LP Isolasi Sosial - Lisna
LP Isolasi Sosial - Lisna
LP Isolasi Sosial - Lisna
Disusun Oleh :
LISNAWATIE
NIM : 20231490104040
1.1.2 Etiologi
Gangguan ini terjadi akibat adanya faktor predisposisi dan faktor presipitasi.
Kegagalan pada gangguan ini akan menumbulkan ketidakpercayaan pada
individu, menimbulkan ras pesimis, ragu, takut salah, tidak percaya pada orang
lain dan merasa tertekan. Keadaan yang seperti ini akan menimbulkan dampak
seseorang tidak ingin untuk berkomunikasi dengan orang lain, suka menyendiri,
lebih suka berdiam diri dan tidak mementingkan kegiatan sehari-hari (Direja,
2011).
a. Faktor predisposisi
1) Gangguan tugas perkembangan : Pada setiap tahapan tumbuh
kembang individu ada tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar
tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Apabila tugas-tugas
dalam setiap perkembangan tidak terpenuhi maka akan menghambat
fase perkembangan sosial selanjutnya. Misalnya: adanya kegagalan
menjalin hubungan intim dengan sesama jenis, tidak mampu mandiri
dan menyelesaikan tugas, kegagalan dalam bekerja, bergaul, sekolah,
itu semua akan mengakibatkan ketergantungan pada orang tua dan
rendahnya ketahanan terhadap berbagai kegagalan.
2) Faktor komunikasi dalam keluarga : Gangguan komunikasi dalam
keluarga merupakan faktor pendukung untuk terjadinya gangguan
hubungan sosial, seperti adanya komunikasi yang tidak jelas (double
bind) yaitu suatu keadaan dimana individu menerima pesan yang
saling bertentangan dalam waktu yang bersamaan dan ekspresi emosi
yang tinggi disetiap berkomunikasi.
3) Faktor pola asuh keluarga dan sosial budaya : Mengasingkan diri dari
lingkungan sosial merupakan suatu faktor pendukung terjadinya
gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini disebabkan oleh norma-
norma yang salah dianut keluarga. Misalnya: pada anak yang
kelahirannya tidak diharapkan, seperti hamil diluar nikah, kegagalan
KB, jenis kelamin yang tidak diinginkan, cacat, akan menyebabkan
keluarga mengasingkan individu tersebut dan mengeluarkan
komentar-komentar yang negatif, merendahkan dan menyalahkan.
4) Faktor biologis : Faktor biologis juga merupakan salah satu faktor
pendukung yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam hubungan
sosial. Organ tubuh yang jelas mempengaruhi adalah otak. Klien
skizoprenia yang
mengalami masalah dalam hubungan sosial terdapat struktur yang
abnormal pada otak, seperti atropi otak, perubahan ukuran dan bentuk
sel-sel dalam limbik dan kortikal.
b. Faktor presipitasi
Menurut Herman Ade (2011) terjadinya gangguan hubungan sosial juga
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal seseorang. Faktor stressor
presipitasi dapat dikelompokan sebagai berikut:
a) Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan
oleh faktor sosial budaya seperti keluarga.
b) Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress yang terjadi akibat
kecemasan atau ansietas yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan
dengan keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasinya. Ansietas
ini dapat terjadi akibat tuntutan untuk berpisah dengan orang terdekat
atau tidak terpenuhi kebutuhan individu.
1.1.3 Rentang Respon Sosial
Menurut (Stuart, 2016) : Dalam membina hubungan sosial, individu berada
dalam rentang respon yang adaptif sampai maladaptif. Respon adaptif adalah
respon individu dalam menyelesaikan masalah yang dapat diterima oleh
normanorma masyarakat. Sedangkan respon maladaptif adalah respon individu
dalam menyelesaikan msalah dengan cara-cara bertentangan dengan norma-norma
agama dan masyarakat.
1) Menyendiri
Merupakan respon yang dilakukan individu untuk merenungkan apa yang
telah terjadi atau dilakukan dan suatu cara mengevaluasi diri dalam
menentukan rencana-rencana.
2) Otonomi
Merupakan kemampuan individu dalam menentukan dan menyampaikan ide,
pikiran, perasaan dalam hubungan sosial, individu mampu menetapkan untuk
interdependen dan pengaturan diri.
3) Bekerjasama (Mutualisme)
Merupakan kemampuan individu untuk saling pengertian, saling memberi, dan
menerima dalam hubungan interpersonal.
4) Saling Ketergantungan (Interdependen)
Merupakan suatu hubungan saling ketergantungan saling tergantung antar
individu dengan orang lain dalam membina hubungan interpersonal.
5) Merasa Sendiri (Loneliness)
Merupakan kondisi dimana individu merasa sendiri dan merasa asing dari
lingkungannya.
6) Menarik Diri
Merupakan keadaan dimana seseorang individu mengalami penurunan atau
bahkan sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya
dan tidak mampu membina hubungan secara terbuka dengan orang lain.
7) Ketergantungan (Dependen)
Merupakan terjadi bila seseorang gagal mengembangkan rasa percaya diri atau
kemampuannya untuk berfungsi secara sukses.
8) Manipulasi
Merupakan gangguan hubungan sosial dimana individu memperlakukan orang
lain sebagai obyek, hubungan terpusat pada masalah mengendalikan orang
lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri.
9) Impulsif
Merupakan respon sosial yang ditandai dengan individu sebagai subyek yang
tidak dapat diduga, tidak dapat dipercaya, tidak mampu merencanakan
sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, tidak dapat diandalkan dan
penilaian yang buruk.
10) Narsisme
Merupakan individu memiliki harga diri yang rapuh, terus menerus berusaha
mendapatkan penghargaan dan pujian, pecemburuan, mudah marah jika tidak
mendapatkan pujian dari orang lain.
1.1.7 Komplikasi
Klien dengan isolasi sosial semakin tenggelam dalam perjalanan dan
tingkah laku masa lalu primitif antara lain pembicaraan yang austistik dan tingkah
laku yang tidak sesuai dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi resiko
gangguan sensosi persepsi: halusinasi, mencederai diri sendri, orang lain serta
lingkungan dan penurunan aktifitas sehingga dapat menyebabkan defisit
perawatan diri (Damaiyanti, 2012)
2) Terapi Psikososial
Membutuhkan waktu yang cukup lama dan merupakan bagian penting
dalam proses terapeutik, upaya dalam psikoterapi ini meliputi: memberikan
rasa aman dan tenang, menciptakan lingkungan yang terapeutik, bersifat
empati, menerima pasien apa adanya, memotivasi pasien untuk dapat
mengungkapkan perasaannya secara verbal, bersikap ramah, sopan, dan
jujur kepada pasien (Videbeck, 2012).
3) Terapi Individu
Terapi individual adalah metode yang menimbulkan perubahan pada
individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara pikir, dan perilaku-
perilakunya. Terapi ini meliputi hubungan satu-satu antara ahli terapi dan
klien (Videbeck, 2012). Terapi individu juga merupakan salah satu bentuk
terapi yang dilakukan secara individu oleh perawat kepada kliensecara tatap
muka perawat-klien dengan cara yang terstruktur dan durasi waktu tertentu
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai (Zakiyah, 2018).
Salah satu bentuk terapi individu yang bisa diberikan oleh perawat
kepada klien dengan isolasi sosial adalah pemberian strategi pelasanaan
(SP). Dalam pemberian strategi pelaksanaan klien dengan isolasi sosial hal
yang paling penting perawat lakukan adalah berkomunikasi dengan teknik
terapeutik. Komunikasi terapeutik adalah suatu interaksi interpersonal
antara perawat dank klien, yang selama interaksi berlangsung, perawat
berfokus pada kebutuhan khusus klien untuk meningkatkan pertukaran
informasi yang efektif antara perawat dan Klien (Videbeck, 2012).
Semakin baik komunikasi perawat, maka semakin berkualitas pula
asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien karena komunikasi yang
baik dapat membina hubungan saling percaya antara perawat dengan klien,
perawat yang memiliki keterampilan dalam berkomunikasi secara terapeutik
tidak saja mudah menjalin hubungan saling percaya dengan klien, tapi juga
dapat menumbuhkan sikap empati dan caring, mencegah terjadi masalah
lainnya, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan
serta memudahan dalam mencapai tujuan intevensi keperawatan (Sarfika,
2018).
13) Penilaian
Penilaian melibatkan perbuatan keputusan yang konstruktif dan adaptif
termasuk kemampuan untuk mengerti fakta dan menarik kesimpulan
dari hubungan
14) Daya Titik Diri
Penting bagi perawat untuk menetapkan apakah klien menerima atau
mengingkari penyakitnya
i. Kebutuhan Persiapan Pulang
Pengkajian diarahkan pada klien dan keluarga klien tentang persiapan
keluarga, lingkungan dalam menerima kepulangan klien. Untuk menjaga
klien tidak kambuh kembali diperlukan adanya penjelasan atau pemberian
pengetahuan terhadap keluarga yang mendukung pengobatan secara rutin
dan teratur.
SP 1 :
1) Identifikasi penyebab isolasi sosial pasien : siapa yang serumah, siapa
yang dekat, yang tidak dekat, dan apa adanya
2) Mendiskusikan dengan pasien tentang keuntungan punya teman dan
bercakap-cakap
3) Mendiskusikan dengan pasien tentang kerugian tidak punya teman dan
tidak bercakap-cakap
4) Latih cara berkenalan dengan pasien dan perawat atau teman
5) Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latihan berkenalan
SP 2 :
1) Evaluasi kegiatan berkenalan (beberapa orang beri pujian)
2) Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (latih 2 kegiatan)
3) Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latihan berkenalan 2-3 orang pasien,
perawat dan tamu, berbicara saat melakukan kegiatan harian
SP 3 :
1) Evaluasi kegiatan Latihan berkenalan (beberapa orang) dan berbicara saat
melakukan dua kegiatan harian. Beri pujian
2) Latih cara berbicara saat melakukan kegiatan harian (2 kegiatan baru)
3) Masukan pada jadwal kegiatan untuk Latihan berkenalan 4-5 orang
berbicara saat melakukan 4 kegiatan harian
SP 4 :
1) Evaluasi kegiatan Latihan berkenalan, bicara saat melakukan empat
kegiatan harian. Beri pujian
2) Latih cara bicara sosial : meminta sesuatu, menjawab pertanyaan
3) Masukan pada jadwal kegiatan latih berkenalan > 5 orang, orang baru,
berbicara saat melakukan kegiatan harian dan sosialisasi
SP 5 sd 12 :
1) Evaluasi kegiatan dan Latihan berkenalan, bicara saat melakukan kegiatan
harian dan sosialisasi. Beri pujian
2) Latih kegiatan harian
3) Nilai kemampuan yang telah mandiri
4) Nilai apakah isolasi sosial teratasi
DAFTAR PUSTAKA
Yusuf, A, dkk. 2015. Buku Ajar Kesehatan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.