Word

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 19

Seminar Hasil Nama : Nadya Oktafri Zenti

Fakultas Peternakan BP : 1810612085


Universitas Andalas Tanggal :
Padang Jam :
PENGARUH FERMENTASI LIMBAH SERAI WANGI DAN DEDAK
PADI DENGAN Trichoderma reesei TERHADAP KARAKTEERISTIK
CAIRAN RUMEN SECARA IN-VITRO

Nadya Oktafri Zenti1, Yuliaty Shafan Nur2, Khalil2


1) Mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang
e-mail: [email protected]
2) Dosen Bagian Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Universitas
Andalas, Kampus Limau Manis Padang, 25163

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh fermentasi limbah serai


wangi yang dicampur dedak padi dengan inokulum kapang Trichoderma reesei
terhadap karakteristik cairan rumen (pH, VFA dan NH3) secara in-vitro.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK)
terdiri dari 6 perlakuan (A1B1 = LSW + DP + 1% inokulum selama 8 hari, A1B2
= LSW + DP +Inokulum 1% selama 12 hari, A2B1 = LSW + DP +Inokulum 2%
selama 8 hari, A2B2 = LSW + DP +Inokulum 2% selama 12 hari, A3B1 = LSW +
DP +Inokulum 3% selama 8 hari, A3B2 = LSW + DP +Inokulum 3% selama 12
hari. Peubah yang diamati adalah pH, VFA dan konsentrasi NH3 cairan rumen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi limbah serai wangi dengan
inokulum Trichoderma reesei memberikan pengaruh berbeda sangat nyata
(P<0.01), terhadap VFA sedangkan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata
(P>0.05) terhadap nilai pH dan konsentrasi NH3 cairan rumen. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan campuran limbah serai wangi
fermentasi dengan Trichoderma reesei sebanyak 3% selama 12 hari memberikan
hasil terbaik, ditinjau dari nilai pH, NH3 dan VFA cairan rumen secara in vitro
dengan nilai masing-masing pH 6.63 ; NH3 19.27 mg/100ml dan VFA 113.33
mM.

Kata Kunci: Limbah serai wangi, Trichoderma reesei, karakteristik cairan rumen,
limbah serai wangi fermentasi (LSWF).
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Serai wangi (Cymbopogon nardus L.) adalah salah satu tanaman pertanian
yang menghasilkan minyak atsiri yang terkenal pada masa Perang Dunia II.
Indonesia termasuk pengekspor utama minyak atsiri di dunia (Kusuma, 2005).
Daerah penghasil serai wangi di Indonesia yaitu Provinsi Aceh, Jawa Barat, Jawa
Timur, Jawa tengah dan Banten (Ditjenbun, 2013). Serai wangi di daerah provinsi
Sumatera Barat potensial dikembangkan di Kota Solok, dikarenakan iklim dan
kondisi geografis Kota Solok sangat cocok untuk pertumbuhan serai wangi.
Tanaman serai wangi sangat potensial untuk tumbuh di kota Solok karena letak
geografisnya berada pada ketinggian 390 - 1458 mdpl.
Menurut Dinas Pertanian Kota Solok 2020, kota Solok merupakan daerah
penghasil utama serai wangi dengan total produksi segar mencapai 135,39 ton
pertahun dengan luas tanaman serai sebanyak 41,83 ha. Limbah yang dihasilkan
setiap 1 ton bahan serai segar yang disuling hanya dihasilkan sekitar 0,25%
minyak atsiri dan sebanyak 99,75% berupa limbah daun serai kering dan air.
Limbah serai wangi dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak
terutama bagi ternak ruminansia. Kandungan nutrisi limbah serai wangi yaitu
bahan kering 86,38%, serat kasar, 34,25%, protein kasar 5,72%, kadar air 51,05%,
lemak kasar 2,39%, abu 15,77% dan lignin 10,48% (Permana, 2020). Limbah
serai wangi memiliki kandungan protein yang tinggi dibandingkan dengan limbah
jerami yaitu 7%, sedangkan jerami hanya 3,93%. Selanjutnya limbah serai wangi
juga memiliki kandungan serat kasar yang baik sebagai pakan ternak
dibandingkan limbah jerami dan rumput gajah karena kandungan serat yang
rendah yaitu 25,73% (Sukamto et al., 2011). Sakdaronnarong (2012) menyatakan
bahwa limbah serai wangi memiliki insoluble lignin tinggi sekitar 25-31%
sehingga kecernaannya rendah.
Pemanfaatan limbah serai wangi sama dengan hasil limbah pertanian
lainnya yaitu memiliki keterbatasan untuk digunakan sebagai pakan ternak dimana
serai wangi yang baru disuling mengandung air yang tinggi sehingga
menyebabkan cepat busuk dan berjamur. Limbah serai wangi masih mengandung
lignin yang tinggi 11,1% sehingga kecernaan rendah (Usmiati et al., 2014).
Pemberian limbah serai wangi secara langsung tentunya akan
menimbulkan gangguan pada ternak ruminansia. Untuk memperbaiki mutu dari
limbah serai wangi ini sendiri dapat dilakukan pengolahan secara mikrobiologi
yaitu dengan melakukan fermentasi. Fermentasi dapat dilakukan menggunakan
mikroorganisme seperti kapang. Salah satu kapang yang dapat digunakan untuk
menghidrolisis lignin pada serai wangi yaitu kapang Trichoderma reesei.
Trichoderma reesei merupakan kapang yang hidup dalam kondisi aerob
digunakan dalam fermentasi dimana dapat menghasilkan enzim-enzim untuk
mengurai polisakarida seperti selulosa dan pati (Hilakore et al., 2013). Kapang
Trichoderma reesei menghasilkan enzim selulase yang bermanfaat untuk
mendegradasi dinding sel tumbuhan, sehingga meningkatkan kecernaannya.
Perlakuan fermentasi bungkil inti sawit dengan Trichoderma reesei terjadi
peningkatan kandungan protein kasar dari 16,5% menjadi 24,37% (Jaelani, 2008).
Menurut Wahyuningtyas et al., (2013) aktivitas Trichoderma reesei
optimum pada pada suhu 35°C, pH 6 dan waktu pemeraman 8 hari untuk produksi
enzim selulase. Menurut Lie et al. (2015) menyatakan fermentasi limbah solid
kelapa sawit dengan Trichoderma reesei dengan dosis inokulum 0,4%
Trichoderma reesei dalam fermentasi selama 6 hari dapat meningkatkan
kandungan nutrient protein (6,04 % menjadi 7,38 % ) dan menurunkan serat kasar
( 24,94 % menjadi 16,59 %).
Penggunaan kapang Trichoderma reesei pada penelitian sebelumnya
hanya sedikit yaitu hanya mencapai 0,8%. Untuk penggunaan dalam
memfermentasi hijauan perlu penggunaan lebih banyak agar proses pemecahan
kandungan zat makanan pada hijauan tersebut. Untuk pemeraman fermentasi
dilakukan selama 8 – 10 hari dikarenakan aktifitas kapang Trichoderma reesei
optimun pada hari ke 8 (Wahyuningtyas et al., 2013)
Penelitian tentang limbah serai wangi telah banyak dilakukan untuk
meningkatkan kandungan nutrisinya, Hasil percobaan yang telah dilakukan,
protein kasar dari fermentasi limbah penyulingan serai wangi menggunakan
probion dan molasses sehingga menjadi 11.2% (Balai Penelitian Tanaman Obat
Aromatik, 2011). Untuk lebih efektifnya dalam proses fermentasi, digunakan
dedak sebagai substrat. Fermentasi pada dedak dapat meningkatkan kandungan
protein, serta dedak padi kemampuannya sebagai porositas suatu bahan secara
aerob dan anaerob agar jamur dapat berkembang dengan baik, biarpun serat di
dalam dedak tinggi tetapi belum terjadi kristalisasi masih pada tahap amorf
sehingga lebih mudah untuk dicerna. Selain itu dedak padi juga mudah didapatkan
dan harganya juga murah.
Bahan pakan yang memiliki kandungan nutrisi seperti karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral yang baik mempengaruhi fermentasi di dalam rumen.
Produksi VFA menggambarkan tingkat fermentabilitas suatu bahan pakan,
semakin tinggi produksi VFA maka semakin banyak energi yang tersedia bagi
ternak. Bagi mikroba rumen VFA mempunyai 2 peran penting yaitu sebagai
sumber energi dan kerangka karbon untuk pembentukan protein mikroba dan
NH3. Karbohidrat dan serat yang terkandung terutama fraksi serat yang
terkandung didalam limbah serai wangi yang difermentasi dalam rumen oleh
mikroba rumen akan menghasilkan Volatil Fatty Acid (VFA), sedangkan protein
yang terkandung didalam limbah serai wangi dan dedak padi di dalam rumen akan
difermentasi oleh mikroba rumen menjadi amonia (NH3) yang digunakan untuk
sintesis protein. Semua proses tersebut berjalan lancar apabila pH dalam keadaan
normal atau seimbang. Limbah serai wangi campur dedak padi difermentasi
dengan Trichoderma reesei akan mempengaruhi karakteristik kecernaan cairan
rumen (pH, VFA dan NH3).
Belum ada penelitian limbah serai wangi dan dedak padi difermetasi
dengan Trichoderma reesei. Oleh sebab itu dilakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Fermentasi Serai Wangi dan Dedak Padi dengan Trichoderma
Reesei Terhadap Karakteristik Cairan Rumen (pH, VFA dan NH3) Secara
In-vitro”

Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh fermentasi serai wangi dan dedak padi dengan
Trichoderma reesei terhadap karakteristik cairan rumen (pH, VFA dan NH3)
secara in-vitro?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh fermentasi serai
wangi dan dedak padi dengan Trichoderma reesei terhadap karakteristik cairan
rumen (pH, VFA dan NH3) secara in-vitro.

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
dan solusi kepada peneliti dan peternak bahwa limbah serai wangi fermentasi
dengan Trichoderma reesei dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis dari penelitian ini adalah adanya suplementasi dari campuran
serai wangi dan dedak padi difermentasi dengan Trichoderma reesei dengan dosis
3% dengan pemeraman selama 12 hari terhadap karakteristik cairan rumen secara
in-vitro.

MATERI DAN METODE PENELITIAN

Materi Penelitian
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah penyulingan
serai wangi, dedak padi, inokulum kapang Trichoderma reesei, cairan rumen dan
larutan McDougalls atau larutan buffer. Bahan lain digunakan adalah bahan untuk
menentukan kecernaan secara in-vitro yaitu aquades, gas O2 dan larutan buffer.
Untuk mengukur karakteristik cairan rumen gas CO2, larutan H9Cl2, vaselin,
asam borat, larutan Na2CO3 jenuh, larutan H2SO4 0.005 N/15%, NAOH 0.5 N,
HCl 0.5 N dan phenolpthelein.

Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan untuk membuat larutan buffer McDougalls yaitu
beaker glass, labu ukur kapasitas 1 L, erlemeyer, pH meter dan pipet tetes. Alat
untuk degradasi makanan secara in-vitro berupa timbangan analisis, tabung
fermentor, shaker water bath, kain kasa, kertas saring, pompa vakum, termos air,
cawan, conway, penutup karet, oven, desikator, penutup alumunium, tabung reaksi
dan thermometer.

Metode Penelitian
Rancangan Penelitian
Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak
Lengkap pola faktorial dengan 3 macam substrat dengan 3 kali ulangan, dan RAK
dengan 6 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor A adalah dosis campuran limbah serai
wangi, dedak padi, dan inokulum. Faktor B adalah lama waktu fermentasi. Berikut
model matematis fermentasi adalah:
Faktor A: Inokulum Faktor B : Lama Fermentasi
A.1 1% B.1 8 hari
A.2 2% B.2 12 hari
A.3 3%

Penelitian secara in-vitro dengan metode fermentasi menggunakan kapang


Trichoderma reesei menggunakan metode Tilley and Terry (1963) yaitu
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6 perlakuan dan 3 kelompok
pengambilan cairan ruman sebagai ulangan. Pengelompokan berdasarkan waktu
pengambilan cairan rumen. Perlakuan dalam penelitian ini adalah limbah
penyulingan serai wangi fermentasi terdiri dari 70% limbah serai wangi dan 30%
dedak dengan inokulum Trichoderma reesei sebanyak 1%, 2% dan 3% masing-
masing selama 8 dan 12 hari. Adapun susunan perlakuan adalah :
A1B1 = LSW + DP +Inokulum 1% selama 8 hari
A1B2 = LSW + DP +Inokulum 1% selama 12 hari
A2B1 = LSW + DP +Inokulum 2% selama 8 hari
A2B2 = LSW + DP +Inokulum 2% selama 12 hari
A3B1 = LSW + DP +Inokulum 3% selama 8 hari
A3B2 = LSW + DP +Inokulum 3% selama 12 hari

Analisis Data
Data analisis statistik dengan analisis ragam sesuai Rancangan Acak
Kelompok (RAK) 6 perlakuan dengan 3 ulangan pada tabel 1.
Tabel 1. Analisis ragam penelitian rancangan acak kelompok (RAK)
F Tabel
SK DB JK KT F. hit
0.05 0.01
Perlakuan t-1 JKP KTP KTP/JKP
Kelompok r-1 JKK KTK KTK/JKK
SISA (t-1) (r-1) JKS KTS
TOTAL rt-1 JKT
Ket: Db = Derajat bebas JKS = Jumlah kuadrat sisa
JK = Jumlah kuadrat JKT = Jumlah kuadrat total
KT = Kuadrat tengah KTP =Kuadrat tengah perlakuan
JKP = Jumlah kuadrat perlakuan KTK =Kuadrat tengah kelompok
JKK = Jumlah kuadrat kelompok KTS =Kuadrat tengah sisa
Data penelitian yang diperoleh diolah secara statistik dengan
menggunakan analisa ragam Rancangan Acak Kelompok. Model matematis dari
rancangan percobaan yang digunakan
Yij = μ + αi + βj+ εij
Keterangan :
Yij = hasil pengamatan perlakuaan ke-i dan kelompok ke-j
μ = Nilai tengah umum
αi = pengaruh perlakuan ke-i
Βj = pengaruh kelompok ke-j
εij = pengaruh sisa dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
i = banyak perlakuan (1,2,3,4,5,6)
j = Kelompok (1,2,3)
Jika perlakuan menunjukan hasil berbeda nyata (P< 0.05), maka dilakukan
uji lanjut dengan menggunakan uji Duncan’s Multiple Range Test (DMRT)
(Tilley and Terry, 1963).

Peubah yang Diamati


Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu:
1. Derajat keasaman (pH) cairan rumen
2. Total VFA (mM) cairan rumen
3. Konsentrasi NH3 (mg/ 100 ml) cairan rumen
Prosedur Penelitian
Pembuatan Inokulum Trichoderma reesei
Kapang yang telah diremajakan selama 7 hari, selanjutnya dilakukan
pembuatan inokulum dengan media dedak. Pertama, dedak ditimbang sebanyak
100 gr, setelah itu ditambahkan aquades sebanyak 40 ml dan mineral brooke
sebanyak 2 ml kemudian dihomogenkan. Inokulum yang sudah homogen
dimasukkan kedalam autoclave dengan suhu 121o C selama 30 menit. Setelah itu
diangkat dan diangin-anginkan di laminar flow dan disinari UV selama 5 menit.
Kapang dicampurkan dengan aquades dan diinokulasikan dengan dedak lalu
dihomogenkan. Dedak yang telah homogen dengan kapang ditutup dan disimpan
secara semi anaerob selama 7 hari.
Berikut bagan pembuatan inokulum kapang Trichoderma reesei :

Gambar 1. Proses Pembuatan Inokulum


Persiapan Fermentasi Limbah Penyulingan Serai Wangi dan Dedak Padi
Diawali dengan pengambilan limbah serai wangi dan dedak padi di daerah
Jln. Kapten Marah Yulius, Tanah Garam, Lubuk Sikarah, Kota Solok, Sumatera
Barat sebanyak 15 Kg limbah serai wangi dan 8 Kg dedak padi. Limbah erai
wangi dicacah sepanjang 2 – 3 cm, selanjutnya limbah serai wangi dan dedak
diangin-anginkan sekitar 30 menit untuk menurunkan kadar airnya. Setelah itu,
limbah serai wangi dihaluskan dengan mesin penggiling.
Serai wangi yang sudah dicopper ditimbang sebanyak 76 gram dan dedak
sebanyak 34 gram dalam bentuk bahan kering kemudian dimasukkan kedalam
plastik kaca berukuran 3 kg lalu dihomogenkan. Setelah itu, ditambahkan
aquades sebanyak 70 ml dan mineral brooke sebanyak 7 ml dan dihomogenkan.
Sampel diautoclave dengan suhu 121 OC selama 30 menit.
Sampel yang telah diautoclave diangin-anginkan dibawah laminar flow
selama 5 menit.Setelah itu, sampel dicampur dengan inokulum, ditutup dan
ditusuk permukaan atas dan bawahnya dengan jumlah tusukan yang sama
banyaknya, selanjutnya plastik tersebut disimpan pada rak fermentasi sesuai
perlakuan selama 8 dan 12 hari inkubasi. Setelah itu, sampel kemudian dikering
anginkan selama 2 jam, selanjutnya di oven suhu 60°C selama 24 jam, sehingga
diperoleh data BKU (berat kering udara) dan dilakukan analisis kimia.
Berikut bagan proses fermentasi limbah serai wangi dengan kapang
Trichoderma reesei:
Gambar 2. Mekanisme Fermentasi Limbah serai Wangi

Persiapan In-vitro
Pembuatan Larutan McDougalls
Semua bahan dilarutkan dalam 1 liter aquades, sementara larutan larutan
buffer ini disiapkan sehari sebelum fermentasi, kemudian diletakkan dalam
shakerwaterbath pada suhu 39OC dan dialirkan gas CO2 selama 30 – 60 detik
untuk mempertahankan kondisi anaerob, yang selanjutnya digunakan untuk
analisa secara in vitro.
Larutan ini digunakan sebagai buffer dalam fermentasi in-vitro dengan
komposisi sebagai berikut:
Tabel 2. Komposisi Larutan McDougalls
Bahan kimia Banyak larut (gram)
Na2HPO4 4.62
KCL 0,57
MgSO4-7H2O 0,12
NaCl 0,47
CaCl22H2O 0,066
Sumber: Tilley dan Terry (1993)

Pengambilan Cairan Rumen


Cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah cairan rumen
sapi dibeli dari rumah potong hewan bertempat di Aia Pacah Bypass Kota Padang.
Cairan rumen tersebut diambil pada pagi hari pada saat sapi sudah dipotong.
Cara pengambilannya adalah cairan rumen disaring dengan kain kasa dan
dimasukkan kedalam termos, sebelum dimasukkan kedalam termos, termos
terlebih dahulu diisi dengan air panas dengan suhu 39ºC, lalu sebelum cairan
rumen dimasukkan kedalam termos, air tersebut dibuang dan dimasukkan cairan
rumen, untuk menjaga agar cairan rumen tetap anaerob, termos harus segera
ditutup dan dialiri gas CO2 sebelum digunakan.

Evaluasi Secara In-vitro


Proses pertama yang dilakukan adalah timbang sebanyak 2,5 gram sampel
dan dimasukkan ke dalam erlemeyer, kemudian ditambahkan larutan buffer
sebanyak 200 ml dan 50 ml cairan rumen pada masing-masing erlemeyer, setelah
penambahan cairan rumen segera alirkan CO2 kira-kira antara 30 – 60 detik agar
kondisi menjadi anaerob, tutup tabung dengan penutup karet bervariasi untuk
pengeluaran gas, letakkan tabung dalam shaker water bath yang telah diukur
suhunya 39°C, dan inkubasi dilakukan selama 48 jam, setelah itu tabung yang
telah diangkat diletakkan di dalam wadah yang telah berisi air es. Itu bertujuan
untuk mematikan aktivitas mikroba, kemudian lakukan sentrifuse selama 30 menit
dengan kecepatan 1200 rpm untuk memisahkan sepernatan dengan padatan,
selanjutnya supernatan digunakan untuk menganalisa karakteristik cairan rumen
(pH, VFA dan NH3) secara in-vitro.

Prosedur Pengukuran pH, NH3 dan VFA


Derajat Keasaman (pH) CairanRumen
Pengukuran pH dengan metode SNI 6989 (2019) dilakukan setelah
masing-masing periode inkubasi dihentikan dan diukur dengan alat pH meter,
sebelum digunakan alat tersebut dikalibrasi dengan larutan buffer antara pH 4 dan
7, nilai pada skala menunjukkan derajat keasaman dari cairan rumen tersebut.

Pengukuran Kadar VFA


Pengukuran konsentrasi VFA dengan menggunakan metode steam
destilasi (General Laboratory Procedures 1966). Prosedur pengukuran VFA,
pertama dipersiapkan alat destilasi yaitu dengan mendidihkan air dan mengalirkan
air ke kondensor atau pendingin. Kemudian masukkan 5 ml sampel dan 1 ml
H2SO4 15% ke dalam alat destilasi. VFA yang dihasilkan ditangkap dengan 5 ml
NaOH 0,5N yang dimasukkan dalam labu erlenmeyer. Cairan ditampung hingga
mencapai 250 ml setelah itu cairan Pp atau phenoptalien ditambahkan sebanyak 2
tetes sebagai indikator dan dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai terjadi
perubahan warna ungu menjadi bening. Kadar total VFA dapat dihitung dengan
rumus:
VFA = (a-b) x N HCL x (1000/5) mM
Keterangan:
a = ml HCL titrasi blanko (5ml NaOH)
b = ml titrasi sampel

Pengukuran Kadar NH3


Konsentrasi NH3 di dalam cairan rumen diukur menggunakan metode
Conway (General Laboratory Procedure, 1966). Cara pertama bibir cawan conway
diolesi dengan vaselin. Sampel supernatan diperoleh dari hasil sentrifugasi 3000
rpm selama 15 menit. Kemudian 1 ml sampel diletakkan dalam satu sisi sekat
conway dan pada posisi sekat lainnya diletakkan 1 ml larutan Na2CO3 jenuh.
Posisi cawan Conway dimiringkan agar kedua larutan tersebut tidak bercampur
sebelum cawan ditutup rapat. Pada bagian tengah diletakkan 1 ml asam borat.
Kemudian cawan diletakkan mendatar sehingga larutan Na2CO3 jenuh bercampur
dengan supernatan dan dalam reaksi tersebut dilepaskan gas amonia. Amonia
yang dibebaskan akan segera ditangkap oleh asam borat. Proses ini akan
berlangsung sempurna setelah 24 jam, kemudian asam borat dititrasi dengan
H2S04 0,005 N sampai terjadi perubahan warna dari biru menjadi merah-
merahan. Kadar NH3 dapat dihitung dengan rumus:
NH3 (mg/100ml) = N H2SO4 x ml titrasi H2SO4 x 17 x 100.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan pada Juni s/d Agustus 2022 di Laboratorium
Teknologi Industri Pakan (TIP) dan Nutrisi Ruminansia Fakultas Peternakan,
Universitas Andalas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Derajat Keasaman (pH) Cairan Rumen


Derajat keasaman (pH) rumen merupakan interaksi keseimbangan antara
kapasitas penyangga dengan keasaman atau kebasaan produk fermentasi. Rataan
nilai pH cairan rumen masing-masing perlakuan dapat dilihat pada tabel 4 berikut:
Tabel 3. Rataan nilai pH cairan rumen
Lama Fermentasi Komposisi Inokulum Rata-Rata
A1 (1%) A2 (2%) A3 (3%)
B1 (8 hari) 6.83 6.74 6.70 6.76
B2 (12 hari) 6.67 6.65 6.63 6.65
Rata-rata 6.75 6.70 6.67
SE 0.04
Keterangan: Perlakuan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata (P>0.05)
SE= Standar Error
Berdasarkan tabel 3. menunjukkan bahwa rata-rata nilai pH cairan rumen
pada penelitian ini berkisar antara 6.63 – 6.83. Hasil analisa keragaman
menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh berbeda tidak nyata
(P>0.05) terhadap derajat keasaman (pH) cairan rumen. nilai pH tersebut masih
termasuk ke dalam kondisi yang cukup optimal untuk pertumbuhan mikroba
rumen. Pernyataan ini didukung oleh pendapat Jamarun dan Zain (2013) yang
menyatakan pH rumen yang optimal untuk aktivitas pencernaan dalam rumen
adalah 6.0 – 7.0. Nilai pH cairan rumen yang kurang dari 6,0 atau diatas 7,0 dapat
menghambat proses proteolisis.
Berbeda tidak nyata perlakuan selain disebabkan oleh keseimbangan
antara VFA dan NH3 juga disebabkan oleh larutan buffer yang merupakan saliva
buatan yang berperan mempengaruhi pH rumen sehingga pH rumen tetap dalam
keadaan stabil.
Pada tabel 3. dilihat bahwa terjadi penurunan nilai pH disebabkan nilai
VFA yang dihasilkan pada perlakuan A3B2 lebih tinggi dari perlakuan lainnya.
Menurut Sutardi et al. (1983) semakin tinggi nilai VFA, semakin banyak asam
organik lainnya (asetat, propionat, butirat, isobutirat, dan isovalerat) akan
diproduksi sehingga pH cairan rumen akan rendah. Kondisi rumen dipengaruhi
oleh beberapa faktor diantaranya, jumlah saliva yang masuk kedalam rumen,
aktivitas fermentasi yaitu konsentrasi VFA dan NH3 dalam cairan rumen,
pengolahan pakan dan kadar air (Arora, 1995). Hasil pengamatan secara in vitro,
pH dipengaruhi oleh sumber inokulum, inokulum dipengaruhi oleh perbandingan
substrat terhadap buffer, lamanya inkubasi dan ukuran partikel pakan
Kadar Volatil Fatty Acid (VFA) Cairan Rumen
Rataan nilai konsentrasi VFA rumen pada masing – masing perlakuan
terdapat pada tabel 5 berikut :
Tabel 4. Rataan kadar VFA total cairan rumen
Lama Jumlah Inokulum Rata-Rata
Fermentasi A1 (1%) A2 (2%) A3 (3%)
B1 (8 hari) 85.00b 98.33ab 101,67ab 95.00
a a ab
B2 (12 hari) 103.33 105.00 113,33 107,22
Rata-rata 94.17 101,67 107.50
SE 3,81
Keterangan : Superskrip menunjukkan perlakuan berbeda sangat nyata (P<0.01)
SE = Standar Error
Produksi VFA mencerminkan degradabilitas bahan organik, diantaranya
karbohidrat dan protein kasar di dalam rumen. Berdasarkan hasil statistik
menunjukkan bahwa perlakuan memberikan hasil berbeda sangat nyata P(<0.01)
terhadapa produksi VFA rumen. Hasil uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa
perlakuan A3B2 berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan perlakuan A1B2, A3B1,
A2B1 dan A1B1, sedangkan berbeda tidak nyata terhadap A2B2.
Pada Tabel 4. dapat dilihat rataan produksi VFA cairan rumen berkisar
antara 85.00 mM – 113.33 mM. Nilai produksi VFA tertinggi terdapat pada
perlakuan A3B2 yaitu 113.33 mM. McDonald et al. (2002) menjelaskan
konsentrasi VFA sangat dipengaruhi oleh jenis pakan, VFA yang tinggi
menunjukkan peningkatan kandungan protein dan karbohidrat yang tercerna dari
pakan. Bahan organik bila difermentasi di dalam rumen akan menghasilkan asam
lemak terbang (VFA), dan pada Tabel 2 kecernaan bahan organik menunjukkan
hasil tertinggi pada A3B2.
Tingginya produksi VFA pada perlakuan A3B2 juga disebabkan telah
terjadi perombakan komponen dinding sel berupa selulosa dan hemiselulosa
menjadi molekul yang sederhana (VFA). Hal ini karena keberadaan asam amino
esensial seperti leusin, isoleusin, dan valin yang membantu perkembangan
mikroba selulolitik, sehingga banyak fraksi serat yang di fermentasi menghasilkan
VFA. Kecernaan selulosa dan hemiselulosa akan menghasilkan glukosa dan
oligosakarida yang dimanfaatkan oleh mikroba rumen untuk pertumbuhannya dan
produksi VFA (Pazla, 2018).
Peningkatan kecernaan ini berpengaruh terhadap produksi VFA karena
selulosa, hemiselulosa dan pektin dipecah oleh mikroba selulolitik rumen
kemudian diubah menjadi gula sederhana. Gula sederhana diubah menjadi asam
piruvat selanjutnya diubah menjadi asam lemak terbang (McDonald et al., 2010).
Selain disebabkan karena terjadi perombakan dinding sel, tingginya produksi
VFA pada perlakuan A3B2 diduga juga disebabkan karena kandungan lignin dan
silika termasuk rendah. Agar menghasilkan VFA yang tinggi antara protein pakan
dan energi harus seimbang. Menurut Ginting (2005) menyatakan bahwa
ketersediaan energi protein dalam pakan yang disusun harus seimbang. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Krehbiel (2014) bahwa suplai energi dan protein
yang seimbang akan mengoptimalkan kondisi fermentasi dalam rumen dan
meningkatkan kinerja rumen sehingga kecernaan pakan meningkat.
Limbah serai wangi fermentasi dengan kapang Trichoderma reesei
mengandung lignin yang rendah yang menyebabkan meningkatnya VFA. Selain
itu, pencampuran dedak padi dalam fermentasi limbah serai wangi sebagai
substrat bagi inokulum untuk memecah karbohidrat terutama lignin dan selulosa.
Hal ini sependapat dengan pernyataan Putrawan dan Soerawidjaja (2007) bahwa
dedak padi merupakan salah satu sumber energi pada pakan ternak.
Menurut Wijayanti dkk, (2012) tinggi rendahnya nilai konsentrasi VFA
dipengaruhi oleh tingkat fermentabilitas pakan, jumlah karbohidrat yang mudah
larut, pH rumen, kecernaan bahan pakan, jumlah pakan, kemudian jenis bakteri
yang terdapat di dalam rumen. Selain itu karbohidrat non struktural (pati, pektin
dan gula sederhana) lebih cepat difermentasi dibandingkan dengan karbohidrat
struktural (selulosa, hemiselulosa dan lignin). McDonald et all, (2002)
menjelaskan bahwa konsentrasi VFA berkisar antara 60-150 mM. Produksi VFA
yang diperoleh pada penelitian ini mampu menunjang pertumbuhan dan aktivitas
mikroba. Apabila VFA terlalu tinggi dapat berdampak mengganggu
keseimbangan sistem rumen (Sandi dkk., 2015)

Produksi Amonia (NH3) Cairan Rumen


Rataan Kadar NH3 (mg/100ml) cairan rumen pada setiap perlakuan dapat
dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Rataan produksi NH3 cairan rumen
Jumlah Inokulum
Lama Fermentasi Rata-Rata
A1 (1%) A2 (2%) A3 (3%)
B1 (8 hari) 9,07 10,77 11,62
B2 (12 hari) 13,04 16,15 19,27
Rata-rata
SE 0,50
Keterangan : Superskrip menunjukkan perlakuan berbeda tidak nyata (P>0.05)
SE = Standar Error
NH3 atau amonia merupakan produk hasil degradasi protein oleh mikroba
rumen, NH3 dalam rumen dapat dimanfaatkan oleh mikroba sebagai sumber
nitrogen untuk sintesis protein tubuhnya. Berdasarkan hasil analisis keragaman
produksi NH3 menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0.05).
Nilai produksi NH3 terendah terdapat pada perlakuan A1B1, karena
rendahnya kandungan PK Tabel 2 akibat dari perlakuan menggunakan dosis
inokulum terendah yaitu 1% dan lama fermentasi hanya 8 hari. Hal ini sama
dengan pernyataan Kumajas dan Onibala (2022) waktu fermentasi mempengaruhi
kandungan PK bahan pakan. Pada Tabel 2 terdapat kenaikan kandungan protein
namun relatif sama. Hal ini lah yang menyebabkan kecernaan pakan berbeda tidak
nyata terdapat pada Lampiran 7.
Produksi NH3 pada perlakuan A3B2 menunjukkan hasil paling tinggi
dibandingkan perlakuan lainnya yaitu 19.27mg/100ml. Tingginnya NH3 pada
perlakuan A3B2 disebabkan kecernaan protein dan kandungan protein yang
terdapat pada Tabel 1 memperlihatkan hasil tertinggi pada A3B2. Hal ini sesuai
menurut pernyataan Rahayu, et al., (2018) konsentrasi NH3 pada cairan rumen
dipengaruhi oleh protein yang dikonsumsi dan proses degradasi protein dalam
rumen.
Menurut Mcdonald et al., (2002) menyatakan konsentrasi NH3 untuk
pertumbuhan mikroba rumen yang optimal yaitu berkisar 8.5 – 30 mg/100ml
cairan rumen. Produksi NH3 cairan rumen pada penelitian ini berkisar antara 9.07
mg/100ml – 19.27 mg/100ml. Nilai ini telah memenuhi kebutuhan NH3 untuk
aktivitas dan pertumbuhan mikroorganisme rumen. Sesuai menurut pendapat
Jamarun dan Mardiati (2013) menjelaskan bahwa konsentrasi amonia dalam
rumen rendah dari 5 mg/100ml akan menyebabkan pertumbuhan mikroba rumen
menjadi lambat sehingga dapat menurunkan kecernaan pakan, hal tersebut
diakibatkan karena pakan defisiensi protein atau protein tahan terhadap degradasi,
disimpulkan bahwa kadar amonia dalam rumen merupakan petunjuk antara
proses degradasi dan proses sintesis oleh mikroba rumen.

KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa limbah serai wangi
yang difermentasi dengan trichoderma reesei dapat mempertahankan pH dan NH3
serta meningkatkan nilai VFA. Limbah serai wangi pada dosis inikulum 3%
diinkubasi selama 12 hari mendapatkan hasil terbaik dengan nilai pH 6.63, kadar
VFA 113.33mM, dan konsentrasi NH3 19,27mg100ml.

Saran
Perlu dilakukan penelitian secara lanjut terhadap limbah serai wangi
fermentasi dengan trichoderma reesei dosis 3% selama 12 hari untuk melihat
kecernaaan pakan secara in-vivo
DAFTAR PUSTAKA

Arora, S.P. 1995. Pencernaan Mikroba Pada Ruminansia (Diterjemahkan oleh.


Murwani Cetakan ke dua. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta
Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. 2011. Limbah Serai Wangi
Potensial Sebagai Pakan Ternak. Warta penelitian dan Pembangunan
Pertanian 33:10-12.
Dinas Pertanian Kota Solok. 2020. Luas lahan serai wangi di Kota Solok.
produksi kehutanan dan perkebunan Dinas Pertanian Kota Solok. Solok.
Ditjenbbun (Direktorat Jenderal Perkebunan), Kemntrerian Pertanian RI. 2013.
Statistik Perkebunan Indonesia – Tanaman Semusim. Jakarta.
General Laboratory Procedures. 1966. Departemen of Diary Science. University
of Wiscounsin Medison.
Ginting, S.P. 2005. Sinkronisasi degradasi protein dan energi dalam rumen untuk
memaksimalkan produksi protein mikroba. Wartazoa. 15 (1) : 1-10.
Hilakore, M. A., S. K. Wiryawan, dan D. Mangunwijaya. 2013. Peningkatan
Kadar protein putak melalui fermentasi oleh kapang Trichoderma reesei.
J. Veteriner. 14 ( 2) : 250 – 254.

Jaelani Piliang AWG, Suryahadi, Rahayu I. 2008. Hidrolisis Bungkil Inti Sawit
(Elaeis guiaee Jacq) Oleh Kapang Trichoderma reesei sebagai
Pendegradasi Polisakarida Mannan. Animal Production 42 – 49.
Jamarun, N dan M. Zain. 2013. Dasar Nutrisi Ruminansia. Penerbit Jasa Surya.
Padang.
Krehbiel, C. R. 2014. Invited review: Applied nutrition of ruminants:
Fermentation and digestive physiology. Professional Animal Scientist,
30(2) 129-139.
Kumajas N.J dan Onibala J.S.I.T. 2022. Pengaruh dosis inokulum dan lama
fermentasi kombinasi Phanerochaeta chrysosporium dan trichoderma
reesei terhadap kandungan nutrien eceng gondok. Zootech. 42 (1) : 97
– 104.
Kusuma, I. 2005. Bercocok Tanam Serai Wangi. Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat, Laing Solok.
Lie, et al., .2015. Peningkatan nilai nutrien (protein kasar dan serat kasar) limbah
solid kelapa sawit terfermentasi dengan Trichoderma reesei. Fakultas
Peternakan, Unsrat Manado. Vol 2: 36-42.
McDonald, P., R. A. Edward, J. F. D. Greenhalg & C. A. Morgan. 2002. Animal
Nutrition, 6th Edition. Longman Scientific and Technical Co. Published in
The United States with John Willey and Sons inc, New York.
McDonald, P., R. A. Edwards, J. F. D. Greenhalgh and C. A. Morgan. 2010.
Animal Nutrition. 7th Edition. Longman. Scientific and Technical John
Willey and Sons. Inc. New York.
Pazla, R. 2018. Pemanfaatan Pelepah Kelapa Sawit dan Titonia (Tithonia
diversifolia) dalam Ransum Kambing Peranakan Etawa untuk Menunjang
Program Swasembada Susu 2020. [Disertasi]. Univesitas Andalas. Padang.
Permana, Pebriadi. 2020. Kombinasi Jerami Padi dan Limbah Penyulingan Serai
Wangi Fermentasi Dalam Ransum Terhadap Kecernaan Bahan Kering
(KCBK), Bahan Organik (KCBO) dan Protein Kasar (KCPK) secara In
Vitro. Skripsi. Fakultas Peternakan Universitas Andalas. Padang.
Sakdaronnarong, C.K., Onsrithong, N., Suwangkrua. R., Jonglertjunya, W.2012.
Improving Encymatic Saccharification of Sugarcane Bagase by
Biological/Pshychochemical Pretreatment Using Trametes versicolor and
Bacillus sp. Bioresources. 7 (3): 3935 – 3947.
Sandi, S., Ali, M., dan M. Arianto. 2012. Kualitas Nutrisi Silase Pucuk Tebu
(Saccaharum Officinarum) Dengan Penambahan Inokulan Effective
Mikroorganisme-4 (EM-4). Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya.
Palembang.
SNI 6989. 2019. Cara uji derajat keasaman menggunakan pH meter.
Sukamto, D., Dedi. 2011. Serai Wangi (Cymbopogon Nardus L) Sebagai
Penghasil Minyak Atsiri, Tanaman Konservasi Dan Pakan Ternak.
Prosesing Seminar Nasional Inovasi Perkebunan. Bogor.
Tilley, J. M., and R. A.Terry. 1963. A two stage technique, for in vitro digestion
of forage crops. J. Br. Grassland.gociety 18 (2): 104-111.
Wahyuningtyas, P., Argo, B.D., dan Nugroho, W.A. 2013. Studi Pembuatan
Enzim Selulase dari Mikrofungi Trichoderma reesei dengan Substrat
Jerami Padi sebagai Katalis Hidrolisis Enzimatik pada Produksi Bioetanol.
Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 1 (1): 21 – 25.
Lampiran

Lampiran 1. Data dan analisis derajat keasaman (pH) cairan rumen


Perlakuan
Ulangan Jumlah
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2
1 6,80 6,85 6,70 6,65 6,62 6,55 40,17
2 6,86 6,64 6,69 6,62 6,66 6,73 40,20
3 6,83 6,73 6,72 6,75 6,67 6,60 40,30
Jumlah 20,49 20,22 20,11 20,02 19,95 19,88 120,67
Rata-rata 6,83 6,74 6,70 6,67 6,65 6,63

(120,67)2
FK = 18
= 808,958
JKT = (6,80 + 6,852 + 6,702 + ⋯ . +6,672 + 6,602) −FK
2

= 809,092 – 808,958 = 0,134


(40,172 + 40,202+40,302 )
JKK = − FK = 808,960 – 808,958 = 0,002
6
(20,492 + 20,222 +20,112 +20,022+19,952 +19,882 )
JKP = − FK
3
= 809,039 – 808,958 = 0,081
JKS = JKT – JKK – JKP = 0,134 – 0,002 – 0,081 = 0,051
JKP 0,081
KTP = = = 0,016
t-1 6−1
JKK 0,002
KTK = = = 0,0004
t-1 3−1
JKS 0,051
KTS = =
(t−1)(r−1) (6−1)(3−1)
= 0,005
KTP 0,016
Fhit = = = 3,20
KTS 0,005
SE = √KTS/r= √0,005/3 = 0,041 = 0,04

Analisis ragam RAK


F Tabel
SK DB JK KT F Hitung Keterangan
0,05 0,01
Perlakuan 5 0,081 0,016 3,20 3,33 5,64
ns
Kelompok 2 0,002 0,0004 0,08 4,10 7,56
Sisa 10 0,051 0,005
Total 17 0,134
Ket : ns = berbeda tidak nyata (P>0,05)
Lampiran 2. Data dan analisis keragaman VFA cairan rumen
Perlakuan
Ulangan Jumlah
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2
1 90 100 105 105 105 105 610
2 80 95 110 100 110 120 615
3 85 100 90 105 100 115 595

Jumlah 255 295 305 310 315 340 1820


Rata-rata 85,00 98,33 101,67 103,33 105,00 113,33
(1820)2
FK = 18 = 184022,22
JKT = (902 + 1002 + 1052 + ⋯ . +1002 + 1152 ) −FK
= 185800,00 – 184022,22= 1777,78
(6102 + 6152+5952 )
JKK = − FK = 184058,33 – 184022,22= 36,11
6
(2552 + 2952+3052 +3102 +3152 +3402 )
JKP = −FK=185333,33 – 184022,22 =1311,11
3
JKS = JKT – JKK – JKP = 1777,78 – 36,11 – 1311,11 = 430,56
JKP 1311,11
KTP = t-1 = 6−1 = 262,22
𝐽𝐾𝐾 36,11
KTK = = = 18,06
𝑟−1 3−1
𝐽𝐾𝑆 430,56
KTS = (𝑡−1)(𝑟−1) = = 43,06
(6−1)(3−1)
𝐾𝑇𝑃 430,56
Fhit = 𝐾𝑇𝑆 = = 6,09
43,06
SE = √𝐾𝑇𝑆/𝑟 = √43,56/3 = 3,81

Analsis ragam VFA dengan RAK


F Tabel
SK DB JK KT F Hitung keterangan
0,05 0,01
Perlakuan 5 1311,11 262,22 6,09 3,33 5,64 **
Kelompok 2 36,11 18,06 0,42 4,10 7,56 ns
Sisa 10 430,56 43,06
Total 17 1777,78
Ket : ns = berbeda tidak nyata (P>0,05)
** = berbeda sangat nyata (P<0,01)

Uji lanjut DMRT

Urutan dari terbesar ke terkecil


A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2
96,67 103,33 106,67 110,00 115,00 123,33

Tabel SSR, LSR 5% dan 1%


SSR LSR
Perlakuan SE
0,05 0,01 0,05 0,01
2 3,81 3,150 4,482 12,002 17,076
3 3,81 3,293 4,671 12,546 17,797
4 3,81 3,376 4,789 12,863 18,246
5 3,81 3,430 4,871 13,068 18,559
6 3,81 3,465 4,931 13,202 18,787
Perbandingan Nilai Berbeda Nyata
LSR
Perlakuan Selisih Ket
0,05 0,01
A3B2 - A2B2 8,330 12,002 17,076 ns
A3B2 - A1B2 10,000 12,546 17,797 ns
A3B2 - A3B1 11,660 12,863 18,246 ns
A3B2 - A2B1 15,000 13,068 18,559 *
A3B2 - A1B1 28,000 13,202 18,787 **
A2B2 - A1B2 1,670 12,002 17,076 ns
A2B2 - A3B1 3,330 12,546 17,797 ns
A2B2 - A2B1 6,670 12,863 18,246 ns
A2B2 - A1B1 19,670 13,068 18,559 **
A1B2 - A3B1 1,660 12,002 17,076 ns
A1B2 - A2B1 5,000 12,546 17,797 ns
A1B2 - A1B1 18,000 12,863 18,246 *
A3B1 - A2B1 3,340 12,002 17,076 ns
A3B1 - A1B1 16,340 12,546 17,797 *
A2B1 - A1B1 13,000 12,002 17,076 *

A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2


b ab ab a a ab

Lampiran 3. Data dan analisis keragaman NH3 cairan rumen

Perlakuan
Ulangan Jumlah
A1B1 A2B1 A3B1 A1B2 A2B2 A3B2
1 8,93 8,08 10,20 9,35 9,78 12,33 58,67
2 7,65 10,63 9,35 10,20 10,63 11,05 59,51
3 8,50 8,50 10,20 11,05 10,63 10,20 59,08
Jumlah 25,08 27,21 29,75 30,60 31,04 33,58 177,26
Rata-rata 8,36 9,07 9,92 10,20 10,35 11,19

(177,26)2
FK = 18 = 1745,617
JKT = (8,932 + 8,082 + 10,202 + ⋯ . +10,632 + 10,202) −FK
= 1769,932 – 1745,617= 24,315
(58,672 + 59,812 +59,082 )
JKK = − FK = 1745,676 – 1745,617= 0,059
6
(25,082 + 27,212 +⋯+33,582 )
JKP = −FK = 1760,637 –1745,617 = 15,02
3
JKS = JKT – JKK – JKP = 24,315 – 0,059 – 15,02 = 9,236
JKP 15,02
KTP = t-1 = 6−1 = 3,004
JKK 0,059
KTK = = = 0,03
r−1 3−1
JKS 9,236
KTS = (t−1)(r−1)
= = 0,924
(6−1)(3−1)
KTP 3,004
Fhit = KTS = 0,924 = 3,25
SE = √KTS/r = √0,924/3 = 0,55

F Tabel
SK DB JK KT F Hitung keterangan
0,05 0,01
Perlakuan 5 15,02 3,004 3,25 3,33 5,64 Ns
Kelompok 2 0,06 0,03 0,03 4,10 7,56 Ns
Sisa 10 9,24 0,92
Total 17 24,32
Ket : ns = berbeda tidak nyata (P>0,05)
**= berbeda sangat nyata (P<0,01)

Anda mungkin juga menyukai