Papers by Agustinus Dewantara
JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik
The essence of spirituality in the professional appreciation of Catholic religious teachers as th... more The essence of spirituality in the professional appreciation of Catholic religious teachers as the basis for a complete life renewal. Gravissimum Educationis is the truth of the theory used in this research. The research method uses a qualitative approach, namely literature study. This study aims to find new concepts and theories about the spirituality of Catholic religious teachers. Spirituality is awareness and belief in faith which is the basis of encouragement in life renewal. Self-awareness as a Catholic religion teacher is lived in faith, that his calling in life is a call that comes from Jesus Christ himself. Spirituality needs to be realized in living up to the life vocation of a Catholic religious teacher as a professional. A professional Catholic religious teacher means having a deep spirituality. Deep spirituality makes Catholic religious teachers more leverage in optimizing their competencies, namely competence as professional educators and at the same time as preachers ...
Etika ialah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia (human action). Etika adalah filsaf... more Etika ialah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia (human action). Etika adalah filsafat yang berurusan dengan perbuatan manusia sejauh manusia. Apa yang dimaksud dengan ”action” di sini ialah itu yang menunjuk pada terminologi Aristotelian, ”praxis”, yang berbeda dengan ”theoria” atau spekulasi. ”Praxis” ialah tindakan konkrit yang langsung berkaitan dengan aktivitas kreatif, produktif, transformatif. Secara umum dapat dikatakan bahwa etika adalah filsafat tentang tindakan manusia sebagai manusia. Suatu tindakan itu mempunyai nilai etis bila dilakukan oleh manusia dan dalam kerangka manusiawi. Jelas bahwa etika itu berurusan secara langsung dengan tindakan atau tingkah laku manusia. Tingkah laku manusiawi ini bukan tingkah laku yang tidak ada artinya, tetapi yang mengejar nilai-nilai kebaikan
Cetakan ke: 5 4 3 2 1 Tahun: 23 22 21 20 19 ISBN 978-979-21-xxxx-x Hak cipta dilindungi undang-un... more Cetakan ke: 5 4 3 2 1 Tahun: 23 22 21 20 19 ISBN 978-979-21-xxxx-x Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan cara apa pun tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Nilai gotong-royong memerlukan jembatan untuk tampil lewat pendidikan nilai. Pendidikan gotong-ro... more Nilai gotong-royong memerlukan jembatan untuk tampil lewat pendidikan nilai. Pendidikan gotong-royong bisa ditampilkan dalam bentuk pengetahuan kognitif, tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana gotong-royong sungguh menjadi etos dan praktek bersama dari sebuah bangsa. Nilai gotong-royong merupakan kenyataan objektif dari sejarah bangsa Indonesia yang ditemukan Soekarno, maka pendidikan gotong-royong dengan demikian harus membuka ruang bagi siapa saja untuk mengembangkan kemampuannya dalam rangka menemukan nilai itu. Pendidikan nilai gotong-royong menjadi semakin efektif bila diuji dengan pengalaman konkret segenap manusia Indonesia yang hidup berdampingan dengan aneka perbedaan, akrab dengan bencana yang kerap secara spontan memunculkan semangat untuk bahu-membahu, dan biasa diuji dengan peristiwa politik (baik itu Pilpres, Pilkada, bahkan Pilkades) yang kadang-kadang menjadi biang pertentangan masyarakat.Model penelitian yang akan digunakan dalam menggali tema ini ...
JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 2018
Talking about God can not be separated from the activity of human thought. Activity is the heart ... more Talking about God can not be separated from the activity of human thought. Activity is the heart of metaphysics. Searching religious authenticity tends to lead to a leap in harsh encounter with other religions. This interfaith encounter harsh posed a dilemma. Why? Because on the one hand religion is the peacemaker, but on the other hand it’s has of encouraging conflict and even violence. Understanding God is not quite done only by understanding the religion dogma, but to understand God rationally it is needed. It is true that humans understand the world according to his own ego, but it is not simultaneously affirm that God is only a projection of the human mind. Humans understand things outside of himself because no awareness of it. On this side of metaphysics finds itself. Analogical approach allows humans to approach and express God metaphysically. Human clearly can not express the reality of the divine in human language, but with the human intellect is able to reflect something a...
JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 2018
Mangunwijaya introduced humanist educational philosophy and integrality. Education, according to ... more Mangunwijaya introduced humanist educational philosophy and integrality. Education, according to Mangunwijaya, must create a climate that allows the child to divide themselves into an independent person. Education should aim to deliver learners in recognizing and developing human potential itself into a whole (not just the brain, but all aspects of humanity: skilled, intelligent, piety, solidarity, capable, and responsible). An education system should be humane. That is, a system of compulsory education to respect human dignity, particularly in the person of the child. Schools should thus be understood as a division of talent and togetherness with others. Consequently, the teaching system should not be alienated from the life of the concrete. That is, not merely biased cognitive, intellectualist or mere romantic extreme, but really develop talent, art, language, manners, morals, taste, religiosity, and social life.
Soekarno pernah mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara. Soekarno bahkan merangkum Pancasila d... more Soekarno pernah mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara. Soekarno bahkan merangkum Pancasila dalam satu nilai: “gotong-royong” atau yang disebutnya sebagai Ekasila. Indonesia ditandai dengan keragaman dalam semua bidang, oleh sebab itu Bangsa Indonesia secara sederhana bahkan dapat dikatakan sebagai bangsa yang multikultural. Keanekaragaman menjadi modal dan potensi yang luar biasa untuk kemajuan bersama, akan tetapi hari ini mengemuka justru berbagai fenomena yang menjadi penghambat nilai kegotong-royongan. Hal ini membuat Indonesia jauh dari filosofi asli (Pancasila), Bhinneka Tunggal Ika, dan nilai gotong-royong itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini hendak mengamati esensi gotong-royong sebagai sebuah nilai dan sumbangannya bagi pemahaman multikulturalisme di Indonesia. Pembahasan tema ini bertujuan untuk menyumbang sesuatu bagi kehidupan masyarakat Indonesia yang amat majemuk ini, terutama dalam memaknai gotong-royong sebagai pondasi bagi penghayatan multikult...
Political science, the study of politics, examines the acquisition and application of power. Rela... more Political science, the study of politics, examines the acquisition and application of power. Related areas of study include political philosophy, which seeks a rationale for politics and an ethic of public behavior, political economy, which attempts to develop understandings of the relationships between politics and the economy and the governance of the two, and public administration, which examines the practices of governance. Many have dream up the idealization of the politics realization. Politics should not dirty! But, the fact, actually in Indonesia, politics are corruption, abuse of power, and immoral. Is that only one paradigm of politics? Indonesia must learn to Foucault to build the good governance. Specially, i hope, the discussion of this theme can give any contribution for Indonesian politic and social lives, of which to be felt decline in any ways progressively.
JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik, 2017
The political responsibility is important, not because of the need for the love of the homeland a... more The political responsibility is important, not because of the need for the love of the homeland and the challenge of the disintegration of the nation in multicultural sphere, but must be born of deep Christian faith. This paper specifically addresses to the lay apostolate in socio-politics-society. The Catholic laity was also called to be salt and light in the political world. The emergence of some form of practical theology (such as liberation theology and political theology) affirms that concern. The theme of the laity will be juxtaposed with a review of the "political attitude" voiced by the prophets in Scripture. The hope is that the laity will become more aware of its social-political calling as part of the faithful life to sound prophetic voice in the world. The struggle of the Church into a prophetic power largely depends on the laity (and of course in good cooperation with the priests). The laity today are called to be new prophets to proclaim the truth without bec...
Soekarno pernah mengusulkan Pancasila. Bahkan ia merangkum Pancasila dalam satu kata: “gotong-roy... more Soekarno pernah mengusulkan Pancasila. Bahkan ia merangkum Pancasila dalam satu kata: “gotong-royong!” Perasan dasar Negara Indonesia adalah semangat gotong royong. Soekarno ternyata merancang suatu paham negara gotong-royong bagi bangsa Indonesia. Aneka masalah di atas akan disimak dalam kerangka negara gotong-royong menurut Soekarno, sehingga permasalahan akan menukik pada: pertama, apa sesungguhnya gagasan “gotong-royong” yang diusung oleh Soekarno (sampai-sampai paham “gotong-royong” ini dijadikan sebagai sari pati dari Pancasila?, dan kedua, bagaimana kemudian mengkontekstualisasikan semangat gotong-royong sabagaimana yang dicita-citakan Soekarno dalam era dewasa ini menuju Indonesia yang lebih baik? Aneka permasalahan bangsa Indonesia jangan-jangan disebabkan karena tidak ada atau menipisnya semangat gotong-royong.Buku ini bertujuan untuk menggali gagasan awali pendirian bangsa ini, terutama ide Soekarno mengenai prinsip gotong-royong. Secara khusus, pembahasan tema ini dihara...
Pancasila is the foundation of Indonesia. Pancasila has five principles that accommodate humanity... more Pancasila is the foundation of Indonesia. Pancasila has five principles that accommodate humanity and divinity. But, what happen? Indonesia, in fact, cannot release himself from interfaction, tribe, and interreligious conflict. This country, in fact, cannot unite himself unto the big nation. Unity of Indonesia, that have been recommended by Pancasila not yet well executed (also in educations systems), even in the contrary emerge the tendension that Pancasila progressively sued day by day. This research has a purpose to digging the early idea of the founding of the nation, especially the Soekarno’s idea of “Pancasila,” to enriched the education of religions system. Specially, i hope, the discussion of this theme can give any contribution for Indonesian educational and social lives, of which to be felt decline in any ways progressively.
JPAK: Jurnal Pendidikan Agama Katolik
Masa depan, cepat atau lambat niscaya akan menghampiri remaja. Karena itu remaja harus menyiapkan... more Masa depan, cepat atau lambat niscaya akan menghampiri remaja. Karena itu remaja harus menyiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk menyongsong masa depan. Belajar mempakan salah satu aktivitas yang perlu dikembangkan sejak dini oleh remaja sebagai bekal menghadapi masa depan. Selain sebagai bekal menghadapi masa depan, dengan belajar remaja semakin mengenal, mengimani dan hidup sesuai dengan kehendak Allah. Sebab, aktivitas belajar pada hakekatnya merupakan aktivitas pencarian kebenaran, hingga sampai kepada Kebenaran Tertinggi, yakni Allah sendiri. Melalui Ekaristi remaja benar-benarbersatu dengan Sang Kebenaran dan belajar memaknai peristiwa kekinian untuk meraih masa depan yang gemilang dalam terang iman.
Prosiding Seminar Keindonesiaan II – Universitas PGRI Semarang, 2017
Soekarno pernah mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara Soekarno bahkan merangkum Pancasila da... more Soekarno pernah mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara Soekarno bahkan merangkum Pancasila dalam satu nilai: “gotong-royong” atau yang disebutnya sebagai Ekasila. Keanekaragaman menjadi modal dan potensi yang luar biasa untuk kemajuan bersama jika dikelola dalam semangat gotong-royong, akan tetapi yang mengemuka dewasa ini justru konflik bernuansa SARA yang bisa menghantam ketahanan nasional. Di titik ini diperlukan suatu pendalaman akan pentingnya gotong-royong sebagai nilai bersama.
Nilai gotong-royong memerlukan jembatan untuk tampil lewat pendidikan nilai. Pendidikan gotong-royong bisa ditampilkan dalam bentuk pengetahuan kognitif, tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana gotong-royong sungguh menjadi etos dan praktek bersama dari sebuah bangsa. Nilai gotong-royong merupakan kenyataan objektif dari sejarah bangsa Indonesia yang ditemukan Soekarno, maka pendidikan gotong-royong dengan demikian harus membuka ruang bagi siapa saja untuk mengembangkan kemampuannya dalam rangka menemukan nilai itu. Pendidikan nilai gotong-royong menjadi semakin efektif bila diuji dengan pengalaman konkret segenap manusia Indonesia yang hidup berdampingan dengan aneka perbedaan, akrab dengan bencana yang kerap secara spontan memunculkan semangat untuk bahu-membahu, dan biasa diuji dengan peristiwa politik (baik itu Pilpres, Pilkada, bahkan Pilkades) yang kadang-kadang menjadi biang pertentangan masyarakat.
Model penelitian yang akan digunakan dalam menggali tema ini ialah penelitian kualitatif bidang filsafat. Penelitian ini menggunakan metode analisis hermeneutika. Nilai gotong-royong akan dikaji dalam perspektif teori nilai Max Scheler, sehingga ditemukan maknanya bagi Indonesia dewasa ini. Peneliti menjadi instumen utama dalam penemuan makna seperti ini.
Konsep gotong-royonglah yang memungkinkan semua unsur yang berbhinneka di tanah air Indonesia diakui keberadaannya. Konsep gotong-royong pulalah yang membuat pluralisme mekar dengan subur. Gotong-royong memiliki dimensi kemanusiaan yang justru bisa menjadi pengikat kebersamaan. Bangsa ini harus meminati nilai gotong-royong lewat pendidikan kegotong-royongan, dan mewujudkan diri sebagai bangsa yang utama dalam menghadapi tantangan yang hendak merongrong ketahanan nasional.
This study aims to describe whether the values of mutual assistance is still done in a rice paddy... more This study aims to describe whether the values of mutual assistance is still done in a rice paddy farming communities and whether these values reliable in the face of risk and uncertainty in the lives of lowland rice farmers in the village of River Snail Bengkalis District of Siak Kecil.
Books by Agustinus Dewantara
Para Putera Lentera, 2020
Buku ini berisi karya-karya para mahasiswa (baik itu dari internal STKIP
Widya Yuwana) maupun ya... more Buku ini berisi karya-karya para mahasiswa (baik itu dari internal STKIP
Widya Yuwana) maupun yang berasal dari luar yang dihimpun dari lomba
karya tulis mahasiswa dalam rangka memperingati Dies Natalis STKIP
Widya Yuwana. Beberapa tulisan mengajak kita untuk kembali merenung ke
dalam untuk merenungkan spiritualitas pendiri dan evaluasi diri, maka di
sana ada pergulatan tentang aggiornamento dan spiritualitas pendiri tentang
katekis dan guru agama. Perenungan semacam itu akhirnya bermuara kepada
karya yang mengena bagi konteks Indonesia, maka di situ ada penggalian
soal inkulturisasi, dialog agama, katekese kebangsaan, dan multikulturalisme
Indonesia yang ber-Pancasila.
“Gotong-Royong” als Indonesische Filosofie in Max Scheler Perspectief, 2021
Gotong-royong van Soekarno in Perspectief Axiologie Max Scheler beoogt
analytisch de objectieve ... more Gotong-royong van Soekarno in Perspectief Axiologie Max Scheler beoogt
analytisch de objectieve betekenis te vinden van het principe van gotong-royong
in het perspectief van de axiologie, en de waardering van waarde in Indonesië
weer te geven. Axiologie gekozen als een object om formeel te zijn omdat dit
onderzoek zich richt op gotong-royong als een typische waarde van Indonesië.
Van dit thema wordt verwacht dat het een bijdrage levert aan het leven van het
Indonesische volk van vandaag, dat in een crisis van onderlinge samenwerking
op verschillende gebieden lijkt te leven. Soekarno vat Pancasila samen in één
enkele waarde, namelijk de "gotong-royong" (onderlinge bijstand van Indonesië)
of hij omschrijft het als Ekasila. De essentie van Pancasila vindt vandaag een grote
uitdaging. De diversiteit op vele gebieden die de Indonesische natie kenmerkt, is
eigenlijk een troef en een enorm potentieel voor gezamenlijke vooruitgang, maar
vandaag komt dat juist aan de oppervlakte door verschillende verschijnselen van
geweld en conflicten die het gevoel van Indonesisch nationalisme als een grote
natie ondermijnen.
Gotong-Royong als Indonesische Filosofie in Max Scheler Perspectief, 2021
Gotong-royong di Sukarno nella prospettiva dell'assiologia Max Scheler
mira a trovare analiticam... more Gotong-royong di Sukarno nella prospettiva dell'assiologia Max Scheler
mira a trovare analiticamente il significato oggettivo del principio di gotongroyong nella prospettiva dell'assiologia, e a riflettere l'apprezzamento del valore
in Indonesia. L'assiologia è stata scelta come oggetto formale perché questa
ricerca si è concentrata sul gotong-royong come valore tipico dell'Indonesia.
Questo tema dovrebbe contribuire alla vita del popolo indonesiano di oggi che
sembra vivere in una crisi di cooperazione reciproca in vari campi. Sukarno
riassume Pancasila in un unico valore, cioè il "gotong-royong" (assistenza
reciproca dell'Indonesia) o lo descrive come Ekasila. L'essenza di Pancasila trova
oggi una grande sfida. La diversità in molte aree che caratterizza la nazione
indonesiana è in realtà una risorsa e un enorme potenziale per progredire insieme,
ma oggi che sono emersi proprio vari fenomeni di violenza e conflitto che minano
il senso del nazionalismo indonesiano come una grande nazione
Uploads
Papers by Agustinus Dewantara
Nilai gotong-royong memerlukan jembatan untuk tampil lewat pendidikan nilai. Pendidikan gotong-royong bisa ditampilkan dalam bentuk pengetahuan kognitif, tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana gotong-royong sungguh menjadi etos dan praktek bersama dari sebuah bangsa. Nilai gotong-royong merupakan kenyataan objektif dari sejarah bangsa Indonesia yang ditemukan Soekarno, maka pendidikan gotong-royong dengan demikian harus membuka ruang bagi siapa saja untuk mengembangkan kemampuannya dalam rangka menemukan nilai itu. Pendidikan nilai gotong-royong menjadi semakin efektif bila diuji dengan pengalaman konkret segenap manusia Indonesia yang hidup berdampingan dengan aneka perbedaan, akrab dengan bencana yang kerap secara spontan memunculkan semangat untuk bahu-membahu, dan biasa diuji dengan peristiwa politik (baik itu Pilpres, Pilkada, bahkan Pilkades) yang kadang-kadang menjadi biang pertentangan masyarakat.
Model penelitian yang akan digunakan dalam menggali tema ini ialah penelitian kualitatif bidang filsafat. Penelitian ini menggunakan metode analisis hermeneutika. Nilai gotong-royong akan dikaji dalam perspektif teori nilai Max Scheler, sehingga ditemukan maknanya bagi Indonesia dewasa ini. Peneliti menjadi instumen utama dalam penemuan makna seperti ini.
Konsep gotong-royonglah yang memungkinkan semua unsur yang berbhinneka di tanah air Indonesia diakui keberadaannya. Konsep gotong-royong pulalah yang membuat pluralisme mekar dengan subur. Gotong-royong memiliki dimensi kemanusiaan yang justru bisa menjadi pengikat kebersamaan. Bangsa ini harus meminati nilai gotong-royong lewat pendidikan kegotong-royongan, dan mewujudkan diri sebagai bangsa yang utama dalam menghadapi tantangan yang hendak merongrong ketahanan nasional.
Books by Agustinus Dewantara
Widya Yuwana) maupun yang berasal dari luar yang dihimpun dari lomba
karya tulis mahasiswa dalam rangka memperingati Dies Natalis STKIP
Widya Yuwana. Beberapa tulisan mengajak kita untuk kembali merenung ke
dalam untuk merenungkan spiritualitas pendiri dan evaluasi diri, maka di
sana ada pergulatan tentang aggiornamento dan spiritualitas pendiri tentang
katekis dan guru agama. Perenungan semacam itu akhirnya bermuara kepada
karya yang mengena bagi konteks Indonesia, maka di situ ada penggalian
soal inkulturisasi, dialog agama, katekese kebangsaan, dan multikulturalisme
Indonesia yang ber-Pancasila.
analytisch de objectieve betekenis te vinden van het principe van gotong-royong
in het perspectief van de axiologie, en de waardering van waarde in Indonesië
weer te geven. Axiologie gekozen als een object om formeel te zijn omdat dit
onderzoek zich richt op gotong-royong als een typische waarde van Indonesië.
Van dit thema wordt verwacht dat het een bijdrage levert aan het leven van het
Indonesische volk van vandaag, dat in een crisis van onderlinge samenwerking
op verschillende gebieden lijkt te leven. Soekarno vat Pancasila samen in één
enkele waarde, namelijk de "gotong-royong" (onderlinge bijstand van Indonesië)
of hij omschrijft het als Ekasila. De essentie van Pancasila vindt vandaag een grote
uitdaging. De diversiteit op vele gebieden die de Indonesische natie kenmerkt, is
eigenlijk een troef en een enorm potentieel voor gezamenlijke vooruitgang, maar
vandaag komt dat juist aan de oppervlakte door verschillende verschijnselen van
geweld en conflicten die het gevoel van Indonesisch nationalisme als een grote
natie ondermijnen.
mira a trovare analiticamente il significato oggettivo del principio di gotongroyong nella prospettiva dell'assiologia, e a riflettere l'apprezzamento del valore
in Indonesia. L'assiologia è stata scelta come oggetto formale perché questa
ricerca si è concentrata sul gotong-royong come valore tipico dell'Indonesia.
Questo tema dovrebbe contribuire alla vita del popolo indonesiano di oggi che
sembra vivere in una crisi di cooperazione reciproca in vari campi. Sukarno
riassume Pancasila in un unico valore, cioè il "gotong-royong" (assistenza
reciproca dell'Indonesia) o lo descrive come Ekasila. L'essenza di Pancasila trova
oggi una grande sfida. La diversità in molte aree che caratterizza la nazione
indonesiana è in realtà una risorsa e un enorme potenziale per progredire insieme,
ma oggi che sono emersi proprio vari fenomeni di violenza e conflitto che minano
il senso del nazionalismo indonesiano come una grande nazione
Nilai gotong-royong memerlukan jembatan untuk tampil lewat pendidikan nilai. Pendidikan gotong-royong bisa ditampilkan dalam bentuk pengetahuan kognitif, tetapi yang jauh lebih penting dari itu adalah bagaimana gotong-royong sungguh menjadi etos dan praktek bersama dari sebuah bangsa. Nilai gotong-royong merupakan kenyataan objektif dari sejarah bangsa Indonesia yang ditemukan Soekarno, maka pendidikan gotong-royong dengan demikian harus membuka ruang bagi siapa saja untuk mengembangkan kemampuannya dalam rangka menemukan nilai itu. Pendidikan nilai gotong-royong menjadi semakin efektif bila diuji dengan pengalaman konkret segenap manusia Indonesia yang hidup berdampingan dengan aneka perbedaan, akrab dengan bencana yang kerap secara spontan memunculkan semangat untuk bahu-membahu, dan biasa diuji dengan peristiwa politik (baik itu Pilpres, Pilkada, bahkan Pilkades) yang kadang-kadang menjadi biang pertentangan masyarakat.
Model penelitian yang akan digunakan dalam menggali tema ini ialah penelitian kualitatif bidang filsafat. Penelitian ini menggunakan metode analisis hermeneutika. Nilai gotong-royong akan dikaji dalam perspektif teori nilai Max Scheler, sehingga ditemukan maknanya bagi Indonesia dewasa ini. Peneliti menjadi instumen utama dalam penemuan makna seperti ini.
Konsep gotong-royonglah yang memungkinkan semua unsur yang berbhinneka di tanah air Indonesia diakui keberadaannya. Konsep gotong-royong pulalah yang membuat pluralisme mekar dengan subur. Gotong-royong memiliki dimensi kemanusiaan yang justru bisa menjadi pengikat kebersamaan. Bangsa ini harus meminati nilai gotong-royong lewat pendidikan kegotong-royongan, dan mewujudkan diri sebagai bangsa yang utama dalam menghadapi tantangan yang hendak merongrong ketahanan nasional.
Widya Yuwana) maupun yang berasal dari luar yang dihimpun dari lomba
karya tulis mahasiswa dalam rangka memperingati Dies Natalis STKIP
Widya Yuwana. Beberapa tulisan mengajak kita untuk kembali merenung ke
dalam untuk merenungkan spiritualitas pendiri dan evaluasi diri, maka di
sana ada pergulatan tentang aggiornamento dan spiritualitas pendiri tentang
katekis dan guru agama. Perenungan semacam itu akhirnya bermuara kepada
karya yang mengena bagi konteks Indonesia, maka di situ ada penggalian
soal inkulturisasi, dialog agama, katekese kebangsaan, dan multikulturalisme
Indonesia yang ber-Pancasila.
analytisch de objectieve betekenis te vinden van het principe van gotong-royong
in het perspectief van de axiologie, en de waardering van waarde in Indonesië
weer te geven. Axiologie gekozen als een object om formeel te zijn omdat dit
onderzoek zich richt op gotong-royong als een typische waarde van Indonesië.
Van dit thema wordt verwacht dat het een bijdrage levert aan het leven van het
Indonesische volk van vandaag, dat in een crisis van onderlinge samenwerking
op verschillende gebieden lijkt te leven. Soekarno vat Pancasila samen in één
enkele waarde, namelijk de "gotong-royong" (onderlinge bijstand van Indonesië)
of hij omschrijft het als Ekasila. De essentie van Pancasila vindt vandaag een grote
uitdaging. De diversiteit op vele gebieden die de Indonesische natie kenmerkt, is
eigenlijk een troef en een enorm potentieel voor gezamenlijke vooruitgang, maar
vandaag komt dat juist aan de oppervlakte door verschillende verschijnselen van
geweld en conflicten die het gevoel van Indonesisch nationalisme als een grote
natie ondermijnen.
mira a trovare analiticamente il significato oggettivo del principio di gotongroyong nella prospettiva dell'assiologia, e a riflettere l'apprezzamento del valore
in Indonesia. L'assiologia è stata scelta come oggetto formale perché questa
ricerca si è concentrata sul gotong-royong come valore tipico dell'Indonesia.
Questo tema dovrebbe contribuire alla vita del popolo indonesiano di oggi che
sembra vivere in una crisi di cooperazione reciproca in vari campi. Sukarno
riassume Pancasila in un unico valore, cioè il "gotong-royong" (assistenza
reciproca dell'Indonesia) o lo descrive come Ekasila. L'essenza di Pancasila trova
oggi una grande sfida. La diversità in molte aree che caratterizza la nazione
indonesiana è in realtà una risorsa e un enorme potenziale per progredire insieme,
ma oggi che sono emersi proprio vari fenomeni di violenza e conflitto che minano
il senso del nazionalismo indonesiano come una grande nazione