenarnya hampir sama. Namun, kalau dari KPAD ini sendiri tidak hanya melakukan pemeriksaan dan pengecekan kesehatan saja, tetapi juga melakukan test vct setiap 3 bulan sekali. 90 Hal ini diberikan lagi-lagi untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa waria itu bersih dari penyakit menular. Untuk waria yang sudah terkena penyakit HIV atau biasa disebut ODHA mereka akan didampingi oleh IWAMA. Seperti yang dikatakan oleh Mbak Lina berikut ini : “Bentuk dukungan berikutnya iwama diminta menjadi pendamping odha. Dulu saya yang mewakili iwama untuk pendamping odha dinas kesehatan se-karesidenan madiun. Karena semakin banyak saya mintanya masing masing kota ada satu tenaga sendiri pendamping odha” (Wawancara dengan Mbak Lina, pada tanggal 4 Agustus 2018) Hasil wawancara di atas menunjukkan bahwa ODHA membutuhkan pendampingan, karena pemahaman masyarakat mengenai penyakit HIV AIDS sangatlah kurang. Para ODHA biasanya dikucilkan dan dijauhi oleh masyarakat karena mereka takut akan tertular. Fungsinya pendampingan ini sekaligus mengedukasi masyarakat bahwa penyakit HIV/AIDS itu tidak serta merta dapat menular saat kita duduk berdekatan maupun hanya sekedar berbicara. Sebenarnya inti dari semua dukungan yang diberikan kepada waria ini untuk memberikan ruang kepada waria agar mereka dapat mengaplikasikan pelatihan yang selama ini mereka dapat dalam bentuk karya. Karya-karya mereka ini ditampilkan ditengah-tengah masyarakat dengan tujuan agar waria ini dapat berbaur kemasyarakat dan mendapat pandangan yang baik. Sehingga anggapan terhadap waria yang selama ini buruk dapat berkurang dan tidak lagi terjadi diskriminasi terhadap para waria. 91 5.3 Keadaan Waria Setelah Mengikuti Pemberdayaan IWAMA Keadaan waria setelah mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA dapat dilihat melalui output dari Teori ACTORS yaitu Self Respect (Pengakuan diri), Self Confidence (Keprcayaan diri), Self Reliance (Kemandirian). Apabila dilihat melalui Teori ACTORS ini pemberdayaan yang dilakukan IWAMA dianggap efektif dan berhasil ketika indikator input teori terpenuhi dalam proses pemberdayaan, selain itu output teori mampu dihasilkan setelah para waria mengikuti pemberdayaan yang dilakukan IWAMA. Pada penelitian ini output pemberdayaan yang harus terpenuhi itu antara lain Pertama, pengakuan diri oleh para waria itu sendiri bahwa terdapat perubahan positif yang para waria itu rasakan setelah mengikuti pemberdayaan. Kedua, Para waria memiliki kepercayaan diri bahwa menjadi seorang waria bukanlah sesuatu yang memalukan di dalam masyarakat karena mereka juga bisa memiliki karya yang bisa dibagikan dan dibanggakan. Terakhir, Para waria memiliki kemandirian secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini setelah mengikuti pemberdayaan waria dapat bekerja sebagai pekerja seni. 5.3.1 Pengakuan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan Pada sub bab ini peneliti akan menjelaskan keadaan para waria setelah mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA dilihat menggunakan teori ACTORS pada tataran output pemberdayaan. Indikator pertama dalam output teori ACTORS adalah Self Respect. Self Respect apabila dikaitkan dengan penelitian ini maka adanya pengakuan diri bahwa terdapat perubahan positif yang para waria itu rasakan setelah mengikuti pemberdayaan. Pengakuan diri ini ditekankan pada 92 terdapatnya pengakuan dari waria mengenai perubahan positif dari sebelum pemberdayaan dan setelah pemberdayaan. Seperti yang dikatakan oleh informan berikut ini : “Pas awal dandan kayak wanita itu jadi omongan tetangga mas, ada yang ngatain ada yang bilang masa depan suram banyak yang ngejauhin mas apalagi orang-orang sekitar yang dulu deket, tetapi sekarang kan sudah kerja asisten rias manten mas karena habis dilatih di IWAMA. Orang-orang yang dulu ngejauhin dan ngatain aku akhirnya pada tau aku sering ngrias dimantenan kan sekarang malah pada muji dan sering minta tolong rias ke aku juga tiap ada acara mas.” (Wawancara dengan Mbak ZZ, pada tanggal 18 Agustus 2018) Pengakuan diri berikutnya dari informan yang juga mengikuti pemberdayaan oleh iwama yaitu Mbak NR, yang informan sampaikan sebagai berikut : “Setelah ikut pemberdayaan dan menjadi pekerja seni sekarang aku jadi lebih dihargai dan dipandang lah mas sama tetangga dan orang-orang, sudah enggak kayak dulu lagi sikapnya tetangga sama aku, dulu kan aku dikatain bencong kalau sekarang lebih dikenal atau orang manggilnya mbak NR penari” (Wawancara dengan Mbak NR, pada tanggal 14 Agustus 2018) Dari hasil wawancara yang disampaikan oleh informan Mbak ZZ diketahui bahwa terdapat pengakuan diri darinya mengenai perubahan yang positif, dimana yang sebelumnya dirinya dihina dan dijauhi karena berdandan seperti wanita. Setelah mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA dan sekarang bekerja sebagai asisten penata rias yang kerap bekerja merias di mantenan membuat orang-orang yang dulu menjauhinya dan menghinanya berbalik memuji dan datang padanya untuk menggunakan jasa riasnya. Pengakuan diri adanya perubahan positif lainnya disampaikan oleh informan Mbak NR. Informan Mbak NR yang sebelumnya takut untuk keluar rumah karena penerimaan masyarakat yang buruk terhadap dirinya yang seorang waria dan sering 93 kali dipanggil atau dikatai bencong ataupun genggek oleh tetangga sekitar rumahnya, setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan oleh IWAMA dan sekarang sudah bekerja sebagai penari dan cucuk lampah membuatnya lebih dihargai dan dipandang oleh tetangga dan masyarakat sekitar. Pengakuan diri adanya perubahan positif terkait penerimaan masyarakat terhadap waria dari informan Mbak ZZ dan Mbak NR selaku waria yang mengikuti kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA ini menunjukan bahwa indikator dalam output pemberdayaan teori ACTORS yaitu Self Respect (pengakuan diri) mampu dihasilkan dari pemberdayaan waria oleh IWAMA. 5.3.2 Kepercayaan diri waria setelah mengikuti pemberdayaan Keadaan waria berikutnya setelah mengikuti pemberdayaan dilihat menggunakan indikator kedua dari ouput pemberdayaan teori ACTORS. Indikator kedua ini adalah Self Confidence, apabila dikaitkan dengan penelitian ini maka adanya kepercayaan diri bahwa menjadi seorang waria bukanlah sesuatu yang memalukan di dalam masyarakat karena mereka juga bisa memiliki karya yang bisa dibagikan dan dibanggakan. Kepercayaan diri ini ditekankan pada adanya perubahan sikap kepercayaan diri dari waria sebelumnya kurang percaya diri berubah menjadi percaya diri setelah mengikuti pemberdayaan oleh IWAMA Madiun. Hal ini diungkapkan oleh informan sebagai berikut : “awalnya kalau mau keluar rumah sempet malu kan mas, mau dandan cewek gini, sekarang udah ga malu mas soalnya lebih dikenal sebagai penari atau cucuk lampah, jadi sekarang walaupun dandanku gini tapikan sesuai dengan kerjaaan kan mas. Jadi kalau mau keluar rumah jadi lebih berani sekarang.” (Wawancara dengan Mbak NR, pada tanggal 14 Agustus 2018) Hal yang sama juga disampaikan oleh informan sebagai berikut : 94 “ya kalau sekarang lebih pede sih mas penampilan seperti ini kan banyak temannya yang sama lah di iwama, apalagi jadi asisten rias kan ya kerjanya sama warga kan mas, dipemberdayaan sebelumnya kita sudah dilatiih buat tampil dilihatin warga kan mas” (Wawancara dengan Mbak ZZ, pada tanggal 18 Agustus 2018) Dari hasil wawancara diatas memperlihatkan bahwa keadaan waria setelah mengikuti pemberdayaan menjadi lebih percaya diri dalam memandang dirinya sendiri. Seperti halnnya informan Mbak NR yang percaya diri dengan berdandan seperti perempuan karena sekarang pekerjaan dirinya sebagai penari atau cucuk lampah yang setiap kerja juga berpenampilan perempuan. Begitu pula informan Mbak ZZ menjelaskan bahwa lebih percaya diri dengan penampilannya saat bekerja karena sudah dilatih tampil dilihatin warga seperti waktu karnaval. Jadi indikator Self Confidence ini mampu dihasilkan dari ouput pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA. 5.3.3 Kemandirian diri waria setelah mengikuti pemberdayaan Indikator terakhir dalam melihat efektif atau tidaknya pemberdayaan melalui ouput teori ACTORS adalah Self Reliance. Self Reliance dalam penelitian ini yaitu para waria memiliki kemandirian secara ekonomi dalam memenuhi kebutuhannya, dalam hal ini setelah mengikuti pemberdayaan waria dapat bekerja sebagai pekerja seni. Pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA ini mengarahkan para waria untuk menjadi pekerja seni sesuai bidang yang diminati masing-masing waria. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh informan sebagai berikut : “Ya sekarang lebih mandiri mas punya uang sendiri dari hasil kerja, dulu daftar kerja kemana aja dengan penampilan seperti ini kan ditolak kan, kalau sekarang habis ikut pelatihan di IWAMA dengan penampilan kayak gini malah jadi rejeki hlo” (Wawancara dengan Mbak NR, pada tanggal 14 Agustus 2018) 95 Hal yang sama juga disampaikan oleh informan lainnya sebagai berikut : “dulu kan aku kerja nya jauh di surabaya kan mas, sekarang sudah punya keahlian jadi asisten rias sama cucuk lampah ya kerjanya muter madiun sini aja ya alhamdulillahnya cukup kok buat menghidupi aku sama ibuk dirumah” (Wawancara dengan Mbak ZZ, pada tanggal 18 Agustus 2018) Dari hasil wawancara diatas keadaan waria setelah pemberdayaan dapat dilihat seperti yang disampaikan oleh Mbak NR yang menjelaskan dulunya dirinya yang berpenampilan kewanita-wanitaan sulit mencari kerja, setelah mengikuti pemberdayaan oleh iwama kemampuannya digali dan dilatih akhirnya dengan penampilannya yang kewanita-wanitaan itu bisa menjadi rejeki untuk bekerja sebagai pekerja seni. Begitupula apa yang disampaikan oleh Mbak ZZ bahwa mampu mandiri memenuhi kebutuhannya dan ibunya dari bekerja sebagai asisten rias dan cucuk lampah. Hal tersebut menunjukan bahwa Indikator Self Reliance atau Kemandirian diri berhasil pula dihasilkan dari ouput pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA. Kemandirian diri ini diwujudkan dalam bentuk kemandirian ekonomi informan Mbak ZZ dan Mbak NR selaku waria yang diberdayakan oleh IWAMA. Jadi ketiga indikator ouput teori ACTORS untuk melihat pemberdayaan yang dilakukan iwama efektif apa tidak sudah terpenuhi dan dihasilkan oleh waria yang mengikuti pemberdayaan. Data tersebut mampu menajamkan proposisi lama yang telah dibuat dalam bab3, dengan proposisi temuan yang baru sebagai berikut : “(1) Ikatan Waria Madiun melakukan pemberdayaan terhadap waria dengan mengacu pada aspek kemandirian ekonomi dan kesehatan agar waria dapat sejahtera dan dapat 96 memperbaiki penerimaan masyarakat terhadap waria. ; (2) Pemberdayaan waria yang dilakukan oleh IWAMA dengan memberikan pelatihan pekerja seni sesuai dengan minat waria sendiri dengan memberikan kepercayaan, tanggung jawab dan kesempatan kepada waria untuk mampu berdaya secara mandiri. 97 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti untuk mengetahui Strategi pemberdayaan yang dilakukan oleh IWAMA pada waria di Karesidenan Madiun, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemberdayaan yang dilakukan IWAMA ini agar berhasil maka memerlukan strategi-strategi. Strategi-strategi yang dilakukan ini biasa dikatakan suatu input pemberdayaan. Input disini ada Authority, Confidence dan Competence, Trust, Opportunity, Responsibility, Support. Pertama, Authority atau wewenang disini waria diberi wewenang untuk melakukan perubahan yang mengarah pada perbaikan kualitas dan taraf hidup mereka. Wewenang ini berupa waria diberi kebebasan untuk menenutukan pelatihan atau bidang keahlian seperti apa yang mereka inginkan. Kedua, Confidence and Competence atau rasa percaya diri untuk menumbuhkan rasa percaya diri para waria di Karesidenan Madiun dan menyadarkan kemampuan diri atau potensi yang dimiliki para waria, maka IWAMA biasanya mengikutsertakan para waria ini dengan kegiatan-kegiatan publik yang dihadiri oleh masyarakat. Saat waria berinteraksi langsung dengan masyarakat maka masyarakat akan tahu potensi atau karya yang dimiliki oleh waria sehingga masyarakat tidak lagi member stigma atau pandangan buruk terhadap waria. Ketiga, Trust atau keyakinan disini diberikan pada saat kegiatan arisan bulanan yang dihadiri oleh seluruh anggota Ikatan Waria Madiun (IWAMA). Saat arisan ini IWAMA biasanya mengundang waria-waria 98 yang telah sukses dan berhasil dalam hal ekonomi, sehingga waria yang ikut acara arisan pun akan termotivasi dan memiliki keyakinan bahwa mereka juga bisa berhasil dan sukses. Keempat, Opportunity atau Kesempatan ini maksudnya waria diberi kesempatan untuk bekerja. Memberikan kesempatan kerja pada waria ini dengan menggandeng ibu-ibu perias agar mereka mau memberikan kesempatan kerja kepada waria sebagai asisten perias. Kelima, Responsibility atau tanggung jawab ini ditekankan IWAMA agar waria bertanggung jawab pada dirinya sendiri dan menjaga tingkah lakunya saat hidup bermasyarakat. Keenam, Support atau dukungan disini IWAMA menggandeng beberapa pihak sehingga waria mendapatkkan dukungan dari berbagai kalangan seperti Komisi Penangulangan AIDS Daerah (KPAD), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Madiun serta Dinas Kesehatan melalui Pukesmas. Input yang dilakukan oleh IWAMA ini bisa dikatakan berhasil karena mendapatkan output yang diinginkan. 2. Output dari pemberdayaan ini yaitu Self Respect (Pengakuan diri), Self Confidence (Keprcayaan diri), Self Reliance (Kemandirian). Pertama, pengakuan diri oleh para waria itu sendiri bahwa terdapat perubahan positif terkait penerimaan masyarakat yang para waria itu rasakan setelah mengikuti pemberdayaan. Kedua, Para waria memiliki kepercayaan diri bahwa menjadi seorang waria bukanlah sesuatu yang memalukan di dalam masyarakat karena mereka juga bisa memiliki karya yang bisa dibagikan dan dibanggakan. Terakhir, Para waria memiliki kemandirian secara ekonomi dalam memenuhi 99 kebutuhannya, dalam hal ini setelah mengikuti pemberdayaan waria dapat bekerja sebagai pekerja seni. 6.2 SARAN Saran yang disampaikan ini berdasarkan hasil kesimpulan dari penulis saat melakukan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan para informan. Maka saran yang diajukan oleh peneliti sebagai berikut: 1. Bagi Pihak Waria Waria-waria yang belum bergabung ke dalam IWAMA sebaiknya segera bergabung, karena melihat begitu banyak manfaat yang didapat apabila bergabung ke dalam iwama. Manfaat yang didapat dari terjaminnya kesehatan dikarenakan adanya pemeriksaan kesehatan secara gratis dan rutin oleh Dinkes dan KPAD. Setelah itu diberikannya pelatihan keahlian pekerja seni sesuai bidang yang diminati. Selain itu pula terdapatnya akses pinjaman untuk modal kerja bagi para waria. 2. Bagi Pihak Ikatan Waria Madiun (IWAMA) IWAMA seharusnya lebih aktif mensosialisasikan komunitasnya agar wariawaria yang belum bergabung dalam IWAMA mengetahui informasi ini. Seperti waria-waria yang saat ini masih sering mangkal di bong pay madiun atau makam etnis tionghoa di madiun. 3. Bagi Pihak Akademisi Penulis dalam penelitian ini hanya mengkaji mengenai strategi-strategi pemberdayaan waria yang dilakukan oleh iwama. Serta penulis melihat mengenai tahapan pemberdayaan dan efektif tidaknya pemberdayaan waria 100 dengan mengarahkan waria menjadi pekerja seni untuk mengatasi permasalahan yang dialami oleh waria. Sedangkan permasalahan mengenai waria tentunya masih sangat luas. Tentunya penulis menyarankan bagi akademisi atau peneliti selanjutnya untuk mengkaji dan meneliti permasalahan waria yang lain menggunakan konsep dan teori lainnya pula, diharapkan dapat bermanfaat untuk bahan referensi selanjutnya. Penulis menyarankan untuk meneliti mengenai kehidupan seksualitas dari para waria dan terkait waria yang mangkal menjajakan diri dijalan tersebut untuk pemenuhan kebutuhan seksual atau sekedar kebutuhan ekonomi. Perihal tema berikut ini mungkin bisa dikaji dari perspektif atau konsep kajian gender. 101 DAFTAR PUSTAKA Andrews, K. R. (2005). Konsep Strategi Perusahaan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Atmojo, K. (1986). Kami bukan lelaki ; sebuah sketsa kehidupan waria. . Jakarta: Pustaka Grafity Pers. Babari J, O. S. (1996). Pendidikan Sebagai Sarana Pemberdayaan. 177. Boellstroff. (2004). Playing Back the Nation: Waria, Indonesian Transvestites. Cultural Anthropology, 19 (2), 159-195. Cultural Anthropology, 19 (2), 159-195. Crooks, R. &. (1999). Our Sexuality. Pasifif Grove: Brooks Cole Publishing Company. Darmayanti, S. W. (2015). Studi Deskripsi tentang Strategi Pemberdayaan Masyarakat oleh Dinas Pertanian Kota Surabaya dalam Peningkatan Pendapatan Masyarakat Sasaran Penerimaan Program Urban Farming Budidaya Lele di Kelurahan Pakis. FISIP Universitas Airlangga, Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Surabaya: Universitas Airlangga. Retrieved from http://journal.unair.ac.id/download-fullpaperskmp056e168252full.pdf Dep. Sos RI. (2008). Pedoman Umum Pelayanan Sosial Waria. Jakarta: Departemen Sosial. Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial Tuna Sosial. (2008). Pedoman Umum Pelayanan Sosial Waria. Jakarta: Dinas Sosial. Fatma, M. (2011). Studi Fenomenologi; Pengalaman Waria Masa Remaja dalam Menangani Masalah Puber di Wilayah DKI Jakarta. Tesis Pada Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Depok: tidak diterbitkan. Kelly, G. (2001). Sexuality today ; the human perspective. New York: McGraw Hill. Koeswinarno. (2004). Hidup Sebagai Waria. Yogyakarta: Lukis Pelangi Aksara. Maani, K. D. (2011). Teori ACTORS dalam Pemberdayaan Masyarakat . (Demokrasi Vol. X No. 1 Th. 2011). , 59. 102 Macaulay, S. C. (1997). Perfect Empowerment (Pemberdayaan yang Tepat), edisi terjemahan, alih bahasa:Paloepi Tyas R. Jakarta: PT.Elek Media Komputindo. Melendez, R. B. (2006). On Bodies and Research: Transgender Issues in Health and HIV Research Articles. Sexuality Research & Social Policy: Journal of NSRC, 3 (4), 21-38. Moeljarto, V. (1996). Pemberdayaan Kelompok Miskin Melalui Program IDT. 131158. Moleong, J. L. (2013). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nadia, Z. (2005). Waria Laknat atau Kodrat!? Yogyakarta: Pustaka Marwa. Nauly, M. (2002). Konflik Peran Gender pada Pria : Teori dan Pendekatan Empirik. Retrieved from http://library.usu.ac.id/download/fk/psikologiMeutia.pdf. Nevid, J. R. (2000). Abnormal Psychology ; in changing world. New Jerssey: Pretince Hill. Nevid, R. (1995). Human sexuality in a world of diversity. USA: Allyn & Bacon. Padmiati, E. (2010). Waria: Antara Ada dan Tiada. Bandung: Bandung Press. Prabawanti, C. B. (2011). HIV, Sexually Transmitted Infections, and Sexual Risk Behavior among Transgenders in Indonesia. AIDS Behav. Prestyowati. (2003). Hidup Sebagai Waria. yoyakarta: Lukis Pelangi Aksara. Salim, A. (2006). Teori dan paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara Wacana. Sugano, E. N. (2006). The Impact of Exposure to Transphobia on HIV Risk Behavior in a Sample of Transgendered Women of Color in San Fransisco. AIDS and Behavior 10 (2), 212-225. Yin, R. K. (2013). Studi Kasus: Desain dan Metode. Jakarta: Jakarta Pers. Yuliani, S. (2006). Menguak Kontruksi Sosial di Balik Diskriminasi Terhadap Waria. Jurnal Sosiologi Dilema, 18 (2), 1-11. 103