4 Landasa Dalam Pancasila
4 Landasa Dalam Pancasila
4 Landasa Dalam Pancasila
Pancasila sebagaimana yang tercantum pada Pembukaan UUD 1945 dalam perjalanan sejarah
kemerdekaan bangsa Indonesia telah mengalami persepsi dan juga interpretasi, sesuai dengan
kepentingan rezim yang berkuasa.
Pancasila sudah digunakan sebagai salah satu alat untuk memaksa rakyat bisa bersikap setia
terhadap pemerintah yang memiliki kuasa, dengan cara menempatkan Pancasila sebagai satu-
satunya asas yang ada dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Pancasila yang sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 menjadi Dasar Negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang harus bisa dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara.
Sementara itu, yang perlu kita ketahui, landasan Pendidikan Pancasila itu sendiri ada sebanyak 4
(empat) macam, mulai dari landasan historis, landasan kultural, landasan yuridis dan yang
terakhir adalah landasan filosofis.
1. Landasan Historis
Berdasarkan dari landasan historis, Pancasila dirumuskan serta memiliki suatu tujuan yang
digunakan sebagai Dasar Negara Indonesia. Proses perumusannya tersebut juga diambil dari
nilai-nilai pandangan hidup masyarakat.
Setiap bangsa tentu memiliki ideologi dan pandangan hidupnya masing-masing, alias berbeda
(tidaklah sama) yang mana diambil dari nilai-nilai yang hidup serta berkembang di dalam bangsa
itu sendiri. Pancasila digali dari bangsa Indonesia yang memang sudah tumbuh serta berkembang
semenjak lahirnya bangsa Indonesia.
Oleh para pendiri bangsa kita, dirumuskanlah dengan sederhana, namun memiliki arti yang
begitu mendalam yang mana mampu meliputi sebanyak 5 (lima) prinsip (sila) yang diberi nama
dengan Pancasila. Negara Indonesia merancang Dasar Negara yang justru bersumber pada nilai-
nilai yang telah tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat dan bangsa
Indonesia.
Nama Pancasila itu sendiri diberikan oleh salah seorang penggagasnya, yakni Ir. Soekarno yang
ada pada pidatonya, tepat pada tanggal 1 Juni 1945, dalam persidangan Badan Penyidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang menjadi saran dan petunjuk seorang
temannya yang ahli bahasa.
Kesimpulan : Landasan historis memiliki arti Pancasila yang didasarkan pada sejarah bangsa
Indonesia itu sendiri. Nilai-nilai Pancasila yang berhasil didapat itu berasal dari bangsa Indonesia
sendiri, sehingga bangsa Indonesia tak akan pernah bisa dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila.
2. Landasan Kultural
Pancasila menjadi salah satu pencerminan budaya bangsa, sehingga harus bisa diwariskan
kepada generasi penerus atau generasi selanjutnya. Secara kultural, unsur-unsur Pancasila itu
terdapat dalam adat istiadat, tulisan, bahasa, slogan, kesenian, agama, kepercayaan dan
kebudayaan dalam negara Indonesia secara umum.
Pandangan hidup dari suatu bangsa merupakan salah satu hal yang memang tak boleh dipisahkan
dengan kehidupan dari bangsa itu sendiri.
Suatu bangsa yang tak memiliki pandangan hidup merupakan bangsa yang memang tak memiliki
kepribadian serta jati diri, sehingga bangsa tersebut menjadi mudah terombang-ambing dari
berbagai macam pengaruh yang berkembang dari luar negerinya.
Pancasila di sini memiliki sifat yang terbuka, sehingga bisa mengadaptasikan dirinya dengan dan
terhadap perkembangan zaman, di samping mempunyai dinamika internal secara selektif dalam
proses adaptasi yang dilakukan.
Dengan inilah, generasi penerus bangsa mampu memperkaya nilai-nilai Pancasila, sesuai dengan
tingkat perkembangan dan tantangan zaman yang dihadapinya terutama dalam meraih suatu
bentuk keunggulan IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) tanpa harus kehilangan jati
dirinya.
Maka dari itu, generasi penerus atau generasi selanjutnya, terutama dalam kalangan intelektual
kampus ini sudah seharusnya bisa mendalami serta mengkaji karya besar itu dalam upaya guna
melestarikan secara dinamis dalam artian untuk mengembangkannya sesuai dengan tuntutan
zaman.
Kesimpulan : Landasan kultural adalah Pancasila yang didasarkan pada nilai-nilai budaya yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia itu sendiri. Maka dari itu, di sinilah peran penting dari generasi
penerus bangsa, terutama pada kalangan intelektual kampus, beserta dengan seluruh lapisan
masyarakat yang memang sudah seharusnya bisa mendalami secara dinamis dalam arti
mengembangkannya lebih dalam lagi di era yang sudah kian modern ini.
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis ini merupakan landasan yang berdasar atas aturan yang dibaut setelah melalui
perundingan dan permusyawarahan. Alinea ke-4 dalam Pembukaan UUD 1945 yang menjadi
landasan yuridis konstitusional antara lain yang ada di dalamnya terdapat rumusan dan susunan
sila-sila Pancasila sebagai dasar negara yang sah, benar serta otentik, sebagai berikut :
Batang tubuh UUD 1945 itu juga menjadi landasan yuridis konstitusional karena dasar negara
yang ada pada Pembukaan UUD 1945 dijabarkan menjadi lebih lanjut dan lebih terperinci pada
pasal-pasal dan ayat-ayat yang ada di dalam Batang Tubuh UUD 1945 itu.
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila yang ada di Perguruan Tinggi
sudah diatur dalam UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 yang
menyatakan, isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan.
Kesimpulan : Landasan yuridis adalah penyelenggaraan Pendidikan Pancasila yang didasarkan
dalam Perguruan Tinggi yang didasarkan di ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku di
Indonesia.
4. Landasan Filosofis
Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan suatu negara merupakan bangsa yang
berketuhanan dan berkemanusiaan, yang mana hal ini berdasar dari kenyataan objektif jika
manusia itu merupakan makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Syarat mutlak dari suatu negara ialah dengan adanya persatuan yang terwujud sebagai rakyat
(yang menjadi unsur pokok suatu negara), sehingga secara filosofis negara berpersatuan dan
berkerakyatan konsekuensinya rakyat menjadi dasar ontologism demokrasi, karena memang
rakyat ialah asal mula kekuasaan negara atas dasar pengertian filosofis itulah maka dalam hidup
bernegara, nilai Pancasila menjadi dasar filsafat negara.
Konsekuensi dalam berbagai macam aspek penyelenggaraan negara haruslah bersumber dari
nilai-nilai Pancasila, termasuk itu pada sistem peraturan perundang-undangan yang ada di
Indonesia.
Maka dari itu, realisasi kenegaraan termasuk dalam proses reformasi yang terjadi dewasa ini
menjadi suatu bentuk keharusan jika memang Pancasila menjadi salah satu sumber nilai dalam
pelaksanaan kenegaraan baik itu di dalam pembangunan nasional, ekonomi, sosial budaya,
politik, hukum, hingga pertahanan dan keamanan.
Kesimpulan : Nilai-nilai Pancasila menjadi dasar filsafat negara, maka dalam aspek
penyelenggaraannya, negara harus bersumber terhadap nilai-nilai Pancasila termasuk juga dalam
sistem perundang-undangan yang ada di Indonesia
Landasan Historis, Kultural, Yuridis dan Filosofis Pancasila
BAB I
PENDAHULUAN
Dasar negara Republik Indonesia adalah Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945
dan secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, kemudian diundangkan dalam Berita
Republik Indonesia tahun II No. 7 bersama-sama dengan batang tubuh UUD 1945.
Dalam sejarahnya, eksistensi Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia
mengalami berbagai macam interpretasi dan manipulasi politik sesuai dengan kepentingan penguasa
demi kokoh dan tegaknya kekuasaan yang berlindung dibalik legitimasi ideologi negara Pancasila.
Dengan lain perkataan, dalam kedudukan yang seperti ini Pancasila tidak lagi diletakkan sebagai dasar
filsafat serta pandangan hidup bangsa dan negara Indonesia melainkan direduksi, dibatasi dan
dimanipulasi demi kepentingan politik penguasa pada saat itu. Dalam kondisi kehidupan bermasyarakat
dan berbangsa yang sedang dilanda oleh arus krisis dan disintegrasi maka Pancasila tidak terhindar dari
berbagai macam gugatan, sinisme, serta pelecehan terhadap kredibilitas dirinya sebagai dasar negara
ataupun ideologi, namun demikian perlu segera kita sadari bahwa tanpa suatu platform dalam format
dasar negara atau ideologi maka suatu bangsa mustahil akan dapat survive dalam menghadapi berbagai
tantangan dan ancaman.
Dampak yang cukup serius atas manipulasi Pancasila oleh para penguasa pada masa lampau,
dewasa ini banyak kalangan elit politik serta sebagian masyarakat beranggapan bahwa Pancasila
merupakan label politik Orde Baru. Sehingga mengembangkan serta mengkaji Pancasila dianggap akan
mengembalikan kewibawaan Orde Baru. Pandangan sinis serta upaya melemahkan ideology Pancasila
berakibat fatal yaitu melemahkan kepercayaan rakyat yang akhirnya mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa, contoh: kekacauan di Aceh,Kalimantan, Sulawesi, Ambon , Papua, dll.
Berdasarkan alasan tsb diatas, maka tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara untuk
selalu mengkaji dan mengembangkan Pancasila setingkat dengan idelogi/paham yang ada seperti
Liberalisme, Komunisme, Sosialisme.
1. Landasan Historis
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai, Sriwijaya,
Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya
sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup serta
filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain.
Oleh para pendiri bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam
yang meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang kuat
(nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional. Hal ini dapat
terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah bangsa.
Secara historis nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila sebelum dirumuskan dan
disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri. Sehingga asal nilainilai Pancasila tersebut tidak lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri, atau
bangsa Indonesia sebagai kausa materialis Pancasila.
2. Landasan Kultural
3. Landasan Yuridis
Landasan yuridis (hukum) perkuliahan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi diatur dalam UU
No.2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 39 menyatakan : Isi kurikulum setiap jenis,
jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan.
Sebagai pelaksanaan dari SK tersebut, Dirjen Pendidikan Tinggi mengeluarkan Surat Keputusan
No.38/DIKTI/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
(MPK). Dalam pasal 3 dijelaskan bahwa kompetensi kelompok mata kuliah MPK bertujuan menguasai
kemampuan berfikir, bersikap rasional dan dinamis, berpandangan luas sebagai manusia intelektual.
Adapun rambu-rambu mata kuliah MPK Pancasila adalah terdiri atas segi historis, filosofis,
ketatanegaraan, kehidupan berbangsa dan bernegara serta etika politik. Pengembangan tersebut
dengan harapan agar mahasiswa mampu mengambil sikap sesuai dengan hati nuraninya, mengenali
masalah hidup terutama kehidupan rakyat, mengenali perubahan serta mampu memaknai peristiwa
sejarah, nilai-nilai budaya demi persatuan bangsa.
4. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh karena itu
sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten merealisasikan dalam setiap aspek
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang
berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif bahwa manusia adalah
mahluk Tuhan YME. Setiap aspek penyelenggaraan negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila
termasuk sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi
kenegaraan termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila
merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam pembangunan nasional, ekonomi,
politik, hukum, social budaya, maupun pertahanan keamanan.
Dengan mempelajari pendidikan Pancasila diharapkan untuk menghasilkan peserta didik dengan
sikap dan perilaku :
Melalui Pendidikan Pancasila warga negara Indonesia diharapkan mampu memahami, menganalisa
dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat bangsanya secara berkesinambungan
dan konsisten dengan cita-cita dan tujuan nasional dalam Pembukaan UUD 1945.
Pancasila termasuk Filsafat Pancasila sebagai suatu kajian ilmiah harus memenuhi syarat-syarat
ilmiah, menurut Ir. Poedjowijatno dalam bukunya “Tahu dan Pengetahuan” mencatumkan syarat-syarat
ilmiah sebagai berikut :
- berobyek
- bermetode
- bersistem
- bersifat universal
1. Berobyek
Dalam filsafat, ilmu pengetahuan dibedakan antara obyek forma dan obyek materia. Obyek
materia Pancasila adalah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila. Pancasila dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang misalnya : Moral (moral Pancasila), Ekonomi (ekonomi Pancasila),
Pers (Pers Pancasila), Filsafat (filsafat Pancasila), dsb. Obyek Materia Pancasila adalah suatu obyek yang
merupakan sasaran pembahasan dan pengkajian Pancasila baik yang bersifat empiris maupun non
empiris. Bangsa Indonesia sebagai kausa materia (asal mula nilai-nilai Pancasila), maka obyek material
pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budaya dalam bermayarakat,
berbangsa dan bernegara. Obyek materia empiris berupa lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-
benda sejarah dan budaya, Lembaran Negara, naskah-naskah kenegaraan, dsb. Obyek materia non
empiris non empiris meliputi nilai-nilai budaya, nilai-nilai moral, nilai-nilai religius yang tercermin dalam
kepribadian, sifat, karakter dan pola-pola budaya.
2. Bermetode
Metode adalah seperangkat cara/sistem pendekatan dalam rangka pembahasan Pancasila untuk
mendapatkan suatu kebenaran yang bersifat obyektif. Metode dalam pembahasan Pancasila sangat
tergantung pada karakteristik obyek forma dan materia Pancasila. Salah satu metode adalah “analitico
syntetic” yaitu suatu perpaduan metode analisis dan sintesa. Oleh karena obyek Pancasila banyak
berkaitan dengan hasil-hasil budaya dan obyek sejarah maka sering digunakan metode “hermeneutika”
yaitu suatu metode untuk menemukan makna dibalik obyek, demikian juga metode “koherensi historis”
serta metode “pemahaman penafsiran” dan interpretasi. Metode-metode tersebut senantiasa
didasarkan atas hukum-hukum logika dalam suatu penarikan kesimpulan.
3. Bersistem
Suatu pengetahuan ilmiah harus merupakan sesuatu yang bulat dan utuh. Bagian-bagian dari
pengetahuan ilmiah harus merupakan suatu kesatuan antara bagian-bagian saling berhubungan baik
hubungan interelasi (saling hubungan maupun interdependensi (saling ketergantungan). Pembahasan
Pancasila secara ilmiah harus merupakan suatu kesatuan dan keutuhan (majemuk tunggal) yaitu ke lima
sila baik rumusan, inti dan isi dari sila-sila Pancasila merupakan kesatuan dan kebulatan.
4. Universal
Kebenaran suatu pengetahuan ilmiah harus bersifat universal artinya kebenarannya tidak
terbatas oleh waktu, keadaan, situasi, kondisi maupun jumlah. Nilai-nilai Pancasila bersifat universal
atau dengan kata lain intisari, esensi atau makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila pada hakekatnya
bersifat universal.
Tingkatan Pengetahuan Ilmiah
Tingkat pengetahuan ilmiah dalam masalah ini bukan berarti tingkatan dalam hal kebenarannya
namun lebih menekankan pada karakteristik pengetahuan masing-masing. Tingkatan pengetahuan
ilmiah sangat ditentukan oleh macam pertanyaan ilmiah sbb :
1. Pengetahuan Deskriptif
Pengetahuan deskriptif yaitu suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu keterangan,
penjelasan obyektif. Kajian Pancasila secara deskriptif berkaitan dengan kajian sejarah perumusan
Pancasila, nilai-nilai Pancasila serta kajian tentang kedudukan dan fungsinya.
2. Pengetahuan Kausal
Pengetahuan kausal adalah suatu pengetahuan yang memberikan jawaban tentang sebab
akibat. Kajian Pancasila secara kausal berkaitan dengan kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila
yang meliputi 4 kausa yaitu kausa materialis, kausa formalis, kausa efisien dan kausa finalis. Selain itu
juga berkaitan dengan Pancasila sebagai sumber nilai, yaitu Pancasila sebagai
3. Pengetahuan Normatif
Pengetahuan normatif adalah pengetahuan yang berkaitan dengan suatu ukuran, parameter
serta norma-norma. Dengan kajian normatif dapat dibedakan secara normatif pengamalan Pancasila
yang seharusnya dilakukan (das sollen) dan kenyataan faktual (das sein) dari Pancasila yang bersifat
dinamis.
4. Pengetahuan Esensial
Pengetahuan esensial adalah tingkatan pengetahuan untuk menjawab suatu pertanyaan yang
terdalam yaitu pertanyaan tentang hakekat sesuatu. Kajian Pancasila secara esensial pada hakekatnya
untuk mendapatkan suatu pengetahuan tentang intisari/makna yang terdalam dari sila-sila Pancasila
(hakekat Pancasila).
Kedudukan dan fungsi Pancasila jika dikaji secara ilmiah memiliki pengertian yang luas, baik dalam
kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara dan sebagai kepribadian
bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai macam terminologi yang harus kita
deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu untuk memahami Pancasila secara kronologis baik
menyangkut rumusannya maupun peristilahannya maka pengertian Pancasila meliputi :
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam bahasa
Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti secara harfiah
dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan Budha di India.
Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap
golongan mempunyai kewajiban moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila,
Saptasyiila, Pancasyiila. Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang
harus ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan minum-minuman
keras.
Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan India masuk ke Indonesia sehingga
ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian
Negara Kertagama karangan Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima
pantangan (Pancasila).
Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh ajaran moral Budha
(Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan (mo limo/M5) : mateni (membunuh),
maling (mencuri), madon (berzina), mabok (minuman keras/candu), main (berjudi).
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas dasar negara
sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan UUD RI yang di
dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang disebut dengan
nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio Nasional
(Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan Kesejahteraan Rakyat),
Ketuhanan yang Maha Esa. Adapun Tri Sila masih diperas lagi menjadi Eka Sila yang intinya adalah
“gotong royong”.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan) yang menghasilkan
“Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan rumusan sebagai berikut :
Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI tercantum rumusan
Pancasila sebagai berikut :
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang secara
konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun dalam sejarah
ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia mempertahankan proklamasi dan
eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan Pancasila sebagai berikut :
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan Pancasila yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 dan
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
Pendidikan pancasila yang selama ini merupakan bagian penting dari SISDIKNAS
(Sistem Pendidikan Nasional) di Indonesia sebagai bagian dari upaya mencerdaskan
kehidupan bangsa. (baca pula: Tujuan Pendidikan Nasional)
Secara ilmiah, Kedudukan dan fungsi Pancasila memiliki pengertian yang luas, baik
dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, ideologi negara
dan sebagai kepribadian bangsa bahkan dalam proses terjadinya, terdapat berbagai
macam terminologi yang harus kita deskripsikan secara obyektif. Oleh karena itu
untuk memahami Pancasila secara kronologis baik menyangkut rumusannya maupun
peristilahannya maka berikut ini adalah pengertiannya:
Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta dari India, menurut Muhammad Yamin dalam
bahasa Sansekerta kata Pancasila memiliki dua macam arti secara leksikal, yaitu :
Secara etimologis kata Pancasila berasal dari istilah Pancasyila yang memiliki arti
secara harfiah dasar yang memiliki lima unsur. Kata Pancasila mula-mula terdapat
dalam kepustakaan Budha di India. Dalam ajaran Budha terdapat ajaran moral untuk
mencapai nirwana dengan melalui samadhi dan setiap golongan mempunyai kewajiban
moral yang berbeda. Ajaran moral tersebut adalah Dasasyiila, Saptasyiila, Pancasyiila.
Pancasyiila menurut Budha merupakan lima aturan (five moral principle) yang harus
ditaati, meliputi larangan membunuh, mencuri, berzina, berdusta dan larangan
minum-minuman keras. Melalui penyebaran agama Hindu dan Budha, kebudayaan
India masuk ke Indonesia sehingga ajaran Pancasyiila masuk kepustakaan Jawa
terutama jaman Majapahit yaitu dalam buku syair pujian Negara Kertagama karangan
Empu Prapanca disebutkan raja menjalankan dengan setia ke lima pantangan
(Pancasila). Setelah Majapahit runtuh dan agama Islam tersebar, sisa-sisa pengaruh
ajaran moral Budha (Pancasila) masih dikenal masyarakat Jawa yaitu lima larangan
(mo limo/M5) : mateni(membunuh), maling (mencuri), madon(berzina),
mabok(minuman keras/candu), main(berjudi).
Sidang BPUPKI pertama membahas tentang dasar negara yang akan diterapkan. Dalam
sidang tersebut muncul tiga pembicara yaitu M. Yamin, Soepomo dan Ir.Soekarno yang
mengusulkan nama dasar negara Indonesia disebut Pancasila.
Tanggal 18 Agustus 1945 disahkan UUD 1945 termasuk Pembukaannya yang didalamnya
termuat isi rumusan lima prinsip sebagai dasar negara.
Walaupun dalam Pembukaan UUD 1945 tidak termuat istilah/kata Pancasila, namun
yang dimaksudkan dasar negara Indonesia adalah disebut dengan Pancasila. Hal ini
didasarkan atas interpretasi historis terutama dalam rangkapembentukan rumusan
dasar negara yang secara spontan diterima oleh peserta sidang BPUPKI secara bulat.
Secara historis proses perumusan Pancasila adalah :
Pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, M. Yamin berpidato mengusulkan lima asas
dasar negara sebagai berikut :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat
Setelah berpidato beliau juga menyampaikan usul secara tertulis mengenai rancangan
UUD RI yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara sebagai berikut :
b. Mr. Soepomo
Pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945 Soepomo mengusulkan lima dasar negara
sebagai berikut :
1. Persatuan
2. Kekeluargaan
3. Keseimbangan lahir dan bathin
4. Musyawarah
5. Keadilan rakyat
c. Ir. Soekarno
Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan dasar negara yang
disebut dengan nama Pancasila secara lisan/tanpa teks sebagai berikut :
Selanjutnya beliau mengusulkan kelima sila dapat diperas menjadi Tri Sila yaitu Sosio
Nasional (Nasionalisme dan Internasionalisme), Sosio Demokrasi (Demokrasi dengan
Kesejahteraan Rakyat), Ketuhanan yang Maha Esa . Adapun Tri Sila masih diperas lagi
menjadi Eka Sila yang intinya adalah “ gotong royong”.
d. Piagam Jakarta
Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan sidang oleh 9 anggota BPUPKI (Panitia Sembilan)
yang menghasilkan “Piagam Jakarta” dan didalamnya termuat Pancasila dengan
rumusan sebagai berikut :
Dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI
tercantum rumusan Pancasila sebagai berikut :
Rumusan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 inilah yang
secara konstitusional sah dan benar sebagai dasar negara Republik Indonesia. Namun
dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia dalam upaya bangsa Indonesia
mempertahankan proklamasi dan eksistensinya, terdapat pula rumusan-rumusan
Pancasila sebagai berikut :
Dari berbagai macam rumusan Pancasila, yang sah dan benar adalah rumusan
Pancasila yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 sesuai dengan Ketetapan MPRS
No. XX/MPRS/1966 dan Ketetapan MPR No. III/MPR/2000.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan pontensi dirinya
sehingga memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (Depdiknas, 2003: 20).
Dengan kata lain, yang dimaksud dengan pendidikan adalah proses pengembangan
potensi, kemampuan, dan kepribadian peserta didik yang dilakukan dengan usaha
sadar dan terencana dengan tujuan agar dapat bermanfaat bagi dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Selanjutnya, pengertian pendidikan pancasila tentu akan merujuk
pada pengertian pendidikan dan pengertian pancasila sebagaimana yang masing-
masing telah diuraikan di atas. Dalam ungkapan sederhana, pengertian pendidikan
pancasila adalah “Pendidikan tentang Pancasila”. Kalimat itulah yang dapat kami
cerna sebagaimana dijelaskan dalam sejumlah literatur.
Pendidikan tentang pancasila merupakan salah satu cara untuk menanamkan pribadi
yang bermoral dan berwawasan luas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh
karena itu, pendidikan tentang pancasila perlu diberikan disetiap jenjang pendidikan
mulai dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka pendidik dalam hal ini dosen tidak hanya
mentransfer ilmu pengetahuan saja, tetapi juga memberikan pemahaman akan nilai-
nilai yang terkandung dalam pancasila sehingga diharapkan mahasiswa memiliki
kepercayaan terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sehingga dapat
digunakannya dalam prektek kehidupannya sehari-hari. Hal tersebut sebagaimana
dikemukakan the journal of education: “a teacher not only shows and cultivates
Pancasila as a cognitive concept and knowledge as well as a normative norm, but also
builds and shows the moral message and value as well as soul and spirit of Pancasila.
As a result, Pancasila can be personalized as the student’s value and belief system
and speed the motivation to bring the system into the student’s behavior in life”.
(Sunarti Rudi, 1999: 376)
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal
3 berbunyi: “…berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
bertanggungjawab” dijadikan dasar dalam menetapkan kurikulum pendidikan di
perguruan tinggi.
Mengacu pada Undang-undang tersebut maka kurikulum pendidikan tinggi wajib
memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan Bahasa yang kemudian
diejawantahkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang menetapkan kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Tinggi
yang wajib memuat mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan dan
Bahasa Indonesia serta Bahasa Inggris.
Bangsa Indonesia terbentuk melalui proses yang panjang mulai jaman kerajaan Kutai,
Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya penjajah. Bangsa Indonesia berjuang untuk
menemukan jati dirinya sebagai bangsa yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang
tersimpul dalam pandangan hidup serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri
khas, sifat karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri
bangsa kita (the founding father) dirumuskan secara sederhana namun mendalam yang
meliputi lima prinsip (sila) dan diberi nama Pancasila.
Dalam era reformasi bangsa Indonesia harus memiliki visi dan pandangan hidup yang
kuat (nasionalisme) agar tidak terombang-ambing di tengah masyarakat internasional.
Hal ini dapat terlaksana dengan kesadaran berbangsa yang berakar pada sejarah
bangsa.
b. Landasan Kultural
c. Landasan Yuridis
d. Landasan Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia, oleh
karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten
merealisasikan dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Secara filosofis bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa
yang berketuhanan dan berkemanusiaan, hal ini berdasarkan kenyataan obyektif
bahwa manusia adalah makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Setiap aspek penyelenggaraan
negara harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan
perundang-undangan di Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan
termasuk dalam proses reformasi dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa
Pancasila merupakan sumber nilai dalam pelaksanaan kenegaraan, baik dalam
pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial budaya, maupun pertahanan
keamanan.