Bab I (Pai Iii)
Bab I (Pai Iii)
Bab I (Pai Iii)
IBADAH
.ِ!ْفَر اُد اْلَم ْع ُبْو ِد ِبْالِع َباَد ِة َم َع اْع ِتَقاِد َو ْح َد ِتِه َذ اًتا َو ِص َفاِت َو َافَع اًال
Artinya : meng-Esakan Allah, Tuhan yang disembah (mengakui ke-Esaan-Nya) serta meng-
i’tikad-kan pula ke-Esaan-Nya pada-Nya pada zat-Nya, sifat-Nya dan pada pekerjaan-Nya
Artinya : “Nabi Saw bersabda: Memandangnya seseorang kepada orang tuanya (ibu dan ayah)
karena cinta kepada mereka adalah ibadah” (HR. As-Suyuthi).
(قال النبي صلى هللا عليه اْلِعَباَد ُة َع ْش َر ُة َإْج َزاٍء ِتْس َع ٌة ِم ْنَها ِفى َطَلِب اْلَح اَل ِل )روه السيوطى
Artinya: Nabi Saw juga bersabda: “Ibadah itu sepuluh bagian, Sembilan bagian dari padanya
terletak dalam mencari harta yang halal.”(HR Al-Suyuthi)
Hakikat Ibadah
Hakikat Ibadah adalah untuk menumbuhkan kesadaran diri dari manusia bahwa manusia
merupakan makhluk Allah Swt. yang diciptakan sebagai insan yang mengabdi kepada Allah Swt.
hal ini seperti yang diungkapkan Allah Swt. dalam surat Azzariat ayat 56 yang artinya : “Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”.
B. Jenis-jenis Ibadah
Ibadah ada dua jenis; pertama, ibadah taskhir (penundukan) seperti ibadah manusia,
hewan dan tumbuh-tumbuhan sebagaimana firman Allah :
Artinya : Hanya kepada Allah-lah sujud (patuh) segala apa yang di langit dan di bumi, baik
dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa. (QS. Ar-Ra’d : 15).
Ini adalah sujud karena ketundukan sebagai bukti bahwa mereka adalah makhluk yang
diciptakan oleh yang maha bijak.
Kedua, ibadah ikhtiyar, yakni bagi mereka yang dapat berbicara, dan inilah yang
diperintahkan dengan firman-Nya, “sembahlah Tuhan kalian” (QS. Al-Baqarah : 21) dan
“Sembahlah Allah” (QS. An-Nisa : 36).
Syekh Muhammad Abduh (Tafsir Al-Manar) dalam tafsirnya atas firman Allah “Hanya
kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami meminta pertolongan” menguraikan
jenis-jenis ibadah sebagai berikut: Setiap agama memiliki bermacam-macam bentuk ritual
peribadatan untuk mengingatkan seseorang akan keagungan penguasa tertinggi yang merupakan
ruh dan rahasia ibadah. Setiap ibadah yang benar akan memberikan dampak positif bagi
perbaikan akhlak dan penempaan jiwa, dan dampak ini akan lahir dari sebuah perasaan seperti
yang telah kami sebutkan, sebagai muara lahirnya rasa pengagungan dan ketundukan. Jika
engkau mendapati ada ibadah yang tidak memiliki makna ini maka ia bukanlah ibadah, ibarat
gambar atau patung manusia bukanlah manusia itu sendiri. Sebagai contoh ibadah salat dan
lihatlah betapa Allah tidak hanya memerintahkan kita untuk sekedar mengerjakan, namun harus
dikalsanakan secara sempurna dan ada pengaruhnya. Pengaruh dan hasil dari sebuah ibadah salat
dapat kita lihat dari firman Allah :
Artinya : Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar (QS.
Al-Ankabut (29): 45).
Artinya : Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa
kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia Amat kikir. Kecuali orang-
orang yang mengerjakan salat (QS. Al-Ma’arij: 19-22).
Allah mengancam orang-orang yang mengerjakan salat hanya sebatas gerakan dan
ucapan serta melupakan makna dan rahasia dari ibadah itu sendiri. Dan pada dasarnya hikmah
dari pelaksanaan ibadah tersebut dapat dianalisis sebagaimana telah dijelaskan dalam hakikat
ibadah. Adapun tata caramya memang tidak dapat dianalisis secara sempurna.
Imam al-Fakhr ar-Razi dalam tafsirnya firman Allah, “Dan barangsiapa yang ingkar
maka sesungguhnya Allah Mahakaya dari sekalian alam “(QS. Ali Imran : 97) mengatakan,
“Ketahuilah bahwa seluruh taklif (beban) syariat dalam hal ibadah terbagi menjadi dua: ada yang
dasar-dasarnya bisa dianalisis hikmahnya, namun rinciannya tidak bisa, seperti salat. Pada
dasarnya ia dapat dianalisis, yaitu sebagai pengagungan kepada Allah, namun cara-cara salat
tidak dapat dinlar. Puasa juga demikian, pada dasarnya untuk menjaga hawa nafsu, sedangkan
rinciannya kita tidak tahu. Adapun ibadah haji, adalah sebuah perjalanan menuju tempat-tempat
tertentu dengan cara-cara tertentu pula, sementara hikmahnya di balik semua tata cara itu tidak
dapat kita analisis dan dasarnya pun tidak dapat dianalisis.
2. Ibadah yang tulus kepada Allah Swt semata haruslah bersih dari noda-noda kesyirikan.
Apabila sedikit saja dari kesyirikan bercampur dengan ibadah maka rusaklah ibadah itu.
Ibadah dilakukan tanpa perantara, baik berupa manusia, binatang, benda, maupun tumbuh-
tumbuhan.
Artinya : Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia
mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat
kepada Tuhannya". (QS Al Kahfi: 110)
3. Keharusan untuk menjadikan Rasulullah Saw sebagai teladan dan pembimbing dalam ibadah.
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia
banyak menyebut Allah. (QS Al Ahzab: 21)
4. Ibadah itu memiliki batas kadar dan waktu yang tidak boleh dilampaui. Sebagaimana firman
Allah Swt. :
Artinya : Maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka
dirikanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya salat itu adalah fardu yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman. (QS An-Nisa: 103)
Artinya : Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan
mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya
dan takut akan azab-Nya, Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang (harus) ditakuti. (QS
Al Isra’ : 57)
6. Ibadah tidaklah gugur kewajibannya pada manusia sejak baligh dalam keadaan berakal
sampai meninggal dunia.
Artinya : “…dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan memeluk agama Islam” (QS Ali
‘Imran: 102)