Makalah - Triage - Bencana - Kel 1 (Baru)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 18

KONSEP MANAJEMEN TRIASE

OLEH :
1. ADE SARTIKA 1033222001
2. DIANA SITI NURZANAH 1033222083
3. LISKA LUTFIANA 1033222090
4. MARVITA NURHASANA ELISANTY 1033222071

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MH THAMRIN
JAKARTA
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Konsep Manajemen Triase” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang konsep
triage dan model model triage dan perawat perawat triase bencana bagi para
pembaca dan juga penulis.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
telah berkontribusi memberikan sumbangan, baik pikiran maupun materinya.
Kelompok sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini
bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai
penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah
ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 13 Mei 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN...............................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................3
C. Tujuan Penulisan..........................................................................................3
BAB I TINJAUAN TEORI......................................................................................4
A.Konsep Triage............................................................................................4
B. Model Triage Bencana.............................................................................6
BAB III PENUTUP...............................................................................................10
A. Kesimpulan................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana merupakan suatu gangguan serius yang tejadi terhadap
masyarakat yang menimbulkan kerugian secara meluas. Bencana bisa
disebabkan oleh kebakaran, cuaca atau iklim (misal gempa bumi, angin ribut,
dan tornado), ledakan, aktivitas teroris, radiasi atau tumpahan zat kimia, dan
epidemi. Bencana dapat juga terjadi karena kesalahan manusia yang
mencakup kecelakaan lalu lintas, kecelakaan pesawat udara, bangunan runtuh,
dan kejadian lainnya (Oman, 2012).
Menurut Disaster Management in India (2020) beban bencana alam jatuh
paling berat pada negara-negara berkembang lebih dari 95% dari peristiwa
terkait bencana terjadi. Di India, 60% tanahnya rawan gempa 12% rawan
banjir dan 8% rawan angin topan. Pada tahun 2019, di Wilayah Persatuan
Pondicherry sekitar 107 kematian terjadi dan 30.000 orang kehilangan tempat
tinggal. Secara geografis wilayah Negara Indonesia terletak pada tiga lempeng
tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan lempeng
Samudera Pasifik. Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang
memiliki potensi tinggi bencana alam seperti tsunami dan gempa bumi yang
melintasi Sumatra Barat, bagian utara Pulau Jawa, dan Bali. Sebagai
episentrum yang disertai dengan banyaknya gunung berapi aktif dan hujan
yang sangat tinggi, hampir semua potensi bencana terdapat di Indonesia.
Bencana tersebut antara lain disebabkan oleh daya rusak air seperti banjir
termasuk banjir bandang, erosi dan sedimentasi, tanah longsor, dan banjir
lahar dingin (Sujarwo., et al, 2020).
Sepanjang 2021 BNPB mencatat 3.092 kejadian yang didominasi bencana
hidrometeorologi. Bencana yang paling sering terjadi yaitu banjir dengan
1.298 kejadian, disusul cuaca ekstrem 804, tanah longsor 632, kebakaran
hutan dan lahan 265, gelombang pasang dan abrasi 45, gempa bumi 32,
kekeringan 15 dan erupsi gunung api . Dari sejumlah bencana tersebut, tercatat
warga menderita dan mengungsi 8.426.609 jiwa, luka-luka 14.116, meninggal
dunia 665 dan hilang 95, sedangkan dampak kerusakan tercatat rumah
1
sebanyak 142.179 unit, fasilitas umum 3.704, kantor 509 dan jembatan 438.
Rincian kerusakan rumah yaitu rumah rusak berat 19.163 unit, rusak sedang
25.369 dan rusak ringan 97.647. (BNPB,2021)
Melihat perbandingan jumlah bencana, bencana pada tahun 2021 ini lebih
sedikit dibandingkan tahun lalu. Pada tahun lalu bencana berjumlah 4.649
kejadian, sedangkan pada tahun ini 3.092 atau turun 33,5 persen. Namun
menjadi perhatian, jumlah populasi yang meninggal dunia lebih tinggi. BNPB
mencatat korban meninggal pada tahun ini sebanyak 665 jiwa, atau naik 76,9
persen. Kenaikan tidak hanya pada jumlah korban jiwa tetapi juga korban
luka-luka, warga terdampak dan mengungsi serta rumah rusak. Untuk itulah,
pembelajaran dari rangkaian kejadian bencana diatas penting untuk dijadikan
acuan bagi rencana kesiapsiagaan yang lebih baik di tahun-tahun ke depan.
Kesiapsiagaan di bidang bencana perlu ditunjang dari berbagai hal, salah
satunya adalah dengan baiknya sistem triage. Triage adalah cara pemilahan
penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Terapi
didasarkan pada keadaan ABC (Airway, dengan cervical spine control,
Breathing dan Circulation dengan control pendarahan). Triage berlaku untuk
pemilahan penderita baik di lapangan maupun di Rumah Sakit (Meggy, dkk.
2017).
Triase menjadi komponen yang sangat penting di unit gawat darurat
terutama karena terjadi peningkatan drastis jumlah kunjungan pasien ke rumah
sakit melalui unit ini. Berbagai laporan dari UGD menyatakan adanya
kepadatan (overcrowding) menyebabkan perlu ada metode menentukan siapa
pasien yang lebih prioritas sejak awal kedatangan. Ketepatan dalam
menentukan kriteria triase dapat memperbaiki aliran pasien yang datang ke
unit gawat darurat, menjaga sumber daya unit agar dapat fokus menangani
kasus yang benar-benar gawat, dan mengalihkan kasus tidak gawat darurat ke
fasilitas kesehatan yang sesuai. Triase bencana bertujuan untuk mengerahkan
segala daya upaya yang ada untuk korban-korban yang masih mungkin
diselamatkan sebanyak mungkin (Wilson, 2017).
Berdasarkan latar belakang diatas kelompok tertarik membahas tentang
“Konsep Manajemen Triase”.

2
1.2 Tujuan
A. Tujuan Umum
Mampu melakukan simulasi terkait Triase Bencana
B. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami Konsep Manajemen Triase
2. Mahasiswa mampu melakukan Asuhan Keperawatan Triase

1.3 Manfaat
A. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi atau masukan
bagi perkembangan ilmu keperawatan dan praktek pekerjaan perawat serta
dapat menambah kajian ilmu keperawatan khususnya pasien selama di
IGD terkait dengan pengetahuan triase pasien.
B. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dan dapat
mengaplikasikan teori yang telah di dapat.
C. Bagi Pasien
Sebagai informasi kepada pasien tentang prioritas pelayanan pasien sesuai
dengan triase.
D. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai salah satu pengembangan ilmu pengetahuan yang berkaitan
dengan triase.

3
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Triase


1. Definisi
Farrohknia (2019) menyatakan bahwa triase merupakan suatu
konsep pengkajian yang cepat dan berfokus dengan suatu cara yang
memungkinkan pemanfaatan sumber daya manusia, peralatan serta
fasilitas yang paling efisien dengan tujuan untuk memilih atau
menggolongkan semua klien yang memerlukan pertolongan dan
penetapan prioritas penanganannya. Pusponegoro (2018)
mengartikan triase merupakan turunan dari bahasa perancis trier
dan bahasa inggris triage yang artinya dalam bahasa Indonesia
adalah sortir.

2. Prinsip Triase
Wilson, 2017 membagi triage dalam prioritas yaitu penentuan atau
penyeleksian penanganan sesuai dengan kategori ancaman jiwa
berdasarkan 1) ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan
menit; 2) dapat mati dalam hitungan jam; 3) trauma ringan; 4) sudah
meninggal. Penilaian korban pada sistim triage dapat dilakukan dengan
menilai tanda vital dan kondisi umum korban, kebutuhan medis,
kemungkinan bertahan hidup, bantuan yang memungkinkan,
memprioritaskan penanganan definitive dan tag warna. Prinsip triage
adalah time saving is life saving (waktu keselamatan adalah keselamatan
hidup), the right patient to the right place at the right time with right care
provider.

3. Klasifikasi dan Penentuan Triase


Anderson, 2018 menyatakan bahwa pengambilan keputusan pada
triase berdasarkan pada keluhan utama, riwayat medis dan data objektif

4
yang mencakup keadaan umum klien serta hasil pengkajian fisik, tumbuh
kembang dan psikososial selain pada faktor-faktor yang mempengaruhi
akses pelayanan kesehatan serta alur klien lewat sistim pelayanan
kedaruratan.
Twomey (2017) menyatakan bahwa hal-hal yang harus
dipertimbangkan mencakup setiap gejala ringan yang cenderung berulang
atau meningkat keparahannya sehingga dibutuhkan sebuah prioritas untuk
memberikan sebuah tindakan. Prioritas merupakan penentuan tentang
penanganan dan pemindahan yang didahulukan dengan mengacu pada
kategori ancaman jiwa yang timbul

4. Metode Triase
Simple Triage and Rapid Treatment (START) adalah metode yang
telah dikembangkan atas pemikiran bahwa triage harus “akurat”,
“cepat”, dan “universal”. Metode tersebut menggunakan 4 macam
observasi yaitu, “bisa berjalan”, “bernafas”, “sirkulasi darah”, dan
“tingkat kesadaran” untuk menentukan tindakan dan penting sekali
bagi seluruh anggota medis untuk mampu melakukan triage dengan
metode ini (Zailani, 2019).

5. Proses Triase
Proses Triase adalah perawat mengumpulkan data dan keterangan
sesuai dengan kategori keparahan klien baik secara objektif maupun
subjektif sehingga dapat dilakukan penentuan prioritas kegawatan
selanjutnya mendokumentasikan dan melakukan intervensi ketika
ditemukan kondisi yang mengancam jiwa dan terjadi gangguan sistim
pernafasan atau sirkulasi maka perawat harus segera melakukan intervensi
kepada klien dengan segera membawa ke ruang resusitasi dengan wakti
yang dibutuhkan adalah 2-5 menit (Oman, 2018) meliputi :
a. Pengkajian triase secara subyektif
Data subjektif dapat diambil dari keluhan utama, onset dan gejala yang
terkait dengan yang dirasakan dan dikeluhkan, faktor pencetus,

5
mekanisme cidera dan penggunaan obat-obatan sebelumnya dan
riwayat alergi
b. Pengkajian triase secara obyektif
Pengkajian dapat dilakukan dengan memeriksa tanda-tanda vital secara
inspeksi, palpasi, perkusi dan sirkulasi. Data objektif triage
mempunyai 4 dimensi yaitu kepatenan jalan nafas, pernafasan yang
efektif, kesadaran dan kecacatan (pemerikaan neurologis singkat)
c. Pemilahan berdasarkan kegawatan
Proses menilai dan memilah dengan memprioritskan klien untuk
mendapatkan intervensi berdasarkan kegawatan klien merupakan
faktor penting dalam perawatan triage karena perawat perawat harus
mengambil keputusan secara akurat dengan informasi yang terbatas
dan tidak jelas dalam waktu yang minimal
d. Melakukan dokumentasi
Dokumentasi triage merupakan proses pencatatan yang singkat, jelas
dan padat terhadap segala sesuatu yang diketahui dan dilakukan oleh
perawat triage yang bertujuan sebagai pendukung keputusan, alat
komunikasi dan aspek medikolegal baik secara manual atau
komputerisasi
e. Waktu
Waktu yang dibutuhkan dalam penerapan triage mulai dari pengkajian
subjektif, pengkajian objektif, pemilahan berdaarkan kegawatan
sampai dengan pendokumentasian adalah 2-5 menit.

2.2 Model Triase Bencana


1. Definisi Triase Bencana
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban
yang membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan
mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan
pembedahan darurat (life-saving surgery) (Depkes RI, 2017).

6
2. Prinsip Triase Bencana
a. Triase umumnya dilakukan untuk seluruh korban
b. Waktu untuk triase per orang tidak lebih dari 30 detik
c. Melaksanakan prioritas sesuai kategori tingkat kedaruratannya
d. Pemasangan kartu triase (kode identifikasi korban) sesuai urutan
ataupun kategori prioritasnya
e. Triase dilakukan secara berulang-ulang (Zailani et al, 2019).

3. Metode Triase Bencana


a. Single Triase
Digunakan untuk keadaan dimana pasien datang satu persatu, seperti
misalnya instalasi atau Unit gawat Darurat sehari-hari. Atau pada MCI
(mass casualty incident/ bencana dimana fase akut telah terlewati
(setelah 5-10 hari).

b. Simple Triase
Pada keadaan bencana massal (MCI) awal-awal, dimana sarana
transportasi belum ada, atau ada tapi terbatas, dan terutama
sekali,belum ada tim medis atau paramedis yang kompoten. Pemilahan
atau pemilihan pasien terutama ditujukan untuk prioritas transportasi
pasien yang kemudian tingkat keparahan penyakitnya. Biasanya,
digunakan triage tag/ kartu triase.

c. S.T.A.R.T. (Simple Triage And Rapid Treatment)


Prinsip dari START adalah START bertujuan untuk mengatasi
ancaman hidup yang utama, yaitu sumbatan jalan nafas dan eprdarahan
arteri yang hebat. Pengkajian diarahkan pada pemeriksaan: status
respirasi, sirkulasi (pengisian kapiler, dan status mental).
Kategori/ warna kode

7
Gambar 1.1 Gambar Kategori Triase Bencana
1) Warna hijau, yang merupakan “walking waunded”, korban cedera
yang masih bisa berjalan dengan para korban dari kategori yang lain
2) Warna merah (immediate) korban yang bernapas spontan hanya
setelah reposisi jalan napas dilakukan. Korban yang memiliki pola
napas lebh dari 30 kali per menit, atau dengan pengisian kapiler
yang lambat (lebih dari 2 detik). Korban memiliki pla napas kurang
dari 30 kali per menit, dengan pengisian kapiler yang normal
(kurang dari atau sama dengan 2 detik), tetapi tidak dapat mengikuti
perintah sederhana.
3) Warna kuning (delayed) para korban yang tidak cocok untuk
dikelompokkan ke dalam kategori immediate maupun kategori
ringan
4) Warna hitam (deceased/ unsalvageable) korban yang tidak bernapas
walaupun jalan napas sudah dibebaskan

d. Secondary Assesment to Victim Endpoint (SAVE)


Pada keadaan dimana terdapat korban dalam jumlah yang sangat
banyak, yang jauh melampaui kapasitas penolong, maka harus
dilakukan triase secara cepat dengan tujuan menyelamatkan banyak
korban sebanyak-banyaknya. Untuk itu, pada triase dengan metode
SAVE, korban dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Kelompok korban yang diperkirakan akan meninggal, apapun
tindakan yang akan diberikan

8
2) Kelompok korban yang diperkirakan akan mampu bertahan hidup,
apapun tindakan yang akan diberikan (termasuk tidak dilakukan
pertolongan)
3) Kelompok yang tidak termasuk dalam 2 kategori diatas, yang berarti
korban pada kelompok ini keselamatannya sangat tergantung pada
intervensi yang akan diberikan. Kelompok inilah yang harus
mendapat prioritas penanganan (Oman, 2018).

4. Jenis Triase Bencana


a. Triase di tempat
1) Dilakukan di " tempat korban ditemukan " atau pada tempat
penampungan yang dilakukan oleh tim Pertolongan Pertama atau
Tenaga Medis Gawat Darurat.
2) Mencakup pemeriksaan, klasifilkasi, pemberian tanda dan
pemindahan korban ke pos medis lanjutan (Depkes RI, 2017).

b. Triase medik
1) Dilakukan saat korban memasuki pos medis lanjutan oleh tenaga
medis yang berpengalaman (sebaiknya dipilih dari dokter yang
bekerja di Unit Gawat Darurat, kemudian ahli anestesi dan terakhir
oleh dokter bedah)
2) Tujuan menentukan tingkat perawatan yang dibutuhkan oleh
korban (Depkes RI, 2017)

c. Triase evakuasi
1) Ditujukan pada korban yang dapat dipindahkan ke Rumah Sakit
yang telah sia menerima korban bencana massal.
2) Jika pos medis lanjutan dapat berfungsi efektif, jumlah korban
dalam status " merah " akan berkurang, dan akan diperlukan
pengelompokkan korban kembali sebelum evakuasi dilaksanakan.
3) Tenaga medis di pos medis lanjutan berkonsultasi dengan Pos
Komando dan Rumah Sakit tujuan berdasarkan kondisi korban

9
untuk membuat keputusan korban mana yang harus dipindahkan
terlebih dahulu, Rumah Sakit tujuan, jenis kendaraan dan
pengawalan yang akan dipergunakan (Depkes RI, 2017)

2.3 Peran perawat sebagai Tim Triase


Peran perawat triase adalah melakukan pengkajian dan mengkategorikan
pasien berdasarkan temuan dari survey primer dan pengkajian resiko dan
memulai intervensi keperawatan yang sesuai dan mengorganisasikan panduan
untuk intervensi emergency agar dapat memperbaiki outcome pasien dan
memastikan keamanan bagi pasien, memastikan pengkajian lanjutan,
mengelola pasien yang masih di ruang tunggu sesuai dengan kondisi dan
waktu yang ditentukan berdasarkan kategori, serta menyediakan layanan
edukasi bagi pasien dan keluarga.

Pelaksanaan triase sampai saat ini memang belum dilaksanakan sepenuhnya oleh
perawat karena berdasarkan keterangan dari partisipan menyatakan bahwa dokter
lebih berwenang melakukan triase dan menetapkan level. Petugas yang melakukan
triase di awal adalah tim triase yang terdiri dari dokter dan perawat. Partisipan
menjelaskan bahwa tugas perawat pada tahap ini adalah membantu dalam
pengkajian dan pemeriksaan pasien. diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengetahui efisiensi dan efektifitas pelaksanaan triase oleh perawat di IGD

2.4 Asuhan Keperawatan dalam Manajemen Triase


Dalam Dokumentasi triage terdiri dari lima yaitu pengkajian, diagnosa,
intervensi, implementasi dan evaluasi yang dikutip dari (Wijaya, dkk., 2020):
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan untuk mengetahui keadaan dan menentukan prioritas
perawatan berdasarkan kebutuhan fisik dan psikologis, serta faktor-faktor
lain yang mempengaruhi pasien sepanjang sisterm tersebut. Area
pengkajian pertama harus selalu pengkajian sistem kardiovasculer dan
respirasi, termasuk tanda vital. Pengkajian tersebut adalah pengkajian
utama yang dimandatkan pada semua perawat gawat darurat untuk
dilakukan pada semua pasien, tanpa memperdulikan keluhannya.
10
Pemeriksaan umum dapat dilakukan secara bersamaan dengan
pemeriksaan utama, meluas ke area seperti tingkat kesadaran, kualitas
bicara, organisasi pikiran, tampilan umum (msl. pakaian, hygiene, warna
kulit, ekspresi wajah, postur, aktivitas motorik pada saat pasien duduk atau
dilepas pakaiannya, bau kulit atau bau nafasnya), Dan tingkat distress.
Satu aspek yang sangat penting dari pengkajian adalah pembentukan
hubungan terapiutik.

Pada tahap pengkajian, proses triase mencakup dokumentasi :


a. Waktu dan datangnya alat transportasi
b. Keluhan utama (misal. “Apa yang membuat anda datang kemari?”)
c. Pengkodean prioritas atau keakutan perawatan
d. Penentuan pemberi perawatan kesehatan yang tepat
e. Penempatan di area pengobatan yang tepat (msl. kardiak versus
b. trauma, perawatan minor versus perawatan kritis)

2. Diagnosa
Setelah melakukan pengkajian perawat harus menentukan diagnosa untuk
merencanakan tindakan keperawatan. Menurut NANDA, diagnosa
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan aktual atau potensial, sebagai dasar seleksi intervensi
keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yang sesuai.

3. Intervensi
Standar praktik ENA yang berkaitan dengan perencanaan menyatakan
“perawat gawat darurat harus merumuskan rencana asuhan keperawatan
yang komprehensif untuk pasien UGD dan kolaborasi dan perumusan
keseluruhan rencana perawatan pasien”. Dalam intervensi di triase elemen
penting dari perencanaan adalah kesiapan. Perawatan harus memastikan
alat-alat medis dan suplai barang-barang tersebut tersedia dan berfungsi
dengan baik sehingga tidak akan terjadi keterlambatan dalam pemberian
perawatan pada pasien. Permulaan intervensi yang bisa diberikan setelah

11
pengkajian dan menegakkan diagnosa (misal. balutan steril, es, pemakaian
bidai, prosedur diagnostik seperti pemeriksaan sinar X, elektrokardiogram
(EKG), atau Gas Darah Arteri (GDA).

Rencana perawatan lebih sering tercermin dalam instruksi dokter serta


dokumentasi pengkajian dan intervensi keperawatan daripada dalam
tulisan rencana perawatan formal (dalam bentuk tulisan tersendiri). Oleh
karena itu, dokumentasi oleh perawat pada saat instruksi tersebut ditulis
dan diimplementasikan secara berurutan, serta pada saat terjadi perubahan
status pasien atau informasi klinis yang dikomunikasikan kepada dokter
secara bersamaan akan membentuk “landasan” perawatan yang
mencerminkan ketaatan pada standar perawatan sebagai pedoman.

4. Implementasi
Standar praktik ENA yang berkaitan dengan implementasi menyatakan,
“perawat gawat darurat harus mengimplementasikan rencana perawatan
berdasarkan data pengkajian, diagnosis keperawatan, dan diagnosis
medis”. Dalam implementasi di triase, perawat harus memiliki kompetensi
dalam memberikan perawatan di UGD yang mencakup tindakan
penyelamatan nyawa dan alat gerak. Perawat yang memiliki kompetensi
harus mampu mengantisipasi kebutuhan keahlian khusus sesuai yang
diindikasikan oleh situasi klinis, dan perawat harus berusaha dan
mendokumentasikan semua upaya tersebut.

Dalam implementasi perawat gawat darurat harus mampu melakukan dan


mendokumentasikan tindakan medis dan keperawatan, termasuk waktu,
sesuai dengan standar yang disetujui. Perawat harus mengevaluasi secara
kontinu perawatan pasien berdasarkan hasil yang dapat diobservasi untuk
menentukan perkembangan pasien ke arah hasil dan tujuan dan harus
mendokumentasikan respon pasien terhadap intervensi pengobatan dan
perkembangannya. Standar Joint Commision (1996) menyatakan bahwa
rekam medis menerima pasien yang sifatnya gawat darurat, mendesak, dan

12
segera harus mencantumkan kesimpulan pada saat terminasi pengobatan,
termasuk disposisi akhir, kondisi pada saat pemulangan, dan instruksi
perawatan tindak lanjut

13
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Triase dilakukan untuk mengidentifikasi secara cepat korban yang
membutuhkan stabilisasi segera (perawatan di lapangan) dan
mengidentifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan
pembedahan darurat. Metode triage bencana ada 4 yaitu Single Triage,
Simple Triage, Simple Triage And Rapid Treatment, dan Secondary
Assesment to Victim Endpoint. Dalam melakukan triage diperlukan
penanganan cepat dan tepat sesuai dengan kondisi pasien. Pemberian label
berdasarkan prioritas, warna merah dalam keadaan emergensi, warna kuning
dalam keadaaan gawat, warna hijau dalam keadaan tidak gawat dan warna
hitam dalam keadaan meninggal.

3.2 Saran
A. Bagi mahasiswa keperawatan agar dapat dijadikan sumber bahan belajar
terkait metode triage pada pasien darurat bencana.
B. Mahasiswa mampu mengidentifikasi melakukan simulasi pengangkatan
dan pemindahan pasien sesuai dengan masalah yang dihadapi:
1. Mengetahui cara pengangakatan, pemindahana pasien sesuai dengan
masalah yang dialaminya dengan baik dan benar
2. Mengidentifikasi cara pengangkatan, pemindahan dan rujukan yang
efektif sesuai dengan kondisi pasien dan lingkungannya.
C. Bagi tenaga Kesehatan agar dapat dijadikan pedoman pengambilan
keputusan pada pelayanan kesehatan terkait asuhan keperawatan pada
pasien dengan darurat bencana.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, A. (2018). Triage in the emergency department-a qualitative study of


the factors which nurses consider when making decisions. Nursing in
Critical care, 136-145.
Arikunto. (2019). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Aksara.
Budiaji, W. (2016). Hubungan pengetahuan tentang triase dengan tingkat
kecemasan pasien label kuning di IGD RS. Dr. Moewardi surakarta. 1-12.
IRBI.(2021). Index Resiko Bencana Indonesia.BNPB
Iserson, K., & Moskop, J. (2017). Trage in medicine, Part I : Concept, History,
and Types. Annals of emergency Medicine, 275-281.
Meggy et al. (2017). Hubungan Ketepatan Pelaksanaan Triase dengan Tingkat
Kepuasan Keluarga pasien di Instalasi Gawat Darurat RSUP Prof.Dr.R.D
Kandou Manado.
Oman, K. (2018). Keperawatan Emergensi. Jakarta: EGC.
Qureshi, N. (2019). Triage System : a review of a literature with reference to
Saudi Arabia. Eastern Mediterranian Health Journal, 690-698.
Sujarwo et al. (2020).Model Pendidkan Sadar Lingkungan Masyarakat Korban
Erupsi Merapi Berbasis Potensi local.Universitas Negri Yogyakarta
Cakrawala Pendidikan
The World Ascociation of Disaster and Emergency Medicine. (2020).
International Disaster Nursing. New York: Cambridge University Press.
Wilson, W., Grande, C., & Hoyt, D. (2017). Trauma : Emergency Rescuccitation
Perioperative Anesthesia Surgical Management. New York: Informa
healthcare.

Anda mungkin juga menyukai