Manajemen Keracunan Obat
Manajemen Keracunan Obat
Manajemen Keracunan Obat
KERACUNAN OBAT
MANAJEMEN TERAPI PADA KERACUNAN
ACETAMINOPHEN
• SINONIM
APAP; N-Acetyl-P-Aminophenol; Paracetamol
• PENGGUNAAN
• Terapi untuk meredakan nyeri (ringan – sedang) dan
demam.
• Tidak memiliki efek sebagai antirematik dan
antiinflamasi
- Tylenol - Liquiprin
- Anacin-3 - Panadol dll
Sit P-450
Parasetamol Nabki
Glutation
Asam merkapturat
Eksresi
Gejala Klinik
Diagnosis
1. Lakukan wawancara untuk mengetahui tipe keracunan
(apakah akut atau kronis)
2. Lakukan juga pengukuran kadar parasetamol dalam
serum, kemudian lihat kadar spesifik parasetamol dalam
serum.
Dari kurva dipahami bhw pengukuran kadar dlm serum
atau plasma dilakukan pd jam ke-4 atau ke-12 setelah
pemejanan.
Jika kadar plasma mencapai lebih dari 200 µg/ml pd jam
ke-4 dan mencapao 50 µg/ml pd jam ke-12, berarti
pasien memang telah mengalami keracunan
paracetamol.
Tetapi kalau kadar yg ditemukan pd jam ke-4 dan jam
ke-12 berrada di bawah kadar tersebut pasien belum
keracunan PCT walaupun pasiennya telah menunjukan
gejala muntah.
Data Laboratorium yang Lain
2. Kronis
Biasanya korbannya adalah anak-anak dan orang tua
Vomiting mungkin terjadi
Takhikardi dan hipotensi jarang terjadi
Hipokalemia dan hiperglikemik tidak terjadi
Kejang jarang terjadi dengan level serum 40 – 60 mg/L
Diagnosis
4. Percepatan eliminasi
Mekanisme kerja
Inhibisi fungsi pompa Na-K-ATPase.
Pada over dosis akut terjadi hiperkalemia.
Pada over dosis kronis, kalium umumnya normal atau
cenderung rendah
Mekanisme kerja normal
Ionotropik positif (meningkatkan
kontaktilitas jantung)
Knototropik negatif (mengurangi
frekuensi denyut ventrikel pd takikardi)
Mengurangi aktivasi saraf simpatis
Mekanisme toksisitas
1. overdosis digoksin ( > 1 ng/ml
tonus simpatis : konduksi sel, otomatisitas otot
menurunnya otomatisitas SA node dan konduksi AV
node
2. Terjadi interaksi dengan obat lain
a. kuinidin, verapamil, amiodaron akan menghambat P-
glikoprotein, yakni transporter di usus dan di tubulus ginjal
shgg terjadi peningkatan absorbsi dan penurunan sekresi
digoksin, akibat kadar plasma digoksin meningkat 70-100
%
b. Aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B menyebabkan
gangguan fungsi ginjal, shgg ekskresi digoksin terganggu,
kadar plasma digoksin meningkat
c. diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia
sehingga meningkatkan toksisitas digoksin.
Gejala Klinis
1. Akut : vomiting, hiperkalemia, Gloking sinus dan
atrioventrikular, Ventrikular takhiaritmia terlihat pada
keracunan yang parah. Ventrikular takhiaritmia pada
keracunan digitalis terlihat pada EKG.
2. Kronis : weakness (terasa lemah) dan ventrilular
takhiaritmia sering terjadi. Hipokalemia dan
hipomegnesemia karena diuretik akan memperburuk
takhiaritmia.
Diagnosis
1. Wawancara untuk mengetahui sejarah penyakit dan
karakteristik dari aritmia. Kalau pemakaian digitalis sudah
cukup lama (kronis) biasanya aritmia yang terjadi cukup
parah.
2. Pengukuran serum level digoksin, walaupun tidak ada
hubungannya dengan keparahan keracunan. Level
theurapetik untuk digoksin adalah 10 – 30 ng/mL.
3. Data laboratorium
4. Darah komplit, elektrolit, BUN, kreatinin dan monitoring
EKG
Pengobatan
1. Terapi suportif dan emergensi
Air way dan ventilasi (perbaikan sirkulasi udara)
Monitoring pasien setiap 12 – 24 jam untuk melihat distribusi obat
pada jaringan yang tertunda
Obati hiperkalemia (ion K > 5,5 mEq/L) dengan :
natrium bikarbonat (1 mEq/kg)
glukosa (0,5 g/kg i.v)
insulin (0,1 unit/Kg i.v)
polistiren sulfonat.
Obati bradikardi atau heart blok dengan atropine 0,5 – 2 mg i.v
Ventrikular takhiaritmia bisa berespon dengan lidokain atau
fenitoin atau dengan pengganti kalium atau magnesium. Jauhi
kinidin, prokainamid dan brettilium.
2. Antidot spesifik
3. Dekontaminasi
Induksi emesis atau bilas lambung. Peringatan : hati-hati
karena stimulasi vagal mungkin akan memperberat
bradikardia dan heart blok
Pemberian arang aktif dan katartika
4. Percepatan eliminasi
1. Dialisis dan hemoperfusi tidak efektif pada keracunan
digoksin karena Vd digoksin terlalu besar
2. Vd digitoksin kecil dan mengalami sirkulasi
enterohepatik. Eliminasi akan meningkat dengan
pengulangan arang aktif.
ANTINFLAMASI NON STEROID
(AINS)
Mekanisme
Diagnosi
s Dari wawancara untuk mengetahui apakah mempunyai
1.
Induksi emesis
Bilas lambung untuk obat dengan resiko kejang
Karbon aktif bila ingesti kecil dan dilanjutkan dengan
katartika
Percepatan eliminasi
Mekanisme
Dosis Toksik
Sengat bervariasi tergantung pada senyawanya. Reaksi
alergi kadang terjadi pada individu yang hipersensitif dengan
dosis yang cukup rendah (dosis sub theuraphetik).
Gejala Klinis
Diagnosi
s Sejarah keracunannya
Serum level, biasanya digunakan untuk memprediksi
efek toksik pada aminoglikosida, kloramfenikol dan
vankomisin
Lab : darah lengkap, elektrolit, glukosa, Fungsi ginjal,
hepar dan level methemoglobin
Pengobatan
1. Terapi suportif dan emergensi
Ventilasi dan air way bila perlu
Obati koma, seizures, hipotensi dan anafilaksis
Ganti cairan yang hilang karena diare (gastroenteritis)
dengan infus kristaloid
4. Percepatan eliminasi
Menjaga kecukupan urin flow sangat penting.
Hemodialisis tidak dianjurkan kecuali pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal dan level serum yang
sangat tinggi
Hemoperfusi dengan karbon aktif cukup efektif pada
keracunan berat kloramfenikol (dengan level serum
yang tinggi) dan asidosis metabolik
Dapson mengalami resirkulasi entrohepatik, akan lebih
cepat dieliminasi dengan pengulangan arang aktif
AMFETAMIN / METAMFETAMIN
(MDMA)
Pendahuluan
Ectasay : Methylenedioxy methamphetamine
(MDMA)
shabu-shabu : methamphetamine.
kedua jenis zat tersebut merupakan
derivat yang sama yaitu golongan Amfetamine.
Istilah amphetamine digunakan untuk sekelompok
obat yang secara struktural mempunyai
keterbatasan dalam penggunaan klinis tetapi
sangat potensial untuk menjadi toksik adiksi dan
disalah gunakan.
Golongan betafenilisopropilamin adalah bentuk
dasar dari golongan amfetamin dan pertama kali
disintesa pada tahun 1887
amfetamine banyak digunakan untuk
pengobatan narkolepsi, Attention Defict
Hyperactive Disorder (ADHD), dan
obesitas.
Tetapi khasiat dan keamanannya masih
kontroversial di beberapa negara dan
penggunaannya dilarang.
Mekanisme kerja normal
senyawa yang mempunyai efek :
a. simpatomimetik tak langsung dengan aktivitas
sentral maupun perifer.
b. efek menghalangi re-uptake dari katekolamin
oleh neuron presinap dan menginhibisi aktivitas
monoamin oksidase, sehingga konsentrasi dari
neurotransmitter cenderung meningkat dalam
sinaps.
c. pelepasan biogenik amine yaitu dopamin,
norepinefrin dan serotonis atau ketiganya dari
tempat penyimpanan pada presinap yang
terletak pada akhiran saraf. Efek yang dihasilkan
dapat melibatkan neurotransmitter atau sistim
monoamine oxidase (MAO) pada ujung
presinaps saraf.
Efek klinis
Saat ini penggunaan amfetamine hanya
mempunyai 3 indikasi secara medis yaitu
narkolepsi, ADHS pada anak-anak dan
obesitas.
narkolepsi : dosis yang dianjurkan adalah
antara 20-60 mg/hari.
ADHD : dosis berkisar antara 2,5 – 40 mg/hari.
pada kondisi obesitas amfetamine sering
menyebabkan adiksi dan penyalahgunaan.
Dalam waktu singkat jelas menekan nafsu
makan, tetapi bila jangka lama akan timbul
toleransi terhadap efek anoreksia.
Dosis Toksik
1. Golongan barbiturat
2. Golongan benzodiazepin
3. Antihistamin
4. Antikholinergik
5. Obat lainnya antara lain kloralhidrat,
glutethimide, meprobamat, methaqualon
dan methypyron
SEDATIF DAN HIPNOTIK
Hipnotik sedatif adalah istilah untuk
obat-obatan yang mampu mendepresi
sistem saraf pusat.
Sedatif : substansi yg memiliki
aktifitas/efek moderat menenangkan
Hipnotik : substansi yg dapat
memberikan efek mengantuk dan
menimbulkan tidur.
Pengobatan dengan sedatif hipnotik sangat luas
terutama untuk pengobatan anxiety dan insomnia.
Obat yang termasuk kedalam golongan ini adalah :
1. Golongan barbiturat
2. Golongan benzodiazepin
3. Antihistamin
4. Antikholinergik
5. Obat lainnya antara lain kloralhidrat, glutethimide,
meprobamat, methaqualon dan methypyron
Mekanisme
Mekanisme aksi ataupun farmakokinetika obat sangat
bervariasi.
Efek terbesar dalam keracunan atau kematian adalah
depresi SSP yang menghasilkan koma, gagal
pernafasan dan terutama depresi kontraktilitas jantung.
Dosis Toksik
Dosis toksik juga bervariasi, tergantung dari masing-
masing obat,
Toleransi masing-masing individu dan ada tidaknya
obat lain yang dikonsumsi pasien bersama-sama
dengan obat ini, misalnya alkohol.
Untuk sebagian besar obat, ingesti 3 – 5 kali dosis
lazim dapat menyebabkan koma.
Gejala Klinis
Drowsiness
Ataksia
Nistagmus
Stupor
Koma
Gagal pernafasan.
Kloralhidrat dimetabolisme menjadi trikloroetanol,
menyebabkan depresi aktivitas SSP dan juga dapat
menyebabkan aritmia.
Glutethimide menyebabkan midriasis dan efek
samping antikholinergik secara umum serta
perpanjangan masa koma. Bila dikombinasikan
dengan kofein dapat menyebabkan efek opiat.
Meprobamat, efek hipotensinya lebih besar daripada
yang lain.
Diagnosis
4. Percepatan eliminasi
Dialisis dan hemoperfusi tidak efektif, karena distribusinya sangat
luas
Karbon aktif berulang mungkin akan mempercepat eliminasi dari
glutethimide dan mepromat
Mepromat yang mempunyai Vd kecil, direkomendasikan untuk
dilakukan tindakan hemoperfusi jika terdapat gejala klinis berupa
koma yang dalam dengan komplikasi hipotensi yang sukar
disembuhkan atau resisten terhadap perbaikan, parah dan tidak
berespon terhadap terapi suportif.
BENZODIAZEPIN
jenis obat yang memiliki efek sedatif
atau menenangkan
Gangguan penyakit yang diterapi
dengan obat golongan ini antara lain
adalah kecemasan, insomnia (tidak
bisa tidur), kejang, gejala putus
alcohol, dan untuk relaksasi otot.
Penyakit-penyakit tersebut disebabkan
karena aktivitas syaraf pusat yang
berlebihan, karena itu memerlukan obat
yang dapat menekan aktivitas system
syaraf.
Mekanisme kerja normal
4. Percepatan eliminasi
a. Tidak dilakukan karena volume distribusi yang besar
sehingga tidak efektif dilakukan.
b. Dialisis atau hemoperfusi tidak dilakukan, kecuali jika
keadaan ginjal pasien sudah rusak sehingga perlu
dilakukan dialisis untuk mempercepat eksresi obat
melalui ginjal.
SEKIAN DAN
TERIMA KASIH