ATRESIA ANI Fix
ATRESIA ANI Fix
ATRESIA ANI Fix
Oleh Kelompok 16
1. Dila Rosita (P17210204157)
2. Aprilia puji H.(P17210204181)
3. Marissa dwi asih P.(P17210204184)
DEFINISI
Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau imperforata anus.
Atresia ani Merupakan kelainan kongenital dimana terjadi
perkembangan abnormal pada anorektal di saluran gastrointestinal.
atresia ani atau anus imperforata adalah malformasi kongenital dimana
rectum tidak mempunyai lubang ke luar.
Pada atresia ani bentuk anus tampak rata, cekung ke dalam, kadang
berbentuk seperti anus tetapi tidak ada lubang atau lubang abnormal
sehingga tidak terhubung dengan rectum. atresia ani terjadi karena
gangguan pemisahan kloaka pada saat kehamilan.
ETIOLOGI
Etiologi secara pasti atresia ani belum diketahui, namun ada sumber mengatakan
kelainan bawaan anus disebabkan oleh gangguan pertumbuhan dan pembentukan
anus dari tonjolan embriogenik. Pada kelainan bawaan anus umumnya tidak ada
kelainan rectum, sfingter, dan otot dasar panggul. Namun demikian pada agenesis
anus, sfingter internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli
masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi penyebab atresia
ani. Orang tua yang mempunyai gen carrier penyakit ini mempunyai peluang
sekitar 25% untuk diturunkan pada anaknya saat kehamilan. 30% anak yang
mempunyai sindrom genetic, kelainan kromosom atau kelainan congenital lain
juga beresiko untuk menderita atresia ani. Sedangkan kelainan bawaan rectum
terjadi karena gangguan pemisahan kloaka menjadi rectum dan sinus urogenital
sehingga biasanya disertai dengan gangguan perkembangan septum urorektal
yang memisahkannya.
PATOFISIOLOGI
Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara
komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan
embrionik, sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian
belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang
merupakan bakal genitourinari dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena
adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada
kelengkapan dan perkembangan struktur kolon antara 7-10 minggu dalam
perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam
agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan
usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan
dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir tanpa lubang anus.
KLASIFIKASI ATRESIA ANI
Klasifikasi atresia ani ada 4 yaitu :
1. Anal stenosis adalah terjadinya penyempitan daerah anus sehingga feses tidak dapat
keluar.
2. Membranosus atresia adalah terdapat membran pada anus.
3. Anal agenesis adalah memiliki anus tetapi ada daging diantara rectum dengan anus.
4. Rectal atresia adalah tidak memiliki rektum.
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator
2. Anomali intermediet
3. Anomali tinggi / supralevator
MANIFESTASI KLINIK
Bayi muntah-muntah pada 24-48 jam setelah lahir dan tidak terdapat defekasi mekonium.
Gejala ini terdapat pada penyumbatan yang lebih tinggi.
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula. Pada bayi wanita sering ditemukan fistula
rektovaginal (dengan gejala bila bayi buang air besar feses keluar dari (vagina) dan jarang
rektoperineal, tidak pernah rektourinarius. Sedang pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula
rektourinarius dan berakhir di kandung kemih atau uretra dan jarang rektoperineal. Gejala
yang akan timbul :
1.) Mekonium tidak keluar dalam 24 jam pertama setelah kelahiran.
2.) Tidak dapat dilakukan pengukuran suhu rektal pada bayi.
3.) Mekonium keluar melalui sebuah fistula atau anus yang letaknya salah.
4.) Perut kembung.
5.) Bayi muntah-muntah pada umur 24-48 jam.
KOMPLIKASI
1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.
2. Obstruksi intestinal
3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.
4. Komplikasi jangka panjang :
a. Eversi mukosa anal.
b. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis.
c. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi sigmoid.
d. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
e. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.
f. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan dan infeksi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
By. N yang berusia 15 hari, menderita atresia ani sejak lahir. Dilakukan
pemeriksaan radiografi foto polos abdomen didapatkan hasil gambaran
atresia ani letak tinggi. Maka, sesuai dengan teori menurut Wingspread
dalam Simorangkir (2014), tindakan pertama yang dilakukan yaitu
dengan pembuatan kolostomi. Saat pengkajian, klien sudah menginjak
post op kolotomi hari ke 11, dengan adanya stoma dan produksi feses.
Bayi bergerak gelisah dengan sebentar bentar menangis suhu bayi
38,5℃, maka dilakukan pengkajian nyeri NIPS untuk mengetahui skala
nyeri dari nonverbal klien. Nadi 160x/menit
ANALISA DATA
Hari-Tanggal Data Fokus Masalah
Sabtu, 18-09-2021 S: - Nyeri akut b/d prosedur operasi
O: - Bayi bergerak gelisah dan mudah menangis
- Skala nyeri 7
- Nadi 160x/menit
• Tindakan Kolaborasi
• 1) Kolaborasi pemberian Analgetik
• 2.Pemberian analgesik
• Tindakan Observasi
• 1) Identifikasi karakteristik nyeri (mis. pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
• 2) Identifikasi riwayat alergi obat
• 3) Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
• 4) Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
• 5) Monitor efektifitas analgesik
• Tindakan Terapeutik
• 1) Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal
• 2) Pertimbangkan pengguanaan infus kontinu, atau bolus oploid untuk mempertahankan kadar dalam
serum
• 3) Tetapkan target efektifitas analgesik untuk
• mengoptimalkan respons pasien
• 4) Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan
• Tindakan Edukasi
• 1)Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
• Tindakan Kolaborasi
• 1) Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi
Diagnosa keperawatan
Risiko infeksi b.d efek prosedur invasive
Tujuan(Luaran & Kriteria Hasil)
Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 hari maka tingkat
infeksi menurun dengan kriteria hasil:
a. Demam menurun
b. Kemerahan menurun
c. Nyeri menurun
d. Bengkak menurun
Intervensi
• Manajemen Imunisasi/Vaksinasi
• Observasi
• 1) Identifikasi riwayat kesehatan dan riwayat alergi
• 2) Identifikasi kontraindikasi pemberian imunisasi (mis. Reaksi anafilaksis terhadap
vaksin sebelumnya dan atau sakit parah dengan atau tanpa demam)
• 3) Identifikasi status imunisasi setiap kunjungan ke pelayanan kesehatan
• Terapeutik
• 1) Berikan suntikan pada bayi di bagian paha anterolateral – Dokumentasikan
informasi vaksinasi (mis, nama produsen, tanggal kedaluwarsa)
• 2) Jadwalkan imunisasi pada interval waktu yang tepat
• Edukasi
• 1) Jelaskan tujuan, manfaat,reaksi yang terjadi, jadwal, dan efek samping
• 2) Informasikan imunisasi yang diwajibkan pemerintah (mis. Hepatitis B, BCG,
difteri, tetanus, pertusis, H. Influenza, polio, campak, measles, rubela)
• 3) Infomasikan imunisasi yang melindungi terhadap penyakit namun saat ini
tidak diwajibkan pemerintah (mis. Influenza, pneumokokus) Informasikan
vaksinasi untuk kejadian khusus (mis, rabies, tetanus)
• 4) Informasikan penundaan pemberian Imunisasi tidak berarti mengulang
jadwal imunisasi kembali
• 5) Informasikan penyedia layanan Pekan Imunisasi Nasional yang menyediakan
vaksin gratis
• Diagnosa keperawatan
• Gangguan integritas kulit b.d kelembaban
• Tujuan(Luaran & Kriteria Hasil)
• Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2 hari maka Integritas
kulit dan jaringan Meningkat dengan kriteria hasil:
• 1. Kerusakan jaringan menurun
• 2. Kerusakan lapisan kulit menurun
• 3. Nyeri menurun
• 4. Kemerahan menurun
Intervensi
• Perawatan Integritas Kulit
• Observasi
• 1) Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status
nutrisi, penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
• Terapeutik
• 1) Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
• 2) Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika perlu
• 3) Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama selama periode diare
• 4) Gunakan produk berbahan petrolium atau minyak pada kulit kering
• 5) Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
• 6) Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering
• Edukasi
• 1) Anjurkan menggunakan pelembab (mis. Lotion, serum)
• 2) Anjurkan minum air yang cukup
• 3) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• 4) Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
• 5) Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstrem
• 6) Anjurkan menggunakan tabir surya SPF minimal 30 saat berada
di luar rumah
• 7) Anjurkan mandi dan menggunakan sabun secukupnya
IMPLEMENTASI
Ttd
No Tanggal Diagnosa keperawatan Implementasi
1. 18-09-2021 Nyeri akut b.d Prosedur Operasi 1. Mengkaji karakteristik nyeri -
1. 18-09-2021 Risiko Infeksi b.d Efek prosedur 1. Memonitor vital sign dan kaji adanya peningkatan suhu