Lompat ke isi

Gangguan terlambat berbicara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gangguan terlambat berbicara atau dalam bahasa inggris dikenal dengan speech delay adalah kondisi ketika seorang anak mendapatkan suatu kesulitan dalam hal mengekspresikan perasaan atau keinginannya pada orang lain. Hal ini tampak pada kesulitannya dalam berbicara secara jelas, terhambatnya pola komunikasi dengan orang lain, berbeda dengan anak seusianya, disebabkan kurangnya penguasaan kosakata.

Salah satu tahap perkembangan manusia yang dimulai dari bayi adalah berbicara dan memahami bahasa. Tahapan ini merupakan salah satu bagian yang harus diperhatikan sejak dini karena dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengetahui ada atau tidaknya gangguan perkembangan pada anak.

Ada beberapa anak yang tidak terdeteksi sebagai penderita gangguan pendengaran atau autisme, tetapi mengalami keterlambatan dalam berbicara. Maka keterlambatan berbicaranya termasuk dalam Gangguan Perkembangan Bicara dan Bahasa Ekspresif (GPBBE) atau sama dengan speech delay.[1]

Jenis dalam keterlambatan berbicara tidak hanya disebabkan oleh faktor perkembangan anak, juga disebabkan oleh gangguan sensori, gangguan neorologis, intellegences, kepribadian serta ketidakseimbangan perkembangan internal dan ketidakseimbangan perkembangan eksternal anak. Keterlambatan dalam berbicara memiliki jenis yang beda-beda satu dengan yang lainnya yang ditunjukkan dengan gangguan yang dialami oleh anak. Jenis-jenis keterlambatan dalam berbicara pada anak usia dini tersebut menurut Van Tiel (Tsuraya 2013:25) antara lain:

  1. Specific Language Impairment yaitu gangguan bahasa merupakan gangguan primer yang disebabkan karena gangguan perkembangannya sendiri, tidak disebabkan karena gangguan sensoris, gangguan neurologis dan gangguan kognitif (inteligensi)
  2. Speech and Language Expressive Disorder yaitu anak mengalami gangguan pada ekspresi bahasa
  3. Centrum Auditory Processing Disorder yaitu gangguan bicara tidak disebabkan karena masalah pada organ pendengarannya. Pendengarannya sendiri berada dalam kondisi baik, namun mengalami kesulitan dalam pemrosesan informasi yang tempatnya di dalam otak.
  4. Pure Dysphatic Development yaitu gangguan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif yang mempunyai kelemahan pada sistem fonetik.
  5. Gifted Visual Spatial Learner yaitu karakteristik gifted visual spatial learner ini baik pada tumbuh kembangnya, kepribadiannya, maupun karakteristik giftednessnya sendiri.
  6. Disynchronous Developmental yaitu perkembangan seorang anak gifted pada dasarnya terdapat penyimpangan perkembangan dari pola normal. Ada ketidaksinkronan perkembangan internal dan ketidaksinkronan perkembangan eksternal.[2]

Gangguan keterlambatan bicara pada anak prasekolah, diperkirakan 5% dari populasi normal dan 70% dari kasus tersebut ditangani oleh terapis. Gangguan perkembangan artikulasi ditunjukan dengan kegagalan pengucapan satu huruf sampai beberapa huruf, sering terjadi penghilangan atau penggantian bunyi huruf tersebut sehingga menimbulkan kesan cara bicara seperti anak kecil. Pada anak-anak usia 5 tahun, 19% diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa (6,4% keterlambatan berbicara, 4,6% keterlambatan bicara dan bahasa, dan 6% keterlambatan bahasa).

Gagap terjadi sekitar 4,6% pada usia 4-5 tahun dan 1% pada usia remaja. Laki-laki diidentifikasi memiliki gangguan bicara dan bahasa hampir dua kali lebih banyak daripada wanita. Sekitar 3-6% anak usia sekolah memiliki gangguan bicara dan bahasa tanpa gejala neurologi, sedangkan pada usia prasekolah prevalensinya lebih tinggi yaitu sekitar 15%.[3]

Gangguan keterlambatan bicara atau speech delay mempunyai beberapa faktor penyebab. Istilah yang dipergunakan untuk mendiskripsikan adanya hambatan pada kemampuan bicara dan perkembangan bahasa pada anak-anak, tanpa disertai keterlambatan aspek perkembangan lainnya. Pada umumnya mereka mempunyai perkembangan intelegensi dan sosial-emosional yang normal. Problem ini terjadi atau di alami 5 sampai 10% anak-anak usia prasekolah.

Beragam faktor seperti hambatan pendengaran, hambatan perkembangan pada anak yang mengusai kemampuan oral-motor, masalah ketururuan, masalah pembelajaran dan komunikasi pada orang tua, dan faktor televisi (yang tidak memberikan respon apa-apa pada penontonnya). Sebagaian besar anak terlambat bicara secara fungsional adalah kurangnya latihan, lebih banyak bermain sendiri, terlalu pasif, terlalu banyak menonton televisi atau dikarenakan menggunakan dua atau lebih bahasa, pada dasarnya jika anak terlambat bicara namun mengerti semua yang diucapkan kepadanya dan mampu berinteraksi dengan baik sekitarnya, maka perihal anak terlambat bicara ini dapat ditoleransi. Dalam kehidupan sehari-hari, semua menggunakan bahasa untuk saling bertukar informasi, perasaan, keinginan, dan bermacam-macam pikiran. Selain itu, kemampuan belajar secara akademis, apabila anak sudah saatnya duduk dibangku sekolah.[4]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Anizar, Ahmad (2016). "Model Pengembangan kecakapan berbahasa anak yang terlambat berbicara (speech delay)". Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Anak Usia Dini. 
  2. ^ Inas, Tsuraya (2013). "Kecemasan Pada Orangtua yang Memiliki Anak Terlambat Bicara (Speech Delay) di RSUD Dr. M. Ashari Pemalang". Developmental and Clinical Psychology. 
  3. ^ Ruliati (2015). "Pengaruh Menonton Televisi dengan Keterlambatan Bicara (Speech delay) pada Balita (Studi di Graha Tumbuh Kembang Jombang)". Midwifery Journal of STIKES Insan Cendekia Medika Jombang. 
  4. ^ SW, Indah (September 2015). "Pengaruh Menonton Televisi dengan Keterlambatan bicara (Speech Delay) pada Balita (Studi di Graha Tumbuh Kembang Jombang)". Midwifery Journal of STIKES Insan Cendekia Medika Jombang. 10.