SAMPULLLLLLL

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 58

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN


MENJALANI DIET DIABETES MELITUS
DI PUSKESMAS PALIBELO

OLEH:

NUR INTAN SUSILAWATI

2020010044

YAYASAN ISLAM KESEHATAN MASYARAKAT SEKOLAH


TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) YAHYA BIMA
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2024/2025
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang berupa
kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah
lama dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga berbadan
besar (kegemukan) bersama dengan gaya hidup tinggi atau moderen.
Akibatnya, kenyataan menunjukkan Diabetes Mellitus (DM) telah menjadi
penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas
dan membawa banyak kecacatan dan kematian (Bustan, 2020).
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis serius yang terjadi
karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang
mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. DM (Diabetes Melitus)
adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu
dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak
lanjut oleh pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevelensi DM (Diabetes
Melitus) terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. Jumlah
penderita DM di dunia pada tahun 1980 sebanyak 108 juta orang dan
meningkat pada tahun 2015 menjadi 422 juta jiwa. Pada tahun 2016
terdapat 2,2 juta kematian akibat diabetes mellitus sebanyak 1,5 juta
penderita (WHO,2021). Organisasi Internasional Diabetes Federation
(IFD) memperkirakan tahun 2019 terdapat 463 juta jiwa pada usia 20-79
tahun yang menderita diabetes mellitus di dunia atau sebesar 9,3% dari
total penduduk pada usia yang sama. Jumlah kasus diperkirakan terus
meningkat seiring bertambahnya usia menjadi 19,9% atau 111,2 juta jiwa
pada umur 65-79 tahun. Angka diprediksikan terus meningkat mencapai
578 juta pada tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045 (WHO Global
Report, 2020).
Ada 4 pilar utama penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk
mengurangi komplikasi dan keparahan yang disebabkan oleh penyakit
diabetes melitus yaitu obat (terapi farmakologi), latihan jasmani yang
teratur, perencanaan makanan (diet), dan edukasi. Penatalaksanaan terapi
diet mengikuti pedoman (3J) yaitu jenis makanan, jumlah kalori yang
dibutuhkan dan jadwal makanan yang harus diikuti (PERKENI, 2020).
Namun, terdapat masalah dalam penatalaksanaan diet karena
mayoritas penderita tidak mematuhi diet yang dianjurkan. Berdasarkan
data Diabetes Control and Complication (DCCT), didapati 75% orang
yang menderita diabetes melitus tidak mematuhi diet yang
direkomendasikan. Hasil menunjukkan bahwa di indonesia masih terdapat
banyak penderita diabetes melitus yang tidak disiplin dalam mengikuti
diet yang direkomendasikan, dilihat masih 53,1% makan/minum manis
lebih dari 1x perhari, 26,2% masih makan asin lebih dari 1x perhari dan
40,7% masih makan/minum berlemak lebih dari 1x perhari. Dari data
ketidakpatuhan ini yang mencetus penghalang dalam usaha
mengendalikan kasus DM (Kasumayanti & Rahayu, 2019:65).
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh dari mata dan telinga, yaitu proses melihat dan
mendengar. Selain proses pengalaman dan proses belajar dalam
pendidikan formal maupun informal (Lestari, 2020:79).
Untuk memelihara nilai glukosa darah supaya tetap dalam batasan
normal, kepatuhan dalam menjalani diet sangat dibutuhkan. Hasil
penelitian (Nurhidayat 2021:80) menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap,
dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan dapat mempengaruhi
kepatuhan diet.
Kepatuhan merupakan interaksi antara pasien DM (Diabetes Melitus)
dengan petugas kesehatan sesuai dengan langkah-langkah yang telah
ditetapkan agar mendapatkan pengobatan, mematuhi aturan diet, olah
raga, dan atau merubah gaya hidup yang direkomendasikan oleh pemberi
pelayanan kesehatan. Kepatuhan diet bertujuan untuk dapat mengontrol
kadar gula didalam darah agar terwujud kualitas hidup yang lebih baik
bagi penyandang DM, kepatuhan diet Diabetes Mellitus (DM) perlu
diperhatikan karena jika tidak diperhatikan akan berujung pada
komplikasi. Kepatuhan secara umum didefinisikan sebaga tingkat perilaku
seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan
melaksankan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan
kesehatan. Salah satu wujud kepatuhan pasien adalah dengan cara
mengikuti anjuran diet yang disarankan oleh ahli gizi. Ahli gizi rumah
sakit memberikan rekomendasi atau saran yang terkait dengan diet yang
dianjurkan sesuai dengan penyakit yang diderita pasien tersebut.
Ketidakpatuhan pasien dipengaruhi oleh empat faktor yaitu keyakinan,
sikap dan kepribadian, pemahaman terhadap instruksi, kelurga dan
kualitas terhadap intruksi. Keluarga merupakan pihak yang paling dekat
pasien, keluarga menjadi salah satu kunci seseorang berperilaku. Peran
keluarga sangat penting dalam memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien sehingga pasien patuh dalam menjalankan terapi.
Dukungan emosional seperti memberikan perhatian, mengingatkan jadwal
pengobatan, ataupun menemani pasien saat berobat dapat meningkatkan
kepatuhan pada pasien (Niven, 2020:34).
Dikarenakan makananan merupakan salah satu aktivitas pasti dalam
keseharian kita.5Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam
pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan
seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya.
Pola makan sehat untuk Diabetesi adalah 25-30% lemak, 50-55%
karbohidrat, dan 20% protein. Gaya hidup di perkotaan dengan pola
makan yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan masyarakat
cenderung mengkonsumsi Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
mempengaruhi kepatuhan diet. Motivasi intrinsik merupakan keyakinan
berasal dari diri seseorang bahwa dia sanggup untuk melakukan tugas atau
tanggung jawab tertentu yang. Namun, terdapat masalah dalam
penatalaksanaan diet karena mayoritas penderita tidak mematuhi diet yang
dianjurkan. Berdasarkan data Diabetes Control and Complication
(DCCT), didapati 75% orang yang menderita diabetes melitus tidak
mematuhi diet yang direkomendasikan. Hasil menunjukkan bahwa di
indonesia masih terdapat banyak penderita diabetes melitus yang tidak
disiplin dalam mengikuti diet yang direkomendasikan, dilihat masih
53,1% makan/minum manis lebih dari 1x perhari, 26,2% masih makan
asin lebih dari 1x perhari dan 40,7% masih makan/minum berlemak lebih
dari 1x perhari. Dari data ketidakpatuhan ini yang mencetus penghalang
dalam usaha mengendalikan kasus DM (Kasumayanti & Rahayu,
2020:65).
Menurut Susanti & Sulistyarini (2021:50), perubahan perilaku sehat
dipengaruhi oleh adanya keyakinan dari dalam diri yang berasal dari
pendidikan/pengetahuan yang baik. Notoatmodjo (2019:2) berpendapat
bahwa pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui atau hasil dari
persepsi manusia terhadap sebuah objek. Persepsi terbentuk karena
bantuan panca indera manusia yaitu mata, hidung, telinga, dan lain-lain.
Selain pengetahuan, dalam pengelolaan diabetes melitus dukungan tenaga
kesehatan juga berperan dalam mengontrol kadar gula darah pasien agar
tetap normal dan stabil. Tenaga kesehatan berperan sebagai komunikator
dan penderita sebagai penerima pesan. Kepatuhan diet penderita DM
(Diabetes Melitus) dipengaruhi oleh pemahaman penderita tentang
instruksi diet yang diberikan tenaga kesehatan, dan begitu juga sebaliknya,
penderita tidak akan mematuhi anjuran diet jika tidak memahami instruksi
yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Komunikasi tenaga kesehatan harus
berupa komunikasi efektif dengan instruksi bahasa yang sederhana
sehingga membuat penderita DM paham apa yang disampaikan oleh
tenaga kesehatan (Kasumayanti & Rahayu, 2020:104).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2017 tentang penyakit diabetes mellitus. Diabetes
mellitus menyatakan dari jumlah masyarakat Indonesia dari 33 provinsi
yang berusia >14 tahun berjumlah 176.689.336 jiwa, dari jumlah tersebut
terdapat 2.650.340 jiwa yang sudah didiagnosis penyakit diabetes mellitus
oleh dokter dan 1.060.136 jiwa yang belum pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter tetapi dalam satu bulan terakhir mengalami
gejala sering haus, sering lapar, sering buang air kecil dengan jumlah
banyak dan berat badan menurun. Dari jumlah yang terdiagnosis tersebut,
di Jawa Tengah terdapat 88.531 jiwa, terbanyak ke 9 dari 33 provinsi
(Prawirastra, 2017).
Menurut International Diabetes Federation (2019), sekitar 463 juta
orang dewasa (20-79 tahun) menderita diabetes. Sebanyak 79% orang
dewasa dengan diabetes tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah. 1 dari 5 yang berusia diatas 65 tahun menderita diabetes.
Diabetes telah menyebabkan 4,2 juta kematian pada tahun 2019.
Sedangkan di Indonesia, peningkatan angka prevalensi diabetes di
Indonesia yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi
8,5% di tahun 2018, sehingga estimasi jumlah penderita di Indonesia
mencapai lebih dari 16 juta orang yang kemudian berisiko terkena
penyakit lain, seperti serangan jantung, stroke, kebutaan dan gagal ginjal
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian (Kemenkes, 2019).
Menurut IDF, Indonesia menduduki peringkat kelima Negara yang
jumlah Diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan
diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045. Persoalan ini menjadi
perhatian dari kementrian kesehatan mengingat Diabetes Melitus (DM)
merupakan ibu dari segala penyakit.
Angka prevalensi diabetes menyebar diseluruh provinsi di Indonesia.
Salah satunya di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan
peningkatan prevalensi diabetes mellitus dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan laporan Riskesdas (2013) proporsi diabetes melitus di
provinsi NTB pada usia 15 tahun keatas mencapai 0,9% dari total jumlah
penduduk yaitu sebanyak 28.825 orang. Angka ini meningkat dari laporan
Riskesdas (2007) yaitu 0,6%. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi
merupakan penyebab penting masalah ini baik daerah pedesaan maupun
perkotaan. Diabetes Melitus tidak hanya terjadi pada usia dewasa, namun
juga terjadi pada usia remaja. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 pada anak-anak dan remaja meningkat
di beberapa Negara meskipun tidak sebanyak kejadian di usia dewasa dan
lansia. Internasional Diabetes Federation (IDF) tahun 2017 melaporkan
bahwa prevalensi Diabetes pada anak-anak dan remaja di Amerika tahun
2015 diperkirakan 7,2% dari total penduduk usia anak dan remaja dengan
jumlah 132.000 anak usia kurang dari 18 tahun dan 193.000 anak usia
kurang dari 20 tahun (Center of Desease Control and Prevention, 2017).
Di Brazil, prevalensi pradiabetes dan Diabetes Melitus tipe 2 masing-
masing adalah 22,% dan 3,3% dari populasi penduduk di Brasil dimana
sekitar 213.830 remaja hidup dengan DM tipe 2 dan 1,46 juta remaja
dengan pradiabetes (Telo et al., 2019). Di Inggris, insiden Diabetes
Melitus tipe 2 tahun 2015 dan 2016 pada anakanak berusia ≥17 Tahun
adalah 0,72 per 100.000 per tahun (Candler et al., 2017). Sedangkan di
Australia, kejadian Diabetes Mellitus tipe-2 pada anak yang berusia di
bawah 17 tahun sekitar 2 per 100.000 per tahun dengan ratarata kenaikan
27% tahun 1990 dan 2002 (Kao & Sabin, 2016). Di Indonesia
berdasarkan, diagnosis dokter penderita Diabetes Melitus dengan katogori
usia 15-24 tahun berjumlah 159.014 orang (Kementerian Kesehatan RI,
2018). Hasil data Riskesdas 2018 provinsi Nusa Tenggara Barat yang
tercatat deteksi dini Diabetes Mellitus dengan kategori usia < 1 berjumlah
440, 1-4 tahun berjumlah 1.706, 5-14 tahun berjumlah 4.128, 15-24 tahun
berjumlah 3.694.
Jumlah pengidap Diabetes Melitus (DM) dari 21 Puskesmas yang
ada di Kabupaten BIMA sebanyak 1897 (36%) pengidap Diabetes Melitus
(DM). Presentasi capaian SPM Diabetes Mellitus (DM) Tahun 2023-2024
di wilayah kerja Puskesmas Palibelo sebanyak 5366 pengidap Diabetes
Melitus (DM) target tahunan dan 447 pengidap Diabetes Melitus (DM)
target bulanan jadi total capaian secara keseluruhan pengidap DM
sebanyak 5366 (92%) di wilayah kerja puskesmas palibelo, maka dari itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan
Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Diet Diabetes
Melitus di Pusekesmas Palibelo”.
Berdasarkan data awal yang di ambil oleh peneliti pada tanggal 23
April s/d 26 April 2024 yang di ambil di Puskesmas Palibelo data yang di
dapat 291 kasus (PKM) Palibelo.Yang telah menderita penyakit ini sudah
lebih dari 4-5 tahun mengatakan mengetahui tentang diet Diabetes
Mellitus terkait makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, akan
tetapi pasien mengatakan kadang patuh terhadap diet akan tetapi
kadangkala pula tidak patuh dalam mengkonsumsi makanan yang tidak
diperbolehkan.
Dari beberapa pasien lainnya menyatakan bahwa hanya mengetahui
beberapa jenis makanan saja seperti tidak boleh makan dan minuman yang
manis dan makan nasi dengan porsi yang berlebihan. Meskipun sudah
mengetahui tentang diet yang benar untuk penyakitnya tetap saja ingin
makan, hal inilah yang menyebabkan ketidakpatuhan dan tetap melanggar
aturan diet yang telah ditentukan.
Makan secara berlebihan. Selain itu pola makanan yang serba instan
saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Penyakit menahun yang
disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus meningkat
sangat tajam. Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan dengan
cara hidup yang berubah.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasrkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam


penelitian ini adalah: hubungan pengetahuan kelurga dengan kepatuhan
menjalani diet diabetes melitus di puskesmas palibelo?

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Hubungan Pengetahuan


Keluarga Dengan Kepatuhan Menjalani Diet Diabetes Melitus di
Puskesmas Palibelo, Kabupaten Bima’.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan keluarga dengan


menjalani diet diabetes mellitus

b. Untuk mengidentifikasi kepatuhan menjalani Diet Diabetes Melitus


(DM)

c. Menganalisa hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan


menjalani diet diabetes mellitus.
D. MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan penelitian yang dilakukan memberikan manfaat yaitu :

1. Bagi Penderita

Penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat meningkatkan


pengetahuan penderita terhadap penyakit yang diderita dan diet yang
dijalani sehingga dapat mengubah perilaku penderita dalam kehidupan
sehari- hari.

2. Bagi Peneliti

Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan


ilmu yang diperoleh selama pendidikan, menambah wawasan dan
pengalaman dalam melaksanakan penelitian ilmiah mengenai
pengetahuan dan kepatuhan diet dengan kadar gula darah penderita
diabetes mellitus

3. Bagi Institusi

Penelitian Memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat pada


institusi serta memberikan wawasan bagi institusi tentang pengetahuan
dan kepatuhan diet dengan kadar gula darah penderita Diabetes Melitus
sehingga dapat dijadikan referensi dapenelitian selanjutnya.

E. MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan penelitian yang dilakukan memberikan manfaat yaitu :

1. Bagi Penderita

Penulisan karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat meningkatkan


pengetahuan penderita terhadap penyakit yang diderita dan diet yang
dijalani sehingga dapat mengubah perilaku penderita dalam kehidupan
sehari- hari.

2. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan
ilmu yang diperoleh selama pendidikan, menambah wawasan dan
pengalaman dalam melaksanakan penelitian ilmiah mengenai
pengetahuan dan kepatuhan diet dengan kadar gula darah penderita
diabetes mellitus

3. Bagi Institusi

Penelitian Memberikan informasi yang berguna dan bermanfaat pada


institusi serta memberikan wawasan bagi institusi tentang pengetahuan
dan kepatuhan diet dengan kadar gula darah penderita Diabetes Melitus
sehingga dapat dijadikan referensi dapenelitian selanjutnya.

Diet yang digunakan sebagai bahan penatalaksanaan Diabetes


Melitus dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak dan
karbohidrat.Sebagai pedoman dipakai 8 jenis Diet Diabetes Melitus
sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 2.1. Penerapan diet ditentukan
oleh keadaan pasien, jenis Diabetes Mellitus, dan program pengobatan
secara keseluruhan.

F. KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 2.4 keaslian Penelitian

No Judul Nama Rancangan Variabel Hasil


. penelitian Peneliti Penelitian Penelitian Penelitian
dan
Tahun

1. “Hubunga Nur a. Observasi a) Variabel Berdasark


n intan terikat an
b. Deskriptif
Pengetahu susilaw (depende observasi
c. Pengumpula
an ati nt dan
n data awal
Keluarga variable) wawancar
(2024)
Dengan d. Pembagian . a awal
Kepatuha kuesioner Variabel melalui
n dependen koesioner
e. Wawancara
Menjalani t bahwa di
awal
Diet (terikat ) temukan
pengidap
Diabetes dalam tingkat
Diabetes
Melitus di penelitia pengetahu
Melitus
Puskesma n ini an
(DM)
s adalah keluarga
Palibelo”. hubunga dengan
n kepatuhan
pengetah pengidap
uan Diabetes
keluarga Melitus
dengan dalam
kepatuha menjalani
n proses
menjalan diet masih
i Diet kurang
Diabets salah satu
Melitus nya
bagi menjaga
pengidap pola
/pasien. makan
dan
olahraga.
BAB II

TINJAU PUSTAKA

A. Konsep Teori Diabetes Melitus

1. Definisi Diabetes Melitus

Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang berupa


kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin.Penyebab penyakit dan
sakit yang terjadi di tengah masyarakat dewasa ini dikarenakan perilaku hidup
yang kurang memperhatikan perilaku hidup sehat. Yang juga termasuk
penyebab utama meningkatnya jumlah penderita diabetes mellitus, diketahui
bahwa penyebab utama dari penderita diabetes mellitus disebabkan perilaku
hidup individu, keluarga dan masyarakat kurang berorientasi pada
pengetahuan.

Berdasarkan estinasi data Internasional Diabetes Federatio (IDF), kasus


DM di Indonesia pada tahun 2010 menepati urutan keempat tertinggi didunia
setelah Cina, India dan Amerika, yaitu 10,4 juta jiwa dan diperkirakan
jumlahnya melebihi 21 juta jiwa pada tahun 2025 mendatang. Riskesdas 2018
menunjukkan prevalensi penyakit tidak menular berdasarkan pemeriksaan
gula darah, diabetes melitus di Indonesia naik dari 6,9% menjadi 8,5%
(Riskesdas 2018). Prevalensi Diabetes Melitus di Jawa Barat naik dari 1,3%
menjadi 1,7% (Kemenkes RI 2018). Peningkatan prevalensi kasus diabetes
melitus berjalan seiring dengan peningkatan faktor risiko dari diabetes melitus
sendiri (Sornoza, 2019:125).
Worldh Healt Organization (WHO) pada tahun 2019 menjelaskan bahwa
Diabetes Melitus adalah penyebab langsung dari 2,3 juta kematian setiap
tahun serta di tahun 2016 Diabetes Melitus menyebabkan 1,5 juta kematian
pada penduduk berusia 20-79 tahun. Organisasi Federa Diabetes
internasional (IDF) di tahun 2019 menyebutkan bahwa prevalensi Diabetes
Melitus menigkat tiga kali lipat selama 20 tahun terakhir pada tahun 2000
orang dewasa yang hidup dengan Diabetes Melitus sebanyak 151 juta dan
tanpa tahun 2009 terjadi peningkatan menjadi 285 juta serta di tahun 2014,
422 juta orang yang menderita Diabetes. Ditahun 2019, terdapat 463 juta
orang 2 berusia 20 hingga 79 tahun yang menderita Diabetes diseluruh dunia,
mewakili 9,3% dari populasi pada usia yang sama. Terdapat 10 negara
dengan jumlah penduduk Diabetes Melitus terbanyak yaitu, China diurut
pertama dengan 116,4 juta penderita , India di urutan kedua dengan 77 juta
penderita dan Amerika Serikat di urut ketiga dengan 31 juta penderita satu-
satunya Negara Asia Tenggara yang masuk kedalam 10 daftar Negara dengan
jumlah penderita Diabetes Melitus terbanyak adalah Indonesia yang
menduduki peringkat ketujuh dengan10,7 juta penderita (Sarietal, 2022:116).

Estimasi terakhir International Diabetes Federation (IDF) terdapat 382


juta orang yang hidup dengan diabetes mellitus di dunia pada tahun 2013.
Pada tahun 2035 diperkirakan jumlah tersebut akan meningkat menjadi 592
juta orang, diperkirakan dari 382 juta orang tersebut, 175 juta diantaranya
belum terdiagnosis, sehingga terancam progresif menjadi komplikasi tanpa
disadari dan tanpa pencegahan (PERKENI, 2015). Diabetes Mellitus (DM)
adalah penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi mampu
membuat insulin atau ketika tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang
dihasilkan. Insulin adalah hormon yang dibuat oleh pankreas yang bertindak
seperti kunci untuk membiarkan glukosa dari makanan yang dimakan lulus
dari aliran darah ke dalam sel-sel dalam tubuh untuk menghasilkan energi
(IDF,2016). Berdasarkan World Health Organization (WHO) 2017
mengidentifikasi diabetes mellitus (DM) sebagai penyakit kronis yang terjadi
ketika pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau ketika tubuh
tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang dihasilkan.

Jumlah penderita DM di dunia pada tahun 1980 sebanyak 108 juta orang
dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 422 juta jiwa. Pada tahun 2016
terdapat 2,2 juta kematian akibat diabetes mellitus sebanyak 1,5 juta penderita
(WHO,2021). Organisasi Internasional Diabetes Federation (IFD)
memperkirakan tahun 2019 terdapat 463 juta jiwa pada usia 20-79 tahun yang
menderita diabetes mellitus di dunia atau sebesar 9,3% dari total penduduk
pada usia yang sama. Jumlah kasus diperkirakan terus meningkat seiring
bertambahnya usia menjadi 19,9% atau 111,2 juta jiwa pada umur 65-79
tahun. Angka diprediksikan terus meningkat mencapai 578 juta pada tahun
2030 dan 700 juta di tahun 2045 (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2020).

Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik


Indonesia pada tahun 2017 tentang penyakit diabetes mellitus. Diabetes
melitus menyatakan dari jumlah masyarakat Indonesia dari 33 provinsi yang
berusia >14 tahun berjumlah 176.689.336 jiwa, dari jumlah tersebut terdapat
2.650.340 jiwa yang sudah didiagnosis penyakit diabetes mellitus oleh dokter
dan 1.060.136 jiwa yang belum pernah didiagnosis menderita kencing manis
oleh dokter tetapi dalam satu bulan terakhir mengalami gejala sering haus,
sering lapar, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan berat badan
menurun. Dari jumlah yang terdiagnosis tersebut, di Jawa Tengah terdapat
88.531 jiwa, terbanyak ke 9 dari 33 provinsi (Prawirastra, 2020:99). Penyakit
diabetes mellitus jika tidak ditangani dengan baik bisa beresiko mengalami
komplikasi, salah satu dampak paling sering dialami yakni neuropati diabetik
atau kerusakan saraf perifer dibagian ektremitas bawah (kaki) yang
menyebabkan suplai darah dari jantung ke jaringan tidak mencukupi,
sehingga mengakibatkan gangguan sensorik karena terjadi kerusakan saraf
dibagian ekstremitas bawah, gejalanya yaitu kesemutan, mati rasa, atau nyeri
di kaki sehingga hal ini bisa menyebabkan terjadiya komplikasi berupa kaki
diabetik (Damayanti, 2020:109).

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nasrul Hadi Purwanto
(2011) dengan judul “Hubungan pengetahuan tentang diet diabetes mellitus
dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita diabetes mellitus” yang
menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan tentang diet
diabetes mellitus dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita diabetes
mellitus dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita diabetes mellitus
Di RSUD Poso dr. H Moh Anwar Sumenep. Hasil ini diperkuat dengan uji
korelasi spearman (rho) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 dengan
nilai korelasi sebesar 0,817.Maka hipotesis penelitian H0 ditolak dan H1
diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna anatara pengetahuan
tentang diet diabetes mellitus dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada
penderita diabetes mellitus Di RSUD dr. H Moh Anwar Sumenep.

Menurut asumsi peneliti responden yang berpengetahuan baik tapi


masih tidak patuh dikarenakan responden tidak peduli atau acuh tak acuh
dalam proses menjalankan diet DM, responden yang berpengetahuan cukup
tapi tidak patuh di karenakan responden tersebut tidak dapat mengontrol pola
makan yang baik, serta kurangnya dukungan ataupun motivasi dari keluarga,
dan responden yang berpengetahuan kurang tapi masih patuh dikarenakan
responden tersebut sadar bahwa penyakit DM akan berdampak buruk ataupun
terjadi komplikasi jika tidak mematuhi diet DM Tipe II.

2. Klasifikasi Diabetes Mellitus


Menurut (Perkeni, 2011), Diabetes Mellitus terdiri dari dua jenis, yaitu
diabetes mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau diabetes Tipe 1,
dan diabetes mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau
Diabetes Tipe 2).
1) Diabetes Mellitus yang tergantung pada insulin (IDDM) atau Diabetes
Tipe 1
Diabetes mellitus tipe 1 dicirikan dengan hilangnya sel penghasil insulin
pada pulau-pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin
pada tubuh. Diabetes tipe ini dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa. Sampai saat ini, diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah
raga tidak bisa menyembuhkan atau pun mencegah diabetes tipe 1.
Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan
yang baik saat penyakit ini dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun
respon tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes
tipe ini, terutama pada tahap awal.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan
insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah
melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1,
bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin.
Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma
bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada
penyesuaian gaya hidup (diet dan olah raga). Terlepas dari pemberian
injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui
pump, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam
sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan
pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta
dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui ”inhaled
powder”.
2). Diabetes Mellitus yang tidak tergantung pada insulin (NIDDM atau
Diabetes TipeII)
Diabetes mellitus tipe 2 terjadi karena kombinasi dari ”kecacatan
dalam produksi insulin” dan resistensi terhadap insulin” atau
”berkurangnya sensitifitas terhadap insulin” (adanya defekasi respon
jaringan terhadap insulin) yang melibatkan reseptor insulin di membran
sel. Pada tahap awal abnormalitas yang paling utama adalah berkurangnya
sensitivitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar
insulin di dalam darah.
Gejala pada tipe kedua ini terjadi secara perlahanlahan, dengan pola
hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan olah
raga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih. Penderita juga
harus dapat mempertahankan berat badan yang normal, namun bagi
penderita stadium terakhir, kemungkinan akan diberikan suntikan insulin.
3. Faktor Resiko Diabetes Melitus
Menurut World Hearlt Organization tahun 2016 berikut adalah factor resiko
dari DM:
a. Riwayat keluarga diabetes atau genetic
b. Usia yang lebih tua
c. Obesitas dan kenaikan berat badan yang berlebihan selama kehamilan
d. Pola makan dan nutrisi yang buruk
e. Kurangnya aktivits fisik
f. Riwayat Diabetes gestasional
g. Merokok, infeksi dan pengaruh lingkungan
h. Faktor-faktor lain termasuk asupan buah dan sayuran yang tidak memadai,
serat makanan dan asupan makanan yang tinggi lemak jenuh.
4. Komplikasi Diabetes Melitus
Berikut adalah komplikasi DM menurut International Diabetes Federation
(2017):
a. Diabetik Eye Disease (DED)
Penyakit mata diabetes (DED) terjadi secara langsung akibat kadar
glukosa darah tinggi kronis yang menyebabkan kerusakan kapiler retina,
yang mengarah ke bocoran dan penyumbatan kapiler. Akhirnya
menyebabkan hilangnya penglihatan sampai kebutan. DED terdiri dari
diabetic retinopathy (DR), diabetic macular edema (DME), katarak,
glukoma, hilangnya kemampuan fokus mata atau penglihatan ganda.
b. Chronic Kidney Disease (CKD)
Diabetes adalah salah satu penyebab utama gagal ginjal, namun
frekuensinya bervariasi antar populasi dan juga terkait dengan tingkat
keparahan dan lamanya penyakit. CKD pasien diabetes bisa di sebabkan
oleh nefropatik diabetik, polineuropati disfungsi kandung kemih,
peningkatan kejadian infeksi kandung kemih atau macrovaskuler
anglopathy.
c. Penyakit Jantung
Faktor resiko penyakit jantung pada penderita DM meliputi merokok,
tekanan darah tinggi, kadar kolesterol tinggi dan obesitas. Komplikasi
yang bisa terjadi seperti angina, coronary artery diseases (CADs).
Myocardial infarction, stroke, peripheral arteri disease (PAD), gagal
jantung.
d. Neuropatik diabetic
Neuropatik diabetic mungkin merupakan komplikasi DM yang
paling umum. Faktor resiko utama dari kondisi ini adalah tingkat dan
durasi peningkatan glukosa darah. Neuropati dapat menyebabkan
kehilangan fungsi otonom, motoric dan sensorik pada tubuh. Neuropati
diabetic dapat menyebabkan perasaan abnormal dan mati rasa progresif
pada kaku yang menyebabkan timbulnya ulkus karena trauma eksternal
atau tekanan internal tulang. Neuropati juga menyebabkan disfungsi
ereksi, masalah saluran pencernaan dan saluran kencing, serta disfungsi
otonom jantung.
e. Oral Healt
Penderita diabetes mengalami peningkatan risiko radang gusi
(periodontitis) atau hyperplasia gingiva jika glukosa darah tidak dikelola
dengan benar. Kondisi mulut terkait diabetes lainnya termasuk
pembusukan gigi, kandidiasi, gangguan neurosensorik (burning mouth
syndrome), disfungsi saliva.
5. Prinsip Pengelolaan Diabetes Militus
Prinsip pengelolaan Diabetes mellitus, meliputi (Wahyuningsih, 2013):
1. Penyuluhan Tujuan penyuluhan adalah meningkatkan pengetahuan para
diabetisi tentang penyakitnya serta cara pengelolaannya dengan tujuan
dapat merawat dirinya sendiri sehingga mampu untuk mempertahankan
hidup dan dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Adapaun penyuluhan
tersebut meliputi :
a. Penyuluhan untuk pencegahan primer
Ditujukan untuk kelompok risiko tinggi.
b. Penyuluhan untuk pencegahan sekunder
Ditujukan pada diabetisi terutama pasien yang baru. Materi yang
diberikan meliputi : pengertian Diabetes, gejala, penatalaksanaan
Diabetes mellitus, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan
kronik, perawatan pemeliharaan kaki, dll.
c. Penyuluhan untuk pencegahan tersier
Ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi
cara perawatan dan pencegahan komplikasi, upaya untuk rehabilitasi,
dll.

B. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan dasar dari kemampuan pasien untuk
mengontrol gula darah sendiri, dengan pengetahuan yang baik diharapkan
gula darah terkontrol serta dapat mengatasi rasa cemas pasien terhadap
dampak DM Tipe 2. Pengetahuan keluarga tentang DM merupakan sarana
yang dapat membantu penderita DM dalam menjalankan diet selama
hidup. Pengetahuan dan kepatuhan bagi pasien diabetes yang bertujuan
untuk menunjang perubahan perilaku, perubahan aktifitas fisik pada
penderita DM, perubahan pola makan pada penderita DM. Pengetahuan
tersebut untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya yang
bermanfaat mencapai keadaan sehat, optimal dan penyesuaian keadaan
psikologik serta kualitas hidup lebih baik (Yuyun Setiawati 2014).
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku yang baru (berperilaku
baru), maka dalam diri seseorang tersebut akan terjadi sebuah proses
berurutan, yakni sebagai berikut:
1. Timbul kesadaran ( Awareness), yakni dimana seseorang menyadari,
mengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus/objek.
2. Ketertarikan (Interest), dimana seseorang mulai menaruh perhatian
dan tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang), dimana sesorang akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini sikap seseorang akan sudah lebih baik lagi.
4. Mulai mencoba (Trial), dimana seseorang memutuskan untuk mulai
mencoba perilaku baru.
5. Mengadaptasi (Adaption), dimana seseorang telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus. Sumber ( Efendi dan Makhfudi, 2013)
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan atau respon seseorang. Pengetahuan seseorang
terhadap objek juga mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaiut:
1. Mengetahui (Know)
Mengetahui diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya atau mengingat kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari sesuatu yang sudah di pelajari atau rangsangan yang telah
di terima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentng objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Meneraapkan (Application)
Menerapkan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Menganalisis (analysis)
Menganalisis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menjabarkan atau menghubungkan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui, tetapi masih
didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Mensintesis (Synthesis)
Mensintesis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
merangkum dan meletakkan bagian-bagian yang diketahui ke dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru dan logis, atau bisa juga diartikan
sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada.
6. Mengevaluasi (Evaluation)
Mengevaluasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian-penilaian
tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut
Wawan dan Dewi (2010), antara lain :
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
c. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun)
seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai
pada usia dewasa. Menurut Budiman dan Agus (2013),
menyatakan bahwa usia mempengaruhi daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
d. Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan/ peningkatan
pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan
lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini
dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai
tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal salah satunya adalah
informasi tentang kesehatannya akan dapat memberikan suatu
landasan kognitif baru bagi terbentuknya suatu pengetahuan
terhadap hal tersebut.

2. Faktor Eksternal
a. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk,
dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga
akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
b. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2006) dalam Wawan dan Dewi (2010),


diinterpretasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. Baik
Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari
seluruh pertanyaan
2. Cukup
Bila mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh
pertanyaan
3. Kurang
Bila subyek mampu menjawab dengan benar 0% - 55% dari
seluruh pertanyaan
C. Konsep Kepatuhan diet
1. Definisi kepatuhan
Menurut Rowley (1999) Kepatuhan atau yang dikenal dengan
“adherency” adalah tindakan nyata untuk mengikuti aturan atau prosedur
dalam upaya perubahan sikap dan perilaku individu.18 Menurut Niven
(2020) Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.19
Kepatuhan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
penatalaksaan penyakit DM. Hal tersebut dikarenakan perencanaan makan
merupakan salah satu dari 4 pilar utama dalam pengelolaan DM.3
Menurut Ellis (2010) Kepatuhan diet merupakan masalah besar yang
terjadi pada penderita DM.18 Hal ini didukung oleh Tovar (2007) yang
mengatakan bahwa diet merupakan kebiasaan yang paling sulitdiubah dan
paling rendah tingkat keptuhannya dalam manajemen diri seorang
penderita DM. 18 Penatalaksaan diet DM meliputi tiga hal utama yang
harus dilaksanakan oleh penderita DM, yaitu jumlah makanan, jenis
makanan, dan jadwal makan.3
2. Cara Meningkatkan Kepatuhan
Sejumlah strategi telah dikembangkan untuk mengurangi
ketidakpatuhan minum obat. Berikut adalah lima cara untuk meningkatkan
kepatuhan: (Irmawati et al., 2016).
a. Mengembangkan tujuan kepatuhan tersebut. Seseorang akan dengan
senang hati mengemukakan tujuannya mengikuti anjuran minum obat
jika ia memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap program
pengobatan.
b. Perilaku sehat yang baru perlu dipertahankan. Sikap pengontrolan diri
membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan
penghargaan terhadap perilaku baru tersebut.
c. Faktor kognitif diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan. Penderita
perlu mengembangkan perasaan mampu, bisa mengontrol diri dan
percaya kepada diri sendiri agar tidak menimbulkan pernyataan
negative dari dalam dirinya yang dapat merusak program
pengobatannya. 31
d. Dukungan sosial, baik dalam bentuk dukungan emosional. Keluarga
dan teman dapat membantu mengurangi rasa cemas yang disebabkan
oleh penyakit, serta menjadi kelompok pendukung untuk mencapai
kepatuhan.
e. Dukungan dari professional kesehatan merupakan faktor lain yang
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan tersebut mempengaruhi
perilaku penderita dengan cara menyampaikan antusias mereka
terhadap suatu tindakan tertentu dari penderita.
3. Cara mengatasi Ketidakpatuhan
Irmawati et al., (2016). memaparkan cara-cara untuk mengatasi
masalah ketidakpatuhan sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai manfaat dan pentingnya kepatuhan
untuk mencapai keberhasilan pengobatan.
2. Menunjukkan kemasan obat yang sebenarnya atau bentuk obat
aslinya.
3. Memberikan keyakinan mengenai efektivitas obat untuk
penyembuhan.
4. Memberikan informasi mengenai risiko atau dampak dari
ketidakpatuhan minum obat.
5. Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikompartemen atau
sejenisnya.
6. Perlu adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan kerabat
terdekat untuk meningkatkan kepatuhan minum obat (Irmawati et al.,
2016).
4. Variabel Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Variabel yang mempengaruhi kepatuhan , beberapa variable yang
mempengaruhi tingkat keaptuhan menurut Suddart & Brunner (2002)
adalah:
a. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status
sosioekonomi dan pendidikan.
b. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan bilangnya gejala
akibat terapi.
c. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efak
sampig yang tidak menyenangkan
d. Variabel psikososial seperti intelgensia, sikap terhadap tenaga
kesehatan penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit,
keyakinan agama dan budaya dan biaya financial dan lainnya yang
termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan
oleh Bartsmet dalam psikologi kesehetan.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan dapat
digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain:
a. Pemahaman tentang intruksi
Tak seorangpun dapat memahami intruksi jika ia salah paham tentang
intruksi yang diberikan kepadanya. Ley dan Spelmen (1967 dalam
Niven 2002) menemukan bahwa lebih dari 60% yang di wawancarai
setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang
diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh
kegagalan professional kesehatan dalam memberikan informasi yang
lengkap, penggunaan istilah-istilah medis yang memberikan banyak
instruksi yang harus di ingatkan oleh pasien.
b. Kualitas interaksi
Interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian
yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch & Negrete
( 1972 dalam Niven 2002) telah mengamati 800 kunjungan orang tua
dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14 hari
mereka mewawancarai ibu-ibu tersebut melaksanakan nasihat-nasihat
yang diberikan dokter, mereka menemukan bahwa ada kaitan yang
erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh
mereka mematuhi, nasihat dokter tidak ada kaitan antara lamanya
konsultasi dengan kepuasan ibu.
c. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu secara juga dapat
menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979 dalam Niven 2002) telah membuat suatu usulan
bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan
adanya ketidakpatuhan.

D. Konsep Kepatuhan Minum Obat


1. Definisi kepatuan Minum Obat
Kepatuhan adalah perilaku pasien dalam mengikuti anjuran atau
petunjuk dari tenaga kesehatan terhadap konsumsi obat yang diberikan
(Pratiwi et al., 2022) Kepatuhan mengkonsumsi obat didefinisikan sebagai
tingkat keikutsertaan individu untuk mengikuti instruksi tentang resep
ataupun larangan dengan tujuan terapeutik yang sudah disepakati antara
dokter dengan pasien (Sinulingga dan Sailan, 2022). Kepatuhan minum
obat sangat berhubungan dengan pemenuhan pengobatan merupakan
sebuah tindakan yang dijalankan oleh pasien dalam mengkonsumsi obat
sesuai dengan jadwal minum dan petunjuk dokter (Fauzi, 2018). Adapun
beberapa aspek untuk menilai kepatuhan dalam minum obat harian seperti
frekuensi, jumlah pil/obat lain, kontinuitas (kesinambungan), metabolisme
dalam tubuh, perubahan fisiologis tubuh (Pratiwi et al., 2022).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas bahwa kepatuhan minum obat
adalah perilaku seseorang untuk mengikuti jadwal minum obat serta
aturan pakai obat yang telah di resepkan dari pelayanan kesehatan untuk
diikuti serta dijalankan dengan benar dan tepat.
2. Prinsip-Prinsip dalam Pemberian Obat
Prinsip-prinsip dalam pemberian obat, terdapat 6 tepat yang harus dipatuhi
(Yustina, 2019), yaitu:
a. Tepat obat, yaitu: mengecek program terapi dari dokter, menanyakan
ada tidaknya alergi obat, menanyakan keluhan klien sebelum dan
setelah memberikan obat, mengecek label obat sebelum memberikan
obat, 7 mengetahui interaksi obat, mengetahui efek samping obat, dan
hanya memberikan obat yang disiapkan.
b. Tepat dosis, yaitu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain (double check),
dan mencampur atau mengoplos obat sesuai petunjuk pada label atau
kemasan obat.
c. Tepat waktu, yaitu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
pastikan pemberian obat tepat pada jadwalnya, mengecek tanggal
kadaluarsa obat, memberikan obat dalam rentang waktu yang
diprogramkan.
d. Tepat klien, yaitu: mengecek program terapi pengobatan dari dokter,
memanggil nama klien yang akan diberikan obat, mengecek identitas
klien pada papan ditempat tidur klien yang akan diberikan obat.
e. Tepat cara pemberian, yaitu: mengecek program terapi pengobatan
dari dokter, mengecek cara pemberian pada label atau kemasan obat,
pemberian per oral: mengecek kemampuan menelan, menunggui klien
sampai meminum obatnya.
f. Tepat dokumentasi, yaitu: mengecek program terapi pengobatan dair
dokter, mencatat nama klien, nama obat, dosis, cara dan waktu
pemberian, mencatumkan nama atau inisial dan paraf, mencatat
keluhan klien, mencatat penolakan klien, mencatat segera setelah
memberikan obat.
3. Tipe-tipe Ketidakpatuhan Minum Obat
Secara global perilaku pengobatan merupakan kesepakatan antara
kedua belah pihak yaitu klien dengan dokter. Keinginan klien untuk
menggunkana obat menentukan persetujuan klien untuk minum obat
selama perawatan. Ketidakpatuhan pasien terbagi menjadi beberapa macam
berdasarkan keputusan klien dan perilaku klien selama menggunkan obat
(Fauzi, 2018) sebagai berikut:

a. Berdasarkan keputusan klien


Kepatuhan minum obat berdasarkan keputusan klien dibagi menjadi
dua yaitu sengaja tidak patuh dan tidak disengaja tidak patuh (Fauzi,
2018):
3. Sengaja tidak patuh
Klien dengan sadar memilih tidak minum obat atau tidak mengikuti
anjuran. Perilaku tersebut didasarkan pada pertimbangan keputusan
yang rasional diduga pasien mendapat penjelasan dari tenaga
kesehatan atau membaca selebaran bungkus obat tentang efek
samping dan bahaya lain seperti kecanduan obat, menutupi penyakit
lain atau melemahnya efek jangka panjang. Sikap tersebut
memotivasi pasien untuk menggunakan obat melemah.
4. Tidak sengaja tidak patuh
Dalam konteks ketidakpatuhan yang tidak disengaja, perilaku
pasien tidak direncanakan dan kurang kuat terkait dengan
keyakinan dan tingkat pengetahuan daripada ketidakpatuhan yang
disengaja. 25 Misalnya, kelalaian karena lupa, tidak mengerti
bagaiamana menggunakan obat-obatan yang didapatkan, termasuk
obat-obatan yang disiapkan secara khusus, rumitnya regimen
pengobatan yang diterima dan ingatan pasien yang buruk, apakah
mereka lupa minum obat pada waktu yang ditentukan atau tidak
ingat baik-baik instruksi dokter. Perilaku klien seperti ini perlu
dimotivasi dengan memberikan penjelasan sejelas mungkin terkait
cara penggunaan dan hasil yang diharapkan dari minum obat.
b. Berdasarkan Perilaku Pasien Dalam Mengkonsumsi Obat
Ketidakpatuhan minum obat yang dilihat dari segi perilaku pasien
dapat dibagi menjadi tiga seperti ketidakpatuhan primer,
ketidaktekunan, ketidaksesuaian (Jimmy dan Jose, 2011 dalam Fauzi,
2018).
1) Tidak patuh primer
Perilaku klien yang tidak mengambil resepnya. klien ini pergi ke
dokter dan mendapat resep. Namun, begitu resep diberikan pasien
tidak berinisiatif untuk meminta atau mengambilnya lagi untuk
pasien kronis yang membutuhkan perawatan jangka panjang.
2) Tidak tekun
Tingkah laku impulsif yang menggambarkan pasien setelah
mendapatkan pengobatan memutuskan berhenti tidak minum obat
tanpa meminta saran dokter.
3) Tidak sesuai
Beberapa pasien berperilaku buruk dalam mengkonsumsi obat.
Perilaku tersebut misalnya minum obat tidak sesuai waktu, tidak
sesuai dosis yang dianjurkan, dosis yang terlewatkan.
4. Faktor Penyebab Ketidakpatuhan Minum Obat
Faktor-faktor yang menyebabkan pasien tidak patuh dalam minum
obat adalah umur, jenis kelamin, status pendidikan, tingkat
pengetahuan kesehatan, kelupaan, kecemasan selama terapi,
kesalahpahaman instruksi penggunaan obat, interaksi antara pasien
dengan tenaga kesehatan, faktor obat, faktor kesehatan, faktor
ekonomi (Fauzi, 2018):
a. Faktor demografi dan sosial-ekonomi
1. Usia
Umumnya yang memasuki usia lanjut akan cenderung
mengalami penurunan fungsi fisiologis dan fungsi otak
termasuk penurunan daya ingat sehingga memungkinkan
terjadinya kesalahpahaman terhadap arahan yang diberikan
petugas kesehatan (Jamaludin, 2017).
2. Jenis Kelamin
Kaum wanita biasanya memiliki perhatian yang lebih terhadap
kesehatan sehingga wanita lebih memperhatikan kesehatan nya
dibanding dengan laki-laki. (Fauziah dan Mulyani, 2022).
3. Status Pendidikan
Pengetahuan dan pendidikan sangat erat kaitan nya dengan
perilaku kepatuhan dalam pengobatan, Semakin tinggi
pendidikan yang ditempuh semakin banyak pengetahuan yang
di dapat. Pendidikan tidak hanya pendidikan formal saja tetapi
ada pendidikan nonformal juga. Pengetahuan memiliki dua
sudut pandang yaitu positif serta negatif. Sudut pandang
terebut yang akan mempengaruhi perilaku serta sikap
seseorang terhadap suatu tujuan tertentu (Notoatmodjo, 2014).
4. Tingkat Pengetahuan Kesehatan
Seseorang yang memiliki pengetahuan yang tinggi akan
semakin patuh dalam menjalankan pengobatan termasuk dalam
megkonsumsi obat (Fauziah dan Mulyani, 2022).
5. Pekerjaan
Seseorang berpengaruh pada kondisi ekonomi suatu keluarga
dalam memenuhi kebutuhan serta mengembangkan
kemampuan dalam meningkatkan penghasilan dalam keluarga.
Orang yang bekerja memiliki penghasilan yang berpengaruh
pada kepatuhan pengobatan seseorang karena merasa bisa
memenuhi kebutuhan untuk minum obat nya (Haryadi et al.,
2020).
b. Faktor perilaku pasien
1. Kelupaan
Kelupaan merupakan ketidakpatuhan tidak disengaja yang
dilakukan oleh klien, biasanya klien lupa minum obat
karena sibuk bekerja atau bagi lansia karena ada penurunan
daya ingat (Ernawati et al., 2020).
2. Kecemasan selama terapi
Kecemasan yang dialami oleh klien dengan penyakit kronik
menunjukkan sikap kekhawatiran terhadap dampak atau
komplikasi yang ditimbulkan dari penyakit tersebut, selain
itu klien cemas terhadap efek samping obat-obatan
(Ernawati et al., 2020).
3. Kesalahpahaman Instruksi Penggunaan Obat
Kesamaan bahasa yang digunakan antara dokter dengan
klien sangat menentukan kepatuhan minum obat atas
informasi yang diberikan jelas dan dimengerti klien (Edi,
2020).
4. Interkasi pasien dan tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan yang memiliki rasa empati yang tinggi
serta cepat tanggap dalam membantu klien dan mampu
menghormati rasa khawatir yang sedang dirasakan oleh
klien dapat meningkatkan kepatuhan minum obat. Namun
sebaliknya petugas kesehatan yang tidak mencerminkan
sikap tersebut dapat menurnunkan kepatuhan minum obat
klien (Edi, 2020).
5. Faktor Obat
Penggunaan obat dengan frekuensi waktu yang lama dapat
membuat pasien merasa bosan dan takut akan komplikasi
yang ditimbulkan dari konsumsi obat tersebut, serta
penggunaan regimen dosis yang lebih kompleks atau multi
membuat pasien menjadi tidak patuh (Edi, 2020).
6. Faktor Kesehatan
Ketidakpatuhan yang dirasakan disebakan karena jenis
penykit, beratnya suatu penyakit, penyebab penyakit,
banyaknya kontrol ke pelayanan medis, rasa tidak puas
terhadap pelayanan kesehatan. Banyak pasien yang tidak
patuh dikarenakan sistem pelayanan kesehatan yang belum
baik, seperti antrian panjang dan lama serta ada pembeda
antara pasien BPJS dengan yang bayar (Pramesti et al.,
2020).
7. Faktor Ekonomi
Rendah nya pendapatan dapat menurunkan tingkat
kepatuhan pengobatan seseroang karena keterbatasan biaya
yang dimiliki nya (Edi, 2020). Jenis Asuransi yang dimiliki
juga menjadi faktor ketidakpatuhan penggobatan yang
dirasakan pasien seperti penggunaan BPJS biasanya antri
lama dibanding dengan yang bayar (Pramesti et al., 2020).
c. Faktor Penguat
1. Dukungan Keluarga
Pasien yang sedang sakit membutuhkan dukungan dari
keluarga berupa motivasi yang mampu mendorong pasien
tetap berfikir positif terhadap penyakitnya sehingga patuh
dalam mengkonsumsi obat (Almira et al., 2019).
5. Dampak Ketidakpatuhan Minum Obat
Dampak yang ditimbulkan pada pasien jika tidak patuh dalam
minum obat yaitu sebagai berikut (Fauzi, 2018):
a. Menimbulkan komplikasi serta memperburuk kondisi penyakit.
b. Kemampuan fisik menurun serta kualitas hidup menurun.
c. Biaya pengeluaran untuk pengobatan semakin bertambah
seperti biaya periksa ke dokter semakin bertambah juga.
d. Penggunaan alat kesehatan yang cukup mahal semakin
meningkat.
e. Rawat inap menjadi lebih lama.
f. Perubahan dalam pengobatan yang tidak di butuhkan.
6. Alat Ukur Ketidakpatuhan Minum Obat
Penggunaan alat ukur untuk kepatuhan minum obat yaitu salah
satunya adalah metode skala morisky termodifikasi (The modified
morisky scale). Pada tahun 2008 Dr. Morisky pertama kali
mengembangkan metode ini. Metode ini merupakan peningkatan
dari desain MAQ atau medication adherence questionnaire. Desain
ini sudah menghasilkan seri kedelapan yang dikenal sebagai skala
kepatuhan obat morisky delapan item (MMAS8). Desain ini berisi 8
pertanyaan yang terbagi atas 7 pertanyaan pasif dan 1 pertanyaan
panjang. Fokus pertanyaan ini melihat kepatuhan perilaku pasien.
MMAS-8 mempunyai validitas dan reliabilitas yang tinggi terutama
dalam evaluasi pasien dengan penyakit kronis. Metode ini dapat
digunakan untuk mendeteksi kelalaian dalam perawatan pasien.
Oleh karena itu, metodi ini paling cocok untuk skrining awal
kepatuhan pengobatan bagi pasien. Penetapan penilaian atau
skoring untuk kepatuhan pengobatan bagi pasien dapat
dikategorikan sebagai berikut (Fauzi, 2018):
1) Skor 0 = Pasien memiliki kepatuhan minum obat yang tinggi.
2) Skor 1-2 = Pasien memiliki kepatuhan minum obat yang sedang.
3) Skor > 2 = Pasien memiliki kepatuhan minum obat yang rendah.

E. KERANGKA TEORI

Faktor Pengetahuan Faktor Resiko

Beberapa faktor yang mempengaruhi Menurut World Hearlt Organization tahun


pengetahuan seseorang menurut Wawan 2016 berikut adalah factor resiko dari DM:

dan Dewi (2010), antara lain : 1. Riwayat keluarga diabetes atau genetic
2. Usia yang lebih tua
1. Faktor Internal 3. Obesitas dan kenaikan berat badan
yang berlebihan selama kehamilan
a. Pendidikan 4. Pola makan dan nutrisi yang buruk
b. Pekerjaan 5. Kurangnya aktivits fisik
6. Riwayat Diabetes gestasional
c. Usia 7. Merokok, infeksi dan pengaruh
d. Informan lingkungan
8. Faktor-faktor lain termasuk asupan
2. Faktor Eksternal buah dan sayuran yang tidak memadai,
a. Sosial Budaya dan Ekonomi serat makanan dan asupan makanan
yang tinggi lemak jenuh.
b. Lingkungan

Indikator

1. Mengetahui (Know)
2. Memahami (Comprehension)
3. Menerapkan (Application)
Keterangan:

:Variabel yang diteliti

:Yang mempengaruhi
F. KERANGKA KONSEP

Variabel Independen Variabel


Dependen

Pengetahuan Keluarga Kepatuhan menjalani


diet diabetes mellitus.

Keterangan:

: Variabel Independen

: Variabel Dependen

G. Hipotesa
Ho: Tidak terdapat hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan
menjalani diet diabetes mellitus
Ha: Terdapat hubungan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang menggunakan


desain penelitian Cross Sectional(potong lintang). Informasi dan data
penelitian ini dikumpulkan satu kali pada waktu yang bersamaan (Nursalam
2017). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien Diabetes Mellitus
yang ada di Puskesmas Palibelo tahun 2023, dilihat dari jumlah pada tahun
2023 mulai bulan januari-oktober sebanyak 221 orang sedangkan untuk 4
bulan terakhir sebanyak 70 orang.Sampel merupakan sebagian dari jumlah
dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
kemudian ditarik kesimpulannya (Setiawan & Prasetyo, 2015).

B. Kerangka Kerja
Gambar kerangka kerja
Populasi

Di Puskesmas Palibelo Sejumlah 291 Orang

Sampel

Di Puskesmas Palibelo Sejumlah 100 sampel

Variabel Independen Variabel Dependen

Pengetahuan Kepatuhan Menjalani


Diet Dm

Instrumen Penelitian

Kuesioner

Analisa Data

Chi Square

HASIL DAN PEMBAHASAN

C. Lokasi Dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Palibelo kec.Belo Waktu
penelitian dilaksanakan pada tanggal 15 juni s/d 15 juli 2024.
D. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien DM yang sedang
menjalani pengobatan dalam di Instalasi Puskesmas Palibelo. Populasi
rata-rata dari bulan Januari s/d November 2023 adalah ± 291 orang.
Rumus slovin digunakan untuk menentukan ukuran sampel yang
representatif dari sebuah populasi dengan tingkat kesalahan yang
diinginkan. Rumus adalah sebagai berikut.
2. Sampel
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 100
sampel
Rumus : Slovin

n= N (0,1)
1+N
n = 291 (0,01)
1+291
n = 291
1+2,91
n = 291
3,9
n =100 Sampel

Keterangan:
n= N
1+N²
n = adalah ukuran sampel yang diinginkan
N = adalah ukuran populasi

Jadi, ukuran sampel yang dihitung dengan menggunakan rumus Slovin


dengan tingkat kesalahan 0,1 dari populasi 291 adalah sekitar 100. Hasil
sampel yang muncul yang telah dibulatkan yaitu, ukuran sampelnya adalah
100 sampel.

E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang memberikan pernyataan pada
peneliti untuk apa saja yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan atau
menguji hipotesis penelitian, khusus pada penelitian kuantitatif.

Tabel.
No Variabel Definisi Operasional Parameter Hasil Ukur Skala

1 Pengetahua  Pengetahuan, Kuesioner Baik: Jika total Ordinal


skor jawaban
n dapat ditafsirkan responden ≥ 40,5
sebagai segala responden
sesuatu yang dik Kurang Baik:
etahui, pedoman Jika total skor
jawaban
dalam responden ≤ 40,5
membentuk responden.
suatu tindakan
seseorang, dan
dapat juga
didefinisikan
sebagai hasil
penginderaan
terhadap segala
sesuatu yang tela
h terjadi dan
dilewati
berdasarkan
pengalaman.
2 Kepatuhan  Kepatuhan Kuesioner Baik: Ordinal
adalah perilaku Jika total skor
positif penderita jawaban
dalam mencapai responden ≥ 24
tujuan terapi. responden
Kepatuhan
merupakan suatu Kurang Baik:
bentuk perilaku Jika total skor
manusia yang jawaban
taat pada aturan, responden ≤ 24
perintah yang responden.
telah ditetapkan,
prosedur dan
disiplin yang
harus dijalankan.

F. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data


1. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam pengumpulan
data ketika melakukan suatu penelitian (Notoatmodjo, 2023). Instrumen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner, berupa daftar
pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi
mengenai Hubungan Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani
Diet Diabetes Melitus. Skala digunakan yaitu skala nominal, kuesioner
untuk mengukur variabel pengetahuan telah digunakan oleh peneliti
sebelumnya untuk penelitian terdiri dari 27 item pertanyaan, dengan
menggunakan skala nominal: YA = nilai 3, TIDAK = nilai 2, TIDAK
TAHU = nilai 1. Kuesioner untuk mengukur variabel Kepatuhan
Menjalani Diet Diabetes Melitus(DM) yang terdiri dari 18 pertanyaan.
Menggunakan skala nominal: SELALU = nilai 4, SERING = nilai 3,
JARANG = nilai 2, TIDAK PERNAH = nilai 1.
G. Pengumpulan dan Pengolahan Data
a. Penyutingan data (editing)
Setelah data terkumpul peneliti akan mengadakan seleksi data
editing yakni pemeriksaan sesuai dengan karakteristiknya dan
keseragaman data dari hasil kuesioner.
b. Pengkodean (coding)
Untuk memudahkan pengolahan data maka semua jawaban atau data
diberi kode, pengkodean dilakukan nomor halaman, daftar pertanyaan
nomor pertanyaan, nomor variable, nama variabel dan kode.
c. Skoring
Scoring yaitu menentukan skor/nilai untuk tiap item pertanyaan-
pertanyaan dan segala hal yang dianggap perlu.
d. Tabulasi (tabulating)
Mengelompokkan data dalam betuk tabel untuk melihat pengaruh
antara variabel dependen dan independen. Berdasarkan kategori data yang
telah dikoding, dalam hal ini, dipakai tabel distribusi frekuensi untuk
memudahkan analisa data yang dimana berupa tabel sederhana atau tabel
silang.
H. Prosedur pengumpulan data
1. Sumber Data
a. Data Primer
Data diperoleh peneliti secara langsung dari individu atau perorangan
melalui hasil pengisian kuesioner atau wawancara. Data primer dari
penelitian diperoleh wawancara kepada lansia yang mengetahui
dengan kepatuhan menjalani diet diabetes mellitus.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh dari data jumlah kelompok usia 50-59 tahun yang
berhubungan dengan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan
menjalani diet diabetes mellitus.
2. Tehnik pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data diperlukan untuk mengidentifikasi
persebaran data dan cara memperoleh data yang dibutuhkan peneliti.
I. Instrument Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat pengumpulan data yang disusun dengan
tujuan untuk memperoleh data yang sesuai. Instrumen penelitian yang
digunakan adalah kuesioner perilaku yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang
digunakan untuk memperoleh informasi responden dalam arti laporan tentang
pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui Arikunto, (2016) :
1. Perizinan Penelitian
Peneliti mengurus perijinan lokasi penelitian dengan mengajukan
surat permohonan ijin studi pendahuluan dan surat permohonan ijin
penelitian dari Dekan STIKES Yahya Bima yang diajukan kepada BAAK
STIKES Yahya Bima. Setelah disetujui kemudian peneliti melakukan
pembagian lembar kuesioner kepada ibu-ibu untuk didapatkan hasil yang
dibutuhkan.
2. Persiapan Instrumen
Peneliti mempersiapkan instrumen yang akan digunakan untuk
pengumpulan data berupa kuesioner. Langkah selanjutnya melakukan
sosialiasi rencana penelitian dan melakukan pengisian instrumen
penelitian.Kemudian peneliti mengajarkan dan menjelaskan terlebih
dahulu tentang hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan
menjalani diet diabetes mellitus.
3. Tahap Pelaksanaan
a) Peneliti melakukan pembagian lembar kuesioner kepada ibu/bapak
di Puskesmas Palibelo
b) Peneliti melakukan proses pengisian data yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan sebanyak perhitungan
sampel sebanyak 100 responden. Responden yang sesuai dengan
kriteria inklusi dan eksklusi akan dijadikan objek penelitian.
Peneliti kemudian memberi penjelasan tentang maksud dan tujuan
penelitian yang akan dilakukan oleh responden. Proses komunikasi
antara peneliti dan responden adalah dengan menyerahkan lembar
kuesioner dalam proses dilakukanya penelitian.
Setelah responden mengisi lembar data kuesioner responden
mengembalikan lembar tersebut kepada peneliti.
c) Tahap pengumpulan kuesioner penelitian kepada responden
dilakukan sendiri oleh peneliti sesuai dengan kode pada lembaran
instrument.
J. Analisa Data
Analisis data merupakan proses pengolahan data serta menyusun hasil
penelitian yang akan dilaporkan. Analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Analisis univariat
Analisis univariat digunakan untuk mengetahui gambaran distribusi
frekuensi setiap variabel penelitian. Dimana variabel independen adalah
pengetahuan dan variabel dependennya adalah kepatuhan pada pasien
DM.
2. Analisis bivariate
digunakan untuk melihat hubungan antara variabel dependen dengan
independen. Pengolahan dilakukan secara komputerisasi dengan 47 uji chi
squre, untuk melihat apakah ada hubungan Pengetahuan Keluarga dengan
kepatuhan Menjalani Diet Diabetes Melitus (DM). Untuk melihat
hubungan variabel tersebut secara statistik, digunakan derajat kepercayaan
95% (α=0,05).
K. Jadwal Penelitian
Tabel Jadwal Penelitian

Kegiatan Penelitian Tahun 2024


April Juni Juli Agst
Pengajuan Judul
Perijinan Penelitian
Penyusunan Proposal
Observasi Lapangan
Penyebaran Kuesioner
Analisa dan Pengolahan Data
Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA

(Kasumayanti & Rahayu, 2019:65). Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe II. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 15(1), 124-138. 27 Mei 2024 Jam
21.14 WIB.

Bustan. (2020). Hubungan Pengetahuan Keluarga Dengan Kepatuhan Pasien Dalam


Menjalani Diet DM Tipe ll Di RSUD Sekarwangi Sukabumi. Jurnal
Ilmiah Mandala Education, 7(2). 27 Mei 2024 Jam 21.14 WIB.

Niven. (2020). Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus dalam menjalani pengobatan:


Determinan Faktor yang berhubungan. ASJN (Aisyiyah Surakarta
Journal of Nursing), 4(1), 7-14

Nurhidayat. (2021 : 80). Hubungan Pengetahuan dan Dukungan Tenaga Kesehatan


Terhadap Kepatuhan Diet Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Puskesmas Kedungmundu dan Puskesmas Tlogosari Kulon Kota
Semarang(Doctoral dissertation, Universitas Islam Sultan Agung
Semarang).

PERKENI (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet Pasien Diabetes


Melitus Tipe II Di UPT. Rsud Banggai Laut. Jurnal kesehatan
Tambusai, 4(3), 4448-4457. 27 Mei 2024 Jam 21.14 WIB.

Prawirastra (2021). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet Pada Pasien


Diabetes Melitus Tipe II. Jurnal Rumpun Ilmun Kesehatan, 2(1), 58-
71. 27 Mei 2024 Jam 21.14 WIB.

Suddart & Brunner (2021). Hubungan Motivasi Dan Pengetahuan Dengan Kepatuhan
Pelaksanaan Diet Pada Penderita Pada Diabetes Melitus Di Poliklinik
Di RSUD Leuwiliang Tahun 2021 LIANG TAHUN 2021:
Relationship Between Motivation and knowledge with Adherence to
Diet in Patient With Diabetes Melitus at the Leuwiliang Hospital
Polyclinic in 2021. Indonesia Scholer of Nursing and Midwifery
Science (ISJNMS), 1(12), 446-452.

Susanti & Sulistyarini (2021:50). Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Diet


Pada Penderita Diabetes Melitus Di Wilayah Kerja Puskesmas
Astambul Tahun 2020. Jurnal Ilmu Kesehatan Insan Sehat, 9(1),10-
14. 27 Mei 2024 Jam 21.14 WIB.
Yusnita, Y., & Lestari, A. (2020). Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Diit
Diabetes Melitus Dengan Kadar Gula Darah Pasien. Juranl Wacana
Kesehatan, 4(2), 480-476. 27 Mei 2024 Jam 21.14 WIB.
KUESIONER

HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN


MENJALANI DIET DIABETES MELITUS DI PUSKESMAS PALIBELO

i. Identitas Responden

Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Agama :

ii. Pengetahuan Tentang Diabetes Melitus (DM)


Petunjuk pengisian : Kuesioner Pengetahuan DM (Silahkan lingkari jawaban yang
menurut anda tepat).
YA :( 3)

TIDAK :( 2)

TIDAK TAHU: (1)

1. Makan terlalu banyak gula merupakan faktor utama penyakit diabetes

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

2. Ginjal memproduksi insulin

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU


3. Penderita DM yang tidak diobati gula darahnya biasanya meningkat

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

4. Jika saya menderita diabetes, anak-anak saya beresiko tinggi terkena diabetes

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

5. Penyakit diabetes dapat disembuhkan

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

6. Kadar gula darah puasa 210 berarti nilainya sangat tinggi

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

7. Cara terbaik memeriksa penyakit diabetes adalah pemeriksaan urin

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

8. Olahraga teratur akan meningkatkan produksi insulin

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

9. Reaksi insulin disebabkan terlalu banyak makanan yang dikonsum

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

10. Obat lebih penting daripada diet dan olahraga untuk mengendalikan kadar gula
darah

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

11. Penyakit diabetes sering menyebabkan sirkulasi darah tidak baik

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

12. Pada penderita diabetes jika ada luka akan sulit disembuhkan

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

13. Penderita diabetes harus berhati-hati dalam memotong kuku

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU


14. Cara menyiapkan makanan sama pentingnya dengan jenis makanan yang dimakan
penderita diabetes

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

15. Diabetes dapat merusak ginjal

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

16. Penderita diabetes dapat membersihkan lukanya dengan alkohol dan betadin

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

17. Gemetar dan berkeringat merupakan tanda-tanda peningkatan gula darah

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

18. Diabetes dapat menyebabkan hilangnya sensasi/kebas pada jarijari tangan dan
kaki

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

19. Sering buang air kecil dan haus adalah tanda-tanda gula darah rendah

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

20. Kaus kaki ketat tidak baik bagi penderita diabetes

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

21. Diet untuk diabetes sebagian besar terdiri dari makanan yang khusus

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

22. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme karena kadar insulin kurang
dalam tubuh

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

23. Genetik, asupan makanan, dan obesitas adalah faktor-faktor penyebab diabetes

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU


24. Pola makan bagi penderita diabetes adalah makan karbohidrat dalam jumlah
banyak

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

25. 3J adalah jumlah, jadwal, dan jenis makanan untuk penderita diabetes

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

26. Diabetes adalah penyakit yang bersifat tidak menular dan bisa disebabkan pola
hidup yang tidak sehat

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

27. Tekanan darah yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko Diabetes

a. YA b. TIDAK c. TIDAK TAHU

iii. Kepatuhan dalam menjalani diet pasien Diabetes Melitus (DM)


Petunjuk pengisian : Berilah tanda (√) pada jawaban yang sesuai atau yang
dipilih pada kotak yang tersedia.
SL : SELALU (4)

SR : SERING (3)

JR : JARANG (2)

TP : TIDAK PERNAH (1)

1. Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang sudah dikonsultasikan oleh dokter
atau petugas kesehatan yang lain?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

2. Saya makan makanan yang sesuai anjuran dokter atau petugas kesehatan yang
lain?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

3. Saya tidak mau mentaati aturan makan penderita DM karena menyusahkan?


a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

4. Saya terlalu sibuk dengan urusan saya sehingga saya makan tidak tepat
waktu?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

5. Saya setiap hari mengkonsumsi makanan dan minuman yang terasa


manis/banyak mengandung gula?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

6. Saya setiap hari mengkonsumsi makananyang banyak mengandung minyak /


tinggilemak seperti makanan siap saji (fast food),gorengan, usus, dan hati?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

7. Setiap hari saya makan lebih dari tiga kali?


a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

8. Saya setiap hari mengkonsumsi makananyang banyak mengandung vitamin


danmineral?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

9. Saya setiap hari mengkonsumsi makananyang banyak mengandung protein,


seperti,telur dan daging?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

10. Saya setiap hari selalu makan sayur dan buah sesuai dengan anjuran dokter?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

11. Setiap bulan saya secara rutin menimbang berat badan?


a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

12. Saya suka makan makanan yang asin- asin?


a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

13. Saya selalu makan makanan kecil / ngemil?


a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

14. Jadwal aturan makan / diet yang dianjurkanterasa berat bagi saya?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

15. Saya tidak mencatat menu makanan setiaphari?


a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

16. Saya secara rutin mengontrol kadar guladarah kepuskesmas / pelayanan


kesehatanyang lain untuk menentukan kebutuhan dietsaya?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

17. Saya selalu melakuka variasi makanan pada jadwal diet makan saya agar tidak
terjadikebosanan?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

18. Saya memakai gula pengganti seperti gula jagung pada saat ingin
mengkonsumsiminuman/makanan yang manis?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah

Anda mungkin juga menyukai