Skripsi Amba Oke BISMILLAH
Skripsi Amba Oke BISMILLAH
Skripsi Amba Oke BISMILLAH
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh :
AMBA NIKTO MARCEDESTA
NPM : 20250002
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Disusun Oleh :
AMBA NIKTO MARCEDESTA
NPM : 20250002
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Wahab, Rohmalina, Psikologi Belajar, 1st, Rajawali Pers, Depok, 2018, h. 157
2
Nita Wahyuni dan Abd. Rahman Bahtiar, Hubungan Emotional Quotient Dengan
Kemampuan Guru PAI Dalam Menanamkan Nilai- Nilai Moral Keagamaan, Jurnal Tarbawi, vol .
1, no. 1, h. 78
1
2
yang memiliki kompetensi yang unggul pula, termasuk guru PAI, selain itu
diperlukan peningkatan sarana dan prasarana di sekolah untuk mendukung visi
dan misi ini.
Hasil survey pra-penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan
bahwa, guru PAI di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo memiliki
kepribadian yang baik dan berkualitas, karena guru PAI harus menjadi
percontohan dan panutan bagi peserta didik untuk memperbaiki akhlak atau
moral, serta menanamkan keimanan dan ketaqwaan dalam hati. Peneliti juga
menemukan fakta di lapangan, bahwa terdapat beberapa peserta didik yang
melakukan tindakan tidak terpuji dan tidak taat peraturan, Tindakan siswa ini
dapat dilihat dari cara mereka berbicara kepada guru, berpakaian, dan cara
mereka berperilaku terhadap teman sejawat.
Hal ini disebabkan oleh fakta dimana banyak siswa SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo yang memiliki latar belakang keluarga yang
kurang memberikan perhatian maupun pendidikan akhlak, juga faktor
pergaulan yang tidak sehat (bergaul dengan orang yang tidak baik). Untuk ini,
pihak sekolah tidak tinggal diam terhadap siswa yang kurang berakhlak,
karena tujuan dari SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo adalah membantu
serta membentuk siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Seiring dengan semakin majunya perkembangan zaman, yang berdampak pada
menurunnya nilai-nilai spiritual, dimana masyarakat kehilangan nilai-nilai
moral yang telah dianutnya sejak lama. Kurangnya pemahaman atas kesadaran
beragama terutama pada peserta didik disebabkan oleh pendidikan agama
Islam yang cenderung menitikberatkan pada aspek teoritis, sehingga nilai-nilai
religius hanya dihafal tanpa diimani dengan hati, diucapkan melalui lisan dan
dilakukan serta diamalkan.
Salah satu upaya dalam membantu siswa mengembangkan nilai-nilai
religius adalah dengan mengamalkan ajaran agama Islam yaitu menanamkan
perilaku-perilaku yang baik, mempunyai sopan santun, berbudi pekerti yang
baik, dan berperilaku baik. Disinilah kecerdasan emosional guru PAI berperan
penting dalam menginternalisasi nilai-nilai religius dalam keseharian peserta
5
didik agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab, mandiri, bijak, dan
memiliki akhlak yang baik.3
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, peneliti tertarik
untuk meneliti lebih lanjut yaitu melaksanakan penelitian yang berjudul
“Hubungan Emotional Quotient Guru PAI Dengan Kemampuan
Menginternalisasi Nilai-Nilai Religius Siswa Di SMA Muhammadiyah 1
Purbolinggo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih mendalam yang terkait dengan hubungan
emotional quotient guru PAI dengan kemampuan menginternalisasi nilai-nilai
religius Siswa Di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo sehingga penulis
merumuskan masalah sebagai berikut, bagaimana hubungan emotional
quotient guru PAI dengan kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius
siswa di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui hubungan emotional
quotient guru PAI dengan kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa
di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo
3
Dodi Setiawan, M.Pd, wawancara, “SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo”. Pada hari
senin, 29 Januari 2024, pukul 08.15-09.15 WIB
6
D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat antara lain:
1. Kegunaan Teoritis
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
informasi dan wawasan bagi pembaca mengenai emotional quotient
dengan menginternalisasi niai-nilai religius, khususnya dalam bidang
tarbiyah. Selain itu, diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
perkembangan emotional quotient guru PAI dengan kemampuan
menginternalisasi nilai-nilai religius siswa, serta seberapa besar pengaruh
emotional quotient dan internalisasi nilai-nilai religius dalam
membentuk siswa yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2. Kegunaan Praktis
a. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan
hubungan emotional quotient guru PAI dengan kemampuan
menginternalisasi nilai-nilai religius siswa di SMA Muhammadiyah 1
Purbolinggo
b. Bagi Siwa
Sebagai bahan informasi agar meningkatkan nilai-nilai religius
c. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pegangan dan masukan dalam
profesional guru PAI pada hubungan emotional quotient dengan
kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa dan untuk
meningkatkan mutu sekolah
E. Kegunaan penelitian
Peneliti melakukan penelitian di sekolah SMA Muhammadiyah 1
Purbolinggo dan yang menjadi objek penelitian adalah guru PAI dan siswa-
siswi kelas XI dan XII dengan pemahaman emosional quotient guru PAI
terhadap kemampuan internalisasi nilai-nilai religius siswa
BAB II
KAJIAN LITERATUR
A. Emotional Quotient
1. Pengertian Emotional Quotient
Emosi merupakan suatu perasaan yang mendorong seseorang untuk
merespon atau bertingkah laku terhadap stimulus dan dialami serta
berdampak pada kehidupan setiap manusia. Emosi seringkali
dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan pada beberapa budaya
emosi diartikan sebagai kemarahan. Pada hakikatnya emosi merupakan
kekuatan pribadi (personal power) yang memungkinkan manusia untuk
berpikir secara keseluruhan, mengenali emosinya sendiri maupun emosi
orang lain serta mengetahui cara yang tepat untuk mengekspresikannya.
Psikolog memiliki definisi berbeda tentang emosi dari sudut pandang
yang berbeda, anatara lain adalah sebagai berikut:
a. Goleman menyatakan bahwa kecerdasan intelektual atau Intelligence
Quotient (IQ) hanya menyumbang 20% bagi keberhasilan individu,
sedangkan 80% lainnya merupakan sumbangan dari faktor strength
yang lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional
Quotient (EQ) yaitu kemampuan pengendalian suasanan hati (mood),
berempati serta kemampuan bekerja sama. Terbukti dalam pengukuran
kecakapan emosi, terdapat keraguan pada seseorang yang rendah
kesadaran dirinya, apakah dapat dipercaya untuk mengevaluasi
kekuatan dan kelemahannya sendiri.
b. Menurut William James emosi adalah keadaan jiwa yang
menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh.
William James membagi jenis religiusitas menjadi dua, yaitu the
heatlhy minded dan the sick soul. Yang merupakan alternatif dan
kepribadian manusia dalam memandang dunia seperti persepsi mereka,
sehingga dapat memperngaruhi cara pandang mereka mengenai agama
pula. Uraian teori William James menyimpulkan bahwa iseseorang
dengan the healthy-minded atau jiwa yang sehat secara intelektual
7
8
lebih condong memandang segala sesuatu sebagai hal yang positif dan
berfikir optimis terhadap masa depan.
c. Dalam Lawrence, -Salovey dan Mayer menyatakan bahwa kecerdasan
emosional (Emotional Quotient) adalah kumpulan bagian dari
kecerdasan sosial yang meneakup kemampuan untuk menyadari dan
menggunakan perasaan dan emosi baik diri sendiri maupun orang lain
untuk mengimbangi pikiran dan tindakan. Menurut Pater Salovey dan
Jhon Mayer, kualitas emosional yang tampaknya penting untuk
keberhasilan kualitas ini adalah kemmapuan mengenali emosi diri,
kepekaan, keindahan, dan kemmapuan menjalin hubungan sosial.
d. Johanes Pap mengemukakan bahwa kecerdasan emosional mencakup
pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan
memotivasi diri dan mengatasi kemunduran, mengendalikan impuls
dan emosi, kemampuan untuk tidak membesar-besarkan kebahagiaan,
kemampuan mengatur emosi dan mencegah. stres karena
melumpuhkan pemikiran. Membaca perasaan terdalam (empati) orang
lain dan doa untuk menjaga hubungan semaksimal mungkin,
keterampilan resolusi konflik dan keterampilan kepemimpinan.
e. Crow & Crow, menyatakan bahwa emosi adalah “An emotion, is an
affective experience that accompaniies generallized inner adjustment
and mental and physiological stirredup states in the individuaI, and
that shows it self in his evert behaviour”. warna afektif yang kuat dan
ditandai oleh perubahan-perubahan baik.
Jadi kecerdasan emosional dapat diartikan sebagai kemampuan
seseorang untuk mengenali emosi, dan mengenali perasaanya sendiri.
Ketika perasaan atau emosi itu muncul, individu ini dapat mengenali
emosinya sendiri dengan baik dan menyalurkannya dengan cara yang baik
pula. Orang dengan kecerdasan emosional memiliki kepekaan yang tinggi
atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil
keputusan-keputusan secara mantap.
9
2. Tahapan Internalisasi
Dalam dunia pendidikan, penilaian memiliki makna dari berbagai
segi, yakni bagi peserta didik, bagi guru, bagi sekolah. Menurut Suharsimi
Arikunto dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah pengukuran sebagai
terjemahan dari measurement dan istilah penilaian yang merupakan
terjemahan dari evaluasion. Ada tiga istilah yang saling berdekatan, yakni
evaluasi, pengukuran (assessment), dan assessment. Ketiga pengertian
tersebut digunakan dalam rangka penilaian.
19
4. Nilai-Nilai Religius
Berhubungan dengan hal-hal religius terutama nilai religius,
zulkarnain berpendapat tentang macam-macam nilai religius hal itu
diantaranya seperti nilai tauhid/aqidah, nilai ibadah, nilai akhlak, dan juga
nilai sosial.
a. Nilai Tauhid/Aqidah
Nilai ketuhanan atau tauhid merupakan sebuah kepercayaan
terhadap adanya tuhan yang terletak di semua ranah kehidupan dan hal
itu ada tingkatnya. Monoteisme merupakan kata yang memiliki makna
yang sama dengan tauhid. Dari pendapat Abdullah bin Abdul Hamid
Al-Atsari, tauhid atau aqidah memiliki makna keyakinan dan hal itu
akan tertanam kuat di hati, yang memiliki sifat terikat dengan agama
dan berisi sebuah perjanjian.
Hal ini perlu diajarkan sejak dini karena nilai tauhid itu urgen
untuk kekuatan Iman pada seseorang ketika beragama dengan
meyakini tentang kebenaran ajaran Islam. Manusia yang yakin dengan
apa yang diimani dan mematuhi semua norma yang ada dalam agama
maka kepribadian akan terbentuk dengan hal tersebut.
b. Nilai Ibadah
Kata Ibadah muncul dari bahasa Arab, yaitu kata masdar „abada
yang memiliki arti Penyembahan. Sementara itu kata ibadah menurut
kajian terminologi yang memiliki arti takzim terhadap tuhan, patuh
22
D. Penelitian Relevan
Adapun penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Agung Priambodo,1 dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh
Kecerdasan Emosional terhadap Akhlak Siswa di MTs Ma’arif Bakung
Udanawu Blitar”. Menyimpulkan bahwa (1) Terdapat pengaruh yang
nyata antara Kecerdasan Emosional dalam Mengelola Emosi terhadap
Akhlak Siswa di MTs Ma‟arif Bakung Udanawu Blitar. (2) Terdapat
pengaruh yang signifikan antara program Kecerdasan Emosional dalam
Mengelola Emosi dan Memotivasi diri sendiri terhadap Akhlak Siswa
di MTs Ma‟arif Bakung Udanawu Blitar yang ditunjukkan oleh nilai F
hitung = 60,598 dan pengaruhnya sebesar 17,0% (3) Terdapat pengaruh
signifikan antara Kecerdasan Emosional dalam Memotivasi diri sendiri
terhadap Akhlak Siswa di MTs Ma‟arif Bakung Udanawu Blitar
2. Muhammad Nur Muslim2, dalam skripsinya yang berjudul “Pengaruh
Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar Mata Pelajaran Aqidah
Akhlak Siswa Kelas XI Man 4 Sleman, Yogyakarta”. Diperoleh
kesimpulan bahwa : (1) Tingkat hasil belajar siswa dengan kategori
rendah sebesar 25,7%., kategori sedang sebesar 54,3% dan kategori tinggi
sebesar 20%. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut menunjukan bahwa
siswa kelas XI MAN 4 Sleman memiliki tingkat hasil belajar dengan
kategori sedang. (2) Tingkat kecerdasan emosional siswa dengan kategori
rendah sebesar 14,3%., kategori sedang sebesar 71,4% dan kategori tinggi
sebesar 14,3%. Berdasarkan perhitungan tersebut didapatkan bahwa
73 siswa kelas XI MAN 4 Sleman memiliki tingkat kecerdasan
emosional dengan kategori sedang. (3) Pengaruh kecerdasan emosional
terhadap hasil belajar siswa adalah sebesar 16,1%. Artinya, masih ada
sisa 83,9% yang merupakan variable atau faktor lain yang tidak
1
Agung Priambodo,“Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Akhlak Siswa di MTs
Ma’arif Bakung Udanawu Blitar”. ( Tulungagung: skripsi tidak diterbitkan, 2014)
2
Muhammad Nur Muslim, “Pengaruh Kecerdasan Emosional Terhadap Hasil Belajar
Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Siswa Kelas XI Man 4 Sleman, Yogyakarta”. ( Tulungagung:
skripsi tidak diterbitkan, 2019)
26
E. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir merupakan model konseptual mengenai bagaimana
teori berhubungan dengan factor-factor yang telah didefinisikan sebagai
masalah yang penting.
Hubungan emotional quetient Guru PAI dengan kemampuan
menginternalisasi nilai-nilai religius siswa di SMA Muhammadiyah 1
Purbolinggo dikembangkan melalui landasan teori.dan tinjauan penelitian
terdahulu, .adapun kerangka berfikirnya adalah: guru PAI, kecerdasan
emosional, nilai-nilai religius, dan peserta didik SMA Muhammadiyah 1
Purbolinggo
Hubungan .emotional. .quotient (EQ) dengan kemampuan
menginternalisasi nilai-nilai religius merupakan salah satu misi utama yang
wajib dilakukan oleh guru PAI untuk seluruh peserta didik. Keterlibatan guru
PAI dalam peningkatan emotional quotient (EQ) dengan kemampuan
menginternalisasi nilai-nilai religius pada dasarnya akan berdampak pada
tingkat pemahaman dan pengalaman emotional quotient (EQ) peserta didik itu
sendiri.
Dalam hal ini peneliti berusaha menganalisis upaya-upaya apa saja
yang dilakukan oleh guru PAI di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo untuk
dapat meningkatkan emotional quotient (EQ) dengan kemampuan
menginternalisasi nilai-nilai religius peserta didik. Dengan kata lain peneliti
ingin mendeskripsikan hubungan emotional quetient guru PAI dengan
kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa SMA Muhammadiyah
1 Purbolinggo, agar terwujudnya mutu pendidikan yang berkualitas tinggi,
beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlak baik.
28
Guru PAI
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian yang dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan.
Hipotesis ikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru hanya
didasari pada teori yang relevan, belum berdasarkan fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam
penelitian adalah :
1. Ha: Ada hubungan yang signifikan antara emotional quotient guru PAI
dengan kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa di SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo.
2. Ho: Tidak ada hubungan signifikan antara emotional quotient guru PAI
dengan kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa di SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini mengupas tentang Hubungan Emotional Quetient Guru
PAI Dengan Kemampuan Menginternalisasi Nilai-Nilai Religius Siswa Di
SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo. Maka, seperti yang dinyatakan dalam
rumusan masalah, penelitian ini akan menggunakan pendekatan kuantitatif.
Menurut Sugiyono, penelitian kuantitatif sebagai metode ilmiah karena telah
memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu obyektif, konkrit/empiris, terukur,
rasional, dan sistematis. Karena data penelitian berupa angka-angka dan
analisis menggunakan statistik.
30
31
2. Sampel
Sugiyono mendefinisikan sampel sebagai bagian dari
keseluruhan karakteristik yang dimiliki oleh sebuah populasi.
Pengambilan sampel dilakukan karena jumlah suatu objek penelitian
sangat besar dan peneliti tidak mungkin meneliti objek satu per satu
secara keseluruhan.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sampel siswa di SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo.
32
Keterangan:
n = jumlah sampel
N= jumlah populasi
e = batas kesalahan (error tolerance)
Berdasarkan rumus slovin di atas dengan batas kesalahan (error
tolerance) sebesar 10% (0,1), maka jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
3. Teknik Sampling
Menurut Sugiyono Teknik Sampling merupakan teknik
pengambilan sampel. Terdapat berbagai teknik sampling yang dapat
diaplikasikan untuk menentukan sampel yang akan digunakan dalam
penelitian.
Dalam penelitian ini, metode sampling yang digunakan adalah
simple random sampling. Metode ini disebut simple (sederhana) karena
anggota sampel dipilih secara acak dari populasi tanpa mempertimbangkan
strata yang ada pada suatu populasi.
2. Metode Observasi
Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis yang
kompleks,. Dua diantara yang terpenting adalah proses- proses
pengamatan dan ingatan.
Observasi dibagi menjadi dua diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Observasi berperan serta
35
E. Kisi-Kisi Instrumen
Dalam penelitian ini prosedur pengelolaan yang data ditempuh
adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Editing, yaitu meninjau ulang, memeriksa serta memperbaiki,
kelengkapan dan kejelasan angket/kuesioner yang telah dikumpulkan.
2. Scoring, yaitu pemberian skor pada pernyataan angket dengan cara
mengkonversikan jawaban yang berupa huruf menjadi angka
36
3. Coding, yaitu pemberian simbol, tanda, maupun kode untuk setiap data
yang termasuk dalam kategori yang sama.
4. Tabulating, yaitu memasukkan jawaban dari angket yang berhasil
dikumpulkan ke dalam tabel-tabel yang telah di persiapkan.
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam atau sosial yang diamati secara spesifik, dimana
fenomena-fenomena ini disebut dengan variabel penelitian.
1. Uji validitas
Uji validitas adalah langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi
atau isi (content) dari suatu instrument, untuk mengukur ketepatan
instrumen yang digunakan dalam penelitian. Uji ini digunakan untuk
mengetahui ketepatan alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan
data variable serta untuk menguji butir-butir kuesioner apakah valid
atau tidak. Jika nilai lebih besar dari r tabel maka butir kuesioner
valid dan jika < r tabel maka kuesioner tidak valid. JIka dinyatakan
tidak valid maka butir kuesioner tersebut tidak digunakan.
2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas artinya dapat diandalkan yang menunjuk
pada.tingkat.keterandalan. sesuatu. Suatu instrumen dapat dipercaya
atau reliabel untuk digunakan sebagai pengumpul data apabila kualitas
instrumen tersebut sudah baik. Instrumen yang baik tidak akan bersifat
tendensius yaitu mengarahkan.responden.untuk memilih jawaban-
jawaban tertentu. Instrumen yang.sudah dapat .dipercaya dan reliabel,
akan menghasilkan.data.yang dapat dipercaya pula.
Apabila.datanya memang sesuai dengan kenyataannya, maka
berkali-kali diambilpun tetap akan sama. Alat.ukur itu.reliabel.bila alat
itu dalam.mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan.senantiasa
menunjukkan hasil yang sama. Jadi alat yang reliabel.secara konsisten
memberi hasil ukuran yang sama.
37
3. Uji Validitas
Uji Validitas merupakan ketepatan atau kecermatan suatu
instrumen dalam mengukur apa yang ingin di ukur. Soal yang di uji
cobakan dalam penelitian ini ada 26 butir soal dalam bentuk
pernyataan. Dan dinyatakan validnya angket tersebut dengan
Rhitung > RTabel sedangkan soal yang tidak dinyatakan tidak valid
dengan Rhitung < RTabel.
Tabel 2.5: Hasil Uji Validitas Kecerdasan Emosional (X)
4. Uji Reabilitas
38
Semua hasil dari dua variabel yang telah diuji dapat dibaca
ditabel dengan hasil yang semuanya reliabel karena nilai Cranbach‟s
Alpha > 0,60 Signifikansi (α).
39
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas adalah suatu prosedur uji statistik yang bertujuan
untuk menunjukkan bahwa dua atau lebih kelompok data sampel yang
telah diambil berasal dari populasi yang memiliki variansi yang sama. Uji.
homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah himpunan data yang
sedang .diteliti memiliki karakteristik yang sama atau tidak. Dalam
penelitian ini .pengujian homogenitas memakai uji F yang memakai alat
bantu yaitu aplikasi SPSS 26 adapun rumus untuk mengujinya sebagai
berikut.
Uji Homogenitas dengan uji F
40
Rumus :
Dimana :
= Variansi Kelompok 1
= Variansi Kelompok 2
Dalam penelitian ini peneliti mengambil rumusan tersebut karena
sampel yang digunakan berbeda kelas, oleh sebab itu untuk menentukan
homegen (sama) peneliti memakai uji homogenitas.
3. Uji Hipotesis
Merupakan pernyataan mengenai keadaan populasi. yang akan di uji
kebenarannya. berdasarkan .data yang diperoleh .dari sampel penelitian.
Rumus:
Ho: = 0,0 berarti tidak ada hubungan
Ha: 0, “tidak sama dengan nol” berarti lebih besar atau kurang
(-) dari nol berarti ada hubungan, = nilai korelasi dalam formulasi yang
dihipotesiskan
Dalam penelitian ini menggunakan rumus hipotesis assosiatif yang
diuji dengan mengunakan aplikasi SPSS 26, adalah hipotesis yang
menunjukkan dugaan adanya hubungan atau pengaruh antara dua variabel
atau lebih.
41
42
B. Hasil Penelitian
1. Deskripsi Data
Penelitian dengan judul Hubungan Emosional Quotient Guru PAI
Dengan Kemampuan Menginternalisasi Nilai-Nilai Religius Siswa Di SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo sudah dilakukan pengambilan data di
lapangan dengan waktu satu bulan, dengan menggunakan pengumpulan
data seperti angket, observasi dan dokumentasi. Dengan hasil sebagai
berikut:
a. Keadaan Emosional Quotient Guru PAI
Dalam penelitian ini peneliti mengunakan pengamatan objek secara
cermat dengan datang langsung ke lokasi penelitian karena data yang
akan disajikan adalah data yang dikumpulkan langsung di lokasi
penelitian. Yakni dengan memakai tehnik pengumpulan data
mengunakan angket. Hasil dari angekt ini diharakan bisa memberikan
gambaran terkait dengan keadaan emosional quotient guru pendidikan
agama Islam dalam menginternalisasi nilai-nilai religius di SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo
Tabel 3.3 : Rekapitulasi skor angket Emotional Quotient (X)
Dari hasil tabel di atas bisa diketahui jumlah skor untuk variabel
kecerdasan emosional memperoleh jumlah skor dari hasil penjumlahan
kuesioner sebanyak 195 pengkategorian itu didasarkan pada rentang
skor ideal dimana:
45
Dari hasil tabel di atas bisa diketahui jumlah skor untuk variabel
kecerdasan emosional memperoleh jumlah skor dari hasil penjumlahan
kuesioner sebanyak 1684 pengkategorian itu didasarkan pada rentang
skor ideal dimana:
a. Jumlah skor maksimal didapatkan dari ; 4 (skor tertinggi)
dikali jumlah item pertanyaan dikali jumlah responden, yakni 4
× 26 × 24 = 2.496
b. Jumlah skor minimal diperoleh dari hasil : 1 × 26 × 24 = 624
Berdasarkan hasil penyebaran angket tentang internalisasi nilai-
nilai religiusitas di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo ada 24
responden yang diambil dari siswa kelas 11 MIA 1 SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo yang diperoleh skor sebesar 1.684 yang
tergolong kategori kuat apabila dipresentasikan maka dihitung yakni :
× 100% = 67% atau 0.67, nilai tersebut jika diinterpretasikan
berada pada interval 0,60 – 0,799 yang masuk kedalam kategori kuat,
hal itu ketegori tersebut bisa dilihat pada Tabel 3.9 : Pedoman Untuk
Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi. Maka internalisasi nilai-
nilai religius (Y) yakni 67% yang bisa dikatakan bahwa tingkat keadaan
internalisasi nilai-nilai religius dikategorikan kuat
Dari hasil tabel di atas bisa diketahui jumlah skor untuk variabel
kecerdasan emosional memperoleh jumlah skor dari hasil penjumlahan
kuesioner sebanyak 1476 pengkategorian itu didasarkan pada rentang
skor ideal dimana:
a. Jumlah skor maksimal didapatkan dari ; 4 (skor tertinggi)
dikali jumlah item pertanyaan dikali jumlah responden, yakni 4
× 26 × 24 = 2.496
b. Jumlah skor minimal diperoleh dari hasil : 1 × 26 × 24 = 624
Berdasarkan hasil penyebaran angket tentang internalisasi nilai-
nilai religiusitas di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo ada 24
responden yang diambil dari siswa kelas XI MIA 2 SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo yang diperoleh skor sebesar 1476 yang
tergolong kategori sedang apabila dipresentasikan maka dihitung yakni
: × 100% = 59% atau 0.59, nilai tersebut jika diinterpretasikan
Dari hasil tabel di atas bisa diketahui jumlah skor untuk variabel
kecerdasan emosional memperoleh jumlah skor dari hasil penjumlahan
kuesioner sebanyak 1747 pengkategorian itu didasarkan pada rentang
skor ideal dimana:
a. Jumlah skor maksimal didapatkan dari ; 4 (skor tertinggi)
dikali jumlah item pertanyaan dikali jumlah responden, yakni 4
× 26 × 24 = 2.496
b. Jumlah skor minimal diperoleh dari hasil : 1 × 26 × 24 = 624
Berdasarkan hasil penyebaran angket tentang internalisasi nilai-
nilai religiusitas di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo ada 24
responden yang diambil dari siswa kelas XI ISOS yang diperoleh skor
sebesar 1.684 yang tergolong kategori kuat apabila dipresentasikan
maka dihitung yakni : × 100% = 69% atau 0.69, nilai tersebut jika
Dari hasil tabel di atas bisa diketahui jumlah skor untuk variabel
kecerdasan emosional memperoleh jumlah skor dari hasil penjumlahan
kuesioner sebanyak 1653 pengkategorian itu didasarkan pada rentang
skor ideal dimana:
a. Jumlah skor maksimal didapatkan dari ; 4 (skor tertinggi)
dikali jumlah item pertanyaan dikali jumlah responden, yakni 4
× 26 × 23 = 2.392
b. Jumlah skor minimal diperoleh dari hasil : 1 × 26 × 24 = 624
variabel (Y) yakni 69% yang bisa dikatakan bahwa internalisasi nilai-
nilai religius di kelas XII MIA masuk dalam kategori kuat
Dari hasil tabel di atas bisa diketahui jumlah skor untuk variabel
kecerdasan emosional memperoleh jumlah skor dari hasil penjumlahan
kuesioner sebanyak 1588 pengkategorian itu didasarkan pada rentang
skor ideal dimana:
a. Jumlah skor maksimal didapatkan dari ; 4 (skor tertinggi)
dikali jumlah item pertanyaan dikali jumlah responden, yakni 4
× 26 × 23 = 2.392
b. Jumlah skor minimal diperoleh dari hasil : 1 × 26 × 24 = 624
6. Uji Persyaratan
1) Uji Normalitas Data
Dasar pengambilan keputusan Uji Chi Square/ Chi Kuadrat
Terlihat dari hasil nilai Asymp Sig sebesar 0.255 > 0.05, maka
dapat disimpulkan bahwa “tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan nilai religius
siswa SMA Muhamamdiyah 1 Purbolinggo”. Hal ini bisa diartikan
bahwa jenis kelamin dan tingkat Pendidikan siswa tidak memiliki
korelasi dengan tingkat religus mereka.
Dalam perhitungan ditemukan chi-kuadrat hitung 5.335 yang
terdapat di tabel valule pada baris pearson chi-square, lalu
selanjutnya harga ini dibandingkan dengan harga chi-kuadrad tabel
dengan dk (derajat kebebasan) 119 – 1 = 118, berdasarkan tabel chi-
kuadrat, bisa diketahui bahwa bila dk = 118 dan kesalahan yang
ditetapkan = 5%, maka harga chi kuadrat tabel = (164.814), maka
distribusi data nilai statistik dari 119 siswa tersebut dapat
dinyatakan berdistribusi normal.
2) Uji Homogenitas
Untuk menguji pengaruh semua variabel terikat dan bebas, maka
dilakukan uji anova (uji F). Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah
ada atau tidak variabel kecerdasan emosional terhadap prestasi
internalisasi nilai-nilai religius siswa, pengujian homogenitas ini
dilakukan secara serentak atau bersama-sama. Hipotesis penelitian uji
F pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho : Tidak ada pengaruh antara kecerdasan emosional dan internalisasi
nilai-nilai religius siswa SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo
53
3) Uji Hipotesis
Uji Hipotesis Asosiatif merupakan dugaan adanya hubungan
antara variabel dalam populasi, melalui data hubungan variabel dalam
sample, korelasi merupakan angka yang menunjukan arah dan kuatnya
hubungan antara dua variabel atau lebih. Arah dinyatakan dalam
bentuk hubungan positif atau negatif, sedangkan kuatnya hubungan
dinyatakan dalam besarnya koefesien korelasi.
Hubungan dua variabel atau lebih dinyatakan positif apabila
nilai suatu variabel ditingkatkan akan meningkatkan variabel yang lain,
dan sebaliknya jika suatu variabel diturunkan maka akan menurunkan
variabel yang lain. Jika nilai suatu variabel dinaikan maka akan
menurunkan nilai variabel yang lain, dan juga sebaliknya bila nilai satu
variabel diturunkan, maka akan menaikan nilai variabel yang lain,
Kuatnya hubungan antara variabel dinyatakan dalam koefesien
korelasi. Koefesien korelasi positif sebesar = 1 dan koefesien negatif
54
C. Pembahasan
Setelah dilakukan penelitian dan juga sudah dilakukan pengolahan data
dan didapatkan hasil dari uji hipotesis dari kedua variabel yaitu antara
kecerdasan emosional guru PAI dalam menginternalisasi nilai-nilai religius
siswa di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo.
1. Hubungan emotional quotient guru pendidikan agama Islam dengan
kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa di SMA
Muhammadiyah 1 Purbolinggo dari hasil yang diperoleh dari hasil uji
hipotesis assosiatif diketahui signifikan sebesar 0.003 hal itu menunjukan
adanya hubungan, karena nilai signifikansi diperoleh hasil 0.003 < 0.05
maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dinyatakan
bahwa Ha : p ≠ 0 yang menunjukan “tidak sama dengan nol” berarti lebih
besar atau kurang (-) dari nol berarti ada hubungan. Lalu dalam uji
korelasi product moment memperoleh hasil pearson korelasion sebesar
57
1
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. h. 274
58
baik dalam organisasi maupun masyarakat ada umumnya hal itu seperti
saat mereka mendapati siswa yang marah atau berkelahi mereka mampu
meredam dan bisa menyelesaikan masalah-masalah lainnya yang
berhubungan dengan sosial serta kepekaan terhadap para siswa, karena
mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda.2
3. William James, mendefinisikan emosi sebagai keadaan jiwa/rohani yang
menampakkan dirinya dengan suatu perubahan yang jelas pada tubuh. The
heatlhy minded dan the sick soul adalah dua jenis religiusitas yang
menjadi alternative dan kepribadian manusia untuk memandang dunia
seperti persepsi mereka, juga dapat mempengaruhi cara pandang mereka
mengenai agama.
Pola guru Pendidikan Agama Islam dalam menginternalisasi nilai-
nilai religius siswa di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo, dalam proses
internalisasi nilai-nilai religius dimaksudkan untuk memperdalam ilmu
keagamaan yang ada di sekolah hal itu dilakukan oleh guru Pendidikan
Agama Islam dengan cara :
a. Memberikan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari baik itu di
sekolah ataupun ketika berada di luar sekolah mengajak murid-murid
untuk melaksanakan salat secara berjama‟ah lalu ketika berada di
rumah seperti mengucapkan salam ketika bertemu dengan guru atau
saat ada tamu datang mereka menyambut dengan hangat dan juga
santun dalam bersikap, lalu ketika mereka berpapasan atau bertemu
siswa diluar sekolah mereka tidak segan untuk menyapa mereka
walaupun mereka adalah guru ketika di sekolah, memberikan contoh
yang baik ketika berada di masyarakat.
b. lalu memberikan pembiasaan di sekolah yaitu dengan menerapkan
pembiasan sebelum pembelajaran dimulai para siswa melakukan salat
dhuha secara berjama‟ah setelah itu dikoordinir oleh ketua kelas
melakukan muroja‟ah surat-surat pendek dengan mengunakan
juz‟ama, di dalam kelas, lalu ketika setelah salat dzuhur para aktivis
2
Goleman, D., & dkk. Kepemimpinan Berdasarkan kecerdasan Emosi, terj. Susi Purwoko.
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka, 2014), h. 32
59
IPM melakukan kultum, jadwal kultum itu sudah ada jadwal masing-
masing pada setiap kelas.
c. Dalam proses pembelajaran juga demikian guru Pendidikan Agama
Islam yang memberikan materi pembelajaran itu seperti pendapat
zulkarnain yang berpendapat tentang macam-macam nilai religius hal
itu diantaranya seperti nilai tauhid/aqidah, nilai ibadah, nilai akhlak,
dan juga nilai sosial, yang diberikan oleh guru pendidikan agama
Islam di dalam kelas, ketika siswa melakukan kesalahan pola yang
diterapkan oleh guru yaitu mereka melakukan pemberian nasihat
kepada siswa dan siswi yang disandingkan dengan keteladan atau
uswah yang diberikan oleh guru seperti mereka menunjukan kebaikan
dan keburukan bila mereka melakukan tindakan ini hal itu akan
berpengaruh terhadap jiwanya dan akan menjadi suatu yang sangat
bermanfaat dalam pendidikan rohani mereka.
d. Pemberian janji dan ancaman (targhib wa tarhib), proses internalisasi
seperti ini itu diberikan ketika mereka bermaksiat kepada allah seperti
mereka tidak melaksanakan salat maka guru akan memberikan nasihat
atau ancaman bagi yang tidak melaksanakannya sebab hukum salat itu
wajib jika mereka sudah masuk usia balig. Lalu guru akan
memberikan janji bila mereka melakukan pelangaran yang sama.
e. Melakukan kedisiplinan baik itu guru dan juga peserta didik, seperti
datang dengan tepat waktu lalu salat dengan tepat waktu, taat pada tata
tertib sekolah. Hal itu akan berdampak pada pengembangan motivasi
siswa.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari analisis yang telah dilakukan serta hasil dari pembahasan data maka
peneliti memperoleh sebuah kesimpulan tentang hubungan emotional quotient
guru PAI dengan kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa di
SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo yang memiliki pengaruh signifikan yang
negatif namun saling berhubungan hal itu bisa dilihat di bawah ini ;
1. Berdasarkan hasil uji hipotesis dan juga hasil dari uji korelasi product
moment dengan perolehan nilai hipotesis Assosiatif diketahui signifikan
sebesar 0.003 yang menandakan adanya hubungan dari kedua variabel
yakni emotional quetient guru pendidikan agama islam dengan
kemampuan menginternalisasi nilai-nilai religius siswa karena nilai
signifikansi kurang dari 0.05 yang menunjukan adanya hubungan, karena
tujuan utama dari pengujian hipotesis assosiatif ini adalah untuk
mengetahui adanya hubungan atau tidaknya dari dua variabel sebagai
penganti dari uji linearitas, dari hasil uji korelasi product moment ini bisa
dilihat dari tabel 9 dari kriteria Sugiono yang menyatakan bahwa nilai
interval 1.000 itu terletak pada interval 0.80-1.000, yang menandakan
bahwa adanya hubungan yang saling berpengaruh dan sangat kuat antara
kecerdasan emosional guru dalam menginternalisasi nilai-nilai religius
pada siswa di SMA Muhammadiyah 1 Purbolinggo, seperti hasil uji Chi-
Kuadrat yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin dan jenjang
kelas itu tidak berpengaruh dengan hasil internalisasi nilai-nilai religius,
karena mereka berlatar belakang yang berbeda dan juga pola asuh yang
dilakukan di rumah yang berbeda.
B. Saran
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pembahasan pada bab IV
peneliti memiliki saran serta masukan dalam penelitian ini untuk sekolah
sebagai berikut:
1. Bagi Pihak Sekolah
Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumbangan pemikiran
bagi sekolah SMA Muhammadiyah 1 purbolinggo. Dengan kepribadian
60
61