Makalah Peran Lembaga Penegak Hukum

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Bergulirnya iklim reformasi dan demokratisasi di Indoneseia dalam kurun
waktu beberapa tahun terakhir ini telah membawa angin perubahan berupa
kebebasan berekspresi yang sangat bebas. Kebebasan tersebut pada beberapa
kesempatan telah “kebabalasan” bahkan berujung pada konflik horisontal maupun
konflik vertikal. Konflik yang tidak terkelola dengan baik ditambah dendam masa
lalu pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang sangat otoriter berdampak pada
kekerasan bahkan telah terjadi konflik bersenjata. Bahkan beberapa daerah telah
jatuh korban berjumlah ratusan bahkan mungkin ribuan. Terjadi pula pengusiran
dan pemusnahan kelompok etnis tertentu (genocide) oleh kelompok etnis lain.
Kekerasan, kontak senjata dan pemusnahan etnis seakan menjadi “menu utama”
berbagai media di tanah air.
Sejarah bangsa Indonesia hingga kini mencatat berbagai penderitaan,
kesengsaraan dan kesenjangan sosial, yang disebabkan oleh perilaku tidak adil
dan diskriminatif atas dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama,
golongan, jenis kelamin dan status sosial lainnya. Perilaku tidak adil dan
diskriminatif tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia, baik yang
bersifat vertikal (dilakukan oleh aparat negara terhadap warga negara atau
sebaliknya) maupun horisontal (antarwarga negara sendiri) dan tidak sedikit yang
masuk dalam kategori pelanggaran hak asasi manusia yang berat (gross violation
of human rights).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah penegakan hukum itu?
2. Apakah itu aparatur penegak hukum?
3. Apakah faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum?
4. Bagaimana peran lembaga penegak hukum?

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Penegak Hukum


Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya
atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman
perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum
itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai
upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.
Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek
hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan
normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan
mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan
atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu,
penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan
hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum
berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu,
apabila diperlukan, aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk
menggunakan daya paksa.
Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut
objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam hal ini, pengertiannya juga
mencakup makna yang luas dan sempit. Dalam arti luas, penegakan hukum
itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi
aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut
penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja. Karena itu, penerjemahan
perkataan ‘law enforcement’ ke dalam bahasa Indonesia dalam menggunakan
perkataan ‘penegakan hukum’ dalam arti luas dan dapat pula digunakan
istilah ‘penegakan peraturan’ dalam arti sempit. Pembedaan antara formalitas
aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya
ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggeris sendiri dengan dikembangkannya
istilah ‘the rule of law’ versus ‘the rule of just law’ atau dalam istilah ‘the rule of
law and not of man’ versus istilah ‘the rule by law’ yang berarti ‘the rule of man
by law’. Dalam istilah ‘the rule of law’ terkandung makna pemerintahan oleh
hukum, tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula
nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan
istilah ‘the rule of just law’. Dalam istilah ‘the rule of law and not of
man’ dimaksudkan untuk menegaskan bahwa pada hakikatnya pemerintahan
suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang.
Istilah sebaliknya adalah ‘the rule by law’ yang dimaksudkan sebagai
pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat
kekuasaan belaka.
Dengan uraian di atas jelaslah kiranya bahwa yang dimaksud dengan
penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk
menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti
materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum,
baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur
penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-
undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dari pengertian yang luas itu,
pembahasan kita tentang penegakan hukum dapat kita tentukan sendiri batas-
batasnya. Apakah kita akan membahas keseluruhan aspek dan dimensi
penegakan hukum itu, baik dari segi subjeknya maupun objeknya atau kita
batasi hanya membahas hal-hal tertentu saja, misalnya, hanya menelaah
aspek-aspek subjektifnya saja. Makalah ini memang sengaja dibuat untuk
memberikan gambaran saja mengenai keseluruhan aspek yang terkait dengan
tema penegakan hukum itu

B. Makna Penegakan Hukum


Penegakan hukum adalah proses dilakukan upaya tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman pelaku dalam

3
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.
Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan proses
perwujudan ide-ide (ide keadilan, ide kepastian hukum, dan ide kemanfaatan
sosial) yang bersifat abstrak menjadi kenyataan. Unsur-unsur yang perlu
diperhatikan dalam penegakan hukum sebagai berikut.

C. Kepastian hukum
Kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan
sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat memperoleh sesuatu
yang diharapkan dalam keadaan tertentu. Masyarakat mengharap adanya
kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib.
1. Kemanfaatan
Hukum adalah untuk manusia, maka hukum atau penegak
hukum harus memberi manfaat atau kegunaan bagi masyarakat,
jangan sampai timbul keresahan di salam masyarakat karena
pelaksanaan atau penegak hukum.
2. Keadilan
Hukum itu tidak identik dengan keadilan. Hukum itu bersifat
umum, mengikat setiap orang, bersifat menyamaratakan.
Sebaliknya keadilan bersifat subjektif, individualistis, dan tidak
menyamaratakan.

D. Aparat Penegak dan Lembaga Peradilan Hukum


Penegakan hukum di Indonesia tidak terlepas dari peran para aparat penegak
hukum. Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi
penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Menurut Pasal 1 Bab 1
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dimaksud aparat
penegak hukum oleh undang-undang ini sebagai berikut.
1. Penyelidik ialah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh
undang-undang untuk melakukan penyelidikan. (Pasal 6 KUHAP)
2. Wewenang (Pasal 7 ayat [1] KUHAP) :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana;
b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan
penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidikan;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.
3. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh hukum tetap. (UU No 8 tahun 1981 tentang KUHP)
Tugas Jaksa:
a. Sebagai penuntut umum
b. Pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap (eksekutor)
4. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk bertindak seagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh hukum tetap.
Berdasarkan Pasal 14 KUHAP Penuntut Umum mempunyai wewenang :

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik


pembantu;
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan (4), dengan

5
memberikan petunjuk dalam rangka penyempurnaan penyidikan dari
penyidik;
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan dan atau mengubah status tahanan setelah
perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d. Membuat surat dakwaan;
e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari
dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik
kepada terdakwa maupun kepada saksi untuk datang pada sidang yang
telah ditentukan;
g. Melakukan penuntutan;
h. Menutup perkara demi kepentingan hukum;
i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang;
j. Melaksanakan penetapan hakim.

5. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi kewenangan oleh


undang-undang untuk mengadili.
Tugas dan wewenang hakim:
a. Dalam Bidang Manajemen Peradilan
1) Membantu pimpinan pengadilan dalam membuat program
kerja jangka pendek dan jangka panjang, pelaksanaannya
serta pengorganisasiannya.
2) Melakukan pengawasan yang ditugaskan ketua untuk
mengamati apakah pelaksanaan tugas, umpamanya
mengenai penyelenggaraan administrasi perkara perdata dan
pidana serta pelaksanaan eksekusi, dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan melaporkannya kepada
Ketua Pengadilan.
3) Melakukan pengawasan dan pengamatan (KIMWASMAT)
terhadap pelaksanaan putusan pidana di Lembaga
pemasyarakatan dan melaporkannya kepada MA.
4) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan peradilan di Pengadilan Negeri yang
ditugaskan kepadanya serta rneneruskannya kepada
kepustakaan hukum.
b. Dalam Bidang Perdata
1) Menetapkan hari sidang.
2) Membuat catatan pinggir pada berita acara dan putusan
Pengadilan Negeri mengenai hukum yang dianggap penting.
3) Bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita
acara persidangan dan menandatanganinya sebelum hari
sidang berikutnya.
4) Dalam hal Pengadilan Tinggi melakukan pemeriksaan
tambahan untuk mendengar sendiri para pihak dan saksi,
maka Hakim bertanggungjawab atas pembuatan dan
kebenaran berita acara persidangan serta
menandatanganinya.
5) Mengemukakan pendapat dalam musyawarah.
6) Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap untuk
dibacakan.
7) Menandatangani putusan yang sudah diucapkan dalam
persidangan.
8) Melaksanakan pembinaan dan mengawasi bidang hukum
perdata yang ditugaskan kepadanya.
9) Melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan peradilan di Pengadilan Negeri yang
ditugaskan kepadanya.
c. Dalam Bidang Pidana
1) Menetapkan hari sidang untuk perkara dengan acara biasa.
2) Menetapkan terdakwa ditahan, dikeluarkan dari tahanan atau
dirubah jenis penahanannya.

7
3) Bertanggungjawab atas pembuatan dan kebenaran berita
acara persidangan dan menandatanganinya sebelum sidang
berikutnya.
4) Mengemukakan pendapat dalam musyawarah.
5) Menyiapkan dan memaraf naskah putusan lengkap untuk
dibacakan.
6) Hakim wajib menandatangani putusan yang sudah diucapkan
dalam persidangan.
7) Menghubungi BAPAS agar menghadiri persidangan dalam
hal terdakwanya masih dibawah umur.
8) Memproses permohonan grasi.
9) Melakukan pengawasan dan pengamatan terhadap keadaan
dan perilaku narapidana yang berada di lembaga
pemasyarakatan serta melaporkannya kepada Mahkamah
Agung.
10) Melakukan pengawasan yang ditugaskan ketua untuk
mengamati apakah pelaksanaan tugas mengenai
penyelenggaraan administrasi perkara pidana/ bidang pidana
dan eksekusi serta melaporkannya kepada Pimpinan
Pengadilan.
11) Mempelajari dan mendiskusikan secara berkala kepustakaan
hukum yang diterima dari Pengadilan Tinggi dan Mahkamah
Agung.
6. Penasehat hukum adalah seseorang yang memenuhi syarat yang ditentukan
oleh undang-undang untuk memberikan bantuan hukum.
Wewenang penasehat hukum:
Mengajukan fakta dan pertimbangan yang ada sangkut pautnya
dengan klien yang sedang dibelanya dalam perkara tersebut, sehingga akan
terjadi keseimbangan dalam persidangan yang akan berpengaruh pada
keputusan Hakim yang adil.
Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang
bersangkutan dengan tugas atau perannya, yaitu terkait dengan kegiatan
pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta upaya
pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.
Aparat penegak hukum akan memutuskan perkara hukum di
peradilan hukum. Lembaga-lembaga peradilan hukum sebagai berikut.
a. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari
keadilan pada umumnya. Adapun kekuasaan kehakiman di
lingkungan peradilan umum dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi
merupakan pengadilan tingkat banding yang berkedudukan di ibu
kota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi dan
Pengadilan Negeri adalah suatu pengadilan yang sehari-hari
memeriksa dan memutuskan perkara tingkat pertama dari segala
perkara perdata dan pidana untuk semua golongan yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, dengan daerah hukum
meliputi wilayah kabupaten/kota.
b. Peradilan Agama
Peradilan Agama adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang. Dalam
lingkungan Peradilan Agama, kekuasaan kehakiman dilaksanakan
oleh Pengadilan Tinggi Agama merupakan sebuah lembaga
peradilan di lingkungan Peradilan Agama sebagai pengadilan tingkat
banding yang berkedudukan di ibu kota Provinsi dan Pengadilan
Negeri Agama atau yang biasa disebut Pengadilan Agama
merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota.
c. Peradilan Militer

9
Peradilan Militer adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah
Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman mengenai
kejahatan-kejahatan yang berkaitan dengan tindak pidana militer.
Pengadilan dalam lingkungan militer terdiri atas Pengadilan Militer
Utama, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer, dan
Pengadilan Militer Pertempuran.
d. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah
Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi
rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara.
Kekuasaan Kehakiman pada Peradilan Tata Usaha Negara
dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan
Pengadilan Tata Usaha Negara.

E. Lembaga Perlindungan dan Penegakan Hukum


Lembaga perlindungan dan penegakan hukum di Indonesia, antara lain
Mahkamah Konstitusi (MK), Mahkamah Agung (MA), Kepolisian Republik
Indonesia (Polri), Kejaksaan, Komisi Yudisial, dan Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM).
1. Mahkamah Konstitusi (MK)
Dalam pasal 24 ayat (1) dan (2) UUD 1945 dijelaskan bahwa Mahkamah
Konstitusi merupakan salah satu pelaku Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan
berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dan
pula ditegaskan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum.
Dalam penjelasan umum Undang-Undang RI Nomor 24 tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi dijelaskan bahwa sejalan dengan prinsip
ketatanegaraan di atas, maka salah satu substansi penting perubahan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah keberadaan
Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang berfungsi menangani perkara
tertentu di bidang ketatanegaraan, dalam rangka menjaga konstitusi agar
dilaksanakan secara bertanggung jawab sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-
cita demokrasi. Keberadaan Mahkamah Konstitusi sekaligus untuk menjaga
terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil, dan juga merupakan koreksi
terhadap pengalaman kehidupan ketatanegaraan di masa lalu yang ditimbulkan
oleh tafsir ganda terhadap konstitusi.
Berdasarkan pasal 24 C ayat (1) dan (2) Undang-Undang Dasar
Negara R.I. tahun 1945, Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan
untuk :
a. Menguji Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara R.I
tahun 1945.
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga Negara yang kewenanganya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar Negara R.I. tahun 1945.
c. Memutus pembubaran partai politik.
d. Memutus perselisihan hasil pemilihan umum, dan
e. Memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau
Wakil Presiden diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap Negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana
berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara R.I. tahun 1945.

Indepedensi Mahkamah Konstitusi disebutkan dalam pasal 2


Undang-Undang R.I. Nomor 24 tahun 2003 sebagai berikut :

“Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang


melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan“.
2. Mahkamah Agung (MA)
Dalam Pasal 1 UU RI Nomor 5 tahun 2004 yang kemudian telah diubah
dan ditambah dengan UU RI Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU
Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung disebutkan bahwa Mahkamah
Agung adalah salah satu pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

11
Selanjutnya dalam Pasal 24 A ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara R.I. disebutkan bahwa Mahkamah Agung berwenang untuk :

a. Mengadili pada tingkat kasasi,


b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang
terhadap undang-undang
c. Kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang.

Selanjutnya dalam pasal 2 UU Nomor 14 tahun 1985 sebagaimana telah


diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Negara R.I. Nomor 5 tahun 2004
dan terakhir telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun
2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah
Agung telah diatur tentang independensi Mahkamah Agung yang selengkapnya
berbunyi sebagai berikut :

“Mahkamah Agung adalah Lembaga Tinggi Negara dari semua


Lingkungan Peradilan, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari
pengaruh pemerintah dan pengaruh-pengaruh lain.”
3. Kejaksaan
Kejaksaan Republik Indonesia atau Kejaksaan adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang sebagaimana disebutkan dalam
Pasal 2 ayat (1) UU RI Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia.
Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004
tersebut disebutkan bahwa “Kekuasaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan secara merdeka”.

Dalam penjelasan umum angka 1 UU RI Nomor 16 Tahun 2004 tersebut


dijelaskan bahwa Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan Negara di bidang penuntutan ditegaskan kekuasaan Negara tersebut
dilaksanakan secara merdeka. Oleh karena itu, Kejaksaan dalam melaksanakan
fungsi, tugas, dan wewenangnya terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan
kekuasaan lainnya. Selanjutnya ditentukan Jaksa Agung bertanggung jawab atas
penuntutan yang dilaksanakan secara independen demi keadilan berdasarkan
hukum dan hati nurani. Dengan demikian Jaksa Agung selaku pimpinan
Kejaksaan dapat sepenuhnya merumuskan dan mengendalikan arah dan kebijakan
penanganan perkara untuk keberhasilan penuntutan.

4. Kepolisian

Dalam Pasal 1 angka (1) UU RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian adalah segala hal-ihwal
yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan
perundang – undangan. Sedangkan dalam Pasal 8 ayat (1) UU RI Nomor 2 tahun
2002 tersebut disebutkan bahwa kedudukan Kepolisian Negara Republik
Indonesia berada di bawah Presiden.

Pada awal era reformasi, salah satu tuntutan yang mencuat dan segera
direspon oleh Pemerintah adalah pemisahan Polri dan ABRI. Melalui Inpres
Nomor: 02/1999 telah diambil langkah-langkah kebijakan pemisahan Polri dari
ABRI dan penempatannya untuk sementara pada Dephankam, yang ditandai oleh
suatu upacara bersejarah pada tanggal 1 April 1999 di Mabes ABRI Cilangkap.
Langkah tersebut telah ditindak lanjuti dengan berbagai kebijakan
Menhankam/Panglima TNI yang menyerahkan wewenang pembinaan dan
operasional Polri dari Pangab kepada Menhankam dan Kapolri.

Secara universal, tugas pokok lembaga kepolisian mencakup dua hal, yaitu
pemeliharaan keamanan dan ketertiban (peace and order maintenance) dan
penegakan hukum (law enforcement).10 Dalam perkembangannya, tanggung
jawab “pemeliharaan” dipandang pasif, sehingga tidak mampu menanggulangi
kejahatan. Polisi kemudian dituntut untuk secara proaktif melakukan
“pembinaan”, sehingga tidak hanya “menjaga” agar kamtib terpelihara, tetapi juga
menumbuhkan kesadaran masyarakat, menggugah dan mengajak peran serta
masyarakat dalam upaya pemeliharaan keamanan dan ketertiban, dan bahkan ikut
memecahkan masalah-masalah sosial yang menjadi sumber kejahatan. Tugas-
tugas ini dipersembahkan oleh polisi untuk membantu (to support) masyarakat

13
dalam memenuhi kebutuhannya akan rasa aman, sehingga memungkinkan
tercapainya kesejahteraan.
5. Komisi Yudisial
Dalam ketentuan Pasal 1 angka (1) UU R.I. Nomor 22 tahun 2004 yang
kemudian telah diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 18 Tahun 2011
tentang Komisi Yudisial disebutkan bahwa Komisi Yudisial adalah lembaga
Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun
1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut Undang-Undang Dasar. Ditegaskan pula bahwa Negara Indonesia adalah
negara hukum.
Sejalan dengan prinsip ketatanegaraan di atas, salah satu substansi penting
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 adalah
adanya Komisi Yudisial. Komisi Yudisial tersebut merupakan lembaga Negara
yang bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung
dan mempunyai wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Pasal 24 B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
memberikan landasan hukum yang kuat bagi reformasi bidang hukum, yakni
dengan memberikan kewenangan kepada Komisi Yudisial untuk mewujudkan
checks and balances, walaupun Komisi Yudisial bukan pelaku kekuasaan
kehakiman namun fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.

6. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia ( Komnas HAM )

Dalam Pasal 1 angka (7) UU R.I. Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia disebutkan bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia yang selanjutnya
disebut Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang berkedudukan setingkat
dalam negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyaluran, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Dalam pasal 75 Undang-Undang R.I. Nomor 39 tahun 1999 disebutkan bahwa
Komnas HAM bertujuan :
a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak
asasi manusia sesuai dengan Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945, dan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia; dan
b. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia
guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuannya dalam berbagai bidang kehidupan.

F. Elemen Penegak Hukum


Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi
penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit,
aparatur penegak hukum yang teribat dalam proses tegaknya hukum, dimulai dari
saksi, polisi, penasehat hkum, jaksa, hakim dan petugas sipil pemasyarakatan.
Dalam proses bekerjanya aparatur penegak hukum, terdapat tiga elemen
penting yang mempengaruhi, yaitu:
1. Institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana prasarana
pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya.
2. Budaya kerja yang terkait dengan aparatnya termasuk mengenai
kesejahteraan aparatnya.
3. Perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaanya
maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik
hukum materiilnya maupun hukum acaranya.

G. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum


Menurut Soerjono Soekanto factor-faktor yang mempengaruhi
penegakkan hukum sebagai berikut:
1. Faktor hukumnya sendiri
Semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin baik memungkinkan
penegakannya. Sebaliknya, semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan
semakin sukarlah menegakkannya. Secara umum, peraturan hukum yang baik
adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofis.

15
a. Secara Yuridis:
Setiap peraturan hukum yang berlaku haruslah bersumber pada
peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Ini berarti bahwa setiap
peraturan hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan
peraturan hukum yang lebih tinggi derajatnya. Misalnya, Undang-
Undang di Indonesia dibentuk oleh Presiden dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat.
b. Secara Sosiologis:
Bilamana peraturan hukum tersebut diakui atau diterima oleh
masyarakat kepada siapa peraturan hukum tersebut ditujukan/
diberlakukan menurut “Anerkennungstheorie”, “The recognition
Theory”). Teori ini bertolak belakang dengan “Machttheorie”, Power
Theory”) yang menyatakan, bahwa peraturan hukum mempunyai
kelakuan sosiologis, apabila dipaksakan berlakunya oleh penguasa,
diterima ataupun tidak oleh warga masyarkat.
c. Secara Filosofis:
Apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita
hukum (rechtsidde) sebagai nilai positif yang tertinggi. Dalam negara
Indonesia, cita-cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi adalah
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.[4]
2. Faktor Penegak Hukum
Secara sosiologi setiap penegak hukum tersebut mempunyai kedudukan
(status) atau peranan (role). Kedudukan social merupakan posisi tertentu dalam
struktur masyarakat yang isinya adalah hak dan kewajiban.
Penegakkan hukum dalam mengambil keputusan diperlukan penilaian
pribadi yang memegang peranan karena:
a. Tidak ada perundingan undang-undang yang sedemikian lengkap,
sehingga dapat mengatur perilaku manusia.
b. Adanya hambatan untuk menyelesaikan perundang-undangan dengan
perkembangan masyarakat sehingga menimbulkan ketidakpastian.
c. Kurangnya biaya untuk menerapkan perundang-undangan.
d. Adanya kasus-kasus individual yang memerlukan penanganan khusus.
3. Faktor sarana atau Fasilitas
Sarana atau fasilitas antara lain mencakup tenaga manusia yang
berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai,
keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi maka
mustahil penegak hukum akan mencapai tujuannya.
Misalnya, untuk membuktikan apakah suatu tanda tangan palsu atau tidak,
kepolisian di daerah tidak dapat mengetahui secara pasti, karena tidak mempunyai
alat untuk memeriksanya, sehingga terpaksa dikirim ke Jakarta
Dengan demikian dapatlah disimpulkan, bahwa sarana atau fasilitas sangat
menentukan dalam penegak hukum. Tanpa sarana atau fasilitas yang memadai,
penegak hukum tidak akan dapat berjalan lancar, dan penegak hukum tidak
mungkin menjalankan peranan yangg seharusnya.
4. Faktor Masyarakat
Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin
memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya, semakin rendah tingkat
kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin sukar untuk melaksanakan
penegak hukum yang baik.
Kesadaran hukum merupakan suatu pandangan yang hidup dalam
masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan itu berkembang dan dipengaruhi
oleh berbagai faktor yaitu agama, ekonomi, politik, dan sebagainya. Pandangan
itu selalu berubah, oleh karena itu hukum pun selalu berubah. Maka diperlukan
upaya dari kesadaran hukum, yakni:
a. Pengetahuan hukum
b. Pemahaman hukum
c. Sikap terhadap norma-norma
d. Perilaku hukum.
5. Faktor Kebudayaan
Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum
yang berlaku, nilai-nilai mana yang merupakan konsepsi-konsepsi yang abstrak
mengenai apa yang dianggap baik (sehingga dituruti) dan apa yang dianggap
buruk (sehinga dihindari). Maka, kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau

17
mendasari hukum adat yang berlaku. Disamping itu berlaku pula hukum tertulis
(perundang-undangan), yang dibentuk oleh golongan tertentu dalam masyarakat
yang mempunyai kekuasaan dan wewenang untuk itu. Hukum perundang-
undangan tersebut harus dapat mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar dari
hukum adat, agar hukum perundang-undangan tersebut dapat berlaku secara aktif.
Mengenai berlakunya undang-undang tersebut, terdapat beberapa azas
yang tujuannya adalah agar undang-undang tersebut mempunyai dampak yang
positif.
Azas-azas tersebut antara lain:
1) Undang-undang tidak berlaku surut,
2) Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi,
3) Mempunyai kedudukan yang lebih tinggi,
4) Undang-undang yang bersifat khusus menyampingkan undang-undang
yang bersifat umum, apabila pembuatnya sama,
5) Undang-undang yang berlaku belakangan, membatalkan undang-
undang yang berlaku terdahulu.

H. Upaya-Upaya Penegakan Hukum untuk Menjamin Keadilan dan


Kedamaian

Penegakan hukum merupakan pondasi utama dalam kehidupan Bernegara,


guna terciptanya ketertiban dan ketentraman sehingga tidak heran jika banyak
Negara di dunia menjadikan penegakan hukum sebagai prioritas kebijakan dan
pembaharuan, termasuk Indonesia yang ditandai dengan mulai berbenah dan
dilengkapinya segala bentuk infrastruktur lembaga-lembaga baik itu dalam
lingkup kekuasaan eksekutif, yudikatif, maupun lembaga-lemabaga pengawas
independen yang bertugas melakukan pengawalan terhadap terealisasinya jaminan
penegak hukum.
Berbagai macam cara untuk mengatasi masalah penegakan hukum di
Indonesia sebagai berikut.
1. Penegak hukum seharusnya berjalan tidak semata melihat fakta, tetapi
menimbang serta melihat latar belakang peristiwa, alasan terjadinya
kejadian, unsur kemanusaian dan juga menimbang rasa keadilan dalam
memberikan keputusan.
2. Hukum seharusnya tidak di tegakan dalam bentuk yang paling kaku,
arogan, dan hitam putih. Tapi, harus berdasarkan rasa keadilan yang
tinggi, tidak hanya mengikuti hukum dalam konteks perundang-
undangan hitam putih semata. Karena hukum yang ditegakan yang
hanya berdasarkan konteks hitam putih belaka hanya akan menghasilkan
keputusan-keputusan yang kontroversial dan tidak memenuhi rasa
keadilan yang sebenarnya.
3. Hakim sebagai pemberi keputusan seharusnya tidak menjadi corong
undang-undang yang hanya mengikuti peraturan perundang-undangan
semata tanpa mempedulikan rasa keadailan. Hakim seharusnya
mengikuti perundang-undangan dengan mementingkan rasa keadilan
seadil-adilnya sehingga keputusannya dapat memenuhi rasa keadilan
yang sebenarnya.
4. Memberikan Pendidikan dan penyuluhan hukum baik formal maupun
informal secara berkesinambungan kepada masyarakat tentang
pentingnya penegakan hukum di Indonesia sehingga masyarakat sadar
hukum dan menaati peraturan yang berlaku.
5. Menyediakan bantuan hukum bagi si miskin dan buta hukum.
Melaksanakan asas proses yang tepat, cepat dan biaya ringan semua
tingkat peradilan.
6. Pemberian saksi yang tegas kepada aparat penegak hukum yang tidak
menjalankan tugas dengan semestinya.

19
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari pembahasan ini yaitu penegakan
hukum adalah suatu upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum sebagai
pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subyek hukum
maupun para aparat penegak hukum resmi yang diberi tugas dan wewenang oleh
UU untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku di
masyarakan dan negara. Peran-peran lembaga penegak hukum juga sangat
diperlukan dalam menjalankan hukum.

B. Saran
Dalam makalah ini, penulis menyarankan agar kita dapat
mensosialisasikan politik kepada masyarakat dengan sosialisasi yang benar dan
tepat sehingga masyarakat dengan mudah menerimanya. Oleh karena itu, untuk
politikus disarankan agar dapat menjalankan politik itu sesuai dengan ketentuan
Undang-undang yang berlaku dan tidak menjadikan politik untuk kepentingan
pribadi.
DAFTAR PUSTAKA

Ir iani, Dewi. ____. Pengenalan Ilmu Hukum. Ponorogo: STAIN Ponorogo.

Mahfiana, Layyin. 2005. Ilmu Hukum. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.

Raharjo, Sadjibto. ____.Masalah Penegakan Hukum. Bandung: Sinar Baru.

Tim Redaksi.2014. Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

21

Anda mungkin juga menyukai