Papers by Abdurrahman Rasyid
Penulisan makalah ini berangkat dari pertanyaan bagaimana keberadaan nilai-nilai pancasila dalam ... more Penulisan makalah ini berangkat dari pertanyaan bagaimana keberadaan nilai-nilai pancasila dalam kasus masyarakat Desa Simego. Desa Simego terletak dalam wilayah Kecamatan Petungkriyono, Kabupaten Pekalongan, Propinsi Jawa Tengah. Studi pada kasus dinamika masyarakat di Desa Simego ini menarik untuk diamati dalam kaitan letak wilayah desa Simego pada daerah perbukitan yang terletak pada ketinggian 1600 meter di atas permukaan laut, tepatnya di sepanjang dataran tinggi dieng. Nah, bagaimana nilai-nilai pancasila sebagai dasar negara terinternalisasi dan berada dalam masyarakat desa Simego yang masih sangat minim akses transportasi, informasi dan teknologi. Kajian pada masyarakat desa Simego ini menggunakan kerangka konseptual Peter L. Berger dan Thomas Luckman tentang sosiologi pengetahuan dari suatu masyarakat (Peter L. Berger &Thomas Luckmann, 1966). Di sini ia menjelaskan tentang sosialisasi, internalisasi, dan eksternalisasi. Pada masyarakat desa Simego terlihat terjadi harmonisasi antara nilai-nilai pancasila yang bersifat ideal dengan nilai-nilai yang diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa Simego. Kata Kunci: Nilai-Nilai Pancasila, Masyarakat, Desa Simego, aktualisasi, internalisasi. Pendahuluan Agaknya benar juga apa yang dikemukakan oleh Prof. Notonagoro pada saat penganugerahan gelar doctor honoris Causa di bidang Ilmu Hukum kepada Ir. Soekarno pada 19 September 1951 bahwa Pancasila mampu mewadahi keberagaman yang ada di Indonesia dan dapat diterima oleh bangsa Indonesia karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila merupakan penjelmaan dari jatidiri bangsa. Hal ini sangat terasa terutama pada masyarakat pedesaan pada 1 Mahasiswa Program Pascasarjana Jurusan Sejarah UGM. Penulis dapat dihubungi melalui alamat email: [email protected].
Pengantar Selama rezim Orde Baru, bangsa ini (Indonesia) memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara... more Pengantar Selama rezim Orde Baru, bangsa ini (Indonesia) memiliki Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Namun, seiring karena sistem yang ada itu tidak kita percayai lagi termasuk sistem adanya GBHN. Lalu kita mereformasi diri, menata semula apa yang perlu dan tidak perlu. Dalam hal reformasi ini, kita memilih mereformasi konstitusi atau perbaikan konstitusi terlebih dahulu. 2 Bermula dari perubahan UUD 1945 yang di antaranya mengubah tugas dan wewenang MPR yang tidak lagi sebagai lembaga tertinggi negara. Turunan berikutnya adalah MPR tidak lagi mempunyai kewenangan menetapkan GBHN dan kepala negara tidak lagi mesti mempertanggungjawabkannya kepada MPR. 3 Karena kepala negara dipilih langsung oleh rakyat, 4 ia diberi kewenangan menyusun Rencana pembangunan Jangka panjang nasional bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat. 5 Setelah lebih dari satu dekade reformasi terasa perlunya GBHN, melihat reformasi bangsa yang tak kunjung keluar dari kerabunannya. Di sisi lain perencanaan pembangunan hanya ditimpakan sebatas UU No 17 tahun 2007 yang tidak mempunyai jaminan akan bagaimana mekanisme perencanaan pembangunan tersebut dijalankan. Namun, tentu bukanlah karakteristik GBHN yang pernah ada
Mbak Reni ini, yang ia beri judul "Perempuan berselimut Konflik: Perempuan Minangkabau di Masa De... more Mbak Reni ini, yang ia beri judul "Perempuan berselimut Konflik: Perempuan Minangkabau di Masa Dewan Banteng dan PRRI". Buku yang merupakan hasil kerja panjang dari penulisnya yang semula merupakan bahan kajian yang ia ajukan pada tugas akhir (tesis) S2 nya (thn 2009) pada jurusan Sejarah UGM. Buku ini diurai dalam 7 Bagian + Pengantar + Epilog serta lampiran-lampiran, dengan jumlah halaman keseluruhan xxii+218, diterbitkan oleh Tiara Wacana, Yogyakarta 2011. Dalam membedah buku ini akan dipaparkan tiga hal: Pertama, apa sesungguhnya yang menjadi penuntun pikiran sang penulis buku ini. Kedua, Bagaimana sesungguhnya isi buku ini, dan ketiga ulasan serta catatan-catatan setelah membaca buku ini. B. Penuntun pikiran sang penulisnya Sang penulis buku ini mbak reni adalah seorang yang energik dalam dunia tulis menulis, ini dibuktikan tak kurang dari 8 buku telah ia tulis, data lebih lengkap tentang penulisnya bisa dilihat pada halaman 217-218 dari buku ini. Buku perempuan berselimut konflik ini, yang merupakan hasil kajian tesis S2 nya pada jurusan sejarah UGM (hlm vii), tak terlepas dari perdebatan dalam dunia akademis mengenai Historiografi Indonesia. Salah satu di antaranya bahwa sudah menjadi rahasia umum saat ini kajian sejarah Indonesia telah didominasi uraian peran dan fungsi laki-laki dalam derap langkah sejarah Indonesia, padahal perempuan juga melewati masa lalu dari Indonesia, dan ini masih sangat minim terkaji dalam sejarah. Inilah sederhanannya kalau boleh ditebak, sprit awal dari pikiran mbak reni untuk menuntaskan menulis tentang bukunya ini. Lebih lanjut, secara terang-terangan penulis buku ini mengatakan pendekatan feminisme digunakan dalam penulisan ini (hlm 10), pendekatan yang tidak hanya mengungkap konteks peran tokoh-
Uploads
Papers by Abdurrahman Rasyid