Terapi Manipulasi Vertebrae

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 70

TERAPI MANIPULASI

VERTEBRAE
M.MUDATSIR SY,Dipl.PT,SPsi,MKes
POLTEKKES SURAKARTA
PENDAHULUAN
Perkembangan TM (vertebrae) secara umum
lambat,al.karena 2 hal:
Istilah2 diagnostik yg digunakan dalam TM
yg didasarkan pada teori2 manipulatif
kurang dapat dimengerti/diterima oleh
kebanyakan profesi kesehatan/dokter

Terapi manipulasi kadang2 dilakukan


secara sembrono/kurang hati2 shg
menimbulkan korban.
Timbulnya korban dapat dihindari apabila:
Terus melakukan pemeriksaan
secara cermat selama terapi
Teknik yang diberikan pada awalnya
dimulai dari yang ringan
Respon2 simtomatis yg timbul pada
saat dan setelah terapi harus
dievaluasi dan dianalisis, baru
kemudian terapi di tingkatkan.
MANIPULASI
Arti umum: suatu terminologi untuk
mewadahi segala bentuk teknik gerakan
pasif yg digunakan untuk menangani
gangguan muskuloskeletal
Sebagai Teknik: adalah teknik gerakan pasif
yang dilakukan secara cepat sehingga
gerakan tersebut sudah selesai sebelum
pasien dapat mencegahnya
MOBILISASI
Adalah suatu gerakan pasif yang dilakukan
sedemikian rupa (berkaitan dengan
kecepatan gerak) shg pasien, apabila
menginginkan dapat menghentikan
gerakan yg dilakukan.
Definisi terapi manipulasi dan mobilisasi
ini tiap sekolah, tiap praktisi dapat
berbeda-beda
Banyak ahli juga mengatakan: manipulasi,
mobilisasi dan gerakan pasif dianggap
sama
TEKNIK TERAPI
OSILASI:
Adalah suatu gerakan yang dilakukan secara
ritmis dengan amplitudo tetap

Osilasi untuk vertebrae dapat dilakukan


melalui: proc.tranversus, proc.spinosus
dengan arah yang ber-beda2
Kecepatan: lambat ( 1 kali/2 detik)
cepat ( 3 kali/1 detik)
•Efek/manfaat(Oostendorp, 1988):
>mengurangi nyeri
>menambah LGS
>menurunkan spame otot
>memperbaiki sirkulasi darah
•Penggunaan osilasi:
>Sebagai persiapan mobilisasi
>Sebagai interval sewaktu mobilisasi
>Sebagai mobilisasi segmen grk2 yg
terbatas (tanpa nyeri)
>Sebagai penutup mobilisasi setelah dipero
leh tambahan LGS yang bebas
GRADASI OSILASI
I Gerak dg amplitudo kecil pada awal LGS
II Gerak dg amplitudo besar, tetapi tidak
sampai pada akhir LGS
III Gerak dg amplitudo besar, pd akhir LGS
IV Gerak dg amplitudo kecil, pd akhir LGS
TRAKSI
Adalah upaya merenggangkan dua atau
lebih vertebrae ke arah longitudinal.

Macam2 Traksi:
1. Traksi kontinyu
2. Traksi ritmis
3. Autotraksi ritmis
4. Traksi manipulatif
Traksi ritmis
Tujuan:
Mengurangi nyeri
Mekanisme pengurangan nyeri: stimulasi
pada serabut saraf aferen tipe II dan III
yg berasal dari sendi, otot dan kulit
menyebabkan aktivitas neuron2
vasoconstrictor pra dan postganglioner
dihambat, dan mengaktifkan mekanisme
inhibisi terhadaptransmisi nocosensoris
(Oostendorp, 1988)
Lanjutannya…
Menurunkan tonus otot(hypertones).
Apabila traksi ritmis dilakukan dalam
batas nyeri(yg dpt ditoleransi), setelah
beberapa saat kmd, akibat pengaruh SSP
maka aktivitas gamma menurun sehingga
tonus otot juga turun(Cranenburgh, 1988)

Memperbaiki mobilitas sendi


MOBILISASI SPESIFIK
Adalah suatu mobilisasi(gerakan pasif)
dimana bagian tubuh yang dikontrol,
bagian yg digerakkan, arah gerakan dan
ritme gerakan sudah tertentu
TUJUAN:
1. Memperbaiki kemampuan gerak segmen
tertentu dg jalan meregang
kapsuloligamenter dan otot yg
memendek, menghilangkan kekakuan,dll
2. menghilangkan/mengurangi aktivitas
nocisensorik
3. Memperbaiki peredaran darah dan trofik
4. Memperbaiki fungsi kinematis dan statis
kolumna vertebralis

MANIPULASI
Suatu gerakan pasif yg dilakukan dengan
cepat,dg kekuatan sedikit dan pasien
tidak dapat mengontrol gerakan yang
terjadi. Grkn yg terjadi tidak melampaui
batas LGS fisiologis
Tujuan:
1. Sama dengan mobilisasi
2. Memperbaiki posisi patologis
3. Memperbaiki kekakuan sendi pada
LGS akhir setelah mobilisasi
4. Memutus lingkaran patofisiologis
akibat neuro-reflektoris dll.
ANATOMI FUNGSIONAL SACRO-
ILIACA (SI)
 Tipe: diartrosis/sendi sinovial
 Bentuk permukaan sendi: sacrum = konkaf
dan ilium = konvek
 Gerakan relatif sedikit: backward-forward
upward-downward
rotasi (terpenting)
 Gerakan sendi SI berkaitan erat dg grk VL
Menurut Pitkin dan Pheasant:
 Mobilitas sendi SI dapat dibuktikan in vivo, dg
mengetes grkan ilium
 Semua grkn trunk pada posisi berdiri,kecuali
fleksi dan ekstensi, secara normal selalu
berkaitan dg gerkn (dua) ilium secara
antagonis pd axis transversal yg berjalan
melalui pusat symphysis pubis
 Gerakan fleksi dan lateral fleksi sacrum secara
normal juga selalu berkaitan dengan grkn
(dua) ilium secara antagonis
Dari segi klinis, grkn sendi SI yang
terpenting adalah:
 Gerakan yang bersifat antagonis, terjadi pd
axis transversal yg berjalan melalui pusat
symphysis pubis
 Gerakan tsb selalu menimbulkan torsi pelvis,
yaitu rotasi (dua) ilium pada sacrum dg arah
yang berlawanan
 Gerakan torsi/rotasi tsb terjadi pada aktivitas
berjalan normal
Sacroarthrogenic Telalgia (Pitkin dan
Pheasant)

 Adalah sindroma nyeri yang berasal dari sendi


SI dan lumbosacral, dan ligamentum2 yang
memperkuat sendi22 tersebut.
 Referred pain terjadi pada daerah gluteal dan
atau sacral dan dapat juga dirasakan pada
seluruh ekstremitas bawah kecuali daerah
crural bagian dalam dan plantar
Lanjutan sacroarthrogenic…

 Sacroarthogenic telalgia bukan sebagai akibat


iritasi atau kompresi dari saraf spinalis
 Gangguan mobilitas sendi sacri-iliaca
merupakan penyebab utama terjadinya
ketegangan yang tidak normal dari
ligamentum yang memperkuat sendi tsb,
sehingga menimbulkan sindroma ini.
Sendi SI mempunyai satu karakteristik yg
berbeda dg sendi intervertebrae, yaitu:
 Tidak ada/tidak terpalpasinya otot yang
melewati dan mengontrol sendi ini
 Tidak terdapat ketegangan otot abnormal
untuk menentukan diagnostik adanya
gangguan sendi ini
 Diagnosis terutama didasarkan pada adanya
gangguan gerak (hipomobilitas)
 Kadang2 disertai hipertonus pada otot erector
spinae segmen sacral 1,2
FISIOLOGI GERAKAN SPINALIS:
Fryette memformulasikan gerakan spinalis sbb:
Hukum I: apabila kolimna vertebralis berada
pada posisi netral/semi fleksi maka saat
terjadi gerakan lateral fleksi akan disertai
gerakan rotasi ke sisi konvek

Hukum II: apabila kolumna vertebralis berada


pada posisi ekstensi atau (hampir) fleksi
maksimal maka saat terjadi gerakan lateral
fleksi akan disertai gerakan rotasi ke sisi
konkaf.
Hukum III: apabila terjadi gerakan vertebrae pada
berbagai bidang gerak(3 bid gerak) maka LGS yg
terjadi pd 2 bidang gerak akan berkurang
IMPLIKASI KLINIS:
 Apabila orang bergerak lateral fleksi ( pada
posisi fleksi penuh) akan terjadi rotasi ke sisi
konkaf. Jika dari posisi tsb tiba2 ybs langsung
kembali ke posisi tegak maka kemungkinan
rotasi tadi akan terjepit/tertekan shg tidak
kembali ke posisi normal.
 Proses tsb diperkirakan sebagai salah satu
mekanisme timbulnya LBP akut.
Masih lanjutannya…
 Jika sendi terjepit dg posisi rotasi ke sisi
konkaf, krn sesuai dg hukum II, maka
keadaan itu disebut dengan lesi tipe II.
Biasanya terjadi karena trauma, pada posisi
ekstensi/hiperfleksi, akut.
 Jika sendi tertahan dengan posisi rotasi ke
arah konvek; karena sesuai dengan hukum I,
maka keadaan itu disebut Lesi tipe I.
Biasanya terjadi karena kompensasi dan
akan berubah bila sumbernya diperbaiki.
PEMERIKSAAN
INTRODUKSI
 Tanda2 karakteristik lesi sendi spinal yang
indikatif diterapi manipulasi adalah:
- keterbatasan gerak/stiff/hipomobilitas
- otot2 sekitar sendi spasme
 Sendi spinal bila terganggu/rusak, umumnya
mobilitasnya menurun/stiff, sebagian/total
 Hipomobilitas dpt tidak menunjukkan gejala
dalam waktu lama. Tetapi kadang2 secara
tiba2 menimbulklan keluhan. Kenapa? Tidak
diketahui secara pasti.
•Penelitian memperkirakan(dengan satu
pengecualian) bahwa: sendi2 yang
mengalami stiff ttp otot2 disekitarnya tdk
mengalami spasme maka tdk mungkin
sendi tsb sbg sumber gejala utama
•Pengecualian tsb adalah sendi sacro-iliaca
yang tidak sepenuhnya dikontrol oleh
otot2
•Tidak mungkin mengembalikan LGS
secara penuh pada sendi yg telah rusak.
Untuk mengurangi gejala cukup
memperbaiki sbgian grkn dan mengurangi
spasme otot.
HAMBATAN GERAK
 Sendi normal dapat bergerak aktif sampai
batas LGS tertentu
 Di luar LGS aktif masih terdapat LGS pasif
 Di luar LGS pasif, apabila gerakan
diteruskan akan menyebabkan tulang dan lig.
rusak, sendi dislokasi/subluksasi.
 Lihat gambar
Gambar konsep hambatan gerak: (a) sendi normal.
LGS grk fisiologis adl BB1.Total LGS adl AA1.AB dan
A1B1 adl batas akhir LGS pasif. (b) sendi dengan
keterbatasan gerak. Gerakan aktif hanya terjadi
pada BC. AB LGS pasif. (c) sendi dg keterbatasan
gerak besar. LGS tinggal sedikit.
 Batas LGS gerak aktif disebut hambatan
gerak fisiologis(BB1)
 Batas LGS gerak pasif disebut hambatan
gerak anatomis (AA1)
 Pada sendi abnormal, keterbatasan gerak
dapat terjadi satu arah atau lebih.
Contoh: hambatan gerak baru (C)
 Faktor hambatan gerak sangat penting
artinya dalam klinis, krn merupakan tanda
objektif yg dapat dideteksi, ditemukan dan
dihilangkan.
PEMERIKSAAN DIBAGI MENJADI 2:
Global dan Detil
 Pemeriksaan global untuk mengetahui bagian
tubuh mana yang mobilitas dan tonus ototnya
tidak normal
 Pemeriksaan mendetil pada bagian tubuh yg
terganggu untuk membuat diagnosis yg
tepat/menentukan problem sesungguhnya.
Misalnya: sendi mana yg terganggu, arah
keterbatasan gerak, otot yg hipertonus
PELVIS DAN VERTEBRAE LUMBALIS
Pemeriksaan Global
Bila memeriksa pasien nyeri yang diperkirakan
disebabkan oleh gangguan spinalis, dpt
dimulai dg observasi fungsi ekstremitas
inferior, baik pd posisi tidur, duduk, berdiri
maupun berjalan

POSISI BERDIRI
1. Statis
Pertama, Lihat dari belakang:
lipat pantat, trochantor, crista iliaca,
shoulder, scapulae, dan juga lihat kepala,
miring atau tidak.
Kedua, lihat dari samping:
Kurva servikal, torakal dan lumbal; normal,
berkurang atau lebih.
Apakah posisi kepala di depan garis gravitasi?

Ketiga, lihat dari depan:


Tinggi SIAS kanan/kiri,
Tinggi bahu,
Rotasi wajah/kepala dan kemiringannya
2. Dinamis
a Gerakan fleksi-ekstensi (lutut tetap lurus).
Catat LGSnya, grknnya halus/tersendat.

b. Tes berdiri membungkuk ke depan.


Tes ini untuk mengetahui keterbatasan gerak
sendi SI. Bila tes positif, SIPS akan mulai
bergerak lebih dahulu dibanding samping
satunya dan gerakannya lebih besar.
Lanjutannya…

1. Pasien berdiri, lutut lurus dan jarak kaki 15 cm


2. Terapis duduk/berdiri di belakang pasien
3. Gerakan SIPS dimonitor dengan kedua ibu jari
4. Pasien disuruh membungkuk ke depan pelan2
5. Perhatikan SIPS yang mana yang lebih dulu
bergerak, dan mana yang lebih luas
gerakannya.
TES BERDIRI MEMBUNGKUK KE DEPAN
c. Lateral fleksi – lutut tetap lurus.
Pasien bergerak lateral fleksi maks ke kedua
samping. Observasi setiap segmen vertebrae.
d. Tes pinggul jatuh (Localized Side Bending)
1. Pasien berdiri tegak, terapis di belakang Px
2. Pasien berdiri dg satu tungkai (lutut tungkai
yg lain difleksikan) dan membiarkan pinggul
tungkai yg ditekuk jatuh/drop
3. Ulangi samping satunya
4. Observasi kurva lumbal yg terjadi pada
kedua samping, posisi apex dan adanya
perbedaan jarak/sudut jatuhnya pinggul kedua
samping .
TES PINGGUL JATUH

Lutut kiri fleksi


menyebabkan
pinggul kiri jatuh
sehingga terjadi
lateral fleksi VL
POSISI DUDUK

1. Tes membungkuk ke depan


 Tes grkn sendi SI diulangi pd posisi duduk
 Tes ini saling melengkapi dg tes pd posisi
berdiri tapi hasilnya dapat beda
 Pasien duduk di stool atau tempat tidur
 Prodsedur yg lain sama dg tes posisi berdiri
2. Tes gerak rotasi

 Tes rotasi dapat dilakukan pada posisi duduk


 Dilakukan oleh terapis dg merotasikan bahu
pasien ke kedua samping, bergantian
 Gerakan ini sebagian terjadi pada
thoracolumbal, dg LGS kira 90 derajad tiap
sisi
 Karena hukum ke III grkn spinal, maka sangat
penting bahwa pasien harus duduk tegak
saat tes
POSISI TERLENTANG

 Perhatikan apakah tampak ada perbedaan


panjang tungkai dg jalan membandingkan
posisi malleolus medialis
 Tes LGS hip dan lutut, catat bila ada
keterbatasan gerak
 Tes adanya ketegangan otot2 hamstrings,
abduktor, adduktor serta pyriformis.
 Tinggi pubis
ESTIMASI PANJANG TUNGKAI
 Mengetahui perbedaan panjang tungkai
sangat penting
 Suatu kenyataan bahwa banyak tes2 klinis
kesulitan menentukan/mengestimasikan
panjang tungkai relatif
 Standart pengukuran dari SIAS kemungkinan
besar juga salah, jika tdp rotasi pelvis
 Pengukuran dari trochantor major ke
malleolus lateralis kurang komplit dan tidak
akurat, terutama jika pada orang obesitas
Metode2 Klinis untuk Estimasi Panjang
Tungkai:
1. Bandingkan ketinggian SIPS dari belakang (pasien
berdiri). Temukan SIPS dg ujung ibu jari
2. Bandingkan ketinggian SIPS dari belakang dg posisi pasien
fleksi maksimal. Dg melihat punggungnya kita dapat
mengetahui samping mana yg lebih tinggi
3. Observasi ketinggian lipat pantat dari belakang
(pasien berdiri tegak)

4. Bandingkan ketinggian relatif 2 crista iliaca, dg cara


kedua jari telunjuk diletakkan horizontal sepanjang
crista iliaca
Jika kita curiga terdapat perbedaan panjang tungkai,
pasien kita periksa ulang pd posisi duduk:
 Terapis dibelakang pasien. Estimasikan ulang
ketinggian relatif SIPS
 Dg posisi duduk, efek yg timbul oleh adanya
perbedaan panjang tungkai dihilangkan
 Oleh karena itu, jika pada berdiri SIPS kanan lebih
rendah dp SIPS kiri, tetapi pd posisi duduk kedua
SIPS sama tinggi, hal itu suatu bukti bahwa
tungkai kanan lebih pendek dari yg kiri
 Jika pd posisi duduk SIPS kanan tetap lebih
rendah dari yg kiri, kemungkinan penyebabnya
adalah torsi pelvis
Memeriksa pasien pada posisi duduk…
Untuk membedakan antara adanya perbedaan
panjang tungkai dan torsi pelvis dilakukan dg cara
memeriksa pasien dari depan (pasien berdiri).

 Jika SIAS dan SIPS lebih tinggi pada samping yang sama;
indikasi tungkai lebih panjang. Jika pada samping yg
berlawanan; indikasi torsi pelvis.
PEMERIKSAAN MENDETAIL.
PELVIS:
Pada posisi terlentang, bayangkan:
 Bila pelvis terputar, satu ilium rotasi posterior dan
satunya ke anterior (thd sacrum)
 Sulcus antara SIPS dan sacrum (yg totasi posterior)
lebih dalam, dan satunya lebih dangkal.
 Symphysis mengalami torsi, tanpa translasi.

Pada posisi tengkurap, bayangkan:


 Sacrum dapat fleksi, ekstensi tetapi juga dapat
terputar/torsi pada axis oblique kanan dan kiri.
Poin2 Penting pada Pemeriksaan Disfungsi
Pelvis:
 Inferior Lateral Angel (ILA) of the sacrum
 Sulcus antara SIPS dg bagian belakang sacrum
 Level ketinggian os pubis pada kedua samping
 Tampak adanya perbedaan panjang tungkai karena
tidak simetrisnya posisi ilium
 Kedalaman lordosis lumbalis
Lanjutannya…

 ILA tdpt di sebelah lateral cornu sacralis


 Adanya perbedaan panjang tungkai diobservasi dg
membandingkan level malleolus medialis
 Gangguan sacrum ( di antara 2 ilium) dapat
diklasifikasikan sbb:
* Fleksi sacralis unilateral: sacrum tidak dapat
ekstensi thd ilium satu samping. Pada samping yg
gerakannya terbatas, sulcus antara SIPS dan sacrum
lebih dalam dan ILA sedikit lebih inferior dan
posterior dibanding satunya.
*Torsi sacralis ke anterior (forward): pada kasus ini
sacrum berputar ke samping yang sama dengan axis
dimana dia berputar. Torsi dapat ke kiri pada axis
oblique kiri dan ke kanan pada axis oblique kanan

*Torsi sacralis ke posterior (backward): pada kasus ini


sacrum berputar ke samping yg berlawanan dengan
axis dimana dia berputar. Torsi dapat ke kanan pada
axis oblique kiri dan ke kiri pada axis oblique kanan.
Torsi sacralis dapat didiagnosis berdasarkan:
 Kekakuan sendi SI
 Sulcus pada satu samping menjadi lebih dalam
 ILA (samping yg berlawanan dg sulcus yang dalam)
lebih ke posterior
 Pada posisi tengkurap, tungkai yg berlawanan dg
sulcus yg dalam tampak lebih pendek
 Torsi sacralis ke anterior dan posterior dapat
dibedakan melalui besar/kecilnya lordosis lumbalis
Lanjutannya…
 Sulcus kanan dalam dan ILA kiri ke posterior mrpk
tanda adanya torsi forward pd axis kiri (kiri pd kiri)
atau torsi backward pd axis kanan (kiri pd kanan)
 Torsi forward: sacrum sedikit fleksi shg lordosis
lumbalis semakin besar
 Torsi backward: sacrum sedikit ekstensi shg lordosis
lumbalis mengecil
 Tes lordosis lumbalis: “Lumbar Springing Test”

- Bila mudah memegas : lordosis = torsi forward


- Bila tidak memegas : lordosis mengecil = t.backward
Subluxasi Symphysis Pubis:
 Dapat dideteksi dg membandingkan ketinggian kedua
tulang pubis pada samping symphysis
 Palpasi tuberculum pubicum menggunakan kedua jari
telunjuk
 Bila ada subluxasi/tidak sama tinggi, sisi yg dianggap
tidak normal adalah sisi yg pada tes berdiri
membungkuk ke depan positif
Gambaran Symphysis Pubis yang Tidak Simetris
MANIPULASI SENDI PELVIS
KASUS: Ilium kiri torsi ke posterior
Petunjuk diagnosis:
 Tes fleksi posistif pd samping kiri
 Tengkurap: ILA simetris, sulkus kiri
dalam, SIPS kiri lebih inferior& sup.
 Terlentang: SIAS kiri lebih superior dan
anterior, malleolus medial kiri lebih ke
cranial.
Teknik Isometrik
 Pasien tengkurap,terapis di samping
 Angkat paha kiri sampai terasa tegang
dan tekan krista iliaka kiri ke anterior
 Pasien menekan paha ke bawah, terapis
menahan
 Pasien rileks, paha dielevasikan maksimal
(ulangi 3-4 kali)
Gambar teknik isometrik…
Teknik Manipulasi (Kecepatan tinggi)
 Pasien miring ke kanan
 Hip dan knee pasien ditekuk shg kaki
berada di fossa poplitea kanan
 Tangan kiri terapis di depan bahu
pasien, mendorong bahu ke belkang
shg terjadi rotasi ke kiri maks.
 Atngan kanan terapis pada bag bawah
SIPS
 Hentakan diberikan dg cepat,
amplitudo kecil ke cranial anterior,
tangan kiri menambah rotasi trunk.
Gambar…
KASUS: Ilium kiri torsi ke anterior
Petunjuk diagnosis:
 Tes fleksi positif pd samping kiri
 Tengkurep: ILA simetris, sulkus kiri
dangkal, SIPS kiri lebih anterior dan
superior
 Terlentang:SIAS kiri lebih anterior dan
inferior, malleolus medialis kiri lebih
inferior
Teknik Isometrik
 Pasien miring ke kanan
 Hip dan lutut kiri ditekuk maks.dan
dikontrol dg paha perut terapis
 Tangan kanan terapis pada sendi SI
 Pasien diminta meluruskan tungkai kirinya
dan terapis menahan
 Pasien rileks dan terapis menambah LGS
fleksi hip (ulangi 3-4 kali)
Gambar…
Teknik Manipulasi (Kecepatan tinggi)
 Pasien miring ke kanan
 Tungkai kanan pasien lurus pada
tempat tidur, hip kiri ditekuk shg
tungkai kiri menggantung di luar.
 Tangan kanan terapis pd tuber
ischiadicum kiri dan tangan kiri
menekan krista iliaka kiri ke post.
 Posisikan slack taken up dg menarik
tangan ke anterior, lakukan
hentakan.
Gambar…
KASUS: Elevasi Pubis Kiri
Petunjuk Diagnosis:
 Berdiri. Tes fleksi positif pada sisi kiri
 Terlentang. Tuberculum pubicum sisi kiri lebih
tinggi

TEKNIK ISOMETRIK:
1. Pasien terlentang pada sisi kiri bed dengan tungkai
kiri menggantung di sisi bed
2. Terapis berdiri di samping kiri bed dan kedua
tungkai bawah menjapit ringan tungkai kiri pasien
di atas ankle.
Lanjutannya…
3. Tangan kiri terapis menstabilisasi SIAS kanan
4. Tangan kanan terapis menekan lutut kiri pasien untuk
mendapatkan Slack taken up. Tahan pd posisi itu.
5. Pasien diminta mengangkat tungkai ke atas dan
terapis menahan kira2 5 detik, kmd pasien diminta
rileks.
6. Terapis mendorong lutut kiri pasien ke arah bawah/
ekstensi
7. Ulangi nomor 5 dan 6 sampai 3 kali
Gambar Teknik Isometrik Elevasi Pubis
Kiri
KASUS:Depresi Pubis Kanan
Petunjuk Diagnosis:
 Berdiri. Tes fleksi positif sisi kanan
 Terlentang. Tuberculum pubicum kanan lebih
rendah

TEKNIK ISOMETRIK:
1. Pasien terlentang dg lutut dan hip kanan fleksi penuh.
2. Terapis berdiri di sisi kiri dan meletakkan lutut kanan
pasien pd axilla
Lanjutannya…
3. Letakkan kepalan tangan kiri pada tuber ischiadicum
dan tekankan ke cranial
4. Pasien diminta mendorong terapis menggunakan
lututnya dan terapis menahannya.
5. Setelah beberapa detik keduanya rileks (terapis tetap
mempertahankan posisi)
6. Terapis mendorong ke arah fleksi hip
7. Prosedur nomor 4,5 dan 6 diulangi 3 kali.
Gambar Teknik Isometrik Depresi Pubis Kanan

Anda mungkin juga menyukai