Hukum lingkungan di Indonesia
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Dalam konteks lingkungan hidup, di Indonesia ada peraturan yang mengatur tentang masalah lingkungan hidup. Regulasi ini bukanlah hal yang baru, karena cukup banyak peraturan hukum yang dapat dikelompokkan ke dalam apa yang dinamakan Hukum Lingkungan, yang tersebar dalam berbagai peraturan.
Sejarah Singkat Pembentukan Undang-Undang Lingkungan Hidup
[sunting | sunting sumber]Sebagian peraturan tersebut bahkan sudah ada sejak zaman Belanda dan sudah berusia lebih daripada setengah abad. Tetapi tampaknya setiap peraturan itu berdiri sendiri-sendiri dan tidak ada ikatan antara satu dengan yang lainnya, selain itu efektivitas dari peraturan-perundang-undangan itu sudah banyak yang berkurang.
Tonggak sejarah pengaturan Hukum Lingkungan di Indonesia secara komprehensif atau disebut environmental oriented law adalah dengan lahirnya Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan (LN 1982 No. 12, TLN No. 3215), yang disingkat dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup. yang kemudian diganti dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN 1997 No. 12, TLN No. 3215) yang disingkat UUPLH dan sekarang diganti lagi dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LNRI Tahun 2009 Nomor 140 TLN Nomor 5059) yang disingkat dengan UUPPLH.
Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 adalah adanya penguatan yang terdapat dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Semua undang-undang di atas hanya memuat asas-asas dan prinsip-prinsip pokok bagi pengelolaan lingkungan hidup, maka undang-undang tersebut berfungsi sebagai “payung” bagi penyusunan peraturan perundang-undangan lainnya. Dengan demikian Undang-Undang Lingkungan Hidup atau Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup atau Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebut sebagai “umbrella act” atau “umbrella provision”.
Fungsi
[sunting | sunting sumber]Fungsi dari Undang-Undang Lingkungan Hidup dan Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup/Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup tersebut harus mampu menjadi dasar dan landasan bagi pembentukan peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup, di samping secara khusus memberikan arah serta ciri-cirinya terhadap semua jenis tata pengaturan lingkungan hidup. Sehingga semua peraturan perundang-undangan tentang lingkungan hidup dapat terangkum dalam satu sistem Hukum Lingkungaan Indonesia.
Undang Undang yang berlaku
[sunting | sunting sumber]Kini kebijakan pengelolaan lingkungan telah tertuang melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 yang menginstruksikan bahwa pembangunan yang dilaksanakan harus memperhatikan lingkungan atau disebut pembangunan berkelanjutan sebagaimana dicantumkan dalam Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 yang menyebutkan bahwa “Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana , yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan”.
Indonesia sebagai negara yang berkembang, yang saat ini sedang melaksanakan pembangunan di segala bidang, juga harus berorientasi kepada pembangunan lingkungan. Pengertian pembangunan di sini merupakan upaya sadar bangsa Indonesia untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan memanfaatkan segala sumber daya yang dimilikinya.
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 digariskan konsep perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah upaya sistematis terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan :
1) perencanaan,
2) pemanfaatan,
3) pengendalian,
4) pemeliharaan,
5) pengawasan dan,
6) penegakan hukum
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menuntut dikembangkannya suatu sistem yang terpadu berupa suatu kebijakan nasional perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang harus dilaksanakan secara taat asas dan konsekuen dari pusat sampai ke daerah
Menurut Pasal 2 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas:
1) tanggung jawab negara;
2) kelestarian dan keberlanjutan;
3) keserasian dan keseimbangan;
4) keterpaduan;
5) manfaat;
6) kehati-hatian;
7) keadilan;
8) ekoregion;
9) keanekaragaman hayati;
10) pencemar membayar;
11) partisipatif;
12) kearifan lokal;
13) tata kelola pemerintahan yang baik; dan
14) otonomi daerah.
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai Undang-undang baru menjanjikan banyak hal perubahan. Perbedaan mendasar antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 ini adalah adanya penguatan tentang prinsip-prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang didasarkan pada tata kelola pemerintahan yang baik karena dalam setiap proses perumusan dan penerapan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup serta penanggulangan dan penegakan hukum mewajibkan pengintegrasian aspek transparansi, partisipasi, akuntabilitas, dan keadilan
Berbeda dari dua undang-undang pendahulunya yang hanya menggunakan istilah Pengelolaan Lingkungan Hidup pada penamaannya, Undang-undang No. 32 Tahun 2009 diberi nama Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Penambahan istilah “Perlindungan” ini didasarkan pada pandangan anggota Panja DPR RI dengan rasionalisasi agar lebih memberikan makna tentang pentingnya lingkungan hidup untuk memperoleh perlindungan. Pihak eksekutif dan tim penyusun dan tim ahli sebenarnya sudah menjelaskan kepada para anggota Panja DPR bahwa pengelolaan lingkungan hidup merupakan konsep yang di dalamnya telah mengandung unsur perlindungan lingkungan hidup di samping pemanfaatan lingkungan hidup. Tetapi para anggota Panja DPR bersikeras bahwa istilah perlindungan harus dicantumkan dalam judul undang-undang sehingga akhirnya hal itu sepakat diterima.
Dibandingkan dengan Undang-Undang Lingkungan Hidup 1982 dan Undang-Undang Lingkungan Hidup 1997, Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat bab dan pasal yang lebih banyak. Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup terdiri atas XVII bab dan 127 Pasal. Penamaan bab-babnya adalah sebagai berikut: Bab 1 tentang Ketentuan Umum, Bab II tentang Asas, Tujuan dan Ruang Lingkup, Bab III tentang Perencanaan, Bab IV tentang Pemanfaatan, Bab V tentang Pengendalian, Bab VI tentang Pemeliharaan, Bab VII tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun, Bab VIII tentang Sistem Informasi, Bab IX tentang Tugas dan Wewenang Pemerintah dan pemerintah daerah, Bab X tentang Hak, Kewajiban dan Larangan, Bab XI tentang Peran Masyarakat, Bab XII tentang Pengawasan dan Sanksi Administratif, Bab XIII tentang Penyelesaian Sengketa Lingkungan, Bab XIV tentang Penyidikan dan Pembuktian, Bab XV tentang Ketentuan Pidana, Bab XVI tentang Ketentuan Peralihan dan terakhir Bab XVII tentang Ketentuan Penutup.Undang-Undang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memerlukan peraturan pelaksanaan dalam bentuk peraturan pemerintah dalam bidang-bidang sebagai berikut :
1) Inventarisasi lingkungan hidup (Pasal 11);
2) Penerapan ekoregion (Pasal 11);
3) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Pasal 11);
4) Penetapan daya dukung dan daya tampung (Pasal 12 ayat (4);
5) Kajian Lingkungan Hidup Strategis (Pasal 18 ayat (2);
6) Baku Mutu Lingkungan Hidup (Pasal 20 ayat (4);
7) Kriteria Baku Kerusakan (Pasal 21 ayat (5);
8) Analisis mengenai dampak lingkungan (Pasal 33);
9) Izin Lingkungan (Pasal 41);
10) Instrumen ekonomi lingkungan (Pasal 43 ayat (4);
11) Analisis risiko lingkungan (Pasal 47 ayat (3);
12) Tata cara penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan (Pasal 53 ayat (3);
13) Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup (Pasal 56);
14) Tata cara pemulihan fungsi lingkungan hidup (Pasal 54 ayat (3);
15) Dana penjaminan (Pasal 55 ayat (4);
16) Konservasi dan pencadangan sumber daya alam serta pelestarian fungsi atmosfer (Pasal 57 ayat (5);
17) Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun (Pasal 58 ayat (2);
18) Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Pasal 59 ayat (7);
19) Tata cara dan persyaratan dumping (Pasal 61 ayat (3);
20) Tata cara pengawasan (Pasal 75);
21) Sanksi administrasi (Pasal 83);
22) Penyelesaian sengketa lingkungan hidup (Pasal 86 ayat (3).
Selain itu, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 juga mengatur :
a. keutuhan unsur-unsur pengelolaan lingkungan hidup;
b. kejelasan kewenangan antara pusat dan daerah;
c. penguatan pada upaya pengendalian lingkungan hidup;
d. penguatan instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, yang meliputi instrumen kajian lingkungan hidup strategis, tata ruang, baku mutu lingkungan hidup, kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, Analisis mengenai dampak lingkungan, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, perizinan, instrumen ekonomi lingkungan hidup, peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup, anggaran berbasis lingkungan hidup, analisis risiko lingkungan hidup, dan instrumen lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
e. pendayagunaan perizinan sebagai instrumen pengendalian;
f. pendayagunaan pendekatan ekosistem;
g. kepastian dalam merespons dan mengantisipasi perkembangan lingkungan global;
h. penguatan demokrasi lingkungan melalui akses informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan serta penguatan hak-hak masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
i. penegakan hukum perdata, administrasi, dan pidana secara lebih jelas;
j. penguatan kelembagaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang lebih efektif dan responsif; dan penguatan kewenangan pejabat pengawas lingkungan hidup dan penyidik pegawai negeri sipil lingkungan hidup.
Dalam menjalankan tugasnya Pemerintah melakukan pengelolaan lingkungan lebih bersifat preventif daripada represif. Kepada pemerintah oleh Undang-undang No. 23 Tahun 1997 diberikan instrumen hukum yang dikenal dengan baku mutu lingkungan, analisis mengenai dampak lingkungan (Analisis mengenai dampak lingkungan) dan perizinan.
Apabila dibandingkan dengan Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2009 ada sejumlah penguatan terhadap intrumen pemerintah dalam pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan sebagaimana disebut dalam Pasal 14 Undang-undang No. 32 Tahun 2009 yang terdiri atas :
a. Kajian Lingkungan Hidup Strategis;
b. tata ruang;
c. baku mutu lingkungan hidup;
d. kriteria baku kerusakan lingkungan hidup;
e. Analisis mengenai dampak lingkungan;
f. UKL-UPL (Upaya Pengelolaan Dan Upaya Pemantauan Terhadap Lingkungan Hidup);
g. perizinan;.
h. instrumen ekonomi lingkungan hidup;
i. peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup;
j. anggaran berbasis lingkungan hidup;
k. analisis risiko lingkungan hidup;
l. audit lingkungan hidup; dan
m. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Penguatan terhadap intrumen pemerintah di atas antara lain adalah : kewajiban pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian itu untuk memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan.
Dengan demikian Undang-Undang ini mewajibkan Pemerintah dan pemerintah daerah untuk membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Dengan perkataan lain, hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis harus dijadikan dasar bagi kebijakan, rencana dan/atau program pembangunan dalam suatu wilayah. Apabila hasil Kajian Lingkungan Hidup Strategis menyatakan bahwa daya dukung dan daya tampung sudah terlampaui, kebijakan, rencana, dan/atau program pembangunan tersebut wajib diperbaiki sesuai dengan rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup perlu mempertimbangkan;
a. Pemanfaatan sumber daya alam harus didasarkan pada rencana Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang menjadi dasar penyusunan rencana pembanhygunan jangka panjang dan menengah.
b. Penguatan dampak lingkungan untuk mencegah kerusakan lingkungan dengan meningkatkan akuntablitas, penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen analisis mengenai dampak lingkungan, penerapan sanksi hukum bagi pelanggar. Selain itu, perlu mempertimbangkan potensi dampak negatif yang ditimbulkan sebagai konsekuensi dari pembangunan, terus dikembangkan upaya pengendalian dampak secara dini. Analisis mengenai dampak lingkungan adalah salah satu perangkat preemtif pengelolaan lingkungan hidup yang terus diperkuat melalui peningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan penyusunan Analisis mengenai dampak lingkungan dengan mempersyaratkan lisensi bagi penilai Analisis mengenai dampak lingkungan dan diterapkannya sertifikasi bagi penyusun dokumen, serta dengan memperjelas sanksi hukum bagi pelanggar di bidang Analisis, yang menjadi salah satu persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan yang mutlak dimiliki sebelum diperoleh izin usaha.
c. Masalah perijinan juga diperkuat dengan menjadikan izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha/kegiatan dan izin usaha/kegiatan dapat dibatalkan apabila izin lingkungan dicabut. Upaya preventif dalam rangka pengendalian dampak lingkungan hidup perlu dilaksanakan dengan mendayagunakan secara maksimal instrumen pengawasan dan perizinan.
d. Dalam hal pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup sudah terjadi, perlu dilakukan upaya represif berupa penegakan hukum yang efektif, konsekuen, dan konsisten terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup yang sudah terjadi. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikembangkan satu sistem hukum perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang jelas, tegas, dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum sebagai landasan bagi perlindungan dan pengelolaan sumber daya alam serta kegiatan pembangunan lain Memperkuat sistem hukum PPLH dalam hal penegakan hukum lingkungan dengan antara lain pejabat pengawas yang berwenang menghentikan pelanggaran seketika di lapangan, Penyidik PNS dapat melakukan penangkapan dan penahanan serta hasil penyidikan disampaikan ke jaksa penuntut umum, yang berkoordinasi dengan kepolisian.
e. Pejabat pemberi ijin lingkungan yang tidak sesuai prosedur dan pejabat yang tidak melaksanakan tugas pengawasan lingkungan juga dapat dipidana.
Adanya penguatan terhadap peran pemerintah dalam pengelolaan lingkungan memang dilatar belakangi semakin meningkatnya kompleksitas permasalahan lingkungan hidup yang perlu penanganan secara lebih komprehenship. Tetapi pertanyaan besar yang timbul adalah telah siapkah aparat pemerintah terutama di daerah dalam menjalankan amanat Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tersebut ? Pertanyaan ini muncul dengan melihat kasus-kasus lingkungan yang terjadi di daerah masalahnya adalah bukan terletak karena terbatasnya instrumen pengelolaan lingkungan tetapi lebih dari itu karena soal sumber daya manusia yang kurang memadai dari segi jumlah dan kompetensi