lp isos 3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN JIWA DENGAN

ISOLASI SOSIAL

DISUSUN OLEH :
INSYIROH 20220660012

D3 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2024/2025
A. Definisi

Isolasi sosial merupakan kondisi kesendirian yang di alami oleh individu dan
dipersepsikan disebabkan orang lain dan sebagai kondisi yang negatif dan mengancam.
Kondisi isolasi sosial seseorang merupakan ketidakmampuan klien dalam mengungkapkan
perasaan klien yang dapat menimbulkan klien. mengungkapkan perasaan klien dengan
kekerasan (Sukaesti, 2019).

Isolasi sosial merupakan ketidak mampuan untuk membina hubungan yang erat, hangat,
terbuka, dan interdependen dengan orang lain. Salah satuterpi non farmako yang tepatdi
berikan pasien gangguan jiwa adalah dengan pemberian terapi musik instrumental.
Terpimusik instrumental bermanfaat untuk menurunkan gejala negative kelinmenarikdiri
(Wahyu Ratna Riskiyani, 2020), Isolasi sosial adalah keadaan dimana seorang individu
mengalami penurunan atau bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang
lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak diterima, kesepian dan tidak mampu
membina hubungan yang berarti dengan orang lain.Untuk mengkaji pasien isolasi social,
kita dapat menggunakan teknik wawancara dan observasi pasien dan keluarga

B. Etiologi

Penyebab dari isolasi sosial adalah keterlambatan perkembangan, ketidakmampuan


menjalin hubungan yang memuaskan, ketidaksesuaian minat terhadap perkembangan,
ketidaksesuaian nilai-nilai normal, ketidaksesuaian perilaku sosial dengan norma, perubahan
penampilan fisik, perubahan status mental, ketidakadekuatan sumber daya personal (SDKI,
2017). Adapun faktor penyebab dari isolasi sosial adalah :

1. Faktor Predisposis
Menurut Sutejo (2017) penyebab isolasi sosial mencakup faktor perkembangan, faktor
biologis, dan faktor sosiokultural. Berikut merupakan penjelasan dari faktor
predisposisi
a. Faktor Perkembangan tidak Tempat
Pertama yang memberikan pengalaman bagi seseorang dalam menjalin hubungan
dengan orang lain adalah keluarga, kurangnya stimulasi atau kasih sayang dari
ibu akan memberikan rasa nyaman serta dapat menghambat rasa percaya diri.
Ketidakpercayaan tersebut dapat mengembangkan tingkah laku curiga terhadap
orang lain maupun lingkungan di kemudian hari.
b. Faktor Biologis
Genetik merupakan salah satu faktor pendukung yang menyebabkan terjadinya
gangguan jiwa. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak.
c. Faktor Sosial dan Budaya
Mengasingkan diri dari lingkungan merupakan faktor pendukung terjadinya
gangguan berhubungan atau isolasi sosial. Gangguan ini dapat juga disebabkan
oleh karena norma-norma yang salah di dalam keluarga, misalnya anggota tidak
produktif diasingkan dari lingkungan sosial.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Sutejo (2017) ada beberapa faktor presipitasi yang dapat menyebabkan
gangguan isolasi sosial. Antara lain berasal dari stresor stresor sebagai berikut:
a. Stresor Sosiokultural
Stresor sosial budaya dapat memicu penurunan keseimbangan unit keluarga
seperti perceraian, berpisah dengan orang yang dicintai, kesepian karena
ditinggal jauh, dirawat di rumah sakit atau dipenjara.
b. Stresor Psikologik
Intensitas ansietas berat yang berkepanjangan akan menyebabkan menurunnya
kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan orang lain.

Menurut Sutejo (2017) tanda dan gejala isolasi sosial dapat ditemukan dari dua cara yaitu
secara objektif dan subjektif. Berikut tanda dan gejala dengan isolasi sosial :

1. Data Subjektif
Pasien mengatakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain, pasien merasa tidak
aman berada dengan orang lain, pasien mengatakan hubungan yang tidak bermanfaat
dengan orang lain, pasien merasa bosan serta waktu terasa lebih lambat, pasien tidak
mampu berkonsentrasi dan menciptakan keputusan, pasien merasa tidak bermanfaat,
dan pasien tidak yakin dapat melanjutkan hidup.
2. Data ObjektifPasien tidak memiliki teman dekat, pasien menarik diri, pasien tidak
dapat dimengerti, tindakan berulang dan tidak berarti, pasien asik dengan pikiran
sendiri, pasien tidak ada kontak mata, dan tampak sedih apatis, afek tumpul

C. Manifestasi Isolasi Sosial


Menurut Deden & Rusdi, 2013 dalam (Astuti, 2020) tanda dan gejala isolasi sosial yaitu :

Indikasi Subjektif:
1. Klien menggambarkan perasaan kesepian ataupun ditolak oleh orang lain
2. Klien merasa tidak nyaman diantara dengan orang lain
3. Reaksi verbal kurang serta sangat singkat
4. Klien berkata hubungan yang tidak berarti dengan orang lain
5. Klien merasa bosan serta pelan menghabiskan waktu
6. Klien tidak sanggup berkonsentrasi serta membuat keputusan
7. Klien merasa tidak berguna
8. Klien tidak percaya bisa melakukan hidup
9. Klien merasa ditolak
Indikasi Objektif
1) Klien banyak diam serta tidak ingin bicara
2) Tidak menjajaki kegiatan
3) Banyak berdiam dikamar
4) Klien menyendiri serta tidak ingin berhubungan dengan orang yang terdekat
5) Klien nampak berkecil hati, ekpresi datar serta dangkal
6) Kontak mata kurang
7) Kurang spontan
8) Apatis
9) Ekspresi muka kurang berseri
10) Tidak menjaga diri serta tidak mencermati kebersihan diri
11) Mengisolasi diri
12) Tidak ataupun kurang sadar terhadap daerah sekitarnya
13) Masukkan makanan serta minuman terganggu
14) Retensi kemih serta feses
15) Akktivitas menurun
16) Kurang energy
17) Rendah diri
18) Bentuk badan tubuh berubah

D. Rentang Respon Isolasi Sosial

Adaptif Mal Adaptif

Menyendiri merasa sendiri manipulasi


Otonomi menarik diri implusive
Bekerjasama ketergantungan narcisisme
Saling tergantung

Respon adaptif ialah respon individu dalam menyelesaikan dengan cara yang dapat
lditerima oleh norma – norma masyarakat. Menurut Riyardi Sdan Purwanto T 2013 dalam
(Sakit et al., 2019) respon ini yaitu: o

a) Menyendiri ialah reaksi yang dicoba orang buat merenungkan apa yang sudah
terjalin ataupun dicoba dan sesuatu metode mengevaluasi diri dalam memastikan
rencana- rencana.
b) Otonomi ialah keahlian orang dalam memastikan serta mengantarkan inspirasi,
benak, perasaan dalam ikatan sosial, orang bisa menetapkan buat interdependen
serta pengaturan diri.
c) Kebersamaan ialah keterampilan orang buat sama- sama penafsiran, saling berikan,
serta menerima dalam ikatan interpersonal.
d) Saling ketergantungan ialah sesuatu hubungan sama- sama ketergantungan saling
bergantung antar orang dengan orang lain dalam membina jalinan interpersonal.
Reaksi maladaptif merupakan reaksi orang dalam menuntaskan permasalahan
dengan metode yang berlawanan dengan norma agama serta penduduk.
MenurutyRiyardi S dan Purwanto T. (2013) dalam (Hermawan, 2015) respon maladaptive
adalah:

a. Manipulasi : Ialah kendala sosial dimana orang memperlakukan orang lain sebagai
objek, hubungan terpusat pada permasalahan mengatur orang lain serta orang
cenderung berorientasi pada diri sendiri. Tingkah laku mengendalikan digunakan
sebagai pertahanan terhadap kegagalan ataupun frustasi serta bisa sebagai
perlengkapan buat berkuasa pada orang lain.
b. Impulsif : Ialah reaksi sosial yang diisyarati dengan orang selaku subyek yang tidak
bisa diprediksi, tidak bisa dipercaya, tidak sanggup merancang tidak sanggup buat
belajar dari pengalaman serta miskin penilaian.
c. Narsisme Reaksi sosial : diisyarati dengan orang mempunyai tingkah laku
ogosentris, harga diri yang rapuh, terus menerus berupaya memperoleh
penghargaan serta gampang marah bila tidak menemukan support dari orang lain.
d. Isolasi Sosial : Merupakan kondisi dimana seseorang orang hadapi penyusutan
ataupun terlebih lagi sama sekali tidak sanggup berhubungan dengan orang lain
disekitarnya. Penderita bisa jadi merasa ditolak, tidak diterima, kesepian, serta
tidak dapat membina hubungan yang berarti dengan orang lain.

E. Proses Terjadinya Masalah Isolasi Sosial


Menurut Muhith, 2015 dalam (Cahya, 2020)

1. Aspek predisposisi
Ada beberapa aspek yang menjadi pendukung terjadinya perilaku isolasi sosial itu sendiri
:
a) Aspek perkembangan
Keterampilan dalam membina jalinan yang sehat bergantung pada pengalaman
yang dirasakan sepanjang berkembang serta kembang, karena apabila tidak di lalui
bakal membatasi pertumbuhan berikutnya. Minimnya stimulus, kasih sayang, serta
kepedulian dari orang tua hendak membagikan rasa tidak nyaman sehingga bisa
memunculkan perasaan tidak yakin diri.
b) Aspek biologis
Aspek generik ialah salah satu aspek pendukung dalam hambatan jiwa. Sebab salah
satu penyebabkan skizofrenia merupakan kelainan struktur otak.
c) Aspek budaya
Aspek sosial budaya serta menggambarkan aspek pendukung dari terbentuknya
kendala dalam membina jalinan dengan orang lain, misalnya salah satu anggota
keluarga terdapat yang dikucilkan dalam keluarga
2. Aspek presipitasi
a. Stressor sosial budaya
Aspek ini ialah pemicu terbentuknya hambatan dalam berhubungan dengan orang
lain, misalnya terdapat anggota keluarga yang labil.
b. Stressor psikologi
Stressor psikologis dapat berupa kondisi seperti hubungan keluarga yang tidak
harmonis, perceraian, ketidakpuasan kerja, berpisah dengan seseorang yang di
cintai (perpisahan), kegagalan dalam menjalankan tuntutan.
F. Patofisiologi

Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya menarik diri yang disebabkan karena
perasaan tidak berharga, dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan, ketegangan,
kekecewaan, dan kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien semakin sulit
dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Menyebabkan pasien menjadi regresi
atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurang perhatian terhadap penampilan
dan kebersihan diri. Perjalanan dari tingkah laku masa lalu serta tingkah laku primitive yaitu
pembicaraan yang autistik dan tingkah laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga
berakibat lanjut menjadi halusinasi (Azizah, dkk. 2017).

Faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien gangguan jiwa dengan masalah isolasi
sosial adalah:

1) Usia
Pasien yang dirawat dengan masalah isolasi sosial berada dalam rentang usia 25-65 tahun
atau pada masa dewasa. Masa dewasa merupakan masa kematangan dari aspek kognitif,
emosi, dan perilaku. Kegagalan yang dialami seseorang untuk mencapai tingkat
kematangan tersebut akan sulit memenuhi tuntutan perkembangan pada usia tersebut
dapat berdampak terjadinya gangguan jiwa. Usia dewasa merupakan aspek sosial budaya
2) Jenis Kelamin
Frekuensi tertinggi mengalami gangguan jiwa (Wakhid, dkk. 2013). Jenis kelamin tidak
mempengaruhi secara signifikan terjadinya gangguan jiwa. Wanita cenderung
mengalami gejala lebih ringan di bandingkan pria. Pria sangat rentan terkena gangguan
jiwa penyebabnya adalah tingginya tingkat emosional. Pria juga mempunyai
kemampuan verbal dan bahasa yang kurang dari wanita, sehingga pria cenderung
tertutup dan memendam sendiri setiap masalah dan stressor psikologis yang mereka
hadapi. Kondisi ini jika berlangsung lama tanpa ada mekanisme koping yang konstruktif,
maka kecenderungan jatuh ke dalam gangguan jiwa akan tinggi (Berhimpong 2016,
Suerni & PH, 2019).
3) Pendidikan
Pendidikan rendah dapat menjadi penyebab terjadinya masalah psikologis. Seseorang
dengan pendidikan rendah akan kesulitan dalam menyampaikan ide, gagasan atau
pendapatnya, sehingga mempengaruhi cara berhubungan dengan orang lain,
menyelesaikan masalah, membuat keputusan dan responnya terhadap sumber stres.
Pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang
berpendidikan tinggi akan berbeda perilaku dengan orang yang berpendidikan rendah.
Tetapi status pendidikan sebagian besar pasien adalah SMA hal ini bisa jadi dikarenakan
kebanyakan pasien memiliki beban karena memiliki pendidikan yang tinggi akan tetapi
tidak sesuai dengan yang diharapkan pasien (Suerni & PH, 2019).
4) Pekerjaan
Menurut Rachmawati, dkk (2020) menyatakan 95% pasien yang mengalami gangguan
jiwa dengan masalah isolasi sosial tidak bekerja. Pekerjaan memiliki hubungan dengan
status ekonomi individu, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah sangat menimbulkan
perasaan tidak berdaya, perasaan ditolak oleh orang lain, ketidakmampuan dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi dan perawatan, sehingga individu berusaha untuk menarik
diri dari lingkungan. Seseorang yang berada dalam sosial ekonomi rendah dan tidak
mempunyai pekerjaan lebih berisiko mengalami berbagai masalah terutama kurangnya
rasa percaya diri dalam menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari (Wakhid, dkk.
2013).
5) Dukungan
Keluarga Menurut Suerni & PH (2019) bahwa sebagian besar dari pasien kurang
mendapatkan dukungan dari keluarga dan lingkungannya. Dukungan keluarga
merupakan salah satu faktor terpenting dalam upaya meningkatkan motivasi sehingga
dapat berpengaruh positif terhadap kesehatan psikologis. Adanya dukungan keluarga
membuat pasien merasa dipedulikan, diperhatikan, merasa tetap percaya diri, tidak
mudah putus asa, tidak minder, merasa dirinya bersemangat, merasa ikhlas dengan
kondisi, sehingga merasa lebih tenang dalam menghadapi suatu masalah.
6) Lama Sakit
Pasien yang paling banak ditemukan mengalami kekambuhan memiliki riwayat lama
sakit antara 5-10 tahun. Pasien yang mempunyai riwayat lama sakit > 5 tahun memiliki
risiko mengalami kekambuhan lebih tinggi (Rachmawati,dkk.2020).

G. Komplikasi Isolasi Sosial


Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku yang
tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko gangguan sensori
persepsi: halusinasi, mencederai diri sendiri, orang lain serta lingkungan dan penurunan
aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit perawatan diri (Deden & Rusdi, 2013).

H. Penatalaksanaan

Menurut (Dermawan 2013 dalam Putra 2022). penatalaksaan isolasi sosial

Terapi farmakologi
a. Clorpromazine (CPZ) Obat ini digunakan pada pasien yang tidak mampu dalam
menilai realistis, kesadaran diri terganggu, serta ketidakmampuan dalam fungsi
mental.
b. Haloperizol (HP) Obat ini digunakan untuk mengobati pasien yang tidak mampu
menilai realita.
c. Thrixyphenidyl (THP) Obat ini digunakan pada segala penyakit Parkinson,
termasuk pasca ensepalitis dan idiopatik, sindrom Parkinson akibat misalnya
reserpine dan fenootiazine.

Terapi Non-farmakologi

a) Terapi individu Pada pasien isolasi sosial dapat diberikan dengan strategi pelaksanaan
atau SP.
b) Terapi kelompok Terapi aktivitas kelompok atau TAK merupakan suatu psikoterapi
yang bertujuan untuk memberi stimulus bagi klien dengan gangguan isolasi sosial.
I. Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
Merupakan tahapan awal dan data dasar utama dari proses keperawatandan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status pasien data yang di kumpulkan meliputi data
biologis, psikologis, sosial, dan spiritual ( Zaini, 2019).
1. Identitas Pasien

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam M7S, nomor
register, diagnosa medis.

2. Keluhan Utama
Merupakan pernyataan klien mengenai masalah yang menyebabkan klien dibawa
kerumah sakit. Keluhan biasanya berupa senang menyendiri, komunikasi kurang
atau tidak ada, berdiam diri dikamar, menolak berinteraksi.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Menanyakan riwayat timbulnya gejala gangguan jiwa saat ini, penyebab
munculnya gejala, upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi dan
bagaimana hasilnya.
4. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah klien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu,
pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya, adanya trauma masa lalu, faktor
genetik dan silsilah orang tuanya dan pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan.
5. Pemeriksaan Fisik
Mengkaji keadaan umum klien, tanda-tanda vital, tinggi badan atau berat badan,
ada atau tidak keluhan fisik seperti nyeri dan lain-lain.
6. Pengkajian Psikososial:
a. Genogram Membuat genogram beserta keterangannya untuk mengetahui
kemungkinan adanya riwayat genetik yang menyebabkan menurunkan
gangguan jiwa.
b. Konsep Diri Citra tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap tubuhnya,
bagian tubuhnya yang paling/tidak disukai.
- Identitas diri, bagaimana persepsi tentang status dan posisi klien
sebelum dirawat, kepuasan klien terhadap suatu/posisi tersebut,
kepuasan klien sebagi laki-laki atau perempuan.
- Peran, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status,
tugas/peran yang harapannya dalam keluarga, kelompok, masyarakat
dan bagaimana kemampuan klien dalam melaksanakan tugas/peran
tersebut.
- Ideal diri, bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya, posisi, status,
tugas/peran dan harapan klien terhadap lingkungan.
- Harga diri, bagaimana persepsi klien terhadap dirinya dalam
hubungannya dengan orang lain sesuai dengan kondisi dan bagaimana
penilaian/ penghargaan orang lain terhadap diri dan lingkungan klien.
7. Hubungan sosial
Mengkaji siapa orang yang berarti/terdekat dengan klien, bagaimana peran serta
dalam kegiatan dalam kelompok/masyarakat serta ada/tidak hambatan dalam.
a) berhubungan dengan orang lain. 4. Spiritual Apa agama/keyakinan klien.
Bagaimana persepsi, nilai, norma, pandangan dan keyakinan diri klien,
keluarga dan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa sesui dengan
norma budaya dan agama yang dianut.
b) Status Mental
 Penampilan
Observasi penampilan umum klien yaitu penampilan usia, cara
berpakaian, kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan, ekspresi wajah,
kontak mata.
 Pembicaraan
Bagaimana pembicaraan yang didapatkan pada klien, apakah cepat,
keras. Gagap, inkoheren, apatis, lambat, membisu dan lain-lain.
 Aktivitas motorik (psikomotor)
Aktivitas motorik berkenaan dengan gerakan fisik perlu dicacat dalam
hal tingkat aktivitas (latergik, tegang, gelisah, agitasi), jenis (TIK,
tremor) dan isyarat tubuh yang tidak wajar.
 Afek dan emosi
Afek merupakan nada perasaan yang menyenangkan atau tidak
menyenangkan yang menyertai suatu pikiran dan berlangsung relatif
lama dan dengan sedikit komponen fisiologis/fisik serta bangga,
kecewa. Emosi merupakan manifestasi afek yang
ditampilkan/diekspresikan keluar, disertai banyak komponen fisiologis
dan berlangsung relatif lebih singkat/spontan seperti sedih, ketakutan,
putus asa, kuatir atau gembira berlebihan.
 Interaksi selama wawancara Bagaimana respon klien saat wawancara,
kooperatif/tidak, bagaimana kontak mata dengan perawat dan lain-lain.
 Persepsi sensori
Memberikan pertanyaan kepada klien seperti “apakah anda sering
mendengar suara saat tidak ada orang? Apa anda mendengar suara yang
tidak dapat anda lihat? Apa yang anda lakukan oleh suara itu. Memeriksa
ada/ tidak halusinasi, ilusi.
 Proses pikir
Bagaimana proses pikir klien, bagaimana alur pikirnya
(koheren/inkoheren), bagaimana isi pikirannya.
1) Arus Pikir
Kaji tentang bagaimana pembicaran pada klien saat berinteraksi
dengan orang-orang disekitarnya.
2) Isi piker
Kaji tentang bagaimana isi pikiran pada klien saat berinteraksi
dengan orang-orang disekitarnya.
3) Bentuk piker
Kaji tentang bagaimana bentuk pikir pada klien saat berinteraksi
dengan orang-orang disekitarnya.
 realitas/tidak.
 Kesadaran : Bagaimana tingkat kesadaran klien menurun atau meninggi.
 Orientasi : Bagaimana orientasi klien terhadap waktu, tempat dan orang.
 Memori
Apakah klien mengalami gangguan daya ingat, seperti: efek samping
dari obat dan dari psikologis.
 Tingkat konsentrasi dan berhitung
Apakah klien mengalami kesulitan saat berkonsentrasi, bagaimana
kemampuan berhitung klien, seperti: disaat ditanya apakah klien
menjawab pentanyaan sesuai dengan yang ditanyakan oleh observer.
 Kemampuan penilaian
Gangguan kemampuan penilaian ringan (dapat mengambil keputusan
yang sederhana dengan bantuan orang lain, contohnya: berikan
kesempatan pada pasien untuk memilih mandi dahulu sebelum makan
atau makan dahulu sebelum mandi, setelah diberikan penjelasan pasien
masih tidak mampu mengambil keputusan) jelaskan sesuai data yang
terkait. Masalah keperawatan sesuai dengan data.
 Daya tilik diri
Pasien tidak menyadari gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada
dirinya dan merasa tidak perlu meminta pertolongan/pasien menyangkal
keadaan penyakitnya, pasien tidak mau bercerita penyakitnya.
 Kurang pengetahuan
Pasien dengan Harga Diri Rendah tidak mengetahui penyakit jiwa yang
ia alami dan penatalaksanaan program pengobatan.
2. Diagnosa Keperawatan
 Isolasi Sosial b.d perubahan status mental d.d merasa ingin sendiri
,menarik diri, afek datar,afek sedih,tidak bergairah /lesu
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan
Isolasi Sosial Tujuan Umum : Setelah dilakukan SP 1:
untuk perawatan - Indentifikasi kemampuan
meningkatkan …..x……24 Jam berpartisipasi dalam
hubungan sosial diharapkan klien aktifitas sehari-hari
secara bertahap mampu - Indentifkasi makna
klien meningkatkan aktifitas rutin(seperti
hubungan sosialnya kegiatan sehari –hari) dan
Tujuan Khusus: dengan kriteria waktu luang
untuk hasil : - Sepakati komitmen untuk
memperkenalkan -verbalisasi isolasi meningkatkan frekuensi
diri dan menurun dan rentang aktifitas
merespon sesuai -afek murung - Fasilitasi latih aktifitas
stimulus klien menurun fisik rutin seperti
-kontak mata perawatan diri
menigkat - Jadwalkan aktifitas
dalam rutinitas sehari-
- hari
- memberikan pujian pada
klien
SP 2
- Indentifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktifitas sehari-hari
- Evaluasi latihan aktifitas
hari pertama
- Fasilitasi latih aktifitas
fisik rutin seperti
olahraga pagi
- Jadwalkan aktifitas
dalam rutinitas sehari-
hari
- memberikan pujian pada
klien
SP 3
- Indentifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktifitas sehari-hari
- Evaluasi latihan aktifitas
hari kedua
- Fasilitasi latih aktifitas
rekreasi rutin seperti
bermain
- Jadwalkan aktifitas
dalam rutinitas sehari-
hari
- memberikan pujian pada
klien
SP 4
- Indentifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktifitas sehari-hari
- Evaluasi latihan aktifitas
hari ketiga
Fasilitasi
pengembangkan motifasi
dan penguatan diri
- Jadwalkan aktifitas
dalam rutinitas sehari-
hari
- memberikan pujian pada
klien
4. Implementasi Keperawatan
Menurut Keliat (2012) implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana
tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama
yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum
melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu
menvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai
dengan kondisi klien pada saat ini. Hubungan saling percaya antara perawat
dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawata
5. Evaluasi
merupakan proses berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan. Keperawatan
pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respons keluarga terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi proses atau pormatif
dilakukan setiap selesai melakukan tindakan Evaluasi dapat dilakukan dengan
menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya. (Keliat, 2011).
S :Respon subjektif keluarga terhadap intervensi keperawatan yang telah
dilaksanakan. O: Respon objektif keluarga terhadap tindakan keperawatan yang
telah di laksanakan.
A: Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpukan pakah masalah
masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradikdif dengan
masalah yang ada.
P: Perencanaan atau tindak lanjut berdasar hasil analisa pada respon
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, L. M. Zainuri, I. Akbar, A. 2016. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan jiwa. Jakarta: CV
Trans Info Media

Dermawan, R.R. (2013) Keperawatan Jiwa: Konsep dan Kerangka Kerja Asuhan Keperawatan
Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Kementerian RI tahun 2018.

Anda mungkin juga menyukai