Anre Gurutta(Bugis) atau Anrong Gurunta(Makassar) disingkat AG, adalah sebuah istilah gelar bagi UlamaSulawesi Selatan.[1] Istilah ini tidak dipakai secara umum kepada seseorang yang dianggap sebagai ulama tetapi hanya dipakai kepada Ulama/ustadz dalam lingkup pesantren itupun hanya dalam bentuk panggilan kepada guru bukan dalam bentuk penulisan nama gelar.[1] Pemberian gelar AG bukanlah pemberian Gelar akademik, melainkan pengakuan yang timbul dari masyarakat, atas ketinggian ilmu, pengabdian dan jasanya dalam dakwah keislaman.[2]AG sama dengan Kyai yang ahli agama Islam di Jawa[3] atau Tuan Guru di Banjarmasin dan Nusa Tenggara Barat dan Buya di Minang.[1] Dalam tradisi masyarakat Bugis dan Makassar, gelar AG dapat diibaratkan sebagai Profesor di dunia akademik.[2]AG menempati status sosialnya yang tinggi dan kedudukan terhormat di mata masyarakat Bugis dan Makassar.[2] Jika orang luar Sulawesi Selatan mendengar seseorang warga yang menyebutkan AG kepada seorang tokoh, tentu sang tokoh tersebut termasuk kategori Ulama yang disegani.[2] Sekitar pertengahan tahun 1990-an istilah mulai dipakai secara umum. baik yang dalam lingkup pesantren maupun di luar.[1]
Pengertian “anre guru” dalam Bahasa Bugis dari segi etimologi (lughawi) adalah rangkaian dua Suku kata yang artinya berlainan antar satu dengan lainnya, kata “anre” dalam berarti “makan” dan “guru” juga berarti “guru” namun jika dilebur menjadi “anreguru” maknanya berubah menjadi “maha guru”.[4] Sedangkan dalam bahasa Makassar menggunakan istilah “anrong guru” yang secara kata perkata “anrong” berarti “ibu, induk” dan “guru” berarti “guru”. Namun selain bermakna “ibu, induk”, kata “anrong” juga bermakna “bagian utama dari sesuatu (mis. anrong-lontara’ “huruf”) atau tokoh utama suatu komunitas (mis. anrong-tau “kepala kampung”)” yang secara keseluruhan “anrong guru” juga dimaknai sebagai “maha guru, induk dari segala guru, guru yang utama/dibesarkan/diagungkan”.[5]
Guru di sini dapat diartikan sebagai pendidik dalam pengertian yang lebih luas bukan sebagaimana kata “guru” menurut pengertian dari kamus-kamus Bahasa Indonesia, salah satunya adalah “Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III (2001)” mengartikan bahwa “guru” hanyalah orang yang mata pencahariannya mengajar. Kata “guru” dapat digunakan untuk menyebut berbagai jenis orang yang mengajarkan sesuatu.[4] Seperti para pengajar di sekolah, yang mengajar mengaji guru pangngaji, begitu pula para Imam kampung yang sering diminta membacakan doa untuk hajatan disebut guru pabbaca doang. Bahkan seseorang yang mengajarkan ilmu bela diri juga disebut guru pamenca’.[4]
Pada dasarnya kata “guru” berasal dari Bahasa Sanskerta yang berarti pengajar agama (religious teacher) dari kalangan Brahma dalam agamaHindu, yang dapat disejajarkan dengan istilah pendeta dalam agama Kristen dan Syekh dalam literatur Islam. Gurutta sebagai pengganti kata Ulama di kalangan masyarakat suku Bugis sama dengan bahasa aslinya, Sanskerta.[4]SyekhYusuf Al-Makassari pernah berkata, “Man la syaikha lahu fa as Syaithonu syaikhuhu; siapa yang tidak memiliki syekh ‘guru’ maka setanlah akan menjadi gurunya”.[4] Jadi menurut Al Makassari, guru memiliki kedudukan sejajar dengan Syekh dalam kalangan sufi, yang sekaligus memiliki maqam (kedudukan) sebagai pembimbing (mursyid) pagi pengikutnya.[4]
Dari segi istilah, AG adalah seseorang yang memiliki keilmuan dalam bidang agama yang tinggi dan memiliki prilaku ampe-ampe yang baik madeceng(B)/mabaji'(M). Dengan demikian hanya Ulama saja yang bisa disematkan padanya gelar AG, kedua panggilan tersebut adalah legitimasi dari masyarakat sendiri yang memberi pengakuan terhadap Ulama yang telah sampai derajatnya pada level AG.[4]
Namun perlu dicatat bahwa AG memiliki kedudukan yang tertinggi dalam hierarki keulamaan bagi masyarakat Bugis daripada gurutta, tetapi kedua istilah tersebut kerap bergonta-ganti penyebutannya, hal ini karena yang bergelar AG sudah pasti dapat dipanggil gurutta(B)/gurunta(M), tetapi tidak demikian sebaliknya.[6]
Para muballigh misalnya, ada juga yang tetap dipanggil Ustadz, yaitu orang yang membawakan khutbah dan ceramah di masyarakat.[2] Namun belum bisa dijadikan sebagai suatu rujukan bertanya berbagai hal keagamaan.[2] Sementara posisi tingkat AG ini dijadikan sebagai tempat bertanya berbagai persoalan dan kehidupan secara umum.[2] Ustadz dikenal hanya dalam kelompok kecil, misalnya kelompok pengajian dan ceramah-ceramah umum.[2]
Pada umumnya masyarakat di Sulawesi Selatan menyebut Ulama dengan sebutan “anre guru” dan “gurutta” untuk masyarakat Bugis dan “anrong guru” dan “gurunta” untuk masyarakat Makassar, terdapat penambahan “ta” pada “gurutta/gurunta” berarti “kita”, jadi makna dari “gurutta/gurunta’” adalah “guru kita”.[4] Tidak semua yang mengajar agama dipanggil sebagai AG, tergantung dari tingkat keilmuannya.[2] Selain itu, masyarakat Bugis dan Makassar juga meyakini adanya kelebihan AG berupa karomah, dalam Bahasa Bugis disebut makarama.[2]
Anre Gurutta’/Anrong Gurunta berarti “maha guru atau guru besar secara kultural; bukan gelar akademik” yang merupakan gelar bagi ulama senior di Sulawesi Selatan yang mempunyai pengakuan keilmuan dan akhlak yang patut yang dipercaya dan diteladani oleh masyarakat.[3] Sehingga penggunaan KH (KyaiHaji) menjadi Anregurutta Haji (AGH).[7] Istilah AGH ditetapkan berdasarkan keputusan Majelis Ulama IndonesiaSulawesi Selatan.[7] AG. H. merupakan akronim dari Anre Gurutta’Haji / Anrong Gurunta Ha’ji.[3] Sedangkan untuk ulama tingkatan di bawahnya disebut Gurutta/Gurunta (disingkat G.), ulama yunior.[3] Semua masyarakat Sulawesi Selatan pasti mengenal istilah Anregurutta, salah satunya Anregurutta Haji Muhammad Sanusi Baco Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Sulawesi Selatan [8], dan Anregurutta Haji (AGH) Daud Ismail yang juga pejuang dakwah islamiyah di tanah Bugis.[2] Sekarang penggunaan istilah gurutta dan anregurutta sudah menjalar ke dalam bahasa tulisan, baik di media massa maupun dalam undangan perkawinan.[9]
cell dengan tanda tanya (?) adalah mungkin Kategori:Orang hidupatau datanya belum di input kedalam tabel, silahkan menambahkan data dengan menyunting Templat:Tabel Anregurutta sesuai petunjuk.
^Ahmad 2008, hlm. 327, dalam Kadir, Ilham (2013-02-07). "Gurutta, Anreguru, Panrita". Ilham Kadir Menulis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-23. Diakses tanggal 2018-04-20.Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link) .
Islam, A. Saiful (2017-02-21). "BAHASA SANTUN". Pengadilan Tinggi Agama Makassar. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-23. Diakses tanggal 2018-04-20.
Kadir, Ilham (2013-02-07). "Gurutta, Anreguru, Panrita". Ilham Kadir Menulis. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-04-23. Diakses tanggal 2018-04-20.Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link)
cell dengan tanda tanya (?) adalah mungkin Kategori:Orang hidupatau datanya belum di input kedalam tabel, silahkan menambahkan data dengan menyunting Templat:Tabel Anregurutta sesuai petunjuk.