SAMPULLLLLLL
SAMPULLLLLLL
SAMPULLLLLLL
OLEH:
2020010044
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan kesehatan yang berupa
kumpulan gejala yang disebabkan oleh peningkatan kadar gula (glukosa)
darah akibat kekurangan ataupun resistensi insulin. Penyakit ini sudah
lama dikenal, terutama dikalangan keluarga, khususnya keluarga berbadan
besar (kegemukan) bersama dengan gaya hidup tinggi atau moderen.
Akibatnya, kenyataan menunjukkan Diabetes Mellitus (DM) telah menjadi
penyakit masyarakat umum, menjadi beban kesehatan masyarakat, meluas
dan membawa banyak kecacatan dan kematian (Bustan, 2020).
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit kronis serius yang terjadi
karena pankreas tidak menghasilkan cukup insulin (hormon yang
mengatur gula darah atau glukosa), atau ketika tubuh tidak dapat secara
efektif menggunakan insulin yang dihasilkannya. DM (Diabetes Melitus)
adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting, menjadi salah satu
dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak
lanjut oleh pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevelensi DM (Diabetes
Melitus) terus meningkat selama beberapa dekade terakhir. Jumlah
penderita DM di dunia pada tahun 1980 sebanyak 108 juta orang dan
meningkat pada tahun 2015 menjadi 422 juta jiwa. Pada tahun 2016
terdapat 2,2 juta kematian akibat diabetes mellitus sebanyak 1,5 juta
penderita (WHO,2021). Organisasi Internasional Diabetes Federation
(IFD) memperkirakan tahun 2019 terdapat 463 juta jiwa pada usia 20-79
tahun yang menderita diabetes mellitus di dunia atau sebesar 9,3% dari
total penduduk pada usia yang sama. Jumlah kasus diperkirakan terus
meningkat seiring bertambahnya usia menjadi 19,9% atau 111,2 juta jiwa
pada umur 65-79 tahun. Angka diprediksikan terus meningkat mencapai
578 juta pada tahun 2030 dan 700 juta di tahun 2045 (WHO Global
Report, 2020).
Ada 4 pilar utama penatalaksanaan yang bisa dilakukan untuk
mengurangi komplikasi dan keparahan yang disebabkan oleh penyakit
diabetes melitus yaitu obat (terapi farmakologi), latihan jasmani yang
teratur, perencanaan makanan (diet), dan edukasi. Penatalaksanaan terapi
diet mengikuti pedoman (3J) yaitu jenis makanan, jumlah kalori yang
dibutuhkan dan jadwal makanan yang harus diikuti (PERKENI, 2020).
Namun, terdapat masalah dalam penatalaksanaan diet karena
mayoritas penderita tidak mematuhi diet yang dianjurkan. Berdasarkan
data Diabetes Control and Complication (DCCT), didapati 75% orang
yang menderita diabetes melitus tidak mematuhi diet yang
direkomendasikan. Hasil menunjukkan bahwa di indonesia masih terdapat
banyak penderita diabetes melitus yang tidak disiplin dalam mengikuti
diet yang direkomendasikan, dilihat masih 53,1% makan/minum manis
lebih dari 1x perhari, 26,2% masih makan asin lebih dari 1x perhari dan
40,7% masih makan/minum berlemak lebih dari 1x perhari. Dari data
ketidakpatuhan ini yang mencetus penghalang dalam usaha
mengendalikan kasus DM (Kasumayanti & Rahayu, 2019:65).
Pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang
mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terhadap objek terjadi melalui panca indra manusia yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh dari mata dan telinga, yaitu proses melihat dan
mendengar. Selain proses pengalaman dan proses belajar dalam
pendidikan formal maupun informal (Lestari, 2020:79).
Untuk memelihara nilai glukosa darah supaya tetap dalam batasan
normal, kepatuhan dalam menjalani diet sangat dibutuhkan. Hasil
penelitian (Nurhidayat 2021:80) menunjukkan bahwa pengetahuan, sikap,
dukungan keluarga, dan dukungan tenaga kesehatan dapat mempengaruhi
kepatuhan diet.
Kepatuhan merupakan interaksi antara pasien DM (Diabetes Melitus)
dengan petugas kesehatan sesuai dengan langkah-langkah yang telah
ditetapkan agar mendapatkan pengobatan, mematuhi aturan diet, olah
raga, dan atau merubah gaya hidup yang direkomendasikan oleh pemberi
pelayanan kesehatan. Kepatuhan diet bertujuan untuk dapat mengontrol
kadar gula didalam darah agar terwujud kualitas hidup yang lebih baik
bagi penyandang DM, kepatuhan diet Diabetes Mellitus (DM) perlu
diperhatikan karena jika tidak diperhatikan akan berujung pada
komplikasi. Kepatuhan secara umum didefinisikan sebaga tingkat perilaku
seseorang yang mendapatkan pengobatan, mengikuti diet, dan
melaksankan gaya hidup sesuai dengan rekomendasi pemberi pelayanan
kesehatan. Salah satu wujud kepatuhan pasien adalah dengan cara
mengikuti anjuran diet yang disarankan oleh ahli gizi. Ahli gizi rumah
sakit memberikan rekomendasi atau saran yang terkait dengan diet yang
dianjurkan sesuai dengan penyakit yang diderita pasien tersebut.
Ketidakpatuhan pasien dipengaruhi oleh empat faktor yaitu keyakinan,
sikap dan kepribadian, pemahaman terhadap instruksi, kelurga dan
kualitas terhadap intruksi. Keluarga merupakan pihak yang paling dekat
pasien, keluarga menjadi salah satu kunci seseorang berperilaku. Peran
keluarga sangat penting dalam memberikan dukungan dan motivasi
kepada pasien sehingga pasien patuh dalam menjalankan terapi.
Dukungan emosional seperti memberikan perhatian, mengingatkan jadwal
pengobatan, ataupun menemani pasien saat berobat dapat meningkatkan
kepatuhan pada pasien (Niven, 2020:34).
Dikarenakan makananan merupakan salah satu aktivitas pasti dalam
keseharian kita.5Pola makan merupakan suatu cara atau usaha dalam
pengaturan jumlah dan jenis makanan dengan maksud tertentu seperti
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan
seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya.
Pola makan sehat untuk Diabetesi adalah 25-30% lemak, 50-55%
karbohidrat, dan 20% protein. Gaya hidup di perkotaan dengan pola
makan yang tinggi lemak, garam, dan gula mengakibatkan masyarakat
cenderung mengkonsumsi Motivasi Intrinsik dan Ekstrinsik
mempengaruhi kepatuhan diet. Motivasi intrinsik merupakan keyakinan
berasal dari diri seseorang bahwa dia sanggup untuk melakukan tugas atau
tanggung jawab tertentu yang. Namun, terdapat masalah dalam
penatalaksanaan diet karena mayoritas penderita tidak mematuhi diet yang
dianjurkan. Berdasarkan data Diabetes Control and Complication
(DCCT), didapati 75% orang yang menderita diabetes melitus tidak
mematuhi diet yang direkomendasikan. Hasil menunjukkan bahwa di
indonesia masih terdapat banyak penderita diabetes melitus yang tidak
disiplin dalam mengikuti diet yang direkomendasikan, dilihat masih
53,1% makan/minum manis lebih dari 1x perhari, 26,2% masih makan
asin lebih dari 1x perhari dan 40,7% masih makan/minum berlemak lebih
dari 1x perhari. Dari data ketidakpatuhan ini yang mencetus penghalang
dalam usaha mengendalikan kasus DM (Kasumayanti & Rahayu,
2020:65).
Menurut Susanti & Sulistyarini (2021:50), perubahan perilaku sehat
dipengaruhi oleh adanya keyakinan dari dalam diri yang berasal dari
pendidikan/pengetahuan yang baik. Notoatmodjo (2019:2) berpendapat
bahwa pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui atau hasil dari
persepsi manusia terhadap sebuah objek. Persepsi terbentuk karena
bantuan panca indera manusia yaitu mata, hidung, telinga, dan lain-lain.
Selain pengetahuan, dalam pengelolaan diabetes melitus dukungan tenaga
kesehatan juga berperan dalam mengontrol kadar gula darah pasien agar
tetap normal dan stabil. Tenaga kesehatan berperan sebagai komunikator
dan penderita sebagai penerima pesan. Kepatuhan diet penderita DM
(Diabetes Melitus) dipengaruhi oleh pemahaman penderita tentang
instruksi diet yang diberikan tenaga kesehatan, dan begitu juga sebaliknya,
penderita tidak akan mematuhi anjuran diet jika tidak memahami instruksi
yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Komunikasi tenaga kesehatan harus
berupa komunikasi efektif dengan instruksi bahasa yang sederhana
sehingga membuat penderita DM paham apa yang disampaikan oleh
tenaga kesehatan (Kasumayanti & Rahayu, 2020:104).
Menurut Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia pada tahun 2017 tentang penyakit diabetes mellitus. Diabetes
mellitus menyatakan dari jumlah masyarakat Indonesia dari 33 provinsi
yang berusia >14 tahun berjumlah 176.689.336 jiwa, dari jumlah tersebut
terdapat 2.650.340 jiwa yang sudah didiagnosis penyakit diabetes mellitus
oleh dokter dan 1.060.136 jiwa yang belum pernah didiagnosis menderita
kencing manis oleh dokter tetapi dalam satu bulan terakhir mengalami
gejala sering haus, sering lapar, sering buang air kecil dengan jumlah
banyak dan berat badan menurun. Dari jumlah yang terdiagnosis tersebut,
di Jawa Tengah terdapat 88.531 jiwa, terbanyak ke 9 dari 33 provinsi
(Prawirastra, 2017).
Menurut International Diabetes Federation (2019), sekitar 463 juta
orang dewasa (20-79 tahun) menderita diabetes. Sebanyak 79% orang
dewasa dengan diabetes tinggal di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah. 1 dari 5 yang berusia diatas 65 tahun menderita diabetes.
Diabetes telah menyebabkan 4,2 juta kematian pada tahun 2019.
Sedangkan di Indonesia, peningkatan angka prevalensi diabetes di
Indonesia yang cukup signifikan, yaitu dari 6,9% di tahun 2013 menjadi
8,5% di tahun 2018, sehingga estimasi jumlah penderita di Indonesia
mencapai lebih dari 16 juta orang yang kemudian berisiko terkena
penyakit lain, seperti serangan jantung, stroke, kebutaan dan gagal ginjal
bahkan dapat menyebabkan kelumpuhan dan kematian (Kemenkes, 2019).
Menurut IDF, Indonesia menduduki peringkat kelima Negara yang
jumlah Diabetes terbanyak dengan 19,5 juta penderita di tahun 2021 dan
diprediksi akan menjadi 28,6 juta pada 2045. Persoalan ini menjadi
perhatian dari kementrian kesehatan mengingat Diabetes Melitus (DM)
merupakan ibu dari segala penyakit.
Angka prevalensi diabetes menyebar diseluruh provinsi di Indonesia.
Salah satunya di provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dengan
peningkatan prevalensi diabetes mellitus dalam 10 tahun terakhir.
Berdasarkan laporan Riskesdas (2013) proporsi diabetes melitus di
provinsi NTB pada usia 15 tahun keatas mencapai 0,9% dari total jumlah
penduduk yaitu sebanyak 28.825 orang. Angka ini meningkat dari laporan
Riskesdas (2007) yaitu 0,6%. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi
merupakan penyebab penting masalah ini baik daerah pedesaan maupun
perkotaan. Diabetes Melitus tidak hanya terjadi pada usia dewasa, namun
juga terjadi pada usia remaja. Hasil penelitian menunjukkan peningkatan
prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 pada anak-anak dan remaja meningkat
di beberapa Negara meskipun tidak sebanyak kejadian di usia dewasa dan
lansia. Internasional Diabetes Federation (IDF) tahun 2017 melaporkan
bahwa prevalensi Diabetes pada anak-anak dan remaja di Amerika tahun
2015 diperkirakan 7,2% dari total penduduk usia anak dan remaja dengan
jumlah 132.000 anak usia kurang dari 18 tahun dan 193.000 anak usia
kurang dari 20 tahun (Center of Desease Control and Prevention, 2017).
Di Brazil, prevalensi pradiabetes dan Diabetes Melitus tipe 2 masing-
masing adalah 22,% dan 3,3% dari populasi penduduk di Brasil dimana
sekitar 213.830 remaja hidup dengan DM tipe 2 dan 1,46 juta remaja
dengan pradiabetes (Telo et al., 2019). Di Inggris, insiden Diabetes
Melitus tipe 2 tahun 2015 dan 2016 pada anakanak berusia ≥17 Tahun
adalah 0,72 per 100.000 per tahun (Candler et al., 2017). Sedangkan di
Australia, kejadian Diabetes Mellitus tipe-2 pada anak yang berusia di
bawah 17 tahun sekitar 2 per 100.000 per tahun dengan ratarata kenaikan
27% tahun 1990 dan 2002 (Kao & Sabin, 2016). Di Indonesia
berdasarkan, diagnosis dokter penderita Diabetes Melitus dengan katogori
usia 15-24 tahun berjumlah 159.014 orang (Kementerian Kesehatan RI,
2018). Hasil data Riskesdas 2018 provinsi Nusa Tenggara Barat yang
tercatat deteksi dini Diabetes Mellitus dengan kategori usia < 1 berjumlah
440, 1-4 tahun berjumlah 1.706, 5-14 tahun berjumlah 4.128, 15-24 tahun
berjumlah 3.694.
Jumlah pengidap Diabetes Melitus (DM) dari 21 Puskesmas yang
ada di Kabupaten BIMA sebanyak 1897 (36%) pengidap Diabetes Melitus
(DM). Presentasi capaian SPM Diabetes Mellitus (DM) Tahun 2023-2024
di wilayah kerja Puskesmas Palibelo sebanyak 5366 pengidap Diabetes
Melitus (DM) target tahunan dan 447 pengidap Diabetes Melitus (DM)
target bulanan jadi total capaian secara keseluruhan pengidap DM
sebanyak 5366 (92%) di wilayah kerja puskesmas palibelo, maka dari itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan
Pengetahuan Keluarga dengan Kepatuhan Menjalani Diet Diabetes
Melitus di Pusekesmas Palibelo”.
Berdasarkan data awal yang di ambil oleh peneliti pada tanggal 23
April s/d 26 April 2024 yang di ambil di Puskesmas Palibelo data yang di
dapat 291 kasus (PKM) Palibelo.Yang telah menderita penyakit ini sudah
lebih dari 4-5 tahun mengatakan mengetahui tentang diet Diabetes
Mellitus terkait makanan yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi, akan
tetapi pasien mengatakan kadang patuh terhadap diet akan tetapi
kadangkala pula tidak patuh dalam mengkonsumsi makanan yang tidak
diperbolehkan.
Dari beberapa pasien lainnya menyatakan bahwa hanya mengetahui
beberapa jenis makanan saja seperti tidak boleh makan dan minuman yang
manis dan makan nasi dengan porsi yang berlebihan. Meskipun sudah
mengetahui tentang diet yang benar untuk penyakitnya tetap saja ingin
makan, hal inilah yang menyebabkan ketidakpatuhan dan tetap melanggar
aturan diet yang telah ditentukan.
Makan secara berlebihan. Selain itu pola makanan yang serba instan
saat ini memang sangat digemari oleh sebagian masyarakat, tetapi dapat
mengakibatkan peningkatan kadar glukosa darah. Penyakit menahun yang
disebabkan oleh penyakit degeneratif seperti Diabetes Melitus meningkat
sangat tajam. Perubahan pola penyakit ini diduga berhubungan dengan
cara hidup yang berubah.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
1. Bagi Penderita
2. Bagi Peneliti
3. Bagi Institusi
E. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Penderita
2. Bagi Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti dapat menerapkan dan memanfaatkan
ilmu yang diperoleh selama pendidikan, menambah wawasan dan
pengalaman dalam melaksanakan penelitian ilmiah mengenai
pengetahuan dan kepatuhan diet dengan kadar gula darah penderita
diabetes mellitus
3. Bagi Institusi
F. KEASLIAN PENELITIAN
TINJAU PUSTAKA
Jumlah penderita DM di dunia pada tahun 1980 sebanyak 108 juta orang
dan meningkat pada tahun 2015 menjadi 422 juta jiwa. Pada tahun 2016
terdapat 2,2 juta kematian akibat diabetes mellitus sebanyak 1,5 juta penderita
(WHO,2021). Organisasi Internasional Diabetes Federation (IFD)
memperkirakan tahun 2019 terdapat 463 juta jiwa pada usia 20-79 tahun yang
menderita diabetes mellitus di dunia atau sebesar 9,3% dari total penduduk
pada usia yang sama. Jumlah kasus diperkirakan terus meningkat seiring
bertambahnya usia menjadi 19,9% atau 111,2 juta jiwa pada umur 65-79
tahun. Angka diprediksikan terus meningkat mencapai 578 juta pada tahun
2030 dan 700 juta di tahun 2045 (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI,
2020).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Nasrul Hadi Purwanto
(2011) dengan judul “Hubungan pengetahuan tentang diet diabetes mellitus
dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita diabetes mellitus” yang
menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara pengetahuan tentang diet
diabetes mellitus dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita diabetes
mellitus dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada penderita diabetes mellitus
Di RSUD Poso dr. H Moh Anwar Sumenep. Hasil ini diperkuat dengan uji
korelasi spearman (rho) didapatkan nilai signifikasi sebesar 0,000 dengan
nilai korelasi sebesar 0,817.Maka hipotesis penelitian H0 ditolak dan H1
diterima yang berarti terdapat hubungan yang bermakna anatara pengetahuan
tentang diet diabetes mellitus dengan kepatuhan pelaksanaan diet pada
penderita diabetes mellitus Di RSUD dr. H Moh Anwar Sumenep.
B. Konsep Pengetahuan
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan merupakan dasar dari kemampuan pasien untuk
mengontrol gula darah sendiri, dengan pengetahuan yang baik diharapkan
gula darah terkontrol serta dapat mengatasi rasa cemas pasien terhadap
dampak DM Tipe 2. Pengetahuan keluarga tentang DM merupakan sarana
yang dapat membantu penderita DM dalam menjalankan diet selama
hidup. Pengetahuan dan kepatuhan bagi pasien diabetes yang bertujuan
untuk menunjang perubahan perilaku, perubahan aktifitas fisik pada
penderita DM, perubahan pola makan pada penderita DM. Pengetahuan
tersebut untuk meningkatkan pemahaman pasien akan penyakitnya yang
bermanfaat mencapai keadaan sehat, optimal dan penyesuaian keadaan
psikologik serta kualitas hidup lebih baik (Yuyun Setiawati 2014).
Sebelum seseorang mengadopsi perilaku yang baru (berperilaku
baru), maka dalam diri seseorang tersebut akan terjadi sebuah proses
berurutan, yakni sebagai berikut:
1. Timbul kesadaran ( Awareness), yakni dimana seseorang menyadari,
mengetahuan terlebih dahulu terhadap stimulus/objek.
2. Ketertarikan (Interest), dimana seseorang mulai menaruh perhatian
dan tertarik pada stimulus.
3. Evaluation (menimbang-nimbang), dimana sesorang akan
mempertimbangkan baik buruknya tindakan terhadap stimulus tersebut
bagi dirinya. Hal ini sikap seseorang akan sudah lebih baik lagi.
4. Mulai mencoba (Trial), dimana seseorang memutuskan untuk mulai
mencoba perilaku baru.
5. Mengadaptasi (Adaption), dimana seseorang telah berperilaku baru
sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap
stimulus. Sumber ( Efendi dan Makhfudi, 2013)
2. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan atau respon seseorang. Pengetahuan seseorang
terhadap objek juga mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan yaiut:
1. Mengetahui (Know)
Mengetahui diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya atau mengingat kembali (recall) sesuatu yang
spesifik dari sesuatu yang sudah di pelajari atau rangsangan yang telah
di terima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentng objek yang diketahui, dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi tersebut harus dapat menjelaskan,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
3. Meneraapkan (Application)
Menerapkan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menggunakan atau menerapkan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan
sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Menganalisis (analysis)
Menganalisis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
menjabarkan atau menghubungkan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui, tetapi masih
didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama
lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja
seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Mensintesis (Synthesis)
Mensintesis diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
merangkum dan meletakkan bagian-bagian yang diketahui ke dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru dan logis, atau bisa juga diartikan
sebagai kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang telah ada.
6. Mengevaluasi (Evaluation)
Mengevaluasi diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk
melakukan penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian-penilaian
tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang menurut
Wawan dan Dewi (2010), antara lain :
1. Faktor Internal
a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian
dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung
seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan.
b. Pekerjaan
Pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk
menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga.
c. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik. Pada usia tengah (41-60 tahun)
seseorang tinggal mempertahankan prestasi yang telah dicapai
pada usia dewasa. Menurut Budiman dan Agus (2013),
menyatakan bahwa usia mempengaruhi daya tangkap dan pola
pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin
berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.
d. Informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate
impact) sehingga menghasilkan perubahan/ peningkatan
pengetahuan. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media
massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan
lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini
dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai
tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan yang
berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal salah satunya adalah
informasi tentang kesehatannya akan dapat memberikan suatu
landasan kognitif baru bagi terbentuknya suatu pengetahuan
terhadap hal tersebut.
2. Faktor Eksternal
a. Sosial Budaya dan Ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk,
dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga
akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan
untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini
akan mempengaruhi pengetahuan seseorang.
b. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,
baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan
berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam
individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi
karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak yang akan
direspon sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
4. Pengukuran Tingkat Pengetahuan
1. Baik
Bila subyek mampu menjawab dengan benar 76% - 100% dari
seluruh pertanyaan
2. Cukup
Bila mampu menjawab dengan benar 56% - 75% dari seluruh
pertanyaan
3. Kurang
Bila subyek mampu menjawab dengan benar 0% - 55% dari
seluruh pertanyaan
C. Konsep Kepatuhan diet
1. Definisi kepatuhan
Menurut Rowley (1999) Kepatuhan atau yang dikenal dengan
“adherency” adalah tindakan nyata untuk mengikuti aturan atau prosedur
dalam upaya perubahan sikap dan perilaku individu.18 Menurut Niven
(2020) Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.19
Kepatuhan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
penatalaksaan penyakit DM. Hal tersebut dikarenakan perencanaan makan
merupakan salah satu dari 4 pilar utama dalam pengelolaan DM.3
Menurut Ellis (2010) Kepatuhan diet merupakan masalah besar yang
terjadi pada penderita DM.18 Hal ini didukung oleh Tovar (2007) yang
mengatakan bahwa diet merupakan kebiasaan yang paling sulitdiubah dan
paling rendah tingkat keptuhannya dalam manajemen diri seorang
penderita DM. 18 Penatalaksaan diet DM meliputi tiga hal utama yang
harus dilaksanakan oleh penderita DM, yaitu jumlah makanan, jenis
makanan, dan jadwal makan.3
2. Cara Meningkatkan Kepatuhan
Sejumlah strategi telah dikembangkan untuk mengurangi
ketidakpatuhan minum obat. Berikut adalah lima cara untuk meningkatkan
kepatuhan: (Irmawati et al., 2016).
a. Mengembangkan tujuan kepatuhan tersebut. Seseorang akan dengan
senang hati mengemukakan tujuannya mengikuti anjuran minum obat
jika ia memiliki keyakinan dan sikap positif terhadap program
pengobatan.
b. Perilaku sehat yang baru perlu dipertahankan. Sikap pengontrolan diri
membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan
penghargaan terhadap perilaku baru tersebut.
c. Faktor kognitif diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan. Penderita
perlu mengembangkan perasaan mampu, bisa mengontrol diri dan
percaya kepada diri sendiri agar tidak menimbulkan pernyataan
negative dari dalam dirinya yang dapat merusak program
pengobatannya. 31
d. Dukungan sosial, baik dalam bentuk dukungan emosional. Keluarga
dan teman dapat membantu mengurangi rasa cemas yang disebabkan
oleh penyakit, serta menjadi kelompok pendukung untuk mencapai
kepatuhan.
e. Dukungan dari professional kesehatan merupakan faktor lain yang
mempengaruhi perilaku kepatuhan. Dukungan tersebut mempengaruhi
perilaku penderita dengan cara menyampaikan antusias mereka
terhadap suatu tindakan tertentu dari penderita.
3. Cara mengatasi Ketidakpatuhan
Irmawati et al., (2016). memaparkan cara-cara untuk mengatasi
masalah ketidakpatuhan sebagai berikut:
1. Memberikan informasi mengenai manfaat dan pentingnya kepatuhan
untuk mencapai keberhasilan pengobatan.
2. Menunjukkan kemasan obat yang sebenarnya atau bentuk obat
aslinya.
3. Memberikan keyakinan mengenai efektivitas obat untuk
penyembuhan.
4. Memberikan informasi mengenai risiko atau dampak dari
ketidakpatuhan minum obat.
5. Menggunakan alat bantu kepatuhan seperti multikompartemen atau
sejenisnya.
6. Perlu adanya dukungan dari pihak keluarga, teman dan kerabat
terdekat untuk meningkatkan kepatuhan minum obat (Irmawati et al.,
2016).
4. Variabel Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Variabel yang mempengaruhi kepatuhan , beberapa variable yang
mempengaruhi tingkat keaptuhan menurut Suddart & Brunner (2002)
adalah:
a. Variabel demografi seperti usia, jenis kelamin, suku bangsa, status
sosioekonomi dan pendidikan.
b. Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan bilangnya gejala
akibat terapi.
c. Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efak
sampig yang tidak menyenangkan
d. Variabel psikososial seperti intelgensia, sikap terhadap tenaga
kesehatan penerimaan, atau penyangkalan terhadap penyakit,
keyakinan agama dan budaya dan biaya financial dan lainnya yang
termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut diatas juga ditemukan
oleh Bartsmet dalam psikologi kesehetan.
5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidak patuhan dapat
digolongkan menjadi empat bagian menurut Niven (2002) antara lain:
a. Pemahaman tentang intruksi
Tak seorangpun dapat memahami intruksi jika ia salah paham tentang
intruksi yang diberikan kepadanya. Ley dan Spelmen (1967 dalam
Niven 2002) menemukan bahwa lebih dari 60% yang di wawancarai
setelah bertemu dengan dokter salah mengerti tentang instruksi yang
diberikan pada mereka. Kadang-kadang hal ini disebabkan oleh
kegagalan professional kesehatan dalam memberikan informasi yang
lengkap, penggunaan istilah-istilah medis yang memberikan banyak
instruksi yang harus di ingatkan oleh pasien.
b. Kualitas interaksi
Interaksi antara professional kesehatan dan pasien merupakan bagian
yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan. Korsch & Negrete
( 1972 dalam Niven 2002) telah mengamati 800 kunjungan orang tua
dan anak-anaknya ke rumah sakit anak di Los Angeles. Selama 14 hari
mereka mewawancarai ibu-ibu tersebut melaksanakan nasihat-nasihat
yang diberikan dokter, mereka menemukan bahwa ada kaitan yang
erat antara kepuasan ibu terhadap konsultasi dengan seberapa jauh
mereka mematuhi, nasihat dokter tidak ada kaitan antara lamanya
konsultasi dengan kepuasan ibu.
c. Isolasi sosial dan keluarga
Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam
menentukan keyakinan dan nilai kesehatan individu secara juga dapat
menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka terima.
d. Keyakinan, sikap dan kepribadian
Becker et al (1979 dalam Niven 2002) telah membuat suatu usulan
bahwa model keyakinan kesehatan berguna untuk memperkirakan
adanya ketidakpatuhan.
E. KERANGKA TEORI
dan Dewi (2010), antara lain : 1. Riwayat keluarga diabetes atau genetic
2. Usia yang lebih tua
1. Faktor Internal 3. Obesitas dan kenaikan berat badan
yang berlebihan selama kehamilan
a. Pendidikan 4. Pola makan dan nutrisi yang buruk
b. Pekerjaan 5. Kurangnya aktivits fisik
6. Riwayat Diabetes gestasional
c. Usia 7. Merokok, infeksi dan pengaruh
d. Informan lingkungan
8. Faktor-faktor lain termasuk asupan
2. Faktor Eksternal buah dan sayuran yang tidak memadai,
a. Sosial Budaya dan Ekonomi serat makanan dan asupan makanan
yang tinggi lemak jenuh.
b. Lingkungan
Indikator
1. Mengetahui (Know)
2. Memahami (Comprehension)
3. Menerapkan (Application)
Keterangan:
:Yang mempengaruhi
F. KERANGKA KONSEP
Keterangan:
: Variabel Independen
: Variabel Dependen
G. Hipotesa
Ho: Tidak terdapat hubungan pengetahuan keluarga dengan kepatuhan
menjalani diet diabetes mellitus
Ha: Terdapat hubungan
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Kerangka Kerja
Gambar kerangka kerja
Populasi
Sampel
Instrumen Penelitian
Kuesioner
Analisa Data
Chi Square
n= N (0,1)
1+N
n = 291 (0,01)
1+291
n = 291
1+2,91
n = 291
3,9
n =100 Sampel
Keterangan:
n= N
1+N²
n = adalah ukuran sampel yang diinginkan
N = adalah ukuran populasi
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah definisi yang memberikan pernyataan pada
peneliti untuk apa saja yang diperlukan dalam menjawab pertanyaan atau
menguji hipotesis penelitian, khusus pada penelitian kuantitatif.
Tabel.
No Variabel Definisi Operasional Parameter Hasil Ukur Skala
(Kasumayanti & Rahayu, 2019:65). Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Melitus
Tipe II. Jurnal Ilmiah Keperawatan, 15(1), 124-138. 27 Mei 2024 Jam
21.14 WIB.
Suddart & Brunner (2021). Hubungan Motivasi Dan Pengetahuan Dengan Kepatuhan
Pelaksanaan Diet Pada Penderita Pada Diabetes Melitus Di Poliklinik
Di RSUD Leuwiliang Tahun 2021 LIANG TAHUN 2021:
Relationship Between Motivation and knowledge with Adherence to
Diet in Patient With Diabetes Melitus at the Leuwiliang Hospital
Polyclinic in 2021. Indonesia Scholer of Nursing and Midwifery
Science (ISJNMS), 1(12), 446-452.
i. Identitas Responden
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan :
Alamat :
Agama :
TIDAK :( 2)
4. Jika saya menderita diabetes, anak-anak saya beresiko tinggi terkena diabetes
10. Obat lebih penting daripada diet dan olahraga untuk mengendalikan kadar gula
darah
12. Pada penderita diabetes jika ada luka akan sulit disembuhkan
16. Penderita diabetes dapat membersihkan lukanya dengan alkohol dan betadin
18. Diabetes dapat menyebabkan hilangnya sensasi/kebas pada jarijari tangan dan
kaki
19. Sering buang air kecil dan haus adalah tanda-tanda gula darah rendah
21. Diet untuk diabetes sebagian besar terdiri dari makanan yang khusus
22. Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme karena kadar insulin kurang
dalam tubuh
23. Genetik, asupan makanan, dan obesitas adalah faktor-faktor penyebab diabetes
25. 3J adalah jumlah, jadwal, dan jenis makanan untuk penderita diabetes
26. Diabetes adalah penyakit yang bersifat tidak menular dan bisa disebabkan pola
hidup yang tidak sehat
27. Tekanan darah yang tinggi merupakan salah satu faktor resiko Diabetes
SR : SERING (3)
JR : JARANG (2)
1. Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang sudah dikonsultasikan oleh dokter
atau petugas kesehatan yang lain?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
2. Saya makan makanan yang sesuai anjuran dokter atau petugas kesehatan yang
lain?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
4. Saya terlalu sibuk dengan urusan saya sehingga saya makan tidak tepat
waktu?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
10. Saya setiap hari selalu makan sayur dan buah sesuai dengan anjuran dokter?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
14. Jadwal aturan makan / diet yang dianjurkanterasa berat bagi saya?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
17. Saya selalu melakuka variasi makanan pada jadwal diet makan saya agar tidak
terjadikebosanan?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah
18. Saya memakai gula pengganti seperti gula jagung pada saat ingin
mengkonsumsiminuman/makanan yang manis?
a. Selalu
b. Sering
c. Jarang
d. Tidak pernah