Lompat ke isi

Miqdad bin Amr

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Miqdad bin Aswad)
Miqdad
Tempat lahirHadramaut, Yaman
EtnikArab Yamani
Dikenal sebagaiSahabat Nabi
Wafat33 H
AyahAmr al-Bahrani
AnakAbdullah bin Miqdad[1]
Karimah binti Miqdad[1]
AgamaIslam
IstriDhuba'ah binti az-Zubair bin Abdul Muthalib

Miqdad bin Amr al-Bahrani (bahasa Arab: مقداد بن عمرو البهراني) atau juga dikenal Miqdad bin Aswad adalah Sahabat Nabi Muhammad yang ikut berhijrah dari Mekkah ke Madinah.

Beliau berasal dari Hadramaut zaman, kemudian pergi hijrah ke Makkah karena ada masalah disana, kemudian di Makkah diangkat anak oleh Al Aswad Abdi Yaghuts. Sehingga beliau dikenal sebagai Miqdad bin Aswad. Beliau sahabat ketujuh yang menerima kebenaran Islam.

Kehidupan

[sunting | sunting sumber]

Miqdad berasal dari suku Arab, Bahra bagian dari Banu Qudha'ah atau berasal dari Hadramaut, Yaman. Dia melarikan diri dari sukunya setelah melukai seseorang dan dihuni Mekkah. Di Mekkah, Miqdad milik seorang pria bernama al-Aswad Al-Kindi. Miqdad adalah seorang pemuda yang sangat berani ketika ia pergi ke Mekkah. Dalam Arabia orang menyukai pria pemberani dan kuat, Aswad Al-Kindi tidak punya anak, jadi suatu hari ia berdiri di antara semua suku Quraisy dan berkata "saya menyatakan bahwa mulai hari ini Miqdad sebagai anak saya, dan namanya sekarang Miqdad bin Al-Aswad Al-Kindi setelah aku mati ia akan mewarisi aku "Jadi, orang-orang mulai memanggilnya Miqdad bin Aswad al-Kindi, bukan Miqdad bin Amr. Ini adalah cara orang Arab menunjukkan cinta mereka terhadap seseorang. Islam bangkit dari puncak Gunung Hira. Miqdad bin Aswad al-Kindi menjadi dua puluh empat tahun. Dia mendengar tentang misi Nabi Muhammad. Dia bergegas untuk percaya pada agama baru. Dia terus Islam itu rahasia, dan merupakan bagian dari Muhajirin yang melarikan diri dari hukuman Quraisy. Dia bertemu Nabi Muhammad diam-diam. Dengan demikian, ia berada di antara umat Islam sebelumnya. Dia selalu merasa penderitaan di awal menjadi Muslim

Nabi Muhammad memerintahkan para sahabatnya untuk berimigrasi ke Madinah. Mereka berimigrasi satu per satu atau kelompok dengan kelompok. Setelah beberapa waktu, ia menerima perintah dari Allah untuk berimigrasi ke Madinah juga. Ketika ia sampai di Madinah, Miqdad bin Aswad Al-Kindi bersukacita dengan melihat dia mencapai Madinah aman.

Kesetiaannya terhadap Nabi Muhammad bisa dilihat pada Pertempuran Badar, ketika Miqdad bin Aswad Al-Kindi berdiri dan berkata: "Rasul Allah, pergi dan mematuhi Orde Allah Kami akan mendukung Anda Demi Allah, kami tidak akan mengatakan! sebagai orang-orang Yahudi berkata kepada nabi mereka: Anda dan Tuhanmu, pergi dan melawan Kami akan tinggal di sini Kami katakan:!! Anda telah datang kepada kami dengan kebenaran, dan kami taat dan diikuti Kami akan menunjukkan kami adalah laki-laki yang nyata. . Kami tidak akan mundur.

Senang ekspresi muncul di wajah Islam Nabi Muhammad. Lalu Nabi Muhammad berkata kepada kaum Ansar: "Apa yang harus saya lakukan"?

Sa'ad bin Mu'adz menjawab:..! "Rasul Allah, kami telah percaya pada Anda, kami telah percaya Anda Kami sudah mengaku apa yang telah dikatakan sebagai kebenaran Kami sudah berjanji untuk mendengar dan taat Kemudian, Rasul Allah, pergi pada apa yang Anda inginkan! Demi Allah! Jika Anda meminta kami untuk menyeberangi laut, kami akan lakukan "!

Ini adalah pertempuran pertama melawan orang-orang kafir, itu bernama perang Badar, ketika suku Quraisy menyerbu Muhammad 1400 terhadap 313 pengikut Muslim Nabi Muhammad dengan penuh antusiasme. Mereka bersiap-siap untuk menghadapi orang musyrik dengan hati yang penuh dengan iman.

Keistimewaan Miqdad bin Amir ra

[sunting | sunting sumber]

Berikut adalah keistimewaan dari sahabat Miqdad bin Amir ra:

  1. Beliau adalah orang yang pertama kali memacu kudanya dalam perang dijalan Allah[2]
  2. Termasuk dalam kelompok Assabiqunal Awwalun atau kelompok pertama yang pertama kali masuk Islam[2]
  3. Beliau turut serta dalam perang badar. Dalam disebuah haditd disebutkan bahwa Jibril Alaihissallam mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bertanya : “Bagaimana kalian memandang orang-orang yang ikut sserta dalam perang Badar?” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Mereka termasuk kaum Muslimin yang terbaik.” atau kalimat yang seperti itu. Jibril Alaihissallam mengatakan : “Begitu juga para malaikat yang ikut dalam Perang Badar.” [HR Bukhâri, Kitâbul Maghâzi, 9/56, no. 3992][2]
  4. Menjadi sahabat terbaik Abdullah bin Mas'ud. Abdullah bin Mas'ud berkata, "Aku telah menyaksikan perjuangan Miqdad, sehingga aku lebih suka menjadi sahabatnya daripada segala apa yang ada dibumi ini."[2]
  5. Memiliki semangat juang yang tinggi dalam perang dijalan Allah. Sebelum perang badar, tatkala Rosulallah sholallahu alaihi wasalam meminta pendapat para sahabat tentang pertempuran yang akan di hadapi, beliau berkata dengan penuh keyakinan, "Wahai Rosulallah, laksanakanlah apa yang dititahkan Allah, dan kami akan bersamamu. demi Allah kami tidak akan berkata seperti perkataan Bani Israil kepada Nabi Musa, 'Pergilah dan berperanglah kamu bersama Tuhanmu, sedankan kami akan duduk menunggu disini'. Tetapi kami akan mengatakan kepadamu, 'Pergi dan berperanglah engkau bersama Tuhanmu, dan kami ikut berjuang bersamamu. Demi dzat yang telah mengutusmu membawa kebenaran, seandainya Engkau membawa kami kedalam lautan lumpur, kami akan berjuang bersamamu dengan tabah hingga mencapai tujuan. dan kami akan bertempur di sebelah kanan dan disebelah kirimu, dibagian depan dan dibagian belakangmu, hingga ALlah memberikan kemenangan padamu."[2]
  6. Tidak haus akan jabatan. Suatu ketika dia diberi amanah untuk memimpin suatu daerah. setelah kembali dari tugasnya, Ia ditanya oleh Rosulallah sholallahu alaihi wasalam, "Bagiamana pedapatmu setelah menjadi amir (pemimpin)?". MIqdad menjawab, "Engkau telah menjadikan diriku menganggap diri sendiri diatas semua manusia, sedangkan mereka semua dibawahku. Demi dzat yang telah mengutusmu membawa kebenaran, sejak saat ini saya tidak berkeinginan menjadi pemimpin sekalipun untuk dua orang untuk selama-lamanya." [2]
  7. Seorang yang sangat arif dan bijaksana. Sebagaimana keinginan semua orang yang beriman kepada Allah dan Rosul-nya, ada seorang tabi'in yang menemui Miqdad dan berkata, "Sungguh berbahagialah kedua mata ini (miqdad) yang telah melihat Rosulallah sholallahu alaihi wasalam , Demi Allah, andainya kami dapat melihat apa yang anda lihat dan menyaksikan apa yang Anda saksikan?. Maka Miqdad memberikan jawaban yang sangat bijak, "Apa yang mendorong kalian untuk ingin menyaksikan peristiwa yang disembunyikan Allah dari penglihatan kalian, padahal kalian tidak tahu apa akibatnya bila sempat menyaksikannya?. Demi Allah, bukankah pada masa ROsulallah sholallahu alaihi wasalam banyak orang yang ditelungkupkan Allah mukanya ke neraka Jahanam (Spt Abu jahal, dll)? mengapa kalian tidak mengucapkan pujian bagi ALlah yang telah menghindarkan kalian dari mapapetaka seperti yang menimpa mereka itu, dan menjadikan kalian sebagai orang-orang yang beriman kepada ALlah dan Nabi Kalian?." inilah jawaban yang luar biasa dari Miqdad ra, daripada kita menyesali tidak bisa melihat Rosulallah, lebih baik kita bersyukur bisa termasuk dalam bagian orang yang beriman, meski belum pernah melihat Rosulallah sholallahu alaihi wasalam .[2]
  8. Memiliki kecintaan Yang sangat besar kepada Rosulallah sholallahu alaihi wasalam. Sebagaimana diriwayatkan, ketika sedikit saja ada kekacuaan di Madinah, maka secepat kilat miqdad sudah berada didepan pintu rumah Rosulallah sholallahu alaihi wasalam, lengkap dengan kuda dan pedangnya terhunus. Beliau begitu khawatir akan keselamatan Rosulallah sholallahu alaihi wasalam .[2]
  9. Sahabat yang dicintai Allah. Rosullalah sholallahu alaihi wasalam berkata kepada Miqdad bin Amir, "Sungguh, Allah telah menyuruhku untuk mencintaimu, dan menyampaikan pesan-Nya kepadaku bahwa Dia mencintaimu"[2]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b http://muslimscholars.info/manage.php?submit=scholar&ID=248
  2. ^ a b c d e f g h i Muhammad Khalid, Khalid (Rabiul AKhir, 1439 H). Biografi 60 Sahabat Nabi. Jakarta Timur: Ummul Qura. hlm. 153–159. ISBN 9786029896886.