PANCASILA'22

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 53

1

BAGIAN I

PENDIDIKAN PANCASILA

A. Latar Belakang Pentingnya Pendidikan Pancasila


Bangsa Indonesia memiliki nilai-nilai yang diyakini kebenarannya
dan mempunyai sifat yang universal, yaitu Pancasila. Dalam perjalanan
sejarah Indonesia, telah disepakati bahwa Pancasila merupakan dasar
negara Indonesia.

Sehubungan dengan hal ini, maka bangsa Indonesia harus


memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sebagai upaya
membentuk karakter bangsa dan tidak menyimpang dari nilai-nilai
pancasila.

Sebagai upaya membentuk karakter bangsa, tentu tidak terlepas


dari pendidikan, karena pendidikan merupakan usaha mengembangkan
potensi dan kreativitas dirinya, yaitu nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia.

Seperti yang diatur pada Undang-undang Nomor 20 tahun 2013


tentang Sistem Pendidikan Nasional : Bab 1 ayat (2)

"Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan


Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia dan tanggap terhadap tuntunan perubahaan zaman".

Pancasila, memiliki peranan yang sangat penting untuk


membentuk karakter bangsa, Indonesia. Melalui belajar Pancasila
secara benar, maka bangsa Indonesia akan tegar dalam menghadapi
tantangan sekaligus menggapai peluang. Upaya untuk
mengimplementasikan nilai-nilai luhur Pancasila mengalami hambatan,
terlebih setelah munculnya gerakan reformasi 1998. Tidak ada
1
2

keraguan lagi bahwa Pancasila adalah dasar negara sekaligus


pandangan hidup bangsa Indonesia.

Mata kuliah Pendidikan Pancasila merupakan mata kuliah yang


termasuk dalam kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MPK).

B. Pengetian Pancasila
Dalam bahasa Sansekerta, Pancasila terdiri atas kata panca
yang artinya lima dan sila/ syila yang berarti batu sendi atau dasar. Kata
sila yang berasal dari kata susila, yaitu tingkah laku yang baik
(Wreksosuhardjo dalam Muhdi dkk, 2011:1336). Pancasila yang berarti
lima dasar atau lima azas, adalah nama dari dasar negara kita, Negara
Republik Indonesia. Nama pancasila itu sendiri sebenarnya tidak
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 maupun di dalam batang tubuh
UUD 1945. Namun, telah jelas bahwa pancasila yang dimaksut adalah
lima dasar Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD
1945 alenia keempat, yaitu :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Pancasila secara sistematik disampaikan pertama kali oleh Ir.
Soekarno pada sidang pertarna. BPUPK " Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan " pada tanggal 1 juni 1945. Bung Karno
menyatakan bahwa pancasila merupakan philosofiche gronslag, suatu
fundamen, gagasan yang mendalam, merupakan landasan atau dasar
bagi negara yang akan didirikan. Selanjutnya ditemukan pula disamping
pancasila yang berfungsi sebagai bintang pemandu atau laitstar,
3

sebagai idologi negara, sebagai pandangan hidup bangsa, sebagai


filsafat, sebagai perekat atau pemersatu bangsa dan sebagai wawasan
bangsa Indonesia dalam mencapai cita-cita nasional. (PSP UGM,
2012: 1)

Berdasarkan uraian di atas, Pancasila mempunyai kedudukan


yang penting bagi bangsa indonesia dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, sebagai rakyat indonesia
kita hendaknya bisa menerima, meyakini, dan melaksanakan nilai-nilai
yang terkandung didalamnya dalam kehidupan nyata serta mampu
menjaga dengan kokoh gagasan dasar tersebut agar dapat
mengantisipasi perkembangan zaman di era global saat ini.

Secara yuridis konstitutional, pancasila adalah dasar negara.


Namun secara multidimensional, pancasila memiliki berbagai sebutan
yang sesuai dengan esensi dan eksitensinya sebagai kristalisasi nilai-
nilai budaya dan pandangan hidup bangsa indonesia. Karena itu
pancasila sering disebut dan dipahami sebagai :

1. Jiwa Bangsa Indonesia


2. Kepribadian Bangsa Indonesia
3. Pandangan Hidup Bangsa Indonesia
4. Dasar Negara Republik Indonesia
5. Sumber Hukum bagi Negara Indonesia
6. Perjanjian Luhur Bangsa Indonesia
7. Ideologi Bangsa Indonesia
8. Filsafat Hukum yang mempersatukan Bangsa Indonesia
(Darmodihar o, 1975 : 10-11)

C. Pancasila Sebagai Dasar Negara


4

Pancasila memang sangat tepat sebagai dasar negara bagi


NKRI dengan alasan:

1. Pancasila digali dari adat dan budaya bangsa indonesia


2. Pancasila memiliki potensi menampung kondisi dan sifat pluralistik
bangsa
3. Pancasila menjamin kebebasan warga negara untuk beribadah
menurut agama dan kenyakinannya.
4. Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan NKRI
5. Pancasila memberi landasan bagi bangsa mdonesia dalam
mengantisipasi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan
dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Pancasila sebagai dasar negara memiliki makna sebagai berikut:

1. Pancasila sebagai dasar negara adalah fondasi bagi pembentukan


negara bangsa ;
2. Pancasila sebagai dasar negara merupakan cita negara dan cita
hukum yang berkembang mejadi status fundamental norma bersifat
konstitutif dan regulatif, sehingga harus menjiwai dan menjadi
acuan perundang-undangan yang berlaku di NKRI.
3. Pancasila sebagai dasar negara adalah asas dari hukum positif
yang berlaku di NKRI.
4. Pancasila sebagai dasar negara menjiwai UUD 1945 dalam
mengatur penyelenggaraan negara serta menata kehidupan warga
negara dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (PSP
UGM, 2012:4)
5. Pancasila, sebagai dasar negara memiliki kedudukan dan fungsi
yang fundamental atau mendasar, sehingga sifatnya tetap, kuat,
dan tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR dan
DPR hasil pemilihan umum. Mengubah pancasila berarti
membubarkan Negara Kesatuan RI yang diproklamasika pada
tanggal 17 agustus 1945.
5

D. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa


Pancasila dalam pengertian ini sering disebut sebagai way of
life, weltanschauung, pandangan dunia, pandangan hidup, pegangan
hidup, pedoman hidup. Pancasila sebagai pandangan hidup
mempunyai peran dan fungsi sebagai berikut::

1. Menjadikan bangsa indonesia agar tetap berdiri kokoh dan memliki


daya tahan terhadap segala ancaman
2. Menunjukkan arah dan tujuan yang dicapai sesuai dengan cita-cita
bangsa
3. Menjadi pegangan dan pedoman dalam memecahkan segala
masalah
4. Mendorong timbulnya semangat dan kemampuan membangun diri
bangsa indonesia
5. Menunjukkan gagasan-gagasan mengenai wujud kehidupan yang
dicita-citakan
6. Memberikan kemampuan untuk menyaring segala gagasan dan
pengaruh kebudayaan asing
7. Landasan pendidikan pancasila
8. Landasan Historis
Terbentuknya bangsa Indonesia melalui proses sejarah dari masa
kutai sriwijaya-majapahit-masa penjajahan dan kemudian mencapai
kemerdekaan. Di dalam kehidupan bangsa Indonesia tersebut prinsip
hidup yang tersimpul di dalam pandangan hidup atau fisafat hidup
bangsa (jati diri) yang oleh para pendiri bangsa/Negara dirumuskan
dalam rumusan sederhana namun mendalam yang meliputi lima prnsip,
yaitu. Pancasila.

E. Landasan Kultural
6

Bangsa Indonesia memiliki kepribadian tersendiri yang


tercermin di dalam nilai-nilai budaya yang telah lama ada yang
dirumuskan dalam pancasila. Nilai-nilai budaya sebagai nilai dasar
berkehidupan berbangsa dan bernegara dirumuskan dalam Pancasila.

F. Landasan Yuridis
1 Dirjen Dikti mengeluarkan Keputusan No. 356/Dikti/ Kep/1995
tentang Kurikulum Inti Mata Kuliah Umum Pendidikan Pancasila
pada Perguruan Tinggi di Indonesia.
2 Undang-undang RI Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999
tentang Pendidikan Tinggi.
3 Keputusan Dirjen Dikti Nomor 265 Tahun 2000 mengatur tentang
perlunya mata kuliah Pendidikan Pancasila.

G. Landasan Filofis
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum bernegara adalah
bangsa yang berketuhanan dan berkeperikernanusiaan sehingga hal ini
merupakan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah makhluk Tuhan.
Nilai-nilai Pancasila merupakan dasar filsafat Negara, maka dalam
aspek penyelenggaraannya Negara harus bersumber pada, nilai-nilai
Pancasila termasuk system perundang-perundangan di Indonesia.

H. Dasar Sosiologi Pendidikan Pancasila


Bangsa indonesia yang penuh kebinekaan terdiri atas lebih 300
suku bangsa yang tersebar di indonesia lebih dari 17.000 pulau.
Pancasila sebagai dasar yang mengikat semua warga negara untuk
taat pada nilai – nilai intrumental berupa norma, atau hukum tertulis
maupun tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan, dan konfensi

Bagian II
7

TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

A. Tujuan Pancasila
Menghadapi era globalisasi, ancaman bahaya laten terorisme,
komunisme dan fundamentalisme merupakan sebuah tantangan
tersendiri bagi bangsa Indonesia. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia patut
mewaspadai pengelompokan suku bangsa di Indonesia yang kini
semakin kuat, yaitu ketika bangsa ini kembali dicoba oleh pengaruh
asing untuk dikotak-kotakan tidak saja oleh konflik vertikal tetapi juga
oleh pandangan terhadap ke Tuhanan Yang Maha Esa.

Pancasila sebagai falsafah bangsa Indonesia merupakan karya


besar bangsa Indonesia dan merupakan lambang ideologi bangsa
Indonesia yang setingkat dengan ideologi besar di dunia lainnya.
Bangsa Indonesia menggunakan Pancasila sebagai pedoman hidup,
dalam kehidupan sehari-hari, bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pancasila juga dijadikan pedoman dalam pelaksaan
pemerintahan. Untuk itu dalam hal memperkuat persatuan dan
kesatuan bangsa dan negara, Indonesia, Pancasila mempunyai 3
Tujuan Pokok yang Mencangkup :

1 Tujuan Nasional
2 Tujuan Pendidikan Nasional
3 Tujuan Pendidikan Pancasila

7
B. Tujuan Nasional
8

Tujuan nasional bangsa Indonesia tertuang dalam pembukaan


UUD 1945:

1. Membentuk suatu pemerintahan Negara Republik Indonesia yang


melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia.
2. Memajukan kesejahteraan umum atau bersama.
3. Mencerdaskan kehidupan bangsa
4. Ikut berperan aktif dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban
dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
kedilan sosial.
C. Tujuan Pendidikan Nasional
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan pancasila
dan UUD negara Indonesia tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia serta tanggap terhadap
tuntutan perubahan zaman.

Tujuan nasional bangsa Indonesia seperti yang ada dalam


Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk melindungi
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Juga sesuai dengan pasal 3 UUD 1945 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menegaskan bahwa: Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik.

Undang- undang Nomor.2 Tahun 1989 pasal 4, pendidikan nasional


bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
9

manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan


bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan. Pada pasal 15 pasal yang sama
tertulis "...untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta
menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya
dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut
dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi".

Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut diselenggarakan


pembangunan nasional secara berencana, meyeluruh, terpadu, terarah,
dan berkesinambungan. Adapun tujuan pembangunan nasional adalah
untuk mewujudkam masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 di dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat
dalam suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan
dinamis serta dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka,
bersahabat, tertib dan damai.

Hal di atas sesuai dengan UUD 1945 pasal 31 ayat 3:

"Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem


pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
yang diatur dengan undang-undang”.

D. Tujuan Pendidikan Pancasila


10

Pada hakikatnya pendidikan adalah upaya sadar dari suatu


masyarakat dan pemerintah suatu Negara untuk menjamin
kelangsungan hidup dan generasi penerusnya, selaku warga,
masyarakat, bangsa, dan negara secara berguna dan bermakna.

Untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran bernegara, sikap


serta perilaku yang cinta tanah air perlu pengembangan wawasan dan
ketahanan pada setiap warga Negara.

Dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang system


Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam SK Dirjen Dikti.
No.38/DIKTI/Kep/2003, dijelaskan bahwa tujuan Pendidikan Pancasila
mengarahkan perhatian pada moral yang diharapkan terwujud dalam
kehidupan sehari-hari, yaitu perilaku yang memancarkan iman dan
taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri
atas berbagai golongan agama, kebudayaan, dan beraneka ragam
kepentingan, perilaku yang mendukung kerakyatan yang
mengutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan perorangan
dan golongan sehingga perbedaan pemikiran diarahkan pada perilaku
yang mendukung upaya terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.

Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan Masyarakat


Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, dengan sikap dan perilaku:

1. Memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang


bertanggungjawab sesuai dengan hati nuraninya.
2. Memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan
kesejahteraan serta cara-cara pemecahannya.
3. Mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni.
11

4. Memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah dan


nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan
Indonesia.
5. Perilaku yang memancarkan iman dan takwa terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
6. Perilaku yang bersifat kemanusiaan yang adil beradab.
7. Perilaku kebudayaan, dan
8. Beraneka kepentingan perilaku yang mendukung kerakyatan
yang mengutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan perorangan dan golongan.
Dengan pendekatan itu, mahasiswa lebih banyak melakukan
explorasi dari pada secara pasif menerima informasi yang disampaikan
oleh pelajar. Keuntungan mahasiswa tidak cukup hanya memperoleh
data dan informasi tentang ilmu dan pengetahuan dari para pengajar
saja, tetapi juga diharapkan mahasiswa punya keinginan yang kuat
untuk lebih mengembangkan kemampuan diri yaitu dengan cara banyak
mencari-cari informasi dengan keinginan sendir dengan harapan dan
tujuan agar lebih terbuka dalam pengembangan wawasan terutama
wawasan kebangsaan supaya lebih kuat dalam mengahdai berbagai
hambatan, tantangan, ancaman gangguan, baik yang datangnya dari
dalam, ataupun juga dari luar negeri.

BAGIAN III
PANCASILA DALAM KONTEKS
12

KETATA NEGARAAN INDONESIA


Pancasila merupakan landasan dan dasar negara Indonesia yang
mengatur seluruh struktur ketatanegaraan Republik Indonesia. Dalam
pemerintahan Indonesia, masih banyak bahkan sangat banyak anggota-
anggotanya dan juga sistem pemerintahannya yang tidak sesuai dengan
nilai-nilai yang ada dalam setiap sila Pancasila. Padahal jika, membahas
negara dan ketatanegaraan Indonesia mengharuskan ingatan kita meninjau
dan memahami kembali sejarah perumusan dan penetapan Pancasila,
Pembukaan UUD, dan UUD 1945 oleh para pendiri dan pembentuk negara
Republik Indonesia.
Dalam perumusan ketatanegaraan Indonesia tidak boleh melenceng
dari nilai-nilai Pancasila, pembentukan karakter bangsa dilihat dari sistem
ketatanegaraan Indonesia harus mencerminkan nilai-nilai dari ideologi
bangsa yaitu Pancasila. Namun jika dalam suatu pemerintahan terdapat
banyak penyimpangan dan kesalahan yang merugikan bangsa, Indonesia,
itu akan membuat sistem ketatanegaraan Indonesia berantakan dan
begitupun dengan bangsanya sendiri.
Pancasila sebagai dasar negara yang merupakan suatu asas
kerohanian dalam ilmu kenegaraan. Pancasila m, sumber nilai dan norms
dalam setiap aspek penyelenggaraan negara maka dan itu semua
peraturan perundang-undangan serta penjabarannya berdasarkan nilai-nilai
pancasila. Pancasila dalam kontek ketatanegaraan. Republik Indonesia
adalah pembagian kekuasaan lembaga lembaga tinggi negara, hak dan
kewajiban, keadilan sosial, dan lainnya diatur dalam undang-undang dasar
negara.

A. PENGERTIAN UUD DAN KONSTITUSI


Dalam ketatanegaraan, istilah UUD disejajrakan dengan istilah
Grondwet dari Belanda yang mempunyai pengertian suatu undang-
undang yang menjadi dasar (Grond) dan segala hukum dalam suatu
12
negara. Konstitusi yang dimaksudkan adalah hukum dasar, baik yang
13

tertulis (UUD) maupun yang tidak tertulis (convensi). Dengan demikian


konstitusi memuat peraturan pokok yang fundamental mengenai sendi-
sendi yang pertama dan utama dalam menegakan bangun yang disebut
"negara".

B. KONSTITUSI DALAM ARTI LUAS DAN SEMPIT SERTA


KONSTITUSI DALAM ARTI FORMAL DAN MATERIAL
1. Konstitusi dalam arti luas mencakup segala ketentuan yang
berhubungan dengan keorganisasian negara, baik terdapat dalam
UUD, UU Organic dan peraturan perundangan lainnya, maupun
kebiasaan atau konvensi.(Ranuwijaya, 1960:184)
2. Konstitusi dalam arti sempit menurut sejarahnya dimaksudkan untuk
memberi nama kepada suatu dokumen pokok yang berisi aturan –
aturan mengenai susunan organisasi negara beserta cara kedanya
organisasi itu.
3. Konstitusi dalam arti formal berarti suatu keputusan yang berasal
kekuasaan tertinggi negara. Kekuasaan tertinggi negara (hoogste
staatgezag) ini dalam negara demokrasi ialah parlemen dan
pemerintah.
4. Undang-undang dalam arti material berarti setiap keputusan
penguasa yang mengandung tujuan yang bersifat umum. Setiap
keputusan penguasa (ieder overheidsbesluit), berarti tidak perlu
yang tertinggi tetapi badan apa saja asal mempunyai kekuasaan
legislative.

C. FUNGSI UUD BAGI NEGARA


Fungsi Undang-undang Dasar bagi negara adalah sebagai berikut :
1. Menjamin perlindungan hukum atas hak-hak para warga negaranya.
2. Dari segi pemerintahan, maka UUD berfungsi sebagai landasan
structural penyelenggaraan pemerintahan menurut suatu sistem
ketatanegaraan yang pasti dan tertentu.
14

D. SISTEMATIKA UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945


SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN
1. Dasar Pemikiran Adanya Amandemen UUD 1945
a. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara
dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam.
Pembukaan UUD 1.945 dan memperkokoh NKRI yang
berdasarkan Pancasila;
b. Menyempurnakan aturan dasar jaminanan dan pelaksanaan
kedaulatan rakyat serta memperluas, partisipasi rakyat agar
sesuai dengan perkembangan paham demokrasi;
c. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan
perlindungan HAM agar sesuai dengan perkembangan paham
HAM dan peradaban umat manusia.
d. Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara
secara demokratis dan modern.
e. menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan
konstitusional dan kewajiban negara mewujudkan
kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa,
menegakan etika, moral dan solidaritas dalam kehidupan
masyarakat, bangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan dalam peperjuangan mewujudkan
negara sejahtera;
f. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan
bemegara dan berbangsa.
Perbedaan sistematika UUD 1945 sebelum dan sesudah
amandemen Sebelum Amandemen Sesudah Amandemen
1. Pembukaan 4 alinea 1. Pembukaan 4 alinea
2. Batang tubuh 2. Batang tubuh - 16 bab - 21 bab - 37 pasal - 73 pasal
- 49 ayat - 170 ayat - 4 pasal aturan peralihan - 3 pasal aturan
peralihan - 2 ayat aturan tambahan - 2 pasal aturan bahan
15

E. PEMBUKAAN UUD 1945


Makna. Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai berikut :
1. Makna, Pembukaan UUD 1945 Pada Alinea Pertama (I)
a. Pada alinea, pertarna terkandung suatu dalil objektif, yatu
penjajahan tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan
perikeadilan. Dengan demikian, penjajahan tidak sesuai dengan
penjajahan harus dihapuskan agar semua bangsa didunia
mendapatkan hak kemerdekaannya sebagai bentuk penerapan
dan penegakan hak asasi manusia.
b. Selain itu juga terkandung pernyataan subjektif yaitu partisipasi
bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajahan.
2. Makna. Pembukaan UUD 1945 Pada Alinea Kedua (11)
a. Dalam alinea kedua (11) jugs mengandung adanya ketetapan
dan penajaman penilaian yang dengan menunjukkan bahwa
b. Perjuangan pergerakan di Indonesia telah sampai pads tingkat
yang menentukan
c. Momentum yang kini telah dicapai hares dimanfaatkan dalam
menyatakan kemerdekaan
d. Kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir
melainkan harus diisi dengan mewujudkan negara. Indonesia
yang merdeka, bersatu, adil, dan makmur
3. Makna Pembukaan UUD 1945 Pada Alinea. Ketiga (111)
a. Alinea ketiga menggambarkan adanya keinginan kehidupan
yang berkesinambungan, keseimbangan antara kehidupan yang
spritual dan juga material serta keseimbangan antara kehidupan
dunia dan juga akhirat.
b. Motivasi spirtual yang luhur serta suatu pengukuhan dari
proklamasi kemerdekaan.
c. Ketawaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa
karma berkat rida-Nyalah bangsa Indonesia yang berhasil dalam
16

perjuangan mencapai kemerdekaan.


d. Makna Pembukaan UUD 1945 Pada Alinea Keempat (IV) Dalam
alinea keempat menegaskan mengenai beberapa hal antara lain
sebagai berikut
Fungsi dan Tujuan negara Indonesia yaitu :
a. Susunan dan bentuk negara, yaitu republik kesatuan
b. Sistem pemerintahan negara indonesia adalah berkedaulatan rakyat
(demokrasi)
c. Dasar negara indonesia yaitu pancasila
Pokok-Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
1. Pokok Pikiran I menyatakan, bahwa negara melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia berdasarkan
atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Ini sekaligus berarti, dalam Pembukaan UUD 1945
diterima aliran pengertian (paham) negara persatuan, negara
melindungi dan meliputi segenap bangsa, seluruhnya, mengatasi
segala golongan dan perseorangan.
Aliran inilah yang kemudian dikenal sebagai paham negara,
persatuan (integralistik atau kekeluargaan). Tampak di sini, bahwa
pokok pikiran ini identik dengan Sila ke-3 dari Pancasila.
2. Pokok Pikiran II menyatakan, bahwa negara hendak mewujudkan
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pokok pikiran ini
identik dengan Sila ke5 dari Pancasila. Pokok Pikiran III
menyatakan, bahwa negara berkedaulatan rakyat, berdasar atas
karakyatan dan musyawaratan perwakilan. Oleh karena itu, sistem
negara yang terbentuk dalam Undang-Undang Dasar harus
berdasarkan kedaulatan dan berdasar atas permusyawaratan
perwakilam. Di sini secara jelas tampak bahwa pokok pikiran ini
identik dengan Sila ke-4 dari Pancasila. Pokok Pikiran IV
menyatakan, bahwa negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
17

karena itu, UndangUndang Dasar harus mengandung isi yang


mewajibkan pemerintahan dan lain-lain penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang
teguh cita-cita moral rakyat yang luhur. Pokok pikiran ini identik
dengan Sila ke-1 dan ke-2 dari Pancasila.

Hakikat Dan Kedudukan Pembukaan UUD 1945


a. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi
b. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum Indonesia
c. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental
d. Pembukaan UUD 1945 mempunyai kedudukan yang tetap, kuat, dan
tidak berubah
e. Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan pancasila, batang tubuh
UUD 1945, dan proklamasi kemerdekaan
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Pancasila Pancasila
merupakan unsur penentu berlakunya tertib hukum Indonesia. Dengan
demikian Pancasila merupakan inti dari Pembukaan UUD 1945.
Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Batang Tubuh UUD 1945
Pembukaan mempunyai kedudukan sebagai Pokok kaidah Fundamental
negara, Republik Indonesia, dengan demikian Pembukaan memiliki
kedudukan yang lebih tinggi daripada. Pasal-pasal UUD 1945.
3)Hubungan Pembukaan UUD 1945 dengan Proklamasi Kemerdekaan •
Keduanya merupakan suatu rangkaian yang tidak dapat dipisah-
pisahkan. • Ditetapkannya Pembukaan UUD 1945 pada. tanggal 18
Agustus 1945 oleh PPKI merupakan realisasi dari alinea/bagian kedua
Proklamasi 17 Agustua 1945. • Pernbukaan UUD pada hakekatnya
merupakan pernyataan kemerdekaan secara terperinci.

SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD 1945


(HASIL AMANDEMEN 2002)
18

1. Indonesia negara berdasarkan atas hukum (Rechstaat)


2. Sistem konstitusional
3. Kekuasaan negara tertinggi di tangan rakyat
4. Presiden penyelenggara pemerintahan negara tertinggi selain MPR
dan DPR
5. Presiden tidak bertanggung jawabkepada DPR
6. Menteri negara ialah pembantu presiden, dan menteri negara tidak
bertanggung jawab kepada DPR
7. Kekuasaan kepala negam tidak tak terbatas

LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA MENURUT UUD 1945


1. Majelis Pertnusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Presiden dan Wakil Presiden
3. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
4. Dewan Perwakila Daerah (DPD)
5. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
6. Bank Sentral
7. Badan Pengawas Keuangan (BPK)
8. Mahkamah Agung (MA)
9. Komisi Yudisial (KY)
10. Mahkamah Konstitusi

KESIMPULAN
Kesimpulan Sistem ketatanegaraan dengan berdasarkan pada nilai-nilai
19

dan yang berhubungan dengan Pancasila, dapat menjadikan karakter suatu


bangsa memiliki moral yang sesuai dengan yang tercermin dalam sila-sila
Pancasila. Jika dalam suatu pemerintahan terdapat banyak penyimpangan
dan kesalahan yang merugikan bangsa Indonesia, itu akan membuat sistem
ketatanegaraan Indonesia berantakan dan begitupun dengan bangsanya
sendiri. Saran Negara Indonesia dan masyarakat Indonesia dengan
ketatanegaraannya berdasar pada Pancasila akan membawa dampak
positif bagi terbentuknya bangsa, Indonesia.

BAGIAN IV
20

FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA

SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA dan NEGARA INDONESIA

Pancasila lahir dari pemikiran Indonesia dan menjadi ideology


bangsa Indonesia itu sendiri. Masing-masing sila merupakan satu kesatuan
dan kedudukan masing-masing sila tidak dapat ditukar. Pancasila sebagai
ideologi bangsa memiliki fungsi dan kedudukan sebagai buah dari pemikiran
manusia. Kata ideologi berasal dari bahasa Yunani dari kata idea dan logos.
Idea artinya mengetahui pikiran, melihat dengan budi. Sedangkan, logos
artinya gagasan, pengertian, kata, dan i1mu.

Dikutip dari buku Mengenal Ideologi Negara oleh D.C Tyas, merujuk
pads definisi di atas, ideologi diartikan sebagai kumpulan ide atau gagasan,
pemahaman-pemahaman, pendapat-pendapat, atau pengalaman-
pengalaman.

Istilah ideologi dicetuskan oleh Antoine Destutt de Tracy (1754-


1836), seorang ahli filsafat Perancis. Menurutnya, ideologi merupakan salah
satu cabang filsafat yang disebut science de ideas atau sains tentang ide.

Beliau kemudian mendefinisikan ideologi sebagai ilmu tentang


pikiran manusia yang mampu menunjukkan jalan yang benar menuju masa
depan. Sejak awal kemunculannya, ideologi menjadi ilmu tentang terjadinya
cita-cita, gagasan, dan buah pikiran.

Ideologi merupakan gambaran untuk mengungkapkan sejauh mans


masyarakat berhasil memahami dirinya, lukisan tentang kemampuan
memberikan harapan kepada berbagai kelompok atau golongan masyarakat
untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik dan membangun masa depan,
serta kemampuan untuk mempengaruhi sekaligus menyesuaikan diri
dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat.

A. Fungsi dan Kedudukan Pancasila sebagai Ideologi Bangsa


21

Pancasila sebagai ideologi bangsa berfungsi sebagai landasan


untuk memahami dan menafsirkan duma dan kejadian-kejadiannya
dalam alam sekitarnya. Masih dalam buku yang sama, dijelaskan
bahwa ideologi ini membantu suatu negara dalam membuka wawasan
yang memberikan makna dan menunjukkan tujuan dalam kehidupan
bernegara. Ideologi ini perlu dimiliki oleh setiap negara.

Pancasila merupakan ideologi terbuka. Ideologi terbuka adalah


ideologi yang menjadi pandangan suatu bangsa sebagai ideologi
terbuka mengandung tiga nilai. Antara lain nilai dasar, yaitu nilai yang
tidak berubah sepanjang zaman, nilai instrumen yakni nilai yang
bersifat dinamis sesuai dengan perkembangan zaman, dan nilai praksis
yaitu nilai yang dilaksanakan secara nyata.

Dilansir dari situs Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIF),


berikut penjelasan dari masing-masing nilai Pancasila.

1. Nilai Dasar
Nilai dasar mencakup hakikat kelima sila Pancasila, yaitu ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima hal ini
adalah pedoman fundamental yang sifatnya universal, mengandung
cita-cita dan tujuan yang balk dan benar.

2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental mencakup, arahan, kebijakan, strategi, sasaran,
dan lembaga yang melaksanakannya. Konsep ini merupakan
perkembangan atau penjabaran dari nilai dasar. Berkatnya,
penyesuaian pelaksanaan dari sesuatu yang dasar akan lebih jelas
untuk bisa menyelesaikan masalah yang terjadi.

3. Nilai Praksis
22

Nilai praksis meliputi realisasi dari instrumental yang sifatnya nyata


dan dapat digunakan untuk kehidupan bernegara. Dengan nilai
terakhir ini, Pancasila bisa melakukan pengembangan serta
perubahan agar penerapannya sesuai dengan kondisi masyarakat
Indonesia yang berubah.

B. Kedudukan Pancasila Sebagai Ideologi Negara.


Kedudukan Pancasila sebagai ideologi negara tercantum
dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang berbunyi,
"...maka, disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu
dalam. suatu. Undang-undang Dasar Negara, Indonesia yang
terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang
berkedaulatan rakyat, dengan berdasarkan kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia."

BAGIAN V
23

PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT:

MAKNA DAN KARAKTERISTIKNYA

Pancasila merupakan dasar filsafat kenegaraan Indonesia sekaligus


falsafah hidup bangsa. Pancasila memuat nilai kearifan lokal yang sudah
ada di tengah-tengah masyarakat sejak lama. Itulah sebabnya Ir. Soekarno
enggan disebut sebagai "pencipta" Pancasila.

"Aku tidak mengatakan bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa


yang kukerjakan hanyalah menggali jauh ke dalam bumi kami, tradisi-tradisi
kami sendiri, dan aku menemukan lima butir mutiara yang indah", ungkap
Bung Karno dalam pidato perumusan Pancasila.

Dengan demikian, apa yang dilakukan Bung Karno beserta pars


pendiri bangsa bukanlah membuat Pancasila. Namur, mereka hanya
memperjelas nilai-nilai hidup yang bersifat implisit untuk dituangkan menjadi
sesuatu yang lebih konkret.

A. Makna Pancasila Sebagai Sistem Filsafat


Sebelum membahas lebih jauh mengenai filsafat Pancasila, penting
untuk mengetahui lebih dulu apa yang dimaksud filsafat. Mengutip buku
Pendidikan Pancasila & Kewarganegaraan oleh Edi Rohani (2019),
filsafat bisa diartikan sebagai pandangan hidup seseorang atau
kelompok yang merupakan konsep dasar dari kehidupan yang dicita-
citakan.

Sedangkan sistem menurut Sri Rahayu dalam Pendidikan Pancasila


& Kewarganegaraan (2017) umumnya memiliki ciri:

 Suatu kesatuan bagian-bagian.


 Saling berhubungan, saling ketergantungan.
 Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan
23
bersama.Terjadi dalam suatu lingkungan yang komplek.
24

Dengan demikian, Pancasila sebagai sistem filsafat adalah suatu


kesatuan yang saling berkaitan, bahkan saling berkualifikasi antara satu
sila dengan sila lainnya sehingga membentuk suatu struktur yang
menyeluruh untuk tujuan tertentu.

Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila yaitu tentang


hubungan manusia, dengan Tuhan Yang Maha Esa dirinya sendiri,
dengan sesama manusia, dan dengan masyarakat bangsa.

Menurut Ruslan Abdul Gani, Pancasila disebut sebagai filsafat


karena merupakan hasil perenungan jiwa yang mendalam oleh para
founding fathers atau pendiri bangsa Indonesia.

B. Karakteristik Sistem Filasafat Pancasila


Mengutip Pancasila Sebagai Sistem Filsafat oleh Rowlasnd Bismark

Fernando Pasaribu, karakteristik sistem filsafat Pancasila yaitu:

1. Pancasila merupakan kesatuan bagian-bagian yang disusun secara


hierarkis.
2. Tiap sila Pancasila, tidak dapat berdiri sendiri dan tidak saling
bertentangan.
3. Diantara sila-sila Pancasila ada hubungan yang saling mengikat
antara yang satu dengan yang lain, sehingga Pancasila merupakan
satu kesatuan yang bulat, dapat digambarkan Sebagai berikut:
 Sila 1 meliputi, mendasari, dan menjiwai sila 2, 3, 4, dan 5.
 Sila 2 diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, serta mendasari dan
menjiwai sila 3, 4, dan 5.
 Sila 3 diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, serta mendasari dan
menjiwa; sila 4 dan 5.Sila 4 diliputi, didasari, don dgiwai sila 1, 2,
dan 3, serta mendasari dan menjiwai sila 5.
 Sila 5 diliputi, didasari, dan dijiwai sila 1, 2, 3, dan 4.
25

C. Mengapa Pancasila Dikatakan Sebagai Sistem Filsafat?


Pancasila merupakan sistem filsafat karena memenuhi ciri-ciri
berpikir kefilsafatan. Yaitu:

- Bersifat koheren
Berhubungan satu same lain dan tidak mengandung pemyataan
yang saling bertentangan. Meskipun berbeda tetap saling
melengkapi dan tiap bagian mempunyai fungsi dan kedudukan
tersendiri.

- Bersifat menyeluruh
Pancasila, dapat mewadahi semua kehidupan dan dinamika
masyarakat di Indonesia.

- Bersifat mendasar.
Pancasila dirumuskan berdasarkan inti mutlak tata kehidupan
manusia untuk menghadapi diri sendiri, sesama manusia, dan
Tuhan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
- Bersifat spekulatif
Pancasila sebagai dasar negara pada mulanya merupakan
buah pikir dari tokoh-tokoh kenegaraan, yang kemudian
dibuktikan kebenarannya melalui rangkaian diskusi dan dialog
panjang dalam sidang BPUPKI dan PPKI.

BAGIAN VI
26

PANCASILA MENJADI SISTEM ETIKA.

Pancasila sebagai sitem etika mendasarkan penilaian baik dan


buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai nilain Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan.

Kelima nilai tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam


semua aspek kehidupannya. Meskipun nilai nilai Pancasila merupakan
kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat
kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga
bersifat Uninersal yang dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

1. Nilai yang pertama, yaitu Ketuhanan


Secara hierarkis nilai ini bisa dikatakan sebagai nilai tertinggi karena
menyangkut nilai yang bersifat mutlak. Seluruh nilai kebaikan
diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan baik dikatakan baik apabila
tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.
2. Nilai yang kedua, yaitu Kemnusiaan
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan nilai-nilai
kemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai kemanusiaan Pancasila adalah
mkeadilan dan keadaban. Keadilan mensyaratkn keseimbangan, antar
lahir dan bathin, jasmani dan rohani. Sedangkan keadaban
mengindikasi keunggulan masnusia dibandingkan dengan makhluk lain
sperti tumbuhan, hewan dan benda tak hidup.
3. Nilai yang ketiga, yaitu Persatuan
Perbuatan dikatakan baik apabila dapat memperkuat persatuan dan
kesatuan Karena sangan mungkin seseorang seakan-akan
mendasarkan perbuatannya atas nama agama, namun apabila
perbuatan tersebut dapat memecah persatuan dan kesatuan maka
pandangan dari etika pancasila bukan merupakan perbuatan baik.
4. Nili yang keempat, yaitu Kerakyatan
27

Dalam kaitannya dengan kerakyatan terkandung nilai lain yang sangat


penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dalam permusyawaratan. Kata
hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari kebaikan,
pandangan minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Dengan
demikian, perbuatan belum tentu baik apabila disetujui/bermanfaat
untuk orang banyak. Namun perbuatan itu baik jika atas dasar
musyawarah yang didasarkaan pada konsep hikmah/ kebijaksanaan.
5. Nilai yang kelima, yaitu keadilan
Nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial.
Suatu perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan
masyarakat banyak. Menurut Kohlberg, keadilan merupakan kebajikan
utama bagi setiap pribadi masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama
sebagai partner yang bebas dan sama derajatnya. Pancasila sebagai
sistem etika dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai0-nilai
yang ada tidak hanya bersifat mendasar, namun juga realistis dan
aplikatif.
Apabila dalam kajian aksiologi dikatakan bahwa keberadaan nilai
mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-nilai ideal yang
sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan dalam
realitas kehidupan kita sehari-hari.

BAGIAN VII

PANCASILA SEBAGAI PENGEMBANGAN ILMU


28

A. Pendahuluan
Pancasila digali dari budaya bangsa Indonesia sendiri, maka
Pancasila mempunyai fungsi dan peranan yang sangat luas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Fungsi danperanan itu terus berkembang sesuai dengan tuntutan
zaman. Itulah sebabnya, Pancasila memiliki berbagai predikat sebagai
sebutan nama yang menggambarkan fungsi dan peranannya. Fungsi
dan peranan Pancasila oleh BP7 Pusat (1993) diuraikan mulai dari
yang abstrak sampai yang konkrit menjadi sepuluh yakni; Pancasila
sebagai jiwa bangsa, Pancasila sebagai kepribadian bangsa
Indonesia, Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia,
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di
Indonesia, Pancasila sebagai perjanjian luhur, Pancasila sebagai
pandangan hidup yang mempersatukan bangsa Indonesia,
Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa Indonesia, Pancasila
sebagai satu-satunya asas dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa, dan bernegera, Pancasila sebagai moral
Pembangunan dan Pembangunan nasional sebagai pengamalan
Pancasila. Pancasila sebagaimana terdapat dalam Pembukaan
UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan
bernegara. Tujuan nasional sebagaimana ditegaskan dalam
Pembukaan UUD 1945 diwujudkan melalui pelaksanaan
penyelenggaraan negara yang berkedaulatan rakyat dan demokratis
dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa,
berdasarkanPancasila dan UUD1945. Penyelenggaraan negara
dilaksanakan melalui pembangunan nasional dalam segala aspek
kehidupan bangsa, oleh penyelenggara negara, bersama-sama
segenap rakyat Indonesia di seluruh wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Pembangunan nasional merupakan usaha
peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang
29

dilakukan secara berkelanjutan, berlandaskan kemampuan nasional,


dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta memperhatikan tantangan perkembangan global. Dalam
pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai-nilai luhur
yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang bersatu
berdaulat, dan berkeadilan, sejahtera, maju, dan kukuh kekuatan moral
dan etikanya. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek)
dewasa ini mencapai kemajuan pesat sehingga peradaban manusia
mengalami perubahan yang luar biasa. Pengembangan iptek tidak
dapat terlepas dari situasi yang melingkupinya, artinya iptek selalu
berkembang dalam suatu ruang budaya. Perkembangan iptek pada
gilirannya bersentuhan dengan nilai-nilai budaya dan agama sehingga
di satu pihak dibutuhkan semangat objektivitas, di pihak lain iptek perlu
mempertimbangkan nilai-nilai budaya dan agama dalam
pengembangannya agar tidak merugikan umat manusia. Hubungfan
antara iptek dan nilai budaya, serta agama dapat ditandai dengan
beberapa kemungkinan sebagai berikut. Pertama, iptek yang
berkesinambungan dengan nilai budaya dan agama sehingga
pengembangan iptek harus senantiasa didasarkan atas sikap human-
religius. Kedua, apabila iptek yang lepas sama sekali dari norma
budaya dan agama maka akan terjadi sekularisasi (duniawi) yang
berakibat pada kemajuan iptek tanpa dikawal dan diwarnai nilai
human-religius. Hal ini bisa terjadi karena sekelompok ilmuwan yang
meyakini bahwa iptek memiliki hukum-hukum sendiri yang lepas dan
tidak perlu diintervensi nilai-nilai dari luar. Ketiga, iptek yang
menempatkan nilai agama dan budaya sebagai mitra dialog di
saat diperlukan. Dalam hal ini, ada sebagian ilmuwan yang
beranggapan bahwa iptek memang memiliki hukum tersendiri (faktor
internal), tetapi di pihak lain diperlukan faktor eksternal (budaya,
ideologi, dan agama) untuk bertukar pikiran, meskipun tidak dalam
arti saling ketergantungan secara ketat. (Dikti, 2016;195-196).
30

Transformasi Sosial menuju Masyarakat Informasi yang Beretika dan


Demokratis. Hubungan yang paling ideal antara iptek dan nilai budaya
serta agama tentu terletak pada situasi dan kondisi pertama,
meskipun hal tersebut belum bisa berlangsung secara optimal,
mengingat keragaman agama dan budaya di Indonesia itu sendiri.
Keragaman tersebut di satu pihak dapat menjadi kekayaan, tetapi di
pihak lain dapat memicu terjadinya konflik yang pada akhirnya bisa
menimbulkan hal-hal yang buruk bagi keutuhan dan persatuan di
seluruh wilayah Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan sikap yang
baik dan toleran di masyarakat yang bersifat majemuk untuk
mencegah timbulnya konflik. Untuk itu, komunikasi yang terbuka
diantara anggota masyarakat diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kejadian kedua yang
menempatkan pengembangan iptek di luar nilai budaya dan
agama, jelas sangat beragam. Kelompok ilmuwan dalam kejadian
kedua ini menganggap campur tangan yang berhubungan dengan
faktor eksternal justru dapat mengganggu objektivitas ilmiah. Kejadian
ketiga yang menempatkan nilai budaya dan agama sebagai mitra dialog
merupakan suatu hal yang lebih memadai dan realistis untuk diterapkan
dalam pengembangan iptek di Indonesia. Sebab iptek yang
berkembang dalam ruang dan waktu yang hampa terhadap nilai yang
ada justru akan menjadi bumerang dan bisa membahayakan terhadap
aspek kemanusiaan. Pancasila sebagai ideologi negara merupakan
penjabaran dari nilai-nilai budaya dan agama dari bangsa
Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia bisa
mewakili seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara, demikian pula halnya dalam aktivitas ilmiah. Oleh karena
itu, perlu perumusan Pancasila sebagai paradigma ilmu bagi aktivitas
ilmiah di Indonesia merupakan sesuatu yang bersifat niscaya. Sebab,
pengembangan ilmu yang terlepas dari nilai ideologi bangsa, justru
dapat mengakibatkan sekularisme, seperti yang terjadi pada zaman
31

Renaissance di Eropa. Bangsa Indonesia memiliki akar budaya


dan religi yang kuat dan tumbuh sejak lama dalam kehidupan
masyarakat sehingga apabila pengembangan ilmu tidak berakar
pada ideologi bangsa, sama halnya dengan membiarkan ilmu
berkembang tanpa arah dan orientasi yang jelas. (Dikti, 2016;196-197)

Bertitik tolak dari asumsi di atas, maka das Sollen ideologi Pancasila
berperan sebagai leading principle dalam kehidupan ilmiah bangsa

Indonesia. Karena itu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih


nyata perlu dikaji aspek kesejarahan dan aspek-aspek lainnya yang
terkait dengan ilmu dan teknologi. Dengan adanya problematika
keilmuan ini maka akan dapat segera diantisipasi dengan merumuskan
kerangka dasar nilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar nilai
ini harus menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan yang
dijadikan prinsip kehidupan Transformasi Sosial menuju Masyarakat
Informasi yang Beretika dan Demokratis masyarakat, yang sudah
mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia,
yaitu nilai-nilai Pancasila.

B. Ilmu Dalam Perspektif Historis


Ilmu pengetahuan berkembang secara bertahap menurut perjalanan
waktu dan menciptakan jamannya, dimulai dari jaman Pra Yunani
Kuno, Yunani Kuno, Abad Pertengahan, Renaissance, Zaman Modern,
dan Masa Kontemporer.

Zaman Pra Yunani Kuno

Pada masa ini manusia masih menggunakan batu sebagai


peralatan. Oleh karena itu zaman pra Yunani Kuno disebut juga Zaman
Batu yang berkisar antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun. Pada
zaman ini ditandai oleh kemampuan :
32

a. Know how dalam kehidupan sehari-hari yang didasarkan


pada pengalaman.
b. Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman itu diterima
sebagai fakta dengan sikap receptive mind, keterangan masih
dihubungkan dengan kekuatan magis.
c. Kemampuan menemukan abjad dan sistem bilangan alam
sudah menampakkan perkembangan pemikiran manusia ke tingkat
abstraksi.
d. Kemampuan menulis, berhitung, menyusun kalender
yang didasarkan atas sintesa terhadap hasil abstraksi yang
dilakukan.
e. Kemampuan meramalkan suatu peristiwa atas dasar peristiwa-
peristiwa sebelumnya yang pernah terjadi.
Zaman Yunani Kuno

Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat,
karena Bangsa Yunani pada masa itu tidak lagi mempercayai mitologi-
mitologi Bangsa Yunani juga tidak dapat menerima pengalaman yang
didasarkan pada sikap “menerima begitu saja”, melainkan
menumbuhkan suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara
kritis.

Zaman Abad Pertengahan

Para ilmuwan pada masa ini hampir semua adalah para


theolog( ahli agama),sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas
keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa ini adalah
Ancilla Theologia atau abdi agama.

Zaman Renaissance
33

Zaman Renaissance ditandai sebagai era kebangkitan kembali


pemikiran yang bebas dari dogma-dogma agama. Renaissance
ialah zaman peralihan ketika kebudayaan Abad Pertengahan mulai
berubah menjadi suatu kebudayaan modern. Manusia pada zaman
ini adalah manusia yang merindukan pemikiran yang bebas.
Manusia ingin mencapa kemajuan atas hasil usaha sendiri, tidak
didasarkan atas campur tangan illahi. Penemuan-penemuan ilmu
pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada Zaman Renaissance.
Ilmu pengetahuan yang berkembang maju pada masa ini adalah bidang
astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger Bacon,
Copernicus, Johannes Keppler, Galileo Galilei.

Zaman Modern

Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang

ilmiah. Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern

sesungguhnya sudah dirintis sejak Zaman Renaissance. Seperti


Rene Descartes, tokoh yang terkenal sebagai bapak filsafat
modern. Rene Descartes juga seorang ahli ilmu pasti. Penemuannya
dalam ilmu pasti adalah sistem koordinat yang terdiri dari dua garis
lurus X dan Y dalam bidang datar. Isaac Newton dengan temuannya
teori gravitasi. Charles Darwin dengan teorinya struggle for life
(perjuangan untuk hidup). J.J Thompson dengan temuannya elektron

Zaman Kontemporer (abad 20 – dan seterusnya)

Fisikawan termashur abad keduapuluh adalah Albert Einstein. Ia


menyatakan bahwa alam itu tak berhingga besarnya dan tak terbatas,
tetapi juga tak berubah status totalitasnya atau bersifat statis dari waktu
ke waktu. Einstein percaya akan kekekalan materi. Ini berarti
bahwa alam semesta itu bersifat kekal, atau dengan kata lain tidak
mengakui adanya penciptaan alam. Disamping teori mengenai
34

fisika, teori alam semesta, dan lain-lain maka Zaman Kontemporer


ini ditandai dengan penemuan berbagai teknologi canggih.
Teknologi komunikasi dan informasi termasuk salah satu yang
mengalami kemajuan sangat pesat. Mulai dari penemuan komputer,
berbagai satelit komunikasi, internet, dan lain sebagainya. Bidang ilmu
lain juga mengalami kemajuan pesat,sehingga terjadi spesialisasi-
spesialisasi ilmu yang semakin tajam. Melalui kajian historis tersebut
yang pada hakikatnya pemahaman tentang sejarah kelahiran dan
perkembangan ilmu pengetahuan, dapat digabungkan bahwa ilmu
pengetahuan itu mengandung dua aspek, yaitu aspek fenomenal dan
aspek struktural. Aspek fenomenal menunjukan bahwa ilmu
pengetahuan mewujud/memanifestasikan dalam bentuk masyarakat,
proses, dan produk. Sebagai masyarakat, ilmu Transformasi Sosial
menuju Masyarakat Informasi yang Beretika dan Demokratis. Dalam
pengetahuan menampakkan diri sebagai suatu masyarakat atau
kelompok elit yang dalam kehidupan kesehariannya begitu
mematuhi kaidah-kaidah ilmiah yang menurut paradigma Merton
disebut universalisme, komunalisme, dan skepsisme yang teratur dan
terarah. Sebagai proses, ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai
aktivitas atau kegiatan kelompok elit tersebut dalam upayanya untuk
menggali dan mengembangkan ilmu melalui penelitian, eksperimen,
ekspedisi, seminar, konggres. Sedangkan sebagai produk, ilmu
pengetahuan menampakkan diri sebagai hasil kegiatan kelompok elit
tadi berupa teori, ajaran, paradigma, temuan-temuan lain
sebagaimana disebarluaskan melalui karya-karya publikasi yang
kemudian diwariskan kepada masyarakat dunia. Aspek struktural
menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan di dalamnya terdapat
unsur-unsur sebagai berikut: 1) Sasaran yang dijadikan objek
untuk diketahui (Gegenstand) 2) Objek sasaran ini terus menerus
dipertanyakan dengan suatu cara (metode) tertentu tanpa
mengenal titik henti. Suatu paradoks bahwa ilmu pengetahuan
35

yang akan terus berkembang justru muncul permasalahan-


permasalahan baru yang mendorong untuk terus menerus
mempertanyakannya. 3) Ada alasan dan motivasi mengapa
gegenstand itu terus menerus dipertanyakan. 4) Jawaban-jawaban
yang diperoleh kemudian disusun dalam suatu kesatuan sistem
(Koento Wibisono, 1985) dalam Dikti. Dengan Renaissance dan
Aufklaerung ini, mentalitas manusia Barat mempercayai akan
kemampuan rasio yang menjadikan mereka optimis, bahwa segala
sesuatu dapat diketahui, diramalkan, dan dikuasai. Melalui optimisme
ini, mereka selalu berpetualang untuk melakukan penelitian secara
kreatif dan inovatif.

C. Pengertian dan Ciri-ciri Ilmu


Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia

Sekelilingnya mengenal dua sarana,yaitu: pengetahuan ilmiah


(scientific knowledge) dan penjelasan gaib (mystical explanations). Kini
disatu pihak manusia memiliki sekelompok pengetahuan yang
sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan
kebenarannya secara sah, tetapi di pihak lain sebagian mengenal pula
aneka keterangan serba gaib yang tak mungkin diuji sahnya untuk
menjelaskan rangkaian peristiwa yang masih berada di luar jangkauan
pemahamannya. Di antara rentangan pengetahuan ilmiah dan
penjelasan gaib itu mengakibatkan persoalan Transformasi Sosial
menuju Masyarakat Informasi yang Beretika dan Demokratis. Persoalan
ilmiah yang merupakan kumpulan hipotesis yang dapat diuji tetapi
belum secara sah dibuktikan kebenarannya. Menurut The Liang Gie
(1987) hubungan antara pengetahuan ilmiah, penjelasan gaib, dan
persoalan ilmiah. The Liang Gie ( 1987) memberikan pengertian ilmu
adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan
suatu metode untuk memperoleh pemahaman secara rasional
empiris mengenai dunia ini dalam berbagai seginya, dan keseluruhan
36

pengetahuan sistematis yang menjelaskan berbagai gejala yang ingin


dimengerti manusia.

Aktivitas Ilmu

Metode Pengetahuan Ilmu harus diusahakan dengan aktivitas


manusia, aktivitas itu harus dilaksanakan dengan metode tertentu,
dan akhirnya aktivitas metodis itu mendatangkan pengetahuan yang
sistematis.

Menurut The Liang Gie (1987) pengetahuan ilmiah mempunyai 5 ciri

pokok :

1. Empiris. Pengetahuan itu diperoleh berdasarkan pengamatan


dan percobaan.
2. Sistematis. Berbagai keterangan dan data yang tersusun
sebagai kumpulan pengetahuan itu mempunyai hubungan
ketergantungan dan teratur.
3. Obyektif. Ilmu berarti pengetahuan itu bebas dari
prasangka perseorangan dan kesukaan pribadi.
4. Analitis. Pengetahuan ilmiah berusaha membeda-bedakan pokok
persoalanya ke dalam bagian-bagian yang terperinci untuk
memahami berbagai sifat, hubungan, dan peranan dari bagian-
bagian itu.
5. Verifikatif. Dapat diperiksa kebenarannya oleh siapapun juga.
Sedangkan Daoed Joesoef (1987) menunjukkan bahwa pengertian ilmu

mengacu pada tiga hal, yaitu : produk, proses, masyarakat.


Ilmu pengetahuan sebagai produk yaitu pengetahuan yang telah
diketahui dan diakui kebenarannya oleh masyarakat ilmuwan.
Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan-kenyataan
yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka
untuk diteliti, diuji dan dibantah oleh seseorang.
37

Ilmu pengetahuan sebagai proses artinya kegiatan kemasyarakatan

yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami


sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki.
Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini adalah analisis-
rasional, obyektif, sejauh mungkin Transformasi Sosial menuju
Masyarakat Informasi yang Beretika dan Demokratis ‘impersonal’ dari
masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang
dapat diamati. Ilmu pengetahuan sebagai masyarakat artinya dunia
pergaulan yang tindak-tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur
katanya diatur oleh empat ketentuan yaitu universalisme, komunalisme,
tanpa pamrih, dan skeptisisme yang teratur.

Van Melsen (1985) mengemukakan ada delapan ciri yang menadai


ilmu, yaitu :

1. Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu


keseluruhan yang secara logis koheren. Itu berarti adanya sistem
dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis).
2. Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya
dengan tanggung jawab ilmuwan.
3. Universalitas ilmu pengetahuan.
4. Obyektivitas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh obyek dan tidak
didistorsi oleh prasangka-prasangka subyektif.
5. Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti
ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan
harus dapat dikomunikasikan.
6. Progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat
ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-pertanyaan
baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi.
7. Kritis, artinya tidak ada teori yang difinitif, setiap teori terbuka bagi
suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru.
38

8. Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai


perwujudan kebertauan antara teori dengan praktis.

D. Problematika Ilmu
Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi

etis sebagai pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh


pada proses perkembangan lebih lanjut ilmu pengetahuan dan
teknologi. Tanggung jawab etis, merupakan hal yang menyangkut
kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat manusia,
martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung
jawab pada kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang,
dan bersifat universal, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah untuk mengembangkan Transformasi Sosial menuju
Masyarakat Informasi yang Beretika dan Demokratis dan
memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk menghancurkan
eksistensi manusia. Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan
teknologi menyangkut juga tanggung jawab terhadap hal-hal yang
akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di
masa-masa lalu, sekarang maupun apa akibatnya bagi masa depan
berdasar keputusan-keputusan bebas manusia dalam kegiatannya.
Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam maupun
manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggung jawab untuk selalu
menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam perubahan tersebut
akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri maupun bagi perkembangan
eksistensi manusia secara utuh. (Achmad Charris Zubair, 2002)
39

Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan


penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam
kehidupan manusia. Tetapi harus menyadari juga apa yang seharusnya
dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan serta
martabat manusia yang seharusnya, baik dalam hubungannya
sebagai pribadi, dalam hubungan dengan lingkungannya maupun
sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.

Jadi sesuai dengan pendapat Van Melsen ( 1985) bahwa


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat
ataupun meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada
manusianya itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi
dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan manusia dalam
kebudayaannya. Kemajuan di bidang teknologi memerlukan
kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni
kedewasaan untuk mengerti mana yang layak dan yang tidak layak,
yang buruk dan yang baik. Tugas terpenting ilmu pengetahuan dan
teknologi adalah menyediakan bantuan agar supaya manusia
dapat sungguh- sungguh mencapai pengertian tentang
martabat dirinya. Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana
untuk mengembangkan diri manusia saja tetapi juga merupakan hasil
perkembangan dan kreativitas manusia itu sendiri Ilmu : Bebas Nilai
atau tidak bebas nilai Rasionalisasi ilmu pengetahuan terjadi sejak
Rene Descartes dengan sikap skeptis-metodisnya meragukan segala
sesuatu, kecuali dirinya yang sedang ragu-ragu (Cogito Ergo
Sum). Sikap ini berlanjut pada masa Aufklarung, suatu era yang
merupakan usaha manusia untuk mencapai pemahaman rasional
tentang dirinya dan alam. Transformasi Sosial menuju Masyarakat
Informasi yang Beretika dan Demokratis

Persoalannya adalah ilmu-ilmu itu berkembang dengan pesat


apakah bebas nilai atau justru tidak bebas nilai. Bebas nilai yang
40

dimaksudkan adalah sebagaimana Josep Situmorang (1996)


menyatakan bahwa bebas nilai artinya tuntutan terhadap setiap
kegiatan ilmiah agar didasarkan pada hakikat ilmu pengetahuan itu
sendiri. Ilmu pengetahuan menolak campur tangan faktor eksternal
yang tidak secara hakiki menentukan ilmu pengetahuan itu
sendiri. Paling tidak ada tiga faktor sebagai indikator bahwa ilmu
pengetahuan itu bebas nilai, yaitu :

1. Ilmu harus bebas dari pengandaian-pengandaian yakni bebas


dari pengaruh eksternal seperti : faktor politis, ideologi, agama,
budaya dan unsur kemasyarakatan lainnya.
2. Perlunya kebebasan usaha ilmiah agar otonomi ilmu
pengetahuan terjamin. Kebebasan itu menyangkut kemungkinan
yang tersedia dan penentuan diri
3. Penelitian ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang
sering dituding menghambat kemajuan ilmu, karena nilai etis
itu sendiri bersifat universal.
Tokoh sosiologi, Weber, menyatakan bahwa ilmu sosial harus
bebas nilai tetapi ia juga mengatakan bahwa ilmu-ilmu sosial harus
menjadi nilai yang relevan. Weber tidak yakin ketika para ilmuwan
sosial melakukan aktivitasnya seperti mengajar atau menulis mengenai
bidang ilmu sosial itu mereka tidak terpengaruh oleh kepentingan-
kepentingan tertentu atau tidak bias. Nilai-nilai itu harus
diimplikasikan bagian-bagian praktis ilmu sosial jika praktek itu
mengandung tujuan atau rasional. Tanpa keinginan melayani
kepentingan segelintir orang, budaya, maka ilmuwan sosial tidak
beralasan mengajarkan atau menuliskan itu semua. Suatu siakp moral
yang sedemikian itu tidak mempunyai hubungan obyektivitas ilmiah.
(Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, 2001) Kehati-hatian Weber dalam
memutuskan apakah ilmu itu bebas nilai atau tidak, bisa dipahami
mengingat disatu pihak obyektivitas merupakan ciri mutlak ilmu
41

pengetahuan, sedang di pihak lain subyek yang mengembangkan


ilmu dihadapkan pada nilai-nilai yang ikut menentukan pemilihan atas
masalah dan kesimpulan yang dibuatnya. Tokoh lain Habermas
sebagaimana yang ditulis oleh Rizal Mustansyir dan Misnal Munir
(2001) berpendirian teori sebagai produk ilmiah tidak pernah bebas
nilai. Pendirian ini diwarisi Habermas dari pandangan Husserl yang
melihat fakta atau obyek alam diperlukan oleh ilmu pengetahuan
sebagai kenyataan yang sudah jadi. Fakta atau obyek itu sebenarnya
sudah tersusun secara spontan dan primordial dalam pengalaman
sehari-hari atau dunia sebagaimana dihayati. Setia ilmu pengetahuan
mengambil dari Lebenswelt itu sejumlah fakta yang kemudian
diilmiahkan berdasarkan kepentingan-kepentingan praktis.
Habermas menegaskan lebih lanjut bahwa ilmu pengetahuan
alam terbentuk berdasarkan kepentingan-kepentingan teknis. Ilmu
pengetahuan alam tidaklah netral, karena isinya tidak lepas sama
sekali dari kepentingan praktis. Ilmu sejarah dan hermeneutika juga
ditentukan oleh kepentingan- kepentingan praktis kendati dengan cara
yang berbeda. Kepentingannya ialah memelihara serta memperluas
bidang aling pengertian antar manusia dan perbaikan komunikasi.
Setiap kegiatan teoritis yang melibatkan pola subyek-subyek selalu
mengandung kepentingan tertentu. Kepentingan itu bekerja pada tiga
bidang yaitu pekerjaan, bahasa, dan otoritas. Pekerjaan merupakan
kepentingan ilmu pengetahuan alam, bahasa merupakan
kepentingan ilmu sejarah dan hermeneutika, sedang otoritas
merupakan kepentingan ilmu sosial.

E. Pancasila Sebagai Dasar Nilai Dalam Strategi Pengembangan Ilmu


dan Teknologi
1. Konsep Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
42

Pengertian Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu


dapat mengacu pada beberapa jenis pemahaman. Pertama,
bahwa setiap ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) yang
dikembangkan di Indonesia haruslah tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Kedua, bahwa
setiap iptek yang dikembangkan di Indonesia harus menyertakan
nilai-nilai Pancasila sebagai faktor internal pengembangan iptek itu
sendiri. Ketiga, bahwa nilai-nilai Pancasila berperan sebagai rambu
normatif bagi pengembangan iptek di Indonesia, artinya mampu
mengendalikan iptek agar tidak keluar dari cara berpikir dan cara
bertindak bangsa Indonesia Keempat, bahwa setiap pengembangan
iptek harus berakar dari budaya dan ideologi bangsa Indonesia
sendiri atau yang lebih dikenal dengan istilah indegenisasi ilmu
(mempribumian ilmu). (Dikti, 2016) Keempat pengertian Pancasila
sebagai dasar pengembangan ilmu sebagaimana dikemukakan di
atas mengandung konsekuensi yang berbeda-beda. Pengertian
pertama bahwa iptek tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila mengandung asums bahwa iptek itu
sendiri berkembang secara otonom, kemudian dalam
perjalanannya dilakukan adaptasi dengan nilai-nilai Pancasila.

Pengertian kedua bahwa setiap iptek yang dikembangkan


dimndonesia harus menyertakan nilai-nilai Pancasila sebagai faktor
internal mengandaikan bahwa sejak awal pengembangan iptek
sudah harus melibatkan nilai-nilai Pancasila. Namun, keterlibatan
nilai-nilai Pancasila ada dalam posisi tarik ulur, artinya ilmuwan
dapat mempertimbangkan sebatas yang mereka anggap layak untuk
dilibatkan. Pengertian ketiga bahwa nilai-nilai Pancasila berperan
sebagai rambu normatif bagi pengembangan iptek mengasumsikan
bahwa ada aturan main yang harus disepakati oleh para ilmuwan
sebelum ilmu itu dikembangkan. Namun, tidak ada jaminan bahwa
43

aturan main itu akan terus ditaati dalam perjalanan pengembangan


iptek itu sendiri. Sebab ketika iptek terus berkembang, aturan main
seharusnya terus mengawal dan membayangi agar tidak terjadi
kesenjangan antara pengembangan iptek dan aturan main
Pengertian keempat yang menempatkan bahwa setiap
pengembangan iptek harus berakar dari budaya dan ideologi
bangsa Indonesia sendiri sebagai proses indegenisasi ilmu
mengandaikan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu, tetapi sudah menjadi paradigma ilmu yang
berkembang di Indonesia. Untuk itu, diperlukan penjabaran yang
lebih rinci dan pembicaraan di kalangan intelektual Indonesia,
sejauh mana nilai-nilai Pancasila selalu menjadi bahan
pertimbangan bagi keputusan-keputusan ilmiah yang diambil
(Dikti, 2016)

2. Pentingnya Pancasila sebagai Dasar Pengembangan Ilmu


Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat

ditelusuri ke dalam hal-hal sebagai berikut:

Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan


bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek
menimbulkan perubahan dalam cara pandang manusia tentang
kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan refleksi yang
mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam
penentuan keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian
bangsa. Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan
iptek terhadap lingkungan hidup berada dalam titik nadir
yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi
para ilmuwan dalam pengembangan iptek di Indonesia Ketiga,
perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat
44

dengan politik global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam


kehidupan Transformasi Sosial menuju Masyarakat Informasi yang
Beretika dan Demokratis. Bangsa Indonesia, seperti spiritualitas,
gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa
keadilan. Oleh karena itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk
menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai global yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia

3. Pancasila sebagai sumber nilai, kerangka berpikir serta


asas moralitas bagi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pembangunan nasional adalah upaya bangsa untuk
mencapai ujuan nasionalnya sebagaimana yang dinyatakan
dalam Pembukaan UUD 1945. Pada hakikatnya Pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional mengandung arti bahwa
segala aspek pembangunan harus mencerminkan nilai-nilai
Pancasila. Negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui
pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruhwarganya
harus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia. Oleh
karena itu pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa yang
mencakup akal, rasa dan kehendak, aspek raga, aspek individu,
aspek makhluk sosial, aspek pribadi dan juga aspek
kehidupan ketuhanannya Dalam upaya manusia mewujudkan
kesejahteraan dan peningkatan harkat dan martabatnya maka
manusia mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Pancasila telah memberikan dasar nilai-nilai bagi pengembangan
iptek demi kesejahteraan hidup manusia Pengembangan iptek
sebagai hasil budaya manusia harus didasarkan pada moral
ketuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena
itu pada hakikatnya sila-sila Pancasila harus merupakan sumber
nilai, kerangka pikir serta basis moralitas bagi pengembangan iptek.
Menurut Kaelan (2000) bahwa Pancasila merupakan satu
45

kesatuan dari sila-silanya harus merupakan sumber nilai,


kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi. Oleh karena itu sila-sila dalam
Pancasila menunjukkan sistem etika dalam pembangunan iptek
yakni :

1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, mengimplementasikan ilmu


pengetahuan, mencipta, perimbangan antara rasional dengan
irrasional, antara akal, rasa, dan kehendak. Berdasarkan sila
pertama ini iptek tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan
dibuktikan dan diciptakan, tetapi juga dipertimbangkan
maksudnya dan akibatnya apakah merugikan manusia dengan
sekitarnya. Pengolahan diimbangi dengan pelestarian. Sila
pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan
sebagai pusatnyamelainkan sebagai bagian yang sistematik
dari alam yang diolahnya
2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan
dasar- dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan
iptek haruslah secara beradab. Iptek adalah bagian dari
proses budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh
sebab itu, pembangunan iptek harus didasarkan pada hakikat
tujuan demi kesejahteraan umat manusia. Iptek harus dapat
diabdikan untuk peningkatan harkat dan martabat manusia,
bukan menjadikan manusia sebagai makhluk yang angkuh dan
sombong akibat dari penggunaan iptek.
3. Sila Persatuan Indonesia, memberikan kesadaran kepada
bangsa Indonesia bahwa rasa nasionalisme bangsa
Indonesia akibat dari sumbangan iptek, dengan iptek
persatuan dan kesatuan bangsa dapat terwujud dan terpelihara,
persaudaraan dan persahabatan antar daerah di berbagai
daerah terjalin karena tidak lepas dari faktor kemajuan iptek.
46

Oleh sebab itu, Iptek harus dapat dikembangkan untuk


memperkuat rasa persatuan dan kesatuan bangsa dan
selanjutnya dapat dikembangkan dalam hubungan manusia
Indonesia dengan masyarakat internasional.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan, mendasari pengembangan
iptek secara demokratis. Artinya setiap ilmuwan haruslah
memiliki kebebasan untuk mengembangkan iptek. Selain itu
dalam pengembangan iptek setiap ilmuwan juga harus
menghormati dan menghargai kebebasan orang lain dan harus
memiliki sikap yang terbuka artinya terbuka untuk dikritik,
dikaji ulanh maupun dibandingkan dengan penemuan teori
lainnya.
5. Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, kemajuan
iptek harus dapat menjaga keseimbangan keadilan
dalam kehidupan kemanusiaan, yaitu keseimbangan keadilan
dalam hubungannya dengan dirinya sendiri, manusia dengan
Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia
dengan masyarakat bangsa dan negara serta manusia
dengan alam lingkungannya.
Kedudukan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional menurut Syahrial Syarbaini (2003) harus memperhatikan
konsep sebagai berikut:

1. Pancasila harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri


sebagai bangsa. Pancasila harus diletakkan sebagai
kerangka berpikir yang obyektif rasional dalam membangun
kepribadian bangsa. Oleh sebab itu, perlu dikembangkan
budaya ilmu pengetahuan dalam memupuk rasa persatuan
dan kesatuan bangsa.
47

2. Pancasila sebagai landasan pembangunan nasional, perubahan


yang terjadi dalam masyarakat dan bangsa akibat dari
pembangunan harus semakin menempatkan nilai-nilai Pancasila
yang dapat dirasakan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
3. Pancasila merupakan arah pembangunan nasional, proses
pembangunan nasional tidak terlepas dari kontrol nilai-nilai
Pancasila. Oleh sebab itu, kemana arah pembangunan melalui
tahap-tahapnya tidak dapat dilepaskan dari usaha
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila, sehingga
pembangunan adalah pengamalan Pancasila.
4. Pancasila merupakan etos pembangunan nasional, untuk
mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan diciptakan misi
pengamalan Pancasila secara konsisten dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Konsistensi antara
teori dan kenyataan dan ucapan dengan tindakan, merupakan
paradigma baru dalam menjadikan Pancasila sebagai
etika pembangunan nasional
5. Pancasila sebagai moral pembangunan, sebutan ini
mengandung maksud agar nilai-nilai luhur Pancasila
(norma- norma Pancasila yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945) dijadikan tolok ukur dalam melaksanakan
pembangunan nasional, baik dalam perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, maupun dalam
evaluasinya. Menurut Prof. Dr. M. Sastrapratedja (dalam Dikti,
2016;207-208) dalam artikelnya yang berjudul, Pancasila
sebagai Orientas Pembangunan Bangsa dan Pengembangan
Etika Ilmu Pengetahuan menegaskan ada dua peran Pancasila
dalam pengembangan iptek, yaitu pertama, Pancasila
merupakan landasan dari kebijakan pengembangan ilmu
pengetahuan, yang kedua, Pancasila sebagai landasan dari
48

etika ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal pertama yang


terkait dengan kedudukan Pancasila sebagai landasan
kebijakan pengembangan ilmu pengetahuan mencakup lima
hal sebagai berikut. Pertama, bahwa pengembangan ilmu
pengetahuan harus menghormati keyakinan religius
masyarakat karena dapat saja penemuan ilmu yang tidak
sejalan dengan keyakinan religious, tetap tidak harus
dipertentangkan karena keduanya mempunyai logika sendir
Kedua, ilmu pengetahuan ditujukan bagi pengembangan
kemanusiaan dan dituntun oleh nilai-nilai etis yang berdasarkan
kemanusiaan. Ketiga iptek merupakan unsur yang
“menghomogenisasikan” budaya sehingga merupakan unsur
yang mempersatukan dan memungkinkan komunikasi antar
masyarakat. Membangun penguasaan iptek melalui
sistem pendidikan merupakan sarana memperkokoh kesatuan
dan membangun identitas nasional. Keempat, prinsip
demokrasi akan menuntut bahwa penguasaan iptek harus
merata ke semua masyarakat karena pendidikan merupakan
tuntutan seluruh masyarakat. Kelima, kesenjangan dalam
penguasaan iptek harus dipersempit terus menerus
sehingga semakin merata, sebagai konsekuensi prinsip
keadilan sosial. Hal kedua yang meletakkan Pancasila
sebagai landasan etika pengembangan iptek dapat dirinci
sebagai berikut. (1) Pengembangan iptek terlebih yang
menyangkut manusia haruslah selalu menghormat martabat
manusia, misalnya dalam rekayasa genetik; (2) iptek haruslah
meningkatkan kualitas hidup manusia, baik sekarang maupun
di masa depan; (3) pengembangan iptek hendaknya
membantu pemekaran komunitas manusia, baik lokal, nasional
maupun global (4) iptek harus terbuka untuk masyarakat; lebih-
lebih yang memiliki dampak langsung kepada kondisi hidup
49

masyarakat; (5) iptek hendaknya membantu penciptaan


masyarakat yang semakin lebih adil.
4. Esensi Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu.
Hakikat Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan
iptek dikemukakan Prof. Wahyudi Sediawan (dalam Dikti,
2016; 2016-217) dalam Simposium dan sarasehan Pancasila
sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan
Bangsa, sebagai berikut:Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha
Esa memberikan kesadaran bahwa manusia hidup di dunia
ibarat sedang menempuh ujian dan hasi ujian akan menentukan
kehidupannya yang abadi di akhirat nanti. Salah satu ujiannya
adalah manusia diperintahkan melakukan perbuatan untuk
kebaikan, bukan untuk membuat kerusakan di bumi.
Tuntunan sikap pada kode etik ilmiah dan keinsinyuran,
seperti: menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan masyarakat; berperilaku terhormat, bertanggung
jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan,
reputasi dan kemanfaatan professional, dan lain-lain
adalah suatu manifestasi perbuatan untuk kebaikan tersebut.
Ilmuwan yang mengamalkan kompetensi teknik yang dimiliki
dengan baik sesuai dengan tuntunan sikap tersebut berarti
menyukuri anugrah Tuhan. Sila kedua, Kemanusiaan yang
Adil dan Beradab memberikan arahan, baik bersifat universal
maupun khas terhadap ilmuwan dan ahl teknik di Indonesia.
Asas kemanusiaan atau humanisme menghendak agar
perlakuan terhadap manusia harus sesuai dengan
kodratnya sebagai manusia, yaitu memiliki keinginan, seperti
kecukupan materi bersosialisasi, eksistensinya dihargai,
mengeluarkan pendapat, berperan nyata dalam
lingkungannya, bekerja sesuai kemampuannya yang
tertinggi. Hakikat kodrat manusia yang bersifat mono-pluralis,
50

sebagaimana dikemukakan Notonagoro, yaitu terdiri atas jiwa


dan raga (susunan kodrat), makhluk individu dan sosial (sifat
kodrat), dan makhluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat)
memerlukan keseimbangan aga dapat menyempurnakan
kualitas kemanusiaannya. Sila ketiga, Persatuan Indonesia
memberikan landasan esensia bagi kelangsungan Negara
Kesatauan Republik Indonesia (NKRI). Untuk itu, ilmuwan dan
ahli teknik Indonesia perlu menjunjung tinggi asas Persatuan
Indonesia ini dalam tugas-tugas profesionalnya. Kerja sama
yang sinergis antar individu dengan kelebihan dan
kekurangannya masing-masing akan menghasilkan
produktivitas yang lebih tinggi daripada penjumlahan
produktivitas individunya. Suatu pekerjaan atau tugas yang
dikerjakan bersama dengan semangat nasionalisme yang
tinggi dapat menghasilkan produktivitas yang lebih optimal. Sila
keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan memberikan arahan asa
kerakyatan, yang mengandung arti bahwa pembentukan
negara republik Indonesia ini adalah oleh dan untuk semua
rakyat Indonesia. Setiap warga negara mempunyai hak dan
kewajiban yang sama terhadap negara. Demikian pula halnya
dengan ilmuwan dan ahli teknik wajib memberikan
kontribusi sebasar-besarnya sesuai kemampuan untuk
kemajuan negara. Sila keempat ini juga memberi
arahan dalam manajemen keputusan, baik pada tingkat
nasional, regional maupun lingkup yang lebih sempit.
Manajemen keputusan yang dilandasi semangat
musyawarah akan mendatangkan hasil yang lebih baik
karenadapat melibatkan semua pihak dengan penuh
kerelaanSila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia memberikan arahan agar selalu diusahakan
51

tidak terjadinya jurang (gap) kesejahteraan di antara bangsa


Indonesia. Ilmuwan dan ahli teknik yang mengelola industri perlu
selalu mengembangkan sistem yang memajukan perusahaan,
sekaligus menjamin kesejahteraan karyawan. Selama ini,
pengelolaan industri lebih berorientasi pada pertumbuhan
ekonomi, dalam arti keuntungan perusahaan sehingga
cenderung mengabaikan kesejahteraan karyawan dan
kelestarian lingkungan. Situasi timpang ini disebabkan oleh
pola kerja yang hanya mementingkan kemajuan perusahaan.
Pada akhirnya, pola tersebut dapat menjadi pemicu aksi
protes yang justru merugikan pihak perusahaan itu sendiri.

Kesimpulan

1. Pancasila merupakan satu kesatuan dari sila-silanya harus merupakan


sumber nilai, kerangka berpikir serta asas moralitas bagi pembangunan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
2. Pengembangan ilmu dan teknologi terlebih yang menyangkut
manusia haruslah selalu menghormati martabat manusia, haruslah
meningkatkan kualitas hidup manusia baik sekarang maupun di
masa depan, membantu pemekaran komunitas manusia, baik lokal,
nasional maupun global, harus terbuka untuk masyarakat lebih-
lebih yang memiliki dampak langsung kepada kondisi hidup
masyarakat, ilmu dan teknologi hendaknya membantu penciptaan
masyarakat yang semakin lebih adil.

Daftar Pustaka
52

BP-7 Pusat, 1993,

Bahan Penataran P-4, Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta.

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI. (2013),

Materi Ajar Mata Kuliah Pendidikan Pancasila, Jakarta: DIKTI.

Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan DIKTI. (2016),

Pendidikan Pancasila. Jakarta: DIKTI.

Joesoe f, Daoed, 1987,

“Pancasila, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan”, dalam


Soeroso H. Prawirohardjo, dkk., Pancasila Sebagai Orientasi
Pengembangan Ilmu, Yogyakarta: PT Badan Penerbit Kedaulatan
Rakyat.

Kaelan, 2000.

Pendidikan Pancasila, Edisi Reformasi, Yogyakarta: Penerbit


paradigma.

Kaelan, 2012

Pendidkan Pancasila, Paradigma, Jogjakarta

Karsadi, 2014

Pendidikan Pancasiladi Perguruan Tinggi, Pustaka Pelajar,


Jogjakarta.

M. Syamsudin, 2009
53

Pendidikan Pancasila, Total Media, Jogjakarta.

Melson, Van, AGM., 1985.

Ilmu Pengetahuan Dan Tanggung Jawab Kita, Jakarta: PT


Gramedia, Terjemahan K. Bertens, Judul asli “Wetenschap en
Verantwoondelijkheid”.

Mustansyir, Rizal dan Misnal munir, 2001.

Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syarbaini, Syahrial, (2003),


52
Pendidikan Pancasila Di Perguruan Tinggi, Jakarta: Ghalia
Indonesia.

The Liang Gie, (1987),

Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Yayasan Studi Ilmu Dan


Teknologi.

Zubair, Achmad Charris, (2002),

Dimensi Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia: Kajian Filsafat


Ilmu, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam (LESFI).

Anda mungkin juga menyukai