LP Anc

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

N DENGAN DIAGNOSA
MEDIS NAUSEA DI RUANG KIA PUKESMAS
PANARUNG PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
Welsha
2022-01-14201-095

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2024/2025
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Ini Disusun Oleh:

Nama : Welsha

NIM : 2022-01-14201-095

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : “ Asuhan Keperawatan antenatal care pada Ny.N dengan


diagnosa medis nausea di ruangan kia puskesmas panarung
Palangka Raya”

Dibuat Sebagai Syarat Dalam Menempuh Praktik Klinik Keperawatan II

Pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Elin Ria Resty,S.Kep.,Ners Siti Rahmah, S.Kep., Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul ”Asuhan Keperawatan antenatal care pada Ny. N
dengan diagnosa medis nausea di ruang KIA Pukesmas Panarung Palangka Raya”

Asuhan Keperawatan ini disusun guna melengkapi (Praktik PPK II).


Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Serjana SI
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya dan
3. Elin Ria Resty,S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Siti Rahmah, S.Kep., Ners selaku Pembimbing Lahan/CI yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan panduan
praktik keperawatan di dr.Doris Sylvanus
5. Ibu Kristinawati, S.Kep., Ners selaku sebagai kordinator PPK II yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan panduan
prakrik keperawatan di Rs. Doris Sylvanus
6. Kepada Ny. M yang telah bersedia menjadi pasien untuk mendukung dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
7. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
8. Semua pihak rumah sakit dr. doris sylvanus yang telah membantu dalam
pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya, September 2024


DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................1
1.4 Manfaat......................................................................................................2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
2.1 KONSEP DASAR PENYAKIT……………………………………………3
2.1 Definisi…………….…………………………………………………..……..4
2..2 Etiologi………………………………………………………………..……..5
2.3 Klarifikasi………………………………………………………………....…6
2.4. Manifestasi Klinis………………………………………………………..….7
2.5 Patofisiologi(WOC)………………………………………………………….8
2.6. Penatalaksanaan Medis…………………………………………………..….9
2.7. Pemeriksaan Penunjang………………………………………………….…10
2.8 Komplikasi……………………………………………………...……….….11
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN TEORI……………………………………..12
2.1 Pengkajian……………………………………………………………………13
2.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………14
2.3 Intervensi…………………………………………………………………….15
2.4 Implementasi…………………………………………………………………16
2.5 Evaluasi………………………………………………………………………17
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN………………………………………….18
3.1 Pengkajian……………………………………………………………………19
3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………20
3.3 Intervensi……………………………………………………………………..21
3.4 Implementasi Dan Evaluasi…………………………………………….…….22
BAB 4 PENUTUP………………………………………………………………..23
4.1 Kesimpulan
…………………………………………………………………..24
4.2 Saran……………………………..…………………………………………..18
DAFTAR FUSTAKA
Lampiran ……………………………………………………………………….20
Sap……………………………………………………………………………….21
Leflet……………………………………………………………………………..22
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Mual adalah perasaan dorongan kuat untuk muntah. Muntah atau
memuntahkan adalah memaksa isi perut naik melalui kerongkongan dan
keluar dari mulut (UMMC, 2013). Penyebab mual dan muntah ini ada
bermacam-macam seperti: alergi makanan, infeksi pada perut atau
keracunan makanan, bocornya isi perut (makanan atau cairan) keatas yang
juga disebut gastroesophageal reflux atau GERD (UMMC, 2013). Mual
dan muntah sejauh ini merupakan kejadian yang sering terjadi pada
kondisi kesehatan selama kehamilan, dengan prevalensi diperkirakan
sekitar 50 - 70 %. Kejadian yang sering terjadi berupa hyperemesis
gravidarum (HG), telah diperkirakan sebesar 0,5 - 2 % dari seluruh
kehamilan (Svetlana et al, 1999). Anti-emetik atau obat mual adalah obat
yang digunakan untuk mengatasi rasa mual dan muntah. Antiemetik
secara khusus digunakan untuk mengatasi mabuk perjalanan dan efek
samping dari analgesik dari golongan opiat, anestesi umum, dan
kemoterapi yang digunakan untuk melawan kanker, juga untuk mengatasi
vertigo (pusing) atau migren (Mutschler, 1991). Tujuan keseluruhan dari
terapi anti-emetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual dan
muntah, seharusnya tanpa menimbulkan efek samping. Terapi anti-emetik
diindikasikan untuk pasien dengan gangguan elektrolit akibat sekunder
dari muntah, anoreksia berat, memburuknya status gizi atau kehilangan
berat badan. Rimpang jahe memiliki bentuk yang bervariasi, mulai dari
agak pipih, sampai gemuk (bulat panjang), dengan warna putih
kekuningkuningan hingga kuning kemerahan. Rimpang jahe mengandung
minyak atsiri. Minyak atsiri adalah minyak yang mudah menguap dan
memberikan bau khas pada jahe. Minyak atsiri mengandung komponen
utama berupa senyawa zingiberen (C15H24) dan zingiberol (C12H26O4).
Senyawa yang menyebabkan rimpang jahe berasa pedas dan agak pahit
adalah oleoresin (fixed oil). Komponen utama oleoresin berupa senyawa
gingerol (C17H26O4), shogaol (C17H24O3), dan resin (Ali, et al., 2008).
Penelitian dan pengembangan obat bertujuan untuk mengembangkan agen
terapi baru. Pada umumnya pengembangan obat dilakukan melalui studi
farmakokinetik dan penelitian proses metabolisme obat yang melibatkan
metode in vivo dan in vitro, sehingga pengembangan obat membutuhkan
waktu sekitar 15 tahun (Lin and Lu, 1997). Untuk membantu penelitian
dan pengembangan obat-obatan dengan waktu dan biaya yang efisien, saat
ini berkembang metode baru yang melibatkan studi kimia komputasi
sebagai langkah awal untuk melakukan skrining terhadap senyawa
tertentu. Pengembangan senyawa obat baru dapat dilakukan dengan
metode komputasi yaitu molecular docking.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan dapat mengurangi intensitas mual pada
pasien yang mual muntah?
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Umum dari penulisan laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini
adalah mahasiswa mampu melaksanakan “asuhan keperawatan pada Ny.N
dengan diagnosa medis nausea di ruangan kia puskesmas panarung
Palangka Raya”

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan khusus penulisan laporan ini adalah untuk
mendapatkan gambaran dan pengalaman nyata tentang :
1) Rencana asuhan keperawatan pasien dengan dengan diagnosa
medis nausea
2) Pelaksanaan tindakan keperawatan pada pasien dengan dengan
dengan diagnosa medis nausea
1.4 Evaluasi asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan diagnosa
medis nausea
1.5 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis, hasil dari Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan ini diharapkan dapat menjadi refrensi atau masukan bagi
perkembangan asuhan keperawatan pada pasien dengan dengan diagnosa
medis nausea

1.4.2 Manfaat Praktis


1) Bagi Perawat
Untuk masukan dalam melaksanakan Bagaimana Asuhan
Keperawatan pada dengan diagnosa medis nausea di
ruangan kia puskesmas panarung Palangka Raya.

2)Bagi Rumah Sakit

Hasil Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini


dapat digunakan sebagai masukan baik pihak rumah sakit
dalam pengembangan Asuhan Keperawatan khususnya
Asuhan Keperawatan dengan diagnosa medis nausea di
ruangan kia puskesmas panarung Palangka Raya.
BAB 2
TINJAUAN FUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Definisi
Mual berasal dari bahasa Latin naus (kapal), merupakan sensasi
yang sangat tidak enak pada perut yang biasanya terjadi sebelum
keinginan untuk muntah, untuk segera muntah. Penyebab mual dan
muntah disebabkan oleh pengaktifan pusat muntah di otak.
Muntah merupakan aktivitas / kontraksi langsung otot perut, dada
dan GI yang mengarah ke pengeluaran isi perut melalui mulut.
Muntah adalah aksi dari pengosongan lambung secara paksa dan
merupakan suatu cara perlindungan alamiah dari tubuh.

2.1.2 Etiologi
Mual muntah dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain:
a. Gangguan GI track
Adanya agen yang menyerang atau mengiritasi lapisan lambung,
seperti infeksi bakteri H. Pylori, gastroentritis, keracunan makanan,
agen iritan lambung (alkohol, rokok, dan obat NSAID). Penyakit
peptic ulcer dan GERD juga dapat menyebabkan mual muntah.

b. Sinyal dari otak


Luka pada kepala, pembengkakan otak (gegar otak atau trauma
kepala), infeksi (meningitis atau encephalitis), tumor, atau
keseimbangan abnormal dari elektrolit dan air dalam aliran darah.
Noxious stimulus: bau-bau atau suara-suara Kelelahan karena
panas, terik matahari yang ekstrem, atau dehidrasi.
c. Terkait dengan penyakit lain
Misalnya pada pasien diabetes dapat mengalami gastroparesis,
yaitu kondisi dimana lambung gagal mengosongkan diri secara
tepat dan kemungkinan disebabkan generized neuropathy
(kegagalan dari syaraf untuk mengirim sinyal yang tepat ke otak).

d. Obat dan perawatan medis


Terapi radiasi: mual dan muntah dihubungkan dengan terapi
radiasi.
Efek samping obat, seperti pada obat nyeri narkotik, anti-inflamasi
(prednisone dan ibuprofen), dan antibiotik yang dapat
menyebabkan mual dan muntah.. Kehamilan
Muntah pada kehamilan terutama pada trisemester pertama yang
disebabkan oleh perubahan hormon dalam tubuh.

2.1.3 Klasifikasi
a. Regurgitasi sifatnya pasif, aliran retrograde isi esofagus ke dalam
mulut.
Regurgitasi terjadi dengan gastroesophageal reflux atau penyumbatan
esofagus.
b. Ruminasi gangguan makan yang sering dibingungkan dengan kondisi
muntah. Ruminasi terjadi berulang-ulang setelah makan, tidak diawali dengan
mual, dan tidak terkait dengan fenomena fisik biasanya yang menyertai muntah.
c. Dispepsia nyeri kronis atau berulang atau ketidaknyamanan yang
berpusat di perut bagian atas. Dispepsia dapat diklasifikasikan menjadi dispepsia
struktural (berhubungan dengan asam) dan fungsional (terkait dismotilitas).
Dispepsia fungsional pada pasien kanker disebut sindrom dispepsia yang terkait
kanker (cancer-associated dyspepsia syndrome), ditandai dengan mual, cepat
kenyang, merasa penuh post-prandial, dan nyeri.
2.1.4 Manifestasi Klinis
Muntah umumnya didahului oleh rasa mual (nausea) dan memiliki tanda-
tanda seperti: pucat, berkeringat, air liur berlebihan, takikardi, pernafasan tidak
teratur, rasa tidak nyaman, sakit kepala. Jika mual muntah berlangsung terus-
menerus maka akan mengakibatkan berat badan menurun, demam, dehidrasi.
Gejala muntah juga tergantung pada beratnya penyakit pasien mulai dari muntah
ringan sampai parah.
Tanda dan gejala nausea dan vomiting antara lain:
1. Keringat dingin
2. Suhu tubuh yang meningkat
3. Nyeri perut
4. Akral teraba dingin
5. Wajah pucat
6. Terasa tekanan yang kuat pada abdomen dan dada
7. Pengeluaran saliva yang meningkat
8. Bisa disertai dengan pusing
2.1.5 Patofisiologi(WOC)
2.1.6 Penatalaksanaan medis

Tujuan terapi antiemetik adalah untuk mencegah atau menghilangkan mual


dan muntah, tanpa menimbulkan efek samping.

Terapi non farmakologi:

Pasien dengan keluhan sederhana, menghindari makanan tertentu atau moderasi


asupan makanan yang lebih baik.

Pasien dengan gejala penyakit sistemik sebaiknya mengobati kondisi yang


mendasarinya.

Antisipasi mual atau muntah pada pasien terapi kanker dengan memberi
profilaksis antiemetik.

Intervensi perilaku dan termasuk relaksasi, biofeedback, self-hypnosis.

Terapi farmakologi

Faktor pemilihan terapi :

Gejala berdasarkan etiologi

Frekuensi, durasi, and tingkat keparahan Kemampuan pasien pada penggunaan


obat secara oral, rektal, injeksi atau transdermal Obat telah berhasil digunakan
sebagai antiemetik sebelumnya

Obat-obat yang dapat digunakan yaitu:

a. Antasida

Dapat diberikan dalam dosis tunggal atau kombinasi, terutama yang mengandung
magnesium hydroxide, aluminum hydroxide, calcium carbonate Kerjanya yaitu
dengan membantu menetralisasi asam lambung. Dosis untuk membantu
memulihkan mual dan muntah akut atau intermitten yaitu 15 sampai 30 mL dari
produk dengan dosis tunggal atau kombinasi.

b. Antihistamine-Antikolinergik

Obat antiemetik dari kategori antihistamin-antikolinergik ini bekerja dengan


menghambat berbagai jalur aferenviseral yang merangsang mual dan muntah di
otak. Efek samping yang dapat ditimbulkan yaitu mengantuk, gelisah, penglihatan
kabur, mulut kering, retensi urin, dan takikardia, terutama pada pasien usia lanjut.

c. Butyrophenones

Dua senyawa butyrophenone yang memiliki aktivitas antiemetik adalah


haloperidol dan droperidol. Keduanya bekerja dengan memblokir stimulasi
dopaminergik di CTZ. Meskipun setiap agen efektif dalam mengurangi mual dan
muntah, haloperidol tidak dianggap sebagai terapi lini pertama untuk mual dan
muntah tanpa komplikasi tetapi digunakan untuk perawatan keadaan paliatif.

d. Kortikosteroid

Kortikosteroid telah menunjukkan efikasi antiemetik sejak adanya pasien yang


menerima prednisone sebagai prosedur awal penanganan penyakit Hodgkin untuk
mengurangi mual dan muntah. Methyl prednisolone juga telah digunakan sebagai
antiemetik. Deksametason telah terbukti efektif dalam pengelolaan mual dan
muntah akibat kemoterapi dan pasca operasi baik sebagai obat tunggal maupun
dalam kombinasi dengan selektif serotonin reuptake inhibitor (SSRI).
Penatalaksanaan awal pada pasien dengan keluhan muntah adalah mengkoreksi
keadaan hipovolemi dan gangguan elektrolit. Pada penyakit gastroenteritis akut
dengan muntah, obat rehidrasi oral biasanya sudah cukup untuk mengatasi
dehidrasi.

Pada muntah bilier atau suspek obstuksi intestinal penatalaksanaan awalnya


adalah dengan tidak memberikan makanan secara peroral serta memasang
nasogastic tube yang dihubungkan dengan intermittent suction. Pada keadaan ini
memerlukan konsultasi dengan bagian bedah untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Pengobatan muntah ditujukan pada penyebab spesifik muntah yang dapat
diidentifikasi. Penggunaan antiemetik pada bayi dan anak tanpa mengetahui
penyebab yang jelas tidak dianjurkan. Bahkan kontraindikasi pada bayi dan anak
dengan gastroenteritis sekunder atau kelainan anatomis saluran gastrointestinal
yang merupakan kasus bedah misalnya, hiperthrophic pyoric stenosis (HPS),
apendisitis, batu ginjal, obstruksi usus, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Hanya pada keadaan tertentu antiemetik dapat digunakan dan mungkin efektif,
misalnya pada mabuk perjalanan (motion sickness), mual dan muntah pasca
operasi, kemoterapi kanker, muntah siklik, gastroparesis, dan gangguan motilitas
saluran gastrointestinal.

Tapi farmakologis muntah pada bayi dan anak adalah sebagai berikut:

1. Antagonis dopamin

Tidak diperlukan pada muntah akut disebabkan infeksi gastrointestinal karena


biasanya merupakan self limited. Obat-obatan antiemetik biasanya diperlukan
pada muntah pasca operasi, mabuk perjalanan, muntah yang disebabkan oleh
obat-obatan sitotoksik, dan penyakit refluks gastroesofageal. Contohnya
Metoklopramid dengan dosis pada bayi 0.1 mg/kgBB/kali PO 3-4 kali per hari.
Pasca operasi 0.25 mg/kgBB per dosis IV 3-4 kali/hari bila perlu. Dosis maksimal
pada bayi 0.75 mg/kgBB/hari. Akan tetapi obat ini sekarang sudah jarang
digunakan karena mempunyai efek ekstrapiramidal seperti reaksi distonia dan
diskinetik serta krisis okulonergik.
Domperidon adalah obat pilihan yang banyak digunakan sekarang ini karenadapat

dikatakan lebih aman. Domperidon merupakan derivate benzimidazolin yang


secara invitro merupakan antagonis dopamine. Domperidon mencegah refluks
esophagus berdasarkan efek peningkatan tonus sfingter esophagus bagian bawah.

2. Antagonisme terhadap histamine (AH)

Diphenhydramine dan Dimenhydrinate (Dramamine) termasuk dalam golongan


etanolamin. Golongan etanolamin memiliki efek antiemetik paling kuat diantara
antihistamin (AH1) lainnya. Kedua obat ini bermanfaat untuk mengatasi mabuk
perjalanan (motion sickness) atau kelainan vestibuler. Dosisnya oral:
1-1,5mg/kgBB/hari dibagi dalam 4-6 dosis. IV/IM: 5 mg/kgBB/haridibagi dalam
4 dosis.

2.1.7 Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium

b) Darah lengkap

Hemoglobin (HB)

Adanya tingkat hemoglobin yang tidak normal, menandakan tubuh mengalami


anemia atau kelainan darah seperti talasemia. Hemoglobin berada di dalam sel
darah merah, tugasnya adalah membawa oksigen ke seluruh tubuh.

Hematrokrit (Ht)

Adanya tingkat hematrokrit yang tinggi menandakan Anda kemungkinan


mengalami dehidrasi. Sebaliknya, jika hematokrit rendah, mungkin Anda
mengalami kekurangan darah (anemia). Tingkat hematokrit yang tidak normal ini
juga bisa menandakan adanya gangguan pada darah atau sumsum tulang.
Hematokrit sendiri merupakan jumlah persentase perbandingan sel darah merah
terhadap volume darah.

Trombosit

Tingkat trombosit yang tidak normal dapat menyebabkan gangguan padaproses


pembekuan darah. Gangguan ini bisa berupa terlalu banyak pembekuan sehingga
terjadi penggumpalan darah, atau justru kurangnya pembekuan yang dapat
menimbulkan perdarahan. Dengan sifatnya yang membekukan darah, trombosit
berfungsi untuk menutup atau menyembuhkan luka serta menghentikan
perdarahan.

Sel darah merah

Pemeriksaan darah lengkap tentu saja juga melibatkan pemeriksaan sel darah
merah. Fungsi sel darah merah adalah membawa oksigen dan nutrisi lain ke
seluruh tubuh. Tingkat sel darah merah yang tidak normal, terlalu sedikit atau
terlalu banyak, adalah pertanda penyakit tertentu. Misalnya, anemia, perdarahan,
kekurangan cairan atau dehidrasi, dan penyakit lain.

Sel darah putih

Tingkat sel darah putih yang tidak normal, kemungkinan adalah gejala terjadinya
infeksi, gangguan sistem kekebalan tubuh, bahkan mungkin kanker darah
(leukemia). Untuk memastikan, umumnya akan dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut untuk mengetahui jenis sel darah putih yang abnormal.

2.1.8 Komplikasi
1. Dehidrasi. Pada saat muntah, maka isi perut yang kebanyakan adalah cairan
akan keluar, sehingga membuat tubuh kehilangan cairan yang tadinya penting
untuk berperan dalam homeostasis. Dehidrasi ini akan berimplikasi hipovolemik
pada tubuh, kulit kering, rasa haus, lemas, anak gelisah. Bila berat dapat terjadi
napas cepat, tekanan darah turun, gangguan jantung, kejang, penurunan
kesadaran, bahkan dapat mengancam jiwa.

2. Acidosis metabolik, akibat kekurangan H+ pada lambung.

3. Kerusakan gigi akibat tergerus asam lambung (perimylolysis). Pada saat


muntah, asam lambung akan keluar bersamaan dengan isi perut. Ketika asam
lambung keluar dan berada di dalam mulut, maka akan merusak email gigi
sehingga gigi karies.
2.2 ASUHAN KEPERAWATAN TEORI
2.2.1 Pengkajian
a) Identitas
Meliputi nama, umur untuk mengetahui usia ibu apakan merupakan
tinggi/tidak (terlalu muda apabila <20 tahun atau terlalu tua > 35 tahun).
Pendidikan serta pekerjaan.
b) Keluhan Utama
Pada umunya klien merasa kembung dan mual muntah.
c) Riwayat Penyakit Sekarang
Hal yang dikaji meliputi riwayat kehamilan dan tanda-tanda menjelang
persalinan yaitu nyeri pada daerah pinggang menjalar ke perut, his makin sering,
teratur, kuat, adanya pengeluaran darah bercampur lender, kadang ketuban pecah
dengan sendirinya.
d) Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya jantung, hipertensi, diabetes melitus, TBC, hepatitis, penyakit
kelamin, pembedahan yang pernah dialami dapat memperberat persalinan.
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya penyakit jantung hipertensi, diabtes militus, keturunan hamil
kembar pada klien.
f) Riwayat Obsetrtric
a. Riwayat haid
Meliputi menarche, lama haid, disminore, siklus, dan flour albus.
b. Riwayat kebidanan
Persalinan yang yang lalu dan kehamilan sekarang meliputi HPHT,
HPL, ANC, keluhan utama saat hamil, imunisasi dan konsumsi jamu atau vitamin
selama hamil.
g) Pola Kebutuhan Sehari – Hari
a. Nutrisi
Adanya his berpengaruh terhadap keinginan makan atau selera makan
yang menurun.

b. Istirahat tidur
Klien dapat tidur terlentang, miring ke kanan/kiri tergantung pada letak
punggung janin, klien sulit tidur terutama kala I-IV.
c. Aktivitas
Klien dapat melakukan aktivitas seperti biasanya, terbatas pada aktivitas
ringan, tidak membutuhkan tenaga banyak, tidak membuat klien cepat lelah atau
capek.
d. Eliminasi
Adanya perasaan sering/ susah kencing selama kehamilan dan proses
persalinan. Pada akhir trimester III dapat terjadi konstipasi.
e. Personal hygiene
Menjaga kebersihan tubuh. Baju hendaknya yang longgar dan mudah
dipakai, sepatu/alas kaki tidak menggunakan yang tinggi.
f. Seksual
terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual/fungsi
dari sex yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan nifas.

2. Pemeriksaan Fisik Umum


a) Pemeriksaan tanda-tanda vital
TD : 123/63mmhg
ND : 69x/menit
RR: 20x/menit
Suhu 36,8 °C
1) Mata
a) Sklera komplikasi : Tidak terjadi icterik apabila tidak terjadi
2) Mulut dan Tenggorokan
a) Gigi : Tidak terdapat karies gigi
b) Bibir : Mukosa bibir kering
c) Kelenjar tiroid : Tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid
d) Vena jugularis : Tidak terjadi pembesaran vena jugularis
3) Dada dan aksila
a) Mamae : Membesar / tidak
b) Ariola mamae : Warna hitam / terjadi hiperpigmentasi
c) Papila mamae : Menonjol / datar / masuk
d) Colostrum : Keluar / tidak, warna kuning
4) Pernafasan
a) Jalan napas :Normal,keculi bila terjadi komplikasi
b) Suara napas :Tidak terdapat suara tambahan
5) Abdomen
Inspeksi bentuk abdomen, adanya garis striae dan linea, keadaan umbilicus,
ada tidaknya luka bekas operasi.
a) Palpasi.

leopold I: tinggi fundus uteri


Pemeriksaan leopold II: letak punggung janin
Pemeriksaan leopold III: bagian terendah janin
Pemeriksaan leopold IV: penurunan bagian terendah janin
b) Pemeriksaan dalam

Pemeriksaan dalam sebaikanya dilakukan setiap 4 jam selama kala I


pada persalinan, dan setelah selaput ketuban pecah.
1. Pada setiap pemeriksaan dalam yang perlu dikaji yaitu : Pembukaan,
effacement, keadaan ketuban, bagian terendah janin, penurunan bagian terendah
janin, molase, hodge.
2. Jika serviks belum membuka pemeriksaan dalam pertama, diagnosis
inpartum belum dapat di tegakkan. Jika terdapat kontraksi yang menetap, periksa
ulang setelah 4 jam untuk melihat perubahan pada serviks, pada tahap ini jika
serviks terasa tipis dan terbuka, maka berada dalam keadaan inpartum, jika tidak
terdapat perubahan maka diagnodsanya adalah persalinan palsu.
3) Genetalia
a) Kotor, Perdarahan pervaginam
b) Ekstermitas(Integumen/Muskuloskeletal
c) Turgor kulit Kembali<2detik/normal
d) Kelemahan dalam pergerakan :tidak terdapat paralise tetapi lemah
dalam beraktivitas

2.2.2 Diagnosa Keperawatan Teori


RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny. M


Ruang Rawat : Cempaka
Diagnosa Tujuan (Kriteria Intervensi (SIKI)
Keperawatan hasil)
(SDKI)
Nausea (D.0076) Perasaan ingin
muntah Manajemen Mual (L03117):
berkurang(L.08066)
Observasi :
Setelah dilakukan -Identifikasi pengalaman mual
intervensi
keperawatan selama I-dentifikasi isyarat nonverbal
3 x 24 jam, maka ketidaknyamanan (mis: bayi,
tingkat nausea
menurun, dengan anak-anak, dan mereka yang
kriteria hasil: tidak dapat berkomunikasi
1. Perasaan ingin secara efektif)
muntah menurun -Identifikasi dampak mual
2. Nafsu makan terhadap kualitas hidup (mis:
mulai membaik nafsu makan, aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran, dan
tidur)
-Identifikasi faktor penyebab
mual (mis: pengobatan dan
prosedur)
-Identifikasi antiemetik untuk
mencegah mual (kecuali mual
pada kehamilan)
-Monitor mual (mis: frekuensi,
durasi, dan tingkat keparahan)
Terapeutik :
-Kendalikan faktor lingkungan
penyebab mual (mis: bau tidak
sedap, suara, dan rangsangan
visual yang tidak
menyenangkan)
-Kurangi atau hilangkan
keadaan penyebab mual (mis:
kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
-Berikan makanan dalam
jumlah kecil dan menarik
-Berikan makanan dingin,
cairan bening, tidak berbau,
dan tidak berwarna, jika perlu
Edukasi :
-Anjurkan istirahat dan tidur
yang cukup
-Anjurkan sering
membersihkan mulut, kecuali
jika merangsang mual
-Anjurkan makanan tinggi
karbohidrat, dan rendah lemak
-Ajarkan penggunaan teknik
non farmakologis untuk
mengatasi mual (mis:
biofeedback, hipnosis,
relaksasi, terapi musik,
akupresur)
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian obat
antiemetik, jika perlu
2.2.3 Intervensi
Identifikasi pengalaman mual
Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis: bayi, anak-anak, dan mereka
yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis: nafsu makan, aktivitas,
kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
Identifikasi faktor penyebab mual (mis: pengobatan dan prosedur)
Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada kehamilan)
Monitor mual (mis: frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
Terapeutik :
Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis: bau tidak sedap, suara, dan
rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis: kecemasan, ketakutan,
kelelahan)
Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau, dan tidak berwarna, jika
perlu
Edukasi :
Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
Anjurkan makanan tinggi karbohidrat, dan rendah lemak
Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis untuk mengatasi mual (mis:
biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika perlu
Pemantauan intensitas mual membantu dalam menentukan kebutuhan intervensi
lebih lanjut.
1. Posisi semi-Fowler mengurangi risiko aspirasi dan membantu
kenyamanan pasien.
2. Intervensi non-farmakologis seperti akupresur dan relaksasi dapat
memberikan efek menenangkan tanpa efek samping.

3. Kolaborasi pemberian obat antiemetik diperlukan untuk mual berat yang


tidak merespon intervensi dasar.

2.2.4 Implementasi
Pemantauan Kondisi Pasien
1. Mencatat intensitas, frekuensi, dan faktor pemicu mual (misalnya,
setelah makan atau pemberian obat).

a. Mengamati tanda-tanda dehidrasi, seperti turgor kulit buruk, mulut


kering, atau output urin berkurang.
b. Memantau respon pasien terhadap intervensi (baik farmakologis
maupun non-farmakologis).
2. Pemberian Posisi Nyaman dan Pengaturan Lingkungan
a. Membantu pasien dalam posisi semi-Fowler atau duduk untuk
mencegah regurgitasi.
b. Menjaga ruangan tetap tenang dan bebas dari bau menyengat yang bisa
memperburuk mual.
3. Pemberian Edukasi tentang Pola Makan dan Hidrasi
a. Menganjurkan pasien untuk makan dalam porsi kecil tetapi sering.
b. Mendorong pasien untuk menghindari makanan berminyak, pedas, atau
berbau kuat.
• Memberikan cairan dalam jumlah kecil namun sering untuk
menjaga hidrasi, seperti air jahe atau teh hangat.
4. Penerapan Teknik Non-Farmakologis
a. Mengajarkan teknik pernapasan dalam untuk mengurangi kecemasan
yang bisa memicu mual.
b. Menerapkan akupresur pada titik P6 (di pergelangan tangan bagian
dalam).
c. Memberikan aromaterapi (seperti peppermint atau lemon) jika sesuai
dengan kondisi pasien.
5. Kolaborasi dalam Pemberian Obat
a. Berikan obat antiemetik (misalnya, ondansetron, metoclopramide)
sesuai instruksi dokter.
b. Melaporkan kepada dokter bila mual tidak membaik atau disertai gejala
berat, seperti muntah berlebihan dan dehidrasi.
6. Dukungan Psikologis dan Komunikasi Terapeutik
a. Mendengarkan keluhan pasien dengan empati dan memberikan
dukungan emosional.
b. Memberikan informasi kepada pasien tentang perkembangan kondisinya
untuk mengurangi kecemasan.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara berkala untuk memastikan efektivitas tindakan yang
diberikan. Hal-hal yang dievaluasi antara lain:
1. Apakah mual berkurang atau hilang setelah dilakukan intervensi?
2. Apakah pasien dapat makan dan minum dengan nyaman?
3. Adakah tanda-tanda dehidrasi atau komplikasi lain yang muncul?

Jika mual masih berlanjut atau memburuk, intervensi akan disesuaikan atau tim
medis akan dilibatkan untuk pemeriksaan lebih lanjut.
BAB 4
Penutup

4.1 kesimpulan
Mual (nausea) adalah masalah umum yang sering dialami pasien dalam
berbagai kondisi klinis, seperti pasca-operasi, kehamilan, atau akibat pengobatan
tertentu seperti kemoterapi. Penanganan yang tepat sangat penting untuk
mencegah komplikasi seperti dehidrasi, gangguan nutrisi, dan penurunan kualitas
hidup.
Keperawatan memiliki peran penting dalam mengatasi mual melalui pendekatan
komprehensif, mulai dari pemantauan kondisi pasien, penerapan intervensi non-
farmakologis, hingga kolaborasi dalam pemberian obat antiemetik. Selain itu,
edukasi tentang pola makan dan hidrasi serta dukungan psikologis juga
berkontribusi dalam meningkatkan kenyamanan dan pemulihan pasien.
Dengan implementasi intervensi yang efektif dan evaluasi berkala, diharapkan
keluhan mual dapat ditangani dengan baik, sehingga pasien dapat kembali
menjalani aktivitas dengan lebih nyaman dan optimal.
4.2 Saran
1.Untuk Puskesmas
Menyediakan layanan edukasi bagi masyarakat tentang cara menangani mual
secara mandiri, terutama bagi ibu hamil dan pasien dengan penyakit kronis.
2..Untuk Tenaga Medis
Melakukan asesmen komprehensif untuk mengetahui penyebab mual dan
merencanakan intervensi yang tepat.
3. Untuk Mahasiswa Keperawatan dan Kedokteran
Mengembangkan pemahaman teoretis dan klinis terkait penanganan mual melalui
praktik langsung di lapangan.

DAFTAR FUSTAKA

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1 Cetakan III (Revisi). Jakarta: PPNI.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1 Cetakan II. Jakarta: PPNI.

Anda mungkin juga menyukai