Ergonomi
Ergonomi
Ergonomi
dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan yang ditinjau secara
anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 2008).
Menurut Sutalaksana (1979), egonomi adalah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan
informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu
sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai
tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, aman, dan nyaman . Ergonomi berkenaan
berkenaan pula dengan optimasi, efisiensi, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan manusia ditempat
kerja, di rumah, dan di tempat rekreasi. Ergonomi disebut juga sebagai Human Factors. Ergonomi juga
digunakan oleh beberapa ahli pada bidangnya misalnya: ahli anatomi, arsitektur , perancangan produk,
fisika, fisioterapi, terapi pekerjaan, psikologi, dan teknik industri (definisi ini berdasar pada International
Ergonomics Association). Ergonomic dapat berperan pula sebagai desain pekerjaan pada suatu
organisasi, misalnya: penentuan jumlah jam istirahat, pemilihan jadwal pergantian waktu kerja,
meningkatkan variasi pekerjaan. Ergonomi dapat pulaberperan sebagai desain perangkat lunak karena
dengan semakin banyaknya pekerjaan yang berkaitan dengan komputer.
Sumber:
Nurmianto, Eko. Ergonomi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Teknik Industri-ITS. 2008.
Sutalaksana, Iftikar Z. Teknik Tata Cara Kerja. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 1979.
http://ergonomi-teknikindustri.blogspot.com/2009/10/pengertian-ergonomi-istilah-ergonomi.html
Sebelum mengenal lebih lanjut mengenai ergonomi makro, kita harus tahu terlebih dahulu
pengertian tentang ergonomi…
© Kata Ergonomi atau ergonomics sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yaitu Ergo yang
berarti kerja dan Nomos yang berarti peraturan. Jadi, ergonomi adalah ilmu yang mempelajari
tentang peraturan kerja. Konsepnya adalah ilmu yang membahas tentang kelebihan dan
keterbatasan manusia dan secara sistematis memanfaatkan informasi-informasi tersebut untuk
rancang bangun, sehingga mengahasilkan produk, sistem atau lingkungan kerja yang lebih baik.
© Menurut Sutalaksana, 1979, ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari sifat, kemampuan,
dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan
bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melealui pekerjaan
itu, dengan efektif, aman dan nyaman.
We must know!!
© Sejarah ergonomi makro ditemukan oleh Bpk. Teknik Industri seDunia yaitu Hendrick W.
Taylor yang bermula pada “sekop”, nah dari situlah cikal bakal ilmu ergonomi hadir…
Suatu industri dapat berkembang menjadi besar dengan adanya faktor penggerak utama yaitu
TEKNOLOGI (Komputer dan telekomunikasi). Relasi antar manusia-mesin juga berkembang
seiring dengan kemajuan teknologi yang ada. Namun, dengan semakin majunya teknologi kini
atau sekarang disebut dengan otomatis maka relasi antar manusia-mesin menjadi tidak serasi
(Lho koQ bisa?). Misal : sebelum dikenal adanya sistem otomatis, mesin hanya dapat digunakan
jika terdapat operator yang menggunakan mesin tersebut. Sekarang, tanpa adanya operator,
mesin tersebut dapat digunakan selama yang kita butuhkan (otomatis), akibatnya produktivitas
pekerja menurun, maka timbul pengangguran dimana-mana. Nah, dari sini maka diperlukan
keserasian hubungan antar manusia-mesin agar produktivitas dapat meningkat.
http://ikhetriana.wordpress.com/2009/02/04/pengertian-ergonomi-makro/
Fungsi dan Manfaat Ergonomi
February 17th, 2010 • Related • Filed Under
DEFINISI ERGONOMI
Ergonomi adalah ilmu tentang manusia dan lingkungan untuk meningkatkan kenyamanan saat
melakukan aktivitas kerja. Istilah ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon berarti “kerja”
dan nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi didefinisikan sebagai penerapan ilmu biologi
manusia bersama-sama dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian bersama antara
pekerjaan dan manusia secara optimum dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan
kesejahteraan (ILO, 1998). Salah satu definisi ergonomi yang menitikberatkan pada penyesuaian
desain terhadap manusia dikemukakan oleh Annis & Mc Conville (1996) dan menerapkan
informasi menurut karakter manusia, kapasitas dan keterbatasannya terhadap desain pekerjaan,
mesin dan sistemnya, ruangan kerja dan lingkungan sehingga manusia dapat hidup dan bekerja
secara sehat, aman, nyaman dan efisien. Sedangkan Pulat (1992) menawarkan konsep desain
produk untuk mendukung efisiensi dan keselamatan dalam penggunaan desain produk. Konsep
tersebut adalah desain untuk reliabilitas, kenyamanan, lamanya waktu pemakaian, kemudahan
dalam pemakaian, dan efisien dalam pemakaian.
Hal senada juga diungkapkan Kroemer yang mengatakan bahwa, di dalam ergonomi
prinsip,metode dan data ilmiah dari berbagai disiplin diaplikasikan untuk mengembangkan
sistem perekayasaan dimana manusia memainkan peranan penting (Kroemer, et al. 1994). Oleh
Murrel dan kawan-kawan, fungsi ergonomi mereka rumuskan sebagai “Studi ilmiah tentang
perkaitan antara orang dengan lingkungan kerjanya” (the scientific study of the relationship
between man and his working environment). Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan
aktifitas rancang bangun (design) ataupun rancang ulang (redesign). Sementara itu Granjean
berpandangan bahwa dalam ergonomic perancangan haruslah menganut prinsip fitting the task to
the man, yang berarti bahwa pekerjaan harus disesuaikan dengan kemampuan dan keterbatasan
manusia sehingga hasil yang dicapai dapat meningkat (Grandjean, 1984; Tayyariand Smith,
1997).
Menurut Singleton (1972) ergonomika-teknologi dari rancangan kerja didasarkan pada ilmu-ilmu
biologi manusia diantaranya anatomi, fisiologi dan psikologi.
1. Anatomi
a. Antropometri (dimensi-dimensi badan)
b. Biomekanika (penerapan daya-daya)
2. Fisiologi
a. Fisiologi Kerja (penggunaan tenaga)
b. Fisiologi Lingkungan (dampak dari lingkungan fisik)
3. Psikologi
a. Psikologi Keterampilan (pengolahan informasi dan pengambilan keputusan )
b. Psikologi Kejuruan (pelatihan, upaya dan perbedaan individual)
TUJUAN ERGONOMI
3. Menciptakan keseimbangan rasional antara aspek teknis, ekonomis, antropologis dan budaya
dari setiap sistem kerja
1. Meningkatkan unjuk kerja, seperti : menambah kecepatan kerja, ketepatan, keselamatan kerja,
mengurangi energi serta kelelahan yang berlebihan.
2. Mengurangi waktu, biaya pelatihan dan pendidikan
4. Mengurangi waktu yang terbuang sia-sia dan meminimalkan kerusakan peralatan yang
disebabkan kesalahan manusia.
Mengendarai mobil dengan jarak tempuh yang cukup jauh sangat melelahkan bagi pengemudi.
Hal tersebut wajar terjadi pada setiap orang karena banyaknya gerakan yang harus dilakukan saat
mengemudi. Apalagi jenis gerakan yang dilakukan sifatnya monoton sehingga menimbulkan
kebosanan. Apabila keadaan semacam ini berlangsung cukup lama maka akan menimbulkan rasa
hambar, lelah dan puncaknya adalah rasa ngantuk. Meskipun sesungguhnya secara psikologis
rasa lelah bersifat melindungi, sama seperti rasa lapar. Timbulnya rasa lelah berarti memberi
isyarat kepada manusia untuk menghindari ketegangan lebih lanjut dan memberi kesempatan
untuk memulihkan tenaga. Apabila dalam kondisi lelah terus dipaksakan, maka akan mengurangi
kesiagaan yang dapat membuahkan kesalahan atau kecelakaan bagi pengemudi atau orang lain
yang ada di sekitanya. Oleh karena itu pengemudi memerlukan waktu untuk beristirahat walau
sejenak.
Di samping itu kendaraan yang dikemudikan harus mampu bergerak secara tepat sesuai
kehendak pengemudi sehingga ada keterkaitan antara manusia dengan kendaraan dapat berjalan
serasi. Informasi yang diberikan harus tersedia setiap saat dan setepat mungkin. Demikian juga
perintah yang diberikan pengemudi harus segera mendapat respon yang cepat dan tepat dari
kendaraannya. Kondisi yang tidak ergonomis dapat diberikan contoh antara lain : tempat duduk
tidak nyaman dan terlalu rendah sehingga mengganggu medan pandang, ruang kemudi terlalu
sempit, desain interior kurang indah dan penempatan kontrol-kontrol tidak tepat. Ergonomi
merupakan suatu cara untuk menekan agar kelelahan yang timbul pada manusia sekecil mungkin
sehingga menurunnya gerak reflek pengemudi karena kelelahan dapat ditingkatkan dan interval
waktu siaga sampai timbulnya kelelahan dapat diperpanjang. Untuk itu ada beberapa hal yang
perlu mendapat perhatian untuk menciptakan lingkungan pengendalian yang ergonomis antara
lain : desain tempat duduk, perlengkapan pengendali kendaraan, medan pandang, istrumen dan
panel, desain interior, dan kontrol-kontrol..
Kenyamanan tempat duduk sangat dipengaruhi oleh distribusi tekanan permukaan tempat duduk.
Orang yang berada di atasnya akan disangga di bagian pinggul dan punggungnya oleh
permukaan tempat duduk. Apabila penyangga tersebut terlalu kuat, pengemudi akan tersiksa dan
mengakibatkan kelelahan yang pada akhirnya dapat me-nimbulkan rasa ngantuk. Keadaan yang
sama akan dialami jika tata letak penyangga berada pada tempat yang salah.
Untuk meningkatkan kenyamanan maka tempat duduk harus dirancang secara khusus karena
pengemudi akan duduk lama di atasnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
membuat tempat duduk dengan tekanan yang cukup tinggi di sekitar tulang pinggul, tetapi harus
mempunyai tekanan yang lebih rendah di bagian paha dan sekitar tulang ekor. Artinya tempat
duduk tidak menerima tekanan yang besar dan terpusat di suatu tempat. Berat badan akan disebar
secara merata dan sedikit tekanan di bagian belakang dan samping tubuh. Tekanan yang tinggi
pada suatu tempat tertentu akan menyebabkan bagian tubuh tersebut menjadi mudah lelah.
Kelelahan suatu bagian tubuh akan menurunkan daya tahan dan konsentrasi pengemudi hingga
kecenderungan terjadinya kecelakaan menjadi lebih besar. Karena setiap pengemudi mempunyai
bentuk tubuh yang berbeda, maka diperlukan pengatur jarak dan kemiringan sandaran yang dapat
distel.
Bentuk dan ukuran roda kemudi (steer) sangat mempengaruhi kenyamanan pengemudi, karena
keduanya berkaitan dengan kebutuhan tenaga yang diperlukan untuk memutarkannya dan ruang
gerak pengemudi. Diameter roda kemudi yang besar dapat meringankan kemudi, tetapi banyak
memerlukan tempat (ruang). Sebaliknya jika diameter roda kemudi terlalu kecil maka ruang
kemudi lebih luas tetapi diperlukan tenaga yang lebih besar untuk memutarkannya sehingga akan
cepat melelahkan pengemudi. Namun diameter roda kemudi yang kecil sangat sensitif terhadap
setiap gerakan roda kendaraan, artinya dengan gerakan yang sedikit mampu menggerakkan roda
kendaraan. Untuk itu perlu diciptakan roda kemudi yang tidak memerlukan tenaga yang besar
untuk memutarkannya.
Bentuk roda kemudi pada umumnya bulat, tetapi ada juga yang berbentuk elips (oval). Roda
kemudi bentuk elips ini dapat mengatasi kelemahan seperti dijelaskan di atas. Dengan roda
kemudi bentuk elips, maka tenaga yang dibutuhkan untuk memutarkannya pada saat belok lebih
kecil dan kemudi lebih sensitif pada saat mobil berjalan lurus.
Untuk menyesuaikan ukuran tubuh pengemudi, maka diupayakan agar posisi roda kemudi dapat
distel. Dengan merubah kemiringan batang (poros) kemudi, maka letak roda kemudi dikonstruksi
sedemikian rupa sehingga dapat mengkerut (collapsible) pada saat ada benturan yang cukup
keras (misal : jika terjadi tabrakan) sehingga pengemudi terhindar dari himpitan roda kemudi
saat terjadi kecelakaan.
Banyak upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah pengemudi terhindar dari himpitan saat
kecelakaan. Seperti yang dilakukan perusahaan mobil Volvo yang menerapkan konsep “safety
cage”(ruang aman), yaitu ruang penumpang yang sangat kokoh, tetapi bagian depan dan
belakang mobil berfungsi sebagai peredam. Jika terjadi tabrakan frontal (saling berhadapan)
yang fatal, kap mesin terlipat ke atas, spatbor (slebor) terlipat ke sisi, mesin dan bak transmisi
(presnelling) jatuh ke bawah. Dengan demikian ruang penumpang tetap aman dari kemungkinan
terdesak mesin/bak transmisi. Pada mobil Saab 9000 dilengkapi dengan bumper yang mampu
menahan benturan tanpa mengakibatkan kerusakan hingga kecepatan 12,5 mil/jam. Bumper
dirancang khusus dengan pemakaian pegas yang mampu meredam energi bila terjadi tumbukan
pada kecepatan rendah. Pedal kopling dan pedal rem juga sangat berpengaruh terhadap
kenyamanan pengemudi. Posisi pedal terhadap kaki pengemudi akan mempengaruhi kerja kaki
pada saat mengemudi.
Medan pandang pengemudi meliputi : bagian depan, belakang samping, atas dan bawah. Untuk
memonitor semua medan pandang tersebut maka diperlukan kaca spion yang cukup lebar.
Kemampuan yang merefleksikan keadaan yang tidak dapat dilihat secara langsung oleh mata
mutlak harus dimiliki oleh kaca spion. Penempatannyapun harus memenuhi prinsip ergonomi,
artinya dapat dengan jelas menggambarkan situasi yang sesungguhnya.
Terdapat beberapa jenis alat kontrol yang digunakan pada mobil antara lain : sistem tombol
tekan (push-buuton), sistem saklar towel (toggle switch), sistem tombol putar (rotary selector
switch), dan lain-lain. Pemilihan jenis kontrol disesuaikan dengan frekuensi pemakaian, tempat
yang tersedia dan jenis instrumen yang dikendalikan (Mark S. Sanders dan Ernest J. Mc
Cormick, 1987).
Sistem tombol-tekan hanya memerlukan tempat yang sempit dan dapat dengan mudah
dibedakan dengan variasi warna. Permukaannya harus agak cembung dan diameternya cukup
besar sehingga jika dioperasikan dengan ujung jari tidak meleset.
Sistem saklar towel mudah dikenali dan menjamin kecermatan yang tinggi untuk
mengendalikan. Biasanya saklar tersebut mempunyai tiga atau dua posisi (on-off). Dalam
pemasangannya, saklar ini banyak memerlukan tempat jika dibanding sistem tombol tekan.
Sebaiknya saklar ini ditempatkan dalam satu baris dan dalam arah tegak.
Sistem tombol putar ada beberapa bentuk antara lain : bentuk bulat, balok dan kerucut. Apapun
bentuknya tombol ini harus mudah diraba dan mempunyai pegangan yang handal. Apabila
beberapa tombol putar dipakai sebuah panel instrumen, tombol bergigi, (pointed knob) akan
lebih baik karena posisi yang dikehendaki mudah distel. Contoh pemakaian tombol ini yaitu pada
pengatur AC, radio, wiper, lampu depan dan lain-lain.
Tata letak dan jenis saklar mempengaruhi kenyamanan pengemudi. Letak saklar hendaknya
dirancang supaya mudah dijangkau dan disesuaikan dengan berbagai ukuran pengemudi hingga
cocok pada segala keadaan. Selain mudah dijangkau. Pergerak-an tangan harus nyaman dan tidak
terganggu oleh perlengkapan lainnya. Letak yang mudah di- ingat juga sangat penting sehingga
tanpa melihatpun pengemudi dapat menjangkau alat kontrol yang ada. Untuk saklar-saklar yang
paling sering digunakan hendaknya ditempatkan sedekat mungkin dengan pengemudi.
Dari hasil berbagai pengujian dikembangkan “dual vision meter“, yaitu salah satu dari tipe meter
yang mampu mengurangi waktu untuk melihat informasi yang diberikan. Untuk memperbaiki
kemampuan pandang biasa digunakan cara pemantulan dari perangkat meter dengan
menggunakan cermin. Cara tersebut sangat menguntungkan karena mata tidak perlu
memperbaiki fokus setelah membaca meter. Kesan yang sama jauh dengan jarak pandang keluar
diberikan oleh meter tersebut sehingga sangat menguntungkan pada saat kendaraan berjalan
dengan kecepatan tinggi.
Hasil pengujian menunjukkan, bahwa waktu yang diperlukan untuk membaca dan kembali ke
posisi pandang awal dengan pola meter dipantulkan dengan menggunakan dual meter vision jauh
lebih cepat sekitar 10%. Kecepatan ini dibandingkan dengan pembacaan langsung tanpa
pantulan. Dari hasil pengujian terhadap beberapa pengemudi dengan cara pantulan, ternyata
menghasilkan kecepatan yang sama dalam pembacaan sehingga cara ini baik untuk mobil yang
mampu bergerak cepat atau saat melaju di jaan bebas hambatan (jalan tol).
Indikator yang dianggap penting dapat diberikan lampu peringatan jika terjadi gangguan.
Misalnya indikator pengukur bahan bakar akan menyala bila menunjukkan angka kritis (bensin
hampir habis), demikian pula pengukur putaran mesin. Tekanan pelumasan, pengukur kapasitas
minyak rem dalam reservoir, indikator pengisian baterai, juga penting untuk diberi tambahan
lampu peringatan. Dengan demikian pengemudi tidak perlu melihat angka instrumen, sehingga
memudahkan bagi pengemudi jika terjadi gangguan/kerusakan dalam sistem. Penentuan warna
pada panel/dashboard (tempat meter-meter) dan sekitar pengemudi perlu mendapat perhatian
dalam menciptakan lingkungan pengendalian yang ergonomis. Susunan panel dengan warna
hitam nampak lebih gelap dan mampu mengurangi pantulan cahaya. Dengan cara ini, kelelahan
pengemudi dapat dikurangi terutama pada malam hari.
ASPEK PSIKOLOGIS
Dengan penerapan prinsip ergonomi di atas diharapkan dapat mengurangi tingkat stress yang
diakibatkan karena kelelahan ketika melakukan perjalanan jauh pada pengguna kendaraan beroda
empat. Selain itu, dengan berkurangnya tingkat stress maka unsur keamanan dan keselamatan
pun akan lebih meningkat.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/02/fungsi-dan-manfaat-ergonomi/
Hal senada juga diungkapkan Kroemer yang mengatakan bahwa, di dalam ergonomi prinsip,metode dan
data ilmiah dari berbagai disiplin diaplikasikan untuk mengembangkan sistem perekayasaan dimana
manusia memainkan peranan penting (Kroemer, et al. 1994). Oleh Murrel dan kawan-kawan, fungsi
ergonomi mereka rumuskan sebagai “Studi ilmiah tentang perkaitan antara orang dengan lingkungan
kerjanya” (the scientific study of the relationship between man and his working environment).
Penerapan ergonomi pada umumnya merupakan aktifitas rancang bangun (design) ataupun rancang
ulang (redesign). Sementara itu Granjean berpandangan bahwa dalam ergonomic perancangan haruslah
menganut prinsip fitting the task to the man, yang berarti bahwa pekerjaan harus disesuaikan dengan
kemampuan dan keterbatasan manusia sehingga hasil yang dicapai dapat meningkat (Grandjean, 1984;
Tayyari and Smith, 1997).
http://riset-ergonomi.blogspot.com/2009/01/tujuan-dan-manfaat-ergonomi.html
Penerapan ilmu biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai penyesuaian
bersama antara pekerja dan manusia secara optimum, dengan tujuan agar bermanfaat demi
efisiensi dan kesejahteraan.
Fisiologi
Anatomi
Kesehatan kerja
Higiene perusahaan
Arsitek
Psykologi
Teknik
Biometri
Dan lain-lain.
SASARAN :
TENAGA KERJA :
Sektor Modern
Sektor Tradisional
Sektor Informal
TUJUAN ERGONOMI
kecelakaan kerja
Dalam rangka efisiensi kerja
Fasilitas umum
Pengaturan pekerjaan
Untuk mengetahui segala sesuatu yg berkaitan dengan Ergonomi dapat menghubungi Admin
Tags: Ergonomi, penerapan ilmu biologi manusia, sasaran ergonomi, tujuan ergonomi
This entry was posted on Tuesday, December 22nd, 2009 at 3:31 pm and is filed under HSE. You can follow any
responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.
http://www.uklik.net/tag/tujuan-ergonomi/
Ergonomi adalah suatu cabang ilmu bersifat multi-disipliner yang lahirnya setelah perang dunia
II. Mempelajari pengetahuan-pengetahuan dari ilmu kedokteran, biologi, ilmu psikologi dan
sosiologi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa Ergonomi yaitu ilmu yang mempelajari perilaku
manusia dalam kaitannya dengan pekerjaan dan sebagai aturan dalam bekerja. Ergonomi
merupakan disiplin ilmu yang bersangkutan dengan pemahaman manusia dan interaksi di antara
unsur-unsur lain dari sistem, dan profesi yang berlaku teori, prinsip, data dan metode untuk
desain agar dapat mengoptimalkan kesejahteraan manusia dan sistem secara keseluruhan kinerja.
Ergonomi menarik di banyak disiplin ilmu dalam studi tentang manusia dan lingkungan mereka.
Ergonomi berasal dari bahasa Yunani kata Ergon dan Nomos. Ergon berarti kerja, Nomos berarti
aturan atau hukum. Implikasi dalam kehidupan ialah bahwa di dalam melaksanakan pekerjaan itu
hendaknya manusia selalu menyadari bahwa ada aturan kerja yang harus dipatuhi. Ergonomi
dapat diartikan sebagai disiplin ilmu yang mempelajari manusia dalam kaitannya dengan
pekerjaannya, mempelajari sifat, kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem
kerja guna mencapai tujuan yang diinginkan secara efektif, efisien dan aman serta nyaman.
Ergonomi berkaitan dengan ‘kesesuaian’ antara orang-orang dan pekerjaan mereka. Hal ini
memperhitungkan kemampuan pekerja dan keterbatasan dalam mencari untuk memastikan
bahwa tugas, peralatan, informasi dan lingkungan hidup sesuai dengan setiap pekerja. Untuk
menilai seseorang cocok dalam pekerjaanya, ergonomists mempertimbangkan pekerjaan yang
dilakukan dan tuntutan pekerja; peralatan yang digunakan (ukuran, bentuk, dan bagaimana yang
tepat adalah untuk tugas), dan informasi yang digunakan (bagaimana disajikan, diakses, dan
diubah .
Prinsip dasar dalam ergonomi adalah menyesuaikan manusia dengan pekerjaanya, manusia
bukan hanya harus mendapatkan pekerjaan. Akan tetapi, pekerjaan yang diperoleh dapat
memelihara harkat dan harga dirinya sebagai manusia sehingga bersifat manusiawi yang
didalamnya terkandung pengertian adanya jaminan keselamatan, keamanan dan kenyamanan.
Manusia adalah mahluk pekerja. Dengan bekerja mereka akan menghasilkan suatu hasil kerja
yang nantinya akan dipakai untuk membiayai segala kebutuhan hidupnya, yaitu memperoleh
bahan makanan, sandang dan perumahan. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya itu manusia bisa
saja memakai peralatan kerja dan berada dalam lingkungan kerja tertentu.
Peralatan kerja harus sesuai dengan manusia pemakai, lingkungan kerjanya harus mendukung
fungsi tubuh yang sedang bekerja. Hal itulah yang dituju dalam pelaksanaan ergonomi di tempat
kerja. Dengan ergonomi akan dijamin manusia bekerja sesuai dengan kemampuan, kebolehan
dan keterbatasannya. Hasil akhirnya ialah manusia mampu berproduksi optimal, selama umur
produktifnya tanpa harus mengorbankan keselamatan dan kesehatannya. Ergonomi dimanfaatkan
sebagai suatu cabang ilmu akan sangat bermanfaat bagi manusia bekerja, dimana saja dan kapan
saja.
Ergonomi dipergunakan oleh setiap manusia bekerja. Ergonomi sebagai suatu pendekatan yang
memungkinkan manusia bekerja secara optimal dan efisien. Apakah ia bekerja di pagi sampai
siang, sore dan malam hari. Bekerja di permukaan bumi, bawah laut, di bawah tanah atau di
udara sekalipun. Jenis tugasnya dapat dilaksanakan secara invidual, atau berkelompok, pekerjaan
ringan, sedang, dan berat; di situlah ergonomi akan berperan.
1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental, dengan meniadakan beban kerja tambahan (fisik
dan mental), mencegah penyakit akibat kerja, dan meningkatkan kepuasan kerja.
5. Produktivitas membaik.
Pelaksanaan dan penerapan ergonomi di tempat kerja dimulai dari yang sederhana dan pada
tingkat individual terlebih dahulu. Rancangan yang ergonomis akan dapat meningkatkan
efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja, serta dapat menciptakan sistem serta lingkungan
kerja yang cocok, aman, nyaman dan sehat.
C. Beberapa aspek yang mempengaruhi ergonomi dalam kelangsungan hidup manusia adalah
sebagai berikut :
1. Lingkungan
Aspek lingkungan kerja sangat menentukan prestasi kerja manusia. Lingkungan yang tidak
kondusif untuk bekerja akan memberikan beban tambahan bagi tubuh, pada hal tubuh sedang
melaksanakan beban utama yaitu tugas yang sedang dilaksanakan. Demikian juga lingkungan
dingin, kelembaban relatif, penipisan kadar oksigen, adanya zat pencemar dalam udara semuanya
akan mempengaruhi penampilan kerja manusia. Penerangan tempat kerja, adanya kebisingan,
lingkungan kimia, biologi dan lingkungan sosial di tempat kerja berpengaruh terhadap prestasi
dan produktivitas kerja.
Antropometri yaitu studi yang berkaitan dengan pengukuran tubuh manusia yang akan
digunakan sebagai pertimbangan ergonomis dalam memerlukan intraksi manusia. Ukuran yang
digunakan yaitu standar rata-rata atau kurva normal. Data antropometri diaplikasikan secara luas
antara lain dalam perancangan area kerja, perancangan peralatan kerja, perancangan produk
konsumtif, dan perancangan lingkungan kerja fisik. Perancangan suatu produk harus
memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi ukuran tubuh manusia yaitu umur, jenis
kelamin, suku bangsa, posisi tubuh.
3. Kondisi Kerja
Lingkungan kerja fisik mencakup segala hal dari fasilitas parkir di luar gedung perusahaan,
lokasi dan rancangan gedung sampai jumlah cahaya dan suara yang menimpa meja kerja atau
ruang kerja seorang tenaga kerja.
4. Waktu Kerja
Lama jam kerja per hari atau per minggu penting untuk dikaji untuk mencegah adanya kelelahan
berlebihan. Kerja dikatakan efisien apabila waktu penyelesaian berlangsung singkat. Untuk
menghitung waktu (standar time) penyelesaian pekerjaan maka perlu diterapkan prinsip-prinsip
dan teknik pengukuruan kerja. Pengukuran kerja adalah suatu metode penetapan keseimbangan
antara kegiatan manusia dikontribusikan dengan unit output yang dihasilkan. Waktu baku
diperlukan terutama untuk perencanaan kebutuhan tertentu tenaga kerja (man power planning),
estimasi biaya2 untuk upah karyawan, penjadwalan produksi dan penganggaran, perencanaan
sistem, pemberian bonus (insentif) bagi karyawan yang berprestasi, indikasi keluaran yang
mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
5. Sosial
Sikap kerja yang bertentangan dengan sikap alami tubuh akan menimbulkan kelelahan dan
cedera otot-otot. Dalam sikap yang tidak alamiah tersebut akan banyak terjadi gerakan otot yang
tidak seharusnya terjadi sehingga gerakan itu akan boros energi. Hal itu akan menimbulkan strain
dan cedera otot-otot.
Tujuannya untuk menentukan keserasian antara manusia dengan mesin atau peralatan kerjanya.
Bagaimana manusia dapat mengontrol mesin-mesin melalui display dan control. Ketidak-
serasian antara kedua faktor tersebut akan menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan
tubuh.
Fokus perhatian ergonomi erat kaitannya dengan aspek-aspek manusia dalam perencanaan dan
lingkungan kerja. Penekanan ergonomi pada penelitian kemampuan keterbatasan manusia baik
secara fisik maupun mental, psikologis serta dalam sistem manusia mesin yang integral, yang
pada akhirnya rancangan ergonomis akan meningkatkan efisien, produktivitas kerja.
Maksud dan tujuan ergonomi diarahkan pada upaya memperbaiki performance kerja manusia
dan mampu memperbaiki pendayagunaan SDM serta meminimalisir kerusakan alat atau
peralatan yang disebabkan oleh kesalahan manusia (Human Error). Sedangkan pendekatan
khusus ergonomi merupakan aplikasi sistematis dari segala informasi yang relevan berkaitan
dengan karakteristik dan perilaku manusia dalam perencanaan peralatan, fasilitas dan lingkungan
kerja yang dipakai.
http://pasarmodal.blog.gunadarma.ac.id/2010/06/08/fungsi-dari-ergonomi-dalam-kehidupan-beserta-
dampak-psikologisnya/
Dahulu, para pekerja harus menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. Meski demikian,
munculnya beragam masalah kesehatan dan produktivitas telah “menghasilkan” ilmu yang
relative baru, yaitu ergonomi ilmu untu
menimbulkan stress dan lebih nyaman digunakan, karena disesuaikan dengan tubuh atau gerakan
manusia. Contoh perangkat keras ergonomis adalah layar yang landai, keyboard yang bias
dibongkarpasang dan terletak terpisah dari computer, dan bentuk keyboard yang terfokus ke
bagian tengah sehingga pergelangan tangan pengguna bisa beristirahat dalam posisi alamiah.
http://mahasiswait.students-blog.undip.ac.id/2009/06/16/mahasiswa-it-mengapa-ergonomi-cukup-
penting/
Berdasarkan data tersebut jumlah tenaga kerja buruh/swasta 1548 jiwa berarti
25,4% dari jumlah penduduk desa Rengging.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, bahwa para
pekerja seringkali mengabaikan kesehatan dan kurang mengetahui terhadap
efek yang ditimbulkan dari pengamplasan kayu tersebut. Para pekerja merasa
risih, tidak praktis, dan tidak bebas dalam melakukan pekerjaan bila memakai
masker saat bekerja. Selama ini pekerja kurang mendapatkan standar
pelayanan ataupun kelayakan dalam bekerja bahkan keamanan dalam bekerja.
Padahal pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang penuh dengan debu
ampas gosokan kayu. Hal ini yang mempengaruhi pekerja pengamplasan kayu
tidak menggunakan masker sebagai alat pelindung diri dari debu yang
dihasilkan dari pengamplasan kayu. Padahal partikel atau debu yang
dihasilkan dari kayu tersebut dapat menganggu kesehatan terutama pada
saluran pernafasan. Berdasarkan data yang diperoleh dari puskesmas
Pecangaan, melalui wawancara dengan petugas bagian pelayanan bahwa
penderita penyakit paru akibat kerja berjumlah 21 orang. Oleh karena itu,
pendidikan kesehatan pada pekerja pengamplasan kayu sangat penting karena
dapat memberikan pengetahuan yang benar sebagai bekal menghadapi masa
depan.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian “Apakah ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang penggunaan
4
masker terhadap tingkat pengetahuan dan sikap pekerja pengamplasan kayu di
desa Rengging”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pendidikan kesehatan tentang penggunaan masker terhadap tingkat
pengetahuan dan sikap pekerja pengamplasan kayu di desa Rengging.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang penggunaan
masker terhadap tingkat pengetahuan pekerja pengamplasan kayu di
desa Rengging.
b. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan tentang penggunaan
masker terhadap sikap pekerja pengamplasan kayu di desa Rengging.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi:
1. Masyarakat
Memberikan informasi tentang penggunaan masker bagi pekerja
pengamplasan kayu sehingga dapat mengubah sikap dan perilaku dalam
bekerja.
5
2. Bagi Puskesmas Pecangaan
Sebagai dasar dalam menyusun program pendidikan kesehatan di
masyarakat, khususnya tentang penggunaan masker pada pekerja
pengamplasan kayu saat bekerja .
3. Bagi peneliti
Memperoleh pengalaman dalam melakukan penelitian dan untuk
mengetahui pengaruh pendidikan kesehatan terhadap tingkat pengetahuan
dan sikap pekerja pengamlasan kayu di desa Rengging, Pecangaan, Jepara.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang pendidikan kesehatan telah banyak dilakukan
sebelumnya. Sejauh penelusuran peneliti yang telah dilakukan, belum ada
penelitian dengan judul “Pengaruh pendidikan kesehatan tentang penggunan
masker terhadap pengetahuan dan sikap tenaga kerja pengamplasan kayu”.
Namun ada penelitian yang hampir mirip yaitu:
1. Irfan (2003), Hubungan Paparan Debu Kayu dengan Keluhan Subjektif
Saluran Pernapasan dan Gangguan Ventilasi Paru pada Tenaga Kerja PT
Perwita Karya Divisi Mebel Kabupaten Sleman Yogyakarta. Penelitian ini
menggunakan rancangan cross sectional study dengan teknik purposive
random sampling terhadap 57 orang tenaga kerja. Dapat disimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara paparan kadar debu kayu
dengan keluhan subjektif saluran pernapasan dan ventilasi paru. Begitu
juga antara keluhan subjektif saluran pernapasan dengan gangguan
ventilasi paru juga menunjukkan hubungan yang signifikan. Faktor resiko
6
lain yang mempengaruhi keluhan subjektif saluran pernapasan dan
gangguan ventilasi paru adalah kebiasaan merokok pada tenaga kerja.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian diatas adalah rancangan
penelitian dan teknik pengambilan sampel. Penelitian diatas
menggunakan rancangan cross sectional dengan teknik purpossive
random sampling, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan
rancangan quasi eksperiment dengan teknik simple random sampling.
2. Prayitna (2000), meneliti tentang Pengaruh Pendidikan Kesehatan Dalam
Meningkatkan Pengetahuan Dan Perilaku Pegawai Mebel Kayu Tentang
Pemakaian Alat Pelindung Diri. Penelitian ini menggunakan rancangan
pre eksperimen pretest-postest dengan kuota sampling. Hasil penelitian
ini menunjukkan terdapat pengaruh pendidikan kesehatan terhadap
peningkatan pengetahuan dan perilaku dalam pemakaian alat pelindung
diri dalam bekerja Perbedaan penelitian Prayitna (2000), meneliti
pengetahuan dan perilaku tetapi peneliti melakukan penelitian
pengetahuan dan sikap.
Mencegah Asma Akibat Kerja
Oleh Dr Anies
”SEJAK dipindah di bagian produksi, saya sering menderita sesak napas.
Padahal sebelumnya saya jarang menglami, kecuali kalau udara dingin,
dok ...”, keluh seorang pasien, tenaga kerja di sebuah pabrik roti.
Dalam pemeriksaan dokter, ditemukan, ternyata pasien ini menderita
asma akibat pekerjaannya. Dia alergi terhadap tepung, bahan yang
dipakai untuk pembuatan roti.
Asma akibat kerja adalah asma yang disebabkan atau diperburuk kondisi
di tempat kerja, seperti iritasi, uap kimia, gas atau debu. Seperti jenis
asma lain, pekerjaan dapat menyebabkan gejala asma, seperti dada
sesak, mengi dan sesak napas.
Jadi, asma akibat kerja hanya disebabkan oleh alergen atau penyebab
alergi dari tempat kerja, atau kondisi lingkungan kerja tertentu yang
menimbulkan rangsangan, sehingga timbul serangan asma.
Karena itu, pekerja yang berisiko terkena paparan antara lain, pekerja
yang menangani biji-bijian dan padi-padian, misalnya pekerja gudang,
penggilingan, tukang roti, pemberi makanan ternak dan sebagainya.
Demikian pula para pekerja yang mengolah kayu, operator gergaji,
industri mebel, perajin platinum, tukang cat, pekerja industri kimia dan
farmasi serta petugas kesehatan.
Sesak Napas
Gejala klinik hiper-reaksi bronkus dan asma kimia identik dengan gejala
asma bukan akibat kerja. Gejala-gejala tersebut antara lain sesak napas,
mengi atau napas berbunyi ìngik, ngikî serta gangguan fungsi paru tipe
obstruktif. Dalam pemeriksaan foto sinar-X dada, tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda kelainan.
Asma akibat kerja didefinisikan sebagai suatu penyakit yang ditandai dengan berbagai keterbatasan
aliran udara dan atau hiper-responsif saluran udara yang disebabkan oleh kondisi-kondisi lingkungan
kerja, bukan oleh rangsangan di luar tempat kerja (Bernstein, 1993).
Asma akibat kerja adalah asma yang disebabkan atau diperburuk kondisi di tempat kerja, seperti iritasi,
uap kimia, gas atau debu. Seperti jenis asma lain, pekerjaan dapat menyebabkan gejala asma, seperti
dada sesak, mengi dan sesak napas.
Jadi, asma akibat kerja hanya disebabkan oleh alergen atau penyebab alergi dari tempat kerja, atau
kondisi lingkungan kerja tertentu yang menimbulkan rangsangan, sehingga timbul serangan asma.
Asma akibat kerja disebabkan oleh penghirupan melalui saluran pernapasan (inhalasi) agen-agen
sensitisasi atau iritan yang terdapat dalam lingkungan kerja. Agen-agen tersebut dapat berupa debu,
percikan (droplet) dan gas.
Zat-zat tersebut dapat merangsang hiper-reaksi dari bronkus (cabang tenggorok), sehingga
mengakibatkan sesak napas, antara lain berasal dari beberapa bahan (Anies, 2005):
- Tumbuh-tumbuhan, misalnya padi-padian, tepung, biji kopi, biji jarak, bulu teh, tembakau, kayu dan
sebagainya.
- Debu, kulit kerang, ulat sutera, serangga, serta berbagai hewan laboratorium seperti tikus, mencit dan
marmut.
- Obat-obatan, terutama golongan antibiotika.
- Senyawa organik, misalnya formaldehid, fenilendiamin, isosianat, zat pewarna reaktif.
- Logam, terutama bentuk garam-garamnya, misalnya platinum, kromium, nikel.
Di samping zat-zat yang bersifat hiper-reaktif tersebut, agen dapat berupa iritan. Iritan menyebabkan
asma kimiawi, meliputi agen-agen alkali, asam dan oksidan kuat (ammonia, klor, hidrogen klorida,
fosgen, flourida, oksida-oksida nitrogen atau sulfur, seng klorida dan lain-lain).
Gejala asma dimulai ketika paru-paru meradang. Peradangan menyebabkan beberapa reaksi yang
menyumbat saluran udara dan membuat sulit bernapas. Setelah dihadapkan pada sesuatu yang memicu
serangan asma, saluran udara menjadi terbatas. Otot di sekitar saluran udara menegang, saluran udara
sendiri menjadi bengkak, serta menghasilkan terlalu banyak lendir.
Karena itu, pekerja yang berisiko terkena paparan antara lain, pekerja yang menangani biji-bijian dan
padi-padian, misalnya pekerja gudang, penggilingan, tukang roti, pemberi makanan ternak dan
sebagainya. Demikian pula para pekerja yang mengolah kayu, operator gergaji, industri mebel, perajin
platinum, tukang cat, pekerja industri kimia dan farmasi serta petugas kesehatan.
Sesak Napas
Gangguan pernapasan merupakan gejala yang sangat menonjol pada asma akibat kerja. Hal ini
disebabkan oleh agen-agen sensitisasi dan iritan, yang ditandai dengan penyumbatan (obstruksi)
saluran pernapasan akut yang dapat pulih, edema (pembengkakan) dan peradangan saluran
pernapasan, disertai dengan produksi lendir (Nadel and Busse, 1998).
Secara klinis, gangguan ini tidak berbeda dengan tipe asma lainnya. Umumnya agen sensitisasi
merangsang produksi suatu imunoglobulin (IgE) spesifik pada individu yang rentan (hipersensitivitas tipe
I). Alergen pada umumnya mencetuskan serangan asma segera, dimulai dari beberapa menit sampai 30
menit setelah paparan. Reaksi lambat mungkin terjadi sekitar 4-8 jam setelah paparan (Busse and
Lemanske, 2001; Anies, 2005).
Sedangkan iritan, bekerja melalui trauma jaringan langsung. Suatu gejala serupa reaksi asma dapat pula
disebabkan oleh paparan debu insert dalam kadar tinggi. Hal ini dapat terjadi pada individu-individu
dengan peningkatan reaktivitas bronkus non spesifik.
Gejala klinik hiper-reaksi bronkus dan asma kimia identik dengan gejala asma bukan akibat kerja.
Gejala-gejala tersebut antara lain sesak napas, mengi atau napas berbunyi ìngik, ngikî serta gangguan
fungsi paru tipe obstruktif. Dalam pemeriksaan foto sinar-X dada, tidak menunjukkan adanya tanda-
tanda kelainan.
Reaksi hipersensitivitas lambat, mulai beberapa jam setelah paparan pertama, seringkali setelah jam
kerja atau di malam hari dan pemulihan memerlukan waktu lebih dari 24 jam. Sedangkan serangan asma
yang ditimbulkan oleh iritasi, biasanya timbul selama atau segera setelah paparan. Beberapa iritan
menginduksi efek setelah suatu masa laten beberapa jam.
Meskipun pada kebanyakan individu gejala-gejala asma berhenti jika tidak ada paparan lebih lanjut,
tetapi pada sebagian kasus dapat terjadi asma yang memanjang meskipun sudah tidak ada kontak
dengan agen tertentu. Kasus yang demikian perlu dicurigai adanya kontak lingkungan yang
berkelanjutan dengan suatu agen, atau reaksi silang dengan alergen non-okupasional lainnya
(Rosenstock, 1990).
Pencegahan
Upaya paling utama adalah tindakan pencegahan. Pencegahan dapat dimulai sejak awal proses seleksi
tenaga kerja, yaitu pemeriksaan awal. Pemeriksaan ini meliputi riwayat penyakit individu yang
bersangkutan maupun keluarganya. Perhatian harus ditujukan terutama pada sistem pernapasan, baik
pemeriksaan fisik maupun uji fungsi paru sederhana.
Perlu dilakukan pemeriksaan medis secara berkala. Jenis pemeriksaan sama dengan pemeriksaan
sebelum penempatan. Sangat dianjurkan, pemeriksaan ini dilakukan setahun sekali, terutama bagi
pekerja yang berisiko tinggi.
Langkah-langkah teknis juga harus dilakukan untuk mengendalikan polutan udara di lingkungan kerja.
Pencegahan dilakukan dalam beberapa tingkatan.
Pertama, dengan melakukan eliminasi alergen penyebab. Cara ini paling efektif, namun tidak mudah
dilakukan, yaitu mengupayakan substitusi dengan zat pengganti yang kurang alergenik, memberikan alat
proteksi, dan penerangan pada pekerja. Dokter perusahaan perlu pula memberi konseling pada pekerja
yang memiliki kecenderungan alergi, untuk menghindari lingkungan kerja yang banyak alergennya.
Pencegahan tingkat kedua dengan deteksi diri pekerja yang menderita penyakit tersebut dan
menghentikan paparan lebih lanjut. Ini akan mengurangi progresivitas penyakit, sehingga tidak menjadi
lebih berat.
Dokter perusahaan harus melakukan pemantauan medis secara rutin, khususnya pada pekerja yang
banyak terpapar alergen. Namun demikian, pekerja yang telah menderita asma akibat kerja tentu saja
harus memperoleh penanganan dan dijauhkan dari paparan agen penyebab asma tersebut. (13)
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/04/15/105660/Mencegah-Asma-Akibat-
Kerja-