Papers by Delsy Arma Putri
Atlantis Press, 2018
The study aimed to describe developmont of CTL-based reading materials for junior high school stu... more The study aimed to describe developmont of CTL-based reading materials for junior high school students. The product
of this research was a reading material of procedure text-based on CTL summarized in a booklet (textbooks) which are valid and
practical. The Instructional design used R and D development model proposed by Plomp consisting of three steps: preliminary
research, prototyping, and assessment phase. The results showed that CTL-based reading materials were very valid in terms of
presentation, content feasibility, language accuracy, and display. Furthermore, the value of CTL-based teaching materials
practicality reached very practical in terms of presentation, ease of use, readability, and the time spent in studying the reading
materials. Based on the analysis and discussion, it was concluded that the developed CTL-based reading material is feasible to be
used to help students improve their reading skills, especially in learning to read procedure texts. This reading material is expected
to improve students' motivation, interest, and reading skill, as well as overcome the limitations of learning resources in the
learning activities of reading procedure text.
KOLOM BAHASA/RUBRIK BAHASA
Kolom bahasa merupakan artikel rubrik bahasa Indonesia dari berbagai media massa.
The purposes of this study are as follows. The first, to describe the types of illocutionary spee... more The purposes of this study are as follows. The first, to describe the types of illocutionary speech acts that used by Ustadz in the show of Maulid Nabi at Nurush Shabirin Mosque in Padang Utara, Padang City. Second, to describe the strategies of speech acts that used by Ustadz in the show of Maulid Nabi at Nurush Shabirin Mosque in Padang Utara, Padang City. Third, to describe the context of the situation of speech that used by Ustadz in the show of Maulid Nabi at Nurush Shabirin Mosque in Padang Utara, Padang City. The data of this study is a form of illocutionary speech act, speak strategies, and context used by Ustadz. The method used in this study is themethod refer to the advanced techniques involved free free techniques refer to competent. Based on the study results, it was concluded the following. First, the form of illocutionary speech acts of the most widely used Ustadz in the show of Maulid Nabi at Nurush Shabirin Mosque in Padang Utara, Padang City is representative speech acts and speech act directive. It fits with the illocutionary speech act theory as religious speech containing factual matters raised by religious leaders. Second, the strategy of speech the most widely used by Ustadz is a strategy speak frankly without further ado. Third, the context of the situation of speech in the illocutionary speech act Ustadz speech in the situation relaxed atmosphere sensitive topic, tend to use strategies speak frankly with strings attached positive politeness; sensitive topic in the situation speech a formal atmosphere, tend to use strategies speak frankly with strings attached politeness negative; in the situation of speech topic is not sensitive relaxed atmosphere, tend to use strategies speak frankly without further ado; in the situation of speech, topic is not sensitive formal atmosphere, tend to use strategies speak frankly without further ado.
Tindak tutur adalah teori yang mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan... more Tindak tutur adalah teori yang mengkaji makna bahasa yang didasarkan pada hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penutur kepada mitra tuturnya dalam berkomunikasi. Artinya tuturan baru bermakna jika direlisasikan dalam tindakan berkomunikasi nyata. Tindak tutur merupakan salah satu kajian dalam ilmu Pragmatik.
Tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang disampaikan melalui tuturan. Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan penting di dalam pragmatik karena tindak tutur adalah salah satu satuan analisisnya. Tindak tutur merupakan suatu tindakan dalam bentuk mengucapkan kata-kata tertentu atau tindakan yang dilakukan dalam wujud bahasa. Selain itu, tindak tutur juga dapat diartikan sebagai bentuk bahasa yang sudah digunakan untuk berkomunikasi yang sudah disertai dengan konteks.
Dalam kajian tindak tutur terdapat berbagai jenis makna. Dari dulu hingga sekarang, penyelidikan makna kata dapat dilakukan berdasarkan hubungan antara ujaran. Salah satu cabang studi linguistik yang mengkaji tentang makna adalah semantik. Abdul Chaer (1994:289-296) membagi jenis makna sebagai berikut “ makna leksikal, gramatikal, kontekstual, refernsial dan non referensial, denotatif, konotatif, konseptual, asiosiatif, kata, istilah, idiom, serta makna peribahasa.
Kesopansantunan pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut s... more Kesopansantunan pada umumnya berkaitan dengan hubungan antara dua partisipan yang dapat disebut sebagai ‘diri sendiri’ dan ‘orang lain’. Pandangan kesantunan dalam kajian pragmatik diuraikan oleh beberapa ahli. Diantaranya adalah Leech, Robin Lakoff, Bowl dan Levinson. Prinsip kesopanan memiliki beberapa maksim, yaitu maksim kebijaksanaan (tact maxim), maksim kemurahan (generosity maxim), maksim penerimaan (approbation maxim), maksim kerendahhatian (modesty maxim), maksim kecocokan (agreement maxim), dan maksim kesimpatian (sympathy maxim). Prinsip kesopanan ini berhubungan dengan dua peserta percakapan, yakni diri sendiri (self) dan orang lain (other). Diri sendiri adalah penutur, dan orang lain adalah lawan tutur (Dewa Putu Wijana, 1996).
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan.
Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan... more Pragmatik adalah studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur (atau penulis) dan ditafsirkan oleh pendengar (atau pembaca). Sebagai akibat studi ini lebih banyak berhubungan dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya daripada dengan makna terpisah dari kata atau frasa yang digunakan dalam tuturan itu sendiri. Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Deiksis adalah kata yang tidak memiliki referen yang tetap ( tetapi berubah-ubah ) seperti kata saya, sini, sekarang. Misalnya dalam dialog antara A dan B, saya secara bergantian mengacu kepada A atau B. Kata sini mengacu kepada tempat yang dekat dengan penutur, kata sekarang mengacu kepada waktu ketika penutur sedang berbicara.
Praanggapan mengacu kepada makna tersirat yang ” mendahului“ makna kalimat yang terucapkan (tertulis). Makna ini dapat ditangkap dan disimpulkan oleh pendengar ( pembaca ). Kalau kita mendengar ujaran “ibunya sedang sakit”, maka “makna lain” yang bisa ditangkap, yaitu ‘dia mempunyai ibu.’ Inilah yang disebut praanggapan. Untuk mengecek kebenarannya, kita dapat menggabungkan keduanya dengan menempatkan praanggapan di depan ujaran tadi menjadi: “Dia mempunyai ibu, ibunya sedang sakit”. Tetapi, praanggapan itu akan janggal jika ditempatkan di belakang.
Suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan kecukupan (sufficient) dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya. Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Menariknya, meski deiksis ini erat kaitannya dengan konteks berbahasa, namun tidak masuk dalam kajian pragmatik karena sifatnya yang teramat penting dalam memahami makna semantik. Dengan kata lain deiksis merupakan ikhtiar pragmatik untuk memahami makna semantik.
Pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konteks. Konteks dan pragmatik ibarat ikan dengan air. Ikan... more Pragmatik tidak dapat dipisahkan dari konteks. Konteks dan pragmatik ibarat ikan dengan air. Ikan tidak dapat hidup tanpa air, sebaliknya fungsi air tidak terlalu sempurna jika tidak ada ikan-ikan berenang dan hidup di dalamnnya. Itu berarti jika yang dibicarakan adalah pragmatik mau tak mau harus diicarakan pula konteks atau sebaliknya. Pada dasarnya seorang peneliti bahasa dapat mengkaji bahasa dari bentuknya saja. Misalnya, ia meneliti sebuah bahasa dari segi fonologinya saja; atau dari segi morfologi, sintaksis, dan semantiknya; atau keempat aspek tersebut diteliti semua. Hasil penelitian itu hanyalah berupa bentuk gramatikalnya. Jika penelitian itu diterapkan dalam penggunaan bahasa sehari-hari, penjelasan atau pendeskripsian kurang memadai seperti contoh berikut ini.
(1) Ibu : Airnya sudah masak, Mbak?
Anak : Kopi atau teh Bu?
(2) Ali dimainkan bola
Contoh pada tuturan (1) di atas jika diteliti dari bentuk saja, hasilnya menjadi kurang jelas atau taksa. Ketaksaan ini terjadi karena tuturan anak seharusnya berupa jawaban, namun yang muncul adalah pertanyaan. Jawaban yang seharunya dikatakan si anak misalnya Ya Bu, kompornya saya matikan. Contoh tuturan (2), Ali sebagai subjek kalimat tidak seharunya dimainkan bola. Kalimat yang benar untuk memperbaiki itu adalah bola dimainkan oleh Ali. Dari kedua contoh ini, pemakaian bahasa sehari-hari sangat dipengaruhi oleh konteks. Dengan demikian konteks akan mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh penutur.
Bertutur merupakan satu aktivitas mengujarkan kalimat yang memiliki makna untuk mencapai tindak s... more Bertutur merupakan satu aktivitas mengujarkan kalimat yang memiliki makna untuk mencapai tindak sosial tertentu seperti berjanji, memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain. Tindakan tersebut dinamakan tindak tutur, atau tindak ilokusioner. Bertutur berarti berkomunikasi antara pelaku tutur, yaitu penutur dan petutur. Penutur adalah orang yang bertutur dan petutur adalah orang yang diajak bertutur dan sering juga disebut dengan mitra tutur/lawan tutur. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang tak pernah lepas dari aktivitas bertutur. Sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya bahwa, bertutur memiliki makna mencapai tindak sosial tertentu seperti memberi nasehat, meminta sesuatu, dan lain-lain adakalanya lawan tutur merasa tersinggung atau merasa tak enak hati.
Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Anjuran bahwa sebelum orang bertutur, orang perlu memikirkan apa yang akan dituturkannya, seperti yang dianjurkan di dalam ungkapkan bahasa Minang Kabau, yaitu “mangok dahulu sabalun mangecek”. Untuk mencapai tujuan bertutur yang kedua, yaitu membangun hubungan sosial, penutur kadang-kadang bertutur dengan mengabaikan makna referensial ujaran yang dituturkan atau penutur sekadar melakukan komunikasi fatis (bertutur sekadar untuk basa-basi).
Oleh sebab itu, dalam bertutur diperlukan suatu strategi bertutur untuk menjaga kesopanan bertutur atau kesantunan dalam bertutur. Selain itu, strategi bertutur sangat diperlukan dalam suatu tindak tutur, karena dalam suatu ujaran yang penyampaiannya baik, akan menggunakan strategi bertutur yang tepat, sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan dengan baik.
Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang sering berkomunikasi dengan orang lain, dengan keperluan m... more Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang sering berkomunikasi dengan orang lain, dengan keperluan menyampaikan maksud, tujuan atau hanya sekedar basa-basi. Berdasarkan kajian linguistik, pada saat berkomunikasi menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan strukur gramatikal. Namun berdasarkan kajian pragmatik, saat berkomunikasi seseorang tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan strukur gramatikal, tetapi kita memngungkapkan tindakan-tindakan melalui tuturan yang dapat kita pahami dengan mengenal dan mendalami berbagai jenis tuturan. Makalah ini menjelaskan pengertian tindak tutur, karakteristik tindak tutur, dan jenis tindak tutur.
Analisis SKL, KI & KD Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas VII
Dalam pendidikan, sarana dan prasarana sangat penting karena dibutuhkan.
Drafts by Delsy Arma Putri
Uploads
Papers by Delsy Arma Putri
of this research was a reading material of procedure text-based on CTL summarized in a booklet (textbooks) which are valid and
practical. The Instructional design used R and D development model proposed by Plomp consisting of three steps: preliminary
research, prototyping, and assessment phase. The results showed that CTL-based reading materials were very valid in terms of
presentation, content feasibility, language accuracy, and display. Furthermore, the value of CTL-based teaching materials
practicality reached very practical in terms of presentation, ease of use, readability, and the time spent in studying the reading
materials. Based on the analysis and discussion, it was concluded that the developed CTL-based reading material is feasible to be
used to help students improve their reading skills, especially in learning to read procedure texts. This reading material is expected
to improve students' motivation, interest, and reading skill, as well as overcome the limitations of learning resources in the
learning activities of reading procedure text.
Tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang disampaikan melalui tuturan. Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan penting di dalam pragmatik karena tindak tutur adalah salah satu satuan analisisnya. Tindak tutur merupakan suatu tindakan dalam bentuk mengucapkan kata-kata tertentu atau tindakan yang dilakukan dalam wujud bahasa. Selain itu, tindak tutur juga dapat diartikan sebagai bentuk bahasa yang sudah digunakan untuk berkomunikasi yang sudah disertai dengan konteks.
Dalam kajian tindak tutur terdapat berbagai jenis makna. Dari dulu hingga sekarang, penyelidikan makna kata dapat dilakukan berdasarkan hubungan antara ujaran. Salah satu cabang studi linguistik yang mengkaji tentang makna adalah semantik. Abdul Chaer (1994:289-296) membagi jenis makna sebagai berikut “ makna leksikal, gramatikal, kontekstual, refernsial dan non referensial, denotatif, konotatif, konseptual, asiosiatif, kata, istilah, idiom, serta makna peribahasa.
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan.
Praanggapan mengacu kepada makna tersirat yang ” mendahului“ makna kalimat yang terucapkan (tertulis). Makna ini dapat ditangkap dan disimpulkan oleh pendengar ( pembaca ). Kalau kita mendengar ujaran “ibunya sedang sakit”, maka “makna lain” yang bisa ditangkap, yaitu ‘dia mempunyai ibu.’ Inilah yang disebut praanggapan. Untuk mengecek kebenarannya, kita dapat menggabungkan keduanya dengan menempatkan praanggapan di depan ujaran tadi menjadi: “Dia mempunyai ibu, ibunya sedang sakit”. Tetapi, praanggapan itu akan janggal jika ditempatkan di belakang.
Suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan kecukupan (sufficient) dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya. Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Menariknya, meski deiksis ini erat kaitannya dengan konteks berbahasa, namun tidak masuk dalam kajian pragmatik karena sifatnya yang teramat penting dalam memahami makna semantik. Dengan kata lain deiksis merupakan ikhtiar pragmatik untuk memahami makna semantik.
(1) Ibu : Airnya sudah masak, Mbak?
Anak : Kopi atau teh Bu?
(2) Ali dimainkan bola
Contoh pada tuturan (1) di atas jika diteliti dari bentuk saja, hasilnya menjadi kurang jelas atau taksa. Ketaksaan ini terjadi karena tuturan anak seharusnya berupa jawaban, namun yang muncul adalah pertanyaan. Jawaban yang seharunya dikatakan si anak misalnya Ya Bu, kompornya saya matikan. Contoh tuturan (2), Ali sebagai subjek kalimat tidak seharunya dimainkan bola. Kalimat yang benar untuk memperbaiki itu adalah bola dimainkan oleh Ali. Dari kedua contoh ini, pemakaian bahasa sehari-hari sangat dipengaruhi oleh konteks. Dengan demikian konteks akan mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh penutur.
Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Anjuran bahwa sebelum orang bertutur, orang perlu memikirkan apa yang akan dituturkannya, seperti yang dianjurkan di dalam ungkapkan bahasa Minang Kabau, yaitu “mangok dahulu sabalun mangecek”. Untuk mencapai tujuan bertutur yang kedua, yaitu membangun hubungan sosial, penutur kadang-kadang bertutur dengan mengabaikan makna referensial ujaran yang dituturkan atau penutur sekadar melakukan komunikasi fatis (bertutur sekadar untuk basa-basi).
Oleh sebab itu, dalam bertutur diperlukan suatu strategi bertutur untuk menjaga kesopanan bertutur atau kesantunan dalam bertutur. Selain itu, strategi bertutur sangat diperlukan dalam suatu tindak tutur, karena dalam suatu ujaran yang penyampaiannya baik, akan menggunakan strategi bertutur yang tepat, sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan dengan baik.
Drafts by Delsy Arma Putri
of this research was a reading material of procedure text-based on CTL summarized in a booklet (textbooks) which are valid and
practical. The Instructional design used R and D development model proposed by Plomp consisting of three steps: preliminary
research, prototyping, and assessment phase. The results showed that CTL-based reading materials were very valid in terms of
presentation, content feasibility, language accuracy, and display. Furthermore, the value of CTL-based teaching materials
practicality reached very practical in terms of presentation, ease of use, readability, and the time spent in studying the reading
materials. Based on the analysis and discussion, it was concluded that the developed CTL-based reading material is feasible to be
used to help students improve their reading skills, especially in learning to read procedure texts. This reading material is expected
to improve students' motivation, interest, and reading skill, as well as overcome the limitations of learning resources in the
learning activities of reading procedure text.
Tindak tutur adalah tindakan-tindakan yang disampaikan melalui tuturan. Tindak tutur atau tindak ujaran (speech act) mempunyai kedudukan penting di dalam pragmatik karena tindak tutur adalah salah satu satuan analisisnya. Tindak tutur merupakan suatu tindakan dalam bentuk mengucapkan kata-kata tertentu atau tindakan yang dilakukan dalam wujud bahasa. Selain itu, tindak tutur juga dapat diartikan sebagai bentuk bahasa yang sudah digunakan untuk berkomunikasi yang sudah disertai dengan konteks.
Dalam kajian tindak tutur terdapat berbagai jenis makna. Dari dulu hingga sekarang, penyelidikan makna kata dapat dilakukan berdasarkan hubungan antara ujaran. Salah satu cabang studi linguistik yang mengkaji tentang makna adalah semantik. Abdul Chaer (1994:289-296) membagi jenis makna sebagai berikut “ makna leksikal, gramatikal, kontekstual, refernsial dan non referensial, denotatif, konotatif, konseptual, asiosiatif, kata, istilah, idiom, serta makna peribahasa.
Maksim merupakan kaidah kebahasaan di dalam interaksi lingual; kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Selain itu maksim juga disebut sebagai bentuk pragmatik berdasarkan prinsip kerja sama dan prinsip kesopanan. Maksim-maksim tersebut menganjurkan agar kita mengungkapkan keyakinan-keyakinan dengan sopan dan menghindari ujaran yang tidak sopan.
Praanggapan mengacu kepada makna tersirat yang ” mendahului“ makna kalimat yang terucapkan (tertulis). Makna ini dapat ditangkap dan disimpulkan oleh pendengar ( pembaca ). Kalau kita mendengar ujaran “ibunya sedang sakit”, maka “makna lain” yang bisa ditangkap, yaitu ‘dia mempunyai ibu.’ Inilah yang disebut praanggapan. Untuk mengecek kebenarannya, kita dapat menggabungkan keduanya dengan menempatkan praanggapan di depan ujaran tadi menjadi: “Dia mempunyai ibu, ibunya sedang sakit”. Tetapi, praanggapan itu akan janggal jika ditempatkan di belakang.
Suatu informasi pada dasarnya mensyaratkan kecukupan (sufficient) dalam struktur internal informasi itu sendiri sehingga orang yang diajak komunikasi dapat memahami pesan dengan tepat. Persoalan akan muncul, bagaimana jika informasi itu hanya dapat dipahami dari konteksnya. Deiksis adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan keniscayaan hadirnya acuan ini dalam suatu informasi. Menariknya, meski deiksis ini erat kaitannya dengan konteks berbahasa, namun tidak masuk dalam kajian pragmatik karena sifatnya yang teramat penting dalam memahami makna semantik. Dengan kata lain deiksis merupakan ikhtiar pragmatik untuk memahami makna semantik.
(1) Ibu : Airnya sudah masak, Mbak?
Anak : Kopi atau teh Bu?
(2) Ali dimainkan bola
Contoh pada tuturan (1) di atas jika diteliti dari bentuk saja, hasilnya menjadi kurang jelas atau taksa. Ketaksaan ini terjadi karena tuturan anak seharusnya berupa jawaban, namun yang muncul adalah pertanyaan. Jawaban yang seharunya dikatakan si anak misalnya Ya Bu, kompornya saya matikan. Contoh tuturan (2), Ali sebagai subjek kalimat tidak seharunya dimainkan bola. Kalimat yang benar untuk memperbaiki itu adalah bola dimainkan oleh Ali. Dari kedua contoh ini, pemakaian bahasa sehari-hari sangat dipengaruhi oleh konteks. Dengan demikian konteks akan mempengaruhi bahasa yang digunakan oleh penutur.
Di dalam kegiatan bertutur, penutur tidak sekedar menyampaikan pesan, tetapi ia juga membangun hubungan sosial dengan petutur (mitra tutur). Penutur perlu memilih strategi bertutur yang dapat mengungkapkan pesan secara tepat dan tuturan itu dapat membangun hubungan sosial. Dengan kata lain, penutur tidak ‘asal buka mulut dalam bicara’ tetapi ia harus memikirkan terlebih dahulu tuturan yang akan dituturkannya. Anjuran bahwa sebelum orang bertutur, orang perlu memikirkan apa yang akan dituturkannya, seperti yang dianjurkan di dalam ungkapkan bahasa Minang Kabau, yaitu “mangok dahulu sabalun mangecek”. Untuk mencapai tujuan bertutur yang kedua, yaitu membangun hubungan sosial, penutur kadang-kadang bertutur dengan mengabaikan makna referensial ujaran yang dituturkan atau penutur sekadar melakukan komunikasi fatis (bertutur sekadar untuk basa-basi).
Oleh sebab itu, dalam bertutur diperlukan suatu strategi bertutur untuk menjaga kesopanan bertutur atau kesantunan dalam bertutur. Selain itu, strategi bertutur sangat diperlukan dalam suatu tindak tutur, karena dalam suatu ujaran yang penyampaiannya baik, akan menggunakan strategi bertutur yang tepat, sehingga maksud yang ingin disampaikan kepada mitra tutur tersampaikan dengan baik.