Metopen Mika 2 New

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 30

UNTAD

Efektivitas Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill)


Sebagai Sediaan Topikal Terhadap Luka Sayatan Pada
Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Walur Gistar

PROPOSAL
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan
dalam menyelesaikan program sarjana strata satu (1)
program studi S1 Kedokteran
Universitas Tadulako

AULIA MIKAILA MUHARRAM


N 101 22 100

PROGRAM STUDI KEDOKTERAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2025

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

2
Kulit adalah organ terbesar dalam tubuh. Kulit merupakan organ terberat dalam
tubuh. Ketebalan kulit di area wajah dan leher sangat berbeda dibandingkan dengan
ketebalan kulit di telapak tangan dan kaki. Kulit dapat merespons rangsangan nyeri,
sentuhan, dan fluktuasi suhu (Nurlaili, 2016). Sebagai barier, kulit tidak hanya mencegah
hilangnya cairan tubuh, tetapi juga menghalangi masuknya zat-zat yang toksik dari
lingkungan. Jaringan integumen mempertahankan kehidupan dengan cara menjaga suhu
tubuh tetap konstan, kulit melindungi jaringan dibawahnya dari berbagai tekanan fisik
dari luar tubuh, seperti radiasi ultra violet, energi listrik, dan kekuatan mekanik, dan ini
dapat menghalangi masuknya sebagaian besar mikro organisme (Harlim, 2017).
Luka adalah suatu kondisi terjadinya kerusakan integritas dan fungsi jaringan
tubuh. Luka terjadi disebabkan oleh berbagai factor seperti sayatan, tusukan dan lain
sebagainya. Luka menyebabkan hilangnya perlindungan kulit dan kontinuitas jaringan
epitel dengan atau tanpa ada kerusakan jaringan lainnya (Sukurni, 2023). Terdapat tiga
fase pada proses penyembuhan luka yaitu fase inflamasi, fase poliferasi, dan fase
remodeling yang saling memiliki kesinambungan dan terus-menerus sampai proses luka
tertutup (Kaban, 2022)
Luka dapat membuat kerusakan jaringan tubuh yang terjadi karena adanya suatu
faktor yang menggangu sistem perlindungan tubuh. Faktor tersebut seperti trauma,
perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk dari luka
bebeda-beda tergantung penyebabnya, ada yang terbuka dan tertutup. Salah satu contoh
luka terbuka adalah luka sayat atau insisi. Luka sayat yaitu luka yang terdapat robekan
linier pada kulit dan jaringan di bawahnya (Cahyono et al., 2021). Luka sayat adalah luka
yang dapat disebabkan oleh cidera traumatik berupa pisau dan benda tajam lainnya
seperti silet, cutter, pisau dan lain sebagainya (Risky et al., 2020).
Berdasarkan data RISKESDAS dari tahun 2007, 2013 dan 2018 terjadi
peningkatan kasus cedera se-Indonesia. Peningkatan kasus cedera di Indonesia meningkat
dari 7.5% ke 8.2% hingga mencapai 9.2%. Jenis luka tertinggi yang dialami masyarakat
Indonesia adalah luka lecet/memar sebanyak 64,1%, kemudian luka sayat/sobek
sebanyak 20,1%. Di tahun 2018 didapatkan kasus cedera berada pada urutan ke 12 dari
angka proporsi kesakitan di Indonesia dengan Provinsi tertinggi untuk cedera umum
yakni Provinsi Sulawesi Tengah sebanyak 13,8%. Di Sulawesi Tengah sendiri proporsi

3
jenis cedera luka sayat/sobek sebanyak 25,8% yang dimana angka ini merupakan angka
tertinggi ke tiga jenis cedera yang dialami di Sulawesi Tengah (Riskesdas, 2019).
Salah satu zat yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan perawatan luka pada
dunia medis saat ini yaitu menggunakan Povidone Iodine 10%. Povidone Iodine
merupakan senyawa zat anti bakteri lokal yang efektif membunuh bakteri dan spora serta
digunakan secara luas untuk antiseptik kulit (Akbar et al, 2022). Penggunaan zat
povidone iodine sangat efektif untuk mematikan mikroba, akan tetapi di sisi lain
pemakaian antiseptik perlu mempertimbangkan toksisitas jangka-pendek dan jangka
panjang (Katzung, 2018).
Indonesia sangat kaya akan keanekaragaman hayati, diantaranya berupa ratusan
jenis tumbuhan/tanaman obat. Tumbuhan tersebut banyak dimanfaatkan selain untuk
penyembuhan dan pencegahan penyakit, juga untuk peningkatan daya tahan tubuh
(Mindarti & Nurbaeti, 2015). Penggunaan tanaman sebagai obat didasarkan suatu
pengalaman dan pengetahuan bahwa tumbuhan mempunyai kemampuan untuk
mensintesis berbagai jenis senyawa kimia dengan berbagai fungsi biologik dalam tumbuh
(Hakim, 2015)
Alpukat (Persea americana Mill.) adalah jenis buah-buahan yang selalu dijumpai.
Buah ini banyak sekali manfaat bagi manusia. Salah satu manfaat buah alpukat adalah
sebagai antihiperlipidemia, analgesik, antiradang, antikonvulsan, hipoglikemik,
hiperkolesterolemia, penyembuhan luka dan mencegah kanker (Kaban, 2022). Daun
alpukat (Persea america Mill.) mempunyai kandungan zat aktif yaitu saponin, alkaloid,
flavonoid, polifenol, quersetin yang bersifat antiradang, antidiuretika, dan antibakteri
(Gholib, 2015).
Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih jauh
mengenai efektivitas ekstrak daun alpukat terhadap proses penyembuhan luka sayat.
Selain itu peneliti juga merasa tertarik untuk melakukan penelitian ini juga dikarenakan
masih kurangnya penelitian mengenai efektivitas esktrak daun alpukat terhadap luka
sayat, Dimana selama ini alpukat sering sekali hanya dibudidayakan untuk dijual saja.
Proses penelitian hanya akan difokuskan pada hewan uji coba yaitu tikus.

4
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat efek sediaan topikal ekstrak daun alpukat (Persea americana Mill)
terhadap penyembuhan luka sayat pada tikus putih (Rattus Novergicus) Walur
Gistar ?
2. Apakah terdapat perbedaan waktu perbaikan luka sayat pada tikus putih (Rattus
Novergicus) Walur Gistar yang diberikan sediaan topikal ekstrak daun alpukat
(Persea americana Mill) dengan konsentrasi yang berbeda?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum studi ini yakni mengetahui efek ekstrak daun alpukat (Persea
americana Mill) sebagai sedian topical terhadap penyembuhan luka sayat pada
tikus putih (Rattus Novergicus) Galur Wistar

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui efek ekstrak daun alpukat (Persea americana Mill) terhadap


proses penyembuhan luka sayat pada tikus (Rattus norvegicus L.,) galur wistar
berdasarkan waktu penyembuhan luka
2. Mengetahui ada tidaknya perbedaan efek penyembuhan luka sayat pada
perbedaan konsentrasi ekstrak daun alpukat (Persea americana Mill) pada
tikus (Rattus norvegicus L.,) Galur Wistar

5
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Hasil dari penelitian diharapkan akan menambah wawasan dan pengalaman


belajar bagi peneliti terutama pemanfaatan Daun Alpukat (Persea americana
Mill) yang memiliki potensi sebagai obat untuk menyembuhkan luka sayat

1.4.2 Bagi Masyarakat


Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai tambahan wawasan bagi masyarakat
terkait pemanfaatan ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill) yang
memiliki potensi sebagai obat untuk menyembuhkan luka sayat

1.4.3 Bagi Peneliti Lain


Hasil dari penelitian akan menjadi sumber informasi untuk pengembangan ilmu
pengetahuaan mengenai pemanfaatan esktrak Daun Alpukat yang memiliki
potensi sebagai obat untuk menyembuhkan luka sayat

1.4.4 Bagi Fakultas Kedokteran


Hasil penelitian dapat menjadi sumber untuk pengembangan ilmu pengetahuan
khususnya dibidang farmakalogi herbal (agromedicine) dan nantinya dapat
diterapkan sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat hal ini tentunya dapat
menunjang Visi Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako yang berbunyi
“Unggul dalam Pengabdian kepada Masyarakat Penyakit Tropis dan
Traumatologi melalui pengembangan Pendidikan & Penelitian Kedokteran”

1.5 Keaslian Penelitan

NO Judul Peneliti dan Desain Hasil Perbedaan


Penelitian Tahun
1 Formulasi Aprilika Rika Eksperimenta Hasil dari Perbedaanya
Sediaan Gel Alvita. Tahun l laboratoris pengamatan yakni dimana
Ekstrak Daun dengan proses saya

6
Alpukat 2023 metode post penyembuhan menggunakan
(Persea test dan Tikus putih
americana control group pengeringan (Rattus
Mill.) Sebagai design luka bakar, Novergicus)
Terapi sediaan gel sebagai sampel,
Pengobatan ekstrak daun luka yang akan
Luka Bakar alpukat diamati dan
Terhadap dengan diberi
Kelinci New konsentrasi perlakuani
Zealend White 5% dapat yakni luka
memberikan sayat, dan
efek konsentrasi
penyembuhan sediaan ekstrak
luka bakar daun alpukat
paling baik yang akan
dibandingkan
10%, 15%, 30%
2 Formulasi Desak Ketut Eksperimenta Konsentrasi Perbedaannya
Sediaan Salep Ayu Suandewi, l laboratoris paling efektif yakni pertama
Ekstrak Etanol Sri Idawati, dengan dari salep dimana peneliti
Daun Alpukat Hardani, metode post ekstrak menginduksikan
(Persea Ajeng Dian test etanol daun karagenan agar
americana Pertiwi. Tahun control group alpukat tikus mengalami
Mill.) Sebagai 2020 design (Persea inflamasi
Antiinflamasi americana sedangkan pada
Pada Tikus Mill.) sebagai penelitian saya
Putih (Rattus antiinflamasi yakni dengan
Novergicus) pada tikus memberi
putih (Rattus perlakuan luka
norvegicus) sayat pada
adalah punggung tikus,

7
konsentrasi kedua
15% konsentrasi
yang diujikan
oleh peneliti
yakni 5%, 10%,
15% sedangkan
dalam
penelitian saya
10%, 15%, 30%
3 Uji Aktivitas Indri Wafa Eksperimenta Berdasarkan Perbedaannya
Anti-Inflamasi Lutfiah, l laboratoris hasil penelitin yakni Dimana
Ekstrak Etanol Tresna Lestari, dengan dapat peneliti
Daun Alpukat Nur Laili Dwi metode post disimpulkan menginduksi
(Persea H. Tahun 2023 test bahwa karagenan pada
americana control group ekatrak tikus sedangkan
Mill) design etanol daun pada penelitian
Terhadap alpukat saya dengan
Tikus Putih memiliki memberi
Jantan Galur aktivitas perlakuan luka
Wistar sebagai anti- sayat pada
inflamasi, punggung tikus.
dosis paling Bentuk sediaan
efektif adalah yang digunakan
dosis oleh peneliti
300mg/200g berupa serbuk
BB Tikus sedangkan pada
penelitian saya
berupa sediaan
topikal

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar yang menutupi dan
melindungi permukaan tubuh. Kulit merupakan organ esensial dan vital bagi
manusia.. Luas kulit orang dewasa adalah 1,5-2 m2 dan berat kira-kira15% dari
berat badan. Adapun sifat dan lokasi kulit antara lain kulit yang elastis longgar
terdapat seperti pada palpebra, kulit yang tebal dan tegang terdapat ditelapak
kaki dan telapak tangan orang dewasa, kulit yang tipis terdapat pada muka, kulit
yang lembut terdapat pada leher dan badan serta kulit yang berambut dan kasar
terdapat pada kepala (Hasliani, 2021).

2.1.2 Anatomi dan Histologi Kulit


Kulit bersama jaringan yang ada didalamnya membentuk sistem
integumen. Kulit memiliki beberapa lapisan dengan komponen jaringan yang
berbeda di dalamnya. Secara umum kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis,
dermis dan endodermis atau hipodermis. Lapisan kulit yang paling dalam sangat
kaya dengan pembuluh darah serta serabut saraf. Ujung saraf ini akan
menghantarkan impuls ke otak sehingga manusia dapat (Debora, 2020)
A. Epidermis

9
Epidermis adalah lapisan terluar kulit. Lapisan epidermis terdiri
dari lapisan keratin dan jaringan epitel skuamosa. Epidermis umumnya
terdiri dari empat sampai lima lapis tergantung lokasinya. Pada jaringan
epidermis tidak ditemukan pembuluh darah (avaskular). Epidermis
memiliki 5 lapisan terdiri dari stratum basale, stratum spinosum, stratum
granulosum, stratum lusidum, stratum korneum (Debora, 2020)

1) Stratum Basale
Stratum basalis mengandung selapis sel kuboid dan
kolumnar yang tersusun secara vertical seperti jaringan palisade.
Sel dengan bentuk kolumnar intinya berbentuk lonjong,
ukurannya besar, sitoplasma basofilik, inti gelap dan terdapat
butiran pigmen, Sel kuboid terletak di atas lamina basalis sebagai
pemisah epidermis dan dermis (Soesilawati, 2020). Sel-sel dalam
lapisan ini aktif secara meiosis, artinya mereka terus-menerus
mengisi ulang dan memproduksi keratinosit baru. Melanosit juga
tersebar di lapisan ini yang bertanggung jawab untuk warna kulit
dan memberikan perlindungan UV (Lotfollahi, 2024)

2) Stratum Spinosum
Stratum spinosum tersusun atas sel kuboid, berbentuk
polygonal, pipih, inti terletak di pusat, dan sitoplasmanya
terbentuk cabang berisi berkas filamen (Soesilawati, 2020). Disini
dirakit filamen keratin menjadi berkas yang tampak secara
mikroskopis disebut tonofibril yang mengumpul dan berakhir
pada desmosom-desmosom yang menyatukan lapis-lapis sel
(Mescher, 2016)

3) Stratum Granulosum

10
Terdiri atas tiga sampai lima lapis sel-sel gepang yang
berada pada proses akhir keratinisasi. Sitoplasmanya terisi massa
sangat basofilik yang disebut granul keratohialin (Mescher,
2016).

4) Stratum Lusidum
Stratum lusidum terdiri atas tiga sampai lima lapis sel. Sel
pada stratum lusidum berbentuk gepeng dan tersusun rapat. Inti
sel tidak jelas atau tidak ada. Sitoplasma mengandung
keratohyalin yang dianggap sebagai hasil akhir dari graula
keratohyalin yang terlihat pada lapisan bawahnya (Soesilawati,
2020)

5) Stratum Korneum
Stratum korneum lapisan terluar kulit yang tersusun atas sel
berbentuk pipih dan sudah mati, tidak memiliki ini dan
protoplasmanya sudah berubah menjadi zat tanduk yang juga
disebut keratin (Soesilawati, 2020). Stratum korneum terdiri dari
15-20 lapis sel berkeratin gepeng berisi keratin filamentosa
birefringen. Filamen keratin mengandung sekurang-kurangnya
enam polipeptida berbeda dengan massa moelukeler antara 40
sampai 70 kDa (Mescher, 2016).

B. Dermis
Lapisan dermis terdapat di bawah epidermis dan memiliki
ketebalan yang lebih besar dibandingkan lapisan epidermis. Lapisan ini
tersusun atas jaringan ikat yang berasal dari mesoderm, lapisan elastik,
dan fibrosa padat yang mengandung elemen-elemen selular dan folikel
rambut. Lapisan dermis terbagi menjadi 2 bagian, yaitu pars papilare dan
pars retikularis yang mengandung banyak sel saraf dan pembuluh darah
(Soesilawati, 2020).

11
C. Hypodermis
Lapisan ini tersusun atas jaringan ikat kendor berupa ikatan
longgar kulit dengan organ di bawahnya sehingga bagian atas kulit masi
dapat bergeser. Lapisan subkutis mengandung banyak sel lemak dengan
jumlah yang berbeda tiap daerah tubuh dan ukurannya berdasarkan status
gizi orang yang bersangkutan. Nama lain lapisan subkutis yaitu fasia
superficial, dan apabila relatif tebal disebut panikulus adiposus
(Soesilawati, 2020).

2.1.3 Luka
Luka adalah suatu kondisi terjadinya kerusakan integritas dan fungsi
jaringan tubuh. Luka terjadi disebabkan oleh berbagai factor seperti sayatan,
tusukan dan lain sebagainya. Luka menyebabkan hilangnya perlindungan kulit
dan kontinuitas jaringan epitel dengan atau tanpa ada kerusakan jaringan
lainnya (Sukurni, 2023). Luka dapat menyebabkan berbagai komplikasi dan
akan mempengaruhi kualitas hidup karena terjadinya gejala sisa meliputi aspek
fisik, psikologis, dan sosial. Luka menyebabkan kondisi imunosupresi yang
menjadi factor predisposisi untuk terjadinya infeksi. Trauma yang terjadi
merusak barrier dari kulit yang normalnya mencegah invasi mikroorganisme,
sehingga dapat menjadi pintu masuk baru bagi kolonisasi bakteri, infeksi dan
sepsis (Asyifa, 2023)
A. Berdasarkan jenisnya luka terbagi menjadi sebagai
berikut:
Luka Tususk
Luka tusuk merupakan trauma yang diakibatkan benda tajam
(trauma tajam). Luka tusuk ini terjadi akibat tusukan benda tajam
dengan arah kurang lebih tegak lurus terhadap kulit. Luka tusuk
diakibatkan oleh suatu gerakan aktif maju yang cepat atau suatu

12
dorongan pada tubuh dengan sebuah alat yang ujungnya tajam
Berbagai jenis senjata dapat digunakan untuk menyebabkan luka
tusuk, termasuk pisau, pedang, pecahan kaca, botol (Linggom,
2022)
1) Luka Robek
Atau yang bisa juga disebut luka laserasi adalah luka yang
menembus kulit sehingga menimbulkan bentuk luka yang
memiliki dimensi panjang, lebar, dan dalam. Luka tusuk ialah
jenis luka akibat tusukan benda tajam (American College
Surgeon, 2022)
2) Luka Lecet
Atau Vulnus Excoriasi adalah luka yang di akibatkan
ketika kulit tergesek dengan permukaan kasar atau benda yang
keras. (American college Surgeon, 2022)
3) Luka Sayat
Luka sayat merupakan luka yang disebabkan oleh benda
tajam seperti pisau, pedang, silet, kaca dan kampak. Luka ini
memliki ciri tepi luka yang licin, tidak terdapat hubungan antar
jaringan luka dan tidak terdapat jaringan yang mengalami nekrosa
(Risky, 2020)
4) Luka Gigitan
Luka gigitan dapat disebabkan oleh gigitan hewan ataupun
manusia luka gigitan biasanya menyebabkan tusukan kecil
sehingga merobek kulit. Luka jenis ini ini mudah terinfeksi
karena bakteri dalam air liur dari penggigit (American college
Surgeon, 2022).
5) Luka Tembak
Luka tembak adalah luka yang disebabkan adanya penetrasi
anak peluru dengan tubuh. Umumnya luka berbentuk sirkular atau
mendekati sirkular dan tepi luka compang-camping (Parinduri,
2021)

13
6) Luka Bakar
Luka bakar merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh trauma panas. Penyebab yang paling sering ialah
api, Listrik, air panas dan lain sebagainya (Kementerian
Kesehatan RI, 2020).

2.1.4 Proses Penyembuhan Luka


Penyembuhan luka merupakan mekanisme tubuh untuk memperbaiki
kerusakan yang telah terjadi dengan membentuk struktur baru yang fungsional
yang bertujuan untuk mengembalikan dan mengoptimalkan fungsi proteksi dan
fungsi penting lain dari kulit. Proses penyembuhan luka dapat terjadi lebih lama
bahkan lebih cepat dari waktu yang diprediksikan dan juga luka terbuka yang
tidak diobati juga mempunyai potensi untuk mengalami infeksi penanganan
perawatan lukanya apakah dilakukan secara optimal atau tidak.
tergantung dengan bagaimana cara Menurut Mubarak (2023) secara singkat,
proses penyembuhan luka dibagi dalam 3 fase, yaitu:
1) Fase Infalamasi
Terjadi segera setelah terjadinya pada hari ke-1 sampai hari ke-5.
Pada fase inflamasi terjadi proses kontriksi dan retriksi pembuluh darah
yang putus disertai dengan reaksi hemostasis berupa agregasi trombosit
dan jala fibrin yang melakukan pembekuan darah untuk mencegah
kehilangan darah. Agregat trombosit mengeluarkan sitokin dan growth
factor mediator inflamasi TGF- β1. Proses angiogenesis terjadi saat sel
endotel pembuluh darah di sekitar luka membentuk kapiler baru.
Karakteristik fase inflamasi yaitu tumor, rubor, dolor, color, dan functio
lesa (Naziyah, 2022)

2) Fase Proliferasi
Fase fibroplasi terjadi dari hari ke-6 sampai dengan akhir minggu ke-3
Fase ini disebut juga sebagai fase granulasi karena terdapat pembentukan

14
jaringan granulasi sehingga luka tampak berwarna merah segar dan
mengkilat. Jaringan granulasi terdiri dari fibroblas, sel inflamasi, pembuluh
darah baru, fibronektin, dan asam hialuronat. Fibroblas berproliferasi dan
menyintesis kolagen yang menyatukan tepi luka. Matriks fibrin digantikan
oleh jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblast, makrofag, dan
endotel. Fibroblas memproduksi matriks ekstraseluler, komponen utama
pembentukan jaringan parut, yang menyebabkan pergerakan keratinosit.
Makrofag menghasilkan growth factor yang merangsang proliferasi, migrasi,
dan pembentukan matriks ekstraseluler oleh fibroblast. Selanjutnya, terjadi
epitelialisasi berupa migrasi keratinosit dari jaringan sekitar epitel untuk
menutupi permukaan luka (Naziyah, 2022)

3) Fase Remodelling
Berlangsung dari beberapa minggu sampai dua tahun
berupaya memulihan struktur jaringan normal. Pada fase ini, tanda
inflamasi menghilang, terjadi penyerapan sel radang, pematangan
sel muda, serta penutupan dan penyerapan kembali kapiler baru.
Terbentuknya kolagen baru mengubah bentuk luka serta
meningkatkan kekuatan jaringan (tensile strength). Remodelling
kolagen, pembentukan parut yang matang, keseimbangan sintesis
dan degradasi kolagen terjadi pada fase ini. Proses penyembuhan
luka diakhiri oleh terbentuknya parut (scar tissue) 50-80%
memiliki kekuatan yang sama dengan jaringan sebelumnya
(Naziyah, 2022)

2.1.5 Alpukat
A. Taksonomi dan Morfologi
Kedudukan tanaman obat dalam sistematika (taksonomi)
diklasifikasikan sebagai berikut
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae

15
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Ranuculales
Suku : Lauraceae
Marga : Persea
Jenis : Persea americana Mill
Sinonim : Persea gratissima Gaertn (Alvita, 2023)
Tanaman Alpukat tanaman yang di manfaatkan buahnya ini berasal
dari daerah Amerika tengah. Tanaman alpukat tumbuh di daerah tropis dan
subtropis dengan curah hujan tinggi dan biasanya tanaman ini mampu
tumbuh dengan ketinggian 5 hingga 1500 meter di atas permukaan laut.
Daun alpukat memiliki daun tunggal, bertangkai yang panjangnya 1,5-5 cm,
letaknya berdesakan di ujung ranting, bentuknya jorong sampai bundar telur
memanjang, tebal seperti kulit, ujung dan pangkal runcing, tepi rata agak
menggulung keatas, bertulang menyirip, panjang 10-20 cm, lebar 3-10 cm,
daun muda warnanya kemerahan dan berambut rapat, daun tua warnanya
hijau dan gundul (Alvita, 2023)

B. Khasiat Alpukat
Indonesia. Tanaman alpukat adalah salah satu tanaman
yang memiliki banyak manfaat sebagai obat tradisional, sebagai
contoh yaitu untuk penyembuhan luka bakar. Daun alpukat diketahui
memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi dan dapat membantu mencegah
atau memperlambat stress oksidatif yang berhubungan dengan berbagai
penyakit. Kandungan yang terdapat pada kulit alpukat yaitu adanya senyawa
yang bersifat antioksidan. Antioksidan sangat bermanfaat bagi kesehatan,
dapat mencegah pemicunya penyakit degeneratif seperti kanker, jantung,

16
katarak, diabetes, hati dan antioksidan juga dapat mempertahankan mutu
produk pangan (Alvita, 2023)

C. Kandungan Kimia Daun Alpukat


Kandungan zat aktif yang terdapat di daun alpukat (Persea americana Mill.) adalah
flavonoid, tanin dan saponin. Tanaman ini dapat dimanfaatkan dalam penyembuhan
luka. Karena kandungan flavonoid berupa quersetin yang dapat digunakan sebagai
antioksidan dengan aktivitas anti radikal. Quersetin adalah senyawa kelompok
flavonol terbesar, quersetin dan glikosidannya berada dalam jumlah sekitar 60- 75%
dari flavonoid. Quersetin dipercaya dapat melindungi tubuh dari beberapa jenis
penyakit degeneratif dengan cara mencegah terjadinya proses peroksidasi lemak.
Manfaat flavonoid lainnya yaitu untuk melindungi struktur sel, anti inflamasi,
meningkatkan efektivitas vitamin C, dan lain sebagainya.

D. Daun Alpukat Sebagai Antiinflamasi


Salah satu tanaman yang mengandung senyawa flavonoid tinggi adalah daun
alpukat. Daun alpukat mengandung flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai
antioksidan. Antioksidan dapat menghambat oksidasi asam arakidonat menjadi
endoperoksida. Apabila asam arakidonat dihambat, maka tidak terbentuk oksigen
reaktif dan mediator- mediator kimia yang dapat menyebabkan nyeri. Selain itu
antioksidan dapat menurunkan aktivitas enzyme lipooksigenase sehingga tidak
menyebabkan terbentuknya leukotriene yang dapat menginaktivasi leukosit yang

memicu terjadinya peradangan atau inflamasi (Lutfiah, 2023)

senyawa flavonoid secara umum dapat digunakan sebagai obat luka karena
adanya aktivitas farmakologis seperti antioksidan, antibakteri dan
imunostimulator. Pada area luka biasanya terjadi penurunan superoxide
dismutase (SOD) dan glutathione (GSH) yang merupakan enzim antioksidan
alami dalam tubuh. Penurunan SOD dan GSH pada area luka akan memicu
stress oksidatif dimana stress oksidatif mengakibatkan perpanjangan fase
inflamasi luka, mengganggu migrasi dan proliferasi fibroblast dan keratinosit
yang berperan penting dalam penyembuhan luka. Flavonoid merupakan
antioksidan eksogen yang bekerja secara langsung dan tak langsung. Sifat
antioksidan flavonoid yang bekerja secara langsung akan mendonorkan atom

17
hidrogennya sehingga akan menghambat pembentukan radikal bebas yang
memicu stress oksidatif. Sedangkan mekanisme tak langsungnya adalah
dengan mengaktivasi Nrf2 untuk memperbanyak ekspresi gen antioksidan
tubuh sehingga enzim antioksidan seperti SOD kadarnya meningkat dalam
tubuh. (Qamarani, 2023)

Flavonoid memiliki sifat imunostimulator yang dapat mempercepat


proses penyembuhan luka. Sifat imunostimulator flavonoid terlihat dari
adanya peningkatan produksi makrofag selama proses penyembuhan luka.
Menurut pustaka, peran imunostimulator flavonoid terjadi karena flavonoid dapat
meningkatkan aktivitas interleukin 2 (IL2) serta proliferasi limfosit. Aktivitas IL2
tersebut kemudian membuat sel T helper menjadi aktif dan mensekresikan Spesific
Macrofag Arming Factor (SMAF) (Qamarani, 2023)

2.2 Kerangka Teori

Luka Sayat

Ekstrak Daun
Alpukat
Fase Inflamasi

Fase Proliferasi

Fase Remodelling

Fase Remodelling

18
Waktu Penyembuhan

2.3 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Ekstrak daun Alpukat yang Proses Penyembuhan Luka Sayat
diberikan pada Tikus Putih Pada Tikus Putih

2.4 Hipotesis

2.4.1 Efektivitas Ekstrak Daun Alpukat Terhadap Penyembuhan Luka


Berdasarkan Waktu

● H0:

Ekstrak Daun alpukat tidak mempunyai efek penyembuhan luka sayat


pada tikus (Rattus norvegicus L,.) galur wistar ditinjau berdasarkan waktu
penyembuhan lukanya.

● H1:

Ekstrak Daun alpukat mempunyai efek penyembuhan luka sayat pada


tikus (Rattus norvegicus L,.) galur wistar ditinjau berdasarkan waktu
penyembuhan lukanya.

19
2.4.2 Efektivitas Ekstrak Daun Alpukat Terhadap Penyembuhan Luka
Berdasarkan Perbedaan Konsentrasi

● H0:

Tidak terdapat adanya perbedaan efek penyembuhan luka lecet pada


perbedaan konsentrasi ekstrak daun alpukat pada tikus (Rattus norvegicus
L,.) galur wistar.

● H1:

Terdapat adanya perbedaan efek penyembuhan luka lecet pada perbedaan


konsentrasi ekstrak daun alpukat pada tikus (Rattus norvegicus L,.) galur
wistar.

2.5 Landasan Teori

Inflamasi merupakan respon terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik,

bahan kimia berbahaya, atau agen mikrobiologi. Daun alpukat mempunyai kandungan zat
aktif yang tergolong banyak seperti senyawa quersetin serta gula alkali persiit, polifenol,
saponin, alkaloida serta flavonoida. Daun alpukat mengandung flavonoid yang memiliki
aktivitas sebagai antioksidan. antioksidan dapat menurunkan aktivitas enzyme lipooksigenase
sehingga tidak menyebabkan terbentuknya eukotriene yang dapat menginaktivasi leukosit yang

memicu terjadinya peradangan atau inflamasi. Sejalan dengan hal tersebut maka ekstrak daun
alpukat dapat mempercepat proses penyembuhan luka.

20
BAB III

Metode Penelitian

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimental dikarenakan adanya perlakuan atau intervensi


terhadap kelompok sampel. Untuk rancangan penelitian adalah post test with control
group design. Penelitian ini dilakukan di laboratorium, dalam hal ini terdapat tiga
laboratoium yang akan digunakan, pertama di Laboratorium Farmakologi FK
Universitas Tadulako Palu untuk pengujian ekstrak Daun Alpukat (Persea americana
Mill.) terhadap proses penyembuhan luka sayat tikus (Rattus norvegicus L,.), kedua di
Laboratorium Pendidikan Farmasi FMIPA Universitas Tadulako untuk pembuatan
ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill.), ketiga di Laboratoium Pendidikan
Kimia FKIP Universitas Tadulako untuk uji fitokimia ekstrak Daun Alpukat (Persea
americana Mill.), dan terakhir kembali di Laboratorium Farmasi FMIPA Universitas
Tadulako untuk pembuatan sediaan topikal Daun Alpukat 15% dan 30%. Adapun untuk
rincian kelompok penelitian adalah berikut:
K1 : Kelompok kontrol positif
K2 : Kelompok kontrol negative
P1 : Kelompok uji konsentrasi 15%
P2 : Kelompok uji konsentrasi 30%

21
3.2 Populasi dan Sampel

Populasi pada penelitian merupakan sampel yang digunakan yakni Tikus Putih
(Rattus norvegicus L.) Tikus yang digunakan pada penelitian ini yaitu Tikus Jantan
yang usianya sekitar 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram dan
dalam keadaan sehat. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan random sampling
dengan besar sampel menggunakan rumus Federer dalam menentukan jumlah sampel
yang digunakan dalam tiap kelompok yaitu:

(N-1) x (T-1) 15

Keterangan:
T: Jumlah Perlakuan
N: Jumlah Sampel

Maka diperoleh:

Sampel mendapatkan tambahan 20% pada setiap kelompok agar dapat


mengantisipasi matinya sampel atau kaburnya (dropout) tikus (Rattus norvegicus L,.)
galur wistar jantan selama penelitian. Maka jumlah sampel pada setiap kelompok yaitu
8 ekor tikus (Rattus norvegicus L,.) galur wistar jantan.
Pada penelitian terdapat 4 kelompok sampel Dimana masing-masing berjumlah 8
maka total keseluruhan sampel berjumlah 32 tikus. Terdapat kelompok kontrol positif
yang masing-masing tikus diberikan luka sayatan dan diberikan povidin iodin,
kelompok negative yang masing-masing tikus hanya diberikan luka sayat, dan dua

22
kelompok lainnya diberikan pula luka sayat dan diberikan sediaan topical ekstrak daun
alpukat.
Sampel penelitian harus memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Adapun kriteria
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi
a. Hewan coba dalam keadaan sehat. Dikatakan sehat jika memiliki aktivitas yang
aktif
b. Hewan coba berumur 2-3 bulan dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram
c. Hewan coba berjenis kelamin Jantan

2. Kriteria Ekslusi
a. Hewan coba mati selama periode perawatan dan perlakuan
b. Hewan terlepas dari kendang atau kabur dan mati saat penelitian

3.3 Variabel Penelitian

Variabel Bebas :
Ekstrak daun alpukat (Persea americana Mill.) yang diberikan pada luka sayat tikus
putih (Rattus Novergicus L) Galur Wistar

Variabel Terikat :
Proses penyembuhan luka sayat pada Tikus Putih (Rattus Novergicus L) Galur Wistar

3.4 Definisi Operasional


No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Hasil Ukur
1 Sediaan Dilakukan dengan Spektrofotometer Numerik Hasil
gel menggunakan absorbansi
Ekstrak metode maserasi.
Daun Daun alpukat yang
Alpukat sudah digerus

23
ditambahkan pelarut
etanol dan sambil
diaduk-aduk tiap 6
jam dan di diamkan
selama 18 jam.
Setelah di diamkan
filtrat disaring
dengan
menggunakan kain
putih
2 Luka Luka sayat diberikan Mistar Ordinal Panjang,
Sayat kepada tikus dengan lebar,
cara menyayat kedalaman
bagian punggung luka
tikus yang telah di
anastesi sebelumnya

3.5 Alat, Bahan dan Subyek Penelitian

3.5.1 Alat
1) Rotary evaporator
2) Water bath
3) Timbangan digital
4) Blender
5) Tabung reaksi
6) Gelas ukur
7) Beaker glass
8) Alumunium Foil
9) Pencukur bulu
10) Gunting

24
11) Pipet
12) Penggaris
13) Pisau
14) Pinset
15) Spuit 10cc
16) Handscoon
17) Masker
18) Kapas
19) Pencukur bulu

3.5.2 Bahan
1) Ekstrak daun alpukat
2) Aquades
3) Etanol 96%
4) Gliserin
5) Lidokain 2%
6) Metil paraben
7) Trietonalamin
8) Carbomer 940
9) Povidin Iodin
10) Alkohol 70%

3.5.3 Subyek
Tikus putih (Rattus Novergicus L) Galur Wistar

3.6 Prosedur Penelitian

A. Penentuan Konsentrasi
1) Ekstrak Daun Alpukat
Konsentrasi 1: 15%
Konsentrasi 2: 30%

25
2) Povidine Iodine 10%

B. Langkah Penelitian
1) Sebelum Perlakuan
Hewan uji diadaptasikan di rumah dengan cara diberi pakan, minum dan ditempatkan
dalam kandang. Hewan uji kemudian dibagi menjadi 4 kelompok, masing-masing
kelompok terdiri dari 8 ekor.
2) Pemberian Perlakuan
Mencuci tangan terlebih dahulu lalu menggunakan handscoon. Kemudian
menentukan lokasi pemberian luka sayat yakni pada punggung tikus. Sebelum
pemberian luka sayat dilakukan anastesi terlebih dahulu terhadap tikus menggunakan
lidokain 2%. Pada area punggung tikus rambutnya dicukup menggunakan alat
pencukur kemudian di desinfeksi menggunakan alkohon 70%. Luka dibuat dengan
Panjang sekitar 1,5 cm dan kedalaman sekitar 1,5 cm. Kemudian bagian luka diolesi
dengan menggunakan sediaan berdasarkan kelompok perlakuan:
A) Kelompok K1 mendapatkan kontrol positif berupa povidoneiodine 10%
B) Kelompok K2 mendapatkan aquades sebagai kontrol negative
C) Kelompok P1 mendapatkan ekstrak daun alpukat dengan konsentrasi 15%
D) Kelompok P2 mendapatkan ekstrak daun alpukat dengan konsentrasi 30%

3) Setelah Perlakuan
Sehari setelah perlakuan, luka sayat pada tikus akan diamati dan dinilai untuk
mengetahui kondisi luka tujuannya untuk mendapatkan apakah terdapat perbedaan
dalam penyembuhan proses luka di tiap kelompok. setelah penelitian telah
selesai, tikus dieutanasia dengan metode yang manusiawi.

4) Pembuatan Gel Ekstrak Daun Alpukat


A. Daun alpukat dipetik secara langsung dari pohonnya,lalu di sortasi basah dan dilakukan
pencucian hingga bersih. Kemudian dilakukan perajangan dandikeringkan dengan sinar
matahari secara tidak langsung atau dilapisi dengan kain. Setelah itu simplisia kering
dihaluskan (diserbukkan) dengan blender

26
B. Ekstraksi dengan metode maserasi, dengan perbandingan serbuk daun alpukat dengan
pelarut 1: 10, kemudian timbang simplisia kering yang telah di serbukkan sebanyak 300 g
C. Simplisia dimasukkan ke dalam ke wadah maserasi dan direndam dengan cairan penyari
etanol 96% sebanyak 3000 ml atau 3 liter.
D. Sampel di rendam selama 5x 24 jam dan dilakukan sesekali pengadukan disetiap harinya.
Lalu hasil maserasi di saring, kemudian di remaserasi kembali selama 2x 24 jam supaya
penarikan ekstraksi lebih sempurna.
E. Setelah itu sampel disaring, dipisahkan antara filtrat dan residu. Keseluruhan filtrat
diuapkan dengan alat rotary evaporator dalam suhu 40-50°C sampai didapat ekstrak
kental

3.7 Pengolahan Data


1) Editing
Editing ini dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap data primer
yang diperoleh.
2) Coding
Coding ini dilakukan untuk memberikan kode pada semua variable untuk
mempermudah dalam pengolahan dan analisis data yang dilakukan.
3) Entry
Memasukkan data yang telah diberi kode atau simbol tertentu ke dalam program
analisis data di computer yang dilakukan.

3.8 Analisis Data


Data hasil pengamatan yang diperoleh dilanjutkan dengan melalui analisis variabel secara
sistematik menggunakan uji statistik ANOVA. Hal ini dilakukan untuk mengetahui adanya
aktivitas dari perlakuan terhadap penyembuhan luka sayat dengan data yang lebih spesifik dan
signifikan secara statistik. Setelah mendapatkan data dari masing-masing variabel, kemudian
dilakukan uji normalitas data dengan menggunakan uji Saphiro-wilk. Jika data terdistribusi
normal p>0,05 maka akan dianalisis secara statistik dengan uji Oneaway
ANOVA. Sedangkan jika data tidak terdistribusi normal p<0,05 maka
dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis

27
DAFTAR PUSTAKA

28
29
30

Anda mungkin juga menyukai