Teaching Documents by Khoirul Anwar
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA, 2019
Sejarah panjang pelayanan publik di Indonesia, menemukan mementumnya pada
tahun 2009, ketika Peme... more Sejarah panjang pelayanan publik di Indonesia, menemukan mementumnya pada
tahun 2009, ketika Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan publik. UU ini merupakan langkah nyata Pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan pelayanan terbaik kepada masyarakat sehingga Indonesia dapat tumbuh sejajar
dengan Negara-Negara maju khusunya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Meskipun
UU pelayanan publik sudah diundangkan, namun hingga saat ini wajah pelayanan publik di
Indonesia belum seperti yang dicita-citakan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh hasil survey
kepatuhan yang dilaksnakan oleh Ombudsman RI pada tahun 2013 sampai dengan tahun
2017, yang menunjukan tingkat kepatuhan Instansi Penyelenggara relatif masih rendah.
Bahkan untuk Kota Tanggerang Selatan dalam survey terakhir berada di zona kuning dengan
nilai terendah yakni 51.31 dari skala 100 dan hanya terpaut 2.69 saja dari Kota Palu di Zona
Merah (48.62). Namun demikian, apakah kondisi tersebut juga terjadi di Kecamatan di Kota
Tanggerang Selatan? Tentu harapanya adalah pelayanan publik di Kecamatan dapat lebih
baik termasuk tingkat kepuasan masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan kepatuhan Kecamatan Ciputat
pada standar pelayanan publik dan kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan.
Kepatuhan adalah kondisi pemenuhan kewajiban atas komponen yang ditentukan oleh UU
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kepuasan masyarakat merupakan kondisi
yang dirasakan oleh masyarakat (pengguna) pelayanan setelah menerima pelayanan di
Kecamatan Ciputat Kota Tanggerang Selatan. Parameter kepatuhan berisi dimensi kualitas
sebagaimana dikemukanan oleh Parasuraman yang terdiri atas; bukti fisik, keandalan, daya
tanggap, jaminan dan empati. Penelitian ini juga ditujuan untuk memberikan alternatif
kebejakan (policy brief) kepada Walikota terkait dengan solusi atas permasalahan yang
dihadapi Kecamatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan teknis analisis
kualitatif, yang bertujuan untuk memotret tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan publik di Kecamatan Ciputat Kota Tanggerang Selatan. Informan dalam penlitian
ini adalah Pimpinan Kecamatan dan para Pelaksana serta masyarakat pengguna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kepatuhan Kecamatan Ciputat sebesar 790
poin masuk kedalam zona kuning atau kepatuhan sedang. Beberapa parameter perlu perhatian
serius, yakni waktu penyelesaian, maklumat pelayanan, pelayanan khusus untuk pengguna
berkebutuhan khusus dan pejabat/petugas pengelola pengaduan.
Rekomendasi yang dapat dilaksanakan oleh Kecamatan Ciputat adalah harus segera
menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan. Menyampaikan usulan
kepada Walikota untuk menerbitkan Peraturan Walikota terkait penyusunan dan penetapan
standar pelayanan. Khusunya untuk standar pelayanan yang melibatkan 2 (dua) Instansi atau
lebih. Mendorong partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan mulai dari penyusunan
dan penetapan standar, memberikan respon dan evaluasi serta peningkatan kualitas
pelayanan. Khususnya untuk memberikan respon evaluasi mealui koin dengan menempatkan
petugas khusus (helper/pemandu) yang bertuga untuk menghimbau daan mengarah
masyarakat untuk memberikan evaluasi.
Kata Kunci : Kepatuhan Kecamatan, Kualitas pelayanan, Kepuasan Masyarakat
LAPORAN PENELITIAN UNGGULAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA, 2018
Pelaksanaan Koordinasi Di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat
Pada Badan Koordinasi Penanam... more Pelaksanaan Koordinasi Di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat
Pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia
Books by Khoirul Anwar
Mewujudkan Pelayanan Prima Berkelas Dunia, Bukan Mimpi, 2011
Mewujudkan pelayanan prima meruapakan sebuah
keniscayaan setelah diundangkannya Undang-Undang nom... more Mewujudkan pelayanan prima meruapakan sebuah
keniscayaan setelah diundangkannya Undang-Undang nomor 25
tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Secara detail UU ini
mengatur segala kewajiban dan hak baik penyelenggara maupun
pengguna (masyarakat). Bahkan sebagian besar masyarakat
mempunyai harapan yang besar terhadap terwujudnya pelayanan
prima yang selama ini hanya menjadi milik masyarakat tertentu
(the have) dan sementara kelompok masyarakat lainnya yang
kurang beruntung (the have not) hanya bisa memimpikannya.
Reformasi yang berawal dari tahun 1998 telah membawa
perubahan paradigma yang sangat signifikan baik di internal
birokrasi (penyelenggara) demikian juga di masyarakat
(pengguna). Paradigma “good governance/GG” menjadi wacana
dan sekaligus semangat (motivasi) untuk dapat diwujudkan di
Indonesia. Namun demikian, karena banyaknya pintu masuk
yang dapat ditempuh untuk mewujudkan GG tersebut, tentu
berdampak pada pilihan mana yang paling efektif dan efisien.
Pintu masuk tersebut diantaranya, pelayanan publik, penegakan
hukum, demokratisasi praktek pemerintahan, pembangunan dan
pemberdayaan yang merata dan masih banyak cara lain sesuai
dengan keunggulan sumberdaya lokal, regional dan nasional.
Uploads
Teaching Documents by Khoirul Anwar
tahun 2009, ketika Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan publik. UU ini merupakan langkah nyata Pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan pelayanan terbaik kepada masyarakat sehingga Indonesia dapat tumbuh sejajar
dengan Negara-Negara maju khusunya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Meskipun
UU pelayanan publik sudah diundangkan, namun hingga saat ini wajah pelayanan publik di
Indonesia belum seperti yang dicita-citakan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh hasil survey
kepatuhan yang dilaksnakan oleh Ombudsman RI pada tahun 2013 sampai dengan tahun
2017, yang menunjukan tingkat kepatuhan Instansi Penyelenggara relatif masih rendah.
Bahkan untuk Kota Tanggerang Selatan dalam survey terakhir berada di zona kuning dengan
nilai terendah yakni 51.31 dari skala 100 dan hanya terpaut 2.69 saja dari Kota Palu di Zona
Merah (48.62). Namun demikian, apakah kondisi tersebut juga terjadi di Kecamatan di Kota
Tanggerang Selatan? Tentu harapanya adalah pelayanan publik di Kecamatan dapat lebih
baik termasuk tingkat kepuasan masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan kepatuhan Kecamatan Ciputat
pada standar pelayanan publik dan kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan.
Kepatuhan adalah kondisi pemenuhan kewajiban atas komponen yang ditentukan oleh UU
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kepuasan masyarakat merupakan kondisi
yang dirasakan oleh masyarakat (pengguna) pelayanan setelah menerima pelayanan di
Kecamatan Ciputat Kota Tanggerang Selatan. Parameter kepatuhan berisi dimensi kualitas
sebagaimana dikemukanan oleh Parasuraman yang terdiri atas; bukti fisik, keandalan, daya
tanggap, jaminan dan empati. Penelitian ini juga ditujuan untuk memberikan alternatif
kebejakan (policy brief) kepada Walikota terkait dengan solusi atas permasalahan yang
dihadapi Kecamatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan teknis analisis
kualitatif, yang bertujuan untuk memotret tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan publik di Kecamatan Ciputat Kota Tanggerang Selatan. Informan dalam penlitian
ini adalah Pimpinan Kecamatan dan para Pelaksana serta masyarakat pengguna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kepatuhan Kecamatan Ciputat sebesar 790
poin masuk kedalam zona kuning atau kepatuhan sedang. Beberapa parameter perlu perhatian
serius, yakni waktu penyelesaian, maklumat pelayanan, pelayanan khusus untuk pengguna
berkebutuhan khusus dan pejabat/petugas pengelola pengaduan.
Rekomendasi yang dapat dilaksanakan oleh Kecamatan Ciputat adalah harus segera
menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan. Menyampaikan usulan
kepada Walikota untuk menerbitkan Peraturan Walikota terkait penyusunan dan penetapan
standar pelayanan. Khusunya untuk standar pelayanan yang melibatkan 2 (dua) Instansi atau
lebih. Mendorong partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan mulai dari penyusunan
dan penetapan standar, memberikan respon dan evaluasi serta peningkatan kualitas
pelayanan. Khususnya untuk memberikan respon evaluasi mealui koin dengan menempatkan
petugas khusus (helper/pemandu) yang bertuga untuk menghimbau daan mengarah
masyarakat untuk memberikan evaluasi.
Kata Kunci : Kepatuhan Kecamatan, Kualitas pelayanan, Kepuasan Masyarakat
Pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia
Books by Khoirul Anwar
keniscayaan setelah diundangkannya Undang-Undang nomor 25
tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Secara detail UU ini
mengatur segala kewajiban dan hak baik penyelenggara maupun
pengguna (masyarakat). Bahkan sebagian besar masyarakat
mempunyai harapan yang besar terhadap terwujudnya pelayanan
prima yang selama ini hanya menjadi milik masyarakat tertentu
(the have) dan sementara kelompok masyarakat lainnya yang
kurang beruntung (the have not) hanya bisa memimpikannya.
Reformasi yang berawal dari tahun 1998 telah membawa
perubahan paradigma yang sangat signifikan baik di internal
birokrasi (penyelenggara) demikian juga di masyarakat
(pengguna). Paradigma “good governance/GG” menjadi wacana
dan sekaligus semangat (motivasi) untuk dapat diwujudkan di
Indonesia. Namun demikian, karena banyaknya pintu masuk
yang dapat ditempuh untuk mewujudkan GG tersebut, tentu
berdampak pada pilihan mana yang paling efektif dan efisien.
Pintu masuk tersebut diantaranya, pelayanan publik, penegakan
hukum, demokratisasi praktek pemerintahan, pembangunan dan
pemberdayaan yang merata dan masih banyak cara lain sesuai
dengan keunggulan sumberdaya lokal, regional dan nasional.
tahun 2009, ketika Pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009
tentang pelayanan publik. UU ini merupakan langkah nyata Pemerintah Indonesia untuk
mewujudkan pelayanan terbaik kepada masyarakat sehingga Indonesia dapat tumbuh sejajar
dengan Negara-Negara maju khusunya dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Meskipun
UU pelayanan publik sudah diundangkan, namun hingga saat ini wajah pelayanan publik di
Indonesia belum seperti yang dicita-citakan. Kondisi tersebut ditunjukkan oleh hasil survey
kepatuhan yang dilaksnakan oleh Ombudsman RI pada tahun 2013 sampai dengan tahun
2017, yang menunjukan tingkat kepatuhan Instansi Penyelenggara relatif masih rendah.
Bahkan untuk Kota Tanggerang Selatan dalam survey terakhir berada di zona kuning dengan
nilai terendah yakni 51.31 dari skala 100 dan hanya terpaut 2.69 saja dari Kota Palu di Zona
Merah (48.62). Namun demikian, apakah kondisi tersebut juga terjadi di Kecamatan di Kota
Tanggerang Selatan? Tentu harapanya adalah pelayanan publik di Kecamatan dapat lebih
baik termasuk tingkat kepuasan masyarakat.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan kepatuhan Kecamatan Ciputat
pada standar pelayanan publik dan kepuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan.
Kepatuhan adalah kondisi pemenuhan kewajiban atas komponen yang ditentukan oleh UU
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Kepuasan masyarakat merupakan kondisi
yang dirasakan oleh masyarakat (pengguna) pelayanan setelah menerima pelayanan di
Kecamatan Ciputat Kota Tanggerang Selatan. Parameter kepatuhan berisi dimensi kualitas
sebagaimana dikemukanan oleh Parasuraman yang terdiri atas; bukti fisik, keandalan, daya
tanggap, jaminan dan empati. Penelitian ini juga ditujuan untuk memberikan alternatif
kebejakan (policy brief) kepada Walikota terkait dengan solusi atas permasalahan yang
dihadapi Kecamatan dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Metode penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan teknis analisis
kualitatif, yang bertujuan untuk memotret tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas
pelayanan publik di Kecamatan Ciputat Kota Tanggerang Selatan. Informan dalam penlitian
ini adalah Pimpinan Kecamatan dan para Pelaksana serta masyarakat pengguna.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kepatuhan Kecamatan Ciputat sebesar 790
poin masuk kedalam zona kuning atau kepatuhan sedang. Beberapa parameter perlu perhatian
serius, yakni waktu penyelesaian, maklumat pelayanan, pelayanan khusus untuk pengguna
berkebutuhan khusus dan pejabat/petugas pengelola pengaduan.
Rekomendasi yang dapat dilaksanakan oleh Kecamatan Ciputat adalah harus segera
menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat pelayanan. Menyampaikan usulan
kepada Walikota untuk menerbitkan Peraturan Walikota terkait penyusunan dan penetapan
standar pelayanan. Khusunya untuk standar pelayanan yang melibatkan 2 (dua) Instansi atau
lebih. Mendorong partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan mulai dari penyusunan
dan penetapan standar, memberikan respon dan evaluasi serta peningkatan kualitas
pelayanan. Khususnya untuk memberikan respon evaluasi mealui koin dengan menempatkan
petugas khusus (helper/pemandu) yang bertuga untuk menghimbau daan mengarah
masyarakat untuk memberikan evaluasi.
Kata Kunci : Kepatuhan Kecamatan, Kualitas pelayanan, Kepuasan Masyarakat
Pada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Republik Indonesia
keniscayaan setelah diundangkannya Undang-Undang nomor 25
tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Secara detail UU ini
mengatur segala kewajiban dan hak baik penyelenggara maupun
pengguna (masyarakat). Bahkan sebagian besar masyarakat
mempunyai harapan yang besar terhadap terwujudnya pelayanan
prima yang selama ini hanya menjadi milik masyarakat tertentu
(the have) dan sementara kelompok masyarakat lainnya yang
kurang beruntung (the have not) hanya bisa memimpikannya.
Reformasi yang berawal dari tahun 1998 telah membawa
perubahan paradigma yang sangat signifikan baik di internal
birokrasi (penyelenggara) demikian juga di masyarakat
(pengguna). Paradigma “good governance/GG” menjadi wacana
dan sekaligus semangat (motivasi) untuk dapat diwujudkan di
Indonesia. Namun demikian, karena banyaknya pintu masuk
yang dapat ditempuh untuk mewujudkan GG tersebut, tentu
berdampak pada pilihan mana yang paling efektif dan efisien.
Pintu masuk tersebut diantaranya, pelayanan publik, penegakan
hukum, demokratisasi praktek pemerintahan, pembangunan dan
pemberdayaan yang merata dan masih banyak cara lain sesuai
dengan keunggulan sumberdaya lokal, regional dan nasional.