Askep Hipopituitari

Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Unduh sebagai ppt, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 54

1.

Hipofungsi kelenjar hipofisis (hipopituitarisme)


dapat terjadi akibat penyakit pada kelenjar
sendiri atau pada hipotalamus. (Robbins
Cotran Kumar)

2.Hipopitutarisme is pituitary insuffisienency


from destruction of the anterior lobe of the
pituitary gland. (Diane C. Baughman)

3.Hipopituitarisme mengacu kepada keadaan


sekresi beberapa hormon hipofisis anterior
yang sangat rendah. (Elizabeth C Erorwin)
4.Hipopituitarisme adalah hiposekresi satu atau
lebih hormon hipofise anterior. (Barbara C.
Long)
5.Hipopituitarisme adalah disebabkan oleh
macam – macam kelainan antara lain nekrosis,
hipofisis post partum(penyakit shecan),
nekrosis karena meningitis basalis trauma
tengkorak, hipertensi maligna, arteriasklerosis
serebri, tumor granulema dan lain – lain
(Kapita Selekta Edisi:2)
 Hipopituitarisme adalah keadaan yang timbul
sebagai akibat hipofungsi hipofisis.
Definisi hormone hipofisis depan dapat terjadi
dari 3 jalur :
1. Kelainan di dalam kelenjar yang dapat
merusak sel – sel sekretorik.
2. Kelainan di dalam atau yang berdekatan
dengan tangkai hipofise dimana dapat
menyebabkan penghentian penyebaran faktor –
faktor yang berasal dari hipotalamus.
3. Kelainan di dalam hipotalamus sendiri dimana
dapat merusak pelepasan bahan pengatur pada
hipofise depan.
 dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar hipofisis atau
hipotalamus.
Penyebabnya menyangkut :
1. Infeksi atau peradangan oleh : jamur,bakteri piogenik.
2. Penyakit autoimun (Hipofisis Limfoid Autoimun)
3. Tumor, misalnya dari sejenis sel penghasil hormon
yang dapat mengganggu pembentukan salah satu atau
semau hormon lain.
4. Umpan balik dari organ sasaran yang mengalamai
malfungsi. Misalnya, akan terjadi penurunan sekresi
TSH dari hipofisis apabila kelenjar tiroid yang sakit
mengeluarkan HT dalam kadar yang berlebihan.
5. Nekrotik hipoksik
(kematian akibat kekurangan O2) hipofisis atau
oksigenasi dapat merusak sebagian atau semua
sel penghasil hormon.
Salah satunya sindrom sheecan, yang terjadi
setelah perdarahan maternal.
MANIFESTASI KLINIS

1. Defisiensi hormon pertumbuhan : (Growt


Hormon = GH)
gangguan pertumbuhan pada anak – anak.
2. Defisiensi Gonadotropin :
impotensi, libido menurun, rambut tubuh rontok
pada pria, amenore pada wanita.
3. Defisiensi TSH :
rasa lelah, konstipasi, kulit kering gambaran
laboratorium dari hipertiroidism.
4. Defisiensi Kortikotropin :
malaise,anoreksia, rasa lelah yang nyata, pucat,
gejala – gejala yang sangat hebat selama
menderita penyakit sistemik ringan biasa,
gambaran laboratorium dari penurunan fungsi
adrenal.
5. Defisiensi Vasopresin : poliuria, polidipsia,
dehidrasi, tidak mampu memekatkan urin.
1. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi :
 Amati bentuk dan ukuran tubuh,
ukur BB dan TB, amati bentuk dan ukuran
buah dada, pertumbuhan rambut axila dan
pubis pada klien pria amati pula pertumbuhan
rambut wajah (jenggot dan kumis)
b. Palpasi :
 Palpasi kulit, pada wanita
biasanya menjadi kering dan kasar.
 Tergantung pada penyebab hipopituitary,
perlu juga dikaji data lain sebagai data
penyerta seperti bila penyebabnya adalah
tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus
kranialis dan adanya keluhan nyeri kepala.
2. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap
kemampuan klien dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya.
3. Data penunjang dari hasil pemeriksaan
diagnostik seperti :
a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan
atau erosi sella tursika.
b. Pemeriksaan serum darah : LH dan FSH GH,
prolaktin, alsdosteron, testosteron, kartisol,
androgen, test stimulasi yang mencakup uji
toleransi insulin dan stimulasi tiroid releasing
hormon
1. Pemeriksaan Laboratorik.
Pengeluaran 17 ketosteroid dan 17 hidraksi
kortikosteroid dalam urin menurun, BMR
menurun.
2. Pemeriksaan Radiologik / Rontgenologis
Sella Tursika
a. Foto polos kepala
b. Poliomografi berbagai arah(multi direksional)
c. Pneumoensefalografi
d. CT Scan
e. Angiografi serebral
3. Pemeriksaan Lapang Pandang
a. Adanya kelainan lapangan pandang mencurigakan
b. Adanya tumor hipofisis yang menekan kiasma optik
4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan kartisol, T3 dan T4, serta esterogen
atau testosteron
b. Pemeriksaan ACTH, TSH, dan LH
c. Tes provokasi dengan menggunakan stimulan atau
supresan hormon, dan dengan melakukan
pengukuran efeknya terhadap kadar hormon serum.
d. Tes provokatif.
1. Kardiovaskuler.
a. Hipertensi.
b. Tromboflebitis.
c. Tromboembolisme.
d. Percepatan uterosklerosis.
2. Imunologi.
 Peningkatan resiko infeksi dan penyamaran
tanda – tanda infeksi.
3. Perubahan mata.
a. Glaukoma.
b. Lesi kornea.
4. Muskuloskeletal.
a. Pelisutan otot.
b. Kesembuhan luka yang jelek.
c. Osteoporis dengan fraktur kompresi vertebra,
fraktur patologik tulang panjang, nekrosis
aseptik kaput femoris.
5. Metabolik.
 Perubahan pada metabolisme glukosa
sindrome penghentian steroid.
6. Perubahan penampakan.
a. Muka seperti bulan (moon face).
b. Pertambahan berat badan.
c. Jerawat.
DIAGNOSA BANDING
1. Gangguan hipotalamus.
2. Penyakit organ ’target’
seperti gagal tiroid primer, penyakit addison
atau gagal gonadal rimer.
3. Penyebab sindrom chusing lain termasuk
tumor adrenal, sindrome ACTH ektopik.
4. Diabetes insipidus psikogenik atau nefrogenik.
5. Syndrom parkinson
1. Kausal.
 Bila disebabkan oleh tumor, umumnya dilakukan
radiasi.
 Bila gejala – gejala tekanan oleh tumor progresif
dilakukan
operasi.
2. Terapi Substitusi
a. Hidrokortison antara 20 – 30 mg sehari
b. Puluis tiroid / tiroksin diberikan setelah terapi
dengan hidrokortison.
c. Testosteron pada penderita laki – laki
berikan suntikan testosteron enantot atau
testosteron siprionat 200 mg intramuskuler tiap 2
minggu. Dapat juga diberikan fluoxymestron 10
mg per-os tiap hari.
d. Esterogen diberikan pada wanita secara
siklik untuk mempertahankan siklus haid.
Berikan juga androgen dosis setengah
dosis pada laki – laki hentikan bila ada gejala
virilisasi ’’growth hormone’’ bila terdapat
dwarfisme.
3. Tumor hipofisis, diobati dengan pembedahan
radioterapi atau obat (misal : akromegali dan
hiperprolaktinemia dengan hymocriptine).
4. Beberapa cara pengobatan sering dilakukan.
5. Defisiensi hormon hos diobati sebagai
berikut : penggantian GH untuk defisiensi GH
pada anak – anak, tiroksin dan kortison untuk
defisiensi TSH dan ACTH, penggantian
androgen atau esterogen untuk defisiensi
gonadotropin sendiri (isolated) dapat diobati
dengan penyuntikan FSH atau HCG.
6. Desmopressin dengan insuflasi masal dalam
dosis terukur.
1 PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan pada klien dengan kelainan
ini
antara lain mencakup:
1. Riwayat penyakit masa lalu
 Adakah penyakit atau trauma pada kepala
yang pernah diderita klien, serta riwayat radiasi
pada kepala.
2. Sejak kapan keluhan diarasakan
 Dampak defisiensi GH mulai tampak pada masa
balita sedang defisiensi gonadotropin nyata pada
masapraremaja.
3. Apakah keluhan terjadi sejak lahir.
 Tubuh kecil dan kerdil sejak lahir terdapat pada
klien kretinisme.
4. Kaji TTV dasar untuk
perbandingan dengan hasil pemeriksaan yang akan datang.

5. Berat dan tinggi badan saat lahir atau kaji pertumbuhan fisik
klien. Bandingkan perumbuhan anak dengan standar.
6. Keluhan utama klien:
a. Pertumbuhan lambat.
b. Ukuran otot dan tulang kecil.
c. Tanda – tanda seks sekunder tidak berkembang, tidak ada
rambut pubis dan rambut axila, payudara tidak tumbuh,
penis tidak tumbuh, tidak mendapat haid, dan lain – lain.
d. Interfilitas.
e. Impotensi.
f. Libido menurun.
g. Nyeri senggama pada wanita.
Pemeriksaan fisik
a. Amati bentuk dan ukuran tubuh, ukur BB dan TB,
amati bentuk dan ukuran buah dada,
pertumbuhan rambut axila dan pubis pada klien
pria amati pula pertumbuhan rambut wajah
(jenggot dan kumis).
b. Palpasi kulit, pada wanita biasanya menjadi kering
dan kasar.
Tergantung pada penyebab hipopituitary,perlu juga
dikaji
data lain sebagai data penyerta seperti bila
penyebabnya
adalah tumor maka perlu dilakukan pemeriksaan
terhadap fungsi serebrum dan fungsi nervus kranialis
dan
adanya keluhan nyeri kepala.
8. Kaji pula dampak perubahan fisik terhadap
kemapuan klien dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
9. Data penunjang dari hasil pemeriksaan
diagnostik seperti :
a. Foto kranium untuk melihat pelebaran dan
atau erosi sella tursika.
b. Pemeriksaan serta serum darah : LH dan
FSH GH, androgen, prolaktin, testosteron,
kartisol, aldosteron, test stimulating yang
mencakup uji toleransi insulin dan stimulasi
tiroid releasing hormone.
1. Gangguan citra tubuh yang berhubungan
dengan perubahan struktur tubuh dan fungsi
tubuh akibat defisiensi gonadotropin
dan defisiensi hormon pertumbuhan.
2. Koping individu tak efektif berhubungan
dengan kronisitas kondisi penyakit.
3. Harga diri rendah berhubungan dengan
perubahan penampilan tubuh.
5. Ansietas berhubungan dengan
ancaman atau perubahan status kesehatan.
6. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
menurunnya kekuatan otot.
7. Resiko gangguan integritas kulit (kekeringan)
berhubungan dengan menurunnya kadar
hormonal.
3 INTERVENSI
 Secara umum tujuan yang diharapakan dari
perawatan klien dengan hipofungsi hipofisis
adalah :
1. Klien memiliki kembali citra tubuh yang positif
dan harga diri yang tinggi.
2. Klien dapat berpartisipasi aktif dalam program
pengobatan.
3. Klien dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari
– hari.
4. Klien bebas dari rasa cemas.
5. Klien terhindar dari komplikasi.
1. Dx : Gangguan Citra Tubuh yang Berhubungan
dengan Perubahan Struktur Tubuh dan Fungsi
Tubuh Akibat Defisiensi Gonadotropin dan
Defisiensi Hormon Pertumbuhan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien
memiliki
kembali citra tubuh yang positif dan harga diri yang
tinggi.
 Kriteria Hasil :
1. Melakukan kegiatan penerimaan, penampilan
misalnya: kerapian, pakaian, postur tubuh, pola
makan, kehadiran diri.
2. Penampilan dalam perawatan diri / tanggung
jawab peran.
 Intervensi :
1. Dorong individu untuk mengekspresikan
perasaan.
R/ Kita dapat mengkaji sejauh mana tingkat
penolakan terhadap kenyataan akan kondisi
fisik tubuh, untuk mempercepat teknik
penyembuhan / penanganan.
2. Dorong individu untuk bertanya mengenai
masalah, penanganan, perkembangan,
prognosa kesehatan.
R/ Dengan mengetahui proses perjalanan
penyakit tersebut maka klien
secara bertahap akan mulai menerima
kenyataan.
3. Tingkatkan komunikasi terbuka, menghindari
kritik / penilaian tentang perilaku klien.
R/ Membantu untuk tiap individu untuk memahami
area dalam program sehingga salah pemahaman
tidak terjadi.
4. Berikan kesempatan berbagi rasa dengan
individu yang mengalami pengalaman yang sama.
R/ Sebagai problem solving
5. Bantu staf mewaspadai dan menerima
perasaan sendiri bila merawat pasien lain.
 R/ Perilaku menilai, perasaan jijik, marah dan
aneh dapat mempengaruhi perawatan /
ditransmisikan pada klien, menguatkan harga
negatif / gambaran.
IMPLEMENTASI
 Mendorong klien untuk mengungkapkan
perasaan.
 Mendorong klien untuk meningkatkan proses
koping terhadap orang lain.
 Mendorong klien untuk berbagi rasa dengan
individu yang mengalami pengalaman yang
sama.
 Membantu klien dalam aktivitas perawatan
diri melibatkan juga orang lain.
 Membantu klien untuk dapat terlibat dalam
aktivitas perawatan diri.
 EVALUASI
S : Keluarga mengatakan bahwa klien mulai
melakukan kegiatan penerimaan diri misalnya :
perawatan diri.
O : Aktivitas peningkatan diri misalnya :
penampilan, kerapian, pola makan, dan lain – lain.
 Kemampuan dalam penampilan perawatan diri /
tanggung jawab peran membaik, misalnya :
penampilan dalam aktifitas keterlibatan sosial.
A : Masalah gangguan citra tubuh berangsur –
angsur teratasi.
P : Lanjutkan intervensi hingga keadaan
membaik.
2. DX .Koping Individu Tak Efektif berhubungan
dengan Kronisitas Kondisi Penyakit.
Tujuan :
Setelah dilakuan tindakan keperawatan tingkat
koping individu meningkat.
Kriteria Hasil :
1. Mengungkapkan perasaan yang berhubungan
dengan keadaan emosional.
2. Mengidentifikasi pola koping personal
dan konsekuensi perilaku yang diakibatkan.
3. Mengidentifikasi kekuatan personal dan
menerima dukungan melalui hubungan
keperawatan.
4. Membuat keputusan dan dilanjutkan dengan
tindakan yang sesuai / mengubah situasi
provokatif dalam lingkungan personal.
Intervensi :
1. Kaji status koping individu yang ada.
R/ Meningkatkan proses interaksi sosial karena
klien mengalami peningkatan komunikatif.
2. Berikan dukungan jika individu berbicara.
R/ Klien meningkatkan rasa percaya diri kepada
orang lain.
3. Bantu individu untuk memcahkan masalah
(problem solving).
R/ Dengan berkurangnya ketegangan, ketakutan
klien akan menurun dan tidak mengucil /
mengisolasikan diri dari lingkungan.
4. Instruksikan individu untuk melakukan
teknis relasi, dalam proses teknik pembelajaran
penatalaksanaan stress.
R/ Ketepatan penanganan dan proses
penyembuhan.
5. Kolaborasi dengan tenaga ahli psikologi
untuk proses penyuluhan.
R/ Klien mengerti tentang penyakitnya.
IMPLEMENTASI
 Mengkaji status koping individu yang ada.

 Memberikan dukungan jika individu


berbicara.
 Melakukan tindakan komunikasi terapeutik
dengan membina hubungan saling percaya
kepada klien.
 Membantu individu dalam memecahkan
masalah (problem solving).
 Mengajarkan teknik relaksasi.
EVALUASI
S : Klien mengungkapkan keinginan untuk
berpartisipasi dalam proses sosialisasi,
interaksi sosial.
O : Kondisi emosional terkontrol, pasien tidak
mudah marah, tingkat stress menurun, klien
mulai ikut serta dalam tindakan
pengobatan, klien mulai berkomunikasi
kepada perawat serta tenaga kesehatan
lain.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.
3. DX . Harga diri Rendah berhubungan dengan
Perubahan Penampilan Tubuh.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Keperawatan
harga diri meningkat.
Kriteria hasil :
1. Mengungkapkan hasil perasaan dan pikiran
mengenai diri.
2. Mengidentifikasikan dua atributif positif
mengenai diri.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya perawat dan klien.
R/ Rasa percaya diri meningkat, pasien menerima
kenyataan akan penampilan tubuh.
2. Tingkatkan interaksi sosial.
R/ Pasien akan merasa berarti, dihargai, dihormati,
serta diterima oleh lingkungan.
3. Diskusikan harapan / keinginan / perasaan.
R/ Dengan cara pertukaran pengalaman perasaan
akan lebih mampu dalam mencegah faktor
penyebab terjadinya
harga diri rendah.
4. Rujuk kepelayanan pendukung.
R/ Memberikan tempat untuk pertukaran masalah
dan pengalaman yang sama.
IMPLEMENTASI :
 Membina hubungan saling percaya antar
perawat dengan klien.
 Meningkatkan interaksi sosial.

 Meningkatkan harga diri dengan cara


mendukung segala tindakan, harapan atau
keinginan pasien.
S : Klien mengatakan mulai menerima kenyataan
dan tidak mengatakan hal yang muluk –
muluk atau hal yang negatif tentang
dirinya.
O : Expresi malu rasa bersalah berkurang.
 Tanda – tanda depresi menurun.

 Mulai mencoba untuk mencoba sesuatu /


situasi baru.
 Berkurangnya perilaku penyalahgunaan diri
(misalnya : pengrusakan, usaha bunuh diri dan
lain - lain).
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi
5. DX.Ansietas berhubungan dengan Perubahan
Status Kesehatan.
Tujuan :
Ansietas berhubungan dengan perubahan status
kesehatan berkurang.
Kriteria hasil :
1. Peningkatan kenyaman psikologis dan
fsikologis.
2. Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya.
R/ Komunikasi terapeutik dapat memudahkan
tindakan.
2. Catat respon verbal non verbal pasien.
R/ Mengetahui perasaan yang sedang dialami klien.
3. Berikan aktivitas yang dapat menurunkan
ketegangan.
R/ Kondisi rileks dapat menurunkan tingkat ancietas.
4. Jadwalkan istirahat adekuat dan periode
menghentikan tidur.
R/ Mengatasi kelemahan, menghemat energi dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
IMPLEMENTASI
 Mengkaji tingkat ansietas.

 Memberikan kenyamanan dan ketentraman


hati.
 Memberikan aktivitas yang dapat menurunkan
ketegangan.
 Mencegah adanya faktor penyebab ansietas.

 Mengajarkan teknik penghentian ansietas


untuk mengatasi stres teknik relaksasi.
EVALUASI
S : Klien merasa cemas, gelisah dan ketakutan.
O : Wajah tegang, tampak pucat. Peningkatan
frekuensi pernafasan, frekuensi jantung dan
tekanan darah.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi.
6. DX.Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan
Menurunnya Kekuatan Otot.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien dapat
aktif dalam aktifitas perawatan diri.
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi kemampuan aktifitas perawatan
diri.
2. Melakukan kebersihan optimal setelah bantuan
dalam perawatan diberikan.
3. Berpartisipasi secara fisik / verbal dalam aktifitas,
perawatan diri / pemenuhan kebutuhan dasar.
Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab menurunnya defisit
perawatan diri.
R/ Menghambat faktor penyebab dapat
meningkatkan perawatan diri.
2. Tingkatkan partisipasi optimal.
R/ Partisipasi optimal dapat memaksimalkan
perawatan diri.
3. Evaluasi kemampuan untuk berpartisipasi dalam
setiap aktivitas perawatan.
R/ Dapat menumbuhkan rasa percaya diri klien.
4. Beri dorongan untuk mengexpresikan perasaan
tentang kurang perawatan diri.
R/ Dapat memberikan kesempatan pada klien untuk
melakukan perawatan diri.
IMPLEMENTASI
 Mengkaji faktor penyebab menurunnya defisit
perawatan diri.
 Meningkatkan keterlibatan klien secara total
dalam kegiatan perawatan diri.
 Mengevaluasi kemampuan untuk
berpartisipasi dalam setiap aktifitas perawatan
diri.
 Memberi dorongan untuk mengungkapkan
perasaan tentang kurang perawatan diri.
S : Keluarga klien mengatakan bahwa klien mulai
melakukan aktifitas perawatan diri atau
personal hygene.
O : Perubahan gaya hidup, misalnya : pola
makan, istirahat teratur.
 Perubahan penampilanbepakaian, kerapian.

 Perubahan peningkatan aktivitas personal


hygene, misalnya : menggosok gigi dll
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi
7. DX. Resiko Gangguan Integritas Kulit
(Kekeringan) berhubungan dengan Menurunnya
Kadar Hormonal.
Tujuan :
Setelah dilakukan keperawatan integritas kulit dalam
kondisi normal.
Kriteria hasil :
1. Mengidentifikasi faktor penyebab.
2. Berpartisipasi dalam rencana pengobatan yang
dilanjutkan untuk meningkatkan penyembuhan
luka.
3. Menggambarkan etiologi dan tindakan
pencegahan.
4. Memperlihatkan integritas kulit bebas dari luka
tekan.
Intervensi :
1. Pertahankan kecukupan masukan cairan untuk
hidrasi yang adekuat.
2. Berikan dorongan latihan rentang gerak dan
mobilisasi.
R/ Meningkatkan pemeliharaan fungsi otot / sendi.
3. Ubah posisi atau mobilisasi.
R/ Meningkatkan posisi fungsional pada ekstrimitas.
4. Tingkatkan masukan karbohidrat dan protein
untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen
positif.
R/ Kelemahan dan kehilangan pengaturan
metabolisme terhadap makanan dapat
mengakibatkan malnutrisi.
5. Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin.
R/ Posisi datar menjaga keseimbangan tubuh dan
mencegah retensi cairan pada daerah
tertentu sehingga tidak terjadi edema lokal.
 O : Mukosa kulit lembab.
 Tonus otot meningkat.

 Luka tekan atau ulkus berkurang, berangsur


mengalami penyembuhan.
A : Masalah teratasi.
P : Hentikan intervensi.

Anda mungkin juga menyukai