Hakikat Pendidika1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 365

BAB I

HAKIKAT PENDIDIKAN
(Abd Gani)

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam setiap kehidupan
manusia. Pendidikan Islam dengan berbagai macam corak yang berorientasi
untuk memberikan bekal kepada manusia sebagai peserta didik, untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, semestinya
pendidikan Islam selalu diperbaharui konsep dan aktualisasinya dalam rangka
merespon perkembangan zaman yang selalu dinamis dan temporal, agar
peserta didik dalam pendidikan Islam tidak hanya berorientasi pada
kebahagiaan hidup setelah mati (eskatologis), akan tetapi kebahagiaan hidup
di dunia juga bisa diraih.
Dalam kenyataannya, di dunia Islam telah muncul berbagai macam isu
yang dipecahkan dan dicari jalan penyelesaiannya. Krisis yang terburuk dalam
hal pendidikan Islam. Inilah yang menuntut agar selalu dilakukan
pembaharuan (modernisasi) dalam hal pendidikan dan segala hal yang terkait
dengan kehidupan umat Islam. Pada persoalan kurikulum keilmuan misalnya,
selama ini pendidikan Islam masih sering hanya dimaknai secara parsial dan
tidak integral sehingga peran pendidikan Islam di era global sering
dipertanyakan. Masih terdapat pemahaman dikotomis keilmuan dalam
pendidikan Islam. Dan sering kali Pendidikan Islam hanya dipahami sebagai
pemindahan pengetahuan (knowledge) dan nilai-nilai (values) ajaran Islam
yang tertuang dalam teks-teks agama, sedangkan ilmu-ilmu sosial (social
sciences) dan ilmu-ilmu alam (nature sciences) dianggap pengetahuan yang
umum (sekular). Padahal Islam tidak pernah men-dikotomi-kan antara ilmu-
ilmu agama dan umum. Semua ilmu dalam Islam dianggap penting asalkan
berguna bagi kemaslahatan umat manusia.
Bertolak dari problematika tersebut di atas, Islam dikenal mempunyai dua
sistem pendidikan yang berbeda proses dan tujuannya. Pertama, sistem
pendidikan tradisional yang hanya sebatas mengajarkan pengetahuan klasik
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan kurang peduli terhadap peradaban teknologi modern, dan ini sering
diwarnai oleh corak pemikiran Timur Tengah. Kedua, sistem pendidikan
modern yang diimpor dari Barat yang kurang memperdulikan keilmuan Islam
klasik. Bentuk ekstrim dari sistem yang kedua ini berupa universitas modern
yang sepenuhnya sekular. Oleh karena itu, pendekatannya bersifat non-
agamis. Para alumninya sering tidak menyadari warisan ilmu klasik dari
tradisi itu mereka sendiri.
Dalam khasanah dan discourse pendidikan dalam Islam terdapat sejumlah
istilah yang merujuk langsung pada pengertian pendidikan dan pengajaran
seperti, Tarbiyah, Ta’lim, Ta’dib, Tahdzib, Tabyin, dan Tadris. Secara umum,
dalam menggali suatu istilah, banyak kalangan ulama atau intelektual muslim
memulainya dengan pembahasan kata yang menyangkut hubungan derivasi
dan makna aslinya. Untuk itu biasanya dilakukan penelusuran dan eksplorasi
terhadap teks-teks yang dianggap memliki otoritas dari segi bahasa saja.
Istilah Arab yang telah umum dipakai untuk pendidikan adalah Tarbiyah.
Para penulis kontemporer dari kalangan muslim arab kebanyakan
menggunakan istilah Tarbiyah untuk istilah pendidikan. Tidak sedikit buku
yang dikarang untuk menjelaskan teori-teori pendidikan Islam dengan
menggunakan judul Al-Tarbiyyah Al-Islamiyyah. Nama kementerian di
beberapa Negara Arab yang mengurusi bidang pendidikan, juga disebut
Wizarat At-Tarbiyah. Di Indonesia, IAIN di salah satu jurusan di Fakultas
Tarbiyah juga mencoba untuk mencetak guru-guru agama. Melihat kenyataan
ini berarti telah Nampak pengaruh istilah Tarbiyah di perguruan Tinggi Islam
di Indonesia.
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Pendidikan Islam Dalam Perspektif Tarbiyah, Taklim,dan
Takdib
Hakikat pendidikan islam dapat dikembangkan dari makna
tarbiyah, taklim, dan takdib dalam islam. Tiga kata itulah yang
mewakili bagaimana hakikat pendidikan dalam islam.
a. Pengertian kata ‘tarbiyah’
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Istilah tarbiyah berasal dari kata raba, rabiya dan rabba. Kata
raba-yarbu, dengan arti nama-yannmu artinya: bertambah; tumbuh
menjadi besar. Kata rabiya-yarba dengan wazan khafia-yakhfa
artinnya naik, menjadi besar/dewasa, tumbuh berkembang. Kata
rabba- yarubbu, dengan arti aslahahu (memperbaikinya).1 Menurut
al- Ashfahani dalam Mu`jam Alfaz Alquran bahwa asal kata al-
rabb iahlah tarbiyah yaitu menumbuhkan sesuatu sedikit demi
sedikit sampai batas kesempurnaan.2
b. Pengertian kata “taklim”
Secara bahasa (etimologi), ta’lim merupakan bentuk masdar
dari kata ‘allama- yu’allimu - ta’liman yang berarti pengajaran.
Dalam al quran, kata ta’lim muncul dalam berbagai surat.
Sedangkan menurut istilah (terminologi) kata ta’lim adalah
merujuk kepada pengajaran yang bersifat pemberian atau
penyampaian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan.3
Istilah lain yang juga digunakan dalam pendidikan islam
adalah kata taklim. Dalam sejarah pendidikan islam, terma
mu`allim telah digunakan untuk istilah pendidik. Menurut konsep
pendidikan islam, kata taklim lebih luas jangkauannya dan lebih
umum daripada kata tarbiyah4.
c. Pengertian kata “takdib”
Secara bahasa ta`dib dari kata addaba-yuaddibu yang artinya
adab. Al-Attas dalam bukunya ”Konsep Pendidikan Dalam Islam”
memberikan pendefinisian tentang Ta’dib dengan pendapatnya,
Pendidikan dalam kenyataanya adalah Ta’dib karena adab,
sebagaimana didefinisikan disini, sudah mencakup”ilmu dan amal”
sekaligus.
Nabi Muhammad SAW beliau bersabda: ”Tuhanku telah
mendidikku, dan dengan demikian menjadikan pendidikanku yang
terbaik”. Mashdar 'Addaba yakni Ta’dib yang telah diterjemahkan
1
Maragustam, filsafat pendidikan islam,(yogyakarta: kurnia kalam semesta)hlm 15
2
Ibid hlm 16
3
http://arisutomotulungagung.blogspot.com/2017/03/tarbiyah-talim-dan-tadib.html
4
Ibid hlm 19
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sebagai ”pendidikan” mempunyai arti yang sama, dan kita dapat


rekanan konseptualnya di dalam istilah Ta’lim.
Dalam pendefinisian kita tentang ”makna”, kita katakan bahwa
”makna” adalah pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah
sistem5. (karena pengetahuan terdiri dari sampainya, baik dalam arti
Hushul dan Wushul, makna di dalam dan oleh jiwa, maka kita
definisikan ”pengetahuan” sebagai pengenalan tempat-tempat yang
tepat dari segala sesuatu di dalam penciptaan sedimikian rupa,
sehingga hal ini membawa kepada pengenalan tentang tempat yang
tepat dari Tuhan dalam tatanan wujud dan keperiadaan) 6. Agar
pengetahuan bisa dijadikan ”pengetahuan”, kita masukkan unsur dasar
pengakuan di dalam pengenalan, dan kita definisikan kandungan
pendidikan ini sebagai pengenalan dan pengakuan tempat-tempat
Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan keperiadaan 7. Kemudian
kita definisikan pendidikan, termasuk pula proses pendidikan, sebagai
pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan
ke dalam manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu
di dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini
membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang
tepat di dalam tatanan wujud dan keperiadaan.
2. Pendidikan Perspektif Nativisme, Empirisme dan Konvergensi
Dalam dunia pendidikan, syarat-syarat seorang pendidik
diantaranya, mengetahui perkembangan manusia (peserta didik) dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya agar pendidikan berjalan efektif
dan efisien sehingga tujuan pendidikan dapat tercapai. Barat
memandang perkembangan manusia dengan pola pikir antroposentris.
Artinya perkembangan manusia seakan-akan hanya dipengaruhi faktor
manusiawi yaitu keturunan/ pembawaan dan lingkungan. Sehingga
muncul tiga aliran besar yaitu nativisme, empirisme dan konvergensi.

5
M.Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan Islam, (ttp;.tnp.,t.t.), hal.38.
6
Ibid, hal 44-45
7
Ibid, hal-50
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Sedangkan Islam memandang bahwa manusia diciptakan Allah


dalam struktur yang paling baik diantara makhluk yang lain. Struktur
manusia terdiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah atau unsur fisiologis
dan unsur psikologis. Jadi, Islam selain memandang manusia dengan
pola pikir antroposentris juga dengan teosentris. Dengan demikian,
apakah pandangan Barat dan Islam bertentangan atau sejalan.
a. Nativisme
Nativisme berasal dari kata dasar “natus” artinya lahir dan
“nativius” artinya kelahiran, pembawaan.8 Nativisme berpendapat
bahwa perkembangan individu semata-mata ditentukan oleh faktor
pembawaan yang dibawa sejak lahir.9 Aliran ini memandang hereditas
(heredity)10 sebagai penentu kepribadian.
Jadi, menurut aliran ini pembawaan yang dibawa sejak manusia
dilahirkan itulah yang menentukan perkembangan berikutnya. Asumsi
yang mendasari aliran ini adalah bahwa pada diri anak dan orang tua
terdapat banyak kesamaan baik fisik maupun psikis. 11 Dalam ilmu
pendidikan nativisme disebut juga dengan pesimisme pedagogik. 12 Jika
benar segala sesuatu ditentukan dan tergantung pada dasar atau
pembawaan, maka pengaruh lingkungan dan pendidikan dianggap tidak
akan berpengaruh apa-apa terhadap perkembangan manusia.
b. Tokoh-Tokoh Nativisme
Aliran ini dipelopori oleh Arhur Scopenhauer (1788-1860) seorang
psikolog berkebangsaan Jerman. Aliran ini juga didukung oleh Frans
Josseph Gall (1785-1825). Tokoh lainnya, Plato, Descartes dan
Lambroso.13Itulah tokoh-tokoh dalam aliran Nativisme.

8
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam 2 (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), 111
9
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993),
185.
10
Hereditas adalah totalitas sifat-sifat karakteristik yang dibawa atau dipindahkan dari
orang tua ke anak keturunannya.
11
Netty Hastati dkk., Islam dan Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005),
174-175.
12
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2000), 59.
13
Netty Hastati dkk,. Islam, 175
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

c. Relevansi Nativisme dengan Proses Pendidikan Islam


Konsep Nativisme tentang pembawaan/potensi dasar tidak berbeda
jauh dengan konsep fitrah dalam Islam. Fitrah yang dalam pengertian
etimologis mengandung arti “kejadian” yang didalamnya berisi potensi
dasar beragama yang benar dan lurus yaitu Islam. Potensi dasar ini
tidak dapat diubah oleh siapapun atau lingkungan apapun, karena fitrah
itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan
baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi manusia.14
d. Persamaan dan Perbedaan Nativisme dan Pendidikan Islam
1) Persamaannya:
Keduanya mengakui pentingnya faktor pembawaan. Peserta
didik berperan besar dalam membentuk dan mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya. Sedang pendidik bertugas
mendampingi peserta didik mengembangkan potensinya. Jadi,
pendidik hanya sebagai fasilitator dalam pendidikan.
2) Perbedaannya:
Dalam pendidikan Islam karena adanya nilai agama yang
memiliki kebenaran mutlak maka pendidik bukan hanya sekedar
pembantu tetapi ia bertanggungjawab akan terbentuknya
kepribadian muslim pada peserta didik.15 Jadi, tanggung jawab
pendidik dalam perspektif Islam lebih besar daripada pendidik
perspektif aliran nativisme.
e. Empirisme
Empirisme berasal dari kata Yunani “empiria” yang berarti
pengalaman inderawi.16 Aliran empirisme juga bisa disebut dengan
aliran environmentalisme (environment: lingkungan). Empirisme
secara langsung bertentangan dengan nativisme. Kalau nativisme
berpendapat bahwa perkembangan manusia itu semata-mata
tergantung pada faktor dasar, maka empirisme berpendapat bahwa

14
H.M.Arifin, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), 89.
15
Muis Sad Iman, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah dan Progresivisme
John Dewey (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2004), 28.
16
Juhaya S. Praja, Aliran- Aliran Filsafat dan Etika (Bandung: Yayasan Piara, 1997), 71
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

perkembangan itu semata-mata tergantung pada faktor


lingkungan17sedangkan dasar tidak memainkan peranan sama sekali.
Asumsi psikologis yang mendasari aliran ini adalah bahwa
manusia lahir dalam keadaan netral, tidak memiliki pembawaan
apapun. Ia bagaikan kertas putih (tabula rasa) yang dapat ditulisi apa
saja yang dikehendaki.18 Teori ini terkenal dengan teori tabula rasa
dengan tokohnya John Locke. Dalam Ilmu Pendidikan, empirisme
disebut juga dengan Optimisme Pedagogik19 yang mengatakan bahwa
perkembangan anak menjadi manusia dewasa ditentukan oleh
lingkungannya atau oleh pendidikan dan pengalaman yang diterimanya
sejak kecil.
f. Tokoh-Tokoh Empirisme
Tokoh utama aliran ini adalah John Locke (1632-1704), George
Berkeky (1685-1753) dengan bukunya New Theory of Vision, David
Hume (1711-1776), David Hartley (1705-1757) dan James Mill (1773-
1836).20 Itulah tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam aliran empirisme.
Pengertian fitrah tidak hanya mengandung kemampuan dasar pasif
yang beraspek hanya pada kecerdasan semata dalam kaitannya dengan
pengembangan ilmu pengetahuan, melainkan mengandung pula tabiat
atau watak dan kecenderungan untuk mengacu kepada pengaruh
lingkungan eksternal, sekalipun tidak aktif. 21 Walaupun demikian al-
Qur’an dan al-Hadits tidak dapat dikatakan sebagai sumber Ilmu
Pendidikan yang berpaham empiris.
g. Persamaan dan Perbedaan Empirisme dan Pendidikan Islam
1) Persamaannya:
Keduanya sepakat bahwa anak yang baru lahir adalah bersih,
ibarat kertas putih yang siap ditulisi oleh pendidik.

17
Lingkungan yang dapat mempengaruhi perkembangan kepribadian terdiri dari 5 aspek
yaitu, geografis, sosiologis, cultural dan psikologis.
18
Netty Hartati dkk., Islam, 172.
19
Ngalim Purwanto, Ilmu, 59.
20
Netty Hartati dkk., Islam, 172
21
H.M. Arifin, Ilmu, 94.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

2) Perbedaannya:
Karena adanya perbedaan konsep fitrah dan teori tabula rasa,
maka peranan pendidik dalam pendidikan Islam lebih terbatas
dibandingkan dengan peranan pendidik aliran empirisme dalam
membentuk dan mengembangkan kepribadian anak didik (peserta
didik) tersebut.22 Masih dalam kerangka teori fitrah dan tabula rasa,
keduanya sama-sama berarti bersih. Namun fitrah berarti bersih
dan suci serta ada potensi tauhid. Sedangkan tabula rasa berarti
bersih saja (tidak suci) dan tidak punya potensi tauhid.
h. Konvergensi
Konvergensi berasal dari kata converge yang berarti “bertemu,
berpadu”. Terhadap pertentangan dua aliran diatas, maka William
Stern berusaha mengambil langkah yang lebih moderat. Menurutnya
perkembangan manusia itu bergerak secara konvergen antara nativisme
atau keturunan dan empirisme atau lingkungannya, termasuk
pendidikan.23
Jadi, konvergensi adalah suatu aliran yang berpendapat bahwa
perkembangan manusia dipengaruhi oleh interaksi dan perpaduan
antara faktor hereditas dan lingkungan. Menurut aliran ini hereditas
tidak akan berkembang secara wajar apabila tidak diberi rangsangan
dari faktor lingkungan. Sebaliknya, rangsangan lingkungan tidak akan
membina kepribadian yang ideal tanpa didasari oleh faktor hereditas.
Penentuan kepribadian seseoang ditentukan oleh kerja yang integral
antara faktor internal (potensi bawaan) maupun faktor eksternal
(lingkungan pendidikan).24 Keduanya berproses secara konvergen
tanpa bisa dipisahkan.

22
Muis Sad Iman, Pendidikan, 28
23
http://www.reformasi- institute.com/index
24
Netty Hartati dkk., Islam, 178.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

i. Tokoh-tokoh Konvergensi
Tokoh aliran ini adalah William Stern (1871-1938) dan Alfred
Adler.25 Itulah tokoh-tokoh yang cukup berpengaruh dalam aliran
konvergensi.
1) Persamaannya:
Keduanya mengakui pentingnya faktor endogen dan eksogen
dalam membentuk dan mengembangkan kepribadian peserta didik.
2) Perbedaannya:
Dalam Islam kemana kepribadian itu harus dibentuk dan
dikembangkan sudah jelas yaitu ma’rifatullah dan bertakwa kepada
Allah sedang dalam pendidikan konvergensi yang berdasarkan
antroposentris pembentukan dan pengembangan kepribadian
diarahkan untuk mencapai kedewasaan dan kesejahteraan hidup di
dunia.26
Selain meyakini bahwa faktor internal (bawaan) dan eksternal
(lingkungan) sangat berpengaruh dalam pendidikan, yaitu
pembentukan kepribadian muslim yang berkualitas. Dalam Islam
yang terpenting adanya hidayah dari Allah sebagai penentu
keberhasilan dalam pendidikan.
Dengan pengertian pendidikan islam tidak hanya terbatas pada
menumbuhkan, mengembangkan, memilihara, memimpin dan menjaga
potensi-potensi peserta didik pada masa anak-anak tetapi juga sampai
dewasa bahkan sampai akhir kehidupan manusia itu sendiri. Proses
pendidikan tidak hanya terbatas pada pendidikan informal (keluarga)
tetapi juga pendidikan formal seperti sekolah dan pendidikan
nonformal, seperti kursus-kursus, media, pelatihan, bahkan perjalanan
hidup manuasia adalah pendidikan.
Proses pendidikan islam tidak hanya terbatas pada pendidikan yang
bersifat materi seperti jasmani tetapi juga pendidikan immateri, seperti
akal, hati, rasa dan pritualitas keagamaannya. Dan ini sejalan dengan
pengertian pendidikan yang terdapat dalam UU Sisdiknas nomor 20
25
Sumadi Suryabrata, Psikologi, 189.
26
Muis Sad Iman, Pendidikan, 28.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

tahun 2003 bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terancana untuk
mewuujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak
mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.

C. KESIMPULAN
Pengertian pendidikan islam tidak terlepas pada kata dan makna dari
tarbiyah, taklim dan takdib, karena tiga hal ini saling terhubung dalam
proses pendidikan, yang artinya menumbuh kembangkan potensi peserta
didik dengan pemberian pengetahuan dan ketrampilan supaya peserta
didik tersebut faham akan dirinya dan penciptanya. hakikat pendidikan
islam ialah suatu proses pendidikan yang dialami didunia ini untuk
mengambil hikma dan pembelajaran dari pristiwa tersebut. Pendidikan non
islam (nativisme, empirisme dan konvergensi) dalam prosesnya tidak
melibatkan campur tangan tuhan didalam nya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB II
HAKIKAT MANUSIA, DAN MASYARAKAT

(Afisgo Pratama)

A. PENDAHULUAN
Struktur ide pendidikan dalam Islam ialah manusia dan masyarakat yang
menjadi salah satu ide pendidikan. Berbicara soal manusia tentu tidak pernah
ada habisnya. Jika ada seseorang merasa tuntas telah membicarakan soal
manusia berarti sama saja dengan memperkecil makna dan kandungan
kapabilitas memahami persoalan tentang manusia itu sendiri. Hakikat manusia
tidak akan pernah ditangkap secara utuh dan pasti, karena banyaknya dimensi
dan misteri yang dikandungnya. Maka setiap kali seseorang selesai memahami
dari satu dimensi tentang manusia, maka muncul pula dimensi lainnya yang
belum ia bahas27.
Manusia dalam pendidikan menempati posisi sentral, karena manusia
selain dipandang sebagai subjek, bisa dilihat sebagai objek pendidikan itu
sendiri (Imam Barnadib. 1988). Sebagai subjek, adalah manusia sebagai
pelaku dalam dunia pendidikan. Selain itu juga manusia menentukan corak
dan arah pendidikan, khususnya manusia dewasa bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan pendidikan dan secara moral berkewajiban atas
perkembangan pribadi peserta didik. Sedangkan sebagai objek, adalah
manusia sebagai pokok tujuan dalam pendidikan. Manusia menjadi fokus
perhatian segala teori dan praktik pendidikan. Konsep pendidikan harus
mengandalkan pemahaman mengenai siapa manusia itu sebenarnya28.
Manusia tidak bisa hidup sendirian. Karena dia adalah makhluk sosial
yang selalu tergantung kepada orang lain. Disamping manusia bergantung
kepada manusia lain, juga karakteristik manusia itu ialah berkemampuan
menyesuaikan diri (adaptability) dengan kondisi lingkungan yang dia hadapi.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia karena ia diberi
kemampuan berpikir (kognitif), merasa (afektif), dan melakukan
(psikomotorik). Ummah (masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling
27
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Manghadapi
Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2016. hlm. 60.
28
Ibid., hlm. 61.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

berinteraksi bersama yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama, warisan
budaya, lingkungan sosial, keluarga, politik, tanah air, perasaan, cita-cita dan
lain-lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup.29

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat manusia dalam Islam
Tuhan menciptakan manusia terdiri dari unsur ruh (jiwa, roh,
ruhNInyawa) dan jasad. Ruhani, dan jasad, adalah dua unsur yang tidak
dapat dipisah satu sama lain dan keduanya merupakan satu kesatuan dan
saling menyempurnakan dalam pembentukan manusia30.
Asal usul manusia terbagi menjadi dua yakni (1) Adam sebagai nenek
moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai keturunan
Adam. Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an memakai istilah tin, turab, salsal seperti fakhkar, dan salsal
yang berasal dari hama’ masnun.
a) Kata Tin.
Kata tin antara lain terdapat pada QS. Al-Mu’minun (23):12.31
‫َو َلَقْد َخ َلْقَنا اِإْل ْنَس اَن ِم ْن ُس اَل َلٍة ِم ْن ِط يٍن‬
Arinya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah”.
Pada umumnya para musfassir mengartikan kata tin dengan saripati
tanah lumur atau tanah liat. Menurut Ibnu Katsir (1966), Ahmad
Musthofa (1974), Jamal (1952), dan Magjunah (1969) bahwa kata tin
berarti bahan penciptaan adam dari komponen saripati tanah liat.

29
Ibid., hlm. 82.
30
Ibid., hlm. 62
31
Tafsir web, surat al-muminun ayat 12, dikutip dari https://tafsirweb.com/5904-surat-al-
muminun-ayat-12.html, html, pada selasa,tanggal 19 febuari 2019, pukul 19.20 WIB.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

b) Kata Turab.
Kata turab antara lain terdapat pada QS. Al-Kahf (18):3732.
‫َقاَل َلُه َص اِح ُبُه َو ُهَو ُيَح اِو ُر ُه َأَكَفْر َت ِباَّلِذ ي َخ َلَقَك ِم ْن ُتَر اٍب ُثَّم ِم ْن ُنْطَفٍة ُثَّم َس َّواَك َر ُجًل‬
Artinya: “Kawannya (yang mukmin) berkata kepadanya, sedang dia
bercakap-cakap dengannya: "Apakah kamu kafir kepada (Tuhan) yang
menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia
menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna?”.
Menurut Nazwar Syamsu (1983) bahwa semua ayat yang mengandung
kata turab berarti saripati tanah. Muhammad Jawwad membagi asal usul
penciptaan manusia menjadi dua yakni (1) langsung dari saripati tanah
tanpa perantara yakni Adam dan (2) tidak langsung dari tanah seperti
menciptakan Bani Adam berasal dari nutfah (mani) dan darah, yang
keduanya berasal dari berbagai macam makanan.
c) Salsal seperti fakhkar yang berasal dari hama’ masnum.
Kata salsal terdapat ada QS. Al-Rahman (55): 1433.
‫َخ َلَق اِإْل ْنَس اَن ِم ْن َص ْلَص اٍل َك اْلَفَّخ اِر‬
Artinya: “Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar”.
Menurut Fachrur Razy (tth), dimaksud dengan salsal ialah tanah
kering yang bersuara dan belum dimasak. Jika salsal sudah dimasak
jadilah dia (fakhkhar) sebagai komponen penciptaan Adam. Sedangkan
kata salsal yang berasal dari hama’ masnun, menurut al-Maraghi (1974)
ialah tanah kering, keras, bersuara, yang dapat diukir, warna hitam yang
dapat diubah-ubah, yang dituangkan dalam cetakan agar menjadi kering.
Seperti barang-barang permata yang dicairkan dan dituangkan dalam
cetakan.
d) Peniupan ruh.

32
Tafsir web, surat al-kahfi ayat 37, dikutip dari https://tafsirweb.com/4863-surat-al-kahfi-
ayat-37.html, html, pada selasa, tanggal 19 februari 2019, pukul 19.55 WIB.
33
Tafsir web, surat alr-rahman ayat 14, dikutip dari https://tafsirweb.com/10362-surat-ar-
rahman-ayat-14.html, html, pada selasa, tanggal 19 februari 2019, pukul 20.17 WIB.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Setelah pembentukan fisik mendekati sempurna yakni adanya


persenyawaan antara komponen fin (tanah liat yang berasal dari tanah
lumpur yang bersih), turab (saripati tanah), dan salsal seperti fakhkhar
berasal dari hama’ masnun (dari lumpur hitam yang dicetak dan diberi
bentuk), lalu Allah meniupkan Roh-Nya kepada Adam dan sejak itu dia
benar-benar menjadi makhluk yang sesungguhnya (jasmani dan ruh) yang
sempurna sehingga para malaikat pun diperintahkan oleh Allah agar
tunduk dan bersujud kepada Adam.34

2. Istilah Al-Qur’an tentang Manusia dan Perangkat Jati diri Manusia


Perangkat pembentukan kompleksitas zat insaniyah (jati diri manusia)
terdiri dari dimensi materi berupa fisik dan dimensi immateri berupa roh. Roh
mengandung unsur akal, hati, dan nafs (nafsu). Al-Qur’an menggunakan
beberapa istilah yang menunjukkan kepada manusia. Seperti basyar dan
insan.
a) Kata Insan
Manusia jika merujuk kepada kata insan,
nasiya dan aluns/anisa berarti mengacu kepada manusia dari aspek mental
spiritualnya. Kata insan yang bentuk jamaknya (pluralnya) al-nas dari segi
semantik atau ilmu tentang akat kata, dapat dilihat dari asal kata anasa
yang mempunyai arti melihat, megetahui, dan minta izin. Selanjutnya kata
insan juga dilihat dari asalnya nasiya yang berarti lupa. Sedangkan
kata insan jika dilihat dari asal katanya dari al-uns atau anisa dapat berarti
jinak (Loes Ma’luf, 1987). Menurut Musa Asy’ari (1992), bahwa atas
dasar insan dari kata anasa mengandung petunjuk adanya kaitan
substansial antara manusia dengan kemampuan penalaran. Yakni dengan
penalarannya itu manusia dapat mengambil pelajaran dari apa yang
dilihatnya, ia dapat pula ia mengetahui apa yang benar dan apa yang salah,

34
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Manghadapi Arus
Global, Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2016. hlm. 62-64.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan mendorong untuk meminta izin menggunakan sesuatu yang bukan


miliknya.
Insan dari asal kata “nasiya”, berarti lupa atau salah. Manusia
mempunyai sifat salah dan lupa. Manusia lupa terhadap sesuatu hal,
disebabkan ia kehilangan kesadaran terhadap sesuatu. Oleh karena itu,
dalam kehidupan beragama, orang yang lupa dibebani hukum atau tidak
diminta pertanggung jawaban seseorang dalam keadaan tidak menyadari
atau lupa terhadap perkataan dan perbuatanya.
b) Kata Basyar
Manusia jika merujuk kepada kata basyar, berarti mengacu pada
manusia aspek lahiriahnya. Kata basyar dipakai untuk menyebut semua
makhluk, baik laki-laki maupun perempuan, baik individu maupun
kolektif. Kata basyar adalah jamak (plural) dari kata basyarah yang
berarti permukaan kulit kepala, wajah dan tubuh yang menjadi tempat
tumbuhnya rambut. Ibnu Barzah mengartikanya sebagai kulit luar. Al-Lais
mengartikanya sebagai permukaan kulit pada wajah dan tubuh manusia.
Oleh karena itu kata mubasyarah diartikan mulamasah yang artinya
persentuhan antara kulit laki-laki dan kulit perempuan. Disamping itu kata
mubasyarah juga diartikan sebagi al-iwat, atau al-ijma’ yang artinya
persetubuhan antara laki-laki dan perempuan.35
Sedangkan yang menunjukkan kepada kompleksitas jati diri manusia ialah
kata al-jism, ‘aql, qalb, nafs, dan fitrah.
a) Kata Jism
Al-jism (tubuh). Kekuatan tubuh sesungguhnya sebagai persyaratan
menjalankan tugasnya di muka bumi termasuk tugas pendidikan, bukan
melanggar perintah-Nya. Pendapat sebagian orang yang merendahkan arti
penting tubuh, tidak terdapat dalam Islam. Al-Qur’an menganjurkan dan
bahkan menyuruh manusia supaya merawat tubuhnya serta memenuhi

35
Ibid., hlm. 67-69.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kebutuhannya berupa makanan, minuman dan pakaian (QS.Al-Baarah,


[2]: 57,60 dan 168).
Keperkasaan tubuh dan kesempurnaan kekuatannya merupakan modal
untuk sehat pikiran. Sebagaimana dalam perumpamaan dikatakan bahwa
akal yang sehat terdapat dalam tubuh yang sehat.
b) Kata al-‘aql
Kata ‘aql berasal dari kata Arab, yakni al-‘aql yang dalam bentuk kata
benda. Keberadaan akal menjadi penopang tiang agama, dan sebagai
tempat penyandaran tugas khalifah dan hamba. Untuk itu penyebutan akal
selalu dalam bentuk kata kerja bukan dalam bentuk kata benda. Karena
manusia harus selalu aktif menggunakannya sesuai dengan pengertian
yang ada pada akal itu sendiri. Bahkan orang yang tidak menggunakan
akalnya disamakan dengan binatang ternak (QS. Al-Furqan [25]: 43-44;
Al-Mulk [67]:10 dan Al-Anfal [8]:22).
c) Kata al-qalb (hati)
Qalbu berasal dari bahasa arab yang akar katanya adalah kata kerja
qalaba yang artinya membalik. Membalikkan yang atas dibawah, atau
yang menjadikan yang dalam di luar atau membalikkan senang menjadi
susah, cinta menjadi benci, yang semuanya itu merupakan esensi dari
pengertian kalbu.
Menurut Imam al-Ghazali dalam ihya’ nya (1975) bahwa kalbu itu
mempnyai dua pengertian. Pertama, ia berupa segumpal daging yang
berbentuk bulat memanjang seperti buah sanaubar, yang terletak di pinggir
dada sebelah kiri, yaitu segumal daging yang mempunyai tugas khusus
yang didalamnya ada rongga yang mengandung darah hitam sebagai
sumber roh. Kedua, ia berupa sesuatu yang latifah (halus), bersifat
rabbaniyah (ketuhanan) dan kerohanian yang ada hubungannya dengan
jasmani. Kalbu yang halus itulah hakikat manusia yang dapat menangkap
segala rasa, mengetahui dan mengenal segala sesuatu.
d) Kata Nafs
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Secara umum kata nafs berkaitan dengan manusia, menunjukkan


kepada sisi dalam manusia yang berpotensi baik dan buruk. Sekalipun
informasi dari Al-Qur’an bahwa nafs berpotensi untuk positif dan
berpotensi untuk negatif, namun diperoleh pula isyarat bahwa pada
hakikatnya potensi positif manusia lebih kuat daripada potensi negatifnya,
hanya saja daya tarik keburukan lebih kuat daripada daya tarik kebaikan.
Karena itu manusia dituntut agar memelihara kesucian nafs, tidak
mengotorinya (QS. AL-Syams [91]:9-10).
Al-Qur’an juga mengisyaratkan bermacam-macam kecendrungan nafs
pada peringkat-peringkatnya yakni nafs al-mutmainnah (nafs yang tenang)
(QS. Al-Fajr [89]:27), nafs al-waswasah yakni jiwa yang selalu was-was
dalam memilih berbagai opsi dalam hidup, kebaikan atau keburukan,
kebenaran atau kesalahan, kenikmatan atau kesusahan, dan seterusnya
(QS. Qaf [50]:16), nafs al-lawwamah yakni jiwa yang tidak pernah merasa
cukup. Jika seseorang berbuat kebajikan, dalam jiwanya akan mengatakan
“kenapa hanya sampai sekian itu, dan jika berbuat kejahatan kenapa hal
itu harus terjadi” dan seterusnya (QS. Al-Qiyamah [75]:3) dan nafs
ammarah bissu’ yakni jiwa yang selalu mendorong berbuat kerusakan dan
tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan, kealaman dan ketuhanan
(QS. Yusuf [12]:53). Dari peringkat-peringkat ini maka jelaslah bahwa
nafs itu dapat berupa potensi positif dan dapat juga berupa potensi negatif.
e) Kata Fitrah
Diantara potensi manusia yang terdapat dalam Al-Qur’an ialah fitrah.
Dari segi bahasa, kata fitrah terambil dari akar kata al-fatr yang bentuk
pulralnya fitrar yang dapat berarti cara penciptaan, sifat pembawaan sejak
ahir, sifat watak manusia, agama dan sunnah. Dengan demikian dapat
dijelaskan bahwa fitrah adalah sistem aturan atau potensi yang diciptakan
kepada setiap makhluk sejak keberadaannya baik ia makhluk manusia
ataupun yang lainnya. Seperti bawaan dasar manusia cenderung kepada
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

agama tauhid, kebenaran, keadilan, wanita, harta benda, anak dan lain-
lain.
Potensi-potensi manusia yang telah disebutkan sebenarnya akan cukup
untuk menggambarkan bagaimana kompleksitas potensi manusia itu. Hal
itu tergambar pada QS. At-Tin (95):4. Allah menciptakan manusia dalam
bentuk yang paling baik, baik dari segi potensi materi seperti fisiknya
maupun potensi immateri seperti daya roh, akal, hati, fitrah. Yang dengan
potensi-potensi tersebut, manusia bisa membedakan yang benar dari yang
salah, yang baik dari yang jelek, menimba ilmu pengetahuan, mewujudkan
cia-citanya, dan mengelola alam semesta ini36.

3. Hakikat Masyarakat (ummah) dalam Pendidikan Islam


a. Hakikat Masyarakat
Tidak ada satu individupun yang bisa hidup tanpa msayarkat. Untuk
itu manusia harus hidup bermasyarka, tujuan utama al-Quran kata Fazhul
Rahman menegakan tata masyarkat adil. Masyarakat yang adil itu sebuah
masyarakat yang etis dan egalitarian. Dengan nada yang serupa
Muhammad Abduh mengatakan bahwa Allah menciptakan manusia untuk
bermasyarkat. Sifat bermasyarkat kata Muhammad Abduh tidak diberikan
oleh Allah pada lebah dan semut Allah memberikan akal kepada
manusia untuk dapat bermasyarkat. Bermasyarkat yang dimaksud Abduh
berakal dan dengan akalnya ia berkreasi secara dinamis. Kalau dilihat dari
cara hidup lebah, mereka hidup tidak egois, tetapi mereka hidup
bermasyarakat dan kata haru yahya mereka mempunyai organisasi yang
luar biasa.
Maslow mengidentifikasi lima kelompok kebutuhan manusia yakni
kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan
potensi. Terlebih-lebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan
pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup

36
Ibid., hlm. 70-79.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yang dasar, inseting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi. Budi
inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang
bermakna dengan alam sekitranya dengan jalan memberi penilaian
terhadap obyek dan kejadian.
Kemampuan menyesuaikan diri itu dapat dilakukan manusia karena ia
diberi kemampuan berfikir (kognitif). Merasa (afektif), dan melakukan
( psikomotorik). Untuk itu manusia disebut makhluk sosial karena, (1)
Ketergantungannya kepada manusia lain, (2) berkemampuan
menyesuaikan diri, (3) berkemampuan berfikir, merasa, dan melakukan,
dan (4) berkebutuhan mengembangkan dan menyempurnakan dirinya
dengan bantuan orang lain. Dalam pandangan beberapa filosof, pengertian
masyarkat. Menurut Plato tidak membedakan antara pengertian Negara
dan masyarakat. Negara adalah kumpulan dari unit-unit kemasyarakatan.
Masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga. Sedangkan menurut Comte
memperluas analisis-analisis masyarakat, dengan menganut suatu
pandangan tentang masyarakat sebagai lebih dari suatu agriget
(gerombolan) individu-individu (Loren Bagus, 2000).
Al-Quran membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah,
diantaranya menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah
atau jama’ah. Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan al-Quran
lebih banyak menggunakan istilah ummah. Al-Quran menyebut kata
ummah sebanyak 51 kali. Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali.
Menurut Ali Syari’ati (1989) makna genetik ummah memiliki
keunggulan.
Setelah membandingkan dengan istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah,
jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan bahwa ummah memiliki
keunggulan muatan makna, yakni bermakna kemanusiaan yang dinamis,
bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya berasal dari kata amma
artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama). Pengertian ini
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

memuat tiga makna yaitu ”gerakan”, ”tujuan” dan “ketetapan hati yang
besar”.
Menurut Jhon Perince (1971) bahwa kata ummata berarti penduduk,
bangsa, ras, kelompok, ketentuan, istilah tertentu, waktu dan agama
tertentu. Muhammad Ismail Ibrahim mengartikan dengan “kelompok
manusia, muallim, seseorang yang baik pada semua seginya, agama dan
waktu (1968).
Dari berbagai pengertian tersebut dapat dijelaskan bahwa ummah
(masyarakat) adalah kumpulan manusia yang saling berinteraksi bersama
yang diikat oleh sesuatu (keyakinan atau agama), warisan budaya,
lingkungan sosial, keluarga, polotik, tanah air, perasaan, cita-cita dan lain-
lain) dalam rangka mencapai tujuan hidup37.
b. Ciri-ciri masyarakat ideal dalam Al-Qur’an
1) Adanya ide kesatuan dalam terma ummah. Ummah adalah komunitas
agamawi secara menyeluruh dan totalitas. Ide ini antara lain terdapat
pada QS. Al-Baqarah (2):213; Al-Maidah (5):48; Yunus (10):19; Huud
(11):21; An- Nahl (16):93; Al-Anbiyaa’ (21):92; dan Asy Syuraa
(42):8. Tuhan menciptakan manusia sebagai masyarakat yang satu yang
terikat sebagian dengan sebagian lainya. Manusia tidak bisa hidup
kecuali bermasyarkat yang saling membantu antara sebagian dengan
bagian lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidup.
2) Dalam bermasyarakat (ummah) membutuhkan pemimpin atau uswatun
hasanah atau pedoman dan petunjuk, yang dijadikan model dalam
merealisasikan kewajiban moral religiusnya dan untuk menciptakan
tatanan dunia yang etis, adil dan egalitarian. Untuk menjadi pemimpin
(imam) masyarakat haruslah melalui pendidikan dan pengalaman, dan
sedangkan imam berupa pedoman atau kitab haruslah datangnya dari
suatu yang tidak punya kepentingan yakni Allah SWT. Kata ummah
yang berarti pemimpin ini dapat ditemui dalam Al-Quran Q.S. Al-

37
Ibid., hlm. 82-84.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Baqarah, 2: 124; al-Israa’, 17:17 dan al-Furqaan, 25:74. Sedangkan


kata ummah yang berarti pedoman atau petunjuk terdapat pada Q.S.
Huud, 17:46 dan al-Ahqaaf, 46:12. Pada prinsipnya baik kata imam
berarti pemimpin atau petunjuk, pedoman atau jalan terang tidak ada
perbedaan yang principal karena istilah-istilah tersebut menunjuk
kepada sesuatu yang menjadi kompas dan sumber hidayah bagi umat
manusia dalm melaksanakan kewajiban-kewajiban moralnya di dunia
ini.
3) Ummah (masyarakat) dengan bentuk kata umam, pengertianya tidak
terbatas pada komunitas atau kelompok, atau suku-suku manusia dan
jin, tetapi juga termasuk komunitas makhluk lain, seperti binatang dan
burung. Menurut al-Asfahani (tanpa tahun) bahwa setiap macam
ummah itu ada watak atau karakter tersendiri yang telah Allah ciptakan
yang tetap seperti itu. Ummah dengan makna komunitas terdapat
binatang dan burung); al-Araaf, 7:38 (menunjuk kepada komunitas
manusia dan jin) dan al-A’raf, 7:160 (menunjukan kepada komunitas
suku Nabi Musa AS)38.
Dalam pembelajaran sering kita dengar kata sosiologi. Sosiologi secara
luas ialah ilmu tentang masyarakat dan gejala-gejala mengenai masyarkat.
Sosiologi seperti itu disebut macro sociology, yaitu ilmu tentang gejala-gejala
sosial, imstitusi-institusi sosial dan pengaruhnya terhadap masyarkat.
C. Kesimpulan
Pada hakikatnya manusia terdiri dari dua unsur yakni jasad (materi) dan ruh
(immateri). Dari kedua unsur yang tidak dapat dipisahkan itu diberi berbagai
potensi, seperti indera (pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lain-lain), akal,
hati dan lain-lain. Dalam doktrin Islam Adam dan Hawa adalah manusia pertama.
Sebelum Adam dijadikan terjadi dialog antara Malaikat dan Tuhan. Ketika Tuhan
berfirman kepada Malaikat “ Aku akan menjadikan di atas bumi ini khalifah,
lantas Malaikat menjawab “Apakah kamu (Tuhan) akan menjadikan di atas bumi

38
Ibid., hlm. 84-86.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

ini orang (manusia) yang hanya akan menumpahkan darah serta merusaknya?
”Allah menjawab: Aku lebih tahu dari apa yang tidak kau ketahui”. Setelah Adam
di jadikan sebagai manusia Allah mengajarkan semua nama-nama barang (Q.S.
Al-Baqarah 30-31). Asal usul manusia terbagi kepada dua yakni (1) Adam
sebagai nenek moyang manusia dan (2) manusia pada umumnya sebagai
keturunan Adam. Penyebutan asal usul penciptaan Adam beragam dalam
Alquran. Alquran memakai istilah fin, turab,
salsal seperti fakhkhar, dan salsal yang berasal dari hama masnun.
Al-Qur’an membahas tentang masyarakat dalam beberapa istilah, diantaranya
menggunakan istilah ummah, qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah atau jama’ah.
Namun dari sekian banyak istilah yang digunakan Al-Qur’an lebih banyak
menggunakan istilah ummah. Al-Qur’an menyebut kata ummah sebanyak 51 kali.
Sedangkan kata umam sebanyak 31 kali. Menurut Ali Syari’ati (1989) makna
genetik ummah memiliki keunggulan. Setelah membandingkan dengan
istilah qaum, qabilah, sya’b, tha’ifah, jama’ah dan lain-lain, ia berkesimpulan
bahwa ummah memiliki keunggulan muatan makna, yakni bermakna
kemanusiaan yang dinamis, bukan entitas beku atau statis. Ummah menurutnya
berasal dari kata amma artinya bermaksud (qashda) dan berniat keras (‘azama).
Pengertian ini memuat tiga makna: ”gerakan”, ”tujuan” dan “ketetapan hati yang
besar”39.

39
PI UII, hakikat manusia dan masyarakat, dikutip dari
http://piuii17.blogspot.com/2018/09/hakikat-manusia-dan-masyarakat.html, html, pada selasa tanggal
19 februari 2019.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB III
HAKIKAT ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
(Ammar Yusuf)

A. PENDAHULUAN

Filsafat pada masa klasik didefinisikan sebagai cinta terhadap


kebijaksanaan. Definisi ini merujuk kepada bahasa Yunani philosophia yang
berasal dari kata philein yang berarti cinta dan Sophos yang berarti
kebijaksanaan.40 Sedangkan filsafat pada masa sekarang dapat diartikan
sebagai sebuah cara berfikir yang harus memenuhi syarat-syarat berfikir
filosofis, yakni bersifat radikal, universal, konseptual, logis, sistematis, bebas,
komprehensif, dan bertanggung jawab.41 Lebih lanjut, hasil dari berfikir secara
filosofis inilah yang diyakini telah melahirkan berbagai ilmu pengetahuan
yang ada saat ini.
Sehubungan dengan ilmu pengetahuan yang berkembang saat ini, Islam
sebagai salah satu agama yang memiliki pengikut paling banyak kedua di
dunia ini42, tentunya juga memiliki pandangan tersendiri terhadap ilmu
pengetahuan tersebut, oleh karenanya, makalah ini akan mencoba membahas
pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan. Pembahasan pada makalah ini

40
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2011) hlm. 29. Lihat juga
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009) hlm.107. Al-Rasyidin
dan Samsul Nizar, Filsafat pendidikan Islam, (Jakarta : Ciputat Press, 2005), Suparlan Suhartono,
Filsafat Pendidikan, (Yogyakarta : Ar-Ruz Media, 2007), dan Bertrand Russel, Sejarah Filasafat
Barat Kaitannya dengan Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2004)
41
Ibid., hlm. 31-32
42
Secara kuantitas, jumlah umat Islam di seluruh dunia saat ini adalah sekitar 1,5 milyar jiwa
dan menjadi agama dengan pengikut terbanyak kedua setelah Kristiani (secara umum) dengan jumlah
jemaat sekitar 2 milyar jiwa. Lihat Youval Noah Harari, Homo Deus, (Jakarta : Pustaka Alvabet,
2018) hlm. 201
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

memberikan fokus terutama dalam kaitannya dengan epistemology Ilmu


pengetahuan dalam Islam.
B. PEMBAHASAN
1. Pandangan Islam Terhadap Ilmu Pengetahuan
Islam memandang bahwa ilmu pengetahuan merupakan salah satu
bagian yang sangat penting dalam kehidupan, bahkan tidak hanya sebatas
di dunia, tetapi juga hingga ke akhirat, oleh karenanya hampir setiap
muslim menganggap bahwa iman dan ilmu merupakan kesatuan yang
bersifat integralistik. Dalam al-Qur’an dan Sunnah, ilmu beberapa kali
disebutkan, baik secara tersurat maupun secara tersirat. Setidaknya
terdapat lebih dari 80 kali pengucapan kata ilmu secara tersurat dalam al-
Qur’an. Berikut ini akan disebutkan beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits
yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan :
a. Al-Qur’an
Al-Imron ayat 7 yang artinya :
“… dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata :“Kami
beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu
dari sisi Tuhan kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran
(daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal..”.
Al-Imron ayat 19 yang artinya :
“… Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi kitab
kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di
antara mereka…”.
Al-An’am ayat 80 yang artinya :
“… dia (Ibrahim)berkata “… ilmu Tuhanku meliputi segala
sesuatu, tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran ?”.
Al-Mujadalah ayat 11 yang artinya :
“… niscaya Allah akan mengangkat (derajat)orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang berilmu beberapa
derajat…”
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Selain beberapa ayat yang telah disebutkan di atas, masih banyak


lagi kata-kata dalam al-Qur’an yang secara tersirat merujuk kepada
ilmu pengetahuan seperti kata iqra’ (Q.S al-Alaq ayat 1), buah Tin,
buah Zaitun (Q.S. at-Tin ayat 1 dan 2), Semut betina43 (Q.S. an-Naml
ayat 18). Secara sederhana, ayat-ayat tersebut dapat dilihat sebagai
informasi tentang sesuatu yang pada umumnya kita telah ketahui,
namun jika kita lihat dari fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
manusia (huda li an-nas), ayat-ayat tersebut secara tersirat mengajak
manusia untuk berfikir tentang sesuatu yang telah diketahui tadi
dengan menggunakan berbagai pendekatan dan berusaha
mengungkapkan makna yang ada dibaliknya. Dalam upaya
mengungkapkan makna tersirat dari ayat-ayat tersebut tentunya
membutuhkan ilmu pengetahuan, dan setelah berhasil mengungkapkan
sebagian kecil makna tersirat dari ayat-ayat tersebut maka akan
melahirkan pengetahuan yang baru lagi.
b. Sunnah
Tidak hanya ayat-ayat dalam al-Qur’an, Muhammad SAW. Juga
berulang kali menggunakan kata ilmu dalam dakwahnya, diantaranya
sebagai berikut :
“Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim”
(HR. Ibnu Majah, Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, dan Ibnu Adi)
“Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu,
Allah akan memudahkan baginya jalan ke surga” (HR Muslim)

43
Agus Purwanto mencoba menafsirkan beberapa ayat kauniyah dengan mengklasifikasikan
ayat-ayat yang berkaitan dengan alam semesta, salah satu diantaranya ialah Q.S. an-Naml ayat 18.
Dalam tafsirannya yang menggunakan pendekatan tekstual (sharaf) dan saintifik (observing), Agus
menjelaskan bahwa pesan tersirat yang terdapat pada ayat tersebut adalah kelompok semut memiliki
beberapa kelebihan yang dapat dijadikan pelajaran bagi manusia, diantaranya menggunakan konsep
matriarki (karena dipimpin oleh Ratu), memiliki kemampuan navigasi yang baik, menjalankan konsep
pertanian, kerja kolektif, dsb. Lebih jelas lihat Agus Purwanto, Ayat-Ayat Semesta,(Bandung : Mizan,
2015) hlm. 210-212
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

"Wahai Abu Zar, keluarmu dari rumah pada pagi hari untuk
mempelajari satu ayat dari kitab Allah, itu lebih baik dari pada
engkau mengerjakan sholat seratus rakaat”. (HR.Ibnu Majah)
Selain beberapa hadits di atas, masih banyak lagi hadits yang
mengungkapkan tentang pentingnya ilmu pengetahuan. Tidak hanya
perkataan, bahkan berbagai tindakan Muhammad SAW sendiripun
merupakan salah satu contoh dari penguasaan tentang ilmu seperti
pengetahuan sejarah, politik, kepemimpinan, antologi (sastra), sosial,
bahkan saintifik.44
Berdasarkan beberapa ayat al-Qur’an dan Hadits yang telah
disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa Islam memiliki pandangan
yang serius terhadap ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan memiliki
keutamaan yang tidak hanya berguna bagi kehidupan di dunia, tetapi
juga bagi kehidupan di akhirat.

2. Sumber Ilmu Pengetahuan


Secara epistemologis, sumber pengetahuan dalam Islam pada
umumnya sama dengan sumber ilmu pengetahuan dalam dunia barat yakni
meliputi aspek akal (rasional), indra (empiris), dan intuisi, hanya saja
dalam pandangan Islam terhadap ilmu pengetahuan, dasarnya
ditambahakan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber utama dalam
memperoleh ilmu pengetahuan. Bahkan lebih jauh, epistemology Islam
meletakkan al-Qur’an dan Sunnah sebagai dasar yang paling utama dalam
memperoleh pengetahuan karena keduanya memiliki kebenaran yang
dipandang absolut.
a. Wahyu (Al-Qur’an dan as-Sunnah)

44
Pada masa sekarang, banyak sekali interpretasi dari berbagai ritual keagamaan yang
dilakukan oleh umat Islam seperti Puasa, Sholat, dan haji dengan menggunakan pendekatan saintifik
seperti psikologi, sosial, bahkan pendekatan biokimia.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dalam Islam, al-Qur’an dan Sunnah merupakan fondasi atau dasar


utama dalam berbagai hal termasuk ilmu pengetahuan. 45 Al-Qur’an
secara etimologis dapat diartikan sebagai bacaan, sedangkan secara
terminologis diartikan sebagai firman Allah SWT. 46 Namun tidak
hanya sebatas bacaan dari firman Allah, secara fungsional al-Quran
dapat digunakan sebagai petunjuk bagi manusia (huda li an-nas) untuk
melakukan berbagai hal dalam kehidupan. Al-Qur’an sebagai sumber
utama dalam ajaran Islam mengajarkan dan mengajak umat manusia
untuk selalu menggunakan akal dan fikirannya untuk memikirkan
seluruh ciptaan Allah SWT guna mengambil hikmah yang ada pada
ciptaan tersebut. Al-Qur’an merupakan sumber pengetahuan yang
membahas segala sesuatu yang ada di alam semesta baik yang bersifat
fisik secara makro, mikro, hingga hal-hal yang bersifat metafisika
(ghoib). Hal ini merupakan salah satu kesempurnaan ruang lingkup
yang terkandung di dalam al-Qur’an.
Setiap perkataan (bahkan huruf) di dalam al-Qur’an merupakan
sebuah petunjuk bagi manusia yang harus dipecahkan dan
diinterpretasikan dalam berbagai bentuk kegiatan di setiap aspek
kehidupan. Oleh karenanya pada sisi yang lainnya, Sunnah (setiap
sikap dan tindakan nabi Muhammad) merupakan penafsiran dari al-
Qur’an yang menjadi landasan praktik ajaran Islam secaara factual.
Lebih lanjut, menurut Mahmud, Sunnah yang dapat diartikan sebagai
perkataan, perbuatan, dan ketetapan Muhammad SAW merupakan
perwujudan dari al-Qur,an yang ditafsirkan untuk manusia sebagai
aktualisasi ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-
hari.47
b. Alam Semesta (Afaq)
45
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2011) hlm. 48,53,61.
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009) hlm.151-153. Danusiri,
Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal, (Yogyakarta : Pustaka pelajar, 1996) hlm. 41
46
Mahmud, Pemikiran…. Hlm. 61
47
Ibid…. Hlm. 62
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Muahammad Iqbal beranggapan bahwa dalam memperoleh ilmu


pengetahuan, alam (world dan nature) juga dapat dijadikan sebagai
salah satu sumbernya. Alam semesta menurutnya terpisah dari diri
manusia (anfus), oleh karenanya dalam upaya memahami ilmu
pengetahuan yang ada di alam, manusia diberikan Allah kemampuan
untuk menginderakan (panca indera), memikirkan (akal), dan
merasakan (intuisi) berbagai hal yang ada. 48 Lebih lanjut, berkaitan
dengan alam sebagai salah satu sumber ilmu juga berulang kali telah
disebutkan oleh al-Qur’an untuk ditelaah. Pesan al-Qur’an untuk
menelaah berbagai ayat yang berkaitan dengan alam semesta ini
disampaikan baik secara tersurat maupun tersirat. Agus Purwanto,
seorang ahli fisika teoritis mengklasifikasikan ayat-ayat yang
menurutnya membahas tentang alam semesta dan memberikan sedikit
tafsirannya terhadap beberapa ayat tersebut dengan menggunakan
pendekatan saintifik seperti kosmologi dan mekanika kuantum. 49
Sedangkan menurut Abudin Nata, berkaitan dengan alam semesta, ia
mengungkapkan bahwa alam semesta membawa pesan tauhid, karena
menurutnya segala sesuatu yang ada di alam ini (kosmologis)
merupakan ciptaan Allah dan diatur oleh-Nya dengan berbagai
ketetapan-Nya yang mengajak manusia untuk beriman dan bertauhid
kepada-Nya.50

c. Akal (Rasio)
Manusia merupakan ciptaan Allah yang ditugaskan untuk
mengemban dua amanah yakni sebagai wakil Allah di bumi (khalifah
fi al-ardh) dan sebagai hamba Allah (abdillah). Sebagai wakil Allah,

48
Danusiri, Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 1996) hlm.
43-48
49
Agus Purwanto, Ayat… hlm.
50
Abudin Nata, Ilmu Pendidikan islam, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2009) hlm.121
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

manusia ditugaskan untuk merawat hubungan antara manusia dengan


manusia, manusia dengan alam, dan manusia dengan Allah serta
mewujudkan keharmonisan antara ketiganya. Dalam menjalankan
amanahnya sebagai khalifah fil al-ardh, manusia dikaruniakan akal
oleh Allah. Akal merupakan kemampuan untuk berfikir, menganalisa
dan mengkonsepsikan serta menginterpretasikan berbagai hal yang
dapat dijangkau oleh akal manusia. Berkaitan dengan akal manusia,
Zubaedi menggunakan istilah “fitrah intelek” yang menurutnya
memang merupakan kemampuan bawaan manusia sejak dilahirkan
yang diberikan oleh Allah SWT.51
Muhammad Iqbal menganggap bahwa kemampuan akal
merupakan kemampuan yang sangat luar biasa karena kemampuannya
dalam bergerak secara sangat cepat. Iqbal memberikan contoh bahwa
manusia dengan sangat cepat dapat berpindah dari fikiran tentang
suatu objek kepada objek yang lainnya. Selain itu, kemampuan
konseptual akal yang sangat luar biasa tersebut bahkan mampu
membuat berbagai hal yang bersifat natural menjadi sesuatu yang
bersifat budaya, bahkan menurutnya, berbagai kebudayaan yang ada
saat ini merupakan hasil olah fikir dari akal. Kemampuan akal yang
sangat luar biasa tersebut menurut Iqbal tidak hanya memiliki potensi
positif, tetapi juga memiliki potensi negative. Akal mampu menipu
manusia dalam upaya memahami hal-hal yang bersifat metafisik
seperti hal-hal ghaib, jiwa, dan cinta, karena menurutnya terkait hal-
hal yang bersifat metafisik tersebut berada diluar kemampuan akal dan
indera, melainkan ranah keyakinan yang diperankan oleh intuisi
(qalbu), sehingga merupakan suatu kesalahan jika kita mencoba
merasionalkan hal-hal yang bersifat irasional.52
d. Indera (Empirik)

51
Zubaedi, Filsafat Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2012) hlm. 7
52
Danusiri, Epistemologi…. Hlm. 46-48
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Manusia pada umumnya memiliki kemampuan untuk melihat


dengan menggunakan mata, mendengar dengan menggunakan telinga,
mencium aroma dengan menggunakan hidung, mengecap rasa
degngan menggunakan lidah, dan meraba atau merasakan suatau
sensasi tertentu seperti sensasi panas atau dingin dengan menggunakan
kulit. Kelima organ tubuh tersebut dapat disebut dengan istilah panca
indera atau lima indera. Indera merupakan salah satu potensi yang
dimiliki oleh setiap manusia, namun demikian, ada juga beberapa
manusia yang terlahir tanpa memiliki kelima indera tersebut secara
lengkap. Pada umumnya, manusia yang tidak memiliki kelima indera
tersebut diistilahkan sebagai penyandang disabililitas (disability) atau
disfungsi organ yakni tidak berfungsinya salah satu atau beberapa
organ indera yang dimilikinya sebagai mana mestinya.
Berkaitan dengan kemampuan panca indera, Muhammad iqbal
beranggapan bahwa indera merupakan salah satu bagian dari
epistemology dalam Islam. Namun lebih lanjut, menurutnya Indera
hanya berperan untuk menangkap hal-hal yang bersifat material saja,
sedangkan untuk menelaah hal-hal yang bersifat immaterial atau
metafisika dapat difahami dengan menggunakan sumber ilmu
pengetahuan yang lain, terlebih intuisi yang akan dijelaskan kemudian.
Ketidakmampuan indera dalam menangkap hal-hal metafisik bukan
berarti manusia harus menolak atau menafikan tentang berbagai hal
yang bersifat immaterial tersebut, oleh karenanya empirisme dalam
Islam berbeda dengan empirisme David Hume (1711-1776), seorang
filosof barat yang beranggapan bahwa pengalaman empiris merupakan
puncak dalam ilmu pengetahuan.53
e. Intuisi
Sumber pengetahuan dalam epistemologi Islam yang terakhir
adalah intuisi atau hati atau perasaan atau qalbu. Intuisi merupakan

53
Ibid., hlm. 45
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

alat yang dapat digunakan untuk menangkap hal-hal yang bersifat


metafisika seperti pengalaman spiritual atau pengalaman batiniyah.
Intuisi banyak digunakan oleh tokoh-tokoh Islam dalam menerangkan
sesuatu yang tidak dapat ditangkap oleh akal dan indera seperti seni
dan cinta. Adapaun beberapa tokoh yang terkenal terkait
penggunaannya terhadap intuisi diantaranya Jalaludin Rumi yang
terkenal dengan gerakan-gerakan tariannya dan syair-syairnya yang
mampu menyentuh perasaan manusia, Rabiyah al-Adwiyah yang
terkenal dengan konsep mahabbah atau perasaan cintanya terhadap
Allah, dan Abu Nawas yang terkenal dengan syair ‘nakal’nya “al-
i’tiraf”.
C. Simpulan
Berdasarkan uraian panjang di atas mengenai hakikat ilmu pengetahuan
dalam Islam, dapat disimpulkan yakni sebagai berikut :
pertama, berkaitan dengan urgensinya, ilmu pengetahuan dalam
pandangan Islam merupakan salah satu hal yang sangat penting karena ilmu
pengetahuan tidak hanya memberikan manfaat di dunia saja, melainkan juga
hingga ke akhirat kelak. Pentingnya ilmu pengetahuan dalam pandangan
Islam ditunjukkan dengan bukti bahwa banyak sekali ayat-ayat al-Qur’an
yang membahas tentang ilmu pengetahuan, baik secara tersurat maupun
secara tersirat. Kedua, hal-hal yang menjadi sumber ilmu pengtahuan dalam
Islam terdiri dari lima (5) hal yaitu wahyu Allah yakni al-Qur’an yang
disampaikan dan dipraktikkan oleh Muhammad (Sunnah), alam semesta yang
juga merupakan ciptaan Allah, akal atau fitrah intelektual manusia (rasio),
panca indera (emprik), dan intuisi (qalbu atau hati).
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB IV
HUBUNGAN ANTARA HEREDITAS, LINGKUNGAN DAN KEBEBASAN
(Anas Ahmad Rahman)

A. PENDAHULUAN
Islam merupakan sebuah jalan hidup yang ada atas keridhoan Allah
SWT. Sehingga dengan ridho dari sang pencipta semesta inilah yang membuat
ia sempurna. Karena ia berasal dari yang maha sempurna. Pendidikan Islam
pada hakikatnya bertujuan untuk mencetak generasi manusia yang sadar akan
perannya sebagai Khalifah di bumi, dan perannya sebagai hamba Allah yang
semestinya mampu memegangi nilai-nilai agama dan mengamalkan ajaran-
ajaran Islam dalam kehidupannya (beribadah). Adapun komponen pendidikan
ialah adanya pendidik, peserta didik, sarana dan prasarana, metode, dan lain-
lain.54 Dalam hal ini pembahasan tentang pendidik maupun peserta didik
mengarah pada pembahasan tentang konsep manusia.
Pada dasarnya manusia itu terlahir dalam keadaan fitrah atau suci.
Manusia diciptakan Allah dengan bermacam-macam perbedaan, yang
disebabkan karena perbedaan hereditas (keturunan) dari masing-masing orang
tua. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain,
lingkungan sekitar dan tidak bisa hidup sendiri. Manusia membutuhkan
lingkungan sebagai sarana untuk mengembangkan dirinya. Dalam proses
pertumbuhan dan perkembangan, lingkungan mempunyai peranan yang
sangat penting. Manusia mempunyai kebebasan dalam melakukan segala hal,
namun kebebasan itu haruslah kebebasan yang bertanggungjawab dan tidak

54
Arif Ridha, “Kebebasan Dalam Pendidikan Islam”, (e-journal stitahlussunnah abstract),
hlm. 61.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Antara


hereditas, lingkungan dan kebebasan merupakan satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Ketiganya mempunyai andil dalam penentuan nasib atau sikap
seseorang.55

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Hereditas, Lingkungan, dan Kebebasan Manusia
a. Hakikat Hereditas
Menurut Morris L. Bigge (1982) bahwa sifat dasar/bawaan dasar
moral adalah baik, jelek, atau netral sedangkan hubungan manusia
dengan lingkungannya bersifat aktif, pasif, dan interaktif. Dari konsep
ini berlanjut dengan lahirnya hukum empirisme, nativisme, dan
konvergensi.56
1) Teori (hukum) Empirisme
Teori empirisme ini mengatakan bahwa perkembangan dan
pembentukan manusia itu ditentukan oleh faktor-faktor
lingkungan, termasuk pendidikan. Sebagai pelopor empirisme
ialah John Locke (1632-1704) yang dikenal dengan teori
“tabularasa” atau empirisme. Menurut teori tabularasa, bahwa tiap
individu lahir sebagai kertas putih, dan lingkungan itulah yang
memberi corak atau tulisan dalam kertas putih tersebut. Bagi John
Locke pengalaman yang berasal dari lingkungan itulah yang
menentukan pribadi seesorang.
2) Teori (hukum) Nativisme
Teori ini dipelopori oleh Athur Schopenhauer (1788-1860)
mengatakan bahwa perkembangan pribadi hanya ditentukan oleh

55
Diyah Puspitasari, “Hakikat Hereditas, Lingkungan Dan Kebebasan Manusia”, E-Learning

56
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukkan Karakter Menghadapi Arus
Global, (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta. 2014), hlm. 100-101.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bawaan (kemampuan dasar), bakat serta faktor-faktor endogen


yang bersifat kodrati.
3) Teori (hukum) Konvergensi
Teori konvergensi yang dipelopori oleh William Stern (1871-
1938) ini, mengatakan bahwa perkembangan manusia itu
berlangsung atas peengaruh dari faktor-faktor bakat/kemampuan
dasar (endogen/bawaan) dan faktor alam sekitar (eksogen/ajar)
termasuk pendidikan dan sosial budaya. Karena dalam kenyataan
bahwa kemampuan dasar yang baik saja, tanpa dibina oleh alam
lingkungan terutama lingkungan sosial termasuk peendidikan tidak
akan dapat mencontek pribadi yang ideal. Sebaliknya, lingkungan
yang baik terutama pendidikan, tetapi tidak didukung oleh
kemampuan dasar tadi, tidak akan menghasilkan kepribadian yang
ideal. Oleh karena itu, perkembangan pribadi sesungguhnya adalah
hasil persenyawaan antara faktor endogen dan eksogen.57
Hereditas merupakan kecenderungan alami cabang-cabang untuk
meniru sumber mulanya dalam komposisi fisik dan psikologi. Ahli
hereditas lainnya menggambarkan sebagai penyalinan cabang-cabang
dari sumbernya (Baqir sharif al-qarashi, 2003). Paling tidak ada tiga
teori tentang hereditas yakni hereditas partiality, coalition, dan
association. Hereditas dengan (1). Pernikahan (partiality) yakni anak
yang lahir mewarisi salah satu dari dua sumber aslinya secara
keseluruhan atau sebagian besar sifat-sifatnya. (2). Cara penyatuan
(coalition) yakni sifat anak tidak menyalin cabang-cabang dari sumber
aslinya. Anaknya tidak menanggung sifat-sifat fisik yang sama dengan
kedua orangtua mereka dan mungkin anak menyalin sifat dari pihak
ibu maupun kakeknya. Baik dari pihak ibu maupun ayahnya. (3). cara
penggabungan (association) yakni anak menyalin salah satu sifat

57
Ibid, .hal. 101-102.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

tertentu dari sumber aslinya, seperti dari ayah dan menyalin sifat lain
dari sang ibu.58
Prinsip-prinsip hereditas seperti ditulis oleh Ki RBS. Fudyartanto
(2002) ada empat, yakni prinsip reproduksi, prinsip konformitas,
prinsip variasi, dan prinsip filial.
1) Prinsip Reproduksi
Hereditas yang diturunkan kepada anak oleh orangtuanya
menurut prisip ini adalah berbeda satu dengan yang lain. Bakat
yang diperoleh anak berasal dari belajar bukan dari sel-sel benih
yang diturunkan oleh kedua orangtuanya.

2) Prinsip Konformitas
Berdasarkan prinsip konformitas setiap jenis atau golongan
(spesies) akan menghasilkan jenisnya sendiri bukan jenis yang
lain. Contohnya jenis manusia pasti akan menghasilkan jenis
manusia bukan yang lain.
3) Prinsip Variasi
Prinsip ini memberikan landasan berpikir bahwa sel-sel benih
(germsel) berisi banyak determinan yang mempunyai mekanisme
percampuran atau perpaduan sehingga menghasilkan perbedaan-
perbedaan individual.
4) Prinsip Regresi Filial
Prinsip regresi filial adalah bahwa sifat-sifat dari orangtuanya
akan menghasilkan keturunan dengan kecenderungan pada sifat
rata-rata pada umumnya.59

58
Ibid., hlm. 102.
59
Ibid., hlm. 102-104.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dalam sehari-hari sering dikacaukan arti kedua kata yakni


pembawaan dan keturunan. Kedua kata itu seolah sama, namun jika
dipahami lebih dalam kedua kata tersebut berbeda makna.
b. Keturunan
Kita dapat mengatakan bahwa sifat-sifat atau ciri-ciri yang
terdapat dari seseorang anak adalah keturunan, jika sifat atau ciri
tersebut diwariskan atau diturunkan melalui sel-sel kelamin dari
generasi yang lain. Dengan demikian kita harus berhati-hati dalam
menentukan sesuatu itu merupakan keturunan ataukah bukan. Bisa saja
sifat atau ciri-ciri tersebut merupakan pengaruh lingkungan. Besarnya
perbedaan antara dua individu atau lebih selalu bergantung pada suatu
faktor, yakni pembawaan-keturunan dan pengaruh lingkungan. Di
samping itu lebih sukar lagi apabila akan menentukan keturunan
mengenai sifat-sifat kejiwaan. Sebab, sifat-sifat kejiwaan itu lebih sulit
daripada sifat-sifat kejasmanian dan lebih mudah berubah atau
terpengaruh oleh keadaan lingkungannya selama berkembang.60
Banyak ahli yang berusaha menyelidiki sifat-sifat kejiwaan
manusia yang berkenaan dengan keturunan, tetapi sampai sekarang
penyelidikan itu masih belum dapat dikatakan memuaskan hasilnya.
Adapun beberapa faktor yang menyulitkan terlaksananya penyelidikan
tersebut dengan baik antara lain ialah.61
1) Pada manusia tidak dapat dilakukan persilangan (krusing) menurut
rencana yang tertentu-umpamanya, persilangan antara dua ras yang
sangat berlainan asalnya seperti yang dapat dilakukan terhadap
binatang atau tumbuh-tumbuhan.

60
Purwa Atmaja, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2013),
hal. 87.
61
Ngalim Purwanto. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011),

hal. 64-65.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

2) Masa perkembangan manusia yang begitu lama mengakibatkan


sifat-sifat yang ada yang terjadi karena keturunan dapat
tersembunyi sangat lamanya, sebelum sifat-sifat itu menampakan
diri pada suatu individu tetentu.
3) Masa hidup suatu generasi juga demikian lama sehingga si
penyelidik tidak akan mungkin mengadakan pengamatan terhadap
lebih dari satu kali keturunan.
4) Adanya jumlah anak manusia yang relatif (menurut perbandingan)
hanya sedikit sekali.
Dengan uraian singkat itu, kita hendak menunjukkan kepada
pembaca bahwa soal keturunan pada manusia adalah soal yang sulit,
yang tidak dapat dengan tergesa-gesa kita katakan atau diputuskan.
Hanya mengetahui saja bahwa suatu sifat atau ciri itu adalah keturunan
atau bukan, tidak ada keuntungannya. Bagi seorang pendidik yang
lebih penting adalah berusaha mengetahui bagaimana sikap itu
terhadap tiap individu yang berbeda keturunannya.
c. Pembawaan
Pembawaan ialah seluruh kemungkinan-kemungkinan atau
kesanggupan-kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu individu
dan yang selama masa perkembangannya benar-benar dapat
diwujudkan (direalisasikan). Demikianlah kita dapat mengatakan
bahwa anak atau manusia itu sejak dilahirkan telah meempunyai
kesanggupan untuk dapat berjalan, potensi untuk berkata-kata dan
lain-lain. Potensi yang bermacam-macam itu tidak begitu saja
direalisasikan, namun perlu pelatihan-pelatihan khusus. Juga tiap-tiap
potensi memiliki kematangan masing-masing. Kesanggupan seorang
anak untuk berjalan dan bercakap-cakap yang telah ada dalam
pembawaannya akan berkembang, dan karena lingkungan serta
kematangannya pada suatu saat tertentu anak dapat berjalan dan
berkata-kata. Pendeknya dapat kita simpulkan bahwa pembawaan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

ialah semua kesanggupan-kesanggupan yang dapat diwujudkan.


kesanggupan-kesanggupan (potential ability) itu sendiri yang
sebenarnya sudah ada dalam pembawaan, tidak dapat kita amati.
Hanya dengan mengamati prestasi-prestasi (actual ability), bentuk
wataknya dan tingkah laku suatu individu sajalah kita dapat
mengambil kesimpulan tentang sesuatu pembawaan tertentu dari
individu. Pembawaan atau bakat terkandung dalam sel-benih (kiem-
cel), yaitu : keseluruhan kemungkinan-kemungkinan yang ditentukan
oleh keturunan, inilah yang dalam arti terbatas kita namakan
pembawaan.62
c. Hakikat Lingkungan
Lingkungan dalam arti luas mencakup iklim dan geografis, tempat
tinggal, adat istiadat, dan alam. Dengan kata lain, lingkungan adalah segala
sesuatu yang tampak dan terdapat dalam alam kehidupan. Ia adalah seluruh
yang ada, baik berupa manusia maupun benda alam yang bergerak ataupun
tidak bergerak.63 Dengan demikian, lingkungan adalah sesuatu yang
melingkupi hidup dan kehidupan manusia.
Adapun lingkungan pendidikan secara sederhana berarti lingkungan
tempat terjadinya pendidikan. M. Arifin menyebut lingkungan pendidikan
dengan istilah lembaga pendidikan. Menurutnya, salah satu faktor yang
memungkinkan terjadinya proses pendidikan Islam secara konsisten dan
berkesinambungan adalah Institusi atau lembaga pendidikan Islam. 64 Dari
sini Abudin Nata memahami lingkungan pendidikan Islam sebagai suatu
Institusi atau lembaga tempat pendidikan itu berlangsung. Di dalamnya
terdapat ciri-ciri keislaman yang memungkinkan terselenggaranya
pendidikan Islam dengan baik. Lingkungan pendidikan berfungsi sebagai

62
Ibid., hlm. 65-66.
63
Ibid., hlm. 21-22.
64
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan
Pendekatan
Interdisipliner, Cet. IV, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 83
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

penunjang terjadinya proses kegiatan belajar mengajar secara aman, tertib,


dan berkelanjutan.65
Menurut Sutari Imam Barnadib, lingkungan pendidikan adalah segala
sesuatu yang ada di sekitar anak didik. Oleh karena itu, lingkungan
pendidikan di sini merupakan alam sekitar (milieu). Alam sekitar
dipandang sebagai salah satu faktor penentu proses pelaksanaan
pendidikan, meskipun ia tidak bertanggungjawab terhadap keberhasilan
pendidikan. Beberapa ahli telah membagi lingkungan pendidikan ke dalam
tiga lembaga, yaitu lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan,
merupakan mata rantai yang tidak boleh diputuskan.66
a. Keluarga
Secara literal, keluarga merupakan unit sosial terkecil yang
terdiri dari orang yang berada dalam seisi rumah yang sekurang-
kurangnya terdiri dari suami isteri. Sedangkan dalam arti normatif,
keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh
suatu ikatan perkawinan, lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai suatu
gabungan yang khas dan bersama-sama memperteguh gabungan itu
untuk kebahagiaan, kesejahteraan, dan ketentraman semua anggota
yang ada di dalam keluarga tersebut.
Lembaga pendidikan keluarga merupakan lembaga pendidikan
yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan
dan bimbingan dari orangtuanya atau anggota keluarga lainnya. Di
dalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak
didik pada usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih
peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orangtuanya dan anggota
lain).
b. Sekolah
65
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I, (Jakarta: Logos, 1997), hlm. 111-112.
66
Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Cet. XV, (Yogyakarta: Andi
Offset, 1995), hlm. 117-118.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah


keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka orangtua
menyerahkan tanggungjawabnya sebagian kepada lembaga sekolah.
Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak.
Sekolah memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak
mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orangtua
untuk memberikan pendidikan dan pengajaran di dalam keluarga.
Di dalam Al-Qur’an tidak ada satupun kata yang secara langsung
menunjukkan pada arti sekolah, yaitu madrasah. Tetapi sebagai akar
dari madrasah, yaitu darasa di dalam Al-Qur’an dijumpai sebanyak
enam kali. Kata-kata darasa dalam Al-Qur’an diartikan bermacam-
macam, di antaranya berarti memelajari sesuatu (QS. 6:105),
memelajari Taurat (QS. 7:169), perintah agar mereka (ahli kitab)
menyembah Allah lantaran mereka telah membaca kitab yang dapat
dipelajari (QS. 68:37), informasi bahwa Al-Qur’an ditujukan sebagai
bacaan untuk semua orang (QS. 6:156). Dari keterangan tersebut jelas
sekali bahwa kata-kata darasa yang merupakan akar kata dari madrasah
terdapat di dalam Al-Qur’an. Ini menunjukkan bahwa keberadaan
madrasah sebagai tempat belajar atau tempat memelajari sesuatu
sejalan dengan semangat Al-Qur’an yang senantiasa menunjukkan
kepada umat manusia agar memelajari sesuatu.
c. Masyarakat
Ibnu Sina pernah mengatakan: “Manusia berbeda dengan
makhluk lainnya disebabkan manusia itu tidak dapat memperbaiki
kehidupannya jika ia hidup menyendiri tanpa ada orang lain yang
menolong memenuhi kebutuhan hidupnya”. Artinya manusia
memerlukan adanya lingkungan sosial masyarakat dalam rangka
memenuhi kebutuhan pendidikan manusia, meliputi ilmu, pengalaman,
keterampilan, materi, dan lain-lain. Ahli-ahli filsafat menyatakan
kebenaran ini karena menurut wataknya, manusia adalah makhluk
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sosial, artinya bahwa ia membutuhkan suatu masyarakat, atau suatu


kota sebagaimana mereka namakan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, lingkungan diartikan
bahwa masyarakat adalah pergaulan hidup manusia atau sekumpulan
orang yang hidup bersama di suatu tempat dengan ikatan-ikatan aturan
yang tertentu; misalnya memperbaiki keadaan masyarakat.
Di dalam Al-Qur’an suatu perkumpulan atau masyarakat dapat
digunakan kata jama`ahyang berakar pada kata jama`a. Kata-kata
jama`a di dalam Al-Qur’an diulang sebanyak 130 kali yang diungkap
dalam bentuk kata kerja seperti jama`a atau yajma`u dan dalam bentuk
kata benda atau isim seperti al-jam`u, jami`i, dan sebagainya.
Lembaga pendidikan masyarakat merupakan lembaga pendidikan
yang ketiga sesudah keluarga dan sekolah. Pendidikan ini telah dimulai
sejak anak-anak untuk beberapa jam sehari lepas dari asuhan keluarga
dan berada di luar sekolah. Corak ragam pendidikan yang diterima anak
didik dalam masyarakat ini banyak sekali, yaitu meliputi segala bidang
baik pembentukan kebiasaan, pembentukan pengetahuan, sikap dan
minat, maupun pembentukan kesusilaan dan keagamaan.
Untuk melaksanakan pendidikan Islam di dalam lingkungan ini
perlu kiranya diperhatikan faktor-faktor yang ada di dalamnya. Yang
dimaksud dengan lingkungan ini adalah lingkungan alam sekitar di
mana anak didik berada, yang mempunyai pengaruh terhadap perasaan
dan sikapnya akan keyakinan atau agamanya. Lingkungan ini besar
sekali peranannya terhadap keberhasilan atau tidaknya pendidikan
agama, karena lingkungan ini memberikan pengaruh yang positif
maupun negatif terhadap perkembangan anak didik. Yang dimaksud
dengan pengaruh positif ialah pengaruh lingkungan yang memberi
dorongan atau motivasi serta rangsangan kepada anak didik untuk
berbuat atau melakukan segala sesuatu yang baik, sedangkan pengaruh
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yang negatif ialah sebaliknya, yang berarti tidak memberi dorongan


terhadap anak didik untuk menuju arah yang baik.
Adapun lingkungan yang dapat memberi pengaruh terhadap anak
didik ini, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok:
1) Lingkungan yang acuh tak acuh terhadap agama. Kadang-kadang
anak mempunyai apresiasi unilistis. Untuk itu ada kalanya
berkeberatan terhadap pendidikan agama, dan ada kalanya
menerima agar sedikit mengetahui masalah itu.
2) Lingkungan yang berpegang teguh kepada tradisi agama, tetapi
tanpa keinsafan batin, biasanya lingkungan yang demikian itu
menghasilkan anak-anak beragama secara tradisional tanpa kritik,
atau dia beragama secara kebetulan.
3) Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan hidup
dalam lingkungan agama. Bagi lingkungan yang kurang
kesadarannya, anak-anak akan mengunjungi tempat-tempat ibadah
dan ada dorongan orangtua, tetapi tidak kritis dan tidak ada
bimbingan. Sedangkan bagi lingkungan agama yang kuat,
kemungkinan hasilnya akan lebih baik dan bergantung kepada baik
buruknya pimpinan dan kesempatan yang diberikan.
d. Latar belakang pengenalan anak tentang keagamaan
Di samping pengaruh perbedaan lingkungan anak dari kehidupan
agama, maka timbul suatu masalah yang ingin diketahui anak tentang
seluk beluk agama, seperti anak menanyakan tentang siapa Tuhan itu,
di mana letak surga dan neraka itu, siapa yang membuat alam ini dan
sebagainya.
Dari beberapa prinsip Filsafat Pendidikan Islam tentang alam telah
disebutkan bahwa alam semesta merupakan penentu keberhasilan
proses pendidikan. Adanya interaksi antara peserta didik dengan benda
atau lingkungan alam sekitar tempat mereka hidup merupakan prinsip
Filsafat Pendidikan Islam yang perlu diperhatikan. Prinsip ini
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

menekankan bahwa proses pendidikan manusia dan peningkatan mutu


akhlaknya bukan sekedar terjadi dalam lingkungan sosial semata,
melainkan juga dalam lingkungan alam yang bersifat material. Jadi,
alam semesta merupakan tempat dan wahana yang memungkinkan
proses pendidikan berhasil. Semboyan “kembali ke alam” merupakan
salah satu filsafat pendidikan yang menghendaki alam sebagai
lingkungan pendidikan.
d. Hakikat Kebebasan Manusia
Pada umumnya, kata “kebebasan” berarti ketiadaan paksaan.
Ada bermacam-macam paksaan dan kebebasan. Kebebasan fisik
adalah ketiadaan paksaan fisik. Kebebasan moral adalah ketiadaan
paksaan moral hukum atau kewajiban. Misalnya, di Inggris orang
bebas secara moral untuk mengkritik pemerintah. Tidak ada paksaan,
hukum atau keharusan apa pun yang melarang hal itu.
Kebebasan psikologi adalah ketiadaan paksaan psikologis.
Suatu paksaan psikologis berupa kecendurangan-kecenderungan yang
memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan-perbuatan tertentu
atau sebaliknya tidak mungkin melakukan beberapa tindakan tertentu.
Demikianlah, seekor binatang yang lapar dipaksa oleh kelaparannya
untuk memakan makanan yang diberikan kepadanya, kelinci dipaksa
oleh ketakutannya untuk melarikan diri. Binatang binatang tidak
dipaksa untuk melakukan hal itu oleh suatu ketakutan luar atau suatu
keharusan moril. Mereka dipaksa berbuat demikian oleh pengaruh
yang menekan dari kecenderungan-kecenderungan mereka. Secara
psikologis, mereka tidak bebas. Sebaliknya, manusia yang lapar dapat
menahan diri untuk tidak makan, dan seorang prajurit yang ditakutkan
oleh bom-bom mempunyai kesanggupan untuk tetap berada diposnya.
Manusia secara psikologis bebas.
Kebebasan psikologis disebut juga kebebasan untuk memilih,
karena kebebasan itulah yang memungkinkan subyek memilih antara
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

berbagai tindakan yang mungkin. Orang menyebutnya juga sebagai


kualitas kehendak, yang dapat berbuat atau tidak berbuat, atau berbuat
dengan cara begini atau begitu.

a. Alasan-alasan yang membenarkan adanya kebebasan


1) Argumen persetujuan umum
Sebagian besar manusia percaya bahwa mereka
diperlengkapi dengan kehendak bebas. Dan keyakinan itu sangat
penting bagi keseluruhan hidup manusia maka dari itu,
seandainya ada keteraturan dalam dunia, pandangan sebagian
besar umat manusia itu tidak mungkin keliru. Jadi orang dapat
menyimpulkan bahwa kehendak manusia adalah bebas. Tetapi
orang dapat mengajukan keberatan bahwa dalam hal ilmu
pengetahuan dan filsafat hendaknya orang lebih baik mengikuti
pendapat mereka yang telah mempelajari persoalannya,
walaupun mereka merupakan minoritas, daripada secara
membuta menyetujui pendapat mayoritas yang kurang
kompetensi.
2) Argumen psikologis
Kita baru saja menggarisbawahi bahwa sebagian besar
manusia secara spontan mengakui kebebasan. Dari manakah
datangnya keyakinan semacam itu? Itu adalah hasil dari
pengalaman. Tiap hari kita mengalami bahwa kita bebas, paling
tidak sampai batas tertentu. Secara langsung atau tidak langsung
kita menyadari hal itu. Pertama secara langsung persis dalam
tindakan untuk memutuskan sesuatu. Lalu secara tidak langsung
berdasarkan berbagai keadaan yang mengiringi tingkah laku kita
dan yang tak bisa dimengerti tanpa adanya kebebasan.
3) Argumen etis
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Seandainya tidak ada kebebasan, tidak akan ada juga


tanggung jawab moral, kebajikan, jasa, keharusan moral,
kewajiban. Hubungan yang kuat antara kebebasan dengan
realitas-realitas spiritual itu jelas, dan salah satu tugas dari etika
adalah memperlihatkannya. Alasan itu sangat kuat, karena rasa
kewajiban moral adalah sangat wajar pada manusia. Kahn, yang
mengatakan bahwa kebebasan itu tidak dapat dibuktikan oleh
akal teoritis, namun mengakui bahwa manusia itu bebas,
berdasarkan keyakinannya atas rasa kewajiban yang
dianggapnya sebagai suatu hal yang eviden dari pihak akal
prektek.
e. Hubungan antara Heriditas, Lingkungan, dan Kebebasan Manusia
Dalam pendidikan Islam, pembentukan kepribadian manusia
dipengaruhi 3 faktor yaitu: heriditas, lingkungan dan kebebasan
manusia. Dari ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi antara satu
dengan yang lainnya dalam pembentukan kepribadian manusia. Dalam
hubungan ini ada tiga teori yang terkenal yang membahas masalah
pengaruh hereditas (pembawaan) dan lingkungan dalam
perkembangan manusia.
Pertama, aliran atau teori “nativisme”, Para ahli yang
berpendirian nativis biasanya mempertahankan kebenarannya dengan
menunjukan berbagai kesamaan atau kemiripan antara orangtua
dengan anak-anaknya. Misalnya kalau orangtuanya hafidz Qur’an
kemungkinan nanti anaknya menjadi hafidz Qur’an. Kalau
orangtuanya guru kemungkinan anaknya nanti akan jadi guru,
demikian juga kalau orangtuanya ahli matematika maka kemungkinan
anaknya jadi ahli matematika. Jadi kondisi keahlian dan kemampuan
orangtuanya juga diwariskan ke anaknya. Dengan demikian faktor
lingkungan atau pendidikan menurut aliran ini tidak bisa berbuat apa-
apa dalam mempengaruhi perkembangan seseorang. Dalam ilmu
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pendidikan aliran ini dikenal sebagai aliran “Pedagogik Pesimisme”


yaitu pendidikan tidak dapat mempengaruhi perkembangan anak ke
arah kedewasaan yang dikehendaki oleh pendidikan.
Bagi kaum nativis mereka menganggap yang menentukan
perkembangan seorang anak itu hanyalah faktor pembawaan, mereka
tidak memperhatikan rangsangan atau pengaruh yang datang dari luar.
Padahal kita tahu bahwa tidak semua sesuatu ditentukan oleh warisan
atau pembawaan orangtuanya, misalnya orangtuanya adalah sesorang
tentara ternyata karena pengaruh teman-temannya, anaknya menjadi
seorang guru. Hal semacam ini mungkin saja terjadi, karena
lingkungan pergaulan anak itu tidak hanya di rumah atau dibawah
pengawasan orangtuanya saja, tetapi juga di sekolah, masyakat,
organisasi dan lain-lain.
Kedua, aliran atau teori “empirisme”, Teori ini secara ekstrem
menekankan kepada pengaruh lingkungan. Menurut teori ini
lingkunganlah yang menjadi penentu perkembangan seseoarang. Baik
buruknya perkembangan pribadi seseorang sepenuhnya ditentukan
oleh lingkungan atau pendidikan. Jadi teori ini menganggap faktor
pembawaan tidak berperan sama sekali terhadap perkembangan
manusia. Menurut pendapat kaum empiris, lingkunganlah yang
menentukan perkembangan pribadi seseorang. Oleh karena itu, dalam
ilmu pendidikan aliran ini disebut dengan aliran pendidikan
“Pedagogik Optimisme” artinya pendidikan untuk membentuk atau
mengembangkan pribadi seseorang. Permasalahanya adalah apakah
pendidikan atau lingkungan dapat dengan sepenuhnya mempengaruhi
perkembangan anak. Sebagai contoh di dalam sebuah sekolah yang
sama, di kelas yang sama, dan guru yang sama, kita menemukan
tingkat pemahaman anak terhadap pelajaran itu berbeda-beda. Ada
anak yang cepat paham, ada anak yang lambat dalam pemahamannya,
bahkan ada juga anak yang sulit sekali dalam memahami pelajaran.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Hal ini menunjukan bahwa faktor lingkungan bukan satu-satunya yang


mempengaruhi dalam perkembangan anak.
Ketiga, aliran atau teori “konvergensi”, yaitu teori yang
menjembatani atau menengahi kedua teori/paham sebelumnya bersifat
ekstrem yaitu teori nativisme dan teori empirisme. Sesuai dengan
namanya konvergensi yang artinya perpaduan, maka teori ini tidak
memihak bahkan memadukan pengaruh kedua unsur pembawaan dan
lingkungan tersebut dalam proses perkembangan. Pada teori ini baik
unsur pembawaan maupun unsur lingkungan keduanya merupakan
sama-sama faktor yang dominan pengaruhnya bagi perkembangan
seseorang. Misalnya seseorang yang berbakat musik tidak akan
berkembang menjadi seorang ahli musik apabila tidak ditunjang oleh
lingkungan atau pendidikan yang memadai. Teori yang ketiga inilah
yang sampai sekarang masih teruji dan dipertahankan kebenaran
pendapatnya. Teori ini menggambarkan bagaimana hubungan yang
berimbang antara faktor warisan orangtua dengan lingkungan dalam
mempengaruhi perkembagan seseorang. Ada suatu keselarasan antara
bakat dan pendidikan. Sehebat apapun bakat seseorang tanpa adanya
latihan tidak akan berkembang, begitupun sebaliknya.
Islam telah mengenal aspek paling signifikan untuk memunculkan
reaksi-reaksi individu dalam mendapatkan berbagai kebiasaan dan
moralitas. Aspek ini adalah persahabatan yang merupakan unsur
pendidikan paling kuat yang mentransfer sifat-sifat dan
kecenderungan-kecenderungan individu.
Menurut para pakar sosiologi mengatakan, “kehidupan sosial
ialah kehidupan pengaruh dan persepsi. Setiap individu mempengaruhi
serta dipengaruhi lingkungan sekitar.
Al-Qur’an dan Al-Hadits memerhatikan faktor lingkungan ini
dalam pembentukan jati diri manusia. Menurut Azim tidak diragukan
lagi bahwa faktor hereditas dan lingkungan mempunyai pengaruh
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

besar dalam pembentukan jatidiri manusia, akan tetapi dengan


kehendak yang kuat dan kemauan yang keras serta iman yang dalam
manusia mampu melepaskan diri dari penjara ini dan mampu
mendobrak akibat-akibat yang dikandungnya. Pengaruh ini dapat
dijumpai dalam Al-Qur’an, seperti tanah yang subur akan tumbuh
subur tanaman-tanaman dengan seizin Allah. Dan sebaliknya tanah
yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. (QS.
Al-a’raf [7] : 58) Namun demikian, menurut Azim lingkungan itu
bukanlah faktor yang tetap membentuk dan mengarahkan jatidiri
manusia, karena ternyata para nabi tumbuh diantara lingkungan sosial
kaum yang mencaci maki dan keras hati untuk diajak kepada agama
Allah.
Islam mengakui keberadaan pengaruh hereditas dan alam
lingkungan baik lingkungan alam dan lingkungan sosial dalam
pembentukan kepribadian manusia, namun kedua faktor yakni
endogen (hereditas) dan eksogen (lingkungan) tersebut tidaklah
berjalan secara otomatis.Artinya sekalipun seseorang berada pada
lingkungan sekitar yang baik dan hereditasnya baik, belum tentu ia
menjadi baik pula. Sebaliknya, sekalipun seseorang berada dalam
lingkungan yang jelek dan hereditasnya kurang baik, mungkin saja ia
menjadi baik. Karena dengan kehendak bebas manusia dan
kemampuannya sesuai dengan batas-batas kemanusiaannya akan dapat
mengalahkan dua faktor pengaruh tersebut atas pertolongan Allah
(bima’unatillah).67
2. Hubungan Hereditas, Lingkungan, dan Kebebasan Manusia dalam
Pendidikan Islam.

67
Anisa Intan Permatasari, analisis filosofis tentang hereditas, lingkungan dan kebebasan
manusia dan hidayah Tuhan dalam persfektif filsafat pendidikan Islam.
http://piuii17.blogspot.com/2018/09/analisis-filosofis-tentang-hereditas.html, diakses pada 18 Februari
2019 pukul 14.00
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Manusia sebagai hamba Allah SWT sekaligus khalifah di bumi,


dianugerahi Allah SWT berupa kelengkapan jasmaniah (fisiologis) dan
rahaniah (mental psikologis) yang dapat ditumbuhkembangkan dengan optimal,
sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan maksimal. Untuk
menumbuh kembangkan kemampuan dasar manusia baik jasmani maupun
rohani, pendidikan merupakan sarana dalam menentukan sampai mana titik
optimal kemampuan-kemampuan tersebut dapat dicapai.
Lingkungan atau alam sekitar punya peranan penting dalam pendidikan
Islam. Lingkungan adalah elemen yang signifikan dalam membentuk
personalitas serta pencapaian keinginan-keinginan individu dalam kerangka
umum peradaban. Individu-individu di masyarakat mengikuti kebiasaan yang
ada disekitarnya sadar atau tidak sadar. Lingkungan yang dimaksud disini
mencakup segala materiil dan stimuli di dalam dan di luar individu yang
meliputi sifat-sifat sebagai berikut:68
a. Fisiologis
Secara fisiologis lingkungan meliputi segala kondisi dan materi
jasmani di dalam tubuh seperti gizi, vitamin, air, zat asam, suhu, sistem
saraf, peredaran darah, pernafasan, pencernaan makanan, kelenjar indoktrin
sel-sel pertubuhan dan kesehatan jasmani.
b. Psikologis
Secara psikologis lingkungan mencakup segala stimulasi yang
diterima oleh individu mulai sejak dikandungan, kehidupannya dan
kematiannya.

c. Sosio kultural
Secara sosio-kultural berarti lingkungan mencakup segala stimulasi
interaksi dan kondisi eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan atau

68
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus
Global, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2014), hal. 107.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

karya orang lain, pola hidup keluarga, pendidikan, tradisi, dan ilmu-ilmu
sosial.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan
fisik adalah lingkungan alam, seperti keadaan geografis, iklim, kondisi
ekologi dan lain sebagainya. Sedangkan lingkungan sosial adalah
lingkungan yang berupa manusia manusia yang ada disekitar individu, yang
berinteraksi dengan mereka, seperti orangtuanya, saudara-saudaranya,
tetangganya dan lain-lain.
Agama Islam adalah agama yang menaruh perhatian penting terhadap
faktor heriditas. Hal tersebut ditunjukan dengan beberapa hadis Nabi yang
mengindikasikan pentingnya seseorang dalam memilih pasangan karena
akan berdampak pada keturunan yang akan dilahirkan. Rasulullah SAW
bersabda yang artinya: Jauhilah kalian rumput yang hijau. Para sahabat
bertanya: Apakah yang dimaksud dengan rumput hijau itu ya Rasulullah?
Beliau menjawab: yaitu wanita yang sangat cantik, yang tumbuh
(berkembang) di tempat yang tidak baik (HR. Daruquthni.). Tentu tujuan
pemilihan jodoh tidak sekedar memperhatikan sisi kecantikan atau
ketampanannya namun juga memperhatikan heriditas dan kualitas
agamanya.69
Akan tetapi faktor heriditas tidak berjalan secara otomatis, karena
dengan adanya kehendak kebebasan manusia, akan mampu mengalahkan
pengaruh faktor al-warisah dan lingkungan atas pertolongan Allah. Allah
telah menggariskan bahwasanya dalam diri manusia terdapat dua
kecenderungan arah yaitu kearah perbuatan fasiq (menyimpang dari
peraturan) dan kearah ketaqwaan (mentaati peraturan dan perintah). Dengan
demikian manusia memiliki kemungkinan untuk mendidik diri dan orang
lain menjadi sosok pribadi yang beruntung sesuai kehendak Allah SWT
melalui berbagai metode ikhtiarnya. Disini terlihat bahwa manusia memiliki

69
Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hal. 156.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kemauan bebas (free will) untuk menentukan dirinya melalui upayanya


sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, jelas bahwa tidak hanya faktor heriditas
saja yang berpengaruh dalam perkembangan individu, namun lingkungan
juga turut andil. Jika dicermati keduanya sebenarnya mempunyai porsi yang
seimbang dalam pembentukan karakter individu, heriditas seseorang
sebagai potensi dasar yang dibawa sejak lahir tentunya dimiliki oleh setiap
orang, tanpa terkecuali. Hal itu merupakan fitrah bagi setiap manusia,
selanjutnya potensi bawaan itu ditumbuh kembangkan secara optimal
melalui kontribusi lingkungan, yaitu pendidikan. Disinilah nantinya akan
terlihat bahwa dua faktor tersebut sebenarnya tidak dapat dipisahkan. Itulah
hakikat proses pendidikan sepanjang hayat, sejak dalam kandungan
(heriditas) sampai ke liang lahat (proses interaksi dengan lingkungan).
Maka, itu juga yang dimaknai dengan kebebasan bagi tiap individu.
Dengan demikian pendidikan Islam bersandar pada tiga nilai dasar
yang asasi yang saling berpengaruh terhadap proses pembentukan
kepribadian manusia yaitu:
a. Tabiat individu (hereditas)
Meliputi kapasitas akal, kalbi, nafsu, fisik dan lain-lain.
b. Faktor lingkungan
Baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial.
c. Faktor kehendak bebas manusia
Faktor kehendak bebas manusia dalam merespon dirinya dan
lingkungannya.
Kesemua faktor tersebut tidak lepas dari campur tangan Allah SWT
sebagai Sang Penguasa Kehidupan. Dengan hidayah dan inayah Allah
SWT kepribadian manusia akan terbentuk. Kepribadian seseorang tidak
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

lain merupakan hasil dari interaksi antara tabiat, kehendak dan kemauan
bebasnya dan faktor lingkungannya.70
C. Kesimpulan
Berbagai ahli pendidikan, psikologi, biologi, sampai saat ini masih
memperdebatkan mengenai faktor yang paling mempengaruhi dalam
perkembangan manusia, yaitu heriditas dan lingkungan. Beberapa
mengganggap heriditas adalah yang paling unggul, sedangkan yang lain
berpendapat bahwa pendidikan dalam arti lingkungan mempunyai pengaruh
yang sangat besar. Pada akhirnya sebuah aliran muncul untuk menengahi
kedua pertentangan tersebut, yaitu aliran konvergensi. Aliran konvergensi
berupaya memadukan kedua faktor tersebut dalam perkembangan manusia,
terutama dalam pembentukan kepribadian maupun potensi. Potensi dasar
sesungguhnya merupakan fitrah yang dimiliki oleh setiap manusia sejak lahir,
dan setelah itu lingkungan yang berperan menumbuhkembangkan potensi
tersebut secara maksimal. Sehingga keduanya tidak dapat saling dipisahkan
demi mencapai hasil yang maksimal. Berdasarkan kedua hal tersebut, Allah
pada hakikatnya memberikan kebebasan bagi manusia untuk “memilih” dan
“berusaha”, tidak selalu hanya bergantung pada pembawaan, karena tanpa
usaha, maka heriditas tersebut juga sama saja tidak dapat maksimal
berkembang. Bentuk kebebasan tersebut dijamin oleh Allah melalui firman-
Nya, namun tetap dibatasi oleh takdir Allah sebagai penentu hasil dari usaha
yang dilakukan. Maka benar jika ada sebuah ungkapan “Orang baik tidak
selamanya baik, begitupun orang yang buruk tidak selamanya buruk”.
Disinilah letak keadilan Allah pada seluruh makhluknya.

70
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam: Menuju Pembentukan Karakter
Menghadapi Arus Global, (Yogyakarta: Kurnia Alam Semesta, 2014), hlm.
110.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB V
HAKIKAT TUJUAN PENDIDIKAN DAN KOMPETENSI PENDIDIK
DALAM PERSPEKTIF ISLAM

(Anggit Hadi Prasaja)

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat urgent dalam sebuah
masyarakat, terutama Bangsa dan Negara. Tanpa adanya pendidikan maka
tidak akan ada progress dalam kehidupan dan semua bersifat stagnan. Tanpa
adanya pendidikan juga akan membuat suatu negara semakin ketinggalan dari
negara – negara lain. Permasalahan – permasaalahan yang ada pun tidak akan
dapat terselesaikan.
Dalam pendidikan haruslah ada tujuan yang ingin dicapai, atau dengan
kata lain harus ada kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh peserta didik
agar pendidikan tersebut berarah dan memiliki arti. Tujuan pendidikan yang
dirumuskan pun haruslah didasarkan pada tujuan masyarakat, atau dengan kata
lain tujuan pendidikan dirumuskan dengan berdasar pada Falsafah negara dan
Ideologi Bangsa. Karena jika tidak ada kesinambungan diantaranya, maka akan
terjadi kesenjangan.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai Hubungan antara Tujuan
Pendidikan Islam, Tujuan Pendidikan Nasional, Kompetensi, Falsafah Negara
dan Keyakinan Bangsa. untuk mengetahui keterkaitan dari masing- masing hal
tersebut.
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Tujuan Pendidikan
a. Tujuan pendidikan Islam
Secara Terminologis, Tujuan adalah arah, haluan, jurusan, maksud,
atau tujuan adalah sasaran yang akan dicapai oleh seseorang atau
sekelompok orang yang melakukan sesuatu kegiatan. Atau menurut
Zakiah Darajat, tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah
suatu usaha atau kegiatan selesai. 71 Tujuan pendidikan adalah suatu
71
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, cet. Ke-5 (Jakarta: Kalam Mulia, 2006), 133
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yang diharapkan tercapai setelah sesuatu atau kegiatan selesai. Artinya,


tujuan merupakan kehendak seseorang untuk mendapatkan dan
mengerti serta memanfaatkannya bagi kebutuhan dirinya sendiri atau
untuk orang lain.
Pendidikan adalah upaya normatif. Upaya normatif adalah jalan
atau strategi untuk mencapai tujuan yang apabila ditelaah dari segi nilai
hidup manusia dapat diterima. Secara umum dapat dikatakan bahwa
tujuan pendidikan adalah terjadinya tingkat perkembangan tingkat
perkembangan yang normatif lebih baik pada peserta didik. Tingkat
perkembangan yang normatif lebih baik, mendeskripsikan kepada kita
bahwa tujuan baik yang hendak dijangkau dilihat dari segi cita sangat
jauh. Melalui pendidikan diupayakan agar peserta didik dapat terbantu
mendekati tujuan ideal yang dicita-citakan.
Dilihat dari segi filosofis, tujuan pendidikan dapat dibedakan
menjadi tiga yaitu a) tujuan baik yang berfungsi sebagai alat
(instrumental values) untuk mencapai tujuan lain, seperti tujuan agar
pandai membaca, fungsinya sebagai alat untuk mencapai
(tujuan) pengetahuan yang lebih luas: b) tujuan yang berada dalam
peserta itu sendiri. Tujuan itu tidak lain adalah mempertumbuhkan atau
memperkembangkan (pemahaman) peserta didik. Bertambah cerdas
merupakan tujuan yang yang interinsik berada dalam diri peserta didik
itu sendiri: c) tujuan yang ideal adalah sesuatu yang berada diluar
peserta didik, yaitu terlaksananya dan terwujudnya perilaku dan watak
terpuji yang bernilai tinggi dalam kehidupan yang disebut dengan
istilah living values dan practical values.72
Undang- Undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional (SISDIKNAS) pasal 3 menjelaskan, bahwa Pendidikan
Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

72
Noeng Muhadjir, ilmu pendidikan dan perubahan sosial: teori pendidikan pelaku sosial kreatif,
Yogyakarta; Rake Sarasin,2000
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.73
Tujuan insidental merupakan peristiwa tertentu yang direncanakan,
akan tetapi dapat dijadikan sasaran dari proses pendidikan pada tingkat
tertentu. Dilihat dari pendekatan sistem instruksional tertentu,
pendidikan Islam bisa dibagi dalam beberapa tujuan, yaitu sebagai
berikut:
1) Tujuan instruksional khusus (TIK), diarahkan pada setiap bidang
studi yang harus dikuasai dan diamalkan oleh peserta didik.
2) Tujuan instruksional umum (TIU), diarahkan pada penguasaan atau
pengalaman suatu bidang studi secara umum atau garis besarnya
sebagai suatu kebulatan.
3) Tujuan kurikuler, yang ditetapkan untuk dicapai melalui garis-
garis besar program pengajaran di tiap institusi pendidikan.
4) Tujuan institusional, adalah tujuan yang ingin dicapai menurut
program pendidikan di tiap sekolah atau lembaga pendidikan
tertentu secara bulat seperti tujuan institusional SLTP/ SLTA.
5) Tujuan Umum Pendidikan atau Tujuan Pendidikan Nasional,
adalah cita- cita hidup yang ditetapkan untuk dicapai melalui
proses kependidikan dengan berbagai cara atau sistem, baik sistem
formal (sekolah), sistem nonformal (nonklasikal dan nonkurikuler),
maupun sistem informal (yang tidak terkait oleh formalitas
program, waktu, ruang dan materi).
Tujuan akhir dari pendidikan Islam pada hakikatnya adalah
realisasi dari cita- cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi
bagi kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat.74
Tujuan pendidikan Islam menurut Kongres Pendidikan Islam
sedunia di Islamabad tahun 1980, adalah pendidikan harus
merealisasikan cita- cita (idealitas) islami yang mencakup
pengembangan kepribadian muslim yang bersifat
73
Lihat Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan penjelasannya, Cet. I
(Yogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm. 12
74
M. Arifin, ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003) hlm. 27-28
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

menyeluruhsecara harmonis berdasarkan potensi psikologis dan


fisiologis (jasmaniah) manusia mengacu kepada keimanan dan ilmu
pengetahuan secara berkeseimbangan sehingga terbentuklah manusia
muslim yang paripurna yang berjiwa tawakkal (menyerahkan diri)
secara total kepada Allah SWT sebagaimana Firman Allah yang
menyatakan:75 yang artinya “Katakanlah: sesungguhnya
sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam (Q.S. Al An’am: 162)”.
Dari beberapa definisi yang ada dapat dikatakan bahwa Pendidikan
Islam mempunyai arti pembentukan kepribadian muslim, yang
diharapkan terwujud dalam diri seseorang setelah mengalami
pendidikan Islam secara keseluruhan, yaitu kepribadian seseorang yang
membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan pola takwa Insan
Kamil artinya manusia yang utuh rohani dan jasmani, dapat hidup dan
berkembang secara wajar dan normal karena takwanya kepada Allah
SWT.76
b. Hakikat Kompetensi
Kompetensi sebagai konsep dapat diartikan secara etimologis
dan terminologis. Dalam pengertian etimologis kompetensi berasal dari
bahasa Inggris, yakni, competency yang berarti kecakapan atau
kemampuan. Dapat pula dikatakan bahwa kompetensi kewenangan
(kekuasaan) sesuatu.77 Adapun secara definitif, kompetensi adalah suatu
tugas yang memadai atau pemilikan pengetahuan, keterampilan
dan kemampuan yang di tuntut oleh jabatan seseorang. Dengan kata
lain kompetensi menunjukkan tindakan (kinerja) rasional yang dapat
mencapai tujuan- tujuannya secara memuaskan berdasarkan kondisi
(prasyarat) yang diharapkan.
Charles (1994) mengemukakan bahwa; competency as personal
performance which satisfactorily meets the objective for a desired

75
The 2nd Conference on Muslim Education, International Seminar on Islamic Concepts and
Curricula, Recommendation, 15-20, March 1980, Islamabad.
76
Zakiyah Daradjat, dkk. Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2011) hlm. Ibid,. 29
77
Saiful Bakri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya: Usaha Nasional,
1994), hlm. 33
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

condition (kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk


mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi
yang diharapkan).78
Kompetensi merupakan komponen utama dari standar profesi di
samping kode etik sebagai regulasi perilaku profesi yang di tetapkan
dalam prosedur dan sistem pengawasan tertentu. Kompetensi diartikan
dan dimaknai sebagai perangkat perilaku yang terkait dengan eksplorasi
dan investigasi, menganalisis dan memikirkan, serta memberikan
perhatian, dan mempersepsi yang mengarahkan seseorang menemukan
cara- cara untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien.
Kompetensi bukanlah suatu titik akhir dari suatu upaya melainkan suatu
proses yang berkembang dan belajar sepanjang hayat (lifelong learning
process).79
c. Hubungan Tujuan Pendidikan Islam dengan Kompetensi, Filsafat
NegaraDan Keyakinan Suatu Bangsa
1) Hubungan Tujuan Pendidikan Islam dengan Tujuan
Pendidikan Nasional
Tujuan pendidikan Islam seperti yang telah di bahas di atas
adalah terciptanya “Insan Kamil”. “Insan Kamil” merupakan sosok
manusia sempurna yang tak mudah untuk membentuknya dan
membutuhakn proses panjang, teknis dan perjalanan yang tidak
mudah. Tujuan dari pendidikan Islam yang sangat mulia ini sendiri
merupakan turunan dari Tujuan Nasional.
Tujuan Pendidikan secara umum dapat dilihat sebagai berikut:
a) Tujuan pendidikan terdapat dalam UU No. 2 Tahun 1985 yaitu
mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
yang seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertaqwa kepada
Tuhan yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki
pengetahuan dan kerampilan, kesehatan jasmani dan rohani,

78
Saefudin Saud, Pengembangan Profesi Guru (Bandung: CV. Alfabeta, 2009) hlm. 44
79
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007)
hlm.26
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab


kemasyarakatan dan berbangsa.
b) Tujuan Pendidikan Nasional menurut TAP MPR NO
II/MPR/1993 yaitu Meningkatkan kualitas manusia Indonesia,
yaitu manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju,
tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja
profesional serta sehat jasmani dan rohani. Pendidikan nasional
juga harus menumbuhkan jiwa patriotik dan memepertebal rasa
cinta tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan dan
kesetiakawaan sosial, serta kesadaran pada sejarah bangsa dan
sikap menghargai jasa para pahlawan, serta berorientasi masa
depan.
c) TAP MPR No 4/MPR/1975, Tujuan Pendidikan adalah
membangun di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah
negara pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-
manusia pembangun yang berpancasila dan untuk membentuk
manusia yang sehat jasmani dan rohaninya, memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang dapat mengembangkan
kreatifitas dan tanggung jawab dapat menyuburkan sikap
demokratis dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan
kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur,
mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai
dengan ketentuan yang termaktub dalam UUD 1945.
2) Hubungan Tujuan Pendidikan Nasional dengan Falsafah
Negara
Terlihat dari Tujuan Pendidikan Nasional dalamTAP MPR
No 4/MPR/1975 tertulis bahwa “Tujuan Nasional
bertujuan membangun di bidang pendidikan didasarkan atas
Falsafah Negara Pancasila dan...”. Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa memang terdapat kaitan antara Tujuan Pendidikan Nasional
dengan Falsafah Negara.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Filsafat Negara Indonesia adalah Pancasila, yang diakui


oleh Bangsa Indonesia sebagai pandangan hidup. 80 Filsafat
Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan
pegangan dalam hal sikap, tingkah laku, dan perbuatan dalam
kehidupan sehari- hari dalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan
bernegara. Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa tumbuh dan
berkembang bersamaan dengan tumbuh dan berkembangnya bangsa
Indonesia. Pancasila yang merupakan filsafat hidup bangsa
Indonesia mengandung nilai- nilai dasar yang dijunjung tinggi oleh
bangsa Indonesia. Nilai dasar yang dimaksud adalah nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan
nilai keadilan sosial yang tata urutannya termuat dalam aline IV,
pembukaan UUD 1945 (sesudah tanggal 18 Agustus 1945).
Sebagai falsafah hidup bangsa Indonesia, Filsafat Pancasila
dapat diartikan sebagai kemampuan rohani bangsa Indonesia
melakukan pemikiran - pemikiran yang sedalam - dalamnya tentang
kebenaran Pancasila sebagai landasan dasar falsafah kehidupan
bangsa Indonesia sehingga hasilnya adalah memperoleh suatu
kebenaran yang sesungguh- sungguhnya dan hakiki dari arti nilai-
nilai Pancasila.81
Dengan demikian Pancasila harus dijadikan pedoman dalam
penentuan tujuan pendidikan Islam, mengingat tujuan Pendidikan
Islam merupakan turunan dari Tujuan Pendidikan Nasional yang
mengerucut pada Pancasila sebagai Falsafah Negara.
Falsafah memiliki peran memberikan arah dan kompas
tujuan pendidikan Islam, dengan dasar filosofis, sehingga susunan
kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran,
terutama dari sisi nilai- nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini
kebenarannya.82
80
Elly M. Setiadi Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan Tinggi (Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003) hlm. 153
81
Pandji Setijo, Pendidikan Pancasila, Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa. (Jakarta: PT.
Grasindo, 2010) set. IV, hlm. 78-79
82
Al Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan
Praktis (Jakarta; PT. Ciputat Press, 2005) hlm. 58
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

3) Hubungan Falsafah Negara dengan Ideologi Bangsa


Keyakinan suatu bangsa, dapat dikatakan juga sebagai
sebuah ideologi suatu bangsa. Ideologi berasal dari kata
Yunani idein yang berarti melihat, atau ideayang berarti raut muka,
perawakan, gagasan, buah pikiran, dan kata logia yang berarti
ajaran. Dengan demikian Ideologi adalah ajaran atau ilmu tentang
gagasan dan buah pikiran atau science ideas.
Pengertian ideologi secara umum adalah suatu kumpulan
gagasan, ide, keyakinan, serta kepercayaan yang bersifat sistematis
yang mengarahkan tingkah laku seseorang dalam berbagai bidang
kehidupan. Yaitu mengacu kepada ideologi bangsa kita yakni
Pancasila dan berdasarkan kepada UUD 1945. Dan intinya adalah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia, Pancasila
pada hakikatnya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran
seseorang, atau sekelompok orang. Pancasila di tingkat dari mulai
adat istiadat kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia.83
Bangsa dan Negara RI dengan ideologi Pancasila memiliki
arti cita- cita atau pandangan dalam mendukung tercapainya Tujuan
Nasional RI.
Setiap bangsa dalam melanjutkan keberadaan serta
eksistensinya selalu berusaha memelihara ideologinya agar bangsa
itu tidak kehilangan ideologi yang dianutnya, berarti tidak
kehilangan identitas Nasionalnya. Demikian juga Bangsa Indonesia
yang mempertahankan Pancasila sebagai Ideologinya. Penetapan
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia itu pertama- tama
berarti bahwa negara Indonesia dibangun atas dasar moral kodrati
(natural morals). Oleh karena kita harus tunduk padanya dan wajib

83
Ibid., hlm. 167
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

membela serta melaksanakannya, baik dalam susunan, maupun


dalam kehidupannya.84
Ideologi Pancasila memiliki arti sebagai keseluruhan
Pandangan, cita- cita maupun keyakinan dan nilai- nilai Bangsa
Indonesia yang secara normatif perlu diwujudkan dalam tata
kehidupan berbangsa dan bernegara guna menjunjung tercapainya
suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.85
Filsafat sebagai pandangan hidup pada hakikatnya
merupakan sistem nilai yang secaraepistemologis kebenarannya
telah diyakini sehingga dijadikan dasar atau pedoman bagi manusia,
masyarakat, bangsa dan negara, tentang makna hidup serta sebagai
dasar dan pedoman bagi manusia dalam menyelesaikan masalah
yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Filsafat dalam
pengertian yang demikian ini telah menjadi suatu sistem cita- cita
atau keyakinan – keyakinan (believe system) yang telah menyangkut
praksis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau
suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupannya.
Hal itu berarti bahwa filsafat telah beralih dan menjelama menjadi
ideologi.
Tiap ideologi sebagai suatu rangkaian kesatuan cita- cita
yang mendasar dan menyeluruh yang jalin - menjalin menjadi suatu
sistem pemikiran (system of Thought) yang logis, adalah sumber
kepada filsafat. Dengan lain kata, ideologi sebagai suatu system of
thought mencari nilai, norma dan cita- cita yang bersumber kepada
filsafat, yang bersifat mendasar dan nyata untuk diaktualisasikan
artinya secara potensial mempunyai kemungkinan pelaksanaan yang
tinggi, sehingga dapat memberi pengaruh positif, karena mampu
membangkitkan dinamika masyarakat tersebut secara nyata ke arah
kemajuan. Ideologi dapat dikatakan juga sebagai konsep
operasionalisasi dari suatu pandangan hidup atau filsafat hidup akan

84
Kirdi dipoyudo, Pancasila Arti dan Pelaksanaanya (Jakarta: Yayasan Proklamasi CSIS, 1984)
hlm. 11-12
85
Ibid., hlm. 91
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

merupakan norma ideal yang melandasi ideologi, karena norma itu


akan dituangkan dalam perilaku, juga dalam kelembagaan soaial,
politik, ekonomi, pertahanan keamanan, dan sebagainya. Jadi
filsafat sebagai dasar dan sumber bagi perumusan ideologi yang
juga menyangkut strategi dan doktrin, dalam mengahadapi
permasalahan yang timbul di dalam kehidupan bangsa dan negara:
termasuk di dalamnya menentukan sudut pandang dan sikap dalam
menghadapi berbagai aliran atau sistem filsafat yang lain.86
4) Hubungan Tujuan Pendidikan Islam dengan Kurikulum
Tujuan Pendidikan Nasional yang merupakan
“Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” merupakan Tujuan secara
umum yang nantinya diturunkan dalam Tujuan Pendidikan Islam
yaitu “terciptanya Insan Kamil” yang tujuan tersebut di dasarkan
pada Al Qur’an dan Al Hadits. Tujuan Pendidikan Islam tersebut
nantinya diturunkan ke dalam sebuah kurikulum.
Kurikulum merupakan seperangkat / sistem rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman untuk dalam aktivitas belajar mengajar.
Dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan beberapa
peraturan dan juga rencana yang ada dalam suatu pembelajaran,
terkait dengan materi yang akan dan seharusnya ada dan digunakan
dalam suatu pembelajaran. Kurikulum dituangkan dalam sejumlah
mata pelajaran yang disusun secara sistematis untuk menyelesaikan
suatu program dalam artian lulus dan juga untuk memperoleh
ijazah.87

5) Hubungan Kurikulum dengan Tujuan Institusional

86
Kaelani, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia (Yogyakarta: Paramadina),
hlm. 55-56
87
Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Disekolah (Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 2002)
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Ada 4 unsur komponen kurikulum yaitu: tujuan, isi (bahan


pelajaran), strategi pelaksanaan (proses belajar mengajar), dan
penilaian (evaluasi).
Adapun komponen tujuan merupakan suatu program yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan itulah
yang dijadikan arah atau acuan segala kegiatan pendidikan yang
dijalankan. Berhasil atau tidaknya program pengajaran di Sekolah
dapat diukur dari seberapa jauh dan banyaknya pencapaian tujuan-
tujuan tersebut. Dalam setiap kurikulum lembaga pendidikan, pasti
dicantumkian tujuan-tujuan pendidikan yang akan atau harus
dicapai oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan.
Tujuan Pendidikan Nasional yang merupakan pendidikan
pada tataran makroskopik, selanjutnya dijabarkan ke dalam tujuan
institusional yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap
jenis maupun jenjang sekolah atau satuan pendidikan tertentu.
Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan
bahwa tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan
berikut.
Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut.
Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih
lanjut sesuai dengan kejuruannya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Tujuan pendidikan institusional tersebut kemudian


dijabarkan lagi ke dalam tujuan kurikuler; yaitu tujuan pendidikan
yang ingin dicapai dari setiap mata pelajaran yang dikembangkan di
setiap sekolah atau satuan pendidikan
6) Kedudukan Kurikulum Dalam Sisdiknas
Di dalam sistem Pendidikan Nasional juga diatur mengenai
Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan terdiri
atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga pendidik, dan
tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan,
pembiayaan, dan penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan
secara berencana dan berkala. Standar Nasional Pendidikan
digunakan sebagai acuan pengembangan kurikulum, tenaga
pendidik, dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana,
pengelolaan, dan pembiayaan. Pengembangan Standar Nasional
Pendidikan, serta pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara
nasional dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, penjaminan,
dan pengendalian mutu pendidikan.
7) Hubungan kurikulum dengan pembelajaran
Kalau diamati secara seksama antara kurikulum dengan
pembelajaran dengan memperhatikan defenisi di atas maka, kedua
permasalahan tersebut dapat dikatakan, kurikulum dengan
pembelajaran sangat erat hubungannya ibarat pepatah setali mata
uang yakni saling berinterkasi satu dengan lainnya. Hali ini
dipertegas dengan pendapatnya Mac Donald, menurutnya, sistem
persekolahan terbentuk atas empat subsistem, yaitu :
a) Mengajar merupakan kegiatan atau perlakuan profesional yang
diberikan oleh guru kepada peserta didik.
b) Belajar merupakan kegiatan atau upaya yang dilakukan siswa
sebagai respons terhadap kegiatan mengajar yang diberikan oleh
guru.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

c) Pembelajaran adalah keseluruhan pertautan kegiatan yang


memungkinkan dan berkenaan dengan terjadinya interkasi
belajar-mengajar
d) Kurikulum merupakan suatu rencana yang memberi pedoman
atau pegangan dalam proses kegiatan belajar-mengajar.
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan inilah yang saat
dipakai oleh semua lembaga pendidikan di Indonesia di mana
kurikulum tersebut tidak hanya berisi materi pelajaran, struktur
kurikulum, jumlah jam tatap muka perminggu tetapi mencakup
tentang desain intraksional atau Rencana Program Pembelajaran
yang akan digunakan dalam proses belajar-mengajar guru.
Sebagaimana diatur oleh Badan Nasional Standar Pendidikan
( BNSP ).
8) Hubungan Tujuan Satuan Pelajaran dengan Kompetensi
Kompetensi mencakup melakukan sesuatu, tidak hanya pada
pengetahuan yang pasif. Kompetensi tidak hanya mengetahui apa
yang harus dilakukan, namun juga mengetahui mengapa harus
dilakukan. Kompetensi adalah apa yang seseorang mampu kerjakan
untuk mencapai hasil yang diinginkan dari satu pekerjaan. Sejalan
dengan itu, Drever, D.L (1986), menyatakan bahwa kompetensi
adalah kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh dari
pendidikan dan atau latihan, sehingga diperoleh keterampilan.
Definisi lain menurut Mc Ashan yang dikutip Mulyasa (2004),
pengertian kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang telah menjadi
bagian dirinya, sehingga ia dapat melakukan tindakan dengan
sebaik-baiknya. Dengan demikian pengertian kompetensi itu
menggambarkan tentang apa yang harus dilakukan seseorang agar
dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik (technical
competency) dan menggambarkan bagaimana seseorang diharapkan
berperilaku agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik
(behavioural competency).
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

2. Hakikat Pendidik Dalam Pendidikan Islam.


a. Definisi Pendidik dalam Pendidikan Islam
Al-Ghazali mempergunakan istilah pendidik dengan berbagai kata
seperti al-Muallimin (guru), al-Mudarris (pengajar), al-Muaddib
(pendidik) dan al-Walid (orang tua).
Pendidik dalam islam adalah orang yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan peserta didiknya dengan upaya mengembangkan
seluruh potensi peserta didik, baik potensi afektif (rasa), kognitif (cipta),
maupun psikomotorik (karsa).88
Pendidik berarti juga orang dewasa yang bertanggung jawab
memberi pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani
dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan mampu berdiri sendiri
dam memenuhi tingkat kedewasaannya, mampu mandiri dalam memenuhi
tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT. Dan mampu
melaksanakan tugas sebagai makhluk social dan sebagai makhluk individu
yang mandiri.
Pendidik pertama dan utama adalahorang tua sendiri. Mereka
berdua yang bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak
kandungnya, karena sukses dan tidaknya anak sangat tergantung
pengasuhan, perhatian dan pendidikannya. Kesuksesan anak kandung
merupakan cerminan atas kesuksesan orang tua juga. Firman Allah SWT
yang artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.”
Sebagai pendidik pertama dan utama terhadap anak-anaknya orang
tua tidak selamanya memiliki waktu yang leluasa dalam mendidik anak-
anaknya. Selain karena kesibukan kerja, tingkat efektivitas dan efisiensi
pendidikan tidak akan baik jika pendidikan hanya dikelola secara alamiah.
Dalam konteks ini anak lazimnya dimasukkan ke dalam lembaga sekolah,
yang karenanya definisi pendidik disini adalah mereka yang memberikan

88
Abdul mujib;jusuf mudzakkir,Ilmu Pendidikan Islam,kencana prenada
media,Jakarta,2006,hal.87.,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pelajaran peserta didik yang memegang suatu mata pelajaran tertentu di


sekolah.89
Pada dasarnya pendidikan dan pengajaran atau ta’dib dan ta’lim,
mengajar dan mendidik, pengajar dan pendidik adalah sama. Keduanya
tidak dapat dibedakan. Oleh karena itu, walau al-Ghozali dalam konsep
pendidikannya menggunakan kata ta’dib tetapi ta’lim, beliau tidak
membedakan kedua kata tersebut. Kalau pembedaan ini didasarkan pada
adanya penekanan masing-masing, pendidikan tekanannya pada aspek
nilai dan pengajaran pada aspek intelek. Maka, tidak dibedakannya antara
pendidikan dan pengajaran, didasarkan pada al-Qur’an dan sunnah rasul.
Keduanya tidak hanya menekankan teori, mengesampingkan praktik, atau
sebaliknya menekankan praktik mengabaikan teori. Tidak hanya
menekankan ilmu mengabaikan amal atau sebaliknya menekankan amal
mengabaikan ilmu. Keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dalam al-Qur’an dikenal dengan istilah iman dan amal sholih.90
Dalam literature keislaman, guru sering disebut sebagai muallim,
muaddib, faqih, dan mu’id. Istilah-istilah ini mengandung makna yang
sama, yakni orang yang secara sadar bertanggung jawab untuk mengajar,
melatih dan mendidik anak. Perbedaan istilah-istilah dimaksud berada
pada tempat dalam melaksanakan tugas. Muallim adalah pengajar tingkat
dasar, muaddib adalah guru-guru yang diundang ke istana, faqih adalah
guru di college.91
Dalam perspektif filsafat pendidikan islam, para pendidik adalah
orang yang mengupayakan terbentuknya manusia yang rasional dalam
mengimani sesuatu yan bersifat metafisikal, melakukan filter dalam
menerima doktrin agama. Sedankan ptugas pendidik antara lain yaitu:
1) Membimbing anak didik
Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan
kesanggupan, bakat, minat dan sebagainya.

89
Ibid. Hal 88
90
Ahmad ludjito, pemikiran al-Ghozali tentang pendidikan,Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998,
hal.63.
91
Sama’un bakry,Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam,pustaka bani
quraisy,Bandung,2005,hal.47.,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

2) Menciptakan situasi untuk pendidikan


Situasi pendidikan, yaitu suatu keadaan yang menyebabkan
tindakan-tindakan dapat berlangsung dengan baik dan hasl yang
memuaskan.
3) Memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-
pengetahuan keagamaan, dan lain-lainnya.
Pengetahuan ini tidak sekedar diketahui tetapi juga diamalkan dan
diyakininya sendiri. Kedudukan pendidik sebagai pihak yang “lebih”
dalam situasi pendidikan. Haruslah dingat bahwa pendidik adalah
manusia dengan sifat yang tidak sempurna. Oleh karena itu, pendidik
harusselalu meninjau diri sendiri. Dari reaksi anak didik, hasil-hasil
usaha pendidikan, pendidik dapat memperoleh bahan-bahan kesamaan
dari pihak anak didik. Kecaman yang membangun pun besar sekali
manfaatnya.92
b. Kedudukan Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Pendidik adalah bapak rohani (spiritual father) bagi peserta didik
yang memberikan santapan jiwa dengan Ilmu, pembinaan akhalaq mulia
dan meluruskan perilakunya yang buruk. Oleh karena itu pendidik
mempunyai kedudukan tinggi dalam islam. Dalam beberapa hadits
disebutkan: “jadilah engkau sebagai guru, atau pelajar, atau pendengar,
atau pencinta, dan janganlah kamu menjadi orang yang kelima, sehingga
engkau menjadi rusak. “dalam hadits Nabi SAW yang lain: “ tinta seorang
ilmuwan (yang menjadi guru) lebih berharga ketimbang darah para
syuhada.”93
Dalam pendidikan islam, guru memiliki kedudukan yang sangat
tinggi. Ketinggian kedudukan guru bukan pada aspek materi atau
kekayaan, tetapai keutamaan yang disediakan oleh Allah di akhirat. Oleh
karena itu menurut al-Ghozali, guru dituntut melaksanakan tugasnya yaitu
menyampaikan ilmu dan tidak terlalu mengharapkan materi. Al-ghozali
lebih lanjut menyatakan bahwa diantara adab yang harus dilaksanakan

92
Hasan Basri, Filafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2009), hal. 57-70
93
Abdul mujib;jusuf mudzakkir,Ilmu Pendidikan Islam,kencana prenada
media,Jakarta,2006,hal.88
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

oleh guru adalah mengikuti ajaran-ajaran Rasulullah. Rasul tidak meminta


upah (gaji) untuk mengajarkan ilmunya dan tidak mengharapkan balas
jasa. Bahkan rasul mengajar semata-mata hanya karena Allah dan
mengharapkan keridlaan-Nya.94
Dengan demikian persoalan guru menerima imbalan (gaji) dari
pekerjaannya sebagaimana yang dikemukakan al-Ghozali, lebih
merupakan kritik social, ajakan, dan sekaligus refleksi dan pandangan-
pandangannya yang beranjak dari sikap seorang sufi, yang lebih senang
kepada cara-cara hidup zuhud daripada bergelimang dengan kemewahan
dunia.
c. Tugas Pendidik Dalam Pendidikan Islam
Menurut al-Ghozali, tugas pendidik yang utama adalah
menyempurnakan, mmbersihkan, menyucikan, serta membawakan hati
manusia untuk mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah SWT. Hal
tersebut karena tujuan pendidikan islam yang utama adalah upaya untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. Jika pendidik belum mampu membiasakan
diri dalam peribadatan pada peserta didiknya, maka ia mengalami
kegagalan, sekalipun peserta didiknya memiliki prestasi akademis yang
luar biasa. Hal itu mengandung arti akan keterkaitan antara ilmu dan amal
shaleh.95
Kadang kala seseorang terjebak dengan sebutan pendidik, misalnya
ada sebagian orang yang mampu memberikan dan memindahkan ilmu
pengetahuan (transfer of knowledge) kepada orang lain sudah dikatakan
sebagai pendidik. Sesungguhnya seorang pendidik bukanlah bertugas itu
saja, tetapi pendidik juga bertanggung jawab atas pengelolaan (manager of
learning) pengarah (director of learning), fasilitator dan perencana (the
planner of future society). Oleh karena itu fungsi dan tugas pendidik dalm
pendidikan dapat disimpulkan menjadi 3 bagian, yaitu:96
1) Sebagai pengajar (instruksional), yang bertugas merencanakan
program pengajaran dan melaksanakan program yang telah disusun
94
Sama’un bakry,ibid,hal.56.,
95
Abdul mujib;jusuf mudzakkir,Ilmu Pendidikan Islam,kencana prenada
media,Jakarta,2006,hal.90.
96
Ibid. Hal 91.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

serta mengakhiri dengan pelaksanaan penilaian setelah program


dilakukan.
2) Sebagai pendidik (educator), yang mengarahkan peserta didik pada
tingkat kedewasaan dan berkepribadian kamil seiring dengan tujuan
Allah SWT menciptakannya.
3) Sebagai pemimpin (managerial), yang memimpin, yang
mengendalikan kepada diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang
terkait, terhadap berbagai masalah yang menyangkut upaya
pengarahan, pengawasan, pengorganisasian, pengontrolan, dan
partisipasi atas program pendidikan yang dilakukan.
Dalam tugas itu, seorang pendidik dituntut untuk mempunyai
seperangkat prinsip keguruan. Prinsip keguruan itu dapat berupa: (a)
kegairahan dan kesediaan untuk mengajar seperti memperhatikan:
kesediaan, kemampuan, pertumbuhan, dan perbedaan peserta didik; (b)
membangkitkan gairah peserta didik; (c) menumbuhkan bakat dan sikap
peserta didik yang baik; (d) mengatur proses belajar mengajar yang baik;
(e) memperhatikan perubahan-perubahan kecenderungan yang
mempengaruhi proses mengajar; dan (f) adanya hubungan manusiawi
dalam proses belajar mengajar.
Muhaimin secara utuh mengemukakan tugas-tugas pendidik dalam
pendidikan islam. Dalam rumusannya, Muhaimin menggunakan istilah
ustadz, mu’allim, murabbi’, mursyid, mudarris dan muaddib. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat tabel sebagai berikut:
NO. PENDIDIK KARAKTERISTIK DAN TUGAS
1 Ustadz Orang yang berkomitmen dengan profesionalitas yang melekat
pada dirinya sikap dedikatif, komitmen terhadap mutu proses
dan hasil kerja serta sikap continous improvement.
2 Mua’llim Orang yang menguasai ilmu dan mampu mengembangkannya
serta menjelaskan fungsinya dalam kehidupan, menjelaskan
dimensi teoritis dan prakteknya sekaligus melakukan transfer
ilmu pengetahuan, internalisasi serta implementasi.
3 Murabbi’ Orang yang mendidik dan menyiapkan peserta didik agar
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

mampu berkreasi serta mampu mengatur dan memelihara hasil


kreasinya untuk tdak menimbulkan malapetaka bagi dirinya,
masyarakat, dan alam sekitarnya.
4 Mursyid Orang yang mampu menjadi model atau sentral identifikasi diri
atau menjadi pusat anutan, teladan dan konsultan bagi peserta
didiknya.
5 Mudarris Orang yang memiliki kepekaan intelektual dan informasi serta
memperbarui pengetahuan dan keahliannya secara
berkelanjutan, dan berusaha mencerdaskan peserta didiknya,
memberantas kebodohan mereka, serta melatih ketrampilan
sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
6 Muaddib Orang yang mampu menyiapkan peserta didik untuk
bertanggung jawab dalam membangun peradaban yang
berkualitas di masa depan.

d. Kompetensi-Kompetensi Pendidik Dalam Pendidikan Islam.


Pendidik islam yang professional harus memiliki kompetensi-
kompetensi yang lengkap meliputi: (1) penguasaan materi al-islam yang
komprehensif serta wawasan dan bahan pengayaan, terutama pada bidang-
bidang yang menjadi tugasnya. (2) penguasaan strategi (mencakup
pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan islam, termasuk kemampuan
evaluasinya;(3) penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan;
(4)memahami prinsip-prinsip dalam menafsirkan hasil penelitian
pendidikan, guna keperluan pengembangan pendidikan islam masa depan;
(5) memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak
langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
Jadi, dapat diformulasikan asumsi yang melandasi keberhasilan
pendidik yakni: “pendidik akan berhasil menjalankan tugasnya apabila
mempunyai kompetensi personal-religius, social-religius, dan professional
religius.97
1) Kompetensi Personal-Religius

97
Ibid. Hal. 95-96
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Kemampuan dasar (kompetensi) yang pertama bagi pendidik


adalah menyangkut kepribadian agamis, artinya pada dirinya melekat
nilai-nilai lebih yang hendak ditransinternalisasikan kepada peserta
didiknya. Misalnya nilai kejujuran, amanah, keadilan, kecerdasan,
tanggung jawab, musyawarah, kebersihan, keindahan, kedisiplinan,
ketertiban, dan sebagainya. Nilai tersebut perlu dimiliki psehingga
akan terjadi transinternalisasi (pemindahan penghayatan nilai-nilai)
antara peserta didik dan pendidik baik langsung maupun tidak
langsung, atau setidak-tidaknya terjadi transaksi (alih tindakan) antara
keduanya.
2) Kompetensi Sosial-Religius
Kemampuan dasar yang kedua bagi pendidik adalah
menyangkut keperduliannya terhadap masalah-masalah social selaras
dengan ajaran dakwah islam. Sikap gotong-royong, tolong-menolong,
egalitarian (persamaan derajat antara manusia), sikap toleransi, dan
sebagainya juga perlu dimiliki oleh pendidik muslim islam dalam
rangka transinternalisasi social atau transaksi social antara pendidik
dan peserta-peserta didiknya.
3) Kompetensi Profesional-Religius
Kemampuan dasar ketiga ini menyangkut kemampuan untuk
menjalankan tugas keguruannya secara professional, dalam arti
mampu membuat keputusan keahlian atas beragamnya kasus serta
mampu mempertanggungjawabkan berdasarkan teori dan wawasan
keahliannya dalam perspektif islam.
Al-Ghazali mengemukakan syarat-syarat kepribadian seorang
pendidik antara lain sebagai berikut:
a. Sabar menerima masalah-masalah yang ditanyakan dan harus
diterima baik
b. Senantiasa bersifat kasih dan tidak pilih kasih
c. Bersikap tawadu’ dalam pertemuan-pertemuan
d. Sikap dan pembicaraannya tidak main-main
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

e. Menanamkan sifat bersahabat di dalam hatinya terhada semua


murid-muridnya.
f. Menyantuni serta tidak membentak-bentak murid yang bodoh
g. Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang
sebaik-baiknya
Dari pernyataan di atas, dapat dikemukakan bahwa persyaratan
bagi seoran pendidik meliputi beberapa aspek:
a. Tabiat dan perilaku pendidik
b. Minat dan perhatian terhadap proses belajar mengajar
c. Kecakapan dan keterampilan mengajar
d. Sikap ilmiah dan cinta terhada kebenaran
3. Analisis
Kompetensi adalah apa yang seseorang mampu kerjakan untuk
mencapai hasil yang diinginkan dari suatu pekerjaan. Kompetensi harus
disesuaikan dengan Tujuan Pendidikan Nasional dan Tujuan Pendidikan
Islam, karena memang merupakan turunan darinya.
Tujuan Pendidikan Nasional yang merupakan tujuan yang didasarkan
pada Falsafah Negara dan Ideologi Bangsa haruslah sejalan dan tidak ada
pertentangan diantaranya. Tujuan Pendidikan Islam pun harus sejalan dengan
Tujuan Pendidikan Nasional yang mana tujuan tersebut adalah “mencerdaskan
kehidupan bangsa” .
Tujuan Pendidikan Islam yaitu terciptanya Insan Kamilatau manusia
sempurna, hal ini senada dengan tujuan Pendidikan Nasional yaitu
“mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang
seutuhnya yaitu yang beriman dan dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan kerampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan berbangsa.
Tujuan Pendidikan Nasional berakar pada Kebudayaan Bangsa dan
berdasar pada Falsafah Negara. Pada hakikatnya Falsafah Negara merupakan
suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang, atau sekelompok orang.
Falsafah bertingkat dari mulai adat istiadat kebudayaan serta nilai religius
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Tujuan


Pendidikan Islam dan Tujuan Pendidikan Nasional harus sejalan dengan
falsafah karena sudah merupakan perenungan dari kebudayaan Bangsa dan
sudah diyakini kebenarannya.
Tujuan Pendidikan Nasional diturunkan dalam Tujuan Pendidikan
Islam, dan dari tujuan Pendididikan Islam nantinya Tujuan tersebut diperinci
dijabarkan melalui Tujuan Institusi terkait yang natinya dilanjutkan melalui
kurikulum, dan diturunkan mealui tujuan mata pelajaran, dilanjutkan dengan
tujuan Satuan Pelajaran dan diukur keberhasilannya melalui Standar
Kompetensi, Kompetensi Dasar, dan Standar Pencapaian Hasil Belajar. Dalam
hal ini di uji kompetensi yang seharusnya sudah di miliki, apakah sudah sesuai
dengan yang diharapkan atau belum mencukupi standar kompetensi yang telah
ditentukan.
4. Hal- Hal yang dianggap Penting
Tujuan Nasional haruslah berdasarkan pada Ideologi Bangsa dan
berakar pada Falsafah Negara. Tujuan Pendidikan Islam pun harus diturunkan
dan tidak melenceng dari Tujuan Nasional. Adan dari keseluruhan proses yang
ada dari mulai Tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan Pendidikan Islam,
Kurikulum, Tujuan Mata Pelajaran dan Tujuan Satuan Mata pelajaran harus
senafas dan senada agar tidak terjadi kesenjangan nantinya dalam Standar
Kompetensi dan Kompetensi Standar peserta didik dan tidak ada kesenjangan
dengan keyakinan serta kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
C. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya Ada
keterkaitan antara Tujuan Pendidikan nasional, Tujuan Pendidikan Islam,
Kompetensi, Falsafah Negara dan Kepercayaan Bangsa.
Untuk mengukur kompetensi dari peserta didik maka harus ada
kebersinambungan diantara keseluruhannya. Perumusan Tujuan Pendidikan
Nasional harus berdasar pada Falsafah Negara dan berakar pada ideologi
Bangsa. Tujuan Pendidikan Islam nantinya diwujudkan atau diturunkan melalui
Tujuan Mata Pelajaran yang diteruskan melalui tujuan satuan pelajaran yang
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

terumuskan dalam Standar kompetensi, Kompetensi dasar dan Standar


Pencapaian hasil belajar.
Melalui Kompetensi Dasar ini natinya diketahui apakah kompetensi yang
diharapkan sudah tercapai ataukah belum dan harus ada evaluasi. Dari sini juga
dapat terlihat sudahkah Tujuan dari pendidikan Islam yang senafas dengan
tujuan Nasional ini sesuai den gan yang diharapkan ataukah masih ada
kesenjangan.

BAB VI
HAKIKAT, ASAS-ASAS, KOMPONEN, PRINSIP-PRINSIP, DAN
ORIENTASI KURIKULUM DALAM ISLAM
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

(Aris Setiawan)

A. PENDAHULUAN
Berbicara tentang kurikulum adalah berbicara tentang kontens dan
struktur keilmuan dalam pendidikan.Kurikulum sebagai komponen utama
harus mendapat aksentuasi yang mendalam bagi setiap pengembang dan
praktisi di setiap satuan pendidikan.Kurikulum pendidikan Islam, seperti
yang diinginkan para pakar dan ahli pendidikan Islam, harus dibangun dari
formulasi pemahaman terhadap wahyu ilahiyah dan realitas empirik yang
mewadahinya (kauniyah). Kurikulum pendidikan Islam memiliki misi
untuk menjabarkan pesan kitab suci dan sunnah Nabi agar dapat
membenahi kualitas hidup manusia ke arah lebih baik. Suatu misi (risalah)
kemanusiaan yang sangat mulia dalam rangka membentuk sikap mental
lulusan yang berperadaban dan menjunjung tinggi nilai insani.Sesuai
dengan konteks Indonesia, pendidikan Islam sangat dipengaruhi oleh
budaya, ideologi dan cara keberagamaan yang kuat. Oleh karenanya,
kurikulum pendidikan Islam diformat yang mampu menyentuh sesuatu
yang substansial seperti yang dikehendaki oleh nilai-nilai budaya, ideologi
dan tingkat keberagamaan yang terdapat dalam bangsa ini.Kontekstualisasi
kurikulum pendidikan Islam diharapkan memberikan kontribusi yang
positif terhadap prilaku peserta didik, terutama pembetukan budi pekerti,
kesadaran spiritualitas keagamaan, serta kematangan intelektual dan
profesional. Perbicangan kita tentang kurikulum dalam pendidikan islam
akan mengandung : pentingnya kurikulum ini bagi masyarakat atau negara
dan bagi ibu-bapak, kanak-kanak dan pelajar-pelajar sendiri, konsep
kurikulum pada pendidikan modern dan pendidikan Islam, ciri-ciri umum
bagi kurikulum dalam pendidikan Islam 98, Hakikat Kurikulum, Asas-asas
Kurikulum dalam Islam, Komponen Kurikulum (tujuan, isi/materi, metode
dan evaluasi), Prinsip-prinsip kurikulum dalam Islam, Orientasi
Kurikulum dalam Islam Dan lain-lain.

98 1
Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Filsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1979, hlm. 475.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Semua warga pendidikan adalah penting dan tidak ada satupun


yang terrabaikan. Guru, murid, orang tua, pemerintah, anggota masyarakat
dan apapun sebutanya, semua mempunyai peranan dalam membentuk
kepribadian peserta didik. Karena pendidikan itu sebuah sistem yang
terdiri dari berbagai komponen yakni antara lain tujuan, pendidik, peserta
didik kurikulum, metode pembelajaran dan evaluasi.
B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Kurikulum Pendidikan Islam
Secara etimologi kurikulum berasal dari bahasa Yunani, curir yang
artinya pelari dan curure yang berarti jarak yang harus ditempuh oleh
pelari. Istilah ini pada mulanya digunakan dalam dunia olahraga yang
berarti a little racecourse (suatu jarak yang harus ditempuh dalam
pertandingan olahraga). Sementara pendapat lain mengemukakan
bahwa kurikulum merupakan sebuah arena pertandingan tempat pelajar
bertanding untuk menguasai pelajaran guna mencapai gelar.
Berdasarkan pada istilah ini, maka dalam konteks pendidikan
kurikulum dapat diartikan sebagai circe of instruction yakni suatu
lingkungan pengajaran dimana guru dan peserta didik terlibat di
dalamnya.
Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kurikulum sebagai
produk (hasil pengembangan kurikulum), kurikulum sebagai program
(alat yang dilakukan sekolah untuk mencapai tujuan), dan kurikulum
sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh peserta didik
(meliputi pengetahuan, sikap dan ketrampilan tertentu).
Sedangkan menurut Muhammad Omar Muhammad al Thoumy al
Syaibany, kurikulum pendidikan Islam dikenal dengan istilah manhaj
yang berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak
didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap
mereka. Sedangkan menurut Muhammad Omar Muhammad al Thoumy
al Syaibany, kurikulum pendidikan Islam dikenal dengan istilah manhaj
yang berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik bersama anak
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

didiknya untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap


mereka.99
2. Asas-asas Kurikulum Dalam Islam
Suatu kurikulum tak terkecuali kurikulum pendidikan Islam harus
mengandung beberapa unsur utama, seperti tujuan, isi mata pelajaran,
metode mengajar dan penilaian.Kesemua unsur tersebut harus tersusun
dan mengacu pada sumber kekuatan yang menjadi landasan dalam
pembentukannya. Sumber kekuatan tersebut dikatakan sebagai asas-
asas pembentuk kurikulum pendidikan.
Adapun dasar yang menjadi landasan kurikulum pendidikan Islam :
a. Dasar Agama
Segala sistem pendidikan Islam harus meletakan dasar falsafat,
tujuan, dan kurikulumnya pada agama Islam atau syariat Islam
dengan segala kandunganya. Semua itu kembali kepada dua
sumber utama dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
SAW. Sesudah kedua sumber ini barulah datang sumber-sumber
cabang yang lain, berdasar pada keduanya, menguraikan apa yang
tersimpul dan memperluas dalam meletakan hukum furu’ dari pada
dasar-dasar dan hukum-hukum umum yang terkandung pada
keduanya. Diantara sumber-sumber cabang bagi syariat islam
adalah ijma’, qias, kepentingan umum, dan yang dianggap baik
(istihsan).
b. Dasar Falsafah
Dengan dasar filosufis, sehingga susunan kurikulum
mengandung suatu kebenaran, terutama kebenaran dibidang nilai-
nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu
kebenaran. Dasar filosufis mengandung sistem nilai, baik yang
berkaitan dengan nilai dan makna hidup dan kehidupan, masalah
kehidupan, norma-norma yang muncul dari individu, sekelompok
masyarakat, maupun suatu bangsa yang dilatarbelakangi oleh

99 2
Ibid., hlm 478.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pengaruh agama, adat istiadat, dan konsep individu tentang


pendidikan.
c. Dasar Psikologis
Dasar psikologis ini berkaitan dengan ciri-ciri perkembangan
individu perserta didik, tahap kematanganya, bakat-bakat jasmani,
intelektual, bahasa, emosi, dan sosial, kebutuhan-kebutuhan,
mianat, kecakapan yang bermacam-macam, perbedaan individu,
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, proses belajar,
pengamatan peserta didik dan lain-lain yang bersifat psikologis.
d. Dasar Sosial
Dasar sosial ini berkaitan dengan ciri-ciri masyarakat Islam
yang berlaku proses pendidikan dan kebudayaan masyarakat ini
yang bersifat umum atau khusus, serta pengetahuan dan kemahiran
yang akan menambah produktifitas dan keikutsertaan mereka
dalam membina umat dan bangsanya.
3. Komponen-komponen Kurikulum
Komponen-komponen kurikulum pada prinsifnya terdiri dari empat
macam komponen yaitu: tujuan, materi, metode dan evaluasi.
a. Komponen Tujuan
Komponen tujuan adalah komponen kurikulum yang menjadi
target atau sasaran yang mesti dicapai dari melaksanakan suatu
kurikulum. komponen ini sangat penting, karena melalui tujuan,
materi proses dan evaluasi dapat dikendalikan untuk kepentingan
mencapai tujuan kurikulum dimaksud. Tujuan kurikulum dapat
dispesifikasikan ke dalam tujuan pembelajaran umum yaitu berupa
tujuan yang dicapai untuk satu semester. Sedangkan tujuan
pembelajaran khusus yang menjadi target setiap kali tatap muka.
Dalam konteks kurikulum berbasis kompetensi tujuan pembelajaran
umum disebut dengan istilah standar kompetensi dan tujuan
pembelajaran khusus disebut dengan istilah kompetensi dasar.100

100 3
Lias Hasibuan, Kurukulum dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta: Gaung Persada Press,
2010, hlm. 38-40.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2007 dikemukakan bahwa


tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
dirumuskan mengacu kepada tujuan umum pendidikan berikut.
1) Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2) Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan
untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3) Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan
kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta
keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Tujuan pendidikan
institusional tersebut kemudian dijabarkan lagi ke dalam tujuan
kurikuler; yaitu tujuan pendidikan yang ingin dicapai dari setiap
mata pelajaran yang dikembangkan di setiap sekolah atau satuan
pendidikan.
b. Komponen isi/materi
Komponen materi adalah komponen yang didesain untuk
mencapai komponen tujuan. Yang dimaksud dengan komponen
materi adalah bahan-bahan kajian yang terdiri dari ilmu
pengetahuan, nilai, pengalaman dan keterampilan yang
dikembangkan ke dalam proses pembelajaran guna mencapai
komponen tujuan.
Isi program kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan
kepada anak didik dalam kegiatan belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan. Isi kurikulum meliputi jenis-jenis bidang studi
yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang studi
tersebut. Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis,
jenjang maupun jalur pendidikan yang ada. Kriteria yang dapat
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

membantu pada perancangan kurikulum dalam menentukan isi


kurikulum. Kriteria itu antara lain :101
a. Isi kurikulum harus sesuai, tepat dan bermakna bagi
perkembangan siswa.
b. Isi kurikulum harus mencerminkan kenyataan sosial.
c. Isi kurikulum harus mengandung pengetahuan ilmiah yang
tahan uji.
d. Isi kurikulum mengandung bahan pelajaran yang jelas.
e. Isi kurikulum dapat menunjang tercapainya tujuan pendidikan.
c. Komponen Metode
Strategi dan metode merupakan komponen ketiga dalam
pengembangan kurikulum. Komponen ini merupakan komponen yang
memiliki peran sangat penting, sebab berhubungan dengan
implementasi kurikulum. Strategi merujuk pada pendekatan dan
metode serta peralatan mengajar yang digunakan dalam pengajaran.
Tetapi pada hakikatnya strategi pengajaran tidak hanya terbatas pada
hal itu saja. Pembicaraan strategi pengajaran tergambar dari cara yang
ditempuh dalam melaksanakan pengajaan, mengadakan penilaian,
pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan, baik yang secara
umum berlaku maupun yang bersifat khusus dalam pengajaran.
Strategi pelaksanaan kurikulum berhubungan dengan bagaimana
kurikulum itu dilaksanakan disekolah. Kurikulum merupakan rencana,
ide, harapan, yang harus diwujudkan secara nyata disekolah, sehingga
mampu mampu mengantarkan anak didik mencapai tujuan pendidikan.
Kurikulum yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimal, jika
pelaksanaannya menghasilkan sesuatu yang baik bagi anak didik.
Komponen strategi pelaksanaan kurikulum meliputi pengajaran,
penilaian, bimbingan dan penyuluhan dan pengaturan kegiatan
sekolah.102
d. Komponen Evaluasi
101 4
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan prakte, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2010, hlm. 105.
102 5
Hamid Syarif, Pengembanagan Kurikulum, Pasuruan: Garoeda Buana Indah, 2009, hlm.
108.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Komponen evaluasi adalah komponen kurikulum yang dapat


diperbandingkan seperti halnya penjaga gawang dalam permainan
sepak bola, memfungsikan evaluasi berarti melakukan seleksi
terhadap siapa yang berhak untuk diluluskan dan siapa yang belum
berhak diluluskan, karena itu siswa yang dapat mencapai targetlah
yang berhak untuk diluluskan,sedangkan siswa yang tidak
mencapai target (prilaku yang diharapkan) tidak berhak untuk
diluluskan. Dilihat dari fungsi dan urgeni evaluasi yang demikian,
Dari sudut komponen evaluasi misalnya, berapa banyak guru yang
mengerjakan suatu mata pelajaran yang sesuai dengan latar
belakang pendidikan guru dan ditunjang pula oleh media dan
sarana belajar yang memedai serta murid yang normal.103
5. Prinsip-prinsip Kurikulum Dalam Islam
Prinsip-prinsip yang dipegang dalam menentukan tujuan-tujuan
khusus pendidikan Islam antara lain yang dikemukakan oleh al-
Syaibani (1979) ialah :
a. Prinsip Universal (syumuliyah). Prinsip memandang keseluruhan
aspek agama (akidah, ibadah, akhlak, serta muamalah), manusia
(jasmani, rohani, dan jiwa/nafs), masyarakat dan tatanan
kehidupanya, serta wujud jagat raya dan hidup.
b. Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan. Prinsip ini adalah
keseimbangan antara berbagai aspek kehidupan pada pribadi,
sebagai kebutuhan individu dan komunitas dan keseimbangan
antara tuntutan pemeliharaan kebudayaan masa silam dan
kebutuhan masakini dan berusaha untuk mengatasi masa depan,
atau melupakan suatu aspek sebab terlalu memberatkan aspek yang
lain.
c. Prinsip kejelasan. Prinsip yang di dalamnya terdapat ajaran dan
hukum yang memberi kejelasan terhadap kejiwaan manusia.

103 6
Oemar amalik, Kurikulum Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2008, hlm. 28.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

d. Prinsip tak ada pertentangan antara berbagai unsur dan cara


pelaksanaanya, sehingga antara satu komponen dengan komponen
lainya saling mendukung.
e. Prinsip realistik dan dapat dilaksanakanya. Syariat Islam dan
pendidikan Islam tegak diatas prinsip realisme dan jauh dari
khayal, berlebih-lebihan, dan bersifat serampangan. Realistik dan
dapat dilaksanakan menggambarkan bahwa pendidikan Islam itu
sesuai dengan fitrah manusia, dan kondisi sosioekonomi,
sosiopolitik, sosiokeamanan, dan sosiokultural yang ada.
f. Prinsip perubahan yang diinginkan. Pprinsip perubahan struktur
diri manusia yang meliputi jasmaniyah, ruhaniyah, serta perubahan
kondisi psikologis, sosiologis, pengetahuan, konsep, pikiran,
kemahiran, nilai-nilai, sikap peserta didik untuk mencapai
dinamisasi kesempurnaan pendidikan.
g. Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu. Manusia
diciptakan dalam perbedaan, seperti perbedaan kecerdasan,
kebutuhan, motivasi, bakat, watak, emosi, minat, kemtangan
jasmani dan lain-lain. Maka fungsi pendidikan bukan
menyamaratakan (uniform) kemampuan manusia, tetapi
optimalisasi potensi-potensi manusiam menjadi aktual.
h. Prinsip dinamis dalam menerima perubahan dan perkembangan.
Pendidikan dalam Islam tidak kaku dalam tujuan-tujuan,
kurikulum, dan metode-metodenya, tetapi ia selalu memperbarui
diri, dan selalu berkembang. Ia memberi respon terhadap
kebutuhan-kebutuhan zaman dan tempat dan tuntutan
perkembangan dan perubahan sosial yang diakui oleh nilai-nilai
Islam.104
6. Orentasi Kurikulum Dalam Islam
Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya dapat
dirangkum menjadi lima, yaitu orientasi pada pelestarian nilai-nilai,
orientasi pada kebutuhan sosial, orientasi pada tenaga kerja, orientasi pada
104 7
Maragustam Siregar, Filsafat Pendidikan Islam, Yogjakarta: Kurnia Kalam Semesta,
2016, hlm. 198-199.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

peserta didik, dan orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.105
a. Orientasi Pelastirian Nilai
Dalam pandangan Islam, nilai terbagi atas dua macam, yaitu nilai
yang turun dari Allah SWT, yang disebut nilai ilahiyah, dan nilai yang
tumbuh dan berkembang dari peradaban manusia sendiri yang disebut
dengan nilai insaniyah. Kedua nilai tersebut selanjutnya membentuk
norma-norma atau kaidah-kaidah kehidupan yang dianut dan
melembaga pada masyarakat yang mendukungnya. Tugas kurikulum
selanjutnya adalah menciptakan situasi-situasi dan program tertentu
untuk tercapainya pelestarian kedua nilai tersebut.
b. Orientasi Kebutuhan Sosial
Orientasi yang kedua ini memberi implikasi pada pemberian
kontribusi positif pendidikan pada kehidupan sosial bermasyarakat.
Untuk mewujudkan hal ini, harus dirumuskan pola pengaturan
kehidupan sosial yang dapat dijadikan pedoman bagi pendidikan
Islam.
c. Orientasi Pada Tenaga Kerjaan
Manusia sebagai makhluk biologis mempunyai unsur mekanisme
jasmani yang membutuhkan kebutuhan-kebutuhan lahiriah, misalnya
makan minum, bertempat tinggal yang layak, dan kebutuhan biologis
lainnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut harus terpenuhi secara layak,
dan salah satu di antara persiapan untuk mendapatkan pemenuhan
kebutuhan yang layak adalah melalui pendidikan. Dengan pendidikan,
pengalaman dan pengetahuan seseorang bertambah dan dapat
menentukan kualitas dan kuantitas kerja seseorang. Hal ini karena
dunia kerja dewasa ini semakin banyak saingan, dan jumlah
perkembangan penduduk jauh lebih pesat dari penyediaan lapangan
kerja.

105 8
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2010), hlm. 135.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

d. Orientasi Pada Peserta Didik


Orientasi ini memberikan kompas pada kurikulum untuk
memenuhi kebutuhan peserta didik yang disesuaikan dengan bakat,
minat, dan potensi yang dimilikinya, serta kebutuhan peserta didik.
Orientasi ini diarahkan kepada pembinaan tiga dimensi peserta
didiknya.
1) Dimensi kepribadian sebagai manusia, yaitu kemampuan untuk
menjaga integritas antara sikap, tingkah laku, etiket, dan moralitas.
2) Dimensi produktivitas yang menyangkut apa yang dihasilkan anak
didik dalam jumlah yang lebih banyak, kualitas yang lebih baik
setelah ia menamatkan pendidikannya.
3) Dimensi kreativitas yang menyangkut kemampuan anak didik
untuk berpikir dan berbuat, menciptakan sesuatu yang berguna
bagi diri sendiri dan masyarakat.
e. Orientasi pada Masa Depan Pekembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK)
Kemajuan suatu zaman ditandai oleh kemajuan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta produk-produk yang dihasilkannya. Hampir semua
kehidupan dewasa ini tidak lepas dari keterlibatan IPTEK, mulai dari
kehidupan yang paling sederhana sampai kehidupan dan peradaban
yang paling tinggi. Dengan IPTEK, masalah yang rumit menjadi lebih
mudah, masalah yang tidak berguna menjadi lebih berguna, masalah
yang using dan kemudian dibumbui dengan produk IPTEK menjadi
lebih menarik.
7. Kesimpulan
Hakekat kurikulum pendidikan Islam adalah kegiatan yang mencakup
berbagai rencana kegiatan peserta didik yang terperinci berupa bentuk-
bentuk materi pendidikan, saran-saran strategi belajar mengajar dan hal-
hal yang mencakup pada kegiatan yang bertujuan mencapai tujuan yang
diinginkan dengan mengacu pada nilai-nilai ajaran Islam. Asas-asas
kurikulum pendidikan Islam meliputi: asas religius/agama, asas falsafah,
asas psikologis dan asas sosiologis. Komponen-komponen kurikulum
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

meliputi: Komponen Tujuan, Komponen isi/materi, Komponen motode,


Komponen evaluasi. Prinsip-prinsip yang dipegang untuk menentukan
tujuan-tujuan khusus pendidikan Islam meliputi: Prinsip Universal
(syumuliyah), Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan, Prinsip kejelasan,
Prinsip tidak ada pertentangan antaraberbagai unsur dan cara
pelaksanaanya, Prinsip realistik dan dapat dilaksanakan, Prinsip perubahan
yang diinginkan, prinsip menjaga perbedaan-perbedaan individu, Prinsip
dinamis yang menerima perubahan dan perkembangan. Orientasi
kurikulum, Pada dasarnya, orientasi kurikulum pendidikan pada umumnya
dapat dirangkum menjadi lima, yaitu orientasi pada pelestarian nilai-nilai,
orientasi pada kebutuhan sosial, orientasi pada tenaga kerja, orientasi pada
peserta didik, dan orientasi pada masa depan dan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB VII
ANALISIS FILOSOFIS PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN
ISLAM DALAM PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
(Brotoseno)

A. PENDAHULUAN
Tolok ukur keberhasilan pendidikan terletak pada tahap implementasi,
dimana implementasi lebih mengarah pada aktivitas yang lebih praktis yang di
dalamnya terdapat perilaku untuk mengeksekusi dan mengarahkan.
Keberhasilan proses implementasi akan mendapat pengaruh dari berbagai
unsur baik itu unsur pendukung maupun penghambat serta adanya unsur
lingkungan, baik fisik maupun sosial budaya.106 Implementasi pendidikan di
Indonesia memang cenderung kompleks karena setiap daerah di Indonesia
memiliki tingkat kemajuan masyarakat yang cukup beragam dimana
keberagaman tersebut salah satunya dipengaruhi oleh sistem sosial yang
dikonstruksi oleh masyarakat di masing-masing wilayah tersebut sehingga
memunculkan kearifan lokal.
Kearifan lokal apabila dikaitkan dengan konteks pendidikan dan tujuan
yang akan dicapai, maka memiliki korelasi terhadap kurikulum dan
pengembangannya. Kurikulum adalah salah satu indikator penting bagi
pembaharuan pendidikan. Kurikulum dengan segala tujuan yang ditetapkan
tentu telah mengalami proses perencanaan yang matang, implementasi yang
baik serta evaluasi yang terarah. Oleh karena itu, pada tataran implementasi
kurikulum di Indonesia dengan adanya keberagaman yang ada tentu sangat
menarik jika kita mau mempelajari tentang kurikulum apabila dilihat dari
beragam aspek, salah satunya adalah pada aspek pengembangan kurikulum
pada pendidikan Islam. Pendidikan Islam memainkan peran penting dalam hal
ini karena Islam sebagai agama mayoritas telah mendapatkan posisi yang
sangat kuat dalam bidang apapun termasuk pendidikan. Oleh karena itu, dalam
makalah ini akan dibahas mengenai analisis filosofis pengembangan kurikulum
pendidikan Islam dalam perspektif filsafat pendidikan Islam.

106
Yoyon Bahtiar Irianto. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo,
2011). Hlm 41.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

B. PEMBAHASAN
1. Kurikulum Pendidikan Islam
Undang – Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003
menjelaskan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu.107 Kurikulum dapat dipandang sebagai
suatu program pendidikan yang kegiatannya telah melalui proses
perencanaan dan dilaksanakan sebagai upaya untuk mencapai sejumlah
tujuan-tujuan pendidikan tertentu.108 Kurikulum adalah suatu program
rancangan pendidikan yang memiliki isi dari sejumlah mata pelajaran
disertai program kegiatan yang diperlukan sebagai syarat untuk
menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu yang di kemas dalam
kegiatan kurikulum (intra curricular), kegiatan penyertaan kurikulum (co-
curriculum) dan luar kegiatan kurikulum (ekstrakurikuler). 109 Oleh karena
itu, dapat dikatakan bahwa kurikulum merupakan seperangkat rencana
pendidikan yang memiliki berbagai komponen dan dikemas sedemikian
rupa dalam bentuk kegiatan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan
kegiatan pendidikan untuk tujuan pendidikan tertentu.
Bentuk kurikulum bermacam-macam diantaranya adalah separate
subject curriculum, correlated curriculum, integrated curriculum dan
activity curriculum.
a. Separated- subject curriculum adalah setiap materi pelajaran memiliki
eksistensi sendiri dengan perangkat pengetahuan yang benar-benar
terpisah dari materi dan pengetahuan yang lain. Penganut kurikulum ini
tidak merasa mementingkan dalam mengadakan hubungan apapun antar
berbagai mata pelajaran. Antara satu dengan yang lainnya adalah
terpisah.

107
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003.
108
Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2014). Hlm. 122.
109
Maragustam. Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi
Arus Global. (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016). Hlm. 236.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

b. Correlated curiculum adalah menyajikan berbagai materi pelajaran


seakan-akan merupakan rantai yang saling terhubung. Setiap mata rantai
harus bertalian dengan yang sebelumnya atau dibangun atas suatu rantai
yang sebelumnya. Oleh karena itu, dalam proses belajar mengajar
terlebih dahulu harus dimulai dengan mengingat kembali pelajaran-
pelajaran yang telah lalu.
c. Integrated curriculum adalah bentuk kurikulum yang paling bertalian dan
terkoordinasi antara bagian-bagiannya dan materi-materi pelajarannya.
Seluruh materi pelajaran dan pengetahuan yang akan diberikan kepada
peserta didik harus bertalian dengan subyek yang menjadi pusat perhatian
para peserta didik.
d. Activity curriculum adalah koordinasi serangkaian aktivitas yang
diangkat dari kehidupan peserta didik atau dari kehidupan masyarakat
mereka. Berbagai aktivitas ini dipandang dapat mengembangkan
berbagai pengetahuan dan pengalaman peserta didik, disamping dapat
merealisasikan berbagai tujuan umat dan tujuan pendidikan serta
pengajaran mereka.110
Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, di dalamnya
mencakup perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum
adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum
membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan
perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan
kurikulum atau biasa disebut implementasi kurikulum berusaha mentransfer
perencanaan kurikulum kedalam tindakan operasional. Perencanaan
kurikulum menurut Hamalik (dalam Kompri, 2015) disusun berdasarkan
atas asas-asas sebagai berikut:
a. Objektivitas. Perencanaan kurikulum memiliki tujuan yang jelas dan
spesifik berdasarkan tujuan pendidikan nasional, data input yang nyata
sesuai kebutuhan;

110
Ibid., hlm. 236-237.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

b. Keterpaduan. Perencanaan kurikulum memadukan jenis dan sumber dari


semua disiplin ilmu, keterpaduan sekolah dan masyarakat, keterpaduan
internal, serta keterpaduan dalam proses penyampaian;
c. Manfaat. Perencanaan kurikulum menyediakan dan menyajikan
pengetahuan dan keterampilan sebagai bahan masukan untuk
pengambilan keputusan dan tindakan, serta bermanfaat sebagai acuan
strategis dalam penyelenggaraan pendidikan;
d. Efisiensi dan Efektivitas. Perencanaan kurikulum berdasarkan prinsip
efisiensi dana, tenaga dan waktu efektif dalam mencapai tujuan dan hasil
pendidikan;
e. Kesesuaian. Perencanaan kurikulum disesuaikan dengan saran peserta
didik, kemampuan tenaga kependidikan, kemajuan IPTEK dan perubahan
atau perkembangan masyarakat;
f. Keseimbangan. Perencanaan kurikulum memperhatikan keseimbangan
antara jenis bidang studi, sumber yang tersedia, serta kemampuan dan
program yang akan dilaksanakan;
g. Kemudahan. Perencanaan kurikulum memberikan kemudahan bagi para
pemakainya yang membutuhkan pedoman berupa bahan kajian dan
metode untuk melaksanakan proses pembelajaran;
h. Berkesinambungan. Perencanaan kurikulum diatas secara
berkesinambungan sejalan dengan tahap-tahap dan jenis serta jenjang
satuan pendidikan;
i. Pembakuan. Perencanaan kurikulum dibakukan sesuai denga jenjang dan
jenis satuan pendidikan, sejak dari pusat, provinsi, kabupaten/kotamadya;
j. Mutu. Perencanaan kurikulum memuat perangkat pembelajaran yang
bermutu, sehingga turut meningkatkan mutu proses belajar dan kualitas
lulusan secara keseluruhan.111
Kurikulum mencakup komponen yang lengkap, terdiri dari rumusan
tujuan pendidikan suatu lembaga sampai dengan penjabarannya dalam
bentuk satuan acara perkuliahan yang akan dilakukan oleh seorang tenaga

111
Kompri. Manajemen Sekolah Orientasi Kemandirian Kepala Sekolah. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015). Hlm 141-142.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pengajar sehari-hari, seperti pendidikan umum. Oleh karena itu, dalam


konteks ini maka variabel-variabel pokok yaitu mata pelajaran, siswa dan
guru dilibatkan bersama. Kurikulum harus tertuang dalam satu atau
beberapa dokumen atau rencana tertulis. Dokumen atau rencana tertulis itu
berisikan pernyataan mengenai kualitas yang harus dimiliki seorang peserta
didik yang mengikuti kurikulum tersebut. Pengertian kualitas pendidikan
disini mengandung makna bahwa kurikulum sebagai dokumen
merencanakan kualitas hasil belajar yang harus dimiliki peserta didik,
kualitas proses pendidikan yang harus dialami peserta didik. Kurikulum
dalam bentuk fisik seringkali menjadi fokus utama dalam setiap proses
pengembangan kurikulum karena menggambarkan ide atau pemikiran para
pengambil keputusan yang digunakan sebagai dasar bagi pengembangan
kurikulum sebagai suatu pengalaman.112
Penyusunan kurikukum membutuhkan dasar-dasar yang kuat, baik
berupa hasil pemikiran maupun hasil penelitian mendalam. Pentingnya
dasar-dasar yang kuat terletak pada kedudukan kurikulum dalam seluruh
kegiatan pendidikan. James A Beane (dalam Abdullah Aly, 2011) membagi
pengembangan kurikulum kedalam tiga dasar, yaitu:
a. Dasar Filosofis
Terdapat beberapa rujukan terkait aliran filsafat yang memiliki
pemikiran tentang pendidikan, antara lain: idealisme, realisme,
pragmatisme, eksistensialisme, progresivisme, perenialisme, esensialisme
dan rekonstruksionisme. Keberadaan delapan aliran filsafat di atas
menunjukkan bahwa dalam dunia pendidikan tidak ada keseragaman
pemikiran tentang aspek-aspek yang terdapat dalam pendidikan. Hal ini
membuktikan bahwa aliran filsafat yang dianut oleh seseorang
berdampak pada cara pandangnya, misalnya adalah tentang peserta didik,
tujuan pendidikan dan pentingnya keragaman aktivitas pembelajaran.
Aliran filsafat idealisme meyakini bahwa realitas yang sesungguhnya
adalah akal (a reality of the mind), kebenaran merupakan ide (truth as
ideas), dan nilai bersumber dari dunia ide (values from the ideas world).
112
Ibid., hlm 131-132.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Aliran ini berpandangan bahwa pada dasarnya manusia itu baik.


Kebaikan bersumber dari Tuhan dan alam semesta. Aliran realisme
percaya bahwa perancang kurikulum harus meyakini sepenuhnya bahwa
realitas yang sesungguhnya adalah benda (a reality of things), kebenaran
diperoleh melalui observasi (truth through observation), dan nilai
bersumber dari alam semesta (values from nature). Aliran ini
menyatakan bahwa manusia itu pada dasarnya makhluk yang tidak
mengerti apa-apa.
Aliran filsafat pragmatisme menjadikan perancangan kurikulum
sebagai realitas yang sesungguhnya dan hal tersebut adalah pengalaman
(an experiental reality), kebenaran merupakan sesuatu yang dialami
(truth as what works), dan nilai bersumber dari masyarakat (values from
society). Atas dasar ini maka dalam aliran pragmatisme pada dasarnya
manusia adalah netral tidak baik dan tidak bodoh. Adapun keahlian dan
kebaikannya merupakan hasil dari pengalaman hidup. Aliran
eksistensialisme menjadikan perancang kurikulum harus meyakini
sepenuhnya bahwa realitas yang sesungguhnya adalah wujud (reality as
existence), kebenaran merupakan pilihan (truth as choice), dan nilai
bersumber dari individu (values from the individual). Atas dasar ini maka
aliran filsafat eksistensialisme menyatakan bahwa manusia merupakan
makhluk rasional yang menggunakan rasionalitasnya untuk
membenarkan nilai dan perilaku individualnya.
Aliran progresivisme adalah aliran yang meyakini bahwa perancang
kurikulum harus mengikuti prinsip kependidikan progresif, yaitu
pendidikan harus bertolak dari peserta didik. Atas dasar ini, proses
pendidikan dan kurikulumnya harus dikembangkan berdasarkan
kebutuhan, minat dan inisiatif peserta didik. Apabila aliran filsafat
perenialisme yang dijadikan dasar, maka perancang kurikulum harus
meyakini sepenuhnya bahawa pada dasarnya manusia adalah hewan yang
rasional (man is a rational animal). Atas dasar ini pendidikan harus
menempatkan akal sebagai sesuatu yang esensial bagi peserta didik.
Aliran filsafat ini percaya bahwa karateristik manusia secara universal itu
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

konsisten dalam artian tidak mengalami perubahan karena perkembangan


zaman. Aliran esensialisme menjadikan perancang kurikulum harus
mengikuti salah satu prinsipnya bahwa tugas utama sekolah adalah
mengajarkan ilmu-ilmu dasar (basic knowledge) kepada peserta didik
sebagai bekal untuk berperan dalam masyarakat kelak. Atas dasar ini
maka aliran esensialisme memandang bahwa belajar tidak harus selalu
berkaitan dengan mata pelajaran yang disukai peserta didik. Aliran
rekonstruksionisme menyatakan bahwa pihak perancang kurikulum harus
meyakini bahwa peradaban itu akan berubah-ubah, ia akan datang dan
pergi. Mengingat aliran menempatkan pentingnya perubahan sosial,
maka kurikulum harus memuat mata pelajaran yang dapat menimbulkan
kesadaran peserta didik terhadap permasalahan sosial dan pencarian
solusi.
b. Dasar Sosiologis
Adapun salah satu hal yang perlu diperhatikan dari dasar
sosiologis adalah aspek perkembangan masyarakat. Menurut Alvin
Toffler (dalam Abdullah Aly, 2011) dinyatakan bahwa masyarakat
dunia kini sedang berada pada gelombang ketiga, yaitu gelombang
informasi atau ilmu pengetahuan. Pada gelombang ini, yang terpenting
bagi masyarakat tidak lagi terletak pada materi dan produk-produk
industri, melainkan pada informasi dan ilmu pengetahuan. Hal ini
dapat dilihat dari dual hal, yaitu: pertama, ilmu pengetahuan yang
dihasilkan oleh bidang ilmu tertentu dapat menentukan bidang ilmu
yang lain sehingga harus ada sinergi antara berbagai ahli dalam
masyarakat, termasuk dalam dunia kerja. Kedua, teknologi dapat
melayani sebagala kebutuhan manusia secara cepat, sehingga
kemampuan menggunakan teknologi menjadi kebutuhan utama dalam
dunia kerja. Menghadapi kenyataan ini maka perancang kurikulum
harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhan informasi dan ilmu
pengetahuan yang dibutuhkan oleh masyarakat pada dewasa ini.
Ada fenomena lain yang perlu diperhatikan masyarakat dalam
pengembangan kurikulum, yaitu fenomena perubahan nilai gaya hidup
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

(changing lifestyle values). Era globalisasi saat ini, gaya hidup


masayarakat cenderung beragam. Hal ini berarti bahwa nilai-nilai
yang mendasari gaya hidup tersebut juga beragam. Dalam
memperhatikan fenomena keragaman gaya hidup tersebut, perancang
kurikulum harus menentukan program-program yang dapat memenuhi
gaya hidup bahkan meluruskan gaya hidup yang berkembang di
masyarakat. Selain itu, perancang kurikulum harus memastikan
pilihan apakah memelihara nilai gaya hidup peserta didik yang
dominan di sekolah atau menawarkan nilai gaya hidup alternatif yang
diikuti oleh sedikit peserta didik di sekolah. Perancang kurikulum juga
harus memberikann petunjuk dan pedoman bagi peserta didik
bagaimana cara merespon keragaman nilai gaya hidup yang ada di
masyarakat.
c. Dasar Psikologis
Dasar Psikologis dipahami bahwa dalam pengembangan
kurikulum diperlukan pertimbangan yang terkait dengan kebutuhan-
kebutuhan dasar peserta didik. Nana Syaodih Sukmadinata (dalam
Abdullah Aly, 2011) menyatakan bahwa dasar psikologis penting
diperhatikan karena dalam proses pendidikan terjadi interaksi antar
individu manusia, yaitu antara peserta didik dengan guru dan juga
antara peserta didik denga orang-orang yang lainnya. Kondisi
psikologis peserta didik berbeda, karena perbedaan tahap
perkembangannya, latar belakang sosial budaya dan perbedaan faktor-
faktor yang dibawa dari sejak lahir. Oleh karena itu, interaksi yang
tercipta dalam situasi pendidikan harus sesuai dengan kondisi
psikologis peserta didik maupun kondisi gurunya. Interkasi peserta
didik dan guru berbeda untuk tiap jenjang pendidikan. 113
Adapun dalam konteks pendidikan Islam, maka dasar yang menjadi
landasan kurikulum pendidikan Islam adalah:
a. Dasar Agama

113
Abdullah Aly. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren. (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011). Hlm 43-60.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Segala sistem pendidikan Islam harus meletakkan dasar falsafat,


tujuan dan kurikulumnya pada agama Islam atau syariat Islam dengan
segala kandungannya. Hal ini dikembalikan pada dua sumber utama
dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.
b. Dasar Falsafah
Menurut Muhammad Ali (1989), dasar agama memberikan arah
dan tujuan pendidikan Islam dengan dasar filosofis sehingga susunan
kurikulum mengandung suatu kebenaran, terurama kebenaran dibidang
nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini sebagai suatu
kebenaran. Dasar filosofis mengandung sistem nilai, baik yang
berkaitan dengan nilai dan makna hidup dan kehidupan, masalah
kehidupan, norma-norma yang muncul dari individu, sekelompok
masyarakat maupun suatu bangsa yang dilatarbelakangi oleh pengaruh
agama, adat istiadat dan konsep individu tentang pendidikan.
c. Dasar Psikologis
Dasar ini berkaitan dengan ciri-ciri perkembangan individu peserta
didik, tahap kematangannya, bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa,
emosi, sosial, kebutuhan – kebutuhan, minat, kecakapan yang beragam,
perbedaan individual, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, proses
belajar, pengamatan peserta didik dan lain-lain yang bersifat psikologis.
d. Dasar Sosial
Dasar sosial ini berkaitan dengan ciri-ciri masyarakat Islam yang
berlaku proses pendidikan dan kebudayaan masyarakat ini yang bersifat
umum atau bersifat khusus.114
2. Komponen Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum suatu sekolah mengandung tiga komponen, yaitu tujuan,
isi dan organisasi atau strategi. Penjabarannya adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Kurikulum
Terdapat dua jenis tujuan yang terkandung di dalam kurikulum
suatu sekolah, yaitu:
1) Tujuan yang ingin dicapai sekolah secara keseluruhan.
114
Maragustam. Filsafat Pendidikan Islam. Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi
Arus Global. (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2016). Hlm 238-239.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Selaku lembaga pendidikan, setiap sekolah memiliki


sejumlah tujuan yang ingin dicapai (tujuan lembaga pendidikan
atau tujuan institusional). Tujuan – tujaun tersebut biasanya
digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diharapkan dapat memiliki siswa setelah mereka
menyelesaikan seluruh program pendidikan dari sekolah tersebut.
2). Tujuan yang ingin dicapai dalam setiap bidang studi.
Setiap bidang studi dalam kurikulum suatu sekolah juga
memiliki sejumlah tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini
digambarkan dalam bentuk pengetahuan, keterampilan dan sikap
yang diharapkan dapat dimiliki siswa setelah mempelajari suatu
bidang studi pada suatu sekolah tertentu. Tujuan-tujuan setiap
bidang studi dalam kurikulum itu ada yang disebut tujuan kurikuler
dan ada pula yang disebut tujuan instruksional, dimana tujuan
instruksional merupakan penjabaran lebih lanjut dari tujuan
kurikuler.115
Referensi lain menyatakan bahwa kurikulum dirancang
setidaknya harus relevan dengan tujuan yang akan dicapai,
diantaranya:
1). Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa;
2). Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.116
b. Isi Kurikulum
Isi program kurikulum dari suatu sekolah dapat dibedakan atas dua
hal, yaitu:

1). Jenis-jenis bidang studi yang diajarkan


115
Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2014). Hlm. 122-123.
116
Tatang S. Ilmu Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 2012). Hlm 133.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Jenis-jenis tersebut dapat digolongkan ke dalam isi kurikulum


dan ditetapkan atas dasar tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah
yang bersangkutan, yaitu tujuan institusional.
2). Isi program setiap bidang studi
Bahan pengajaran dari setiap bidang studi termasuk ke dalam
pengertian isi kurikulum, yang biasanya diuraikan dalam bentuk
pokok bahasan (topik) yang dilengkapi dengan sub pokok bahasan.
c. Strategi
Strategi pelaksanaan suatu kurikulum tergambar dari cara yang
ditempuh di dalam melaksanakan pengajaran, cara di dalam
mengadakan penilaian, cara di dalam melaksanakan bimbingan dan
penyuluhan seta cara dalam mengatur kegiatan sekolah secara
keseluruhan. Cara dalam melaksanakan pengajaran mencakup baik cara
yang berlaku secara umum maupun cara yang berlaku dalam
menyajikan setiap bidang studi, termasuk metode mengajar dan alat
pelajaran yang digunakan.117
d. Evaluasi
Evaluasi menurut Djamas (dalam Kompri, 2015) disebutkan bahwa
evaluasi adalah proses pengukuran dan perbandingan hasil-hasil yang
dicapai secara nyata dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai sesuai
dengan yang telah ditetapkan. Evaluasi erat kaitannya dengan penilaian,
yaitu memberi nilai atau angka kualitatif terhadap hal yang di evaluasi
sehingga tergambar tingkat perbandingan antara hasil yang dicapai
dengan patokan yang telah ditetapkan. Setelah diadakan pembinaan
yang telah direncanakan sesuai dengan program yang telah dibuat dan
disepakati bersama, baik oleh kepala sekolah, pengawas, pemilik dan
guru diperlukan penilaian atau evaluasi apakah program yang
direncanakan sesuai dengan tujuan, maka evaluasi sangat penting
dimana kemungkinan ada baiknya dan ada juga kelemahan atau
hambatan dalam pelaksanaan.

117
Zakiah Darajat. Ilmu Pendidikan Islam. (Jakarta: Bumi Aksara, 2014). Hlm. 123-125.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Aspek evaluasi kurikulum mencakup:


1) Evaluasi reflektif dilakukan dalam suatu proses diskusi intensif
dalam kelompok pengembang kurikulum (tim pengarah dan tim
teknis) dan tim narasumber secara internal. Evaluasi reflektif
tersebut dilaksanakan melalui diskusi mengenai landasan filosofi,
teoretik dan model yang digunakan dalam pengembangan
kurikulum. Landasan filosofi yang digunakan adalah pemikiran
eklektik yang berakar dari filosofi perenialisme, esensialisme,
progresivisme, rekonstruksi sosial dan humanisme dinyatakan
sebagai landasan filosofi yang dipilih sebagai landasan dan kerangka
pengembangan kurikulum. Dengan pandangan filosofi yang bersifat
elektik tersebut, kurikulum dikembangkan dengan tetap berakar pada
nilai dan moral Pancasila untuk mewarisi keunggulan bangsa,
menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan
harkat dan martabat manusia, mengembagkan potensi, bakat, dan
minat peserta didik dalam upaya pembangunan masyarakat, bangsa
dan negara dalam menghadapi tantangan kehidupan abad ke-21.
2) Evaluasi dokumen kurikulum mencakup kegiatan penilaian terhadap
dokumen kurikulum setiap satuan pendidikan atau program
pendidikan (kerangka dasar dan struktur kurikulum), dokumen
kurikulum setiap mata pelajaran (silabus), pedoman implementasi
kurikulum (pedoman penyusunan dan pengelolaan kurikulum,
pedoman umum pembelajaran, pedoman pengembangan muatan
lokal dan pedoman kegiatan ekstrakurikuler, buku teks pelajaran,
buku panduan guru dan dokumen kurikulum lainnya. Evaluasi
dilakukan untuk menjamin ketersediaan, keterpahaman, dan
kebermanfaatan dari dokumen tersebut dilihat dari sisi kelompok
atau pengguna.
3) Evaluasi implementasi kurikulum dilakukan untuk mengkaji
keterlaksanaan dan dampak dari penerapan kurikulum pada tingkat
nasional, daerah dan satuan pendidikan. Pada tingkat nasional
mencakup penilaian implementasi kurikulum secara nasional. Pada
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

tingkat daerah penilaian implementasi kurikulum mencakup kajian


pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan muatan lokal oleh
pemerintah daerah. Sedangkan pada tingkat satuan pendidikan
evaluasi dilakukan pada tingkat satuan pendidikan. Evaluasi
implementasi kurikulum pada tingkat nasional mencakup kajian
kebijakan dalam penyiapan dan distribusi dokumen, penyiapan dan
peningkatan kemampuan sumber daya yang diperlukan dan
pelaksanaan kurikulum serta dampak kebijakan terhadap
pengelolaan kurikulum pada tingkat daerah dan satuan pendidikan.
Evaluasi implementasi kurikulum pada tingkat daerah mencakup
kajian kebijakan dalam menyiapkan dan distribusi dokumen muatan
lokal, penyiapan dan peningkatan kemampuan sumber daya yang
diperlukan, dan pelaksanaan kurikulum muatan lokal serta
keterlaksanaannya pada tingkat satuan pendidikan. Evaluasi
implementasi kurikulum pada tingkat satuan pendidikan mencakup
kajian penyusunan dan pengelolaan kurikulum yang dimaksud,
penyiapan dan peningkatan kemampuan pendidik dan tenaga
kependidikan yang diperlukan dan pelaksanaan pembelajaran secara
umum serta muatan lokal serta ekstrakurikuler.
4) Evaluasi hasil implementasi kurikulum merupakan evaluasi
ketercapaian standar kompetensi lulusan pada setiap peserta didik di
satuan pendidikan. Capaian standar kompetensi lulusan setiap
peserta didik dikaji melalui hasil penilaian individual yang bersifat
autentik, hasil ujian sekolah dan hasil ujian yang bersifat nasional.118

3. Prinsip Kurikulum dalam Pendidikan Islam

118
Kompri. Manajemen Sekolah Orientasi Kemandirian Kepala Sekolah. (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2015). Hlm 153-156.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Setiap kurikulum memiliki beberapa prinsip, diantaranya sebagai


berikut:
a. Bertautan dengan nilai pendidikan yang dianut, misalnya berkaitan
dengan norma yang terdapat dalam agama Islam;
b. Bersifat holistik, integral dan universal, artinya memiliki
kesatupaduan dengan berbagai tujuan yang berhubungan dengan
aspek ekonomi, sosial, kebudayaan, politik dan ideologi suatu
negara;
c. Equilibrium atau keseimbangan, artinya mengarahkan pendidikan
anak didik ke arah pendidikan jasmaniah dan rohaniah, duniawi
dan ukhrawi, materiil dan spiritual;
d. Marketable, yaitu mudah dan laku di pasaran, sesuai dengan
kebutuhan masyarakat;
e. Pengembangan bakat dan minat yang sepadan dengan kebutuhan
anak didik;
f. Mudah diterapkan dalam kehidupan.119
Kurikulum harus mengandung tata nilai sosial dan kebudayaan
normatif yang intrinsik dan ekstrinsik, serta mampu merealisasikan tujuan
pendidikan. Perlunya keseimbangan antara metode dan tujuan pendidikan,
artinya pertautan substansial antara metode, cara dan tujuan pendidikan itu
sendiri. Dengan demikian, nilai-nilai kebudayaan dapat berada di setiap
komponen pendidikan.120
Penentuan prinsip-prinsip kurikulum pendidikan Islam mengacu pada
pemikiran nilai-nilai Islami, padangan Islam tentang manusia, filsafat
hidup yang Islami, dan diarahkan pada tujuan akhir pendidikan Islam yang
dilandasi kaidah-kaidah Islami. Al-Syabani (dalam Maragustam, 2018)
menyatakan bahwa prinsip-prinsip tersebut adalah pertama, pertauatan
yang sempurna dengan agama, termasuk ajarannya dan nilai-nilainya;
kedua, menyeluruh pada tujuan-tujuan dan kandungan kurukulum; ketiga,
adanya keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan
kurikulum; keempat, adanya kaitan antara bakat, minat, kemampuan dan
119
Tatang S. Ilmu Pendidikan. (Bandung: Pustaka Setia, 2012). Hlm 129.
120
Ibid., Hlm 130.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kebutuhan peserta didik serta alam sekitar baik fisik maupun sosial
budaya; kelima, pemeliharaan perbedaan individual baik dari segi minat
maupun bakatnya; keenam, menerima perkembangan dan perubahan
sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat; ketujuh, keterkaitan
antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman dan aktivitas yang
terkandung dalam kurikulum.
An-Nahlawi (dalam Maragustam, 2018) menyatakan bahwa prinsip-
prinsip atau ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam adalah: pertama, selaras
dengan fitrah insani sehingga memiliki peluang untuk menyucikannya,
menjaganya dari penyimpangan dan menyelamatkannya; kedua, diarahkan
untuk mencapai tujuan akhir pendidikan Islam, yaitu ikhlas, taat beribadah
kepada Allah SWT. Merealisasikan berbagai aspek tujuan tak lengkap
seperti: aspek psikis, fisik, sosial, budaya maupun intelektual. Hal ini
dimaksudkan berfungsi dalam meluruskan dan mengarahkan pola hidup
yang selanjutnya bermuara pada tujuan akhir atau tujuan asasi pendidikan;
ketiga, adanya pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya
memperhatikan periodisasi perkembangan peserta didik dan perbedaan
individu serta karateristik masing-masing; keempat, dalam berbagai
pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nashnya, ada baiknya kurikulum
memelihara segala kebutuhan nyata kehidupan masayarakat, sambil tetap
bertopang pada jiwa dan cita ideal islaminya; kelima, secara keseluruhan
struktur dan oragnisasi kurikulum tersebut hendaknya tidak bertentangan
dan tidak menimbulkan pertentangan, bahkan sebaliknya yaitu terarah
pada pola kehidupan islami; keenam, hendaknya kurikulum realistis,
artinya adalah bahwa ia dapat dilaksanakan sesuai dengan situasi dan
kondisi serta batas kemungkinan yang terdapat di negara yang akan
melaksanakannya; ketujuh, ada baiknya metode pendidikan dalam
kurikulum itu bersifat luwes, sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai
kondisi dan situasi setempat, mengingat pada faktor perbedaan individual
yang mengangkat bakat, minat serta kemampuan peserta didik untuk
mengungkap, mencerna dan mengolah bahan pelajaran yang bersangkutan;
kedelapan, hendaknya kurikulum efektif, maksudnya adalah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

menyampaikan dan menggugah perangkat nilai edukatif yang


membuahkan tingkah laku positif dalam jiwa generasi muda; kesembilan,
memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik yang bersangkutan,
sebagai contoh dalam fase perkembangan tertentu diselaraskan dengan
pola kehidupan dan tahap perkembangan perasaan keagamaan dan
pertumbuhan bahasa bagi fase tersebut; kesepuluh, memperhatikan aspek-
aspek tingkah laku amaliah islami, serta membangun masyarakat muslim
di lingkungan sekolah.
Dari berbagai prinsip-prinsip kurikulum Islam dan ciri-cirinya, maka
yang paling mendekati bentuk kurikulum pendidikan Islam adalah
integrated curriculum. Alasannya adalah: pertama, adanya pertalian antara
materi pelajaran yang satu dengan yang lainnya sehingga menjadi satu
kesatuan utuh; kedua, Islam memiliki karateristik dan menyatukan
berbagai kehidupan, seperti antara dunia dan akhirat, antara iman dan
ilmu, antara yang ideal dan realitas, antara kegiatan intrakurikuler, ko-
kurikuler dan ekstrakurikuler, antara individu dan sosial, antara konsep
dan praktik, antara rohani, jiwa dan jasmani.121
C. Kesimpulan
Kurikulum merupakan seperangkat rencana pendidikan yang memiliki
berbagai komponen dan dikemas sedemikian rupa dalam bentuk kegiatan
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan untuk
tujuan pendidikan tertentu. Adapun dasar-dasar dalam kurikulum
pendidikan Islam adalah dasar agama, falsafah, psikologis dan sosial.
Kurikulum suatu sekolah mengandung tiga komponen, yaitu tujuan, isi
dan organisasi atau strategi. Prinsip-prinsip kurikulum dalam pendidikan
Islam adalah pertama, pertauatan yang sempurna dengan agama, termasuk
ajarannya dan nilai-nilainya; kedua, menyeluruh pada tujuan-tujuan dan
kandungan kurukulum; ketiga, adanya keseimbangan yang relatif antara
tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum; keempat, adanya kaitan antara
bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan peserta didik serta alam sekitar
121
Maragustam. Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter. (Yogyakarta:
Pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan
Kalijaga, 2018). Hlm 240-242.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

baik fisik maupun sosial budaya; kelima, pemeliharaan perbedaan


individual baik dari segi minat maupun bakatnya; keenam, menerima
perkembangan dan perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan
tempat; ketujuh, keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan
pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam kurikulum.

VIII
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

PENGEMBANGAN FITRAH MANUSIA


Destin Choirunisa

A. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk terbaik yang diciptakan Allah di alam ini.
Struktur manusia terdiri atas unsur jasmaniah (fisiologis) dan rohaniah
(psikologis). Dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu, Allah memberikan
seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang.
Manusia merupakan makhluk Allah yang “spesial”. Disebut spesial karena
manusia diciptakan dengan sempurna (Q.S. At-Tiin: 4) dan dilengkapi
dengan potensi-potensi lain yang menjadikannya sebagai Abdullah sekaligus
Kholifatullah fil Ardh. Keseluruhan potensi tersebut digunakan untuk
membantu tugas-tugas manusia dan kemanusiaannya.
Manusia diciptakan untuk menjadi Khalifah atau pemimpin (Q.S. al-
Baqarah: 30) dan Abdullah atau hamba (Q.S. al-Dzariyat:56) di muka bumi
karenanya ia dibekali oleh Allah dengan berbagai bekal yang menjadi
modalnya dalam menjalankan tugas tersebut. Dibalik keutamaan manusia
di tersebut, Allah memperingati manusia dengan kekurangannya, beberapa
kekurangan tersebut Allah gambarkan dalam berbagai ayat, bahwa manusia
diciptakan pada saat pertama kalinya adalah dari tanah, tempat
menginjakkan kaki dan setelahnya (keturunannya) adalah dari air yang hina
(Q.S. Shad: 7-8).
Dari ayat di atas digambarkan bahwa, walaupun manusia diciptakan
untuk menjadi “pengganti” Allah di muka Bumi dan menjadi abdi nya
Allah, tetapi hal tersebut tidak menjadikan manusia terlepas dari
kekurangan. Manusia adalah makhluk yang lemah (Q.S. an-Nisa: 28).
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
memiliki tujuan penciptaan yang tinggi dan di ciptakan dengan keadaan
yang lemah lagi tak berdaya.
Untuk menopang tugasanya tersebut, manusia dibekali dengan
perbekalan, atau yang kita kenal dengan potensi. Setidaknya terdapat tiga
potensi utama manusia yakni hati, akal dan jasad. Dengan hati manusia
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

berniat, dengan akal manusia berilmu dan dengan jasad manusia beramal.
Kemuliaan manusia ini disediakan agar manusia dapat menjalankan tugas
ibadah dan khalifah di muka bumi dengan sebaik-baiknya agar tidak
termasuk dalam golongan yang dimurkai Allah dan digambarkan sebagai
lebih buruk dari pada binatang (Q.S. Al-A’raf: 179).122
Untuk mencapai tujuan tersebut, kita tidak saja perlu untuk mengenal
siapa pencipta kita, melainkan perlu juga mengenal siapa diri kita (manusia)
dengan berbagai aspeknya dalam rangka memantapkan keimanan kepada
Allah SWT. Dalam kaitannya dengan pendidikan ayat-ayat di atas
menggambarkan bahwa betapa pentingnya peran manusia dalam kehidupan
di dunia ini, dan hal tersebut tidak serta-merta “matang” dan siap dipakai,
tapi perlu untuk dibekali dengan bekal yang semestinya. Manusia memiliki
potensi, dan dengan pendidikan, potensi manusia tersebut dalam
dioptimalkan secara optimal, sehingga akan menjadikan danusia memiliki
kemampuan untuk mengemban tugas dan fungsinya di muka bumi.

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Fitrah Dalam Islam
1) Pengertian Fitrah
Kata “fitrah” berasal dari kata (fi’il) fathara yang berarti
“menjadikan”. Secara etimologis fitrah berarti: kejadian, sifat semula jadi,
potensi dasar, kesucian. Di dalam “munjid” ditemukan bahwa fitrah
mempunyai arti yaitu sifat yang menyifasi segala yang ada pada saat
selesai diciptakan.
Banyak yang memahami bahwa fitrah manusia adalah kejadiannya
sejak semula atau bawaan sejak lahirnya. Dalam Al-Qur’an kata fitrah
dalam berbagai bentuknya terulang sebanyak 20 kali, 14 di antaranya
dalam konteks uraian tentang bumi atau langit. Sisanya dalam konteks
penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah

122
Hamdhan Djainudin “Hakikat Sumber Daya Fitrah Manusia Dalam Pendidikan Islam Dan
Pengembangannya”, diakses dari http://hamdhanali.blogspot.com/2017/03/hakikat-sumber-daya-
fitrah-manusia.html , pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 16.40 WIB.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Allah, maupun dari segi uraian tentang fitrah manusia ditemukan satu
kali.123
Dalam Al-Qur’an, Allah menggambarkan fitrah dalam surah Ar
Rum:30, Firman Allah SWT:
‫َفَأِقۡم َو ۡج َهَك ِللِّديِن َحِنيٗف ۚا ِفۡط َر َت ٱِهَّلل ٱَّلِتي َفَطَر ٱلَّن اَس َع َلۡي َه ۚا اَل َتۡب ِد يَل ِلَخ ۡل ِق ٱِۚهَّلل َٰذ ِل َك ٱلِّديُن‬
٣٠ ‫ٱۡل َقِّيُم َو َٰل ِكَّن َأۡك َثَر ٱلَّناِس اَل َيۡع َلُم وَن‬
30. “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah;
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.
Ayat di atas menjelaskan bahwa fitrah di gambarkan dengan agama
yang lurus, dalam artian semua manusia lahir hakikatnya telah beragama,
atau dengan kata lain Fitrah Allah: Maksudnya ciptaan Allah (manusia)
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama Yaitu agama tauhid. kalau
ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka
tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. Dengan
demikian, fitrah pada hakekatnya adalah agama atau pada hadis di atas di
sebut sebagai tauhid, namun demikian, lingkungan tempat
berkembangnya menjadikan fitrah semula yang berupa tauhid menjadi
berubah-ubah.
Secara umum, para pemikir muslim cenderung memaknainya
sebagai potensi manusia untuk beragama (tauhid ila Allah). Fitrah
diartikan sebagai kemampuan dasar untuk berkembang dalam pola dasar
keislaman (fitrah islamiah) karena faktor kelemahan diri manusia sebagai
ciptaan tuhan yang berkecenderungan asli untuk berserah diri kepada
kekuatan-Nya.124
2) Pengembangan fitrah
Setiap usaha pengembangan fitrah itu harus dilakukan secara sadar,
berencana dan sistematis. Secara eksplsit dapat dipahami dari firman
Allah SWT dalam Al-Qur’an:

123
Dikutip dari https://www.risalahislam.com/2014/07/pengertian-fitrah.html, diakses
pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 16.00 WIB.
124
M. Arifin. Filasafat Pendidkan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 1994. Hal. 160
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Pertama, Allah SWT menghendaki demikian sebagaimana firman-


Nya:
“Sesungguhnya kamu akan meningkat maju setahap demi setahap”
(Q.S.Al-Insyiqaq: 19)
Kedua, Sunnatullah (hukum alam ciptaan Tuhan) juga
menghendaki demikian, segala sesuatu di alam berproses menurut hokum
tertentu yang disebut sunnatullah. Antara lain Allah SWT berfirman :
“Allah yang telah menciptakan segala sesuatu lalu diproses-Nya kearah
sempurna.” (Q.S. Al-A’la: 2)
Berkembang atau tidaknya fitrah manusia tergantung dua faktor:
1) Usaha manusia sendiri
Firman Allah SWT:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa-apa yang ada pada
suatu kaum sebelum kaum itu berusaha untuk merubah sendiri apa yang
ada pada diri mereka” (Q.S. Al-Ra’du: 11)
Salah satu bentuk usaha yang dilakukan dalam rangka
pengembangan fitrah manusia adalah melalui pendidikan. Isyarat
Rasulullah SAW untuk mengembangkan fitrah melalui pendidikan
sebagaimana sabdanya:
“Didiklah anak-anakmu atas tiga perkara: (1) mencintai nabimu(2)
mencintai ahli rumahnya (3) membaca Al-Qur’an, karena penghafal Al-
Qur’an di dalam naungan Allah pada hai yang tidak ada naungan
kecuali naungan-Nya beserta nabi-nabi-Nya dan orang-orang yang suci-
Nya.” (H.R. Dailami)
2) Hidayah (petunjuk) Allah
Beberapa bentuk hidayah yang diberikan Allah SWT dalam rangka
pengembangan fitrah adalah sebagai berikut:
a) Hidayah Aql (akal) adalah aspek dari jiwa manusia, akal ini
menjadi pembeda.
Adapun petunjuk Allah yang dinamakan hidayah Aqli
(petunjuk akal) mulai terlihat pada anak berumur 8 tahun. Anak
yang berumur 8 tahun ini mulai gemar berfikir, berusaha
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

menimbang-nimbang dengan pikirannya mana yang baik dan mana


yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah menurut
keyakinannya. Hidayah aql atau petunjuk akal dari Allah
merupakan aspek dari jiwa manusia. Akal inilah yang menjadi
pembeda antara manusai dengan hewan, karena hewan tidak diberi
hidayah akal oleh Allah.
b) Hidayah Qabl (hati)
Kata qalb yang diterjemahkan menjadi hati berasal dari kata
qalaba yang bermakna berubah-ubah, berpindah atau berbalik,
maju mundur, naik-turun. Kata ini mengalami beberapa perubahan
bentuk seperti inqalaba dan qallaba, namun artinya tetap sama.
Makna-makna tersebut diperkiran ada kaitannya dengan sifat hati
yang menjadi lokus kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan
kesalahan, dimana ia sering berubah-ubah, bolak-balik, maju-
mundur dan inkonsisten dalam menerima kebaikan dan kejahatan,
kebenaran dan kesalahan.
c) Hidayah Din (Agama)
Manusia sudah diberi Allah akal sehingga mampu berfikir.
Diberinya qalb sehingga mampu menghayati hal-hal yang tidak
bisa dijangkau oleh akal. Hidayah Din dapat menuntun akal dan
qalb manusia sekaligus.125
Dengan demikian, dalam konsep islam, islam memperkenalkan
konsep fitrah sebagaimana yang dijelaskan di atas, yang dikonotasikan
dalam pemikiran pendidikan islam dengan ide Qobiliyah lil ilm.
Banyak pemikir muslim sepakat bahwa manusia memiliki potensi
yang spesifik. Al Ghazali berpendapat bahwa manusia itu memiliki
potensi mu’tadil al-Shihhah yakni peluang internal untuk bisa baik,
maupun buruk. Sedangkan Ibnu Khaldun sedikit berbeda dengan
pemikiran Al Ghazali, beliau berpendapat yakni potensi manusia

125
Siti Fauziah, 2017, “Konsep Fitrah Dan Bedanya Nativisme, Empirisme Dan
Konvergensi”, Jurnal Filsafat Dan Teologi Islam Vol.8 No.1, Januari-Juni, Banten: State
University of Islamic Sultan Maulana Hasanuddin, hal.94.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

berkapasitas baik dan buruk, tetapi muatan kecenderungan ke arah


yang baik lebih dominan
2. Perspektif Islam Terhadap Aliran Nativisme
Fitrah yang disebut dalam surat Ar-Rum : 30, dan surat Al-A’raf :
172, mengandung implikasi kependidikan bahwa di dalam diri manusia
terdapat potensi dasar beragama yang benar dan lurus (al-din al-qayyim)
yaitu agama Islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapapun atau
lingkungan apapun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak
akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam tiap pribadi
manusia.
Berdasar interprestasi demikian, maka pendidikan Islam “bisa
dikondisikan” berfaham nativisme, yaitu suatu faham yang menyatakan
bahwa perkembangan manusia dalam hidupnya secara mutlak ditentukan
oleh potensi dasarnya. Sebuah sabda Nabi SAW yang dapat dijadikan
sumber pandangan nativisme seperti tersebut di atas adalah sebagai
berikut:
Artinya: “Setiap orang dilahirkan oleh ibunya atas dasar fitrah
(potensi dasar untuk beragama), maka setelah itu orang tuanya
mendidik menjadi beragama Yahudi, dan Nasrani, dan Majusi; jika
orang tua keduanya beraga Islam, maka anaknya menjadi muslim
(pula)”. (H.R. Muslim dalam kitab Shahih, Juz. II, p. 459).
3. Perspektif Islam Terhadap Aliran Empirisme
Firman Allah dalam surat An-Nahl 78,
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu tidaklah kamu
mengetahui sesuatu apapun dan Ia menjadikan bagimu pendengaran,
penglihatan, dan hati”. (An-Nahl 78).
Firman Allah di atas menjadi petunjuk bahwa kita harus
melakukan usaha pendidikan, sebab dengan potensi pendengaran,
penglihatan, dan hati, manusia bisa dididik.
Dalam Surat Al-‘Alaq : 3 – 4 dinyatakan oleh Allah sebagai berikut:
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Artinya: “Bacalah, dan Tuhan-Mu yang Maha Mulia yang mengajar kamu
dengan kalam (pena); dia mengajar manusia dengan sesuatu yang tidak ia
ketahui”.
Ayat tersebut juga menunjukkan bahwa manusia tanpa melalui
belajar, niscaya tidak akan mengetahui segala sesuatu yang ia butuhkan
bagi kelangsungan hidupnya di dunia dan akhirat. Pengetahuan manusia
akan berkembang jika diperoleh melalui proses belajar mengajar yang
diawali dengan kemampuan menulis dengan pena dan membaca dalam arti
luas, yaitu tidak hanya dengan membaca tulisan melainkan juga membaca
segala yang tersirat di dalam ciptaan Allah. Fitrah sebagai faktor pembawa
sejak lahir manusia dapat dipengaruhi oleh lingkungan luar dirinya,
bahkan ia tak akan dapat berkembang sama sekali bila tanpa adanya
pengaruh dari lingkungan itu. Sedang lingkungan itu sendiri juga dapat
diubah bila tidak favorable (tidak menyenangkan karena tidak sesuai
dengan cita-cita manusia). Dari interpretasi tentang fitrah di atas dapat
disimpulkan bahwa meskipun fitrah itu dapat dipengruhi oleh lingkungan,
namun kondisi fitrah tersebut tidaklah netral terhadap pengaruh dari luar.
Potensi yang terkandung di dalamnya secara dinamis mengadakan reaksi
atau responsi (jawaban) terhadap pengaruh tersebut.
Jika kita mempercayai paham John Lock sebagai dalil bahwa jiwa
anak sejak lahir berada dalam keadaan suci bersih bagaikan meja lilin
(tabula rasa) yang secara pasif menerima pengaruh dari lingkungan
eksternal, berarti kita tidak menghargai banih-benih potensial manusia
yang dapat dikembang-tumbuhkan melalui pengaruh pendidikan. Sikap
demikian akan membawa pikiran kita ke arah paham Empirisme dalam
pendidikan yaitu paham yang memandang bahwa pengaruh lingkungan
eksternal termasuk pendidikan merupakan satu-satunya pembentuk dan
penentu perkembangan hidup manusia.
4. Perspektif Islam Terhadap Aliran Konvergensi
Konsepsi Al-Qur’an yang menunjukkan bahwa setiap manusia
diberi kecenderungan nafsu untuk menjadikannya kafir yang ingkar
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

terhadap Tuhan-Nya, adalah firman Allah dalam surat Asy-Syams, 7-10


sebagai berikut:
Artinya: “Demi jiwa dan apa yang menyempurnakannya; lalu diilhamkan
kepadanya oleh Allah jalan yang salah dan jalan yang benar.
Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya, dan
sesungguhnya rugilah orang yang mengotorkannya”.
Firman tersebut dapat dijadikan sumber pandangan bahwa usaha
mempengaruhi jiwa manusia melalui pendidikan dapat berperan positif
untuk mengarahkan perkembangannya kepada jalan kebenaran yaitu
Islam. Dengan tanpa melalui usaha pendidikan, manusia akan terjerumus
ke jalan yang salah atau sesat yaitu menjadi kafir. Atas dasar ayat tersebut
di atas kita dapat menginterpretasikan bahwa dalam fitrah-Nya, manusia
diberi kemampuan untuk memilih jalan yang benar Kemampuan memilih
tersebut, mendapatkan pengarahan dalam proses kependidikan yang
mempengaruhinya. Jelaslah bahwa faktor kemampuan memilih yang
terdapat di dalam fitrah (human nature) manusia berpusat pada
kemampuan berfikir sehat (berakal sehat), karena akal sehat mampu
membedakan hal-hal yang benar dari yang salah. Sedangkan seseorang
yang menjatuhkan pilihan yang benar secara tepat hanyalah orang yang
berpendidikan sehat. Dengan demikian berfikir benar dan sehat adalah
merupakan kemampuan fitrah yang dapat kembangkan melalui pendidikan
dan latihan. Sejalan dengan interpretasi tersebut maka kita dapat
mengatakan bahwa pengaruh faktor lingkungan yang disengaja yaitu
pendidikan dan latihan berproses secara interaktif dengan kemampuan
fitrah manusia. Dalam pengertian ini, pendidikan Islam berproses secara
konvergensi, yang dapat membawa kepada paham konvergensi dalam
pendidikan Islam.126

126
Ade Warisko, “Perspektif Islam Terhadap Aliran Empirisme, Nativisme, dan
Konvergensi”, http://adewarisko.blogspot.com/2011/07/perspektif-islam-terhadap-aliran.html,
diakses pada tanggal 25 Februari 2019 pukul 16.19 WIB
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

5. Perbedaan Teori Fitrah dengan Konvergensi


Aliran Konvergensi, menurut William Stern, tokoh aliran
konvergensi, bahwa perkembangan individu dimungkinkan dan
dipengaruhi oleh dua faktor. Pembawaan dan lingkungan, kedua-duanya
sama penting dan tidak bisa diingkari antara faktor yang satu dengan yang
lainnya. Dengan pembawaan saja tanpa lingkungan, manusia tidak akan
berkembang. Sebaliknya, lingkungan saja tanpa bawaan, ini juga tidak
mungkin. Menurut pembawaannya, anak manusia yang normal pasti bisa
berbicara. Ini adalah kodrat, yang memang telah di anugrahkan oleh Allah.
Tetapi dalam prakteknya, kemampuan dasar tersebut akan dipengaruhi,
bahkan tunduk kepada lingkungan dimana anak berada. Tanpa usaha yang
istimewa dari orang tua, biasanya anak kecil akan berbicara dengan baha
lingkungannya.
Sedangkan dalam islam, islam memperkenalkan konsep fitrah
sebagaimana yang dijelaskan pada bagian “hakihat fitrah dalam islam” di
atas, yang dikonotasikan dalam pemikiran pendidikan islam dengan ide
Qobiliyah lil ilm. Banyak pemikir muslim sepakat bahwa manusia
memiliki potensi yang spesifik. Al Ghazali berpendapat bahwa manusia itu
memiliki potensi mu’tadil al-Shihhah yakni peluang internal untuk bisa
baik, maupun buruk. Sedangkan Ibnu Khaldun sedikit berbeda dengan
pemikiran Al Ghazali, beliau berpendapat yakni potensi manusia
berkapasitas baik dan buruk, tetapi muatan kecenderungan ke arah yang
baik lebih dominan. Dalam pandangan lain, sebagaimana yang dikutib
oleh Jamroh Latief dari Jalaluddin, beliau membagi potensi manusia
menjadi empat potensi utama yang secara sudah dianugrahkan Allah,
yaitu: Hidayah al-Gharizziyah, Hidayah al-Hassiyat, Hidayat al-Aqliyyat
dan Hidayah al-Diniyyat.
Sebagaimana penjelasakan di atas, penulis menyimpulkan bahwa,
islam tidak saja berbicara mengenai kapasitas diri seorang manusia secara
individunya, melainkan adanya campur tangan Tuhan di dalamnya,
seorang selain membawa fitra sebagaimana yang dijelaskan oleh faham
nativisme di atas (dalam islam dikenal dengan sunnatullah) akan tetapi
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

lebih dari pada itu, terdapat unsur yang lebih kuasa, atau adikuasa yang
dapat mengatur apa saja keluar dari kebiasaannya. Jika kembali pada
faham nativisme, maka akan kita dapati ketiadaan ruang Tuhan di
dalamnya, yang menjadikan orientasi perkembangan individu haya sebatas
empiris, tetapi dalam islam, terdapat untuk transendental (hidup setelah
mati) yang menjadikan orientasi perkembangan manusia tidak hanya
diperuntukkan kepada kehidupan dunia, tetapi kehidupan akhirat juga.
6. Konsep Aliran Pendidikan Islam dalam Perspektif Fitrah
Maragustam mengutip pendapat Yasien Mohamed dalam bukunya
Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah Pendidikan
Islam) menyatakan bahwa bawaan dasar (fitrah) manusia dan proses
perkembangannya dapat dikelompokan menjadi empat aliran yaitu (1)
pandangan fatalis-pasif yang diwakili oleh Ibn Mubarak (wafat 181 H),
Syekh Abdur Kadir Jailani (wafat 561 H) dan Al-Azhari, (2) pandangan
netral-pasif yang diwakili oleh Ibn Abd Barr (wafat 362 H), (3) pandangan
positif-aktif yang diwakili oleh Ibn Taimiyah, Ibn Qayyim al-Jauziyah
(klasik), Muhammad Ali al-Shobuni, Mufti Muhammad Syafi’I, Ismail
Raji al-Faruqi, Muhammad Asad, Syah Waliyullah (kontemporer) dan (4)
pandangan dualis-aktif yang diwakili oleh Sayyid Qutub dan Ali Shari’ati.
Pertama, yang berpandangan fatalis-pasif, mempercayai bahwa
setiap individu, melalui ketetapan Allah adalah baik atau jahat secara asal,
baik ketetapan semacam ini terjadi secara semuanya atau sebagian sesuai
dengan rencana Tuhan. Faktor-faktor eksternal tidak begitu berpengaruh
terhadap penentuan nasib karena setiap individu terikat dengan ketetapan
yang telah ditentukan sebelumnya oleh Allah. Implikasi dari pandangan ini
bahwa faktor internal dan esternal termasuk lingkungan dan pendidikan
adalah pasif dalam pembentukan kepribadian. Karena nasib seseorang
apakah bahagia atau celaka, cerdas agtau botoh, belajar atau tidak telah
ditentukan lebih dahulu sebelu dia lahir ke dunia yang dikenal dengan
ilmu azali Allah SWT. Menurut Jailani bahwa seorang pendosa akan
masuk surga jika hal itu menjadi nasibnya (given) yang telah ditentukan
Allah sebelum ia lahir. Al Azahari mengemukakan bahwa sifat dasar yang
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

tidak berubah dari fitrah berkaitan dengan nasib seseorang untuk masuk
surga atau masuk neraka, kebahagiaan atau penderitaan. 127 Jika
digambarkan adalah sebagai berikut:

Allah SWT

Menentukan:

Kehendak Perbuatan
Manusia Manusia

Kedua, pandangan netral pasif yakni anak lahir dalam keadaan suci, utuh
dan sempurna, suatu keadaan kosong sebagaimana adanya, tanpa
kesadaran akan iman atau kufur, baik atau jahat, baik atau jahat. Ini sama
dengan teori “tabularasa” dari John Lock. Manusia lahir seperti kertas
putih tanpa ada suatu goresan apapun. Pengetahuan manusia berbagai hal
termasuk kebaikan, keburukan, benar-salah, baik buruk dan indah tidak
indah dan lain-lain diperolehnya dari polesan lingkungan termasuk
pendidikan. Prinsipnya adalah bahwa mana yang lebih dominan dan
intensif mempengaruhi manusia (peserta didik), hal itulah yang
membentuk kepribadiannya, apakah ia cerdas atau bodoh, kreatif atau
jumud, dan lain sebagainya.128 Pandangan ini mengambil argument dari
Q.S. An-Nahl [16] : 78, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dengan keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia
mengaruniakankepadamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu
bersyukur. Menurut pandangan netral, kebaikan yang akan mengarah pada
iman atau keburukan yang akan mengarah pada kufur itu hanya akan
berwujud ketika anak tersebut telah mencapai pada kedewasaan. Karena
127
Maragustam Siregar, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter
Menghadapi Arus Global, Yogyakarta, Kurnia Kalam Semesta, 2016, hal.125.
128
Maragustam Siregar, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter,
Yogyakarta, Pascasarjana FITK UIN Sunan Kalijaga, 2019, hal.130.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

setelah anak mencapai kedewasaan, seseorang akan memiliki rasa


tanggung jawab atas perbuatannya.
Dasar argumen aliran kedua ini adalah Q.S an-Nahl, 16; 78.
Ketiga, pandangan positif-aktif. Maksud “positif” yakni bawaan
dasar atau sifat manusia sejak lahir adalah baik, sedangkan kejahaatan
bersifat aksidental. Sedangkan maksud “aktif” adalah responnya terhadap
dunia luar bisa menerima, atau menolak atau sintesis yakni perpaduan
antara nilai-nilai yang ada dalam dirinya dan nilai-nilai yang berasal dari
luar. Para ahli yang berpandangan positif-aktif membangyn dasar
argumennya dari (Q.S. Al-A’raf [7]: 172). Menurut Ibn Taimiyah, semua
anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, yaitu dalam keadaan kebajikan
bawaan, dan lingkungan sosialah yang menyebabkan individu
menyimpang dari keadaan ini. Manusia menurut pandangan ini, secara
alamiyah akan selalu cenderung pada kebaikan dan kesucian. Akan tetapi
lingkungan sosial, terutama orang tua, bisa memiliki pengaruh merusak
terhadap diri (nafs), akal dan fitrah anak. Fitrah sebagai sifat bawaan tetapi
bias rusak.129
Implikasi pengembangannya bahwa pendidikan dapat dijadikan sebagai
solusi dari pengaruh lingkungan yang buruk itu dan memperkuat eksistensi
fitrah manusia sebagai khalifah.
Keempat, aliran dualis aktif, maksud “dualis” ialah manusia sejak
awalnya membawa sifat ganda secara integral dan berlawanan. Disatu sisi
cenderung kepada kebaikan dan di sisi lain cenderung kepada kejahatan.
Menurut Qutub, dua unsur pembentuk esensial dari struktur manusia
secara menyeluruh yaitu ruh dan tanah, mengakibatkan kebaikan dan
kejahatan sebagai suatu kecendrungan yang setara ada pada manusia.
Kebaikan yang ada pada manusia dilengkapi faktor eksternal seperti
kenabian dan wahyu Tuhan sementara kejahatan yang ada pada diri
manusia dilengkapi faktor eksternal seperti godaan dan kesesatan. 130 Jika
dijelaskan dalam bentuk gambar adalah sebagai berikut:

129
Ibid, hal 132-133.
130
Ibid, hal.134.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Lingkungan alam
dan Sosial

Tradisi Fitrah Budaya

Dualis-
Aktif

Pendidikan, social
media(sosmed) dll

Dengan demikian, aliran-aliran di atas menggambarkan bahwa


manusia pada dasarnya memiliki potensi yang perlu untuk dikembangkan
dalam rangka memenuhi tugasnya di muka bumi, untuk meoptimalkan
potensi tersebut, dibutuhkan lingkungana yang mendukung, agar fitrah
manusia bisa berkembang dengan baik dan benar sesuai ketetapan Tuhan
(Q.S. Ar-Rum: 30), adapun dalam prosesnya, manusia dilengkapi dengan
hidayah-hidayan yang Tuhan berikan agar lebih memudahkan mereka.
Dengan demikian, manusia diciptakan dengan Ahsanu Taqwimin
sebagaimana yang diterangkan dalam Al-Qur’an bukan saja tentang
jasadiyah tetapi sampai kepada moral etik dan rasa kemanusiaan yang ada
pada diri manusia itu sendiri. Itulah mengapa manusia disebut sebagai
manusia paripurna (insan kamil). Implikasi pengembangannya bahwa
pendidikan bisa memperbaiki manusia dan menumbuh kembangkan
potensi baik dalam diri manusia.
7. Implikasi Pengembangan Fitrah Manusia
Dalam rangka mengembangkan fitrah (potensi) manusia, baik
potensi jasmani maupun rohani, secara efektif dapat dilakukan melalui
pendidikan. Hal ini berarti bahwa pendidikan merupakan cara yang efektif
untuk mengembangkan fitrah manusia tersebut. Dengan proses
pendidikan, manusia mampu membentuk kepribadiannya, mentransfer
kebudayaannya dari suatu komunitas kepada komunitas lainnya,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

mengetahui nilai baik dan buruk, dan lain sebagainya. Merujuk kepada
makna manusia yang ditunjukkan oleh Allah dalam al-Quran, secara teknis
upaya pengembangan fitrah manusia dapat dilakukan dengan cara
memformat interaksi pendidikan yang proporsional dan ideal. Dalam hal
ini setidaknya ada dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu:
Pertama, pendekatan perkata. Ketika Allah menggunakan terma al-
basyar dalam menunjuk manusia sebagai makhluk biologis, maka interaksi
pendidikan yang ditawarkan harus pula mampu menyentuh perkembangan
potensi biologis (fisik) peserta didik. Ketika Allah menggunakan terma al-
insan, maka interaksi pendidikan harus pula mampu mengembangkan
aspek fisik dan psikis peserta didik. Demikian pula ketika Allah
menggunakan terma al-nas, maka interaksi pendidikan harus pula mampu
menyentuh aspek kehidupan sosial peserta didik. Ketiga terma tersebut
harus diformulasikan secara integral dan harmonis dalam setiap interaksi
pendidikan yang ditawarkan.
Kedua, pendekatan makna substansial. Ketika Allah menunjuk ketiga
terma tersebut dalam memaknai manusia, Allah SWT secara implisit telah
melakukan serangkaian interaksi edukatif pada manusia secara
proporsional. Allah telah memberikan kelebihan pada manusia dengan
berbagai potensinya yang bersifat dinamis, di samping berbagai
kelemahan dan keterbatasan manusia dalam menjalankan kehidupannya di
muka bumi. Dengan berbagai potensi tersebut, manusia lebih unggul dan
sempurna sesuai dengan tujuan penciptaannya, dibanding dengan makhluk
Allah yang lain. Di sisi lain, manusia bisa juga menjadi makhluk yang
paling hina, tatkala seluruh potensi tersebut tak mampu diaktualkan dan
diarahkan secara maksimal, sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dalam
posisi ini, Allah telah memberikan kebebasan pada manusia untuk
mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya secara maksimal.
Hanya saja, jika mereka ingin tetap dalam keridhaan-Nya, maka mereka
dituntut untuk mempergunakan seluruh potensinya tersebut sesuai dengan
batas-batas kapasitas kebebasan yang diberikan padanya. Untuk itu, Allah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

memberikan rambu-rambu dan berbagai konsekuensi atas aktivitas yang


dilakukan manusia.
C. KESIMPULAN
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa fitrah merupakan sesuatu
yang Allah titipkan kepada manusia, dan menjadi bekalnya dalam
menjalani kehidupannya. Dengan fitrah, manusia dapat menjadi beraga
(Islam) ataupun tidak beragama, dengan fitrah manusia dapat melakukan
hal baik, mapun buruk, dapat menggunakan hidayah (baik hidayah aql,
qalb dan dien) dengan sebaik-baiknya guna memenuhi tugas dan
kewajibannya (khalifatullah dan abdullah) di muka bumi ataupun
sebaliknya, menyalahgunakannya lantas sebagaimana yang disampaikan
malaikat (Q.S. Al-Baqarah: 30) malah merusak dan menumpahkan darah
sesama manusia di muka bumi sebagaimana yang sering kita lihat sehari-
hari, walaupun tidak sedikit yang berbuat sebaliknya.
Manusia dibekali penglihatan, pendengaran dan hati (Q.S. An-Nahl:
78), dengan mata manusia dapat melihat mana yang baik-mana yang
buruk, dmana yang haq dan mana yang bathil, mana yang indah dan tidak
indah, dan lain sebagainya. Dengan telinga manusia dapat mendengar
kebaikan, atau malah sebaliknya mendengar keburukan, dengan hati
manusia dapat merasakan rasa kemanusiaan, dapat menghayati ayat-ayat
kebenaran Tuhan, dan dari semua itupula manusia diberi kebebasan
(iradah) untuk memilih dan pada akhirnya akan mempertanggung
jawabkannya, sebagaimana firmanNya “yauma laa yanfa’u maalun wa laa
banuun, illa man atallaha biqolbin saliim” (Q.S. As-Syu’ara: 88-89),
yakni pada hari ketika harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-
orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.

BAB IX
PEMBENTUKAN KARAKTER RELIGIUS DAN CINTA TANAH AIR
(NASONALISME)
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

(Dewi Aisa)

A. PENDAHULUAN
Pendidikan karakter yang merupakan satu dari sekian banyak
paradigma pendidikan di Indonesia, kini semakin ramai dibahas sejak
dicanangkannya gerakan pendidikan karakter. Wacana ini menjadi hangat
dan banyak tulisan-tulisan atau artikel bahkan buku yang membahas
tentang pendidikan karakter yang diharapkan dapat menjadi suatu praktek
pendidikan yang bisa mengupayakan adanya perubahan dalam masyarakat
yang lebih baik. Kemunculan pendidikan karakter sebagaimana paradigma
pendidikan lain, dilatarbelakangi oleh konstruksi filosofis yang berdiri di
belakangnya.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. (Undang-undang Nomor 20 tahun 2003)
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional diatas, jelaslah
bahwa pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan
Tinggi harus diselenggarakan secara sistematis untuk mencapai tujuan
tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan karakter peserta
didik sehingga mampu bersaing, beretika, bermoral, sopan santun, dan
berakhlak serta berinteraksi dengan masyarakat.
Lembaga pendidikan sebagai tempat pembentukan karakter peserta
didik dituntut untuk meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaannya.
Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang,
yakni meningkatnya kenakalan remaja dimasyarakat mulai dari tawuran,
pengeroyokan, pencurian, perampokan dan tindak asusila. Fenomena
tersebut telah pada taraf yang meresahkan. Oleh karena itu lembaga
pendidikan sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian peserta


didik disamping keluarga dan masyarakat.
Untuk mencegah semakin parahnya krisis akhlak pada generasi
muda, pendidikan karakter perlu diberikan secara terintegrasi dalam semua
mata pelajaran, tidak dibebankan pada mata pelajaran tertentu seperti
selama ini terjadi. Kemudian muncul pula bagaimana konsep pendidikan
karakter dan apa sebenarnya urgensinya bagi pendidikan di Indonesia,
serta bagaimana pendidikan karakter tersebut bisa diterapkan di
lingkungan sekolah, di keluarga, atau di masyarakat. Hal itulah yang akan
dibahas dalam makalah ini.

B. PEMBAHASAN
1. Hakikat Karakter (Akhlak)
Kata akhlak berasal dari bahasa Arab akhlaaq, berakar dari kata
khalaqa yang berarti menciptakan. Seakar dengan kata khaliq(pencipta),
makhluq (yang diciptakan), dan khaliq (penciptaan). Dari persamaan
layta diatas mengisyaratkan bahwa dalam akhlak tercakup pengertian
terciptanya keterpaduan antara kehendak khaliq (pencipta) dengan
perilaku makhluq (manusia). Atau dengan kata lain, tata perilaku
seorang terhadap orang lain dan lingkungannya baru mengandung nilai
akhlak yang hakiki jika tindakan dan perilaku tersebut di dasarkan
kepada kehendak Tuhan, sehingga akhlak tidak merupakan norma yang
mengatur hubungan antara manusia dengan Allah SWT., namun juga
dengan alam semesta sekalipun.0
Pendidikan karakter merupakan suatu keharusan sebagai upaya
membangun karakter bangsa. Secara bahasa karakter ialah tabiat,
watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan
seseorang daripada yang lain. Secara istilah karakter adalah sifat utama
yang terukir dan menyatu dalam pikiran, perasaan, keyakinan, dan
perilaku seseorang yang membedakannya dengan orang lain, sedangkan
pendidikan karakter ialah usaha mengukir dan mempraktikan nilai-nilai

0
Abd Rachman Assegaf, Filsafat Pendidikan Islam. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2011), hlm. 42.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

utama kedalam diri peserta didik melalui pendidikan, endapan


pengalaman, pembiasaan, aturan, rekayasa lingkungan, dan
pengorbanan dipadukan dengan nilai-nilai intrinsic yang sudah ada
dalam diri peserta didik sebagai landasan dalam berpikir, bersikap,
berkeyakinan, dan perilaku secara sadar dan bebas.0
Menurut Mounier yang dikutip Doni Koesoema bahwa karakter
dapat dilihat dari dua hal, pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang
telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang
dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap
sebagai sesuatu yang telah ada dari sononya (given). Kedua, karakter
juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang
individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian
ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed) (Doni
Kusuma, 2010).0
2. Nilai-Nilai Karakter
Menurut Diane Tilman (2004), ada dua belas karakter yang perlu
diinternalisasikan yakni;0
a. Kedamaian
b. Penghargaan
c. Cinta
d. toleransi
e. kejujuran
f. kerendahan hati
g. kerjasama
h. kebahagiaan
i. tanggungjawab
j. kesederhanaan
k. kebebasan
l. persatuan (unity).

0
Maragustam, Filsafat pendidikan Islam menuju pembentukan karakter (Pascasarjana
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2018), hlm. 248.
0
Ibid.
0
Ibid., hlm. 266.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Kemudian maragustam (2018) mengitegrasikan berbagai pendapat


dalam perspektif filsafat pendidikan, nilai-nilai islam, nilai-nilai luhur
bangsa, maka paling tidak ada sebelas nilai karakter utama untuk
diinternalisasikan kepada peserta didik, yaitu:
a. Nilai spiritual keagamaan (ma’rifatullah).0
Hakikat spiritualitas ialah pandangan pribadi dan perilaku yang
mengekspresikan rasa keterkaitan, tujuan hidup, makna hidup dan
kesadaran ke dimensi transendental (Yang Maha Tinggi) atau untuk
sesuatu yang lebih besar dari diri sehingga mengerti arti dan tujuan
hidup. Rasa keterkaitan dan kesadaran bahwa segala yang dialami
dalam hidup ini selalu terkait dengan yang berdimensi
transcendental. Karakter kuat-positif adalah karakter yang beriman
kepada Allah, tawakkal kepada-Nya, dan meminta pertolongan
kepada-Nya di setiap waktu. Dalam QS. Ali Imran: 159 disebutkan
“Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka
tawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-
orang yang tawakkal kepada-Nya”. Tawakkal kepada-Nya
mendapatkan kekuatan spiritual yang memadai untuk melakukan
perubahan.
Spiritual keagamaan atau keimanan ini adalah inti dari hati nurai
moral (moral consequence). Pada hakikatnya hati nurani moral ini
merupakan kekuatan ruhaniyah dan keimanan yang memberi
semangat kepada seseorang untuk berbuat terpuji dan
menghalanginya dari tuna karakter. Character consequence dapat
menguasai dan mengawasi seseorang dalam setiap geraknya dan
merupakan titik tolak seseorang untuk bersikap dan berbuat. Iman
yang letaknya dalam hati akan menimbulkan konsekuensi logis
terhadap tindakan-tindakan karakter berupa pengalaman norma-

0
Maragustam Siregar, “Mengukir Manusia Berkarakter Kuat-Positif Dalam
Menghadapi Budaya Arus Global (Perspektif Filsafat Pendidikan Islam),”
dikutip dari https://maragustamsiregar.wordpress.com/2014/02/25/mengukir-manusia-
berkarakter-kuat-positif-dalam-menghadapi-budaya-arus-global-perspektif-filsafat-
pendidikan-islam/ diakses pada hari selasa, tanggal 26 Februari 2019 pukul, 15.00 WIB.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

norma Islam (moral judgement), tanggung jawab moral (moral


responsibility), dan ganjaran moral (moral rewards). Syekh Nawawi
sangat detail menjelaskan (moral knowing) terhadap isi hati nurani
moral yakni berupa keimanan.
Sebelum seseorang melakukan perbuatan positif atau negatif,
pada hakikatnya dalam diri manusia ada kekuatan yang dikenal
dengan suara batin/hati (conscience) untuk mendorong atau
mengingatkannya. Bila meloloskan suara batin yang negatif, maka ia
akan menguasasi kebaikan. Sebaliknya jika suara batin yang positif
yang dilakukan, maka seseorang akan menguasai keburukan.
Menurut Ahmad Amin(1975), suara hati itu tiga tingkatan:
a. Perasaan melakuan kewajiban karena takut kepada manusia.
b. Perasaaan mengharuskan mengikuti apa yang diperintahkan oleh
undang-undang, meskipun sendirian atau di muka orang banyak.
c. Perasaan seharusnya mengikut apa yang dipandang benar oleh
dirinya berbeda dengan pendapat orang lain atau sesuai,
menyalahai undang-undang atau berbeda.
Sedangkan faktor negatif dari tingkatan pertama ini ialah:
a. seseorang suka jatuh di dalam lembah kehinaan, bila berada
sendirian dan jauh dari penglihatan manusia.
b. bila terpengaruh dengan lingkungan yang buruk, mereka tentu dia
tidak malu akan berbuat keji dan tidak takut penglihatan orang
untuk melakukan segala kejahatan.
c. jika system aturan lemah, maka ia akan melakukan berbagai
kejahatan tanpa batas. Sedangkan sisi positifnya, jika selalu di
kawal dan peraturannya super ketat, maka dia akan melakukan
kebaikan.
Untuk tingkatan kedua, Perasaaan mengharuskan mengikuti apa
yang diperintahkan oleh undang-undang, meskipun sendirian atau
dimuka orang banyak. Suara hati ini lebih tinggi dari yang pertama,
karena menetapkan dirinya untuk tunduk kepada undang-undang
walau terhindar dari siksaan. Namun sisi negatifnya apabila ada
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

celah dalam undang-undang tersebut, dia akan melakukan kejahatan


karena terhindar dari menyalahi aturan.
Untuk tingkatan yang ketiga inilah yang paling baik dan punya
karakter positif yang kuat. Maka tingkatan ketiga inilah yang secara
terus menerus diberdayakan dan di isi dengan nilai-nilai spiritual
keagamaan (ma‟rifatullah) sehingga suara batin seseorang menjadi
kuat dan tahan uji menghadapi pergeseran nilai yang begitu cepat di
arus global ini. Dengan kekuatan spiritual keagamaan
(ma‟rifatullah), sekalipun undang-undangnya lemah atau ada celah
untuk dilanggar, dan sekalipun tidak di lihat manusia sewaktu dia
mau berbuat jahat, dia tetap melakukan yang terbaik sesuai dengan
nilai-nilai yang menghujam dan berurat berakar dalam dirinya. Hati
nurani moral ini melahirkan ibadah yakni hubungan baik dengan
Allah, dengan manusia dan dengan alam sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Ibadah secara sadar atau tidak sadar akan mengembangkan
sikap hidup, sifat-sifat, kehendak, perilaku dan akhlak terpuji dan
mengurangi akhlak tercela. Hakikat ibadah adalah jalan hidup yang
mencakup seluruh aspek kehidupan serta segala yang dilakukan
manusia berupa perkataan, perbuatan, perasaan bahkan bagian
apapun dari perilakunya untuk mengabdi dan mencari ridha Allah.
a. Integritas yakni nilai dappat depercaya (amanah/trustworthiness),
nilai kejujuran (ash-shidq, honesty) dan kemandirian.0
Tanggung jawab merupakan suatu bentuk lanjutan dari spiritual
keagamaan (ma’rifatullah). Tanggung jawab berarti
melaksanakan sebuah atau beberapa pekerjaan atau kewajiban
secara baik yang berkaitan dengan hubungan manusia dengan
Allah, hubungan manusia dengan sesama di dalam keluarga, di
sekolah, di masyarakat dan di manapun, dan hubungan manusia
dengan lingkungan alam. Setiap orang bertanggungjawab
terhadap apa ia katakan dan lakukan dalam tindakan manusiawi
secara mandiri dan integritas.

0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Anugerah Tuhan kepada manusia berupa berbagai potensi


internal (akal, nafs/nyawa, hati, dan fisik yang dihidupi oleh ruh),
dan kebebasan memilih untuk bertindak, dan diutus para rasul
yang membawa kitab, menjadikan manusia bertanggungjawab
terhadap apa yang ia katakan dan lakukan secara mandiri. Dalam
hadis disebutkan bahwa “Setiap kamu adalah pemimpin dan
bertanggungjawab terhadap yang dipimpinnya”. Paling tidak
seseorang bertanggungjawab memimpin dirinya sendiri. Dengan
nilai tanggung jawab ini akan berimplikasi kepada nilai lain yakni
integritas dan kemandirian. Orang yang bertanggung jawab
mempunyai pribadi yang utuh dan bulat (integritas) dan mandiri
(berdiri sendiri atau tidak tergantung kepada orang lain dalam
melaksanakan nilai-nilai kebaikan.
b. Nilai hormat/menghargai dan rasa saying.0
Nilai menghargai dan nilai hormat merupakan kelanjutan dari
nilai spiritualitas keagamaan dan tanggung jawab. Penghargaan
dan rasa sayang dan cintai ditekankan dalam Islam. Dalam hadis
dikatakan, bahwa tidak sempurna iman seseorang sehingga ia
menghargai, mencinta, dan menyayangi saudaranya (orang lain)
sebagaimana ia menghargai, mencintai dan menyayangi dirinya
sendiri. Rasa hormat berarti menunjukkan penghargaan kita
terhadap harga diri sendiri, harga diri orang lain ataupun hal lain
selain diri sendiri.
Nilai hormat dan sayang terhadap diri sendiri, orang lain dan
lingkungan ini lahir karena
1) manusia berasal dari asal yang satu yakni Adam dan Hawa,
merasa sebagai hamba Allah yang sama harkat dan
martabatnya, tanpa memandang jenis kelamin,
2) kesukuan, dan lain-lain. Tinggi rendahnya manusia hanya ada
dalam pandangan Allah yang tahu kadar ketakqwaannya (QS/.
Al-Hujurat: 13)

0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

3) sama-sama melaksanakan kewajiban kepada Allah dan merasa


bagian system dari orang lain. Allah mewajibkan manusia
untuk menghormati orang lain. Menghormati dan menyangi
dapat berjalan dengan baik jika seseorang merasa dirinya
bagian tak terpisahkan dari masyarakatnya dan merasa sayang
terhadap orang lain.
c. Nilai amanah dan kejujuran.0
Hakikat amanah ialah sesuatu yang ada dalam dirinya adalah
titipan, dan akan dipertanggung jawabkan kepada yang memberi
amanah sesuai dengan aturan dalam penitipan itu. Amanah
artinya sesuatu yang dipercayakan kepadanya. Nilai amanah itu
sebagai salah satu konsekuensi spitirualitas keagamaan
(ma’rifatullah). Allah mengamanatkan kepada manusia untuk
berfungsi sebagai hamba dan sebagai khalifah. Dengan nilai
spiritual keagamaan seseorang yang kuat akan mampu
mengemban amant itu dengan tidak curang alias jujur (benar). Dia
tau bahwa mengemban amanat dengan jujur tidak hanya di
senangi oleh manusia tetapi juga diridhai oleh Tuhan. Dia juga
tahu jika dia tidak amanat, sekalipun manusia tidak tau, maka
Tuhan pasti tau dan akan membalas ke curangannya itu mungkin
di dunia dan pasti di akhirat. Menurut Mohammad Nuh pada
Upacara Hardiknas di Kemendiknas, Jakarta, Minggu tanggal 2
Mei 2010, diantara karakter yang ingin kita bangun adalah
“karakter yang berkamampuan dan berkebiasaan memberikan
yang terbaik, giving the best, sebagai prestasi yang dijiwai oleh
nilai-nilai kejujuran.” Di samping itu apabila seseorang diberi
amanah, maka ia harus mampu memikul dan menunaikan amanah
itu sesuai dengan hak-hak dan kewajiban yang melekat pada hak
amanah itu.
d. Nilai bersahabat/berkomunikasi (silaturrahmi), kerjasama,
demokratis dan peduli.0
0
Ibid.
0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Kebanyakan orang sukses justru ditentukan sejauh mana


seseorang menghormati, menghargai, menolong, toleran dan
santun dalam berkomunikasi dan bertindak. Intelegensi hanya
salah satu faktor saja untuk menuju sukses. Dalam penelitian di
AS dari 20 kualitas yang dianggap penting dari seorang lulusan
perguruan tinggi untuk seseorang menjadi sukses peringkat atas
ialah karakter kemampuan berkomunikasi, integritas dan
kemampuan berkerjasama dengan orang lain (Ichsan S. Putra dan
Ariyanti, 2005). Dalam agama sangat dikutuk orang-orang yang
memutuskan silaturrahmi walau kepada orang tidak suka kepada
kita sekalipun. Pribadi yang sukses itu ialah pribadi yang pandai
bergaul dan suka membantu orang lain. Ia bergaul dengan siapa
saja dan ia dekat di hati siapa saja. Ia juga menyukai cara-cara
positif, seperti menghormati orang lain, santun, perhatian,
mencintai, membantu, hingga mudah diterima, dan tidak pernah
berusaha menguasai orang lain. Dalam isyarat hadis disebutkan,
Tuhan menjamin, seseorang yang bershadaqah tidak akan jatuh
miskin, bahkan berkah (bertambah kualitas dan kuantitas) dari
hartanya.
e. Nilai percaya diri, kreatif, pekerja keras dan pantang menyerah.0
Setiap muslim diperintahkan, jika seseorang selesai melakukan
suatu pekerjaaan, cepat bergegaslah untuk mengerjakan lainnya.
“Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah
dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada
Tuhanmulah hendaknya kamu berharap”. (QS. Insyirah: 7-8).
Demikian juga seseorang dilarang keras menggantungkan hidupnya
pada orang lain, apalagi meminta-minta. Tangan pemberi lebih baik
daripada tangan peminta-minta. Karakter kuat-positif ialah tahu betul
kekuatan hukum keyakinan dan prediksi, ia tau menyadari sepenuhnya
bahwa segala sesuatu yang diyakni dan diproyeksikan mewujud sesuai
dengan keyakinan dan proyeksi itu atas pertolongan Tuhan.

0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

f. Nilai disiplin dan teguh pendirian (istiqomah).0


Agama sangat menghargai waktu. Tidak ada manusia sukses
kecuali dia disiplin dan teguh pendirian dalam segala aspek kehidupan.
Pribadi yang berkarakter kuat-positif mengetahui kekuatan hukum
konsentrasi dan cara mengesampingkan hal-hal lain agar tetap focus
pada sesuatu yang diinginkan. Karena itu, ia menyiapkan bahwa segala
masalah pasti ada penyelesaiannya secara spiritual. Ia percaya diri,
menyukai perubahan, dan berani menghadapi tantangan. Karena tau
tujuan yang diinginkan, ia menyusun rencana berdasarkan segala
kemungkinan, lau direalisasikan dalam tindakan nyata. Ia juga selalu
melakukan evaluasi, memperbaiki dan belajar dari kesalahan lalu
melakukan sesuatu dengan kepercayaan pada Allah sepenuhnya.
Dalam QS Fushilat : 3010 disebutkan bahwa orang yang istiqomah
dijanjikan surga. Demikian juga sifat disiplin ini, disebutkan dalam
hadis: bahwa “Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah adalah
yang terus menerus atau istiqomah (kontinyu/disiplin) meskipun
sedikit (HR. Bukhari dan Muslim)”
g. Nilai sabar dan rendah hati.0
Memperjuangkan kebenaran apabila dilakukan dengan cara yang
baik, sabar dan rendah hati jauh lebih bermakna dan lebih efektif,
daripada dilakukan dengan cara yang tidak baik dan arogan. Pribadi
berkarakter kuat-positif ialah pribadi yang hidup dengan cita-cita,
perjuangan, dan kesabaran. Tanpa cita-cita pasti hidup ini terasa sangat
sempit, akan kehilangan di telan gelombang kesulitan, pikiran
negative, perasaan negative dan berbagai penyakit kejiwaan atau fisik.
Ia tau bahwa cita-cita adalah fondasi kemajuan. Manusia tanpa cita-
cita berarti dia telah mati sebelum mati atau menjadi manusia jadi-
jadian. Dalam Islam sangat dianjurkan manusia untuk bersabar dan
orang bersabar adalah berserta dengan Tuhan. Di samping bersabar,
juga nilai rendah hati sebagai lawan 10 Sesungguhnya orang-orang
yang mengatakan: “Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka
0
Ibid.
0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

istiqamah, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan


mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan
gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu”. dari sombong. Hakikat sombong ialah merasa dirinya
serba cukup dan karenanya menghina orang lain bahkan dirinya
sendiri. Karena salah satu dari induk kejahatan ialah kesombongan.
Iblis di laknat oleh Allah karena kesombongannya. Karena dengan
kesombongan, seseorang akan merasa dirinya serba cukup, tidak mau
meningkatkan kualitas diri, dan bahkan menghina dan berbuat zalim
terhadap dirinya dan kepada orang lain.
h. Nilai teladan dalam hidup Panji-panji Islam dapat ditegakkan apabila
seseorang menempatkan dirinya sebagai teladan yang baik (uswatun
hasanah) bagi masyarkat dan keluarganya.0
Tidak akan dapat menciptakan tatanan dunia yang bermoral apabila
terutama para pemimpinnya belum dapat menjadikan diri mereka
sebagai teladan bagi yang dipimpinnya. Presiden menjadi teladan bagi
rakyatnya. Orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya. Guru
menjadi teladan bagi murid-muridnya. Majikan menjadi teladan bagi
para pekerjanya. Supir menjadi teladan bagi penumpangnya.
Mahasiswa menjadi teladan bagi mahasiswa lainnya. Dalam QS. Al-
Ahazab: 21 disebutkan: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.
i. Toleransi (tasamuh), dan kedamaian.0
Lahirnya toleransi dan kedamaian berawal dari spiritual keagaaan
yang menekankan bertoleransi terhadap orang lain. Dasar filsafatnya
bahwa manusia diciptakan dalam perbedaan dan makhluk sosial. Yang
saudara sekandung dan kembarpun pasti berbeda, apalagi yang bukan
saudara dan bukan pula kembar. Seseorang tidak boleh bercita-cita
untuk menyeragamkan (uniform) setiap orang. Sikap toleran, damai
0
Ibid.
0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan cinta terhadap perbedaan baik dalam masalah keagamaan,


karakter, kemasyarakatan dan tradisi dan kultur. Dalam QS. Thaha:
4411 diabadikan bagaimana 11 ”maka berbicaralah kamu berdua
kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia
ingat atau takut”. sikap toleran, lembut dan penuh makna Nabi Musa
as dan Nabi Harun as terhadap Firaun yang kejam, bengis, puncak
kesombongan bahkan mengakui dirinya sebagai Tuhan. Menurut Ibnu
Katsir, bahwa kata-kata yang digunakan Nabi Musa as dan Nabi Harun
as terhadap Firaun dalam menyeru kepada jalan Allah adalah kata-kata
yang halus (raqiq), lembut (layyin), mudah dicerna (sahl), dan ramah
bersahabat (rafiq). Hal itu dilakukan supaya lebih berpengaruh dalam
jiwa, lebih dapat diterima dan lebih berguna dan bermanfaat.
j. Nilai semangat dan rasa ingin tahu.0
Manusia diangkat Tuhan derajatnya tiada lain karena tiga hal yang
menjadi satu kesatuan yaitu beriman (teosentris), berilmu (teosentis
dan antroposentris), dan amal shaleh (teosentiris, antroposentris dan
kosmosentris) (QS. Al-Mudalah: 11, dan QS. at-Tiin: 6). Rasa ingin
dapat berhasil dengan baik jika di awali dengan semangat dari dalam
diri (motivasi intrinsic). Semangat yang dilandasi oleh motivasi dari
luar (motivasi eksterinsik) tidak bertahan lama dan akan berhenti
seiring dengan tercapainya tujuan. Karakter kuat-positif ialah yang tau
betul apa yang diinginkan dalam jangka pendek, menengah, dan
panjang. Ia tau alasan menginginkan sesuatu, kapan menginginkannya,
dan bagaimana cara mendapatkannya dengan mengerahkan seluruh
potensi serta kemungkinan yang ada. Pribadi yang berkarakter kuat-
positif tidak hanya focus pada pemecahan masalah, tapi bagaimana
dapat mengambil pelajaran dari setiap masalah yang dihadapi.
Pelajaran itu akan ia gunakan untuk merencanakan masa depan.
Dengan demikian ia mengolah masalah menjadi peluang, keahlian,
keterampilan, dan pengalaman yang dapat diandalkan.
3. Strategi Pembentukan Karakter Mental Dalam Islam

0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Berdasarkan kesebelas nilai karakter tersebut di atas, dapat


diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan karakter holistik
(pendidikan formal, informal dan nonformal) dengan tujuh rukun.
Ketujuh rukun pendidikan karakter berikut adalah sebuah lingkaran
yang utuh yang dapat diajarkan secara berurutan atau tidak berurutan.
Sesuatu tindakan barulah dapat menghasilkan karakter kuat-positif,
apabila enam rukun pendidikan karakter berikut ini dilakukan secara
utuh dan terus menerus. Keenam rukun itu adalah sebegai berikut:
a. Habituasi (pembiasaan) dan pembudayaan yang baik.
Kebiasaan adalah yang memberi sifat dan jalan yang tertentu
dalam pikiran, keyakinan, keinginan dan percakapan; kemudian jika
ia telah tercetak dalam sifat ini, seseorang sangat suka kepada
pekerjaaannya kecuali merubahnya dengan kesukaran. Menurut
Ahmad Amin (1975) kebiasaan baru dapat menjadi karakter jika
seseorang senang atau ada keinginan kepada sesuatu yang dibiasakan
dan diterimanya keinginan itu, dan diulang-ulang keinginan dan
penerimaan itu secukupnya. Kebiasaan tidak hanya terbatas pada
perilaku, tetapi juga kebiasaan berpikir yang positif dan berperasaan
yang positif. Sifat system urat saraf itu menerima perubahan.
Menurut Ibrahim Alfikiy (2012), kebiasaan adalah pikiran yang
diciptakan seseorang dalam benaknya, kemudian dihubungkan
dengan perasaan dan diulang-ulang hingga akal meyakininya sebagai
bagian dari perilakunya. Hukum pembiasaan itu melalui enam
tahapan yakni:0
1) Berpikir, maksudnya seseorang memikirkan dan mengetahui
nilai-nilai yang diberikan, lalu memberi perhatian, dan
berkonsentrasi pada nilai tersebut.
2) Perekaman, maksudnya setelah nilai-nilai diterima, otaknya
merekam. Otaknya kemudian membuka file yang sejenis dengan
pikiran itu dan menghubungkan dengan pikiran-pikiran lain,
yang sejenis atau yang dinilai bermanfaat baginya.
0
Maragustam, Filsafat pendidikan Islam menuju pembentukan karakter (Pascasarjana
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2018), hlm. 285.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

3) Pengulangan yakni seseorang memutuskan untuk mengulangi


nilai-nilai yang baik itu dengan perasaan yang sama.
4) Penyimpanan. karena perekaman dilakukan berkali-kali terhadap
prilaku nilai-nilai yang masuk tadi, pikiran menjadi semakin
kuat. Akal menyimpannya dalam file dan menghadirkan ke
hadapan anda setiap kali anda menghadapi kondisi serupa.
Melepaskan diri dari perilaku semacam itu akan semakin sulit
karena pikiran itu sudah tersimpan di dalam file akal bawah
sadarnya.
5) Pengulangan. Disadari atau tidak, seseorang mengulang kembali
perilaku nilai-nilai yang baik yang tersimpan kuat di dalam akal
bawah sadarnya. Ia dapat merasakan bahwa dirinya telah
mengulangi perilaku itu atau terjadi begitu saja di luar
kemauannya. Setiap kali memori yang tersimpan di akal bawah
sadar itu diulang, ia semakin kuat dan menancap serta berurat
berkar dalam jiwa.
6) Kebiasaan menjadi karakter. Karena pengulangan nilai-nilai yang
baik yang berkelanjutan dan tahapan-tahapan di atas yang dilalui,
akal manusia meyakini bahwa kebiasaan ini merupakan bagian
terpenting dari perilaku. Maka, ia memperlakukannya seperti
bernapas, makan, minim, atau kebiasaan lain yang mengakar
kuat. Jika sudah begitu, orang tidak dapat mengubahnya dengan
hanya berpikir untuk mengubah, kemauan keras, atau dengan
sesuatu yang berasal dari dunia luar semata.
Tindakan pembiasaan kebaikan, sangat ditekankan dalam Islam.
Dalam hadis, disebutkan, “Perintahlah anak-anakmu menjalankan
ibadah salat jika mereka sudah berusia tujuh tahun. Dan jika mereka
sudah berusia sepuluh tahun, maka pukullah mereka jika tidak mau
melaksanakannya dan pisahkanlah tempat tidur mereka” (HR. al-
Hakim). Rentang waktu antara 7 sampai dengan 10 tahun yakni 3
tahun mengandung makna pembiasaan melakukan ibadah dan
kebajikan. Karena anak umur 7 tahun (belum dewasa) belum ada
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kewajibannya melaksanakan ibadah salat dan ibadah-ibadah lainnya.


Dari perintah salat, dapat disamakan dengan ibadah puasa, dan
perbuatan kebajikan lainnya, seperti kejujuran, rasa hormat,
toleransi, dan lain-lain. Tujuannya adalah agar anak terbiasa
sekaligus menjadi karakternya untuk melakukan yang baik, sehingga
ketika tumbuh dewasa, ia talah terbiasa melakukan dan terdidik
untuk menaati Allah, melaknakan hak-Nya, bersyukur kepada-Nya,
kembali kepada-Nya, berpegang teguh kepada-Nya, bersandar
kepada-Nya dan berserah diri kepada-Nya. Di samping itu, anak
akan mendapatkan kesucian rohani, gerakan refleks dan kesehatan
jasmani, kebaikan akhlak, perkataan, dan perbuatan di dalam ibadah-
ibadah itu. Semua itu berangkat dari kebiasaan. Menurut M. Nuh
(Mendiknas) dalam Republika OnLine, dijelaskan bahwa “tradisi
pesantren sangat penting di sekolah”. Maksudnya ialah pembiasaan
nilai positif menjadi tradisi positif, lalu menjadi budaya positif, yang
pada akhirnya menjadi ukiran karakter positif yang kuat. Begitu
kuatnya pembiasaan ini, para ulama fiqh pun menciptkan kaidah fiqh
kulliyah yakni “Adat kebiasaaan dapat ditetapkan sebagai hukum”.
Menurut Williah Kilpatrick yang dikutip Abdul Madjid dan Dian
Andayani, (2011), salah satu penyebab ketidak mampuan seseorang
berlaku baik meskipun ia telah memiliki pengetahuan tentang
kebaikan itu adalah karena ia tidak terlatih (terbiasa) untuk
melakukan kebaikan.
b. Membelajarkan hal-hal yang baik (moral knowing).
Kebiasaaan-kebiasaan yang baik yang dilakukan seseorang atau
hal-hal yang baik yang belum dilakukan, harus diberi pemahaman
dan pengetahuan tentang nilai-nilai manfaat, rasionalisasi dan akibat
dari nilai biak yang dilakukan. Dengan demikian, seseorang
mencoba mengetahui, memahami, menyadari, dan berpikir logis
tentang arti dari suatu nilai-nilai dan perilaku yg baik, kemudian
mendalaminya dan menjiwainya. Lalu nilai-nilai yang baik itu
berubah menjadi power intrinsik yang berurat berakar dalam diri
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

seseorang. Mengajarkan yang baik, yang adil, yang bernilai, berarti


memberikan pemahaman dengan jernih kepada peserta didik apa itu
kebaikan, keadilan, kejujuran, toleransi, dan lain-lain. Boleh jadi
seseorang berprilaku baik, adil, toleransi, tanpa disadarinya
sekalipun secara konseptual tidak mengetahui dan tidak menyadari
apa itu perilaku baik, atau apa itu keadilan, atau apa itu kejujuran.
Perilaku berkarakter mendasarkan diri pada tindakan sadar si
subjek, bebas memili malakukan atau tidak dan berpengetahuan yang
cukup tentang apa yang dilakukan dan dikatakannya. Meskipun
tampaknya mereka tidak memiliki konsep jernih tentang nilai-nilai
tersebut, sejauh tindakan itu dilakukan dalam keadaan sadar dan
bebas, tindakan tersebut dalam arti tertentu telah dibimbing oleh
pemahaman tertentu. Tanpa ada pemahaman dan pengertian,
kesadaran dan kebebasan tidak mungkin ada sebuah tindakah
berkarakter. Dalam Islam pun sebuah tindakan diminta
pertanggungjawabannya apabila yang melakukan itu sudah dewasa,
berakal (berpengetahuan), dalam keadaan sadar, dan ada kebebasan
untuk memilih. Sebuah tindakan yang tidak disadari, tidak dibimbing
oleh pemahaman tertentu, dan tidak ada kebebasan, maka tindakan
itu tidak akan memiliki makna bagi individu tersebut, sebab ia
sendiri tidak menyadari dan tidak mengetahui makna dan akibat
tindakan yang dilakukannya. Demikian juga sebuah tindakan yang
tidak bebas dan tidak disadari serta tidak dibimbing oleh
pengetahuan tentangnya, adalah tindakan instingtif atau ritual yang
lebih dekat pada cara bertindak binatang. QS. Al-Zumar: 9,12 sangat
menekankan tentang perbedaan orang yang berilmu dengan orang
yang tidak berilmu. Paling tidak orang yang berilmu bila melakukan
kejahatan, masih ada harapan untuk sadar dan bertobat, karena ia tau
tentang kekeliruannya. Berbeda dengan orang yang tidak tau, jika
melakukan kesalahan, sulit diharapkan sadarnya, atau justru menjadi
karakternya karena ketidak tahuannya.
c. Moral feeling dan loving: merasakan dan mencintai yang baik.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Lahirnya moral loving berawal dari mindset (pola pikir). Pola


pikir yang positif terhadap nilai-nilai kebaikan akan merasakan
manfaat dari berprilaku baik itu. Jika seseorang sudah merasakan
nilai manfaat dari melakukan hal yang baik akan melahirkan rasa
cinta dan sayang. Jika sudah mencintai hal yang baik, maka segenap
dirinya akan berkorban demi melakukan yang baik itu. Dengan rasa
cinta dalam melakukan kebaikan, seseorang akan menikmati dan
nyaman dalam posisi itu.
Dari berpikir dan berpengetahuan yang baik secara sadar lalu
akan mempengaruhi dan akan menumbuhkan rasa cinta dan sayang.
Perasaan cinta kepada kebaikan menjadi power dan engine yang bisa
membuat orang senantiasa mau berbuat kebaikan bahkan melebihi
dari sekedar kewajiban sekalipun harus berkorban baik jiwa dan
harta. Lama-lama tumbuh kesadaran bahwa, orang mau melakukan
kebajikan karena dia cinta dengan perilaku kebaikan itu.
d. Moral Acting (tindakan yang baik).
Melalui pembiasaan, kemudian berpikir berpengetahuan tentang
kebaikan, berlanjut merasa cinta kebaikan itu dan lalu tindakan
pengalaman kebaikan, yang pada akhirnya membentuk karakter yang
kuat dan postif. Tindakan kebaikan yang dilandasi oleh pengetahuan,
kesadaran, kebebasan, dan kecintaan akan membentuk endapan
pengalaman. Dari endapan itu akan terpatri dalam akal bawah sadar
dan seterusnya menjadi karakter kuat-positif. Semakin di ulangi hal
yang baik maka semakin kuat akarnya dalam jiwa dengan catatan
tindakan yang baik itu diikuti dengan senang hati. Apabila suatu
tindakan tidak diikuti dengan kesenangan hati, maka tindakan itu
tidak akan mengantarkan menjadi karakter.
e. Keteladanan (moral model) dari lingkungan sekitar.
Setiap orang butuh keteladanan dari lingkungan sekitarnya.
Manusia lebih banyak belajar dan mencontoh dari apa yang ia lihat
dan alami. Perangkat belajar pada manusia lebih efektif secara
audio-visual. Fitrah manusia pada dasarnya ingin mencontoh. Salah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

satu makna hakiki dari terma tarbiyah (pendidikan) adalah


mencontoh atau imitasi. Keteladanan yang paling berpengaruh
adalah yang paling dekat dengan diri kita. Orang tua, karib kerabat,
pimpinan masyarakat dan siapa pun yang sering berhubungan
dengan seseorang terutama idolanya, adalah menentukan proses
pembentukan karakter kuat-positif atau lemah-negatif. Jika
lingkungan social berprilaku jujur, amanah, berakhlak mulia, berani,
dan menjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan nilai-
nilai luhur agama dan bangsa, maka seseorang akan seperti itu.
Sebaliknya seseorang, bagaimana pun besar usaha yang dipersiapkan
untuk kebaikannya, bagaimana pun suci fitrahnya, ia tidak akan
mampu memenuhi prinsip-prinsip kebaikan dan nilai-nilai lurur
agama, selama ia tidak melihat lingkungan sosialnya sebagai teladan
dari nilai-nilai moral yang tinggi.
Adalah sesuatu yang sangat mudah bagi seseorang termasuk
orang tua, yaitu mengajari anak dan mahasiswa dengan nilai-nilai
luhur, akan tetapi adalah sesuatu yang teramat sulit bagi mereka
untuk melaknakannya ketika ia melihat orang yang memberikan
pengarahan dan bimbingan kepadanya tidak mengamalkannya.
Bukankah Tuhan berfirman dalam QS. Ash Shaff: 3: “Amat besar
kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada
kamu kerjakan”. Begitu tertancapnya pengaruh keteladanan ini,
dapat diikuti dialog antara Nabi SAW dengan sahabat bernama
Handzalah. Handzalah ketika bersama keluarganya merasakan
perasaan yang berbeda dengan ketika bersama Rasulullah dalam segi
kejernihan, kepatuhan dan ketakutannya kepada Allah, ia melihat
bahwa ini merupakan bentuk kemunafikan. Dia pun keluar
menyelusuri jalan seraya berkata kepada diri sendiri: “Handzalah
telah berbuat munafik!” Kemudian sampailah dia kepada Rasulullah
dan menjelaskan apa yang terjadi, apa yang dirasakan dari perbedaan
situasi spritual antara bersama keluarga dan bersama Rasulullah.
Rasulullah SAW mengomentari dengan sabda beliau: “Jika
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kondisimu tetap seperti ketika bersamaku, sungguh engkau akan


disalami malaikat di jalan-jalan, akan tetapi wahai Handzalah „sesaat
dan sesaat‟. Itulah sebabnya salah satu keberhasilan Nabi SAW
dalam menyampaikan risalahnya adalah karena dia sendiri menjadi
keteladanan paripurna bagi umatnya. Dalam QS. Al-Ahazab: 21
yang artinya sebagai berikut: “Sesungguhnya telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia
banyak menyebut Allah”.
f. Tobat (kembali) kepada Allah setelah melakukan kesalahan.
Tobat pada hakikatnya ialah kembali kepada Allah setelah
melakukan kesalahan. Tobat Nasuha adalah bertobat dari
dosa/kesalahan yang diperbuatnya saat ini dan menyesal
(muhaasabah dan refleksi) atas dosa-dosa yang dilakukannya di
masa lalu dan berjanji untuk tidak melakukannya lagi di masa
mendatang serta bertekad berbuat kebajikan di masa yang akan
datang. Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah
penyesalan itu taubat?”, “Ya”, kata Rasulullah (H.R. Ibnu Majah).
Amr bin Ala pernah mengatakan: “Taubat Nasuha adalah apabila
kamu membenci perbuatan dosa sebagaimana kamu pernah
mencintainya”. Tuhan mencintai hambanya yang tobat dan tazkiyatu
nufus (mensucikan diri) (QS. Al-Baqarah: 222). Pertobatan
membutuhkan 3 rukun yaitu:
1) Rukun takhalli yaitu, penarikan diri.
2) Rukun tahalli yaitu, berhias dengan perilaku terpuji.
3) Rukun tajalli yaitu, seseorang hatinya terbebas dari tabir (hijab)
yaitu sifat-sifat kemanusiaan yang tida benar atau memperoleh
cahaya yang selama ini tersembunyi atau fana yakni cahaya
Allah.
4. Sumber-Sumber Karakter
Ada beragai macam sumber-sumber pendidikan karakter yang
dapat di jadikan acuan untuk pendidikan karakter bagi masyarakat.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Berikut adalah sumber-sumber pendidikan karakter yang ditetapkan


oleh kementrian pendidikan nasional (kemendiknas, 2010:7-9):0
a. Agama.
Dalam kehidupan, sudah barang tentu kita mempunyai agama
yang sesuai dengan keyakinan kita masing-masing. Agama
merupakan kunci utama dalam pembentukan karakter manusia,
karna agama merupakan tuntunan untuk kehidupan kita agar kita
dapat bersikap, berucap, dan memiliki karakter yang sesuai dengan
norma dan etika, oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat
atau sosial, serta bangsa harus selalu didasari pada ajaran-ajaran
agama. Dalam devinisi Islam, nilai yang sangat terkenal dan melekat
yang mencerminkan akhlak atau perilaku yang luar biasa tercermin
pada Nabi Muhammad Saw, yaitu sidik, amanah, tablig, fatonah.
Selain itu Nabi Muhammad Saw juga terkenal dengan karakter
kesabaranya, ketangguhanya, dan berbagai karakter lain. Dengan
demikian karakter beliau patut kita contoh dan kita implementasikan
dalam kehidupan kita sehari-hari. Atas dasar pertimbangan-
pertimbangan tersebut, maka nilai-nilai pendidikan karakter harus di
dasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.
b. Pancasila.
Negara kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-
prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut
Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD
1945.Artinya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi
nilai-nilai yang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi,
kemasyarakatan, budaya, dan seni. Pendidikan budaya dan karakter
bangsa bertujuan mempersiapkan peserta didik menjadi warga
negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki

0
Afid Burhanuddin, “Sumber-Sumber Pendidikan Karakter”, dikutip dari
Https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/sumber-sumber-pendidikan-karakter-3/ pada
hari Selasa, 26 Februari 2019 pukul, 23.30 WIB.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam


kehidupannya sebagai warga negara.
c. Budaya
Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup
bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang
diakui masyarakat itu. Nilai-nilai budaya itu dijadikan dasar dalam
pemberian makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi
antaranggota masyarakat itu. Posisi budaya yang demikian penting
dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber
nilai dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Budaya ini
cenderung pada implentasinya, harus di praktikkan sehingga titk
beratnya bukan pada teori.
d. Media.
Media massa berfungsi sebagai penyalur upaya pembangunan
karakter yang Perlu pula ditambahkan sebagai suatu kekuatan
pembentuk perilaku umum (common opinion) sekaligus saluran
informasi yang dalam banyak hal dapat memperluas pendidikan
karakter. Tetapi di sisi lain juga dapat menjadi saluran penetrasi
budaya asing.
Media masa, baik media cetak maupun elektronik, harus sadar
bahwa yang di tampilkan selalu menjadi perhatian publik. Oleh
karena itu, berita yang di tampilkan harus melalui seleksi yang ketat
ditinjau dari efek negatif bagi publik. Tayangan televisi dalam
bentuk sinetron, hiburan, dan acara lain yang tidak mendidik publik
harus dihindari, sehingga tidak berdampak negative bagi pemirsanya
terutama kalangan anak anak.
e. Pendidikan.
Pendidikan merupakan medium trasformasi nilai budaya,
penguatan ikatan sosial antarmasyarakat, dan pengembangan ilmu
pengetahuan untuk mengukuhkan peradaban umat manusia. Ranah
pendidikan juga merupakan sumber pendidikan karakter yang
penting bagi kehidupan manusia. Adapun sumber tersebut dapat kita
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

peroleh melalui pendidikan formal. Salah satu contoh pendidikan


formal adalah melalui “Sekolah”. Sekolah merupakan sarana bagi
terbentuknya karakter seseorang. Sistem persekolahan adalah salah
satu pilar penting yang menjadi tiang penyangga sistem sosial yang
lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk
mewujudkan citacita kolektif. Sekolah adalah miniature masyarakat
karena didalamnya ada stuktur, status, fungsi, peran, norma, dan
nilai. Sekolah menjadi sarana bagi setiap anak didik untuk belajar
memainkan peran dan menjalankan fungsi menurut posisi dan status
dalam stuktur sekolah itu. Dalam menjalankan peran dan fungsi,
setiap anak didik juga diajarkan mengenai makna tanggung jawab
sosial. Untuk kepentingan pendidikan karakter dalam seting sekolah,
sekolah perlu mengembangkan sejumlah nilai yang di anggap
penting untuk di miliki setiap lulusanya. Dalam perspiktif Lickona
(1991:43), nilai yang di anggap penting untuk dikembangkan
menjadi karakter ada dua, yaitu respect (hormat) dan responsibility
(tanggung jawab). Lickona menganggap kedua nilai tersebut panting
untuk pembangunan kesehatan pribadi seseorang, menjaga hubungan
interpersonal, sebuah masyarakat yang manusiawi serta demokratis
dan dunia yang lebih adil dan damai. Pranata pendidikan, sebetulnya
tidak hanya berada di sekolah, tetapi juga di lingkungan atau
masyarakat. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang mendidik
atau bahkan tidak mendidik. Masyarakat yang “sehat” turut
membantu pranata pendidikan karakter dalam mendidik anak-anak
dan generasi muda.
Dari kelima sumber itu maka pelaksanaan pendidikan karakter
dapat diselenggarakan oleh masyarakat, melalui lembaga agama dan
pranata sosial-kebudayaan, serta diselenggarakan oleh pemerintah
melalui jalur pendidikan formal.Baik yang diselenggarakan oleh
masyarakat maupun pemerintah. keduanya merupakan satu kesatuan
yang saling terkait.Sumber-sumber pendidikan karakter itu
menunjukkan bahwa setiap elemen berperan sesuai fungsi sosial
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

masing-masing. Yang dibentuk dalam tiap elemen itu adalah


manusia atau warga bangsa, sehingga ia dibentuk melalui nilai-nilai
partikular baik dalam agama maupun kebudayaan, perlu ada nilai
bersama (common value/common platform) sebagai acuan utama
pengembangan pendidikan karakter.

C. KESIMPULAN
Kesimpulan tentang pendidikan karakter berbasis filsafat pendidikan
Islam dapat disimpulkan bahwa Hakikat pendidikan karakter ialah
mengukir dan mempatrikan nilai-nilai ke dalam diri peserta didik melalui
pendidikan, endapan pengalaman, pembiasaan, aturan, dan rekayasa
lingkungan, dipadukan dengan nilai-nilai intrinsik yang sudah ada dalam
diri sehingga menjadi landasan dalam berpikir, bersikap dan perilaku
secara sadar dan bebas.
Filosofi dalam pendidikan karakter berbasis filsafat pendidikan Islam
memandang bahwa sifat dasar moral manusia ialah positif-aktif atau
dualis-aktif, bukan fatalis-pasif atau netral-pasif. Roh manusia telah
dicelup (shibgah) dengan celupan beragama samawi (tauhid) pra
ekstensialnya (pada zaman azali) yang dikenal dengan fitrah munazzalah
yang sifat dasarnya baik-aktif. Kemudian diberi fitrah khalqiyah pada
waktu bersatu antara fisik dan roh dalam kandungan ibu, yakni berupa
potensi-potensi yang dapat menerima kebaikan dan kejahatan dan bersifat
aktif terhadap pengaruh luar.
Minimal ada sebelas nilai karakter yang harus ditanamkan dalam
pendidikan Islam yang sumber nilai sentralnya ialah spiritualitas
keagamaan (ma’rifatullah). Dari ma’rifatullah ini akan memancarkan nilai-
nilai baik lainnya. Strategi pembentukan karakter dalam pendidikan
ditempuh melalui enam rukun strategi yakni (a) habituasi dan
pembudayaan, (b) moral knowing, (c) moral feeling and loving, (d) moral
acting, (e) moral model atau keteladanan dan (f) tobat.
Merubah dan membentuk karakter itu dimulai dari dalam diri sendiri
dan keluarga (QS. Ar Ra‟d: 11 dan at-Tahrim: 6). Merubah nasib itu
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

(nasib itu berubah tergantung pada karakter) mulai dari dalam diri. Dalam
diri itu ialah pikiran atau mindset (pola pikir). Terbentuknya pikiran
seseorang dipengaruhi oleh sumber eksternal berupa orangtua, keluarga,
masyarakat, sekolah, teman, media massa, internet dan lain-lain. Pikiran
itu kemudian membentuk keyakinan dan prinsip yang kuat. Selanjutnya
bisa ditambahkan sikap baru yang positif atau negative. Akal
menggabungkan sikap baru dengan data-data sebelumnya sehingga proses
pembentukan pikiran semakin kuat dan mendalam. Jadi ketika kita sudah
memahami makna karakter dan nasionalisme serta mananamkan nilai
karakteristik karakter itu sendiri tentungnya semua itu akan menjadi
sumber tumbuhnya karakter nasinalisme pada diri kita.

BAB X

PEMIKIRAN AL-GHAZALI (KONSERVATIF-RELIGIUS) TENTANG


PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN
KEKINIAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

(Dwian Desi Saputra)

A. PENDAHULUAN
Mendiskusikan pendidikan Islam tanpa menyebut nama al-Ghazali tentu
tidaklah lengkap. Dia adalah seorang ulama besar, ilmuwan, dan pemikir
yang produktif menelurkan karya-karya ilmiah dalam berbagai bidang, seperti
teologi, filsafat, tasawuf, akhlak, pendidikan, dan lainnya. Al-Ghazali
bergumul langsung dengan pendidikan melalui karyanya Ihya’ ‘Ulum al-Din
dan Ayyuha al-Walad.0 Kedua karya besar ini ditulis setelah al-Ghazali
sembuh dari krisis spiritual/kejiwaan yang dialaminya sebelum 448 H.
Pengalaman spritiual itu berpengaruh kuat pada pemikiran al-Ghazali yang
lebih mengedepankan “pembersihan jiwa dari noda-noda akhlak dan sifat
tercela. Sebab, ilmu itu merupakan bentuk ibadah hati, shalatnya nurani, dan
pendekatan jiwa menuju Allah Swt.”
Buah pengalaman spiritual al-Ghazali tercermin pula dalam dua hal
utama yang ia kemukakan sebagai tujuan akhir dari pendidikan, yaitu
tercapainya kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada
Allah dan kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan
akhirat.0 Berdasarkan pencermatan terhadap pemikiran al-Ghazali tersebut,
tidak salah jika kemudian para sarjana dan ilmuwan menempatkan sang
hujjatul Islam ini sebagai representasi dari tokoh konservatif religius dalam
bidang pemikiran pendidikan Islam. Pemikiran pendidikan al-Ghazali dapat
diungkap dari berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu aspek
tujuan pendidikan, kurikulum, kode etik guru/pendidik dan peserta didik, dan
metode pengajaran.
Melacak dan memahami pemikiran tokoh tidak bisa lepas dari kondisi
sosiokultural dan psikologis yang melingkupi tokoh tersebut. Pun terhadap
pemikiran al-Ghazali, untuk mendapatkan gambaran lengkap mengenai
pemikirannya, menelisik kondisi sosiokultural dan psikologis al-Ghazali
merupakan keniscayaan. Untuk itulah dalam makalah ini, sebelum
0
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Mulia, 2011), hlm. 250
0
Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Madiun:
Jaya Star Nine, 2013), hlm. 14
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

mengemukakan pemikiran pendidikan al-Ghazali terlebih dahulu diungkap


sketsa biografi al-Ghazali dan kondisi sosiokulturalnya. Selanjutnya, sebagai
tindak lanjut dari penelisikan terhadap pemikiran al-Ghazali, akan dicari
benang merahnya atau relevansinya dengan tantangan pendidikan Islam di
tengah turbulensi arus global.
B. PEMBAHASAN
1. Sketsa Biografi Imam Al-Ghazali
Sebutan Al-Ghazali bagi Hujjatul Islam, bukanlah namanya yang
asli. Adapun namanya sejak dari kecilnya ialah adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali. Di dunia Barat ia
lebih dikenal dengan sebutan “Algazel”. Ia lahir di perkampungan kecil
bernama Ghazalah, daerah Thus, Khurasan, Persi (Iran), pada tahun 450
H/1058 M. Para peneliti berbeda pendapat perihal asal sebutan “al-
Ghazali”. Satu pendapat mengatakan “al-Ghazali” merupakan nisbah
(klasifikasi) terhadap daerah tempat kelahirannya, yakni Ghazalah.
Sementara pendapat lain mengatakan bahwa “al-Ghazali” diambil dari
latar belakang profesi ayahnya, yakni ghazzal al-shuf (pemintal benang
wol). Sang Ayah meninggal ketika al-Ghazali masih belia.0
Al-Ghazali mengawali pendidikan agamanya di kota kelahirannya,
Thus. Pada usia 15 tahun al-Ghazali pergi menuju kota Jurjan untuk
belajar kepada Syekh Abu Nasr al-Ismaili. Setamat dari Jurjan, al-Ghazali
kembali ke Thus untuk mengajar. Tidak berapa lama, al-Ghazali
memutuskan kembali meninggalkan tanah kelahirannya untuk melakukan
pengembaraan ilmiah menuju Naisabur. Di kota ini al-Ghazali belajar
kepada Imam al-Haramain di Madrasah Nizhamiyah Naisabur. Dari al-
Haramain inilah al-Ghazali mengenal ilmu kalam dan filsafat. Karena
kecerdasannya al-Ghazali kemudian diangkat menjadi asisten di madrasah
tersebut. Bahkan, pada tahun 479 H, sepeninggal Imam al-Haramain, al-
Ghazali diangkat menjadi Guru Besar.0

0
Zainal Abidin Ahmad, Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali, (Jakarta: Bulan Bintang,
1975), hlm. 27
0
Ibid., hlm. 31-32
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Menyandang gelar guru besar tidak lantas membuat hasrat


intelektual al-Ghazali terpuaskan. Ia kembali melanjutkan pengembaraan
ilmiahnya ke kota Mu’askar untuk menemui Nidzam al-Mulk, seorang
Perdana Menteri Kerajaan Saljuk yang terkenal pula sebagai ilmuwan.
Kecerdasaan al-Ghazali mengundang decak kagum Nidzam al-Mulk
sehingga pada 481 H/1091 M al-Ghazali ditetapkan sebagai Guru Besar di
Madrasah (Universitas) Nizhamiyah Baghdad dalam usia 31 tahun.
Memasuki usia 34 tahun ia ditunjuk sebagai Rektor Universitas.0
Empat tahun kemudian al-Ghazali meninggalkan Baghdad menuju
Mekah untuk berhaji. Beberapa peneltii meragukan motif al-Ghazali
meninggalkan Baghdad hanya untuk berhaji. Mereka meyakini bahwa al-
Ghazali sudah tidak tertarik lagi beraktivitas di Baghdad sebab suasana
kota itu sudah tidak mendukung bagi upayanya mendalami sufisme yang
mulai menarik hatinya. Perjalanan sufistik al-Ghazali mula-mula menuju
Syiria dan menetap di Masjid Agung al-Umawiy. Di pengasingan ini al-
Ghazali melakukan perenungan dan kontemplasi. Pada 489 H/1096 M al-
Ghazali melanjutkan pengembaraan sufistiknya ke Palestina dan tinggal di
zawiyah (bilik sufi). Beberapa bulan kemudian ia pergi ke tanah suci
Mekah untuk beribadah haji. Satu tahun kemudian al-Ghazali kembali ke
Syiria untuk menetap di sana. Namun, tidak lama di sana ia didesak agar
kembali ke Baghdad. Tetapi, Baghdad sudah menjadi kota yang gerah bagi
proses kontemplasinya. Akhirnya, pada 492 H/1099 M al-Ghazali
meninggalkan Baghdad dan kembali ke Thus, kota kelahirannya.0
Setelah sebelas tahun melakukan penyendirian sufistik dan telah
mencapai puncak spiritual, al-Ghazali memutuskan kembali mengajar di
Madrasah Nidzam al-Mulk. Al-Ghazali mengajar di sana selama tiga
tahun. Menginjak tahun keempat (504 H/1110 M) ia kembali ke Thus dan
mendirikan lembaga pendidikan di kota kelahirannya itu. Satu tahun
kemudian, tepatnya 14 Jumadil Akhir 505 H/1111 M, al-Ghazali wafat
dalam usia 53 tahun.0

0
Ibid., hlm. 34-39
0
Ibid., hlm. 43-51
0
Ibid., hlm. 52-53
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

2. Kondisi Sosiokultural Masa Hidup al-Ghazali


Kekokohan dan kebesaran nama Imam Al-Ghazali sebenarnya
tidak perlu lagi diragukan di kalangan umat islam. Oleh karena itu sebelum
membahas dan menyimpulkan tentang pemikiran-pemikiran Imam Al-
Ghazali terutama pemikiran tentang pendidikan islam, maka terlebih
dahulu harus memahami kondisi sosio-kultural dimana ketika itu Al-
Ghazali berada dan bergelut di dalamnya.
Kota kelahiran Al-Ghazali Thus adalah bagian wilayah khurasan
yang merupakan wilayah pergerakan tasawuf dan pusat pergerakan anti
kebangsaan arab. Pada masa Al-Ghazali di kota tersebut terjadi interaksi
budaya yang sangat intens. Filsafat Yunani telah digunakan sebagai
pendukung agama dan kebudayaan asing dengan ide-ide yang
mendominasi literatur dan pengajaran. Kontroversi keagamaan, setelah
interpretasi sufi berkembang ke arah kebatinan yang lepas dari syariah,
serta terjadinya kompetisi antara kristen dan yahudi yang selanjutnya
menimbulkan Awlia dan gerakan sufi.
Sementara itu pergolakan dalam bidang politik juga cukup tajam
dan meningkat. Kekuasaan Abbasiyah yang semula berada di tangan
kekuasaan bangsa Arab dan Persia mulai digeser oleh kekuasaan bani
Saljuk berkebangsaan Turki yang dari segi syariat islam dinilai kurang taat
beragama, yakni mereka secara lahiriyah menyatakan beragama Islam,
tetapi pada praktiknya jauh dari tuntunan islam yang sebenarnya.
Di samping dampak positif di atas, muncul pula perkembangan
yang kurang baik. Pada saat itu pola hidup masyarakat cenderung
materealistik. Manusia semakin mendewakan akal di atas “batas”
kewenangannya. Mereka berkompetisi memperoleh kekayaan dunia,
bahkan cenderung bergaya hidup hedonistik. Sehingga tanpa disadari,
dimensi ketuhanan (ilahiyah/transendensi) perlahan mulai terkikis dan
semakin menipis. Bahkan, disinyalir salah satu penyebab jatuhnya
peradaban Islam adalah kecenderungan yang berlebih pada masalah
kekuasaan duniawi. Dengan demikian, masuknya filsafat Yunani dan
paham lain ke dalam Islam di samping membawa dampak positif bagi
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

terwujudnya peradaban Islam yang kokoh juga berakibat


terkontaminasinya nilai Islam yang menekankan keseimbangan antara
aspek duniawi dan aspek ukhrawi.
Ada banyak aliran pemikiran yang berkembang waktu itu. Al-
Ghazali sendiri menyebut empat aliran besar yang sangat berpengaruh
pada zamannya. Setiap aliran mengklaim bahwa kebenaran ada pada
dirinya. Konsekuensinya mereka menempatkan aliran pemikiran di luar
dirinya sebagai aliran yang salah. Klaim kebenaran yang berimplikasi pada
penjatuhan vonis sesat terhadap kelompok lain ternyata tidak sebatas
perbedaan pendapat, tetapi tidak segan mereka terlibat bentrok fisik hingga
terjadi pertumpahan darah.
Eskalasi konflik yang tinggi ini juga terjadi di dunia politik praktis.
Pada waktu itu Dinasti Abbasiyah sedang mengalami kebingungan
spiritual dan kekacauan politik. Tiga tahun sebelum al-Ghazali lahir,
Baghdad (ibukota Dinasti Abbasiyah) berhasil didominasi Bani Saljuk
(keturunan Turki) setelah lebih satu abad dikuasai oleh Bani Buwaihiyah
yang berhaluan Syi’ah. Perang ideologi mencapai puncaknya ketika
Perdana Menteri Bani Saljuk, Nidzam al-Mulk, membuat lembaga
pendidikan yang dijadikan instrumen untuk memperkuat bsais ideologi
Sunni. Pada saat inilah ia meminta al-Ghazali untuk menjadi guru besar di
Madrasah Nizhamiyah yang baru saja ia dirikan. Al-Ghazali sangat intens
berhubungan dengan pemerintahan Bani Saljuk. Keduanya bertemu dalam
aliran yang sama, Sunni. Penerimaan al-Ghazali menjadi rektor Madrasah
Nizhamiyah secara implisit menunjukkan adanya pembenaran (justifikasi)
al-Ghazali atas kurikulum Nizhamiyah yang bernuansa anti Syi’ah serta
aliran lainnya.0
3. Karya-Karya Ilmiah al-Ghazali
Dalam ranah keilmuan Islam, al-Ghazali mendapatkan gelar
hujjatul Islam, sebuah bukti pengakuan atas kapasitas keilmuan dan
tingkat penerimaan para ulama terhadapnya. Beliau adalah seorang

0
Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Madiun:
Jaya Star Nine, 2013), hlm. 5-6
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pemikir Islam yang produktif menulis. Karya-karya ilmiah beliau sangat


banyak sekali meliputi berbagi disiplin bidang keilmuan, mulai filsafat,
politik, kalam, fiqh, usul fiqh, tafsir, tasawuf, pendidikan dan lain
sebagainya. Di antara karyanya yang terkenal adalah:
a. Bidang Teologi
1) Hujjat Al-Haq
2) Al-Iqtisad Fi Al-I’tiqod
3) Al-maqsad Al-asna Fi sharah asma Allohu Al-husna
4) Jawahir Al-Quran wa duraruh
5) Fayasl al-tafriqa bayn al-islam wa al-zandaqa
6) Mishkat al-anwar
7) Tafsir al-yaqut al-ta’wil.
b. Bidang Tasawuf
1) Mizan al-‘amal
2) Ihya ulum al-din
3) Bidayat al-hidayat
4) Kimiya-yi sa’adat
5) Nasihat Al-muluk
6) Al-munqidz min Al-dalal
7) Minhaj Al-abidin
8) Al-risala Al-qudsiyah
c. Bidang Filsafat
1) Maqosid Al-falasifa
2) Tahafut al-Falasifa
3) Al-qistah Al-mustaqim
4) Mihak al-Nadzar fi al-Manthiq
5) Mi’yar al-Ilmi
d. Bidang Fiqih
1) Fatawy al-Ghazali
2) Al-wasif fi al-Mazhab
3) Kitab Tahzib al-Isul
4) Al-mustafa min ‘ilm al-Usul
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

5) Asas al-Qiyas
e. Lain-lain (Dihimpun dan diterbitkan oleh Dar al-kutub al-ilmiyah,
Beirut, 2011)
1) Al-Hikmah fi makhluqot Allah Azza wa jalla
2) Ma’arij al-Salikin
3) Raudlah al-Tholibin wa Umdah Al-Salikin
4) Qowaid al-Aqoid fi Tauhid
5) Khulashah Al-Tashanif fi Al-Tasawuf
6) Minhaj Al-Arifin
7) Al-Risalah Al-laduniyah
8) Faishal al-Tafriqoh
9) Ayyuha Al-Walad
10) Risalah Al-Thair
11) Al-Risalah al-Wa’diyah
12) Al-Madlnun bihi ‘Ala Ghairi Ahlihi
13) Al-Ajwibah Al-Ghazaliyah fi al-Masail al-Ukhrawiyah
14) Bidayah Al-Hidayah
15) Al-Adab fi Al-din
16) Al-Qawaid Al-‘Asyroh
17) Al-Kasf al-Tabyin fi Urwah al-Kholq ajmain
18) Sirr Al-Alamin wa kasf ma fi al-Daraini
19) Al-Munqidz min Al-Dalal
20) Qonun Al-Ta’wil
21) Al-Hadits Al-Qudsiyah
22) Al-Durrah Al-Fakhirah fi Kasyfi Ulum Akhiroh.0
4. Pemikiran al-Ghazali tentang Pendidikan
Al-Ghazali menulis masalah pendidikan dalam sejumlah karyanya, di
antaranya dalam Fatihah al-‘Ulum, Ayyuha al-Walad, dan Ihya’ ‘Ulum
ad-Din. Dalam Ihya’ ‘Ulum ad-Din al-Ghazali memulai tulisannya dengan
uraian tentang keutamaan ilmu dan pendidikan, lalu memberi predikat
yang tinggi kepada ilmuwan dan para ulama dengan dikuatkan oleh firman
0
Abdurrahman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah Keilmuan Tokoh
Klasik Sampai Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 109-112
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Allah, pengakuan Nabi dan Rasul, kata-kata pujangga, ahli hikmah, dan
ahli pikir. Al-Ghazali begitu banyak mengungkapkan ketinggian derajat
dan kedudukan para ulama yang sering diulang dalam berbagai kitabnya. 0
Dalam kitab Ihya Ulum ad-Din misalnya, ia memaparkan sebagai berikut :
“Makhluk yang paling mulia dibumi adalah jenis manusia, dan
bagian yang paling mulia diantara substansi manusia itu adalah
hatinya. Sedangkan guru adalah berusaha menyempurnakan,
meningkatkan, menyucikan dan membimbing hati mendekatkan diri
kepada Alloh SWT. Oleh karena itu, mengajarkan ilmu pengetahuan
dari satu segi termasuk ibadah kepada Alloh SWT. Dan dari segi
lain termasuk tugas manusia sebagai khilafah Alloh di bumi.
Dikatan khalifah Alloh karena Alloh telah membuka hati seseorang
alim dengan ilmu, yang justru ilmu itu menjadi identitasnya. Oleh
karena itu, bagaikan bendahara bagi personalia-personalia di
dalam khazanah Tuhan”
Pembicaraan al-Ghazali mengenai pendidikan yang terdapat dalam
Ihya’ berkisar pada tiga hal pokok.
a. Penjelasan tentang keutamaan ilmu pengetahuan.
b. Pengklasifikasian ilmu yang termasuk dalam program kurikuler.
c. Kode etik bagi pendidik dan peserta didik.
Pemikiran pendidikan al-Ghazali dapat diketahui dari berbagai aspek
berkaitan dengan pendidikan, yaitu aspek tujuan pendidikan, materi
pendidikan, kurikulum, kode etik guru/pendidik dan peserta didik, dan
metode pengajaran berikut ini.
a. Tujuan Pendidikan
Rumusan tujuan pendidikan pada hakikatnya merupakan rumusan
filsafat atau pemikiran yang mendalam tentang pendidikan. Seseorang
baru bisa merumuskan suatu tujuan kegiatan, jika ia memahami secara
benar filsafat yang mendasarinya. Rumusan tujuan pendidikan ini
selanjutnya akan menentukan aspek kurikulum, metode, guru, dan
lainya yang berkaitan dengan pendidikan. Dari hasil studi pemikiran
0
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Mulia, 2011), hlm.
244-245
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Al-Ghazali dapat diketahui dengan jelas, bahwa tujuan akhir yang ingin
dicapai melalui proses pendidikan yaitu ada dua: Pertama, tercapainya
kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada
Allah. Kedua, kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan
dunia dan akhirat.0
Tujuan ini tampak bernuansa religius dan moral, namun tidak
mengabaikan masalah duniawi. Al-Ghazali berpandangan bahwa
kebahagiaan dunia akhirat merupakan hal yang paling esensi bagi
manusia. Kebahagiaan dunia dan akhirat memiliki nilai universal,
abadi, dan lebih hakiki. Kesempurnaan insani di dunia dan akhirat,
dalam pandangan al-Ghazali, hanya dapat dicapai dengan menguasai
sifat keutamaan melalui jalur ilmu. Keutamaan itulah yang akan
membuat manusia bahagia di dunia dan di akhirat.
b. Kurikulum
Imam Ghazali pernah berkomentar tentang konsep kurikulum
pendidikan, bahwa mata pelajaran yang harus di sampaikan kepada
anak didik didasarkan kepada dua pendekatan, antara lain:
1) Pendekatan Agama
Menurut Imam Ghazali bahwa mata pelajaran yang utama dan
harus terdapat dalam kurikulum pendidikan adalah ilmu Agama.
Seperti al-Qur’an dan al-Hadits, ilmu fiqh, ilmu tafsir dan lain
sebagainya.
2) Pendekatan Pragmatis
Maksud dari pendekatan di sini adalah bahwa setiap ilmu yang
memiliki dampak positif, baik kepada peserta didik maupun kepada
masyarakat, maka pelajaran tersebut harus ada dalam kurikulum
pendidikan, seperti ilmu kedoteran, ilmu matematika dal lain
sebagainya.0
Klasifikasi ilmu tersebut sepertinya Imam Ghazali ingin
mengatakan bahwa pada dasarnya ilmu terbagi kepada dua macam

0
Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Madiun:
Jaya Star Nine, 2013), hlm. 14
0
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Mulia, 2011), hlm. 252
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yaitu: pertama. Disiplin ilmu yang harus dikuasai oleh setiap individu
ummat Islam. Ilmu inilah yang masuk dalam katagori fardhu ‘Ain..
Karenanya tidak ada pilihan lain kecuali disiplin ilmu ini harus
dimasukan kedalam kurikulum pendidikan. Kedua. Disiplin ilmu yang
tidak menuntut kepada setiap individu untuk menguasainya, tetapi
cukup diwakili oleh beberapa ummat Islam saja. Disiplin ilmu inilah
yang disebut dengan istilah fardhu kifayah. Karenanya jika ada
sebagian ummat Islam telah memilikinya maka sudah terwakili.
Dalam kesempatan lain, al-Ghazali pernah menawarkan konsep
kurikulum yang dikaitkan kepada ilmu pengetahuan. Dalam
pandangan beliau bahwa ilmu terbagi kepada tiga bagian besar, antara
lain:
1) Ilmu yang terkutuk, yaitu ilmu-ilmu yang tidak ada manfa’atnya,
baik di dunia maupun di akhirat, seperti ilmu sihir, ilmu nujum
dan ilmu ramalan. Menurut pandangan Imam Ghazali bahwa
ilmu-ilmu tersebut adalah tercela dan sesat, karena dapat
mendatangkan ke madharatan, baik bagi pemiliknya maupun bagi
orang lain.
2) Ilmu yang terpuji, yaitu ilmu yang erat kaitannya dengan per
ibadahan dan segala macamnya, seperti ilmu kebersihan atau
bersuci, ilmu yang mendatangkan kemaslahatan bagi pemiliknya
maupun kepada orang lain.
3) Ilmu yang terpuji dalam kadar tertentu, namun tercela jika
dipelajari secara mendalam. Karena jika dipelajari secara
mendalam maka akan menyebabkan kekacawan, kemadharatan
bahkan menjadikan kafir bagi pemiliknya, seperti ilmu filsafat.0
Dengan demikian, pada intinya al-Ghazali berkesimpulan bahwa
ilmu yang paling utama adalah ilmu agama dan semua ilmu yang
berhubungan dengannya. Karenanya ilmu Agama harus terdapat
didalam kurikulum pendidikan.

0
Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Madiun:
Jaya Star Nine, 2013), hlm. 21-22
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

c. Kode Etik Pendidik dan Peserta Didik


Dalam pandangan al-Ghazali, sentral dalam pendidikan adalah hati
sebab hati merupakan esensi dari manusia. Menurutnya, substansi
manusia bukanlah terletak pada unsur-unsur yang ada pada fisiknya,
melainkan berada pada hatinya dan memandang manusia bersifat
teosentris sehingga konsep tentang pendidikannya lebih diarahkan pada
pembentukan akhlak yang mulia. Tugas guru tidak hanya
mencerdaskan pikiran, tetapi juga membimbing, mengarahkan,
meningkatkan, dan menyucikan hati untuk mendekatkan diri kepada
Allah Swt. Jadi, peranan guru sangatlah besar, bukan hanya mengajar,
mentransfer ilmu, melainkan yang lebih penting adalah mendidik.
Pandangan al-Ghazali terhadap guru sangat idealistik. Idealisasi
guru, menurutnya, adalah orang yang berilmu, beramal, dan mengajar.
Berangkat dari perspektif idealistik tersebut, al-Ghazali menegaskan
bahwa pendidik atau guru perlu menjaga etika dan kode etik
profesinya. Kode etik atau tugas profesi yang harus dipatuhi guru
(pendidik) meliputi delapan hal berikut.
1) Rasa kasing sayang dan simpatik; Al-Ghazali memberi nasihat
kepada guru untuk berlaku sebagai ayah terhadap anaknya. Bahkan,
dia berpendapat bahwa hak seorang guru itu lebih besar dari pada
seorang ayah terhadap anaknya.
2) Tulus Ikhlas; Al-Ghazali berpendapat bahwa guru tidak layak
menuntur honorarium sebagai jasa tugas mengajar dan tidak patut
menunggu-nunggu pujian, ucapan terima kasih, atau balas jasa dari
muridnya.
3) Jujur dan terpercaya; seorang guru seyogianya menjadi seorang
petunjuk terpercaya dan jujur terhadap muridnya. Sebagai petunjuk
(penasihat) yang terpercaya, guru tidak boleh membiarkan
muridnya memulai pelajaran yang tinggi sebelum menyelesaikan
pelajaran yang sebelumnya. Ia selalu mengingatkan kepada
muridnya bahwa tujuan akhir belajar yaitu taqorrub kepada Alloh
SWT, bukan bermegah diri atau mengejar pangkat dan kedudukan.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

4) Lemah lembut dalam memberikan nasehat; Al-Ghazali


memberikan nasehat kepada guru supaya tidak berlaku kasar
terhadap murid dalam mendidik tingkah laku.
5) Berlapang dada; Al-Ghazali berkata, “seorang guru tidak pantas
mencela ilmu-ilmu yang berada diluar tanggung jawabnya di
hadapan muridnya. Misalnya, guru bahasa mencela ilmu fiqh dan
guru ilmu figh menghina ilmu hadits dan tafsir”.
6) Memperlihatkan perbedaan individu; Al-Ghazali berkata, “Guru
hendaknya membatasi murid pada kecerdasan pemahamanya. Oleh
karena itu, tidak boleh memberikan pelajaran yang tidak mampu
dicapai oleh kemampuan akalnya, yang menyebabkan ia
menjauhinya dan memerosotkan daya pikirnya. “
7) Mengajar tuntas dan tidak kikir terhadap ilmu; Al-Ghazali
menganjurkan, “Hendaknya seorang guru menyampaikan kepada
muridnya yang kurang cerdas ilmu pengetahuan secara jelas dan
tuntas sesuai dengan umur muridnya. Tidak perlu dikemukakan
kepadanya bahwa dibalik ilmu yang telah ia berikan itu masih
terdapat ilmu yang sangat pelik dan rumit yang masih tersimpan di
dadanya. Yang demikian ini akan melemahkan semangatnya,
menambah kebingungan, dan menimbulkan perasaan bahwa
gurunya itu kikir dalam memberikan ilmu kepadanya. “
8) Mempunyai Idealisme; Al-Ghazali membuat perumpamaan,
“perumpamaan guru dan murid bagaikan ukiran tanah liat dan
bayang-bayang dengan sepotong kayu. Bagaimanakah tanah liat itu
bisa terukir dengan indah, padahal ia adalah materril yang tidak
dapat diukir dan bagaimana pula bayang-bayang itu menjadi lurus,
padahal kayu yang bersinar itu bengkok. “0
Tidak hanya guru atau pendidik yang dituntut mematuhi kode etik,
tetapi peserta didik pun demikian. Ada sepuluh poin kewajiban, yang
oleh al-Ghazali yang harus dipatuhi oleh peserta didik. Yaitu:

0
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Mulia, 2011), hlm.
247-248
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

1) Mengutamakan penyucian diri dari akhlak tercela dan sifat buruk,


sebab ilmu itu merupakan bentuk peribadatan hati, shalat rohani,
dan pendekatan batin kepada Allah.
2) Peserta didik menjaga diri dari kesibukan-kesibukan duniawi, dan
seyogyanya berkelana jauh dari tempat tinggalnya.
3) Tidak membusungkan dada terhadap orang alim (guru), melainkan
bersedia patuh dalam segala urusan dan bersedia mendengarkan
nasihatnya.
4) Penuntut ilmu pemula hendaknya menghindarkan diri dari
mengkaji variasi pemikiran dan tokoh, baik menyangkut ilmu-ilmu
duniawi maupun ilmu-ilmu ukhrawi. Sebab hal ini dapat
mengacaukan pikiran, membuat bingung, dan memecah
konsentrasi.
5) Penuntut ilmu tidak mengabaikan suatu disiplin ilmu apa pun yang
terpuji, tetapi bersedia mempelajarinya hingga tahu akan orientasi
dari disiplin ilmu yang dimaksud. Apabila usia dan kesempatan
mengizinkan, ia bisa mendalaminya lebih lanjut. Jika tidak, ia perlu
memprioritaskan disiplin ilmu yang terpenting untuk didalami.
Meskipun demikian, harus disadari bahwa ilmu-ilmu itu saling
terkait, sehingga jangan sampai penuntut ilmu menutup mata dan
meremehkan disiplin ilmu lain yang tidak diketahuinya.
6) Penuntut ilmu dalam usaha mendalami suatu disiplin ilmu tidak
dilakukan sekaligus, akan tetapi perlu bertahap dan
memprioritaskan yang terpenting.
7) Penuntut ilmu tidak melangkah mendalami tahap ilmu berikutnya
hingga ia benar-benar menguasai tahap ilmu sebelumnya.
8) Penuntut ilmu hendaknya mengetahui faktor-faktor yang
menyebabkan dapat memperoleh ilmu yang paling mulia.
9) Tujuan belajar penuntut ilmu adalah pembersihan batin dan
menghiasinya dengan keutamaan serta pendekatan diri kepada
Allah serta meningkatkan maqam spiritualnya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

10) Penuntut ilmu mengetahui relasi ilmu-ilmu yang dikajinya dengan


orientasi yang dituju, sehingga dapat memilah dan memilih ilmu
mana yang harus diutamakan.0
d. Metode Pendidikan dan Pengajaran
Pendidikan islam dalam pelaksanaannya memerlukan metode yang
tepat untuk menghantarkan kegiatan pendidikannya kearah tujuan yang
dicita-citakan. Metode juga merupakan syarat untuk efesiensinya
aktifitas kependidikan Islam. Maka dari itu, metode pendidikan Islam
harus digali, didayagunakan, dan dikembangkan dengan mengacu pada
nilai-nilai Islam dengan harapan proses tersebut dapat diterima, dapat
dipahami, dihayati, dan diyakini sehingga dapat memotifasi peserta
didik untuk mengamalkannya dalam bentuk nyata. 0 Secara umum, al-
Ghazali tidak mengemukakan dengan tegas metode tertentu untuk
diterapkan dalam suatu pengajaran. Akan tetapi, perhatian al-Ghazali
dalam hal metode ini lebih ditujukan pada metode khusus bagi
pengajaran agama untuk anak-anak. Adapun dalam hal yang berkaitan
dengan metode mengajar secara umum hanya dikemukakan prinsip-
prinsip tertentu dalam langkah-langkah khusus yang seyogianya diikuti
oleh seorang guru dalam menunaikan tugas mengajar. 0 Berikut
beberapa metode pendidikan dan mengajaran. Yaitu :
1) Metode Keteladanan
Metode ini lebih dikhususkan bagi pengajaran agama untuk
anak-anak. Pembinaan budi pekerti sangatlah diutamakan, hal ini
mendapatkan perhatian khusus dari Al-Ghazali, karena pada
perinsipnya pendidikan adalah sebagai kerja yang memerlukan
hubungan yang erat antara dua pribadi, yaitu Guru dan Murid. Oleh
karena itu factor keteladanan menjadi bagian yang utama dan
sangat penting di dalam metode pembelajaran.

0
Abdurrahman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam Hadharah Keilmuan Tokoh
Klasik Sampai Modern, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 116-119

0
Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Madiun:
Jaya Star Nine, 2013), hlm. 24
0
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : CV Pustaka Mulia, 2011), hlm. 252
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Di dalam kitab Ayyuha al-Walad al-Ghazali banyak


memberikan nasihat-nasihat pendidikan lebih ditekankan pada
masalah praktek dalam pembelajaran atau yang sering disebut
dengan metode keteladanan. Diantara yang beliau katakana adalah
bahwa, “Duhai anakku! Apa yang kaliyan katakana dan kerjakan
harus sesuai dengan sara’, sebab ilmu dan amal kalau tidak sesuai
syariat adalah sasar (dhalalah). Bahkan lebih lanjut beliau
mensyaratkan orang yang menjadi Da’I harus terlebih dahulu
mengamalkannya, karena akan menjadi tauladan bagi masyarakat
secara luas.
2) Metode Pembiasaan
Al-Ghazali juga menekankan Metode Pebiasaan. Dalam hal ini
menurut beliau pendidikan akhlak hendaknya didasarkan atas
mujahadah (ketekunan) dan latihan jiwa. Beliau berkata “barang
siapa yang ingin menjadikan dirinya bermurah hati, maka caranya
adalah membebani dirinya dengan perbuatan yang bersifat
dermawan yaitu mendermawankan hartanya. Maka jiwa tersebut
akan selalu cenderung berbuat baik dan ia terus menerus
melakukan mujahadah (menekuni) perbuatan itu, sehingga hal itu
akan menjadi watak.
3) Metode Cerita Atau KIsah.
Metode lainnya adalah Metode Cerita atau Kisah Cerita adalah
hiburan yang membentangkan bagaimana terjadinya sesuatu hal
(peristiwa, kejadian dan sebagainya) selain itu cerita juga bisa
diartikan sebagai suatu ungkapan, tulisan yang berisikan runtutan
peristiwa, kejadian yang bisa disebut juga dengan dongeng atau
kisah, dengan demikian cerita adalah suatu ungkapan, tulisan yang
dituturkan oleh seseorang kepada orang lain, kelompok, umum,
baik itu mengenai pengalamannya pribadi maupun pengalaman
orang lain yang benar-benar terjadi ataupun hanya merupakan
khayalan atau imajinasi saja.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Model ini dilatarbelakangi oleh kewajiban seseorang untuk


mengamalkan ilmunya, sebab seperti sabda nabi: bahwa azab
(siksa) yang paling pedih diakhirat nanti adalah dikenakan oleh
orang Alim (berilmu) yang tidak diberikan manfaat untuk
mengamalkan ilmunya. Oleh Allah SWT.0
5. Relevansi Konsep Pendidikan Al-Ghazali dalam Sistem Pendidikan di
Indonesia
Berdasarkan UU No.20 tahun 2003 pasal 3 mengatur tentang fungsi
dan tujuan pendidikan nasional di Indonesia, dimana pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan
pendidikan nasional di Indonesia sangat relevan dengan tujuan pendidikan
menurut imam Al-Ghazali yang juga sangat menekankan pada aspek
pengembangan intelektual, moral, dan spiritual peserta didik yang
mengacu pada nilai-nilai keabadian dan ketuhanan. Mengacu kepada
kedua tujuan pendidikan tersebut, sama-sama bertujuan untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki peserta didik yang mengacu pada
nilai-nilai keabadian yaitu membentuk peserta didik yang beriman kepada
Tuhan Yang Maha Esa, dengan mengedepankan moralitas dan
intelektualitas peserta didik.
Implementasi dari tujuan pendidikan tersebut sangat tercermin dari
kurikulum yang sudah diterapkan oleh pemerintah khususnya dalam
implementasi kurikulum 2013 yang berbasis karakter. Dimana konsep
filsafat pendidikan Al-Ghazali yang mewarnai pemikirannya beracuan
pada konsep dasar etika yang lebih dikenal dengan “pendidikan akhlak”
yang sejalan dengan tujuan pendidikan yang dicanangkan oleh Al-Ghazali
yaitu membentuk insan purna yang bertujuan mendapatkan kebahagiaan
0
Abu Muhammad Iqbal, Konsep Pemikiran Al-Ghazali Tentang Pendidikan, (Madiun:
Jaya Star Nine, 2013), hlm. 25-26
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

hidup di dunia dan akhirat karena pendidikan menurut Al-Ghazali adalah


menghilangkan akhlak yang buruk dan menanamkan akhlak yang baik.
Adapun relevansi antara peran pendidik dan peserta didik dalam
konsep pendidikan Al- Ghazali dengan konsep pendidikan di Indonesia,
baik pendidikan umum maupun konsep pendidikan islam adalah peran
pendidik sebagai penanggung jawab utama pengembangan potensi peserta
didik melalui kegiatan pembelajaran yang dilakukan sehingga seorang
pendidik harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang
keahliannya dan harus menjadi guru yang professional sebagaimana
konsep guru professional yang dicanangkan Al-Ghazali sangat relevan
dengan tuntutan kom petensi seorang pendidik seperti yang tertuang pada
UU Sisdiknas tahun 2003 yang menuntut seorang guru harus memiliki
kompetensi yang professional pada aspek pedagogik, sosial, keperibadian,
dan keteram pilan. Demikian juga dengan peran peserta didik dalam
proses pem belajaran m em iliki peran yang tidak kalah pentingnya
dengan pendidik. Terlebih lagi dengan tuntutan kurikulum 2013, dimana
peserta didik dituntut untuk memperoleh pemahaman ataupun konsep
melalui pengalaman sendiri yang tentunya dengan bimbingan dari
pendidik sehingga peran pendidik dan peserta didik harus sesuai dengan
porsinya masing-masing demi tercapainya tujuan pembelajaran yang
diharapkan.

C. KESIMPULAN
Al-Ghazali adalah sosok pemikir konservatif religius. Salah satunya
tercermin dalam tujuan pendidikan yang diungkapkannya, yaitu tercapainya
kesempurnaan insani yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah dan
kesempurnaan insani yang bermuara pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kesempurnaan insani di dunia dan akhirat ini hanya dapat dicapai dengan
menguasai sifat keutamaan melalui jalur ilmu.
Lebih inti lagi, al-Ghazal menyimpulkan bahwa sentral dari
pendidikan adalah hati sebab hati merupakan esensi dari manusia.
Menurutnya, substansi manusia bukanlah terletak pada unsur-unsur yang ada
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pada fisiknya, melainkan pada hatinya dan memandang manusia bersifat


teosentris sehingga konsep tentang pendidikannya lebih diarahkan pada
pembentukan akhlak yang mulia. Untuk merealisasikan pembelajar yang
berakhlak mulia, al-Ghazali memandang pentingnya metode keteladan dan
pembiasaan dalam proses pendidikan. Dalam konteks kekinian dan
kedisinian, pemikiran al-Ghazali masih relevan untuk diaktualisasikan
sebagai ikhtiar mengobati dan menyudahi krisis orientasi pendidikan Islam.

PEMIKIRAN AL FARABI PENDIDIKAN (RELIGIUS-RASIONAL)


ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN

(Eva Latifatul Ikhlasiyah)


A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu aspek terpenting dalam kehidupan.
Pendidikan juga menempati posisi yang sangat dominan dalam aktivitas manusia.
Melalui pendidikan akan muncul generasi penerus yang mampu memajukan aspek
kehidupan mendatang. Tanpa adanya pendidikan nantinya akan terjadi sebuah
kesenjangan karena sumberdaya manusia yang dimiliki menurun secara
kemampuan diri dalam mengelola kehidupan. Pendidikan yang baik merupakan
modal utama dalam memajukan perdaban manusia, terutama dalam hal
pengembangan nilai normatif, sehingga nantinya pendidikan tidak hanya
menciptakan manusia yang cerdas namun juga menciptakan sosok manusia yang
mengerti tentang tanggungjawabnya sebagai makhluk sosial.
Sesuai dengan kemajuan dunia yang ada sekarang ini, mulai dari
berkembangnya ilmu pengetahuan dan adanya modernisasi, banyak generasi muda
yang kurang mengenal tokoh islam yang berhasil merumuskan konsep-konsep
pendidikan yang baik, berhasil mencetak generasi disiplin, berakhlak mulia,
terhormat, serta bermanfaat untuk kepentingan umat manusia yang tidak kalah
hebatnya dengan tokoh-tokoh pendidikan non-muslim. Pada makalah ini akan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dibahas salah satu tokoh dalam pemikiranya tentang pendidikan islam yaitu Al
Farabi (Religius-Rasional) dan relevansinya dengan dunia modern saat ini.

B. PEMBAHASAN
1. Biografi Al Farabi
Nama lengkap Al Farabi adalah Abu Nashr Muhammad bin Muhammad
bin Tarkhan al-Farabi. Sebutan Al Farabi tersebut diambil dari nama sebuah
desa tempat dia dilahirkan. Al Farabi dilahirkan di daerah Farab di Turkistan
pada tahun 870 M/257 H dan meninggal di Aleppo pada tahun 950 M/337 H. 0
Kadang-kadang ia mendapat sebutan orang turki sebab ayahnya yang orang
Iran menikah dengan orang Turki. Kepribadian Al Farabi seja kecil adalah
seorang yang tekun dan rajin belajar. Dalam berolah kata, tutur bahasa, ia
mempunyai kecakapan yang bagus. Penguasaan terhadap bahasa Iran,
Turkestan, dan Kurdistan sangat ia pahami.0
Untuk memulai karir dalam pengetahuannya, ia hijrah dari negerinya ke
kota Baghdad yang pada saat itu disebut sebagai kota ilmu pengetahuan. Al
Farabi belajar di Baghdad kurang lebih selama dua puluh tahun. Dia belajar
tata bahasa pada Ibnu Surah dan belajar ilmu mantiq (logika) pada Abu Bisyr
Matta Ibn Yunus. Dari Baghdad Al Farabi pindah ke Harran sebagai salah
satu pusat kebudayaan Yunani pada saat itu, dan berguru dengan Yohana Ibn
Hailan namun tak lama kemudian kembali ke Baghdad untuk mendalami
filsafat dan kemudian memperoleh gelar Guru Kedua, maksudnya adalah ia
menjadi orang pertama yang memasukan ilmu logika kedalam kebudayaan
arab. Hal ini rupanya sama seperti yang dialami oleh Aristoteles sebagai Guru
Pertama, ia adalah orang pertama yang menemukan ilmu logika.0
Pada tahun 330 H/945 M, ia pindah ke Damaskus dan berkenalan dengan
Saif Ad Daulah al Hamdani, sultan Dinasti Hamdan di Aleppo. Sultan
tersebut memberikannya kedudukan yang tinggi sebagai ulama istana dengan
tunjangan yang besar. Namun Al Farabi hanya mengambil empat dirham saja
sehari untuk kebutuhan hidupnya. Ia memilih untuk hidup sederhana (zuhud)

0
M. M Syarif, Para Filosof Muslim (Bandung, MIZAN, 1985), hlm. 55.
0
Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 126.
0
Ibid.,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan tidak tertarik dengan kekayaan. Sisa dari tunjangan yang harusnya ia
dapatkan di bagikan pada kaum fakir miskin yang ada di Aleppo. Di tempat
tersebut Al Farabi bertemu dengan para sasrtawan, penyair, ahli bahasa, ahli
fiqih, dan kaum cendekiawan lainnya.
Al Farabi menguasai berbagai disiplin ilmu, keadaan ini memungkinkan
karena didukung oleh ketekunan dan kerajinannya serta ketajaman otaknya.
Pada pihak lain pada masa itu belum ada pemilahan dalam buku-uku antara
sains dan filsafat. Oleh sebab itu membaca satu buku akan bersentuhan secara
langsung kedua ilmu tersebut. Berdasar dari karya tulisnya, al Farabi
menguasai matematika, kimia, astronomi, musik, ilmu alam, logika, filsafat,
bahasa dan lain-lain.
2. Karya-karya Al Farabi
karya Al Farbi bila dibandingkan dengan karya muridnya seperti Ibn Sina
masih kalah dalam jumlahnya. Dengan modal karangannya yang pendek
berbentuk risalah dan sedikit sekali jenis karangannya yang berupa buku
besar dan mendalam dala pembicaraanya. Sebagian karangan Al Farabi masih
diketemukan di perpustakaan sehingga dunia islam dapat mengenang dan
mengabadikan namanya. Ciri khas yang ada dalam karangannya ialah
memberikan ulasan-ulasan dan penjelasan terhadap karya Aristoteles,
Iskandar Al Fraudismy, dan Plotinus.
Sebagai contoh ulasan Al Farabi terhadap karya Aristoteles adalah
masalah Burhan (dalil), Ibarat (Keterangan), Khitabah (cara pidato), Al Jadal
(argumentasi/berdebat), Qiyas (analogi), Mantiq (logika), adapun ulasan al
Farabi terhadap karya Plotinus adalah kitab Al Majesti fi Ihnil Falaq, juga
terhadap karya Aiskandar al Fraudismy tentang Maqolah Fin Nafsi. Karya-
karya nyata dari Al Fabi adalah:0
a. Al Jami’u Baina Ra’yai Al Hakimain Afalatoni Al Hahiy Wa Aristho-
tails (pertemuan pendapat antara Plato dan Aristoteles)
b. Tahsilu As Sa’adah (mencari kebahagiaan)
c. As Suyasatu Al Madinah (politik pemerintah)
d. Fususu al Taram (hakikat kebenaran)

0
Dedi Supriyadi, Pengantar Filsafat Islam, (Pustaka Setia, 2009), hlm. 83-84.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

e. Arroo’u Ahli Madinai Al Fadilah (pemikiran-pemikiran utama


pemerintahan)
f. As syiyasah (ilmu politik)
g. Fi Ma’ani Al Aqli
h. Ihsho’u Al ‘Ulum (kumpulan berbagai ilmu)
i. At Ta’ibu ala As Sa’adah
j. Isbatu Al Mufaraqat
k. Al Ta’liqat
Untuk menyebarluaskan pemikiran-pemikiran Al Farabi maka kitab-
kitabnya banyak yang diterjemahkan kedalam bahasa Latin, Inggris,
Almania, bahasa Arab dan Prancis. Dan karya Al Farabi yang pertama yaitu,
Isho’u Al Ulum membahas berbagai ilmu dan cabang-cabangnya.
Sebagaimana didalamnya memuat ilmu-ilmu bahasa, matematika, logika,
ketuhanan, musik, astronomi, lmu perkotaan, fiqih, fisika, mekanika, dan
ilmu kalam. Sedangkan ilmu mantiq membahas delapan bagian yaitu:
a. Al Maqulaati Al Asyr (kategori)
b. Al Ibarat (ibarat)
c. Al Qiyas (analogi)
d. Al Burhan (argumentasi)
e. Al Mawadi al Jadaliyah (Tha topic)
f. Al Hikmatu Muwawahan (sofistika)
g. Al Hithobah (ilmu pidato)
h. Al Syi’ir (puisi)0

0
Ibid.,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

3. Pemikiran
Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan al-farabi adalah
termasuk salah satu ulama muslim yang menganut aliran religius rasional (al
Mażhab al diniy al ‘aqlāniy). Aliran ini sekalipun mempunyai kecenderungan
kuat terhadap nuansa keagamaan tetapi tidak sekuat aliran religius konservatif.
Maksudnya adalah aliran Religius-Rasional terkesan memiliki cakupan kajian
ilmu yang lebih luas, sedangkan aliran Religius-Konservatif memiliki cakupan
terma ilmu dalam Al Quran dan Hadis yang lebih sempit. Di samping itu, aliran
ini memadukan antara sudut pandang keagamaan dengan sudut pandang
kefilsafatan dalam menjabarkan konsep ilmu, sehingga kelompok ini
berpendapat bahwa pengetahuan itu semuanya muktasabah (hasil perolehan dari
aktivitas belajar) dan yang menjadi modal utamanya adalah indra. 0 Jadi, aliran
Religius-Rasional berpandangan bahwa konsep pendidikan Islam itu dibangun
utamanya dari nilai-nilai kebajikan filsafat, terutama yang berkaitan tentang
tujuan pendidikan maupun apa saja ilmu yang perlu dipelajari, dan alat untuk
memperoleh ilmu itu adalah dengan indra.
Berangkat dari aliran Religius-Rasional yang dianutnya, berikut ini berbagai
pemikiran Al Farabi tentang konsep pendidikan Islam:
a. Tujuan Pendidikan
Menurut Al Farabi, pendidikan adalah media untuk mendapatkan
serangkaian nilai, pengetahuan, dan keterampilan praktis bagi individu dalam
periode dan budaya tertentu. Adapun tujuan akhirnya yaitu membimbing
individu untuk menuju kesempurnaan. Sebab, manusia diciptakan untuk
mencapai kesempurnaan. Sementara, kesempurnaan tertinggi adalah
kebahagiaan. Menurutnya, manusia yang sempurna adalah mereka yang telah
mengetahui kebajikan secara teoretis dan menjalankannya dalam praktik
sehari-hari.0
Pendidikan menurut Al Farabi harus menggabungkan antara kemampuan
teoritis dan belajar yang diaplikasikan dengan tindakan praktis.

0
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam (Menuju Pembentukan Karakter Menghadapi Arus
Global), (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta, 2012), hlm. 160.
0
Agung Setiawan, “Konsep Pendidikan Menurut Al-Ghazali dan Al-Farabi (Studi Komparasi
Pemikiran)”, dalam Jurnal Tarbawiyah (Jurnal Ilmiah Pendidikan), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Metro Lampung, Vol. 13, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 65.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Kesempurnaan manusia menurutnya terletak pada kesesuaian tindakan


dengan teori yang dipahaminya. Ilmu tidak akan mempunyai arti kecuali jika
ilmu itu dapat diterapkan dalam kenyataan dala m masyarakat. Jika tidak
diterapkan maka ilmu itu tidak berguna. Singkatnya, seseorang menjadi
sempurna jika ia telah mempraktikkan ilmunya dalam tataran praktis. Dengan
pandangan demikian, Al Farabi menekankan terwujudnya suatu
kesempurnaan dalam ranah pendidikan. Yaitu, meleburnya pengetahuan
intelektual dan perilaku yang saleh.0
Pemikiran Al Farabi tersebut sejatinya sesuai dengan salah satu kata
mutiara “ilmu tanpa diamalkan bagaikan pohon yang tak berbuah”. Dengan
demikian, tujuan pendidikan menurut Al Farabi adalah membimbing peserta
didik menuju kesempurnaan dengan cara mengetahui berbagai nilai kebajikan
secara teori dan menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari agar mencapai
kebahagiaan tertinggi yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat sehingga terwujud
masyarakat yang baik.
b. Kurikulum Pendidikan
Klasifikasi Ilmu menurut Al Farabi disusun dalam karyanya yang terkenal
yaitu Ihsha al-ulum Al Farabi membagi jenis-jenis ilmu dalam beberapa jenis
beserta ruang lingkupnya, yaitu:
1. Metafisik
2. Matematik.
Menurut Al Farabi dibagi menjadi tujuh cabang, aritmatika, geometri,
astronomi, musik, optika, ilmu tentang gaya, alat-alat mekanik.
3. Ilmi-ilmu Alam.
Ilmu alam yang menyelidiki benda-benda alami dan aksiden-aksiden yang
inheren didalamnya dibagi menjadi: (1) Minerologi, yang meliputi kimia,
geologi, metalurgi. (2) Botani, yang berkaitan dengan seluruh spesies
tumbuhan, sifat umum maupun sifat khusus dari setiap spesies. (3)
Zoologi, yang berhubungan dengan berbagai spesies binatang yang
berbeda-beda, serta sifat-sifat umum dan khusus dari masing-masing
spesies termasuk kedalam kategori ini adalah Psikologi yang membahas

0
Ibid., hlm. 65-66.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

daya-daya tumbuhan, hewan, maupun manusia, dan Kedokteran yang


berbicara tentang manusia dari sudut sehat atau sakitnya.
c. Pendidik dan Peserta Didik
Al-Farabi menyimpulkan, pendidikan yang berhasil sangat berkorelasi
dengan kondisi moral yang baik. Terkait soal moral ini, ia mendefenisikan
moral sebagai keadaan pikiran tempat manusia melakukan perbuatan yang
baik yang memiliki sifat etis atau rasional.0
Dalam pemikirannya tentang pendidikan, ia pun menekankan agar kaum
terpelajar tak hanya berdiam di menara gading. Tak heran jika Al-Farabi
menyatakan, kesempurnaan teoretis dan praktik dari pengetahuan yang
dimiliki seseorang hanya bisa diperoleh dalam masyarakat. Sebab, kehidupan
di suatu masyarakatlah yang bisa membuat seseorang mempraktikkan
ilmunya.0
Oleh sebab itu, bagi pendidik maupun peserta didik, hendaknya dapat
menerapkan teori-teori yang dipelajari dalam kelas di kehidupan masyarakat
secara langsung atau dalam bahasa perguruan tingginya adalah pengabdian
pada masyarakat. Dalam hal ini Al Farabi ingin mewujudkan masyarakat
yang ideal melalui pendidikan. Sehingga terbentuklah generasi Islam yang
bukan hanya memiliki moral dan intelektual yang baik, tetapi juga dapat
menyelesaikan permasalahan yang ada di masyarakat.
d. Metode Pendidikan
Al-Farabi membagi metode dasar pendidikan menjadi dua berdasarkan
level peserta didik. Pertama adalah metode yang disesuaikan untuk peserta
didik biasa/masih muda dengan langkah persuasif. Menurut Al-Farabi,
metode persuasi merupakan metode membujuk pendengar dengan hal-hal
yang logis dan memuaskan pikirannya tanpa mencapai kepastian. Bujukan
akan tercapai ketika pendengar melakukan hal-hal yang dia yakini adalah
benar. Dalam praktiknya, metode persuasif dapat dilakukan melalui pidato
dan kegiatan bersama-sama antara guru dan peserta didik. Metode persuasif
cocok untuk mengajarkan mata pelajaran seni dan kerajinan. Sedangkan,
metode kedua adalah demonstratif untuk peserta didik yang bukan biasa.
0
Ibid., hlm. 67.
0
Ibid.,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Metode pendidikan kedua ini dapat dilakukan melalui pidato. Dengan metode
ini, jelas Al-Farabi, guru berpidato untuk menerangkan mata pelajaran yang
diajarkannya, seperti mengajarkan teori-teori tentang kebajikan dalam
masyarakat.0 Perbedaan kedua metode tersebut adalah metode persuasif tidak
menuntut adanya bukti-bukti yang mendukung, sedangkan metode
demonstratif harus ada bukti-bukti yang mendukung dari materi yang
diajarkan.
Selain itu, Al-Farabi juga mengadopsi metode filsuf Yunani yaitu Plato. Ia
menggunakan metode dialog atau perdebatan. Ia menekankan pula
pentingnya diskusi dan dialog dalam pengajaran. Dalam konteks ini,
ia memperkenalkan dua hal baru, yaitu argumen dan wacana. Metode
wacana dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
ilmiah tentang suatu hal. kemudian, orang-orang akan didorong untuk
memecahkan masalah ilmiah tersebut. Sedangkan, metode argumen
digunakan untuk memenangkan debat atas lawan bicara. Bahkan,
metode ini juga bertujuan agar lawan bicara memercayai gagasan yang
sebelumnya mereka tolak. Al-Farabi mengungkapkan, metode argumen
cocok untuk mengajar orang-orang yang keras kepala. Al Farabi menuliskan
semua metode pengajarannya dalam buku yang berjudul Al Alfadz.0
Jika dibuat tabel maka konsep pendidikan menurut Al Farabi adalah
sebagai berikut:
No Aspek Konsep Pendidikan
Al Farabi
1. Tujuan Membimbing individu untuk menuju
Pendidikan kesempurnaan
2. Ilmu diklasifikasikan secara terperinci namun
tetap terpadu berdasarkan tiga pengelompokan
Kurikulum utama ilmu : metafisik, matematik, dan ilmu-ilmu
alam
3. Pendidik & Seorang pendidik dan peserta didik tidak boleh
lepas dari kehidupan masyarakat karena
0
Ibid., hlm. 68.
0
Ibid.,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Peserta Didik

masyarakat adalah tempat mempraktikkan ilmu


yang dimiliki seseorang.
4. Ada dua metode dasar pendidikan, pertama
Metode adalah metode yang disesuaikan untuk peserta
Pendidikan didik biasa/muda (pendidikan dasar) yaitu dengan
langkah persuasif.
Dan kedua adalah dengan langkah demonstratif
untuk peserta didik yang lebih dewasa (pendidikan
menegah maupun tinggi).
Al Farabi juga mengadopsi metode filsuf Yunani
yaitu Plato dengan menggunakan metode dialaog
atau perdebatan.

4. Ciri-ciri Dunia Modern


Kehidupan dalam era global ditandai dengan lima ciri. Pertama,
terjadinya pergeseran dari konflik ideologi dan politik kearah persaingan
perdagangan, kedua, hubungan antara negara secara struktural berubah dari
sifat ketergantungan menjadi saling ketergantungan, ketiga, batasan giografis
hampir kehilangan arti oprasionalnya, keempat, persaingan antara negara
saling diwarnai oleh perang penguasaan teknologi tinggi.0
Globalisasi diakui telah membawa dampak cukup serius dalam
tatanan kehidupan umat agama. Tidak sedikit pemeluk agama yang gagal
dalam menjaga tradisi keagamaanya akibat derasnya arus globalisasi. Namun
di sisi lain, globalisasi telah memberikan pelajaran berharga bagi sebagian
pemeluk agama, karena globalisasi telah membawa pengaruh terhadap cara-
cara umat beragama dalam mengekspresikan kualitas keberagamaanya dan

0
Zubaedi, Isu-isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan Kapita Selektika
Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hlm. 48.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pola hubungan maupun komunikasi antar pemeluk agama yang sangat


beragam.0
Dalam globalisasi, baik dalam ukuran sekecil apapun apabila
disampaikan oleh siapapun, dimanapun, dan kapanpun akan dengan cepat
menyebar keseluruh pelosok dunia. Apabila hal-hal yang tersebar tadi telah
menjadi gaya hidup dan simbol kemodernan, maka hal itu dapat mengubah
kebiasaan hidup seseorang, bahkan tak jarang menilai ajaran agama sebagai
ketinggalan zaman. Semuanya mampu merubah kebiasaan seseorang dari
mulai gaya makan, pakaian, dan gaya hidup dari tradisi lokal berubah ke
tradisi global. Jelas sekali, beberapa hal diatas akan merubah konsepsi
pendidikan dalam Islam tentang kehalalan makanan maupun minuman,
batasan aurat, etika bisnis islam, dan lain sebagainya. Pendidikan Islam yang
meninggalkan sama sekali perkembangan modern tersebut malah tidak akan
menjawab tantangan zaman. Semua hal tersebut yang berkaitan dengan ke
modernan hendaknya direspon dengan perspektif kekinian, sehingga perlu
adanya fiqh kontemporer.
Pergaulan global dapat mendatangkan sejumlah kemudahan bagi
manusia, namun disisi lain juga mendatangkan sisi negatif, diantaranya:
a) Pemiskinan nilai spiritual
b) Tindakan sosial yang tidak mempunyai implikasi materi dianggap
sebagai tindakan tidak rasional
c) Kejatuhan manusia dari makhluk spiritual menjadi makhluk material
d) Peran agama digeser menjadi hanya urusan akhirat saja, sedangkan
urusan dunia menjadi urusan sains saja
e) Tuhan hanya hadir dalam pikiran, lisan, dan tulisan, tapi tidak hadir
dalam perilaku dan tindakan.
f) Gabungan ikatan primordial dengan sistem politik modern melahirkan
nepotisme, birokratisme, dan otoriterisme.
g) Individualistik
h) Terjadinya frustasi eksistensial

0
Ibid., hlm. 51.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

i) Dengan cirinya, hasrat yang berlebihan untuk berkuasa, hidupnya tidak


bermakna, dan perasaan hidup tanpa tujuan
j) Terjadinya ketegangan-ketegangan informasi di kota dan di desa, kaya
dan miskin, konsumeris, kekurangan, dan sebagainya.
5. Relevansi Pemikiran Al Farabi tentang Pendidikan di Era Modern
Setelah dijelaskan dengan panjang lebar mengenai pemikiran Al Farabi
tentang pendidikan diatas, maka dapat diambil beberapa hubungan atau
relevansi dengan pendidikan modern saat ini sebagai berikut:
a) Mengenai tujuan pendidikan, Al Farabi melihat bahwa tujuan pendidikan
haruslah membimbing individu untuk menuju kesempurnaan.
Kesempuranaan yang dimaksud adalah mengajarkan siswa untuk
menguasai secara teori dengan baik dan melaksanakan teori-teori yang
telah dipelajari dalam lingkungan masyarakat. Sehingga nantinya peserta
didik mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada dalam
menghadapi dunia modern.
b) Mengenai metode pengajaran, Al Farabi mengemukakan metode intruksi.
Metode ini menyesuaikan peserta didik, jika peserta didik tergolong dalam
jenjang pendidikan dasar maka metode intruksi dilakukan dengan langkah
persuasif, sedangkan untuk peserta didik yang tergolong dalam pendidikan
menengah atau pendidikan tinggi menggunakan metode intruksi dengan
langkah demonstratif. Perbedaan dari kedua langkah tersebut adalah
persuasif tanpa menggunakan bukti-bukti yang mendukung dalam proses
pengajarannya, sedangkan langkah demonstratif mengharuskan adanya
bukti-bukti yang mendukung dari materi pembelajaran yang diajarkan.
Pembedaan langkah dalam penerapan metode diperlukan guna
memberikan porsi yang tepat untuk masing-masing usia dari peserta didik
sehingga materi yang diajarkan sesuai dengan perkembangan yang ada.
C. KESIMPULAN
Abu Nashr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan al-Farabi sebagai
salah satu ulama beraliran Religius-Rasional yang berpandangan bahwa konsep
pendidikan Islam itu dibangun utamanya dari nilai-nilai kebajikan filsafat, makna
dari pendidikan itu sendiri menurutnya adalah media untuk mendapatkan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

serangkaian nilai, pengetahuan, dan keterampilan praktis bagi individu. Adapun


tujuan pendidikannya adalah untuk membimbing individu menuju kesempurnaan
dan kebahagiaan. Media pendidikan/pembelajaran yang digunakan oleh Al Farabi
terbagi dalam dua hal, untuk peserta didik biasa/usia muda menggunakan metode
persuasif, sedangkan untuk peserta didik elit/dewasa menggunakan metode
demonstratif.
Sedikitnya ada dua relevansi yang dapat diambil dari pemikiran Al Farabi
tentang pendidikan di era modern ini yaitu tujuan pendidikan haruslah
membimbing peserta didik menguasai secara teori dengan baik dan melaksanakan
teori-teori yang telah dipelajari dalam lingkungan masyarakat. Yang kedua
mengenai metode pembelajaran, dimana Al Farabi menawarkan metode intruksi
dan metode dialog atau perdebatan.

BAB XII
PEMIKIRAN IBNU MISKAWAIHI TENTANG PENDIDIKAN DAN
RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN
(Farid Lutfi Bachtiar)

A. PENDAHULUAN
Nabi Muhammad SAW diutus di muka bumi membawa misi pokok
untuk menyempurnakan akhlak mulia di tengah-tengah masyarakat. Misi
Nabi ini bukan misi yang sederhana, tetapi misi yang besar dan agung yang
ternyata untuk merealisasikannya membutuhkan waktu yang cukup lama,
yakni lebih dari 22 tahun. Nabi melakukannya mulai dengan pembenahan
aqidah masyarakat Arab, kurang lebih 13 tahun, lalu Nabi mengajak untuk
menerapkan syariah setelah aqidahnya mantap.
Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan manusia
yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk lainnya, karena
manusia diberikan sebuah anugerah terbesar berupa akal pikiran, sehingga
proses belajar mengajar merupakanusaha manusia dalam masyarakat yang
berbudaya, dan dengan akal pikiran yang ia miliki akan mengetahui segala
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

hakikat permasalahan dan sekaligus dapat membedakan mana yang baik dan
buruk.
Dapat disimpulkan bahwa datangnya Islam membawa misi yang
sangat penting yaitu memperbaiki dan menyempurnakan akhlak
manusia. Akhlaqul karimah yang diajarkan dalam Islam merupakan orientasi
yang harus dipegang oleh setiap muslim.

B. PEMBAHASAN
1. Biografi Ibnu Maskawaih
Nama lengkap Ibnu Maskawaih ialah Ahmad bin Muhammad bin
Ya’kub bin Miskawaih, Abu Ali, seorang pengkaji dan sejarawan.
Berasal dari Ray, menetap di isfahan dan meninggal dunia di kota ini
pada tahun 421 Hijriyah bertepatan dengan tahun 1031 Masehi.
Menekuni bidang kimia, filsafat dan logika untuk masa yang cukup lama.
Kemudian menonjol dalam bidang sastra, sejarah dan kepengarangan.
Pengaruhnya sangat besar sekali di Ray.
Dikenal digelari Al-Khazin karena sebagai “guru ketiga” setelah
Aristoteles dan Al-Farabi. Sebutan namanya yang lebih masyhur adalah
Miskawaih, Ibnu Miskawaih atau Ibnu Maskawaih. Ibnu Maskawaih
adalah filsuf muslim yang memusatkan perhatiannya pada etika Islam.
Beliau di kenal sebagai “Bapak Etika Muslim” dan “Bapak Psikologi
Pendidikan Muslim”. Walaupun sebenarnya ia juga seorang sejarawan,
tabib, ilmuwan, dan sastrawan. Setelah menjelajah berbagai ilmu
pengetahuan, akhirnya ia memusatkan perhatiannya pada kajian sejarah
dan etika0.
2. Karya-Karya Ibnu Maskawaih
Pada masa Ibnu Miskawaih, filsafat dan sains warisan Yunani
tumbuh subur sehingga wajar jika karya-karya Ibn Maskawaih
dipengaruhi oleh para filsuf Yunani Klasik. Misalnya karya yang
menyangkut filsafat manusia, jiwa dan etika. Ibn Maskawaih banyak
merujuk pada karya-karya Galen, Phytagoras, Scocrates, terutama Plato

0
Azhar Basyir, Ahmad., 1983,Miskawaih: Riwayat Hidup dan Pemikiran Filsafatnya,
Yogyakarta: Nur Cahaya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan Aristoteles. Ibnu Miskawaih merupakan seorang yang produktif


menulis dilihat dari karya-karyanya sebagai berikut:
Karya Ibnu Miskawaih yang telah dicetak
No Nama Kitab Keterangan
.
1 Tahdzib al- Akhlaq wa Tathhir al- Membahas tentang
A’raq kesempurnaan etika
2 Tartib al- Sa’adat Membahas tentang etika dan
politik terutama mengenai
pemeritahan Bani Abbas dan
Bani Buwaih
3 Al-Fauz al-Asghar fi Ushul al- Membahas tentang metafisika,
Diyanat yaitu ketuahanan jiwa dan
kenabian
4 Risalah fi al- Ladzdat wa al- A’lam Membahas tentang masalah
yang berhubungan dengan
perasaan yang dapat
membahagiakan dan
menyengsarakan jiwa manusia.
5 Tajarib al- Umam Membahas tentang pengalaman
bangsa-bangsa mengenai
sejarah, diantara isinya sejarah
tentang banjir besar, yang
ditulis tahun 369H/979M
6 Risalah al-Ajwibah wa al-As’ilah fi Membahas tentang Etika dan
an-Nafs al-‘Aql aturan hidup
7 Jawidzan Khirad Membahas tentang masalah
yang berhubungan dengan
pemerintah dan hukum
terutama menyangkut empat
negara, yaitu Persia, Arab,
India, dan Roma.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Karya Ibnu Miskawaih Berupa Manuskrip


1 Risalah fi Thabi’iyyah Membahas tentang ilmu yang
berhubungan dengan alam
semesta.
2 Risalah fi al-Jauhar al-Nafs Membahas tentang masalah
yang berhubungan dengan imu
jiwa.
3 Al- Jawab fi al- Masail al-Tsalats Membahas tentang jawaban
tiga masalah
4 Thaharat al-Nafs Membahas tentang etika dan
peraturan hidup
Karya Ibnu Miskawaih yang dinyatakan Hilang
1 Al-Mushtofa Berisi tentang syair-syair
pilihan
2 Uns al-Farid Berisi tentang antologi cerpen,
koleksi anekdot, syair,
peribahasa, dan kata-kata
hikmah
3 Al-Adawiyah al-Mufridah Membahas tentang kimia dan
obat-obatan
4 Tarkib al-Bijah min al-Ath’imah Membahas tentang kaidah dan
seni memasak
5 Al-Fauz al-Akbar Membahas tentang etika dan
peraturan hidup
6 Al-Jami’ Membahas tentang ketabiban
7 Al-Siyar Membahas tentang tingkah
laku dan kehidupan
8 Kitab al-‘Asyribah Tentang minuman

3. Corak Pemikiran Ibnu Miskawaihi


Dari berbagai karyanya, Ibn Maskawaihi banyak merujuk kepada
filsafat jiwa, akhlak dan manusia.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

a. Filsafat Jiwa
Menurut Ibn Maskawaihi, Jiwa yang terdapat pada diri manusia
yang merupakan substansi yang tidak dapat diindra, terdiri atas jiwa
rasional (an-natiqoh), apetitif (asy-syahu’iyah) dan syahwat (al-
bahimiyah) dengan dayanya masing-masing.
b. Filsafat Akhlak
Akhlak merupakan keadaan jiwa yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas secara spontan. Ada beberapa hal pokok dalam
filsafat akhlak Ibn maskawaih diantaranya :
1) Kebaikan dan Kebahagiaan
2) Keutamaan (fadhilah)
3) Keadilan (al-adalah)
4) Cinta dan persahabatan (al-mahabbah wa as-sadaqah).

c. Filsafat Manusia
Dalam karyanya Tahzib Ibn Miskawaih menjelaskan bahwa
manusia terdiri dari jasmani dan rohani dengan mengakui adanya potensi
atau kemampuan dasar yang tabi’i.
Ibn Miskawaih membagi manusia menjadi 4 tingkatan, sejalan
dengan kemampuan akalnya, yakni :
1. manusia tingkat hewan, yakni manusia yang tidak mempunyai
peradaban,
2. manusia indriawi yaitu manusia yang sudah mampu memahami dan
membedakan sesuatu tetapi mereka masih terkungkung oleh
kemampuan indrawinya,
3. manusia intelektual yakni manusia yang telah dirupaya dengan akalnya
menemukan keutamaan atau fadilah dengan segala kemampuan0,
4. manusia filsuf ialah tingkatan paling tinggi bagi manusia karena
manusia yang paling sempurna kemanusiaannya yakni mereka benar

0
___________., 2010, Mencetak Pembelajar Menjadi Insan Paripurna (Falsafah
Pendidikan Islam), Yogyakarta: Nuha Litera.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan tepat cara berpikirnya dan manusia yang baik yakni manusia yang
mampu melakukan tindakan yang tepat0.
4. Pemikiran Ibn Miskawaih tentang pendidikan
a. Akhlak menurut Ibnu Miskawaih
Pemikiran Ibnu Miskawaih dalam bidang akhlak termasuk salah
satu yang mendasari konsepnya dalam bidang pendidikan. Ibnu
Miskawaih cenderung berpendapat bahwa keutamaan akhlak secara
umum diartikan sebagai posisi tengah antara ekstrim kelebihan dan
ekstrim kekurangan masing-masing jiwa manusia. Seperti telah
dijelaskan sebelumnya bahwa jiwa manusia ada tiga yaitu jiwa nafsu
(al-bahimmiyah), jiwa berani (al-Ghadabiyyah) dan jiwa berpikir (an-
nathiqah). Ketiga keutamaan akhlak tersebut merupakan pokok atau
induk akhlak yang mulia. Akhlak-akhlak mulia lainnya seperti jujur,
ikhlas, kasih sayang, hemat, dan sebagainya merupakan cabang dari
ketiga induk ahklak tersebut. Dalam menguraikan sikap tengah dalam
bentuk akhlak tersebut, Ibnu Miskawaih tidak membawa satu ayat pun
dari al-Qur’an dan tidak pula membawa dalil dari hadits akan tetapi
spirit doktrin ajaran tengah ini sejalan dengan ajaran islam. Ukuran
akhlak tengah selalu mengalami perubahan menurut perubahan
ekstrim kekurangan dan ekstrim kelebihan.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa doktrin jalan tengah
ternyata tidak hanya memiliki nuansa dinamis tetapi juga flexibel.
Oleh karena itu, doktrin tersebut dapat terus menerus berlaku sesuai
dengan tantangan zamannya tanpa menghilangkan pokok keutamaan
akhlak0.
2. Dasar Pendidikan
Ada beberapa komponen pendidikan Islam yakni tujuan, metode,
pendidik dan peserta didik yang merupakan satu kesatuan utuh yang

0
Madjidi, Busyairi.,1997,Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim, Yogyakarta: Al-Amin Press.

0
Maragustam., 2010, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter
Mengahadapi Arus Global, Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

disebut sebagai sistem pendikan Islam. Adapun komponen pendidikan


yang dikemukakan Ibnu Miskawaih ialah; Dasar pendidikan, Tujuan
Pendidikan, pendidik dan peserta didik, fungsi pendidikan, materi
pendidikan dan metode serta media pendidikan.
Dasar pendidikan merupakan landasan bagi berdirinya sesuatu dan
ia berfungsi sebagai pemberi arah terhadap tujuan yang akan dicapai.
Menurut Ibnu Miskawaih ada 2 yaitu;
1) Syariat sebagai dasar pendidikan. Ibn Miskawaih tidak
menjelaskan secara pasti apa yang menjadi dasar pendidikan. Akan tetapi,
ia menyatakan bahwa syariat agama merupakan faktor penentu bagi
lurusnya karakter manusia dengan berlandaskan Al-Quran dan As-Sunnah.
2) Pengetahuan psikologi sebagai dasar pendidikan. Ibnu
Miskawaih pada awal tulisannya dalam Tahzib menegaskan adanya
hubungan antara pendidikan dan pengetahuan tentang jiwa.
3. Tujuan Pendidikan
Corak pemikiran pendidikan Ibnu Miskawaih lebih bertendensi etis
dan moral. Hal ini terlihat dalam merumuskan pendapatnya tentang tujuan
pendidikan sebagai berikut ;
1) Tercapainya akhlak mulia
Ibnu Miskawaihi mengisyaratkan bahwa tujuan pendidikan
adalah terbentuknya pribadi yang berakhlak mulia, yang disebutnya isabah
al-khuluq asy-syarif, yaitu pribadi yang mulia secara substansial dan
essensial, bukan kemuliaan yang temporal dan aksidental, seperti pribadi
yang materialistis dan otokratis. Hal ini sejalan dengan pandangannya
bahwa kemuliaan dan keistimewaan manusia terletak pada jiwa
rasionalnya.
2) Kebaikan, kebahagiaan, dan kesempurnaan
Pada hakikatnya, tujuan pendidikan itu identik dengan tujuan hidup
manusia. Tercapainya tujuan merupakan langkah bagi tercapainya tujuan
hidup manusia yang terakhir, yaitu kebaikan, kebahagiaan,
dan kesempurnaan
4. Pendidik dan Peserta didik
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Ibnu Miskawaih mengelompokkan pendidik kepada orangtua, guru


atau filsuf, pemuka masyarakat, dan raja atau penguasa. Ibnu Miskawaih
menjelaskan bahwa kewajiban orangtua mendidik anak-anak mereka
supaya menaati syariat dan seluruh sopan santun dengan berbagai cara.
Pengertian peserta didik bagi Ibnu Miskawaih cukup luas, yaitu
semua orang yang memperoleh atau memberikan bimbingan, bantuan, dan
latihan dari orang lain, baik berupa ilmu pengetahuan maupun
keterampilan guna mengembangkan diri. Menurutnya, manusia memiliki
watak yang berbeda. Ada yang memiliki sifat baik sejak awal dan ada juga
yang tidak memiliki sifat tersebut. Akan tetapi, pembawaan sifat tersebut
dapat berubah, jika ia memiliki kesungguhan untuk menemukan kebenaran
yang hakiki. Jika perbedaan watak ini diabaikan, setiap orang akan tumbuh
sesuai dengan watak individun yang tabi'i, di sinilah letak pentingnya
pendidikan agama. Ibnu Miskawaih mengemukakan bahwa
respons individudalam menerima pendidikan ada yang harus dengan
paksaan. Ada pula manusia yang responnya sangat mudah dan cepat
karena ia mempunyai watak yang baik, potensi unggul.
Hubungan pendidik dengan subjek haruslah di dasarkan pada cinta,
kasih sayang, persahabatan, keadilan, kebaikan, dan fadilah. Hal ini karena
menurut ibn Miskawaih manusia adalah makhluk sosial yang harus
membagi cinta dan kasih sayang, bersahabat, menegakkan keadilan
dankebaikan serta berupaya memperoleh keutamaan. Untuk itu, dalam
pendidikan diperlukan komunikasi dua arah (interaksi) dan multiarah
(transaksi).
5. Fungsi pendidikan
Menurut Ibnu Miskawaih, fungsi pendidikan adalah:
1) Menanamkan akhlak mulia
Bagi Ibnu Miskawaih, pembentukan akhlak mulia sebagai tujuan
pendidikan, sekaligus sebagai fungsi pendidikan. Nilai-nilai akhlak mulia
yang perlu ditanamkan dan dibiasakan itu pada aspek spiritual seperti
jujur, tabah, sabar, dan lain-lain. Juga pada aspek jasmani seperti adab
berpakaian, berbicara, dan lain-lain.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

2) Memanusiakan manusia
Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa tugas pendidikan adalah
menundukkan manusia sesuai dengan substansinya sebagai makhluk yang
termulia. Selain itu, pendidikan bertugas mengangkat manusia dari tingkat
terendah pada tingkat tinggi.
3) Sosialisasi individu
Ibnu Miskawaih menyatakan bahwa kebajikan
dan malakah manusia sangat banyak jumlahnya, dan seorang individu
tidak dapat mencapainya sendirian. Sejumlah individu harus bersatu untuk
mencapai kebahagiaan bersama sehingga satu sama lainrya saling
menyempumakan. Masing-masing individu menjadikan dirinya seperti
satu tubuh yang saling menunjang.

6. Materi pendidikan
Ibnu Miskawaih tidak menjelaskan dengan tegas materi apa yang
harus diajarkan kepada peserta didik. Akan tetapi, dapat dipahami bahwa
ia menekankan materi pendidikan itu haruslah bermanfaat bagi terciptanya
akhlak mulia dan menjadikan manusia sesuai dengan substansi serta
esensinya.
Mengenai urutan yang harus diajarkan pada peserta didik, yang
pertama sekali adalah kewajiban-kewajiban syariat, sehingga peserta didik
terbiasa. Kemudian,materi yang berhubungan dengan akhlak
sehinggaakhlak dan kualitas terpuji merasuk dalam dirinya, dan terbiasa
dengan perkataan yang benar dan argumentasi yang
tepat.Kemudian,meningkat setahap demi setahap pada materi ilmu lainnya
sehingga subjek didik mencapai tingkat kesempurnaan
7. Metode dan media pendidikan
1) Metode alami (tab'iy)
Setiap individu mempunyai perbedaan dengan individu lainnya,
termasuk tahapan perkembangannya. Oleh karena itu, pelaksanaan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pendidikan budi pekerti harus berjenjang, setahap demi setahap sehingga


sampai pada kesempurnaan.
2) Nasihat dan tuntunan sebagai metode pendidikan
Ibnu Miskawaih menyatakan, supaya anak menaati syariat dan
berbuat baik, diperlukan nasihat dan tuntunan. Subjek didik tidak terarah
pada tujuan pendidikan yang diharapkan jika mereka tidak diberi nasihat
dan pengajaran lainnya.
3) Sanjungan dan pujian sebagai metode pendidikan
Ibnu Miskawaih menandaskan, jika peserta didik melaksanakan
syariat dan berperilaku baik, dia perlu dipuji. Selanjutnya, Ibnu Miskawaih
menyatakan jika ia didapati melakukan perbuatan yang melanggar syariat
dan budi pekerti mulia, anak didik jangan langsung dicerca, apalagi di
depan orang banyak.

4) Mendidik berdasarkan asas-asas pendidikan


Bila pemikiran Ibnu Miskawaih dalam Tahzib mengenai asas-asas
pendidikan diteliti, akan ditemukan berbagai konsep yang dapat
dirangkum padaa: asas bertahap, perbedaan, kesiapan, gestalt,
keteladanan, kebebasan, akivitas, keadilan, cinta, dan persahabatan serta
pembiasaan dan pergaulan0.
B. Analisis Filosofis Pemikiran Ibnu Miskawaihi (Religius-Rasional)
1. Relevansinya Pemikiran Pendidikan Ibnu Miskawaih di Era Modern
Pendidikan akhlak oleh Ibnu Miskawaih memiliki urgensi nilai yang
cukup signifikan dalam membentuk kepribadian bangsa. Sebagaimana kita
ketahui bahwa semua krisis yang terjadi dewasa ini baik ekonomi, politik dan
sosial budaya itu disebabkan karena akhlak tidak lagi menjadi kerangka atau
bingkai kehidupan. Perilaku korupsi, kolusi, perjudian, perzinahan, narkoba,
dan kekerasan yang terjadi selama ini disebabkan hancurnya pendidikan moral
dan akhlak. Sebagaimana juga dikatakan oleh Syauqi Baiq dalam kata-kata
hikmahnya: “Sesungguhnya mati dan hidup bangsa itu sangat bergantung pada
0
Magin Suseno, Franz., 1987, Dasar Pendidikan : Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral,
Yogyakarta: Kanasius
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

akhlaknya, jika baik, maka akan kuat bangsa itu, dan jika rusak maka
hancurlah bangsa itu”.
Selain dari pada hal di atas, globalisasi pun menjadi tantangan
tersendiri bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam dewasa ini.
Globalisasi telah menyebarkan arus informasi yang begitu banyak dan
beragam. Dan arus informasi tersebut tidak hanya berupa pengetahuan tetapi
juga berbagai nilai, dan nilai-nilai yang sepintas lalu terasa baru dan asing.
Apakah nilai-nilai itu bersifat positif atau negatif tergantung pada nilai-nilai
budaya dan tradisi yang telah berlaku didalam masyarakat. Dan yang lebih
penting lagi pengaruh globalisasi adalah pengaruh nilai-nilai seperti
materialisme, konsumerisme, hedonisme, penggunaan kekerasan, dan narkoba
yang dapat merusak moral masyarakat. Oleh, karena itu kita haruslah bersikap
selektif dan memfilter nilai-nilai dan menanamkan nilai-nilai (akhlak) pada
peserta didik agar dapat mempersiapkan mereka dalam menghadapi tantangan
globalisasi yang mereka hadapi dan alami.
Dari dua metode yang ditawarkan oleh Ibnu Miskawaih yaitu melalui
pembiasaan dan pelatihan secara kontinue dalam rangka penanaman nilai-nilai
(akhlak) serta peneladanan dan peniruan dari orang yang ada di sekitarnya.
Dapat dilihat perlu adanya upaya dari para pendidik baik orang tua maupun
guru-guru yang patut dijadikan panutan bagi peserta didiknya. Karena peran
yang mulai itulah agama menempatkan orang tua sebagai manusia yang harus
di taati setelah Allah SWT dan rasulnya. Selain orang tua yang memiliki peran
yang sangat urgen, guru juga tidak kalah penting peranannya sebagai wakil
dari orang tuanya0.
Dari situ guru di tuntut untuk profesional di bidangnya selain itu juga ia
harus memiliki kasih sayang sebagaimana yang dimiliki oleh para orang tua.
Oleh sebab itu, seorang guru diharapkan tidak hanya melakukan transfer of
knowledge tetapi harus melakukan transformasi keilmuan dan kependidikan

https://www.piuii17.blogspot.com/2018/09/analisis-filosofis-pemikiran-ibnu.html pukul 21.30


hari jum’at 8 Maret 2019
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bagi anak didiknya. Apapun sistem ataupun pendidikan etika yang


diajarkannya, menurut Ibn Miskawaih guru merupakan centre of learning yang
menentukan berhasil tidaknya proses pendidikan. Namun eksistensinya tidak
bertumpu pada ilmu yang dimilikinya, melainkan pada perilakunya yang baik
dan strategi ataupun metodologi yang digunakannya dalam pendidikan0.
C. Kesimpulan
Pendidikan dan relevansinya dengan dunia modern Ibnu
Miskawaih memiliki urgensi nilai yang cukup signifikan dalam membentuk
kepribadian bangsa ke depan. Selain dari pendidikan, globalisasi pun
menjadi tantangan tersendiri bagi dunia pendidikan, khususnya pendidikan
Islam dewasa ini. Globalisasi telah menyebarkan arus informasi yang begitu
banyak dan beragam. Dan arus informasi tersebut tidak hanya berupa
pengetahuan tetapi juga berbagai nilai, dan nilai-nilai yang sepintas lalu
terasa baru dan asing. Apakah nilai-nilai itu bersifat positif atau negatif
tergantung pada nilai-nilai budaya dan tradisi yang telah berlaku didalam
masyarakat.
Dari situ peran orang tua sebagai manusia yang harus di taati
setelah Allah SWT dan rasulnya. Kemudian guru juga di tuntut untuk
profesional di bidangnya selain itu juga ia harus memiliki kasih sayang
sebagaimana yang dimiliki oleh para orang tua. Oleh sebab itu, seorang guru
diharapkan tidak hanya melakukan transfer of knowledge tetapi harus
melakukan transformasi keilmuan dan kependidikan bagi anak didiknya.

0
Suharto, Toto., 2013, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB XIII

PEMIKIRAN IBNU SINA (RELIGIUS-RASIONAL) TENTANG


PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN

(Fatihatul Muthmainah)

A. PENDAHULUAN
Pada dinasti Abbasiyah lahirlah seorang filosuf terkemuka yang
membahas tentang penggunaan hukuman dengan tangan sebagai salah satu bentuk
alat pendidikan dalam kitab Risala0. Selain sebagai seorang filsuf besar, Ibnu Sina

0
Tedd. D. Beavers, Arabic Contributions to Educational Thougth (Paradigma Filsafat
Pendidikan Islam Kontribusi Filosof Muslim), ed. by Imam. Terj. Deny Hamdani Yahya, Cet. 1
(Jakarta: Riora Cipta, 2001). Hlm 12
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

juga menjadi dokter ahli, pendidik (tokoh pendidikan), dan psikolog 0. Seorang
cendikiawan muslim yang membagi filsafat menjadi 2 bagian; filsafat teoritis dan
filsafat praktis sebagai pelengkap. Tanpa memandang perbedaan yang ada, karena
filsafat adalah pencarian pengetahuan dan kepuasan jiwa atas apa yang
diperolehnya. Ibnu Sina mengemukakan bahwa kesatuan spiritual atau kondisi
intelektual dengan usaha keduniawian sebagai kontak atau rangkaian peristiwa 0.
Ibnu Sina menjadi pengagum logika, sebagaimana pengakuannya bahwa dia
senang mengejar logika. Ia memiliki pandangan bahwa ada 3 cara dalam
membuktikan sesuatu. Pertama, dengan silogisme. Kedua, dengan induksi dan
cakupannya. Ketiga, adalah analogi dan cakupannya0.

Ibnu Sina adalah cendikiawan muslim yang dalam cara berpikirnya


rasionalis yaitu menggunakan akal dalam menerima dan mencari ilmu
pengetahuan. Dari berbagai sumber bacaan yang menjelaskan terkait biografi Ibnu
Sina rasionalitas yang digunakan Ibnu Sina untuk memperkuat argument dan
pengajaran tentang agama dengan menggunakan akal pikiran meski demikian
Ibnu Sina tidak meninggalkan wahyu. Dengan demikian Ibnu Sina menjadi tokoh
islam-rasionalis yang tetap mengedepankan wahyu sebagai sumber hukum,
namun kemudian dari wahyu tersebut diolah dan diinterprestasi dengan daya akal,
sehingga terbentuk pemikiran sesuai dengan wahyu dan sesuai dengan logika0.

Logika yang digunakan Ibnu Sina sebagai upaya dalam mengungkap ilmu
pengetahuan menjadikan Ibnu Sina seorang psikolog yang mampu memahami
kondisi kejiwaan manusia yang dikemas dalam 4 macam dalil adanya jiwa 0.
Namun pada masa globalisasi sekarang ini, perkembangan ada pada segala macam
aspek teknologi mempengaruhi kejiwaan seseorang, yang ironisnya melanda
sektor pendidikan modern yang salah dalam memahami hakikat jiwa dan fitrah

0
Muhammad ’Athiyah Al-Abrasyi, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Falasifatuha (Pokok-
Pokok Pikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan), ed. by Syamsuddin Asyrafi dkk, Cet. 2 (-: Isa Al-
Babi Al-Halabi Wa Syirkah, 1994). Hlm 9
0
Tedd. D. Beavers, Arabic Contributions to Educational Thougth... hlm 48
0
Ibid 55
0
Imron Mustofa, ‘Konsep Kebenaran Ibnu Sina’, Kalimah, 15.No. 1 (2017), 4–5
<https://www.researchgate.net/publication/317253206_Konsep_Kebenaran_Ibnu_Sina>.
0
Abdullah Nur, ‘Ibnu Sina: Pemikiran Fisafatnya Tentang Al-Fayd, Al-Nafs, Al-
Nubuwwah, Dan Al-Wujûd’, HUNAFA: Jurnal Studia Islamika, 6.1 (2009), 105
<https://doi.org/10.24239/jsi.v6i1.123.105-116>.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

manusia, keadaan menjadi tidak terkontrol ketika karakter dan kejiwaan peserta
didik yang kurang baik, mengakibatkan degradasi moral dan akhlak.

Pendidikan budi pekerti (akhlak) kemudian menjadi penting dan dibahas


oleh Ibnu Sina. Bahwa pendidikan harus bisa mengembangkan seluruh potensi
yang dimiliki manusia menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan
fisik, intelektual maupun budi pekerti dan krateria pendidik sebagai salah satu
fasilitator dalam pendidikan dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan
islam0.

B. PEMBAHASAN
Biografi Ibnu Sina

Ayahnya Ibnu Sina seorang pegawai pemerintahan sering mengundang


guru untuk privat anaknya, beliau belajar filsafat dan ilmu agama. Keluarganya
mempunyai perhatian yang mendalam terhadap filsafat sehingga dikatakan di
lingkungan keeluarganya diwarnai oleh tradisi pemikiran persia yang kuat.
Keluarganya mengikuti paham Syiah Isma’iliyah0. Tentang keterlibatan ayahnya
dalam bidang politik, khususnya politik Syiah Isma’iliyah diceritakan oleh Ibnu
Sina sebagai berikut: “Aku sering mendengarkan perbincangan ayahku dengan
salah seorang propagandis yang menganut Syi‟ah Isma‟iliyah dari mesir. Aku
mengetahui pendirian mereka, tetapi jiwaku tidak mau menerimanya.”
Pernyataan ini menunjukkan bahwa Ibnu Sina, sungguhpun pernah berhubungan
dengan penganut Syi’ah, namun ia bukanlah penganut aliran tersebut. Beliau
mulai belajar sejak umur 5 tahun mempelajari Al-Qur’an dan kesustraan pada
umur sepuluh tahun dan telah menghafal Al-Qur’an, belajar filsafat0.

Pemikiran Ibnu Sina

0
Alwizar, ‘Pemikiran Pendidikan Al-Ghazali’, Jurnal Potensia, 14.1 (2015), 129–49
<https://doi.org/10.21927/literasi.2016.7(2).136-152>.
0
Muhammad ’Athiyah Al-Abrasyi, Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Falasifatuha (Pokok-
Pokok Pikiran Ibnu Sina Tentang Pendidikan), ed. by Syamsuddin Asyrafi dkk, Cet. 2 (-: Isa Al-
Babi Al-Halabi Wa Syirkah, 1994). hlm. 2
0
Ibrahim Madkour, Fi Al-Falsafah Al-Islamiyyah: Manhaj Wa Tarbiqub Al-Juz’ Al-Sani
(Aliran Dan Teori Filsafat Islam), ed. by Zarkasyi A. Salam. Terj. Yudia Wahyudi Asmin, Cet. 1
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995). Hlm 124.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Upaya Ibnu Sina dalam membagi filsafat menjadikan daya berpikir Ibnu
Sina mempunyai dua aspek yaitu aspek teoritis dan praktis. Hal yang teoritis dapat
berkembang pada tingkat akal intelek. Ilmu pengetahuan merupakan penemuan
penting yang berkaitan antar alam semesta. Yaitu adanya lima faktor internal dan
eksternal. Faktor internal diantaranya pengumpulan kembali, memperkirakan,
menggambarkan, membayangkan, dan berpikir dengan akal sehat. Ibnu Sina
mendasarkan teori akalnya pada teori Aristoteles tentang penggerak ruang 0. Bagi
Ibnu Sina, setiap sesuatu mempunyai sebab. Karena sebab sesuatu menunjukkan
keberadaannya, dan sebab gerakan tidak sama dengan sebab wujud. Sedangkan
sebab wujud memberikan eksistensinya, dan sebab gerakan. Menurutnya setiap
kemungkinan pasti memiliki sebab keberadaannya, tetapi sebab-sebab itu tidak
terbatas jumlahnya. Sebab pertama, yang menerima eksistensi bukan dari sebab
sebelumnya, ada dalam dirinya tidak hanya menjadi suatu kemungkinan, tetapi
merupakan wujud yang penting0.

Studi Ibnu Sina mengenai wujud ini dalam pengertian bersekutunya antara
tiap-tiap sesuatu tanpa menjadi (meleburkan) jenis secara keseluruhan adalah
didasarkan pada dua perbedaan asasi yang menonjol pada setiap studinya. Setelah
menetapkan adanya pembedaan asasi, ia menguatkan suatu anggapan bahwa
wujud sesuatu itu ditambahkan kepada hakekat materinya, jika wujud memberi
tiap-tiap dzat atau materi sesuatu hakekat kenyataan, dan atas dasar ini, maka ia
adalah asli. Sedang materi sesuatu (itu sendiri) bukanlah sebagai hakekat batasan
wujud yang lebih banyak diambil oleh akal. Wujud lebih dahulu dari hakekat
materi,dengan menambahkan bahwa wujud segala sesuatu, bukanlah bentuk
wujud yang terpisah dengan totalitas. Karena tiap-tiap wujud satu derajat nur
(cahaya), adalah wujud semata-mata. Sedang satu kesatuan wujud itu, tak sama
(nilai) tingginya, yang tersembunyi di belakang tabir banyaknya hakekat-hakekat
materi dan bentuk-bentuk khusus bagi wujud itu sendiri0.

0
Tedd. D. Beavers, Arabic Contributions to Educational Thougth... hlm 59-60
0
Ibid hlm 60-61
0
Sayyed Husein. Nasr, Tsalatsah Hukama Muslim (Tiga Pemikir Islam Ibnu Sina,
Suhrawardi, Ibnu Arabi), ed. by MG. Terj. Ahmad Mujahid Said, Cet. 1 (Bandung: Risalah
Bandung, 1986). Hlm 23-24
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Filsafat yang digagas Ibnu Sina secara totalitas adalah pembagian hakekat
materi dan wujud, diantaranya wujud mumtani’ (terlarang), mumkin (boleh), dan
wajib. selain daripada itu Ibnu Sina juga membahas tentang hubungan antara tiap-
tiap hakekat dan serta masing-masing wujudnya dalam filsafatnya. Sebagai contoh
apabila seseorang merenungkan suatu hakekat materi dalam pikirannya, ternyata
untuk penerimaan wujud menjadi sesuatu yang tidak mungkin atau dengan makna
lain mustahil, maka disinilah letak mumtani’. Lain halnya jika adanya hakekat
materi yang seimbang, tentu wujudnya menjadi antara ada dan tidak, disinilah
letak mumkin. Namun jika hakekat suatu materi tidak dapat lepas dari wujudnya,
dan tidak adanya itu merupakan kemustahilan maka inilah wajib.

Ibnu Sina membagi makhluk-makhluk atas dasar keadaannya kepada


jauhar (inti) dan ardhan (barang). Jauhar dibagi menjadi 3:

a. Akal, yaitu pemisah totalitas bagi materi dan kekuatan.


Sebagaimana Ahmat tafsir juga menjelaskan bahwa pendidikan diwarnai
dengan pandangan hidup, di antara pandangan hidup yaitu rasionalisme yang
menyatakan memperoleh kebenaran melalui akal dan diukur dengan akal, atau alat
pencari dan pengukur kebenaran adalah akal. Yang mana akal telah digunakan
sebagai mencari kebenaran dari zaman Yunani oleh orang-orang Sophist secara
radikal tetapi sekaligus telah mengindikasikan keterbatasan akal0.

b. Nafsu, meskipun terpisah dari materi namun tetap membutuhkan


jasmani ketika akan berperan.
c. Jasmani, yang menerima pembagian khusus, terdiri atas panjang,
lebar, dan dalam (isi).0
Lahirnya manusia timbul jiwa totalitas yang dinamakan Ibnu Sina sebagai
jiwa yang berbicara atau jiwa insani. Jiwa ini mempunyai dua kekuatan, yang
salah satunya untuk bekerja dan satunya lagi untuk teori0.

Pokok-Pokok Pikiran Ibnu Sina tentang Pendidikan0

0
Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani, Rohani, Dan Kalbu
Memanusiakan Manusia, Cet. 1 (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006). Hlm 46-47.
0
Sayyed Husein. Nasr, Tsalatsah Hukama Muslim... hlm 25-26
0
Ibid hlm 38-39
0
Al-Abrasyi. Al-Tarbiyah Al-Islamiyah Wa Falasifatuha... hlm 12-35
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Ibnu Sina berkontribusi dalam psiko analitik, teknik-teknik terapi penyakit


jiwa dan syaraf. Selain itu Ibnu Sini juga menguasai Ilmu Kedokteran, namun jika
ditilik dari segi pendidikan, berikut pokok-pokok pikiran Ibnu Sina:

1. Kurikulum Tingkat Pertama dalam Pendidikan Islam


Konsep pendidikan yang cukup terkenal dalam dari Ibnu Sina
adalah pendidikan anak. Pandangan beliau ini mengenai kurikulum
tingkat pertama, dikemukakan bahwa pengajaran pada anak
mulanya adalah belajar Al-Qur’an, tentu dengan persiapan fisik
dan mental untuk belajar. Waktu yang bersamaan diajarkan tentang
huruf abjad, dasar-dasar pendidikan agama. Kemudian diajarkan
syair-syair pilihan tentang keutamaan budi pekerti, penghargaan
tentang ilmu, dorongan berbuat baik kepada orangtua & tamu, dan
lain sebagainya.
Mengamati cara mengajar dan belajar anak menurut Ibnu Sina
berarti sangat memperhatikan prinsip-prinsip dalam pendidikan
yakni pelajaran hendaknya dimulai dari hal-hal yang sederhana,
mudah, dan ringan, kemudian baru beralih pada pelajaran yang
lebih sulit. Beliau juga mempertimbangkan kecerdasan seorang
anak, maupun kekuatan ingatannya.
2. Pendidikan Ketrampilan sebagai Bekal Hidup
Ibnu Sina menganjurkan apabila anak telah selesai dari belajar Al-
Qur’an maka hendaknya diberikan pelajaran ketrampilan juga.
Namun harus disesuaikan dengan bakat dan minat anak, dan
tentunya cocok untuk anak. Pola pendidikan ini memang
dikhususkan bagi pendidikan dasar, disamping dilatih untuk
menghafal ayat-ayat pendek, merangkai huruf hijaiyah, merangkai
huruf menjadi kata kemudian kalimat. Lalu diselingi dengan
pengajaran ketrampilan.
Namun tidak memungkiri bahwa lingkungan dan keluarga itu
mempunyai pengaruh yang kuat untuk perkembangan anak,
sehingga anak sering mengikuti jejak orangtuanya.
3. Sifat-sifat yang harus dimiliki pendidik
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Menurut Ibnu Sina seyogyanya pendidik harus berakal sehat, kuat


agamanya, berakhlak mulia, pandai mengambil hati peserta didik,
berwibawa, berkepribadian tangguh, berwawasan luas dan tidak
statis, manis tutur katanya, cerdik, terpelajar, rapi, dan berhati suci.
Ibnu Sina juga menganjurkan bahwa seorang pendidik hendaklah
yang mengetahui dunia anak-anak.
Kunci utama untuk membenahi sistem pendidikan dan
persekolahan adalah mempersiapkan pendidik secara profesional,
sehingga tidak bosan-bosan menegaskan bahwa tidak mungkin
pendidik akan mengajar dengan baik dan berkualitas jika mereka
tidak membekali dirinya dnegan ilmu pengetahuan tentang
pendidikan, tujuan yang ingin dicapai, metodologi pengajaran,
maupun sarana dan prasarananya
4. Pentingnya pendidikan budi pekerti (akhlak)
Perkembangan anak hendaknya diwarnai oleh nilai-nilai kegamaan
yang baik. Dan untuk mewujudkan itu pendidikan agama menjadi
mutlak diperlukan. Begitu pula hendaknya peserta didik diajarkan
seni sastra (syair) yang mengandung nilai positif dan mengarah
kepada pembentukan pribadi dan akhlak yang mulia.
Tujuan dari pendidikan adalah membentuk orang agar berbudi
luhur di samping menumbuhkan kepribadian yang kuat di kalangan
anak-anak. Tidak berlebihan rasanya bila proses belajar-mengajar
yang mengarah pada tercapainya nilai-nilai luhur itu menjadikan
akhlak yang mulia mewarnai kebiasaan hidup di zaman ini.
Dengan kata lain tujuan pendidikan budi pekerti adalah
membentuk orang-orang yang terpelajara yang memiliki kemauan
yang kuat, berakhlak mulia, senang berbuat kebajikan dsb.
5. Pentingnya memilih teman yang baik akhlaknya
Seorang anak biasanya akan meniru kebiasaan temannya. Sebab
kecenderungan meniru itu merupakan pembawaan setiap anak
sejak kecil seperti menirukan apa saja yang menarik bagi dirinya.
Hanya dengan suri tauladan yang baik kita bisa menanamkan budi
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pekerti dan kebiasaan-kebiasaan baik pada diri anak dan


menjauhkan dari perbuatan hina.
Naluri anak yang ingin bergaul itu menurut Ibnu Sina merupakan
salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pendidikan budi
pekerti.
6. Menggembirakan anak
Menggembirakan anak sangat berguna sekali untuk pengembangan
dan pertumbuhan akal pikiran anak, dengan hati mereka yang
gembira mereka akan mengemukakan apa saja yang dilihat dan
didengarnya.
7. Hukuman
Ibnu Sina memberikan gambaran yang komprehensif tentang cara
mendidik anak dan apa saja sanksi yang seharusnya diberikan.
Hukuman yang dianjurkan Ibnu Sina: 1) harus menjaga perasaan
anak, dengan cara yang halus dan penuh kasih sayang, 2) pahami
kebiasaan, tabiat maupun bakat, 3) disesuaikan dengan kesalahan
anak.

Relevansi Pemikiran Ibnu Sina terhadap Pendidikan Modern

Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina direlevansikan dengan


pendidikan modern, masih sangat releven karena konsepnya masih
diimplementasikan di dunia pendidikan, dijelaskan oleh Ahmad Tafsir bahwa
minimal ada lima karakter dalam karakter abad ke 21 ini, salah satunya, bahwa
kesadaran global itu menuntut untuk membina masyarakat baru yang lebih baik
dan mengglobal yaitu hasil dari suatu prestasi dan kreativitas manusia dari
suatu kompetisi, yang berarti masyarakatmega kompetitif itu menuntut
manusia-manusia terbaik, fisik, intlektual, dan moral. Serta pada masa ini
rasionalisme akan berpengaruh semakin kuat, Rasionalisme dalam pandangan
filsafat bahwa alat pencari dan pengukur kebenaran adalah akal0.

Konsepsi pendidikan Ibn Sina ini masih sangat relevan bila


diaplikasikan di zaman sekarang. Mengingat, pendidikan yang diaplikasikan
0
Ahmad Tafsir. Filsafat Pendidikan Islami Integrasi Jasmani... Hlm 195
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

oleh Ibnu Sina ini sesuai dengan kebutuhan era sekarang, bahkan di sekolah-
sekolah unggulan saat ini masih banyak yang mengusung model pendidikan
seperti yang diaplikasikan oleh Ibn Sina, mulai dari tujuan pendidikannya
sampai kriteria seorang guru yang diharapkan dalam pendidikan Islam. Dengan
demikian, konsep yang diimplementasikan oleh Ibn Sina benar-benar
mengupayakan peningkatan mutu pendidikan Islam0.

Konsep kurikulum yang ditawarkan Ibnu Sina direlevansikan dengan


pendidikan modern:

a. Pertama, dalam penyusunan kurikulum hendaklah


mempertimbangkan aspek psikologis anak.
b. Kedua, kurikulum yang diterapkan harus mampu mengembangkan
potensi anak secara optimal dan harus seimbang
c. Ketiga, kurikulum yang ditawarkan Ibn Sina bersifat pragmatis-
fungsional
d. Keempat, kurikulum yang disusun harus berlandaskan kepada
ajaran dasar dalam Islam
e. Kelima, kurikulum yang ditawarkan adalah kurikulum berbasis
akhlak dan bercorak integralistik
Karakteristik metode pengajaran ala Ibnu Sina:

a. Pertama, pemilihan dan penerapan metode harus disesuaikan


dengan karakteristik materi pelajaran.
b. Kedua, metode juga diterapkan dengan mempertimbangkan
psikologis anak didik
c. Ketiga, metode yang ditawarkan tidaklah kaku, akan tetapi dapat
berubah sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak didik
d. Keempat, ketepatan dalam memilih dan menerapkan metode sangat
menentukan keberhasilan pembelajaran
Relevansi konsep dan pemikiran Ibnu Sina dengan tujuan pendidikan di
Indonesia
0
Miftaku Rohman, ‘Konsep Pendidikan Islam Menurut Ibn Sina Dan Relevansinya
Dengan Pendidikan Modern’, Epistemé: Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, 8.2 (2013), 279–
300 <https://doi.org/10.21274/epis.2013.8.2.279-300>.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

a. Sesuai dengan falsafah negara (Pancasila) & UUD 1945


Pada core Ketuhanan yang Maha Esa, sesuai dengan Konstitusi (UUD-45)
pada core mencerdaskan kehidupan bangsa, UUD-45 pasal 31 ayat 3 yang
diturunkan ke pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa “Pendidikan Nasional adalah bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa,kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreativ, madiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

b. Sesuai dengan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen


Tentang konsep pendidik menurut Ibnu Sina jika direlavansikan dengan
UU No. 14 Tahun 2005 yaitu tentang Guru dan Dosen bab IV bagian kestau
tentang kualifikasi, kompetensi dan sertifikasi. Pasal 8 dinyatakan bahwa guru
wajib memiliki kualifikasi, akademik, kompetensi, sertifikasi pendidikan, sehat
jasmani dan rohani,serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.

c. Menurut penulis
Hemat penulis metode yang diterakan Ibn Sina menjadi tawaran menarik
untuk diterapkan di Indonesia. Dominasi pendidikan akhlak yang digadang dan
mempertimbangkan psikologis anak menjadi titik fokus yang penting. Meski
demikian dewasa ini dalam pendidikan Indonesia berganti-gantinya kurikulum
juga pastinya sudah menyesuaikan dengan ke-Bhineka-an yang dimiliki Indonesia
yang tidak bisa diterapkan di Indonesia jika harus berlandaskan ajaran Islam.
Indonesia dengan kemajemukannya terdiri atas beberapa suku, ras, dan agama
yang berbeda.

Demikian halnya adanya reward and punishment menambahkan kesan


berlebih pada metode Ibn Sina ini dengan pragmatis fungsionalisnya. Jika
berlebihan dan dibiasakan seperti itu justru tidak baik untuk psikologis anak.
Dimana anak akan melakukan segala hal bukan sesuai dengan panggilan hati,
namun karena stimulus reward dari luar.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

C. KESIMPULAN
Konsep pemikiran Ibn Sina tentang pendidikan adalah pendidikan yang
berupaya untuk membentuk insan kamil (manusia sempurna) meski rasionalis
namun tetap mengedepankan wahyu sebagai sumber hukum. Sebagaimana
disebutkan dalam tujuh substansi pokok pemikiran pendidikan Ibnu Sina yang
dikutip dari buku Muhammad ‘Athiyah Al-Abrasyi. Relevansi pemikiran Ibnu
Sina tentang pendidikan dengan dunia modern dalam lingkup Indonesia sesuai
dengan landasan negara baik pancasila maupun UUD 1945 dan beberapa
peraturan (undang-undang) terkait sebagai pendukung bagi pelaksanaan
pendidikan di dunia modern, yaitu pendidikan yang menyentuh setiap aspek
kehidupan peserta didik.

BAB XIV
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM IBNU KHALDUN
(PRAGMATIS – INSTRUMENTAL)
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

(Fyrdaus Dony Fadholy)

A. PENDAHULUAN
Pendidikan lebih daripada sekadar pengajaran; yang terakhir ini kan dapat
dikatakan sebagai proses transfer ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan
pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan
demikian, pengajaran lebih berorientasi pada pem-talit bentukan "tukang-tukang"
atau para spesialis yang terkurung dalam ruang spesialisasinya yang sempit,
karena itu, perhatian dan minatnya lebih bersifat teknis0.
Secara rinci, menurut Tobroni tujuan PAI dapat dijabarkan dalam dua
perspektif, yaitu perspektif pembentukan manusia (individu) ideal dalam arti
biologis, psikologis, dan spiritualitas. Selanjutnya adalah perspektif pembentukan
masyarakat (makhluk sosial) ideal dalam arti sebagai warga negara atau
kemasyarakatan." Dari kedua perspektif tersebut, sesungguhnya Pendidikan Islam
hendaknya bisa membentuk manusia yang punya kemantapan akidah, kedalaman
spiritual, keluhuran akhlak (etika), keluasan ilmu, dan kematangan profesional.
Inilah yang disebut sebagai gambaran manusia ideal (waladun saleh) yaitu
memiliki integritas dan keutuhan (insan kamil).0
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Ibnu Khaldun
Nama lengkapnya adalah Abdul Rahman Abu Zayd Waliyuddin Ibn
Khaldun Al-Maliki Al-Khadrami. Lahir pada 733H/1332M di Naisabur, dan
meninggal dunia pada 808H/1404M dalam usia 74 tahun0.
Sebuah ciri khas yang melatarbelakangi kehidupan Ibn Khaldun adalah ia
berasal dari keluarga politis, intelektual,dan aristokrat. Suatu latar belakang
kehidupan yang jarang dijumpai orang. Keluargpanys sebelum menyeberang ke
Afrika, adalah para pemimpin politik di Moorish, Spanyol, selama beberapa abad.

0
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi danModerenisasi di Tengah....(Jakarta: Kencana
Prenadamedia Group,2012), hlm. 4
0
Rifqi Amin, Pengembangan Pendidikan Agama Islam, (Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2015),
hlm.144
0
Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013),
hlm. 123
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dalam keluarga elit semacam inilah ia dilahirkan pada tanggal 27 Mei 1332 di
Tunisia.
Latar belakang keluarga dan saat ia dilahirkan serta menjalani hidupnya
nampaknya merupakan faktor yang menentukan dalanm erkemban intelektual ke
dalam dirinya, sedangkan masa ketika ia hidup yang ditandai oleh jatuh
bangunnya dinasti dinasti Islam, terutama dinasti ikirannya. Keluarganya telah
mewariskan tradisi ilmu sosialnya serta filsafatnya Sebagaimana para pemikir
Islam lainnya, pendidikan masa kecil nya berlangsung secara tradisional. Artinys,
ia harus belajar membaca al-Qur an, hadits, fiqih, sastra, dan nahu sharaf dengan
sarjana-sarjana terkenal pada waktu itu. Pada umur 20 tahun ia telah bekerja
sebaga sekretaris Sultan Fez di Maroko0.
Selanjutnya pada tahun 1.362 Ibn Khaldun menyeberang ke spanyol dan
bekerja pada raja Granada. Di Granada ia menjadi utusan raja untuk berunding
dengan Pedro, raja Granada, raja Castila, sedangkan di Sevilla, karena
kecakapannya yang luar biasa, ia ditawari bekerja oleh penguasa Kristen itu.
Sebagai imbalannya, tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepada
Ibn Khaldun. Tetapi Khaldun memilih tawaran yang sama dari raja Granada.
Kesanalah ia memboyong keluarganya dari Afrika.
Khaldun tidak lama di Granada. Kecakapan dan prestasinya yang
diperlihatkan selama itu telah menimbulkan iri hati Perdana Menteri. Itulah
sebabnya ia kembali menyeberangi Gibraltar untuk kembali ke Afrika, kemudian
ia diangkat menjadi perdana menteri oleh Sultan Aljazair, Bongi Namun, antara
tahun 1.362-1.375 bukanlah masa tenang dalam kehidupan Khaldun. Pada masa-
masa itu pergolakan-pergolalk an politik yang sering ditandai dengan
pembunuhan dan penumbang tuan, kesetiaan dan tem- pulan an pat mengembara
ke Maroko dan Spanyol, hidup dengan kabilah-kabi mn lah Badui di Aljazair, dan
beberapa kali memimpin pasukan tentara d dalam medan pertempuran.
Ketenangan hidup baru ia jumpai setelah melepaskan semua jabatan
resminya. Dan pada waktu itulah ia menciptakan karyanya yang monumental,
yaitu Muqaddimah dan kitab Sejarah Alam Semesta. Setelah itu ia kembali ke
Tunisia. Namun, oleh karena ia menghadapi masalah yang sama seperti yang

0
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 171
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dialami di Granada, maka ia memutuskan diri untuk naik haji. Dan pada tahun
1.382 ia pergi ke Iskandariah. Tetapi dalam perjalanan hajinya ia singgah di
Mesir. Raja dan rakyat Mesir yang cukup mengenal reputasi Khaldun lah yang
telah menyebabkan ia tidak melanjutkan perjalanan hajinya. Didaerah ini ia
ditawari jabatan guru kemudian ketua mahkamah agung di bawah pemerintahan
dinasti Mamluk0.
2. Karya Tulis
Ibn Khaldun telah mewariskan beberapa karya tulis selain dari bukunya
yang berjudul al-Kitab al-Tbar. Tulisan tersebut tidak disebutkan dalam
otobiografinya, barangkali untuk maksud bahwa Ibn Khaldun memandang dirinya
sendiri sebagai sejarawan yang pertama dan utama, dan hendak dikenal sebagai
penulis al-Kitab al-Ibar. Dari sumber lain kita dapat mengetahui bahwa ada
beberapa karya tulis lain khususnya yang disusun selama ia tinggal di Afrika
Utara dan Andalusia. Bukunya yang pertama adalah Lubabu al-Muhassal, sebuah
buku tentang penjelasan ilmu kalam dari Fakhr al-Din al-Razi, yang ia tulis ketika
usia 19 tahun di bawah pengawasan gurunya al-Abili di Tunisia. Karya tulis
tentang tasawuf yang berjudul Sifa' al-Saril disusun sekitar tahun 1371 M di Fez
Maroko. Sementara itu, di istana Muhammad V, Sultan Granada, Ibn Khaldun
menyusun kitab tentang logika, 'allaqa li al-Sultan.
Kitab al-'Ibar yang judul lengkapnya adalah Kitäbu l-ibaar wa Diwaanu I-
Mubtada' wa I-Habar fi tarikhi l-arab wa l-Barbar wa man Asarahum min Dawi
Ash-Sha'n I-Akbar merupakan karya tulis utama Ibn Khaldun yang pada mualanya
dipahami sebagai scjarah Barbar. Lantas, fokus kajiannya diperluas menjadi
bentuk akhir yang meliputi antropologi untuk bisa disebut sebagai "sejarah
universal" Buku tersebut dibagi dalam tujuh bab, bagian pertamanya adalah buku
Mukaddimah yang kemudian bisa dijadikan sebagai sebuah buku tersendiri. Bab
dua sampai lima mencakup sejarah manusia sampai pada zaman kehidupan ibn
Khaldun. Bab enam dan tujuh mencakup sejarah masyarakat Barbar dan Maghrib,
di mana bab iní masih bermanfaat bagi sejarawan saat ini mengingat mereka
mendasarkan pada pengetahuan pribadi Ibn Khaldun tentang Barbar.

0
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), hlm. 172-173
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Karya monumental Ibn Khaldun yang dikenang sepanjang mass adalah


Mukaddimah atau Mukaddimah lbn Khaldun. Naskah Mukaddimah dalam bentuk
yang pertama, di samping bagian-bagiannya dari al-‘Ibar, dilhadiahlan oleh Ibn
Khaldun kepada Sultan Abu al-‘Abbas (Sulan Tunisia) pada tahun 784 H. setelah
itu dia merevisinya dan melengkapinya dengan berbagai pasal yang belum ada
sebelumnya.
Selain al-lbar dan Mukaddimah, ada pula karya lainnya yang bernama al-
Ta’rif. Karya ini dapat dipandang semacam otobiografi. Pada mulanya a-Ta’rif
dijadikan lampiran kitab al-‘Ibar. Dalam karya al-Ta'rif, Ibn Khaldun
menguraikan sebagian besar peristiwa yang dialami dalam kehidupannya,
kasidah-kasidah yang dia susun dan surat-surat yang dia kirimkan kepada tokoh-
tokoh penting pada masanya atau ia terima dari mereka. Ibn Khaldun
merampungkan al-Ta’rif pada tahun 797 H, dengan judul al-Tatrif Ibn Khaldun,
Muallf hadza al-Kitab. Sedang karya lainnya adalah berupa komentarnya terhadap
beberapa buku, seperti Burdah Dia juga mengikhtisarkan banyak karangan Ibn
Rusyd, al-Muhassal karya al-Razi, menyusun sebuah karya di bidang matematika
dan memberi komentar sebuah karya di bidang ushul fiqh dengan uraian yang
benar benar bermutu. Sebenarnya masih banyak karya Ibn Khaldun, namun tidak
sampai ke tangan kita0.
3. Pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun
Ibn Khaldun berpendapat bahwa tidak cukup bagi seorang guru untuk
melengkapkan diri dengan ilmu saja, sebagai pengetahuan yang harus disediakan
oleh guru kepada murid. Beliau menyarankan, agar kita dapat memperbaiki cara
menyampaikan ilmu kepada golongan muda atau kanak-kanak. Cara dimaksud
hendaknya tidak menggunakan satu cara saja dalam mempelajari ilmu
pengetahuan melainkan memerhatikan dimensi psikologi dan tahap kesiapan
mental dan bakat ilmiah0.
Ibn Khaldun berpendapat agar guru menggunakan sesuatu metode
pengajaran (thariqah), walaupun ia menggunakan materi pengajaran (madah) pada
saat mengajar ilmu tersebut, akan tetapi metode dan materi merupakan sesuatu hal

0
Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013),
hlm 127-129
0
Ibid.. hlm. 133
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yang berbeda. Hubungan antara metod dan materi adalah saling memerlukan
antara satu sama lain sewaktu melakukan proses pengajaran. Ini karena metode
akan membantu materi ilmu tersebut agar dapat disampaikan dengan baik0.
Ibnu Khaldun adalah satu-satunya tokoh dari aliran pragmatis-instrumen.
Berikut adalah pandanga Ibnu Khaldun terhadap konsep pendidikan Islam jika
dilihat dari berbagai sudut pandang.
a. Tujuan pendidikan
Ketahuilah, perbendaharaan ilmu manusia adalah jiwa manusia sendiri.
Di dalamnya Allah telah menciptakan persepsi, yang bermanfaat baginya
untuk berpikir dan, lalu, untuk memperoleh hasi pengetahuan yang ilmiah.
Pertama-tama dimulai dengan proses (tashawwur) terhadap realitas-realitas
dan kemudian dilanjutkan dengan penegasan atau negasi penyangkalan,
atribut-atribut esensial rentetan realitas, baik langsung maupun melalui sesuatu
perantara.
Kemampuan manusia berpikir pun akhirnya melahirkan situasi
problematik yang ia coba memecahkannya secara afirmatif atau negatif.
Apabila suatu gambaran ilmiah telah tegak di dalam pikiran melalui berbagai
usaha ini, maka ia harus dikomunikasikan kepada orang lain, melalui
pengajaran atau diskusi, mengasah pikiran dengan mencoba menunjukkan
kebenarannya0. Atas dasar pemikiran tersebut, maka tujuan pendidikan
menurut Ibn Khaldun adalah peningkatan kecerdasan manusia dan
kemampuannya berfikir. Dengan kemampuan tersebut, manusia akan dapat
meningkatkan pengetahuannya dengan cara memperoleh lebih banyak warisan
pengetahuan pada saat belajar.

Dalam Kitab Muqaddimahnya Ibnu Khaldun menjelaskan berbagai


macam ilmu pengetahuan. Penulis dapat menjelaskan bahwa tujuan
pendidikan Islam menurut Ibnu Khaldun dalam penjelasannya itu dapat
dibagi kepada 2 bagian:

0
Ibid
0
Thoha Ahmadie, Terjemahan Muqaddimah Ibnu Khaldun (Jakarta : Tim Pustaka Firdaus, 2000),
hlm.742
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

1) Tujuan pendidikan yang berorientasi kepada akhirat. Ibnu

khaldun menjelaskan dalam Kitab Muqaddimahnya bahwa


mengajarkan anak-anak mendalami Alqur’an merupakan suatu
simbol dan pekerti Islam, orang Islam memiliki Alqur’an dan
mempraktekkan ajarannya, dan menjadikan pengajaran, ta’lim, di
semua kota mereka. Hal ini akan mengilhami hati dengan satu
keimanan dan memperteguh keimanan, serta memperteguh
keyakinan kepada Alqur’an dan Hadis.
2) Tujuan pendidikan yang berorientasi kepada duniawi, dalam
Muqaddimahnya juga Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa
pendidikan sebagai salah satu industri yang berkembang di
dalam masyarakat. Ibnu khaldun berpendapat bahwa industri
ini berkembang di dalam masyarakat manapun karena ia
sangat penting bagi kehidupan inidividu didalamnya. Pertama-
tama berkembang industri yang sederhana asasi dan
dibutuhkan di dalam kehidupan seperti pertanian, pembangunan,
pertukangan, pertukangan kayu dan jahit menjahit. Hal ini
merupakan ilmu praktis yang sifatnya sederhana dan khas,
sedangkan pekerjaan yang bersifat kompleks seperti kedokteran,
administrasi, dan kesenian0.
b. Pendidik
Ibn Khaldun memandang bahwa pengajaran dipandang sebagai suatu skill.
Karenanya, ia melakukan suatu reaksi dan rekonstruksi terhadap keformalan
kosong metodologi pengajaran pada zamannya. Metode yang lazim dipakai
pada saat itu adalah drill dan penghafalarn (tahfiz), sehingga timbul gejala
verbalistik dan membeo. Reaksinya terhadap realitas ini adalah memunculkan
gagasan pengajaran tiga tahap, yaitu:

1) Tahap Penyajian Global (sabil al-ljmal)


0
Jurnal Al-Muta’aliyah STAI Darul Kamal NW Kembang kerang Volume I No 1 Tahun 2017
Lisnawati, KONSEP IDEAL PENDIDIKAN ISLAM MENURUT PANDANGAN IBNU KHALDUN
DAN HUBUNGANNYA DALAM KONTEKS PENDIDIKAN MODERN, akaes pada web.
https://media.neliti.com/media/publications/181415-ID-konsep-ideal-pendidikan-islam-menurut-
pa.pdf, Pukul 16.30 hari Jumat 1 Maret 2019
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Pada tahap ini, guru menyajikan kepada peserta didik hal-hal pokok,
problem-problem prinsip dari setiap materi pembahasan dalam bab-bab
dari suatu disiplin atau aspek keterampilan. Keterangan- keterangan
diberikan secara global (ijmak) dengan memerhatikan potensi intelek (aql,
intellectual potentiality) dan kesiapan (isti dad) peserta didik untuk
menangkap apa yang diajarkan kepadanya. Apabila dengan jalan itu
seluruh pembahasan pokok telah dikuasai, maka dia telah memperoleh
suatu malakah dalam cabang ilmu yang dipelajarinya, meskipun barulah
sebagai malakah yang belum lengkap, masih bersifat parsial (juz'iyyat wa
da'ifah, unapproximate and weak). Hasil keseluruhannya ialah bahwa
malakahnya itu telah menjadi bekal awal (entry behavior) untuk
menyiapkan dia agar memahami pembahasan pokok itu secara
keseluruhan dengan segala seluk beluknya. Ibn Khaldun menyebut
langkah ini sebagai tahap penyajian global (ijmal).
2) Tahap Pengembangan (al-syarh wa al-bayan)
Guru menyajikan dan melatihkan lagi pengetahuan atau keterampilan
dalam pokok bahasan itu kepada peserta didik dalam taraf yang lebih
tinggi. Kali ini guru tidak boleh puas dengan cara global (ijmal) saja, tetapi
dia harus menyertakan ulasan tentang berbagai aspek yang menjadi
kontradiksi di dalamnya. Disertakan pula ragam pandangan (teori) yang
terdapat pada materi tersebut. Pada tahap ini pembahasan keseluruhannya
sekali lagi diliput hingga makalah peserta didik menjadi lebih
disempurnakan. Tahap kedua ini disebut gembangan (al-syarh wa al-
bayan), sebab di sini materi pelajaran lebih dikonkretkan pula dengan
berbagai contoh (termasuk peragaan) dan perbandingan-perhandingan
seperlunya0.
3) Tahap Penyimpulan (takhallis)
Pada tahap ini guru menyajikan lagi pokok bahasan yang telah mendalam
dan rinci dalam konteks yang menyeluruh sambil memperdalam aspek-
aspeknya dan menajamkan pemahamannya Semua masalah yang

0
Terdapat juga pada buku Terjemahan Muqaddimah Ibnu Khaldun (Jakarta : Tim Pustaka Firdaus,
2000), hlm. 752
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dipandang urgen dan sulit serta kabur harus dituntaskan Pada tahap pem
Pencapaian malakah peserta didik akan lebih sempuma.
Proses belajar berakhir setelah tiga tahap penstrukturan paikan, namun
yang terakhir ini dilakukan secara lebih ungkasan ini memungkinkan hal ulangan
yang berkali-kali itu tidak dibutuhkan0.
c. Kurikulum
Ibn Khaldun membuat klasifikasi ilmu dan menerangkan pokok-pokok
bahasannya bagi peserta didik. Ia menyusun kukikulum yang sesuai sebagai salah
satu sarana untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
Ketahulah bahwa ilmu pengetahuan yang dikenal umat manusia terdiri dari
dua jenis. Pertama, ilmu pengetahuan yang dipelajari karena faedah yang
sebenarnya dari ilmu itu sendiri, seperti ilmu-ilmu agama, syar'iyyat (tafsir, hadits,
fiqih, dan ilmu kalam), ilmu-ilmu alam (thabi'iyyat) dan sebagian dari filsafat
yang berhubungan dengan ketuhanan, metafisika (ilahiyyat).0
Yang kedua, ilmu-ilmu yang merupakan alat untuk mempelajari golongan
ilmu pengetahuan jenis yang pertama itu. Ke dalamnya termasuk ilmu bahasa
Arab, ilmu hitung, dan ilmu-ilmu lain yang membantu mempelajari agama, serta
ilmu logika yang membantu untuk mempeajari filsafat. Kadang-kadang logika
juga dipergunakan oleh para sarjana yang datang kemudian untuk mempelajari
ilmu kalam dan ushul fiqih0.
d. Metode Mengajar
Metode mengajar menurut Ibnu Khaldun harus berjalan sesuai dengan
tahapan perkembangan akal manusia. Akal berkembang dimulai dengan mengerti
tentang masalah-masalah yang paling sederhana dan mudah, kemudian meningkat
mengerti tentang masalah yang agak kompleks, kemudian lebih kompleks.
Metode mengajar yang disampaikan oleh Ibn Khaldun yaitu seperti yang
dilakukan oleh orang Maghribi yaitu dengan tidak mencampur adukkan pelajaran
Al-Quran dengan pelajaran-pelajaran lainnya di dalam kelas-kelas majelis

0
Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2013),
hlm. 140-141
0
Thoha Ahmadie, Terjemahan Muqaddimah Ibnu Khaldun (Jakarta : Tim Pustaka Firdaus, 2000),
hlm.757
0
Ibid
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

ta’limnya. Mereka mengajarkan pelajaran-pelajaran dengan terpisah sehingga


murid benar-benar ahli Al-Quran0.
e. Hukuman
Hukum yang keras di dalam pengajaran, ta’lim, berbahaya pada si murid
khususnya bagi anak-anak kecil. Karena itu termasuk tindakan yang dapat
menyebabkan timbulnya kebiasaan buruk, baik terhadap pelajar maupun hamba
sahaya atau pelayan, dapat mengakibatkan bahwa kekerasan itu sendiri akan
merguasai jwa dan mencegah perkembangan pribadi anak yang bersangkutan.
Kekerasan membuka jalan ke arah kemalasan dan keserongan, penipuan serta
kelicikan. Berupa, misalnya, tindak tanduk dan ucapannya berbeda dengan yang
ada dalam pikiran karena takut mendapatkan perlakuan tirani bila mereka
mengucap kan yang sebenarnya. Maka, dengan cara itu mereka diajari licik dan
menipu. Kecenderungan-kecenderungan ini kemudian menjadi kebiasaan dan
watak yang berurat-berakar di dalam jiwa.0
Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun tidak setuju jika mendidik anak
dengan menggunakan kekerasan, karena akan berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan anak yaitu menyebabkan kelemahan dan tidak sanggup membela
kehormatan diri dan keluarga, karena anak tidak memiliki kemauan dan semangat
yang berfungsi amat penting dan memperoleh keutamaan dan akhlak yang baik.
4. Relevansi Paradigma Ibnu Khaldun Pada Pendidikan Islam Masa Kini
Dengan laju perputaran kondisi jaman yang semakin berkembang dan
berubah, tentu waktu yang telah berjalan tidak bisa digantikan oleh waktu
sekarang, begitu juga dengan kondisi pada masa lalu tidak bisa digantikan atau
relevan dengan masa kini. Oleh karena itu, dalam hal cara berpikir dan cara
memandang seorang tokoh tentunya tidak selalu relevan untuk diaplikasikan ke
segala dimensi waktu dan ruang, terlebih tokoh-tokoh pemikir klasik.
Namun pemikiran ibnu khaldun banyak yang masih relevan jika diaplikasikan
untuk pendidikan islam masa kini. Hal ini bisa dilihat dalam hal menetapkan
tujuan pendidikan. Tinjauan filsafat yang digunakan ibnu khaldun sangat nampak,
meski juga sangat pragmatis untuk memasukkan unsur mencari kehidupan dalam
tujuan pendidikan. Begitu juga dengan pandangan ibnu khaldun tentang materi
0
Ibid .., hlm. 759
0
Ibid ,.,, hlm. 763
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan kurikulum menunjukkan bahwa ibnu khaldun memang matang berpikirnya


dan dalam pengajaran al-qur’an patut diutamakan sebelum mengembangkan ilmu-
ilmu yang lain. Hal yang tidak berbeda jauh adalah prinsip ibnu khaldun bahwa
belajar bukan penghapalan di luar kepala, namun pemahaman, pembahasan dan
kemampuan berdiskusi.
Ibnu khaldun dalam menjelaskan materi dan kurikulum yang diajarnya dalam
metode pendidikan selalu mempehatikan bahasa sebagai jembatan memperoleh
ilmu. Ibnu khaldun menganjurkan agar pada anak-anak sebaiknya terlebih dahulu
diajarkan bahasa arab sebelum ilmu-ilmu lain, karena bahasa adalah merupakan
kunci untuk menyingkap semua ilmu pengetahuan. Menurut ibnu khaldun,
mengajarkan al-qur’an mendahului pengajarannya terhadap bahasa arab akan
mengkaburkan pemahaman anak terhadap al-qur’an itu sendiri, karena anak akan
membaca hal-hal yang tidak mengertinya.

BAB XV
PEMIKIRAN FAZLUR RAHMAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

TENTANG PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA


MODERN
(Muhammad Rizki Habibi)

A. Latar Belakang Masalah


Bukan rahasia lagi bahwa pendidikan Islam masih menghadapi berbagai
persoalan, baik yang bersifat teoritis konseptual maupun praktis. Diantara masalah
teoretis konseptual yang paling memerlukan pemikiran lebih mendalam adalah
persoalan epistemologi. Proses keilmuan di dalam Islam, pada dasarnya telah
banyak digariskan dari sumber al-Qur’an. Al-Qur’an yang masuk dalam kategori
perennial knowledge banyak memberikan abstraksi tentang pola pendidikan
Islam. Namun dalam perkembangannya, pemaknaan substansi al-Qur’an banyak
diwarnai oleh logika manusia tanpa memandang aspek sejarah Sehingga
terkadang kandungan murni dalam al-Qur’an mengalami distorsi. Dari distorsi
semacam inilah, nilai minus keagamaan muncul dan mulai berkembang biak.
Perjalanan waktu yang semacam ini sangat menuntut kepedulian semua umat
Islam untuk berbenah diri.
Persoalan yang kemudian muncul kepermukaan adalah klaim stagnasi
pendidikan Islam. Islam tidak mampu menyelesaikan problema sosial yang terkait
dengan kemunduran pendidikan oleh karenanya, semangat untuk maju juga patut
ditanamkan dengan pandangan-pandangan historis. Islam mempunyai sejarah
pendidikan yang ditapaki dari bentuk “pendidikan sederhana” dari proses yang
panjang, wajah pendidikan islam nampak berdimensi. Hal ini dimaksudkan bahwa
islam mempunyai lambang peta perjalanan pendidikan yang berjalan silih
berganti. Disinilah Fazlur Rahman memberikan peran aktif sumbangsi sebuah
konsep dan pemikiran dalam perubahan pendidikan.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

B. Pembahasan
1. Sekilas tentang fazlur rahman
Fazlur rahman lahir di India Britania, di satu daerah yang kini menjadi
bagian di Pakistan, pada 21 September 1919 dan meninggal di Chicago, pada
26 juli 1988. Ketika wafat, beliau adalah Harold H. Swift Distinguished
Service Professor of Islamic Thought di Departement of Near Eastern
Languages and Civilizations, University of Chicago, tempatnya bekerja sejak
1969. Pada 1983, Rahman dianugerahi Giorgio Levi Della Vida Medal in
Islamic Studies atas karyanya di bidang agama, filsafat, dan hukum Islam.0
Setelah mendalami kajian-kajian keislaman tradisional secara formal
maupunn informal dimasa mudanya, beliau melanjutkan studi ke Universitas
Punjab di Lahore hingga mendapatkan gelar M.A. dalam bahasa Arab pada
tahun 1942. Selepas lulus, beliau bekerja di sana sebagai peneliti selama tiga
tahun dan disanalah beliau mulai mengambangkan beberapa aspek khas dari
pemikirannya kemudian.
Masa itu adalah masa yang genting dan penuh guncangan dalam
sejarah sub-kontinen India mengingat Liga Muslim India terus mendesak
pemerintah colonial Britania untuk membentuk Negara Muslim terpisah di
India. Pada 1946 setahun sebelum pemisahan dan pembentukan Pakistan,
Rahman meninggalkan India Britania untuk melanjutkan studinya di Inggris.
Pada 1949, beliau memperoleh gelar D.Phil. dari Oxford University atas
disertasinya mengenai ahli kedokteran dan filusuf abad ke-11, ibn sina atau
yang dikenal dibarat sebagai Avicenna.0
Sejak kecil sampai umur belasan tahun, selain mengenyam
pendidikan formal, Fazlur Rahman juga menimba banyak ilmu tradisional
dari ayahnya. Ayahnya adalah seorang kyai yang mengajar di madrasah
tradisional paling bergengsi di anak benua indo-pakistan. 0 Menurut Fazlur
Rahman sendiri, beliau dilahirkan dalam keluarga muslim yang amat
religious. Ketika menginjak usia yang kesepuluh, ia sudah bisa membaca Al-
Quran diluar kepala. Beliau juga menerima hadis dan ilmu syariah lainnya.
0
Fazlur Rahman. 1997. Islam. Tentang pengarang ix
0
Ibid.
0
Taufik Adnan Amal, islam dan tantangan modernitas: Studi Atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman, penerbit Mizan Bandung,1996, hal 79-80.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Menurut beliau, ayahnya berbeda dengan kalangan tradisional yang


memandang modernitas sebagai tantangan yang perlu disikapi, bukannya
dihindari. Beliau aspresitatif terhadap pendidikan modern. Karena itu,
keluarga Rahman disamping kondusf dalam perkenalannya dengan ilmu-ilmu
dasar tradisional, juga bagi kelajutan karier pendidikannya.
2. Latar belakang pendidikan dan pengalaman
Meskipun Fazlur Rahman tidak belajar di Darul Ulum (tempat
ayahnya belajar waktu itu) namun beliau menguasai kurikulum Darze-Nizami
yang ditawarkan di lembaga tersebut dalam kajian privat dengan ayahnya. Ini
melengkapi latar belakangnya dalam memahami islam tradisional dengan
perhatian khusus pada Fikih, Ilmu Kalam, Hadist, Tafsir, Mantiq, dan
Filsafat. Setelah menamatkan sekolah menengah, Fazlur Rahman mengambil
studi bidang sastra Arab didepartemen ketimuran pada Universitas Punjab
Pada tahun 1942.0 Fazlur Rahman giat mempelajari bahasa-bahasa Barat,
sehingga menguasai banyak bahasa. Paling tidak beliau menguasai bahasa
latin, Yunani, Inggris, Perancis, Jerman, Turki, Persia, Arab, dan Urdu 0.
Karena banyak bahasa yang dikuasai, beliau juga mengajar beberapa saat di
Durham University, Inggris. Kemudian Ketika berada di Kanada, beliau
menjabat sebagai Associate professor of philosophy di Islamic Studies,
McGill University, Kanada.
Dalam buku Gunawan Ihktiono tentang konsep pendidikan
nondikotomik dalam perspektif Fazlur Rahman bahwa pada saat Pakistan
menyatakan tekadnya untuk menjadi sebuah “Republic Islam”, Fazlur
Rahman berasumsi bahwa orang-orang yang memikul tanggung jawab telah
memahami persoalan ini. Saat itu beliau masih diluar negri. Dan menurutnya
bahwa suatu Negara yang islami akan mendorong proses perubahan ini,
bahwa islam akan memberikan suatu mekanisme demi pencapaian kemajuan
dan perubahan yang terkontrol dan sehat. Dan itulah yang membuatnya
kembali ketanah airnya.0
3. Perkembangan dan pemikiran karya-karyanya
0
Ibid. hal, 79-80
0
Fazlur Rahman, Gelombang Perubahan, hal.2.
0
Gunawan Ikhtiono, konsep pendidikan nondikotomi dalam perspektif Fazlur Rahman,
hal 34.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dalam buku Gunawan Ikhtiono, Taufik Adnan Amal membagi tiga


tahap dalam perjalanan hidup dan karier Fazlur Rahman. Semua didasarkan
pada karakteristik karya-karyanya: (1) periode awal (decade 50an); periode
Pakistan (decade 60an); dan periode Chicago (decade 70an).0
Ada tiga karya besar yang disusun Rahman pada periode awal :
Avicenna’s Phychology (1952); Avicenna’s De Anima (1959); dan Prophecy
in Islam: Philosophy and Orthodoxy (1958). Dua yang pertama merupakan
terjemahan dan suntingan karya ibn Sina (Avisena). Sementara yang terakhir
mengupas perbedaan doktrin kenabian antara yang dianut oleh para filusuf
dengan yang dianut oleh ortodoksi.
Pada periode kedua (Pakistan), ia menulis buku yang berjudul: Islamic
Methodology in History (1965). Pada Periode Chicago, Rahman menyusun:
The Philosophyi of Mulla Sadra (1975), Major Theme of The Qur’an (1980);
dan Islam and Modernity: Transformation of an Intelektual traditional
(1982).
4. Pemikiran Fazlur Rahman tentang Pendidikan
a. Dasar pendidikan menurut Falur Rahman
Setiap kegiatan membutuhkan landasan yang menjadi dasar untuk
melaksanakan kegiatan tersebut. Tanpa adanya landasan tersebut, maka
keungkinan besar akan mengalami kegagalan. Adanya landasan dasar juga
sangat menentukan tujuan yang hendak dicapai dalam sebuah proses. Oleh
karena itu, dasar kegiatan merupakan awal dari seluruh proses yang akan
berlangsung.
Dalam bidang pendidikan, menurut Fazlur Rahman dalam bukunya Islam
dan modernism, untuk menanamkan watak islam dalam diri pelajar-pelajar
yang masih muda, kemungkinan besar tidak akan berhasil apabila bidang-
bidang ilmu pengetahuan pada taraf yang lebih tinggi tetap dibiarkan
sepenuhnya sekuler, yakni tanpa tujuan dalam kaitannya dengan efeknya bagi
masa depan ummat manusia.0 Maka landasan yang akan ditanamkanpun harus
berorientasi untuk jangka waktu yang bersifat ganda, yakni dunia dan akhirat.

0
Ibid. hal 34
0
Gunawan Ikhtiono, konsep pendidikan nondikotomi dalam perspektif Fazlur Rahman,
hal,40.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Artinya selain mempelajari ilmu agama sebagai dasar hidup (way of live) juga
mempelajari ilmu pengetahuan umum.
Sumber nilai yang menjadi dasar pendidikan itu adalah Al-Qur’an dan
Hadist serta hasil ijtihad, Al-Qur’an memberikan nilai yang sangat tinggi
kepada ilmu. Al-Qur’an dengan tegas berpandangan bahwa semakin banyak
ilmu yang dimiliki seseorang, akan semakin bertambah pula iman dan
komitmennya terhadap islam. Dan secara mutlak tidak ada pandangan lain
mengenai hubungan antara ilmu dan iman yang bisa diseumberkan dari Al-
Qur’an.0
Menurut Fazlur Rahman juga, bahwa sumber segala pengetahuan yang
dinyatakan al-Qur’an ada tiga yakni alam fisik, alam pikiran manusia (al-
anfus), dan sejarah ummat manusia.0 Selanjutnya, beliau mengemukakan
bahwa terdapat tiga karakteristik mendasar dari pengetahuan manusia,
pertama, pengetahuan tersebut berakar dalam observasi dan eksperimentasi.
Kedua, pengetahuan itu pada hakikatnya selalu berkembang dan dinamis.
Ketiga, pengetahuan merupakan sesuatu keseluruhan organis.0
b. Fungsi Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Fungsi pendidikan islam sesungguhnya sangat berkaitan dengan fungsi
ajaran islam itu sendiri dalam rangka kehidupan baik secara individu maupun
masyarakat. Pendidikan islam berupaya menyadarkan manusia akan
kedudukan dan fungsinya yang akan berperan sebagai khalifah Allah di
permukaan bumi, menyadarkan kedudukan dan fungsi manusia dalam rangka
tanggung jawab kemasyarakat, menyadarkan manusia terhadap pencipta alam
dan mendorongannya untuk beribadah kepada-Nya dalam mengaktualisasikan
fitrahnya, serta menyadarkan manusia dalam rangka mengambil manfaat
dalam mewujudkan kesejahteraan di dunia sebagai sarana kebahagiaan hidup
diakherat.0
Fungsi pengembangan potensi, fungsi ini mencerminkan bahwa
pendidikan sebagai pengembangan segenap potensi manusia dalam

0
Fazlur Rahman. Islam dan Modernitas, op.cit. hal,525
0
Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, hal, 133.
0
Ibid, hal, 133.
0
Abd Rahman Abdullah. 2002. Aktualisasi Konsep Dasar Pendidikan Islam, rekontruksi
pemikiran dalam tinjauan filsafat pendidikan Islam. Penerbit UII Press jgjakarta. Hal. 57.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kehidupannya. Manusia mempunyai sejumlah potensi atau kemampuan


sedangkan pendidikan merupakan suatu proses untuk menumbuhkan dan
mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki dalam arti berusaha untuk
menampakkan dan mengembangkan (aktualisasi) berbagai potensi dasar yang
akan dikembangkan bagi kehidupan manusia.0
Namun menurut Fazlur Rahman, kekuatan kogniitif setiap orang tidak
sama, dan tingkatan-tingkatan perbedaan ini tidak terbatas, sebanyak jumlah
manusia itu sendiri. Begitu pula persepsi moral dan religious juga sangat
berbeda dari sebuah persepsi yang semata-mata persepsi intelektual, karena
suatu kualitas intrinsic dari persepsi, ia juga membawa dan menjadikan
subyeknya tertransformasikan secara signifikan.0
c. Tujuan Pendidikan Menurut Fazlur Rahman
Dalam perpektif sejarah, Fazlur Rahman mengatakan bahwa tujuan
pendidikan adalah untuk meluruskan dan memurnikan aqidah para pengikut
Nabi Muhammad SAW. Mengingat pada awal-awal tahun keNabiannya,
wahyu yang turun selalu terkait dengan keimanan. Dan hal ini adalah
kesempatan Nabi untuk meluruskan dan memurnikan aqidah para pengikutnya
dengan metode penyampaian dan penjelasan yang disertai dengan Tanya
jawab. Adapun materinya adalah wahyu yang diturunkan atau diterima oleh
Nabi.
Lebih lanjut Fazlur Rahman mengatakan bahwa tujuan Pendidikan
ketika itu adalah untuk menanamkan aqidah islam, meghapus kebodohan, dan
menyebarkan hikmah. Dan terbukti selama kurang dari 23 tahun Nabi telah
berhasil membentuk kelompok-kelompok sahabat yang dapat menghafal Al-
Qur’an dan sahabat-sahabat tersebut diibaratkan sebagai Al-Qur’an berjalan.0
5. Modernisme Islam Klasik dan Pendidikan
Di Indonesia, ilmu-ilmu ortodoks pada peringkat tinggi hampir-hampir tidak
terlihat tumbuh sebelum awal abad kedua puluh. Bermula pada tahun 1900,
beberapa orang Indonesia yang telah pergi ke makkah dan bermukim bertahun-

0
Gunawan Ikhtiono, konsep pendidikan nondikotomi dalam perspektif Fazlur Rahman,
hal, 52.
0
Ibid. Hal. 53.
0
Gunawan Ikhtiono, konsep pendidikan nondikotomi dalam perspektif Fazlur Rahman,
hal, 65.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

tahun disana dan mengembangkan intelektualisme islam ortodoks terutama


theology peantren-pesantren Indonesia, yang sedikit berkembang menjadi
madrasah-madrasah. Pada tahun 1930an pengaruh al-Azhar kairo memperoleh
dominasi tertentu pada islam Indonesia. Adalah sangat menarik dan signifikan,
bahwa ulama-ulama Indonesia yang terdidik di kairo kemudian menjadi
anggota organisasi Muhammadiyah yang modernis dan progresif, seentara
mereka yang pulang dari makkah pada umumnya memasuki Nahdhatul
‘Ulama’ yang konservatif dan lebih Khas Jawa, yang lebih dekat dengan kaum
muslimin Jawa dari pada Muhammadiyah.0
Namun, meskipun perbedaan-perbedaan regional dan local ini penting
dalam perkembangan respons-respons muslim terhadap perubahan-perubahan
yang memodernisasikan di lapangan pendidikan akan tetapi keseragaman yang
mendasari respons-respons ini tidak boleh diabaikan. Walaupun dengan adanya
rangsangan yang beragam derajat kelangsungan dan intensitasnya, respons-
respons yang muncul pada dasarnya dikondisikan oleh sifat intelektual islam
zaman pertengahan juga sama seragamnya, berkat keseragaman pendidikan
madrasah yang menakjubkan. 0
Fazlur Rahman berpendapat bahwa ada dua pendekatan dasar kepada
pengetahuan modern telah dipakai oleh teoris-teoris muslim modern: (1) bahwa
pemerolehan pengetahuan modern hanya dibatasi pada bidang teknologi
praktis, karena pada bidang pemikiran murni kaum muslimin tidaklah
memerlukan produk intelektual barat, bahkan produk tersebut haruslah
dihindari, karena munngkin sekali akan menimbulkan keraguan dan kekacuan
dalam pemikiran muslim, dimana system kepercayaan islam tradisional telah
memberikan jawaban-jawaban yang memuaskan bagi pertanyaan-pertanyaan
puncak mengenai pandangan dunia; (2) bahwa kaum muslimin tanpa takut bisa
dan harus memperoleh tidak hanya teknologi barat saja, tapi juga
intelektualismenya, dan bahwa bagaimanapun juga sains dan pemikiran murni
dulu telah dengan giat dibudidayakan oleh kaum muslimin pada awal abad-
abad pertengahan, yang kemudian diambil alih oleh orang Eropa sendiri.

0
Fazlur Rahman. ISLAM DAN MODERNITAS tentang transformasi intelektual, 1982.
Hal 53.
0
Ibid. hal 54.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Secara yakin, terdapat berbagai nuansa dari pandangan-pandangan ini juga


posisi-posisi “tengah” misalnya yang menyatakan bahwa disamping teknologi,
sains murni juga berguna, tapi pemikiran murni barat tidak, atau pandangan
yang lebih baru bahwa teknologi bahkan bisa merugikan tanpa pendidikan
etika yang memadai, kedua pendekatan yang dikemukakan disini bisa menjadi
titik tolak yang baik bagi pembahasan modernis mengenai pendidikan. 0
Jelas bahwa pandangan yang pertama akan mendorong menuju suatu sikap
yang dualistis dan pada akhirnya akan menghasilkan kondisi peikiran yang
“sekularis”, yakni suatu dualitas loyalitas: kepada agama dan “urusan dunia”.
Pendekatan yang pertama dipandang secara yakin sebagai jawaban yang tepat
terhadap problema modernisasi pendidikan pada tahap awal modernism Turki,
di mana pendidikan modern diidentikkan dengan “keterampilan-keterampilan
yang bermanfaat” dan “pengetahuan praktis”. Alasan utama dari sikap resmi
pemimpin-pemimpin agama, menetang pemodernisasian pikiran muslim
melalui pendidikan: memperoleh ketraplian-ketrampilan secara praktis, yakni
pengetahuan professional (teknik, kedokteran,dan sebagainya) yang disebut
fann, jamak funun, tidaklah apa-apa asalkan pendidikan madrasah bebas
mengajarkan ‘ilm, yakni pengetahuan syariat bagi pembinaan pikiran dan
semangat muslim.
Sedikit tentang Indonesia, umunya dalam perbincangan-perbincangan
tentang islam, apalagi dalam pembahasan bidang-bidang khusus seperti hukum
dan pendidikan islam, Indonesia sangat diabaikan, walaupun negri ini negri
muslim yang paling banyak penduduknya. Ini disebabkan adanya kesan umum
bahwa Indonesia adalah kawasan Islam yang berada “diluar arus pemikiran
intelektual”. Namun dimasa-masa akhir ini telah terjadi kegiatan intelektual
islam tingkat tinggi di Indonesia. Yaitu kebangkitan Muhammadiyah dan
Nahdhatul “Ulama”, kelompok progresif dan konservatif dalam dunia Islam di
Indonesia. Tetapi dengan tibanya masa kemerdekaan, mulailah tahap baru yang
khusus dan sangat dinamis di Indonesia. Tidak hanya dalam lapangan politik,
tapi juga dalam pendidikan Islam.

0
Fazlur Rahman. Islam Dan Modernitas tentang transformasi intelektual, 1982. Hal 54.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Walaupun tidak ada karya yang menyeluruh ataupun sekedar memadai saja
tentang sejarah pendidikan islam yang ditulis dalam bahasa barat (buku
Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia memang bagus dan informative, tapi
bagaimanapun juga, ia ditulis dalam bahasa Indonesia), Pemerintahan
Indonesia selama beberapa tahun ini melancarkan program kajian ilmiah
tentang pendidikan Islam di Indonesia dimana kemetrian pendidikan dan
kementrian agama kedua-duanya terlibat, namun sedemikian jauh sedikit sekali
yang diketahui mengenai usaha ini diluar sana.0
Sebagaimana halnya Pakistan dan Turki, dan hampir dalam waktu yang
bersamaan, Indonesia terpaksa memulai langkah baru dala pendidikan Islam
dala jalur-jalur modern. Kejeniusan Turki dalam berorganisasi telah
menghasilkan struktur eksternal yang sangat bagus bagi pendidikan Isla; di
Pakistan, walaupun banyak usaha telah dilakukan, namun perkembangan
kehidupan intelektual Islam telah terhambat oleh beberapa faktor, sementara di
Indonesia, walaupun Islam telah mengalami banyak sekali kesulitan dilapangan
politik, namun usaha-usaha pendidikannya Nampak lebih berhasil.0
6. Pemikiran Pendidikan Fazlur Rahman di dunia Modern
Sebagaimana kita ketahui, segala sesuatu itu akan berubah. Demikian juga
dalam dunia pendidikan. System pendidikan yang telah lama tidak mungkin
digunakan disaat ini, meskipun tidak secara keseluruhan. Hal ini perlu
diantisipasi terlebih dahulu atas perubahan tersebut, jika tidak maka akan sulit
menafsirkan kearah mana perubahan itu dibawa. Dan tanpa pedoman atau
acuan untuk mendasarnya, perubahan tersebut akan kehilangan tujuan.
Karena proses pendidikan adalah bagian dari perubahan sosial. Oleh sebab
itu juga pendekatan pendidikan perlu di ubah dari pendidikan politik dan teknis
pendidikan kepada pendekatan yang menyeluruh mengenai hakikat pendidikan
sebagai bagian dari perubahan masyarakt dan bangsa. Kehidupan sosial
berubah dengan pesat karena proses globalisasi, demoktarisasi, dan kemajuan
ilmu pengetahuan serta teknologi, khususnya teknologi informasi.

0
Fazlur Rahman. Islam Dan Moderintas tentang transformasi intelektual, 1982. Hal.
150.
0
Ibid. Hal 151
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Perubahan-perubahan yang terjadi dimasyarakat ini, menurut Fazlur


Rahman selamanya akan menjadi stagnan apabila proses kumulatif telah
mencapai titik “ledak” yang secara harfiah akan setuju dengan pendekatan
penyesuaian-penyesuaian secara parsial, lambat dan tambal sulam. 0 Adapun
yang menjadi masalah di dalam system pendidikan kaum muslimin, kata Fazlur
Rahman, karena standar-standar normalnya sangat rendah, sehingga system ini
tidak menghasilkan normalitas-normalitas yang baik dan tidak memberikan
kesempatan “maju” bagi orang-orang berbakat yang sebenarnya berhak untuk
maju. Bahkan dapat membonsai intelektual-intelektual muda yang memiliki
talenta. Fenomena ini yang menyebabkan para cerdik-pandai zaman modern
menyatakan islam-lah yang menyebabkan kehampaan intelektual.0
Pada awalnya, Fazlur Rahman mengatakan bahwa secara mendasar
pembaharuan pendidikan islam dapat dilakukan dengan menerima pendidikan
sekuler modern, kemudian berusaha memasukinya dengan konsep-konsep
islam. Namun bukan berarti mengambil system barat kemudian memberi
stempel islam, karena bahwa vitalitas sebuah karya intelektual sangat
tergantung pada lingkungan intelektual. Sebagaimana semua pemikiran,
pemikiran islam juga memerlukan kebebasan. Jika hal yang demikian
dilakukan, yakni terus menerus menjiplak barat, maka tidak ubahnya Islam
menjadi agen of change-nya system pendidikan sekuler dibarat. Justru inilah
neosekulerisme. Taqlid atas system pendidikan barat tersebut bersifat
sementara, dan harus disikapi sebagai kemakluman.
Jika kita mebahas tentang Indonesia, Gunawan Ikhtiono mengutip pendapat
Azyumardi Azra tentang masalah yang sebenarnya menjadi kelemahan
pendidikan islam Indonesia: pertama,kebijakan pendidikan nasional sangat
sentralistik dan serba seragam, yang ada pada gilirannya mengabaikan
keragaman sesuai dengan realitas kondisi, ekonomi, budaya masyarakat
Indonesia di berbagai daerah. Kebijakan pendidikan hampir tidak memberikan
ruang gerak yang memadai bagi masyarakat diwilayah atau daerah tertentu
untuk mengembangkan pendidikan yang sesuai dan relevan dengan daerah dan

0
Gunawan Ikhtiono, konsep pendidikan nondikotomi dalam perspektif Fazlur Rahman,
hal, 115.
0
Ibid, hal, 115.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

kebutuhan masyarakatnya sendiri. Kedua, kebijakan dan penyelenggaraan


pendidikan nasional lebih berorientasi kepada pencapaian target tertentu,
seperti kurikulum, yang pada gilirannya mengabaikan proses pembelajaran
yang efektif dan mampu menjangkau seluruh ranah dan potensi anak didik.0
Dari dua masalah tersebut, berdampak pada out put-nya. Sehingga mental
para lulusan sangat bergantung pada pola “perintah” dari atasan, tanpa ada
keberanian untuk melakukan kreativitas-kreativitas. Karena setiap kreativitas
dianggap hal yang tabu, dan tidak pernah diajarkan untuk melakukan hal-hal
yang sifatnya berbeda dari yang lain. Yang ada adalah petunjuk, arahan,
bimbingan, himbauan dll dari atasan.
Seirirng bergulirnya daerah (di Indonesia), harapan kita adalah setiap daerah
dapat mengembangkan system pendidikan sesuai dengan kultur daerahnya
masing-masing. Setiap daerah bisa memanfaatkan potensi yang ada sesuai
dengan kemampuannya. Jika tidak pernah dicoba untuk melakukan perubahan
tersebut, maka akan selamanya system pendidikan kita akan terus berkutat
pada masalah klasik yang selama ini terus menerus melanda dalam dunia
pendidikan, yakni mengikuti kata pusat.
Sama halnya dengan Islam, jika tidak dilakukan perubahan dalam bidang
pendidikan, maka akan terus mengikuti pola piker dan intelektualisme Barat.
Oleh karena itu, Fazlur Rahman mendesak perubahan pendidikan dengan cara,
pertama, membangkitkan ideology umat Islam tentag pentingnya belajar dan
mengembangkan ilmu pengetahuan. Cara ini dipahami sebagai mengevaluasi
kembali dasar, funngsi serta tujuan diadakannya system pendidikan formal.
Dengan catatan tidak menjadikan Islam sebagai symbol, melainkan nilai-
nilainya yang diaplikasikan kedalam setiap pendidikan.
Kedua, berusaha megikis dualism system pendidikan umat islam (disatu sisi
ada system pendidikan tradisional (agama), disisi lain ada system pendidikan
modern (sekuler). Pada hakikatnya Ilmu adalah bagian dari esensial agama.
Semua pendidikan apapunn jenisnya dan jenjangnya adalah sama, bertujuan
untuk mengembangkan Human Dignity. Agama merupakan sumber dasar yang
menjiwai nilai-nilai Ilmu. Bahkan secara jelas Fazlur Rahman mengatakan
0
Gunawan Ikhtiono, konsep pendidikan nondikotomi dalam perspektif Fazlur Rahman,
hal, 117.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

tidak ada pemisahan tersebut. Sehingga beliau menyetujui adanya Islamisasi


Ilmu pengetauan. Meskipun dengan cara yang berbeda dengan pencetusnya
yakni Ismali Faruqi.
Ketiga, menyadari betapa pentingnya bahasa dalam pendidikan sebagai alat
untuk mengeluarkan pendapat-pendapat orisinil. Dalam penguasaan bahasa ini,
Fazlur Rahman mensyaratkan minimal dua bahasa yaitu bahasa Arab (yang
utama) dan Inggris. Dua bahasa tersebut dinilai sebagai bahasa yang paling
banyak digunakan oleh Umat manusia.
Keempat, pembaharuan dibidang metode tentang pendidikan Islam, yaitu
beralih dari metode mengulang-ulang dan menghafal pelajaran ke metode
memahami dan menganalisis. Jika hanya sebatas mengulang-ulang (tautology)
maka tidak akan pernah ada bukti yang telah diimplementasikan sebagai hasil
karya yang ilmiah. Sehingga ilmu hanya untuk ilmu (science to science), bukan
untuk diaplikasikan.
Tentunya rekontruksi tersebut membutuhkan dukungan dari semua pihak.
Bukan hanya berada dalam kewenangan pemerintah semata, melainkan seluruh
lapisan masyarakat yang peduli dengan dunia pendidikan tanpa adanya
dukungan sangat sulit untuk merumuskan perubahan, apalagi memperbaharui
system pendidikan Islam ini. Dukunganpun tidak hanya sebatas pada level
gagasa atau wacana, melainkan dalam program-program tertentu dan
finansial.0

BAB XVI
PEMIKIRAN NAQUIB AL-ATTAS (RELIGIUS-RASIONAL)
TENTANG PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA DENGAN
DUNIA MODERN

(Mari Maharani)

A. PENDAHULUAN

0
Gunawan Ikhtiono, konsep pendidikan nondikotomi dalam perspektif Fazlur Rahman,
hal, 119.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dampak era globalisasi pada saat ini telah menimbulkan efek yang
cukup luarbiasa bagi dunia pendidikan islam. Satu sisi ia bisa menjadi
sebuah peluang dan sebaliknya bahkan bisa menjadi sebuah ancaman bagi
dunia pendidikan islam. Menjadi peluang, karena kemunculan teknologi,
sebagai indikasi globalisasi memudahkan manusia untuk mengakses
berbagai informasi dan menjadi sarana para ilmuwan muslim untuk
menyebarkan produk-produk keilmuan mereka. Menjadi ancaman, karena
dapat mempengaruhi tatanan kehidupan, hilangnya nilai-nilai tradisi dan
kearifan lokal, lunturnya adat istiadat dan sebagainya yang pada gilirannya
akan dapat meruntuhkan peradaban islam dan hal itu mencakup berbagai
sektor diantaranya sektor pendidikan.
Hal inilah yang akhirnya membuat para pemikir muslim
merumuskan kembali format pendidikan islam guna melakukan kembali
upaya pembaharuan pendidikan islam. Diantara para tokoh pemikir
muslim yang ikut merumuskan hal tersebut adalah Syed Muhammad
Naquib al-Attas. Beliau termasuk tokoh pemikir muslim kontemporer
yang memiliki concern tinggi terhadap kemunduran peradaban umat islam
dan memiliki konsep pendidikan yang fundamental. Sosok dan
pemikirannya yang menarik patut untuk ditelaah. Berangkat dari
kegelisahan al-Attas tentang terjadinya degradasi dalam pendidikan islam
yang disebabkan oleh modernasi, akhirnya membuat dirinya merumuskan
kembali format pendidikan islam. Berawal dari gagasan tentang islamisasi
ilmu pengetahuan, yang mengalir kedalam wilayah filosofis pendidikan
islam sampai kepada perumus perangkat-perangkatnya membuat sosoknya
berbeda dengan para pemikir yang lain.

B. PEMBAHASAN
1. Biografi
Menurut Daud (1998: 45-46) yang dikutip oleh Albar Adetary
Hasibuan, Al-Attas mempunyai nama lengkap yaitu Syed Muhammad
Nauqib ibn Ali ibn Abdullah ibn Muhsin Al-Attas, lahir pada tanggal 5
September 1931 di Bogor, Jawa Barat. Nama ibu al-Attas adalah Syarifah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Raquan Al-‘Aydarus berasal dari Bogor Jawa Barat, ibunya adalah


keturunan ningrat dari Sunda di Sukapura. Sementara ayahnya bernama
Syed Ali Al-Attas berasal dari Johor, merupakan anak dari Syed Abdullah
Al-Attas.0 Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah anak kedua dari tiga
bersaudara. Yang sulung bernama Syed Hussein, seorang ahli sosiologi
dan mantan Wakil Rektor Universitas Malaya, sedangkan yang bungsu
bernama Syed Zaid, sorang insinyur kimia dan mantan dosen Institut
Teknologi MARA.0
Latar belakang keluarganya memberikan pengaruh yang besar
dalam pendidikan awal Syed Muhammad Naquib. Dari keluarganya yang
terdapat di Bogor, dia memperoleh pendidikan dalam ilmu-ilmu
keislaman, sedangkan dari keluarganya di Johor dia memperoleh
pendidikan yang sangat bermanfaat baginya dalam mengembangkan dasar-
dasar bahasa, sastra dan kebudayaan Melayu. Pada usia lima tahun, Syed
Muhammad Naquib dikirim ke Johor untuk belajar di Sekolah Dasar Ngee
Heng (1936-1941). Pada masa pendudukan Jepang, dia kembali ke Jawa
untuk meneruskan pendidikannya di Madrasah Al-‘Urwatu Al-Wutsqa,
Sukabumi (1941-1945). Setelah Perang Dunia II pada 1946, Syed
Muhammad Naquib kembali ke Johor untuk merampungkan pendidikan
selanjutnya, pertama di Bukit Zahrah School kemudian di English College
(1946-1951).0
Setelah menamatkan sekolah menengah pada 1951, Al-Attas
mendaftar di resimen Melayu sebagai kadet dengan nomor 6675. Al-Attas
dipilih oleh Jenderal Sir Gerald Templer, ketika menjabat sebagai British
High Commissioner di Malaya, untuk mengikuti pendidikan militer,
pertama di Eton Hall, Chester, Wales, kemudian di Royal Military
Academy, Sandhurst, Inggris (1952-1955). Setamatnya dari Sandhurst, Al-
Attas ditugaskan sebagai pegawai kantor di resimen tentara kerajaan
Malaya, Federasi Malaya, yang ketika itu sibuk menghadapi serangan

0
Albar Adetary Hasibuan, Filsafat Pendidikan Islam (Tinjauan Pemikiran Al-Attas dan
Relevansiya dengan Pendidikan di Indonesia), (Malang: UIN-Maliki Press, 2015), hlm. 1.
0
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-
Attas, (Bandung: Mizan, 2003), Cet. I, hlm. 46.
0
Ibid., hlm. 46.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

komunis. Namun, minatnya yang dalam untuk menggeluti dunia ilmu


pengetahuan mendorongnya untuk berhenti secara sukarela dari
kepegawaiannya kemudian membawanya ke Universitas Malaya, ketika
itu di Singapura, pada 1957-1959.0
Syed Muhammad Naquib Al-Attas adalah seorang pakar yang
menguasai pelbagai disiplin ilmu seperti teologi, filsafat dan metafisika,
sejarah, dan sastra. Dia juga seorang penulis yang produktif dan otoritatif
yang telah memberikan beberapa kontribusi baru dalam disiplin keislaman
dan peradaban Melayu.0
Al-Attas tergolong kepada intelektual yang sangat produktif dalam
menghasilkan karya-karya berupa tulisan dalam berbagai bidang keilmuan,
yang jumlahnya mencapai sekitar 22 buku dengan 30 makalah. Yang
secara global dapat diklasifikasikan kepada 2 klasifikasi, yaitu karya-karya
kesarjanaan (Schoolary Writing), dan karya-karya pemikiran lainnya.
Adapun karya-karya Al-attas tersebut yang antara lainnya adalah:
1) Rangkaian Ruba’iyyat.
2) Some aspect of Sufism as Understood and Practiced Among the
Malays
3) Raniri and the Wujudiyyah of 17th Century Acheh, Monograph of
the Royal Asiatic.
4) The Origian of the Malay Shair.
5) Preleminary Statment on a General Theory of the Islamization of
the Malay-Indonesia Archipelago.
6) The Mysticism of Hamzah Fansuri.
7) Concluding Postcript to the Malay Shair.
8) The Correct date of the Trenggani Inscription.
9) Islam Dalam Sejarah dan Kebudayaan Melayu.
10) Comments on the Re-examination of al-Raniry’s Hujjat al-Shiddiq
A Refutation.
11) Islam the Concept of Religion and the Foundation of Ethic and
Morality.
0
Ibid., hlm. 48-49.
0
Ibid., hlm. 51.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

12) Preleminary Thought on the nature of Knowledge and the


Definition and Aims of Education.
13) Islam and Secularism.
14) Dilema Kaum Muslimin.
15) The Concept of Education in Islam: A Franework for an Islamic
Phylosophy of Education.
16) A Commentary on the Hujjat al-Shiddiq of Nur al-Din al-Raniry.
17) The Oldest Known Malay Manuscript 16th Century Malay
Translation of the Aqaid of al-Nasafi.
18) Comments on the Refutation.
19) Islam, Secularism and Philosophy of the Nature.
20) Islam and the Philosophy of science.
Selain yang dituliskan diatas, masih banyak lagi karya=karya al-
Attas yang telah dipresentasikannya dalam berbagai seminar, simposium,
konferensi dan lain-lainnya, baik dalam negeri maupun luar negeri yang
belum diterbitkan. Dismaping itu karya-karyanya ini sudah diterjemahkan
dalam beberapa bahasa yang antara lainnya seperti Jerman, Perancis, Arab,
Urdu, Turki, Persia, Korea, Jepang, Indonesia dan lain-lain.0
2. Pemikiran
a. Ta’dib Sebagai Konsep Pendidikan
Pendidikan dalam konsep al-Attas adalah ta’dib bukan tarbiyah
ataupun ta’lim, karena menurut al-Attas padanan kata pendidikan yang
tepat adalah ta’dib yang didalamnya sudah mencakup tarbiyah dan
ta’lim. Pendidikan pada dasarnya adalah menanamkan adab pada
peserta didik. Dalam pandangan al-Attas istilah tarbiyah adalah istilah
yang baru untuk memberi makna pendidikan. Secara semantik kata
tarbiyah kurang tepat untuk menjelaskan konsep pendidikan sebab
pendidikan khusus ditunjukkan untuk manusia.
Menurut Syed Muhammad Nauqib al-Attas, tidak tepatnya istilah
tarbiyah digunakan sebagai konsep pendidikan disebabkan oleh
beberapa faktor berikut:
0
Kemas Badaruddin, Filsafat Pendidikan Islam (Analisis Pemikiran Prof Dr. Syed
Muhammad al-Naquib al-Attas), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 15-18.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Pertama, istilah tarbiyah yang dipahami dalam pengertian


pendidikan, sebagaimana dipergunakan dimasa kini, tidak bisa
ditemukan dalam semua leksikon-leksikon bahasa Arab. Pada dasarnya
tarbiyah berarti mengasuh, menanggung, memberi makan,
mengembangkan, memelihara, membuat, menjadikan bertambah
dalam pertumbuhan, membesarkan, memproduksi hasil-hasil yang
sudah matang dan menjinakkan. Makna tersebut dapat dipergunakan
tidak hanya diperuntukkan pada manusia , tetapi juga pada hewan.0
Kedua, dengan mengacu pada alasan bahwa tarbiyah, dipandang
sebagai pendidikan, dikembangkan dari penggunaan al-Qur’an
berkenaan dengan istilah raba dan rabba yang berarti sama, apa yang
dikatakan pada paragraf diatas sudah menjelaskan titik poros masalah,
yaitu bahwa makna dasar istilah-istilah ini - tentunya berpuncak pada
otoritas al-Qur’an sendiri sebagaimana nanti akan dijelaskan – tidak
secara alami mengandung unsur-unsur esensial pengetahuan,
intelegensi dan kebijakan yang pada hakikatnya merupakan unsur-
unsur pendidikan yang sebenarnya.0
Ketiga, jika sekiranya dikatakan bahwa makna yang berhubungan
dengan pengetahuan bisa disusupkan ke dalam konsep rabba, makna
tersebut mengacu pada pemilikan pengetahuan dan bukan pada
penanamannya.0
Istilah ta’lim sebagai pendidikan dapat dirunut asal katanya. Istilah
ta’lim dalam etimologi berasal dari kata ‘ain, lam, mim atau ‘alima.
Menurut ibn al-Manzhur (1988: 371) yang dikutip oleh Albar Adetary
Hasibuan, kata ‘alima memiliki arti mengetahui atau mengenal,
mengetahui atau merasa dan memberi kabar kepadanya. Sementara
menurut Luis Ma’luf al-Yasu’iy (1978: 551) yang dikutip oleh Albar
Adetary Hasibuan, berpendapat bahwa kata al-‘ilm merupakan masdar
dari kata ‘alama berarti mengetahui sesuatu dengan sebenar-benarnya

0
Syed Muhammad Al-Naquib Al-Attas, Konsep Pendidikan dalam Islam, terj. Haidar
Bagir (Bandung: Mizan, 1992), hlm 65-66.
0
Ibid., hlm. 69-70.
0
Ibid., hlm. 72-73.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

(idrak al-syai’ bihaqiqatihi), sementara kata ‘alima (arafahu wa


tayaqqanahu) mengetahui dan meyakini.0
Ta’lim menurut konsep pendidikan al-Attas adalah pengajaran,
secara umum hanya terbatas pada pendidikan untuk pengajaran
kognitif, sementara tarbiyah hanya menyinggung aspek fisikal dalam
mengembangkan tanam-tanaman dan terbatas pada aspek fisikal dan
emosional dalam pertumbuhan dan perkembangan binatang dan
manusia. Lebih lanjut lagi al-Attas beranggapan dalam sejarah Islam,
istilah ta’dib lebih cenderung dipakai untuk pendidikan dari pada
tarbiyah dan ta’lim. Sebab ta’dib lebih erat kaitannya dengan ilmu,
dalam hal ini ilmu tidak dapat di transformasikan kepada peserta didik
kecuali bila peserta didik memiliki adab yang tepat terhadap ilmu
pengetahuan dalam berbagai bidang. Menurut sudjana (2007: 10) yang
dikutip oleh Albar Adetary Hasibuan, jadi ilmu tidak akan pernah
dipahami oleh peserta didik sebelum peserta didik beradab.
Menurut al-Attas (1996: 60) yang dikutip oleh Albar Adetary
Hasibuan, ta’dib secara etimologis berasal dari kata addaba dan
masdarnya adalah ta’dib yang berarti memberi adab, mendidik. Al-
Attas melihat bahwa istilah ta’dib sebagai konsep pendidikan sudah
mencakup ilmu sekaligus amal. Oleh karena itu pendidikan Islam yang
tepat adalah ta’dib, sebagaimana hadist Nabi yang dijadikan al-Attas
sebagai kosnep pendidikannya yaitu: addabani rabbi faahsana ta’dibi
“Tuhanku telah mendidikku (addabani), dan dengan demikian
menjadikan pikiranku (ta’dibi) yang terbaik”.0
Adab berhubungan erat dengan kebijaksanaan (hikmah), keadilan
(‘adl), realitas dan kebenaran (haq), dengan kata lain adab
mengisyaratkan mengetahui konsep hikmah, konsep keadilan dan
konsep kebenaran. Adab sangat berperan dalam kehidupan manusia
diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Adab terhadap diri sendiri.

0
Albar Adetary Hasibuan, Filsafat Pendidikan Islam (Tinjauan Pemikiran Al-Attas dan
Relevansiya dengan Pendidikan di Indonesia), (Malang: UIN-Maliki Press, 2015), hlm. 54.
0
Ibid., hlm. 56-57.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

2) Adab dalam konteks hubungan antara manusia.


3) Adab terhadap ilmu.
4) Adab terhadap alam.
5) Adab terhadap bahasa.
Dari penjelasan diatas, pendidikan dalam konteks al-Attas sudah
tidak dapat diragukan lagi bahwa ta’dib adalah konsep pendidikan
Islam yang tepat dan benar.0
b. Pandangan Perenialis terhadap Konsep Pendidikan Al-Attas
Ada beberapa faktor penting dalam pendidikan, setidaknya ada tiga
faktor, satu sama lain yang tidak dapat dipisahkan. Ketiga faktor ini
dalam konteks al-Attas dan ditinjau dari pandangan perenial sebagai
berikut ini:
1) Peranan Pendidik
Menurut al-Attas (1996: 50) yang dikutip oleh Albar
Adetary Hasibuan, penjelasan pada bab ini menjelaskan bahwa
seorang pendidik atau muaddib menurut pandangan al-Attas
layaknya seorang ayah. Sebab muaddib berperan penting dalam
mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik
atau anak didik. Selain itu pendidik atau muaddib dituntut
untuk membimbing tingkah lakunya sehingga seorang muaddib
menempatkan dirinya pada tempat yang benar dan tepat.
Dalam proses pendidikan muaddib atau pendidik harus
memahami bahwa pendidikan mempunyai proses ganda yaitu
pertama adalah masuknya unit-unit makna (ma’na) suatu
obyek pengetahuan kedalam jiwa seseorang (hushul) dan yang
kedua adalah sampainya jiwa (hushul) pada unit-unit tersebut.0
2) Kedudukan Peserta Didik
Peranan pendidik sebagaimana dijelaskan diatas pertama-
tama harus menjalankan adab terlebih dahulu, sama halnya
dengan peserta didik, ia juga harus mengamalkan adab terlebih
dahulu, sebab ilmu tidak akan sampai pada anak didik atau
0
Ibid., hlm. 58-59.
0
Ibid., hlm. 60-61.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

peserta didik kecuali memiliki adab. Dalam pandangan al-Attas


bahwa peserta didik tidak hanya mendidik intelektualnya saja,
melainkan perkembangan spiritual peserta didik juga
merupakan kewajiban guru. Oleh karena didik diharapkan
mempercayai dan menghormati gurunya, meskipun memiliki
kekurangan. Sebaliknya gurupun demikian, menghargai dan
menghormati peserta didiknya, hanya dengan demikianlah
proses pendidikan akan berjalan dengan lancar.0
3) Tujuan Pendidikan
Menurut al-Attas (2011: 185-186) yang dikutip oleh Albar
Adetary Hasibuan, beranggapan bahwa tujuan pendidikan
sebagaimana dipaparkan diatas adalah menjadikan manusia
lebih baik, artinya dalam konteks al-Attas untuk menjadikan
manusia lebih baik hanya dengan konsep ta’dib. Dengan begitu
diharapkan peserta didik akan beradab. Istilah adab bagi al-
Attas adalah pengertiannya yang paling awal yaitu undangan
pada suatu jamuan. Al-Attas beranggapan bahwa konsep
jamuan mempunyai makna tuan rumah seorang yang terhormat
dan mulia.0
Al-Attas dengan konsep ta’dibnya sebagai pendidikan
berupaya untuk menghadirkan masa lalu pada zaman sekarang
artinya, al-Attas berharap pendidikan saat ini mestinya
sebagaimana pendidikan masa lalu yaitu zaman Nabi dan
zaman sahabat, tentunya dalam bingkai zaman sekarang, sama
halnya dengan paham perenialisme mengambil jalan regresif
atau back to culture, bernostaligia pada masa lalu atau rindu
dengan nilai-nilai lama untuk diingat dan dipuja, melainkan
berpendapat bahwa nilai-nilai tersebut mempunyai kedudukan
yang vital bagi pembangunan kebudayaan abad sekarang.0
c. Bentuk Sistem Pendidikan Islam

0
Ibid., hlm. 63-65.
0
Ibid., hlm. 65-66.
0
Ibid., hlm. 68.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

1) Kurikulum
Sesuai dengan kategori ilmu yang dibuat oleh al-Attas,
universitas Islam harus berisikan ilmu-ilmu fardhu ‘ain dan
ilmu-ilmu fardhu kifayah. Ilmu-ilmu yang masuk ke dalam
fardhu ‘ain mencakup: kitab suci al-Qur’an: pembacaannya
dan interprestasinya (tafsir dan ta’wil), sunnah, syari’at (fiqih
dan hukum), teologi (ilmu kalam), metafisika Islam (psikologi,
kosmologi dan ontologi) dan ilmu Bahasa.0 Ilmu-ilmu fardhu
kifayah tidak diwajibkan kepada seorang muslim secara
individual untuk mempelajarinya, tetapi seluruh masyarakat
muslim akan bertanggung jawab bila tidak ada seorang pun
yang mempelajarinya. Ilmu-ilmu yang tercakup pada fardhu
kifayah adalah: ilmu Kemanusiaan, ilmu Alam, ilmu Terapan,
ilmu Teknologi, perbandingan Agama, kebudayaan Barat, ilmu
Linguistik, dan sejarah Islam.
Kedua ilmu tersebut, baik fardhu ‘ain maupun fardhu
kifayah tidak bersifat statis. Ia akan terus berkembang sesuai
dengan kemampuan intelektual, spiritual seseorang, serta
keadaan masyarakatnya. Muatan kurikulum tersebut harus
dipelajari oleh manusia sejak akil baligh bahkan sepanjang
hayat. Dalam sistem pendidikan Islam, ilmu-ilmu fardhu ‘ain
diajarkan tidak hanya pada pendidikan dasar saja. Tetapi harus
terus berlanjut sampai pendidikan tingkat menengah dan
universitas. Dikarenakan universitas adalah tingkat pendidikan
paling tinggi, maka perumusan kandungan dan ruang
lingkupnya harus lebih didahulukan pada tingkat ini sebelum
diproyeksikan ke tingkat yang lebih bawah. Sebab, universitas
menjadi model bagi pendidikan di bawahnya.
2) Metode
Diantara metode yang digunakan oleh al-Attas dalam
pendidikan Islam adalah metode tauhid, metode metafora dan
0
Wan Mohd Nor Wan Daud, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam Syed M. Naquib Al-
Attas, (Bandung: Mizan, 2003), Cet. I, hlm. 274.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

cerita.0 Metode yang juga sering digunakan oleh Allah dalam


mendidik hambaNya. Metode ini sangat efektif dalam
penyampaian pesan-pesan moral dan kebaikan.
Al-Attas juga menyarankan metode tafsir dan ta’wil yang
valid yang menggunakan simbol-simbol linguistik bahasa Arab
yang benar hendaknya diaplikasikan ke dalam pelbagai bidang
kegiatan intelektual dan penelitian ilmiah yang lain.0
d. Relevansi pada era modern (globalisasi)
Patut dibenarkan apa yang dilontarkan oleh Ismail Raji al-Farruqi
bahwa inti dari persoalan yang dihadapi umat Islam dewasa ini adalah
masalah pendidikan. Dan tugas terberatnya adalah memecahkan
masalah tersebut. Hal ini dapat difahami dari satu segi tujuan
diciptakannya manusia adalah untuk menjadi khalifah fil ardi. Dalam
diri manusia terdapat berbagai potensi sebagai modal kekhalifaannya.
Potensi-potensi tersebut ibarat mutiara yang tersimpan yang akan
bermanfaat jika digali melalui pendidikan.
Berawal dari munculnya filsafat pragmatisme yang mendapat
inspirasi dari John Dewey, telah mengubah arah orientasi pendidikan.
filsafat pragmatisme telah mengabaikan konsep-konsep kebenaran dan
menggantikannya dengan kegunaan, pengaruh tersebut selalu terus
berjalan yang akhirnya terwujudlah manusia-manusia yang
menghancurkan konsep keagungan dan kemuliaan manusia dengan
Tuhannya dan alam.
Konsep pendidikan tersebut selayaknya untuk kembali dikaji
ulang, dan berupaya pada penggantian konsep pada sistim pendidikan
yang sejalan dengan prinsip-prinsip Islam sejati. Memang, sistim
pendidikan sekuler di Barat telah mampu untuk menjawab tantangan-
tantangan yang bersifat kebutuhan manusia dibidang materi, yang
diawali pengembangan pengetahuan untuk mencapai keunggulan sains
dan teknologi. Tetapi keadaan tersebut sebenarnya telah membawa
krisis kepribadian, dan kehancuran nilai-nilai pada diri manusia.
0
Ibid., hlm. 310.
0
Ibid., hlm. 383.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Tidak ada jalan lain untuk dapat merubah keadaan tersebut, kecuali
kembali kepada pembenahan sistem pendidikan yang lebih
memperhatikan esensi (hakikat) penciptaan manusia di bumi sebagai
khalifah Allah. Oleh karena itu dalam pendidikan Islam tidak dikenal
adanya istilah akliyah tanpa mengikut sertakan syar’iyah. Tidak hanya
mengembangkan aspek kognitif kecuali afektif dan psikomotorik juga
diikut sertakan.
Usaha perpaduan sistem yang secara integral itulah yang
mengantarkan manusia pada penguasaan ilmu-ilmu agama serta juga
ilmu umum, tanpa menjadi tenggelam pada arus sekuler Barat yang
dapat membunuh aqidah umat Islam, dalam hal ini Al-Furuqi
menjelaskan.
“Perpaduan kedua sistim ini haruslah merupakan kesempatan
yang tepat untuk menghilangkan keburukan masing-masing sistim
yang antara lain tidak menandainya buku-buku pegangan yang
telah usang dan guru-guru yang tak berpengalaman didalam sistim
yang tradisional, dan peniruan metode-metode dan ideal-ideal
Barat sekuler didalam sistim yang sekuler.”
Terhadap tantangan-tantangan yang sedang dihadapi dunia
pendidikan Islam dewasa ini, ternyata konsep pendidikan yang digagas
Al-Attas adalah berusaha untuk menjawabnya. Al-Attas muncul pada
era yang telah mengalami kemajuan zaman modern (canggih) yang nota
bene seluruh aspek kehidupan telah berhubungan dan tersentuh oleh
teknologi dan sains.
Melalui padangan filosofisnya, Al-Attas telah berhasil
mendiagnosa penyebab kemunduran umat Islam di zaman ini. Persfektif
yang menyatakan bahwa hancurnya umat Islam bukan disebabkan
karena kemunduran dibidang ekonomi, politik dan sebagainya. Namun
persoalan yang lebih fundamental adalah kehancuran pada tingkatan
metafisis, dimana umat Islam telah mengalami yang namanya
corruption of knowledge ( koropsi ilmu pengetahuan), keadaan inilah
yang menyebabkan umat Islam kehilangan sebuah pijakan pada tradisi
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

keilmuan yang gemilang tersimpan. Sehingga nilai adab dalam diri


umat Islam dan jatuh pada kemerosotan yang sangat dalam.
Perlu kembali ditegaskan, bahwa tujuan mencari ilmu pengetahuan
pada puncaknya adalah untuk menjadi manusia-manusia yang baik, dan
bukan menjadi seorang warga negara yang baik, karena itu pendidikan
mencerminkan manusia bukan negara. Menurut Islam, manusia seperti
itu (Insan al-Kamil) itu telah ternyatakan pada diri Nabi Muhammad.
Rumusan tujuan pendidikan Islam dewasa ini yang merupakan
hasil tiruan dari Barat, ternyata tidak mampu menjawab persoalan-
persoalan yang dihadapi pendidikan Islam. Menurut Al-Attas cara
seperti itu tidak akan pernah berhasil mengingat tidak adanya model
yang sempurna dan lengkap dari keteraturan yang yang lebih tinggi
untuk dijadikan kriteria bagi perumusan ruang lingkup dan
kandungannya, dan pada pendidikan sekuler gambaran mengenai
manusia yang utuh memang tidak dimilikinya. Karena tujuan tertinggi
pendidikan Islam adalah pembentukan manusia yang baik (insan
khamil), maka puncak perwujudan dan kesempurnaan dalam
pendidikan Islam adalah universitas, maka Al-Attas merumuskan
skema antara manusia, pengetahuan, dan universitas sebagaimana
dibawa ini:
Upaya yang dilakukan Al-Attas ini merupakan kelanjutan dari
upaya yang telah dilakukan Al-Ghazali dalam konsep “Ihya Ulum
Ad-Din” yang memulihkan kembali nilai adab, dan Al-Attas ini
mengemukakannya kembali konsep tersebut pada zaman yang
sudah modern ini. Zaman yang telah penuh dengan kontaminasi
unsur sekuler dari Barat, dan upaya yang dilakukan pun tidak lain
adalah upaya penanaman nilai-nilai Islam dengan ta’dib. Indikasi
sederhananya berusaha bertindak dan bertingkah laku secara
Islami. Oleh karena itu, wajar kalau pendidikan juga dapat
diartikan sebagai upaya bimbingan atau tuntutan secara sadar oleh
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik


menuju terbentuknya kepribadian utama.0
C. KESIMPULAN
Dari sedikit pemaparan diatas maka dapat dipahami bahwa sosok
M. Naquib Al-Attas adalah seorang pakar dunia islam yang menguasai
pelbagai ilmu yang telah memberikan banyak kontribusi keilmuan
terutama dalam peradaban melayu. Konsistensi keilmuan beliau
menjadikan sebagai sosok yang disegani dalam dunia islam.
Perbedaan konsep pendidikan yang digunakan Al-Attas dengan
tokoh pendidikan Islam yang lainya adalah ta’dib dalam terminologi
pendidikan. Ta’dib, yaitu rangkaian pendidikan untuk membentuk
manusia menjadi manusia universal (insan kamil). Tujuan ini sesuai
dengan proto tipe penciptaan manusia untuk mengabdikan diri kepada
Allah SWT., dan menjadi khalifah Allah di bumi yang mampu
menjalankan fungsinya dengan memanfaatkan segenap potensiyang ada
pada diri manusia. Tujuan ini akan tercapai dengan mudah apabila
manusia mengetahui hakikat diri manusia itu sendiri.
Relevansi konsep pendidikan yang digagaskan oleh Al-Attas ini
sangat relevan (up to date) untuk mengantisipasi tantangan internal dan
eksternal. Dalam kondisi kemerosotan identitas (citra) pendidikan Islam
yang telah terkontaminasi oleh paham sekuler dari Barat yang
menghilangkan keterlibatan unsur ketuhanan (religius) dalam proses
pendidikan yang sesungguhnya. Keadaan seperti ini, kalau tidak ditindak
lanjuti sedini mungkin akan dapat membawa bahaya kehancuran aspek
aqidah (kepercayaan) umat Islam sendiri.
Realisasi konsep pendidikan Al-Attas yang berdasarkan ta’dib,
mengikut sertakan niat yang utama sebagai ibadah kepada Allah semata,
bukan tujuan yang lain seperti motivasi keduniawian. Pendidikan
merupakan proses yang harus dijalan secara dinamis dan update seiring
0
Zulkarnain Ar, Skripsi: “Pendidikan Islam Menurut Syekh Muhammad Naquib
Al-Attas”, dikutip dari http://andeskopraya.blogspot.com/2010/04/skripsi-zulkarnain-
ar.html pada hari Selasa, 12 Maret 2019 pukul, 23.21 WIB, (Curup: STAIN Curup,
2010).
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

perkembangan zaman “life long education” (pendidikan sepanjang hayat)


yang tidak ada batasan untuk mempelajarinya, baik yang tersurat maupun
yang tersirat. Untuk mencapai tujuan pendidikan seperti itu, maka sangat
penting peran literaur (perpustakaan) sebagai sandaran keabsahan setiap
bidang keilmuan (ilmu agama/umum).

BAB XVII
PEMIKIRAN HARUN NASUTION TENTANG PENDIDIKAN DAN
RELEVANSINYA DENGAN DUNIA PENDIDIKAN KONTEMPORER

(Muh. Ade Syahril)

A. Latar belakang
Dalam sejarah Islam, mulanya berkembang pemikiran rasional tetapi
kemudian berkembang pemikiran tradisioanal. Pemikiran rasional berkembang
pada zaman klasik Islam. pemikiran rasional ini di pengaruhi oleh
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

persepsi/penetimaan tentang bagaimana tingginya kedudukan akal seperti yang


terdapat dalam paparan Al-Qur’an dan Hadis. Sedangkan pemikiran tradisional
berkembang pada zaman pertengahan Islam (1250-1800 M). Jadi, hingga abad ke
-18 umat Islam berada di abad kejumudan.
Baru pada akhir abad 18 atau awal abad 19 muncullah tokoh-tokoh
pembaharu yang peduli akan Islam saat ini. Munculnya pembaharu-pembaharu
dalam Islam adalah karena adanya ide-ide pembaharuan yang ingin dimunculkan
agar Islam bisa mendapatkan kejayaanya kembali. Maka muncullah tokoh seperti
Jamal Ad-din Al-Afghani, Muhammad ‘Abduh, dan sebagainya. Mereka menjadi
motor penggerak pembaharu Islam.keadaan seperti ini tertular pula ke lingkungan
Indonesia. Muncul cendikiawan muslim Harun Nasution. Ia adalah sosok ilmuan
muslim dan salah satu tokoh pembaharu yang sangat terkenal dan cukup disegani
oleh kalangan intelektual muslim, baik didalam maupun luar negeri. Setiap kali
orang mendengar namanya pasti akan terbayang sosok seorang Rektor IAIN
Jakarta yang memiliki keahlian dalam bidang teologi dan filsafat yang bercorak
rasional bahkan liberal. Ia juga hadir karena ingin memunculkan ide-idenya yang
menurutnya selama ini terjadi kesalah pahaman tentang Islam itu sendiri.
Dalam makalah ini saya akan membahas tentang Pemikiran Pendidikan
Islam Harun Nasution yang kesemuanya tidak jauh dari permasalahan mengenai
pembaharuan Islam di era modern. Dengan mengetahui latar belakang, pemikiran
dan solusi yang ditawarkan oleh Harun, akan menambah kekayaan keilmuan
keislaman yang semoga dapat dimanfaatkan.

B. PEMBAHASAN
1. Biografi Harun Nasution
Harun Nasution adalah seorang teolog islam modern yang bercorak
pemikiran rasional. Dengan corak pemikiran teologinya yang demikian itu,
Harun Nasution dikenal pula sebagai ilmuan yang banyak mengemukakan
gagasan-gagasan dan pemikiran yang berbeda dengan pemikiran yang
umumnya dianut Umat Islam di Indonesia. Beliau dilahirkan di
Pematangsianar, daerah Tapanuli Selatan, Sumatra Utara, pada hari selasa, 25
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

September1919. Ia adalah putra dari lima bersaudara, yakni, Muhammad


ayyub, khalil, sa’idah, harun, dan hafsah. Ayahnya bernama Abdul Jabbar
Ahmad, seorang ulama kelahiran Mandailing yang berkecukupan serta pernah
menduduki jabatan sebagai Qadi, penghulu, Kepala Agama, Hakim Agama
dan Imam Masjid di Kabupaten Simalungun. Sedangkan ibunya yang berasal
dari Tanah Bato adalah seorang putrid ulama asal mandaling dan masa
gadisnya pernah bermukim di Makkah dan pandai bahasa Arab. Kedua orang
tua Harun Nasution yang berpendidikan agama yang demikian itu telah
memberikan sumbangan dan peran yang amat besar dalam menanamkan
pendidikan agamanya.
Setelah itu Harun melanjutkan pendidikan ke sekolah agama yang
bersemangat modern Moderne Islamietische Kweekschool (MIK). Setelah
sekolah di MIK, ternyata sikap keberagamaan Harun mulai tampak berbeda
dengan sikap keberagamaan yang selama ini dijalankan oleh orang tuanya,
termasuk lingkungan kampungnya. Harun bersikap rasional sedang orang tua
dan lingkungannya bersikap tradisional. Di sinilah Harun Nasution
pertamakali berhubungan dengan pemikir modern islam, seperti yang
dikembangkan oleh sejumlah sarja islam yang terkemuka seperti, Hamka,
Zainal abiding, dan Jamil jambek. Di sinilah harun nasution memulai karirnya
sebagai orang yang rasional, beliau bertutur pada MIK ini sebagai berikut “Di
sana ku memakai dasi, dan diajarkan bahwa memelihara anjing tidak haram.
Itu yang kupelajari dan kurasa cocok, kupikir mengapa harus berat-berat
mengambil wubhu dahulu hanya untuk mengankat Al-Qur`an, terpikir pula,
apa beda Al-Qur`an dengan kertas biasa, Al-Quran yang kupegang itu adalah
kertas bukan wahyu, Wahyunya tidak di situ. Apa salahnya memegang kertas
tanpa wudhu lebih dahulu begitu pula soal sholat, memakai ushali atau tidak
bagiku sama saja”.
Melihat perkembangan pemikiran Harun Nasution yang demikian itu,
ayahnya yang semula memaksa Harun Nasution belajar di MIK malah
bebalik melarangnya dan meminta anaknya keluar dari sekolah tersebu dan
melanjutkan disebuah sekolah guru Muhammadiyah di Solo. Namun Harun
Nasution tidak pergi ke solo melainkan pergi ke Mekkah untuk menunaikan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

ibadah haji dan sekaligus belajar pengetahuan agama Islam di Tanah Suci itu.
Upaya ini dilakukan karena menurut orang tuanya, pengetahuan umum yang
diperoleh Harun Nasution dari sekolah Belanda sudah cukup. Selanjutnya ia
harus mendalami Islam di Mekkah agar lebih lurus pemikirannya. Kemudian
Ia melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas Al Azhar pada tahun 1940.
Di Mesir, dia mulai mendalami Islam pada Fakultas Ushuluddin, Universitas
Al-Azhar, di Kairo. Pada tahun 1952, meraih gelar sarjana muda di American
University of Cairo. Harun Nasution sangat tertarik dengan negeri mesir
karena negeri itu sudah berkembang dengan pesat dan hasilnya tampak nyata
dengan munculnya tokoh-tokoh penting Indonesia seperti Muhammad Yunus,
Mukhtar Yahya, Bustami A. Ghani. Pada tahun 1962, Harun Nasution pergi
ke McGill. Di Kanada Harun nasution menemukan apa yang diinginkannya
dan memperoleh pandangan islam yang luas. Harun nasution belajar islam di
McGill tidak seperti di Al-Azhar Mesir.
Di McGill, Harun Nasution banyak kesempatan belajar islam baik itu
kesempatan ekonomi mau pun kesempatan waktu. Di McGill, Harun
Nasution dengan mudah membeli buku karangan orang Pakistan maupun
Orientalis. Setelah kuliah dua setengah tahun di McGill, harun nasution
mendapat gelar MA, dengan tesisnya mengenai islam di Indonesia. Setelah
beliau selesai memperolreh MA, Harun Nasution melanjutkan studinya dua
setengah lagi guna memperoleh gelar Ph.D. gelar itu diperolehnya pada tahun
1968 setelah beliau menyelesaikan disertasi nya yang berjudul “posisi akal
dalam pemikiran teologi Muhammad Abduh”.

2. Pemikiran Harun Nasution


Pembaharuan islam adalah upaya-upaya untuk menyesuaikan paham
keagamaan Islam dengan perkembangan baru yang ditimbulkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Dengan demikian pembaharuan
dalam islam bukan berarti mengubah, mengurangi atau menambah teks dalam
Al-Qur’an maupun teks Dalam Hadits melainakan hanya mengubah atau
menyesuaikan paham atas keduanya sesuaidengan perkembangan zaman. Hal
ini dilakukan karena bagaimanapun hebatnya paham-paham yang dihasilkan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

oleh para ulama atau pakar terdahulu tetap ada kekurangannya dan selalu
dipengaruhi oleh kecendrungan ilmu pengetahuan, situasi sosial, dan lain
sebagainya. Paham-aham tersebut mungkin masih banyak yang relevan dan
masih dapat digunakan, tetapi mungkin banyak yang tidak sesuai lagi.
Selain itu pembaharuan dalam Islam dapat juga berarti mengubah
keadaan umat agar mengikuti ajaran yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan al-
Sunnah. Hal ini dilakukan, karena terjadi kesenjangan antara yang
dikehendaki al-Qur’an dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat. Sebagai
contoh al-Qur’an mendorong umat agar menguasai pengetahuan modern serta
teknologi secara seimbang, hidup bersatu rukun dan damai, bersikap dinamis,
mencintai kebersihan dan lain sebagainya. Namun kenyataan umat
menunjukkan keadaan yang berbeda, sebagian besar umat islam hanya
menguasai pengetahuan agama sedangkan ilmu pengetahuan modern tidak
dikusainya, hidup dalam situasi dan kondisi pertentangan dan peperangan,
bersikap dictator, kuranh menghargai waktu dan lain sebagainya.
Sikapdanpandangan hidup umat yang tidak sejalan dengan al-Qur’an dan al-
Sunnah,harus di perbarui dengan jalan kembali kepada dua sumber ajaran
Islam yang utama itu. Dengan demikian, maka pembaharuan dalam Islam
mengandung maksud mengembalikan sikap dan pandangan hidup umat agar
sejalan dengan peunjuk al-Qur’an dan al-Sunnah.
Menurut Harun, Pembaharuan dalam Islam baru terjadi pada abad
modern yaitu dimulai pada abad ke – 18 M, dan pada masa itu dunia Timur
yang banyak di dominasi Barat. Berbarengan dengan bidang politik dan
ekonomi, umat Islam pada umumnya masih mengalami degradasi, wajar saja
jika kebudayaan barat lebih dominan dan banyak menguasai mereka di segala
sektor kehidupan.0
Dengan adanya persinggungan dengan kebudayaan Barat itulah,
memotivasi tokoh Islam tergerak melakukan reformasi terhadap ajaran agama
mereka. Mulanya dalam soal sosial, ekonomi, politik dan pertahanan tetapi
kemudian merebak ke bidang agama, begitulah yang terjadi di Mesir, Turki

0
Muhammad Husnol Hidayat, Harunnasution Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, Tadris
Volume 10 nomor 1 Juni 2015. Hal. 29
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan India. Sedangkan di Indonesia, pembeharuan terjadi setelah pengaruh dan


negeri-negeri tersebut memasuki wilayahnya Nusantara di abad Modern.
Dengan pandangan itulah, Harun menganggap adanya pembaharuan
dalam Islam dipicu adanya persinggungan kehidupan ummat Islam dengan
kebudayaan barat yang datang ke daerah-daerah koloni mereka di timur.
Sehingga dia mengartikan pembeharuan dalam Islam dengan pemikiran atau
gerakan yang berorientasi agar umat Islam dapat mengubah adat, pikira,
perbuatan atau institusi mererka dengan suatu yang baru sebagaimana
terdapat di dunia Barat abad modern.
Harun Nasution (1975) dalam buku “Pembaharuan dalam Islam” telah
banyak mengemukakan ide-ide pembaharuan antara lain dengan cara
menghilangkan bid’ah yang terdapat dalam ajaran Islam, kembali kepada
ajaran Islam yang sebenarnya, dibuka pintu ijtihad, menghargai pendapat
akal, dan menghilangkan sikap dualism dalam bidang pendidikan.0
Harun sering mengatakan bahwa salah satu sebab kemunduran umat
Islam di Indonesia adalah karena terlalu dominannya Asy’ari yang bersifat
Jabariyah. Karena itulah Harun menyoroti dan selalu menghubungkan antara
peran akal dan wahyu. Akal menurutnya sangat penting dan bebas dalam
pandangan al-Qur’an.
Harun Nasution mengatakan “bahwa untuk mewujudkan pemikiran
rasional yang agamis perlu diusahakan pemhaman ayat dan hadits sedemikian
mungkin sehingga dapat diterima oleh akal dengan syarat tidak bertentangan
dengan ajaran Absolut (al-Qur’an dan al-Hadits).0 Maka tepat sekali dengan
tujuan pendidikan Islam,” yaitu mencerdaskan akal dan membentuk jiwa
yang Islami. Sehingga akan terwujud sosok pribadi muslim sejati yang
berakal dan berpengetahuan dalam segala aspek kehidupan.0
Karena terlalu mengangungkan peran akal itulah, Harun pernah dujuluki
sebagai tokoh Neo-Mu’tazilah Indonesia. Sebagai seorang intelektual lulusan
Timur Tengah dan Amerika, “Harun adalah tipe pemikir Islam ultramodern.
Ia berusaha untu menggabungkan dua kutub ilmu barat dan timur, dengan
0
Muhammad Husnol Hidayat, Harunnasution Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, Tadris
Volume 10 nomor 1 Juni 2015. Hal. 29
0
Ibid hal.30
0
ibid
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

melakukan konsep pembaharuan Islam untuk membangun masyarakat Islam


Indonesia.0
Pernyataan-pernayataannya secara diametral bertentangan dengan
kecendrungan pemikiran ke-Islaman yang dominan pada wakru itu, “ia
seakan-akan secara lantang memproklamirkan suatu cara atau bentuk pikiran
lain, mendobrak tradisi pemikiran ke-Islaman yang menekankan
cohesiveness, tidak mengharamkan adanya pertentangan pemikiran,
mendorong terciptanya pemikiran yang bersifat individual.”
Hal ini dibuktikan dengan mewujudkan tiga langkah yang kerap dikenal
sebagai “Gebrakan Harun” diantaranya, yaitu :
1. Meletakkan pemahaman yang mendasar dan menyeluruh terhadap Islam.
Menurutnya, dalam Isla terdapt dua kelompok ajaran, yaitu : pertama.
Bersifat absolut dan mutlak benar, universal, kekal tidak berubah dan tidak
boleh diubah. Kedua, bersifat non absolut tapi relative, tidak universal,
tidak kekal, berubah dan boleh diuubah.
2. Dilakukan disaat menajabat Rektor IAIN syarif Hidayatullah Jakarta 1973
(kini telah berubah menjadi UIN). Saat itu secara revolisioner dia
merombak kurikuumIAIN se-Indonesia. Pengantar ilmu Agama
dimasukkan dengan harapan akan merubah pandangan mahasisiwa.
Demikian pula mata kuliah filsafat,Tasawuf, Ilmu Kalam, Tauhid dan
metologi riset. Menurut dia kurikulum IAIN yang selama ini berorientasi
pada fiqh harus diubah karena hal tersebut akan membuat pikiran
mahasiswa menjadi jumud.
3. Bersama manteri Agama, Harun Nasution mengusahakan berdirinya
Fakultas Pascasarjan pada tahun 1982. “Menurutnya Indonesia belum ada
organisasi sosialyang berprestasi melakukan pimpinan umat Islam masa
depan.0
Harun deikenal sebagai intelektual muslim yang anyak memperhatikan
masalah pembaharuan dalam Islam dalam arti yang seluas-luasnya, terutama
pada bidang teologi, filsafat dan tasawuf serta berbagai masalah kehidupan

0
ibid
0
Muhammad Husnol Hidayat, Harunnasution Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, Tadris
Volume 10 nomor 1 Juni 2015. Hal. 31
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

muslim lainnya. “Seluruh ilmu dan pengalamannya berusaha ia tuangkan


dalam aplikasi melalui bidang akademisi sebagai dosen, dekan dan rector di
IAIN dengan melakukan nasionalisasi ajaan agama dan Islamisasi ilmu-ilmu
umum.0
Dengan adanya perubahan yang kita bahas diatas, bisa dikatakan bahwa
Harun merupakan peletak batu pertama dalam perubahan tradisi akademik di
lingkungan Perguruan Tinggi Islam Indonesia,ia melakukan perubahan sistem
pendidikan di IAIN di Indonesia. Berikut ini ada tiga perubahan besar sistem
yang dilakukan oleh Harun Nasution sebagai berikut :
1. Melakukan system kuliah yang selama ini dinilai feudal, menjadi sesuatu
yang lebih baik, dengan metode diskusi atau seminar.
2. Merubah budaya lisan menjadi budaya tulisan. Harun dengan tekun
melatih mahasiswa-mahasiswanya untuk menulis pemikiran secara runtut
dan sistematis. Budaya ini diperkenalkan untuk mengatasi kelemahan
dalam budaya lisan. Karena tidak semua orang bisa memaparkan ide-ide
yang ada dalam pikiran secara runtut dan jelas.
3. Harun memperkenalkan pendekatan pemahaman Islam secara utuh dan
universal. Dominasi pendekatan fiqh selama ini dalam system pengkajian
Islam membuat kajian Islam agak mandek.0
Menurut Harun, di dalam bukunya Refleksi Pembaharuan. Penafsiran dan
pemikiran itu tidak bersifat mutlak. oleh sebab itu, imam besar tidak salah jika
menyalahkan sesamanya. Semua dipandangan masih dalam kebenaran selama
ia tidak bertentangan dengan ajaran dasar Islam sebagai tersebut dalam al-
Qur’an dan Hadits.0
Islam modernis adalah kelompok umt Islam yang menghendaki agar
ajaran Islam mampu memberikan konstribusi yang riil dan factual dalam
memecahkan berbagai problem sosial sepanjang zaman dan dimanapun
problem tersebut harus dipecahkan. Hal tersebut penting dilakukan, karena
sesuai dengan misi Islam, yaitu untuk memberi rahmat bagi seluruh alam dan
sepanjang zaman serta dimanapun. Untuk itu ajaran islam yang digali dari al-

0
ibid
0
Ibid, hal.32
0
ibid
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Qur’an dan Hadits haus ditinjau ulang setiap zaman untuk dilihat secara kritis
apakah pemikiran itu masih cocok atau sudah tertinggal.
Sejalan dengan itu maka Islam modernis menghendaki agar pintu ijtihad
tetap terbuka, dan umat Islam yang memiliki kemampuan dan kepribadian
yang baik agar tidak ragu-ragu untuk berijtihad bagi kepentingan umat Islam.
Dengan cara demikianlah ajaran Islam tetap relevan sepanjang zaman.
Banyaknya persoalan yang dihadapi, dan bersamaan dengan itu kurangnya
orang yang ahli dan mempunyai waktu luang, menyebbkan kajian yang
terbatas tadi kurang efektif. Keinginan untuk melihat persoalan secara
komperhensif seakan terhalang oleh kemampuan dan waktu. Agaknya di
sinilah kesempatan Harun Nasution muncul lebih kurang 25 tahun sesudah
Indonesia merdeka. Namun perlu segera ditambahkan pada pemikiran
terdahulu itu pengaruhnya pada masyarakat besar sekali. Masyarakat bagai
terbawa dalam perubahan pemikiran.0
Dalam rangka rujukan kepada paham-paham klasik, pengaruh Harun
Nasution paada murid-muridnya tampak besar. Padahal ia sendiri, sejauh yang
dapat diamati, tidak mengharaapkan para muridnya menjadi sekedar duplikat
dari dirinya, tetapi ia mengharapkan agar muridnya mandiri, dan bisa pula
memberi kontribusi yang besar bagi perkembangan masa depan.
Sebagai kajian akademis, pemikirannya lebih tercurah pada IAIN serta
cendikiawan dan calon cendikiawan dari perguruan tinggi lain terutama di
IAIN. Usaha-usaha studi Islam yang sistematis dan ilmiah yang berkembang
diakalangan perguruan tinggi Islam di Indonesia, sebagian besaar harus
merujuk kepada pemikiran Harun Nasution.
Ketakutannya menyebarkan gagasan-gagasannya melalui pengajaran dan
ceramah-ceramahnya di IAIN bukan saja memberikan dasar-dasar tradisi
ilmiah di dalam studi Islam, tetapi sekaligus menetralisir warna atau pola pikir
kecendrungan-kecendrungan pemikir Islam yang bersifat apologetic, pudarnya
dikotomi modernism tradisionalisme di dalam pemikiran Islam, terutama
diakalangan IAIN Jakarta adalah salah satu sumbangan konkrit dari kehadiran
sosok diri dan pikiran-pikiran Harun Nasution.0
0
Ibid hal 33
0
Ibid
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Untuk melakukan pembaharuan pemikiran Islam di IAIN, Harun mencari


akar pembenarannya dalam teologi rasional ala Mu’tazilah dan
mengenalkannya kepada masyarakat lewat buku dan pengajarannya di IAIN
dan Pascasarjana IAIN. Selama menjadi rector (1973-1984) dan setelahnya
sampai tahun 1990 an, sebagai direktur pada program studi lanjutan pertama
yang dibuka di IAIN Jakarta, “ia mengembangkan pemikiran Islam rasional
dan menjadikan program S1 dan Pascasarjana IAIN Jakarta sebagai agen
pembaharuan pemikiran dalam Islam dan tempat penyemaian gagasan-
gagasan ke Islamannya yang baru.”0
Selama kepemimpinan Harun Nasution di IAIN Syarif Hidayatullah
Jakarta telah banyak gagasan pembaruan yang dipraktikkan, Antara lain :
1. Menumbuhkan tradisi ilmiah. Upaya ini dilakukan dengan cara mengubah
system perkuliahan yang semula bercorak hapalan, textbook thinking, dan
cenderung menganut mazhab-mazhab tertentu, menjadi sistem perkuliahan
yang mengajak mahasiswa berfikir secara rasional, kritis,inovatif,objektif,
dan menghargai perbedaan pendapat.
2. Memperbaharui kurikulum. Upaya ini antara lain dilakukan Harun
Nasution dengan cara memperbaharui kurikulum IAIN syarif hidayatullah
Jakarta.
3. Pembinaan tenaga dosen. Upaya ini dilakukan dengan cara membentuk
Forum Pengkajian Islam (FPI) dan diskusi yang dibagi kedalam diskusi
mingguan dan bulanan. Pada setiap kali diskusi tersebut para dosen
diwajibkan membuat makalah ilmiah dengan bobot dan standar yang
ditentukan, dan kemudian menyajikan dalam forum ilmiah.
4. Menertibkan Jurnal Ilmiah. Melalui jurnal ini berbagai makalah yang
disusun para dosen dan disajikan dalam forum kajian tersebut di atas,
dilanjutkan dengan diterbitkannya pada Jurnal Ilmiah.
5. Pengembangan perpustakaan. Upaya ini dilakukan antara lain dengann
membangun gedung perpustakaan yang memadai, jumlah buku yang
memadai, serta system pelayanan yang lebih baik.
6. Pengembangan organisasi.

0
Ibid. hal 34
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

7. Pembukaan Program Pascasarjana. Seiring dengan upaya meningkatkan


mutu tenaga pengajar, maka pada tahun 1982 telah dibuka program
pascasarjana untuk strata (S-2) dan strata 3 (S-3) yang langsung beliau
pemimpin.
8. Menjadikan IAIN sebagai Pusat Pembaruan Pemikiran dalam Islam.0
Dampak dari usaha yang dilakukan Harun Nasution, terlihat berupa
suasana kreatifitas intelektual yang diciptakan terutama di IAIN Jakarta.
Pandangannya tentang perlunya berpikir rasional dalam memahami agama,
membekas pada mahasiswa yang belajar di IAIN Jakarta, pada tatanan tertentu
ide-ide pembaharuan tersebut mempertanyakan kembali konsep dan argument
dibalik paham dan praktek keagamaan yang selama ini taken for granted.
Disamping itu, “Keinginan Harun untuk mengajarkan agar umat Islam terbiasa
dengan perbedaan pendapat, sering berhadapan dengan paham keIslaman di
daerah yang belum siap dengan paham keagamaan.0
Pemikiran Harun Nasution berpengaruh dalam semangat dan tradisi IAIN
khususnya di Jakarta disebabkan beberapa hal; pertama, secara politis buku-
buku Harun menjadi rujukan utama untuk subjek pembaharuan pemikiran
Islam; kedua,sebagai Rektor dan direktur Pascasarjana, tentunya Harun sangat
leluasa menentukan arah kebijakan di IAIN Jakarta; ketiga, sebagai pengajar
pada mata kuliah inti untuk pemikiran Islam, Harun mempunyai pengaruh
dalam memilih topic dan pembahasan tesis/ disertasis mahasiswa. Seorang
alumni Pascasarjana IAIN Jakarta yang sekarang menjadi Rektor II IAIN
Antasari Banjarsari mengatakan :
“Pengaruh Harun Nasution yang membekas pada anak didiknya adalah
sika pribadi beliau dalam keilmuan. Beliau adalah seorang guru yang
konsisten terhadap pendiriannya. Dalam menghargai pendapat yang
berbeda, beliau juga konsisten walaupun terkadang menjadi perbedaan
sengit. Kalaupun beliau tidak berdebat, sesungguhnya beliau ingin
mengorek argumentasi yang dikembangkan oleh mahasiswa. Kemudian
beliiau juga sangat perhatian terhadap kutipan-kutipan yang diambil dan

0
ibid
0
ibid
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

buku orang lain, dicek kebenarannya, sikap yang demikian ini mengimbas
kepada kita ketika mengajar kepada mahasiswa.0
Jika kita melihat bahwa sosok Harun melalui tulisan-tulisannya adalah
seorang yang rasional dan ini kelihatan dari setiap tulisan-tulisannya maka tak
heran tentunya bila kemudian ia sangat mengidolakan Mu’taziah ketimbang
Asy’ariyah maka dari itu Harun Nasution mendapatkan julukan Neo
Mu’tazilah.
4. Relevansi/Implikasi pemikiran pendidikan Prof. Dr. Harun Nasution di
era modern.
Relevansi adalah kecocokan atau saling keterkaitan. Harun Nasution
adalah salah satu tokoh pembaharu yang pemikirannya masih dipakai hingga
sekarang ini. Salah satunya adalah perubahan mind set IAIN. IAIN sebagai
lembaga pendidikan tinggi Islam dulunya adalah perguruan tinggi yang
pemikirannya masih tradisional, sistem belajarnya juga masih tradisional. Pada
mulanya perkuliahan IAIN mengacu pada metode Al-Azhar dengan titik berat
penekanan pada mazhab Syafi’i.
Setelah perkuliahan ini berjalan belasan tahun, kemudian dipertanyakan
mengapa lulusan IAIN berwawasan sempit, tidak berfikiran rasional dan pada
umunya hanya berorientasi akhirat. Buku Harun Nasution yang berjudul Islam
ditinjau dari berbagai aspeknya menjadi buku wajib pengantar Ilmu agama.
Dari sanalah akhirnya pemikiran IAIN sedikit demi sedikit mengalami
perubahan menjadi lebih terbuka dan rasional.
Didalam bukunya ini ia menjabarkan apa dan bagaimana agama itu, apa
definisi Islam dalam pengertian yang sebenarnya. Lalu mengklasifikasikan
ajaran-ajaran Islam kedalam beberapa aspek ibadah, latihan spiritual, moral,
aspek sejarah dan kebudayaan, aspek politik, aspek perkembangan lembaga-
lembaga kemasyarakatan, aspek hukum, aspek teologi, aspek filsafat, aspek
mistisme dan aspek pembaharuan dalam Islam. semua dijelaskan melalui
pendekatan sejarah sejak awal tumbuhnya Islam hingga zaman modern.
Menurut Harun Nasution umat Islam khususnya lingkungan IAIN, harus
berani mempertanyakan tradisis pemikiran Islam yang selama ini dianggap
0
Muhammad Husnol Hidayat, Harunnasution Pembaharuan Pemikiran Pendidikan Islam, Tadris
Volume 10 nomor 1 Juni 2015. Hal. 35
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

mapan dan mengadakan terobosan-terobosan liberal. Harun juga ingin


menjadikan Pascasarjana IAIN sebagai lembaga ilmiah yang menampung
berbagai pemikiran, meskipun bertentangan, sehingga berkembang menjadi
dinamika yang sangat berguna bagi pengkayaan mahasiswanya.
Sejak menjadi rektor Harun menata IAIN menjadi kampus pembaharuan
pemikiran Islam di Indonesia. Harun memberi ruang yang sangat luas untuk
pertumbuhan dan perkembangan pemikiran-pemikiran rasional. Dengan
usahanya IAIN cukup di perhitungkan. IAIN bukan hanya perguruan tinggi
tradisional, tapi sebuah kampus Islam pembaharu dan modern.
Kebebasan berfikir dan mengemukakan pendapat mahasiswa masih di
terapkan hingga sekarang pada lingkungan IAIN, itu merupakan terobosan
Harun Nasution agar mahasiswa tidak mempunyai pikiran yang sempit. Tapi
saat ini pendidikan semakin banyak problem, Islam saat ini semakin
terbelakang dan ketinggalan zaman. Sehingga timbul pertanyaan di hati saya,
bagaimana mengembalikan zaman kemegahan umat islam yang dulu-dulu?
Jawabannya adalah “Islam harus berani mengejar zaman”. Bukan seratus
tahun, tetapi seribu tahun Islam ketinggalan zaman. Kalau Islam tidak cukup
kemampuan buat mengejar seribu tahun itu, niscaya ia akan tetap hina dan
mesum.0

C. KESIMPULAN
Harun Nasution adalah sosok ilmuan Muslim yang sangat berwibawa dan
disegani oleh kalangan intelektual muslim, baik dalam maupun luar negeri, dan
sekaligus menjadi sumber timbulnya berbagai masalah yang menimbulkan
perdebatan setiap kali orang mendengar namanya, yang terbayang adalah bahwa
ia seorang mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang memiliki
keahlian dalam bidang teologi dan filsafat yang bersifat rasional.
Dengan corak pemikiran teologinya yang demikian itu, Harun Nasution
dikenal pula sebagai ilmuan yang banyak mengemukakan gagasan dan pemikiran
yang berbeda dengan pemikiran yang umumnya dianut umat Islam Indonesia.
Melalui berbagai karya tulis yang dihasilkannya, Harun Nasution tidak hanya
0
Rajibullah. Pemikiran Harun Nasution Tentang Pendidikan dan Relevansinya Dengan Dunia
Pendidikan _____Kontemporer dikutip dari http://piuii17.blogspot.com/2018/09/pemikiran-harun-
nasution-tentang.html?m=1 pada Jum’at 22 Maret 2019, pukul 20 :25 WIB
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

memperkenalkan teologi rasional dan liberal seperti Mu’tazilah dan Asy’ariyah


yang banyak dianut oleh umat Islam di Indonesia, melainkan juga
memperkenalkan yang rasional dan liberal seperti Mu’tazilah dan Maturidiyah
Samarkand.
Gebrakan yang paling penting dilakukan oleh Harun untuk mengangkat
umat Islam dan Indonesia adalah mempelopori berdirinya Fakultas Pascasarjana
dengan maksud untuk mencetak pemimpin umat Islam masa depan. Menurutnya,
pemimpin harus rasional, mengerti Islam secara komprehensi, tahu tentang agama
dan filsafat. Pemimpin seperti itulah yang diharapkannya lahir dari Pascasarjana.

BAB XIX
PEMIKIRAN WAHID HASYIM ( RELIGIUS – RASIONAL –
PRAGMATIS ) TENTANG PENDIDIKAN DAN RELEVANSINYA
DENGAN PENDIDIKAN KONTEMPORER

(Nisa Rafiatun)

A. Latar Belakang Masalah


KH Wahid Hasyim adalah putra seorang ulama yaitu KH Hasyim
Asy’ari. Ia tumbuh dan berkembang di lingkungan pesantren. Sejak
kecil ia mempelajari ilmu – ilmu agama dan melanjutkan studinya
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

hingga ke Mekkah. Lalu sekembalinya di tanah air iapun menjadi


seorang tokoh pendidikan, ia juga merupakan ulama yang pernah
menjabat sebagai Menteri Agama pertama Indonesia. Ia mempunyai
pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan pendidikan di
Indonesia terlebih dalam agama Islam. KH Wahid Hasyim adalah
sosok agamawan dan negarawan yang tidak diragukan jasanya bagi
negara.
Kiprahnya di dunia akademik dan perjuangannya dalam mendidik
bangsa sangat dikenal dan berbekas. Dalam menggariskan kebijakan
di dunia pendidikan, tentu tidak terlepas dari latar belakang keislaman
dan kenegarawanan yang dia sandang. Ia mendirikan madrasah yang
menerapkan metode tutorial serta kurikulum yang tidak hanya
mempelajari ilmu agama saja tetapi juga ilmu pengtahuan umum
sehingga nantinya peserta didik dapat menjadi seorang yang cerdas
dalam intelektual, berketerampilan, dapat menghadapi permasalahan
kehidupan, dan juga berakhlak mulia.
Namun hal tersebut justru menjadi kekacauan di lingkungan
ulama karena dianggap memasukkan pendidikan sekuler dalam ilmu
agama. Sebaliknya, meurutnya justru hal ini membuat seimbang
antara dimensi lahir dan batin. Makalah ini membahas dan
menguraikan biografi Wahid Hasyim lalu menelaah pemikirannya di
bidang pendidikan sekaligus kaitannya dengan pendidikan di dunia
modern.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi KH. Wahid Hasyim
KH. Wahid Hasyim adalah putra kelima pasangan KH Hasyim
Asy’ari dan Nyai Nafiqah. Ia adalah anak laki – laki pertama dari
sepuluh bersaudara. Wahid Hasyim lahir pada 1 Juni 1914 M di Desa
Tebuireng, Jombang. Nama aslinya ialah Abdul Wahid, tetapi ketika
menginjak dewasa ia sering menambahkan nama ayahnya di belakang
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

namanya sehingga menjadi A. Wahid Hasyim sehingga hingga


sekarang lebih terkenal dengan nama KH Wahid Hasyim.0
Wahid Hasyim berasal dari keluarga yang taat beragama dan dari
keluarga yang berada di lingkungan pesantren serta kental dengan nilai
– nilai keagamaan. Wahid Hasyim sejak kecil belajar di madrasah yang
ada di lingkungan rumahnya. Pada pagi hari ia belajar di Madrasah
Salafiyah di dekat rumahnya, dan pada malam harinya ia belajar
langsung dengan ayahnya. Pada usia lima tahun ia telah mempelajari
Al – Qur’an. Di usianya yang ke tujuh tahun ia mempelajari kitab Fath
Al – Qarib ( kemenangan bagi yang dekat ) dan Al – Minhaj Al –
Qawim ( jalan yang lurus ). Ia sangat menggemari buku – buku
kesusastraan Arab khususnya buku Diwan Asy – Syu’ara ( kumpulan
penyair dan syair – syairnya ). Ketika berusia 13 tahun Wahid Hasyim
menamatkan studinya di Madrasah Salafiyah Tebuireng, lalu beliau
belajar ke pondok Siwalan Panji, Sidoarjo, di pondok Kyai Hasyim
bekas mertua ayahnya. Di sana ia mempelajari kitab – kitab Bidayah,
Sullamut Taufik, Taqrib, dan Tafsir Jalalain. Kyai Chozin Panji adalah
guru Wahid Hasyim. Dalam hitungan hari yaitu 25 hari Wahid Hasyim
belajar di pondok tersebut. Selanjutnya pengembaraan ilmu ia
lanjutkan ke pesantren Lirboyo di Kediri untuk beberapa saat. Setelah
itu di usianya 18 tahun, Wahid Hasyim melaksanakan ibadah haji serta
memperdalam ilmu pengetahuan di Mekkah.0
KH Wahid Hasyim adalah pencetus lahirnya perguruan tinggi
Islam pertama di Indoensia, yaitu IAIN di Jakarta. Selain ia menjadi
tokoh pendidikan juga merupakan negarawan. Ia aktif mengikuti
organisasi seperti MIAI, Majelis Syuro, Masyumi, Nahdlatul Ulama,
serta Barisan Hizbullah yang membantu perjuangan umat Islam
mewujudkan kemerdekaan. Pada tahun 1945 ia menjadi anggota
BPUPKI dan PPKI.0
0
Menteri – Menteri Agama RI. Biografi Sosial Pollitik. ( Jakarta : Badan Litbang Agama,
Departemen Agama RI, 1998 ). Hlm. 99
0
Ibid., Hlm. 100 – 101
0
Al – Mahabbah. Biografi KH. Wahid Hasyim.
https://almahabbah89.wordpress.com/2010/10/24/biografi-k-h-abdul-wahid-hasyim/ 2010
( diakses pada Kamis, 18 April 2019 pukul 20.10 )
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Karya – karyanya ialah Nabi Muhammad dan Persaudaraan


Manusia, Kebangkitan Dunia Islam, Beragamalah Dengan Sungguh –
Sungguh dan Ingat Kebesaran Tuhan, Hari Raya Sebagai Ukuran Maju
Mundur Umat, Ayat dan Isi Al Fatihah, Islam Agama Fitrah, serta
Perkembangan Politik Masa Pendudukan Jepang.0
Pada 19 April 1953, disaat usianya 38 tahun ia mengalami
kecelakaan mobil di Cimahi, Jawa Barat. KH Wahid Hasyim dikenal
sebagai pahlawan nasional yang jasanya sangatlah berpengaruh bagi
bangsa dan pendidikan di Indonesia.0
2. Pemikiran Pendidikan KH. Wahid Hasyim
a. Tujuan Pendidikan
Menurut Wahid Hasyim tujuan pendidikan ialah untuk
menggiatkan santri agar berakhlakul karimah, takwa kepada Allah,
dan memiliki ketrampilan untuk hidup, artinya pendidikan itu
harus memenuhi moralitas dan akhlak, serta memenuhi tuntutan
duniawi dan ukhrowi. Hal tersebut ia tekankan pada para alumni
agar nantinya dapat menjawab persoalan masyarakat. Selain itu
titik tekan pendidikan menurutnya ialah pada kemampuan kognisi (
iman ), afeksi ( ilmu ), dan psikomotor ( amal dan akhlak mulia )
sehingga akan ada keseimbangan antara akal ( logika ) dan agama
dalam hal pendidikan. Reformasi ini dilakukan oleh KH Wahid
Hasyim terhadap model pendidikan Islam yang dikenal konservatif
tidak lain adalah bagian dari usaha membentuk model pendidikan
Islam yang adaptif terhadap isu – isu aktual. Hal ini dilakukan
untuk mendobrak pesantren yang hanya fokus pada kitab – kitab
klasik.0
b. Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum ialah suatu program rancangan pendidikan yang
isinya sejumlah mata pelajaran dan program kegiatan yang
0
Abdul Ghafur. Karya KH. Abd Wahid Hasyim.
https://www.scribd.com/doc/288100742/karya-kh-abd-wahid-hasyim-docx ( diakses pada Kamis,
18 April 2019 pukul 20.10 )
0
Ibid., Biografi KH. Wahid Hasyim
0
Nurhabibah. Pemikiran Wahid Hasyim tentang Pendidikan dan Relevansinya dengan
Dunia Modern. Jurnal Literasi Vol. IX, No. 1, 2018. Hlm. 14 - 15
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program


pendidikan.0 Kurikulum yang ditawarkan oleh KH Wahid Hasyim
ialah memasukkan ilmu pengetahuan sekuler dalam kurikulum
pesantren agar santri tidak hanya menguasai ilmu agama saja tetapi
juga menguasai ilmu pengetahuan modern, dengan begitu santri
dalam pandangan Wahid Hasyim akan menjadi manusia sempurna.
Ayahnya, KH Hasyim Asy’ari mengizinkan putranya untuk
mendirikan institusi pada 1935. Institusi tersebut juga
dikategorikan sebagai reformasi pendidikan yang paling
monumental di dunia pesantren. Wahid Hasyim mendirikan
Madrasah Nizamiyah ( sebagai eksperimen revolusioner ) yang
berbeda dengan sistem tradisional yang masih terus berjalan di
pesantren. Institusi gagasan Wahid Hasyim ini menggunakan
kurikulum dengan 70% pelajaran umum ( ulumu dunya ) dan 30%
pelajaran agama ( ulumuddin ). Pelajaran sekuler yang diajarkan
adalah aritmatika, sejarah, geografi, dan ilmu pengetahuan alam
serta sebagai tambahan santri diajarkan bahasa Indonesia, Inggris,
dan Belanda. Selain itu, ketrampilan mengetik juga diberikan untuk
meningkatkan kualitas keterampilan santri.0
Namun, gagasan pendidikan Wahid Hasyim ini banyak menuai
kritik tajam dari para ulama karena dianggap mencampuradukkan
ajaran agama yang suci dengan ilmu – ilmu keduniawian yang
mana ilmu – ilmu sekuler masih dianggap produk bangsa kolonial
yang mana pada saat itu mereka sangat membenci penjajah
sehingga mengharamkan semua yang berkaitan dengannya. Tetapi,
Wahid Hasyim selalu berusaha untuk meyakinkan dan menjelaskan
tujuan dan kegunaan ide pembaharuannya. Terbukti dengan
meningkatnya ketrampilan santri di Madrasah Nizamiyah,
termasuk penguasaan ilmu agama dan kemampuan bahasa asing.

0
Maragustam Siregar. Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter..
( Yogyakarta : FITK UIN Sunan Kalijaga, 2018 ). Hlm. 237
0
Ibid., Pemikiran Wahid Hasyim... Hlm. 15 - 16
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Lambat laun para ulama, kyai, dan masyarakat dapat memahami


dan menerima gagasan Wahid Hasyim.0
c. Metode Pembelajaran
Metode adalah cara, jalan, atau teknik yang digunakan oleh
pendidik dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah dirumuskan atau menguasai kompetensi
menuju terwujudnya kepribadian Muslim.0 Metode yang digunakan
pada pesantren pada mulanya ada dua yaitu metode bandongan dan
metode sorogan. Metode bandongan yaitu kyai atau ustadz
membacakan kitab kepada santri kemudian mereka menyimak
kitab yang sama kemudian melakukan penulisan harakat dan
membuat catatan. Selain itu, metode sorogan yaitu seorang santri
mendapat giliran menghadap langsung kepada kyai atau ustadz
kemudian ia membuka bagian yang akan dibaca atau dikaji
bersama kyai atau ustadz.0
Setelah kembali dari Mekkah, KH Wahid Hasyim mengusulkan
kepada ayahnya untuk merubah sistem pengajaran di pesantren
dengan metode bandongan diganti dengan sistem tutorial yang
sistematis dengan tujuan untuk mengembangkan inisiatif
kepribadian para santri. Hal ini berarti pengajaran di pesantran
tidak hanya pada kitab – kitab klasik saja namun juga diajarkan
lebih banyak mata pelajaran umum. Selain itu, alasan digantinya
metode bandongan dengan sistem tutorial adalah agar santri tidak
hanya mendengarkan dan mencatat tetapi juga dapat mengajukan
pertanyaan bahkan berdiskusi sehingga tidak membuat santri
menjadi pasif.0
d. Ciri – Ciri Dunia Global dan Modern
Perkembangan jaman semakin pesat dan mendorong upaya
pembaharuan dalam segala bidang kehidupan. Globalisasi di jaman
modern ini banyak membawa dampak positif dan negatif pada
0
Ibid., Hlm. 16
0
Ibid., Filsafat Pendidikan Islam. Hlm. 227
0
Ibid., Pemikiran Wahid Hasyim... Hlm. 16 - 17
0
Ibid., Hlm. 16 - 17
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

masyarakat. Proses perkembangan globalisasi tersebut ditandai


dengan kemajuan dalam berbagai bidang. Beberapa ciri – ciri dunia
global dan modern adalah0 :
1. Adanya perkembangan berita dan interaksi kultural lewat
informasi berita di surat kabar, media massa, majalah, koran ,
televisi, melalui buku – buku yang di dalam penerapannya
mengalami keberagaman cara.
2. Adanya konflik dan masalah bersama dalam masyarakat luas
dan bisa meluas menjadi persoalan dunia yang harus sama
sama segera diselesaikan, yaitu berhubungan dengan adanya
kerusakan lingkungan alam berupa pencemaran limbah industri
pada laut, atau pemanasan global yang mempunyai dampak
buruk bagi seluruh kehidupan makhluk di bumi agar tidak
menjadi penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan
kewenangan.
3. Adanya aktivitas interaksi dan pertukaran budaya antar satu
negar dengan negara lain tanpa kita sadari.
4. Adanya perubahan perkembangan ekonomi global diseluruh
dunia termasuk perdagangan dan ekspor impor.
5. Perubahan kemajuan dan perkembangan teknologi disegala
aspek yang tidak mengenal ruang dan waktu serta tanpa bisa
dicegah siapapun
3. Relevansi dan Implikasi Pemikiran Pendidikan KH. Wahid
Hasyim di Era Modern
Tujuan pendidikan menurut KH Wahid Hasyim adalah untuk
menggiatkan santri agar berakhlakul karimah, takwa kepada Allah,
serta memiliki keterampilan untuk menghadapi persoalan hidup yang
terus berkembang. Pemikiran KH Wahid Hasyim ini relevan dengan
tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 tahun 2003 bab 2
pasal 3 yang berisi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
0
Guru PPKn. Ciri – Ciri Globalisasi. https://guruppkn.com/ciri-ciri-globalisasi diakses
pada 17 Maret 2019 pada pukul 20.15 WIB
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya


potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.0
Kurikulum pendidikan menurut KH Wahid Hasyim sangat
relevan dengan kurikulum modern yaitu menjembatani ilmu umum
dengan ilmu agama, karena kemajuan dunia modern tidak hanya
membutuhkan pendidikan agama tetapi juga membutuhkan
pendidikan umum agar masyarakat Indonesia mampu menghadapi
persoalan hidup di dunia modern ini.
Selain itu, metode pembelajaran yang digantikan dari metode
bandongan dan sorogan menjadi pembelajaran dengan sistem
tutorial dimana santri tidak hanya mendengarkan dan mencatat saja
tetapi dapat berperan aktif dalam pembelajaran. Metode yang
diusulkan KH Wahid Hasyim ini relevan dengan metode
pembelajaran berbasis PAIKEM ( Pembelajaran Aktif, Inovatif,
Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan ).
C. Kesimpulan
KH Wahid Hasyim adalah anak kelima dari pasangan KH Hasyim
Asy’ari dan Nyai Nafiqah, yang lahir pada 1 Juni 1914 di Tebuireng,
Jombang. KH Wahid Hasyim tumbuh dan berkembang di lingkup
pesantren yang kental dengan pendidikan keagamaan, terlebih ayahnya
ialah seorang kyai di pesantren Tebuireng. Pendidikan dasarnya ialah
di rumah yang mana berada dalam lingkup pesantren, pagi hari belajar
di madrasah dan malam harinya belajar kepada ayahnya. Pada tahun
1949, KH Wahid Hasyim menjabat sebagai Menteri Agama RI yang
pertama.
Pemikiran pendidikan KH Wahid Hasyim adalah tujuan pendidikan
yang mana menggiatkan santri untuk berakhlakul karimah, takwa
kepada Allah, serta memiliki keterampilan untuk hidup. Selain itu,

0
Ibid., Pemikiran Wahid Hasyim... Hlm. 17
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

memasukkan pelajaran umum sebagai penambahan kurikulum di


lingkungan pesantren serta mengganti metode bandongan dan sorogan
dengan metode tutorial untuk melatih keaktifan santri. Pemikiran KH
Wahid Hasyim relevan dengan pendidikan di era modern seperti ini
baik dalam tujuan pendidikan, kurikulum, dan metode pendidikan.

BAB XIX

PEMIKIRAN ABDURRAHMAN AN-NAHLAWI (RELIGIUS-RASIONAL)


TENTANG PENDIDIKANNYA DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA
MODERN

(Nurul Hafidah)

A. PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sebuah proses transfer ilmu yang dalam prakteknya
memerlukan suatu alat ataupun media secara metode untuk menyampaikan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pesan ataupun nilai-nilai Islam. Sehingga hadirnya media dan berbagai metode
di sini akan sangat membantu dalam proses pelaksanaan pendidikan. Dewasa
ini telah banyak pakar pendidikan yang telah memunculkan teori-teori
pendidikan dengan sudut pandang masing-masing salah satunya ialah
Abdurrahman an-nahlawi pemikiran beliau tentang pendidikan Islam
merupakan wujud kepeduliannya terhadap dunia pendidikan terutama terhadap
anak-anak tertuang terhadap karya beliau yakni kitab Usul al-Tarbiyah al-
Islamiyyah wa Asalibuha fi al-bayti wa’I Madrasah wa’I Mujtama.
Dalam kitab tersebut membahsa tentang bagaimana pendidikan itu
seharusnya di lakukan dalam rumah sekolah dan masyarakat. Meliputi teori
pendidikan, tujuan media, dan metode pendidikan yang telah digunakan. Lebih
dari itu pemikiran beliau tentang pendidikan Islam yaitu mengenai bagaimana
mengenalkan pendidikan yang mampu menggambarkan bahwa pendidikan itu
tidak hanya sekedar transfer ilmu tetapi juga untuk menginternalisasikan nilai-
nilai pendidikan Islam dalam cara atau metode pendidikan yang dapat
menyentuh perasaan anak. Selain itu muncul berbagai problematikan
pendidikan yang disebabkan karena semakin majunya ilmu pengetahuan dan
teknologi sebagai media pendidikan juga mampu mempengaruhi psikologi
anak didik.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Abdurrahman An-Nahlawi
Kehidupan Abdurrahman an Nahlawi masih sangat langka
dijumpai, tidak banyak ditemukan karya tulis, buku, maupun artikel dalam
berbagai media yang mengulas secara detail tentang pemikiran an Nahlawi
dan biografinya. Karena itu, studi tentang seputar kehidupannya sangat
miskin. Abdurrahman an Nahlawi mempunyai nama lengkap Abd al
Rahman Abd al Karim Uthman Muhammad al Arqaswasi al Nahlawi. ia
dilahirkan pada tanggal 7 Safar 1396 H / 1876 M di sebuah daerah
bernama Nahlawa kota Madinah, Saudi Arabia. Abd Karim Uthman
adalah nama ayahnya yang mendidik dan membesarkannya. Ayahnya
adalah seorang yang taat ibadah dan taat beragama Islam sehingga selalu
memperhatikan pendidikan anak-anaknya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dengan latar belakang kondisi keluarga yang Islami, tidak heran


jika an Nahlawi sejak kecil telah mendapat didikan dan bimbingan dari
keluarganya dengan islami dan berpengalaman serta menghargai ilmu
pengetahuan baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ia pernah menjadi
pengajar di Universitas Islam Imam Muhammad Ibnu Su’ud di Riyadh,
Saudi Arabia, tentang pendidikan Islam. Pemikiran-pemikirannya tentang
pendidikan Islam terlihat dari karya-karyanya yang banyak memancarkan
fanatismenya terhadap Islam sehingga dituangkannya dalam teori-teori
pendidikannya yang didasarkan pada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah
SAW yang dikenal dengan metode Qur’ani dan Nabawi. Ia juga
melanjutkan dan menekuni ilmu-ilmu umum seperti filsafat dan psikologi.
Hal ini terlihat dalam karya-karyanya yang tampak membandingkan antara
peradaban barat dan timur terutama masalah pendidikan yang didasarkan
pada filsafat dan dalam mengidekan teori-teori beliau menggunakan
pendekatan psikologis. Beberapa karya-karya an Nahlawi yang dapat
dijumpai, yakni antara lain : Ushuul Al Tarbiyah Al Islamiyyah Wa
Salibuha, Darul Fikr, Damsyik.0
2. Pemikiran Pendidikan Abdurrahman an-Nahlawi
Islam adalah syariat Allah yang diturunkan kepada umat manusia
agar mereka beribadah kepada-Nya di muka bumi. Pelaksanaan syariat ini
menuntut adanya pendidikan manusia, sehingga manusia dapat memikul
amanat dan menjalankan khilafah. Syariat Islam hanya dapat dilaksanakan
dengan mendidik diri, generasi dan umasyarakat supaya beriman dan
tunduk kepada Allah semata serta selalu mengingat-Nya.
Berikut adalah pandangan kritis an-Nahlawi tentang pendidikan ,
antara lain:
a. Definisi Pendidikakan Islam
Abdurrahman an-Nahlawi mendefinisikan pendidikan dari lafadz
at-tarbiyah. Secara etimologis lafadz at-tarbiyah berasal dari kata:
0
Ratna Saufika, Skripsi “Konsep Pemikiran Pendidikan Ivan Illich Dan Abdurrahman
An-Nahlawi (Suatu Kajian Komparatif). Di akses dari http://digilib.uinsby.ac.id/8267/5/BAb.
%20III.pdf, pada tanggal 22 februari 2019 pkl 20:04
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pertama, raba yarbu yang berarti bertambah dan tumbuh. Kedua,


robiyah yarba dalam wazn (bentuk) khafiyah yakhfa berarti menjadi
besar. Ketiga, Rabba ya rubbu dengan wazn (bentuk) madda yamuddu
berarti memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga dan
memelihara.0
Dari ketiga asal kata ini Abdurrahman an-nahlawi mengutip dari
Abdurrahman al-Bani yang menyimpulkan bahwa pendidikan
(tarbiyah) terdiri atas empat unsur: pertama, menjaga dan memelihara
fitrah anak menjelang baligh. Kedua, mengembangkan seluruh
potensi dan kesiapan yang bermacam-macam. Ketiga, mengarahkan
seluruh fitrah dan potensi ini menuju kepada kebaikan dan
kesempurnaan yang layak baginya. Keempat, proses ini dilaksanakan
secara bertahap.0
Dari pengertian-pengertian di atas kita dapat memahami makna
pendidikan, yaitu: pertama, pendidikan merupakan kegiatan yang
betul-betul memiliki tujuan, sasaran dan objek target. Kedua,
pendidikan yang sejati dan mutlak adalah Allah SWT. Dialah
pencipta fitrah, pemberi bakat, pembuat berbagai sunnah
perkembangan, peningkatan, dan interaksi fitrah sebagaimana Diapun
mensyariatkan aturan guna mewujudkan kesempurnaan,
kemashlahatan dan kebahagiaan fitrah tersebut. Ketiga, pendidik
menuntut terwujudnya program berjenjang melalui peningkatan
kegiatan pendidikan dan pengajaran selaras dengan ururtan
sistematika menanjak yang membawa anak dari suatu perkembangan
ke perkembangan lainnya. Keempat, peran seorang pendidik haruslah
sesuai tujuan Allah SWT menciptakannya. Artinya, pendidik harus
mampu mengikuti syariat agama Allah. 0
b. Dasar-dasar (Asas-asas) Pendidikan Islam

0
Abdurrahman an-Nahlawi, Ushulut Tarbiyatil Islamiyah wa Asalibuha , alih bahasa
Herry Noer Ali, Prinsip-prinsip dan Metoda Pendidikan Islam: Dalam Keluarga, Sekolah,
dan Masyarakat, Cet 1 (Bandung: Diponegoro, 1989). hlm 30
0
Ibid… hlm 32
0
Abdurrahman An Nahlawi, Ushulut Tarbiyah Islamiyah wa Asalibiha Fil Baiti wal
Madrasati wal Mujtama’, alih bahasa Shihabuddin, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat, Cet. 2 (Jakarta: Gemma Insani Press, 1995), hlm. 21
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

1) Dasar-dasar Ideal
a) Manusia Menurut Pandangan Islam
Dalam menjelaskan tentang manusia an-Nahlawi
menggambarkan tentang penciptaan manusia, menurutnya
hakikat manusia bersumber dari dua asal. Pertama: Ashlul
Ba’id (asal yang jauh), yaitu penciptaan pertama dari tanah,
kemudian Allah sempurnakan dengan meniupkannya ruh.
Kedua: Ashlul Qorib yaitu penciptaan manuia dari nuthfa0.
Kemudian beliau menjelaskan posisi manusia antara lain: 1)
manusia merupakan makhluk yang di muliakan, jadi manusia
dilarang menghinakan dirinya. 2) manusia makhluk istimewa
dan terpilih karena dianugerahkan Allah kemampuan
membedakan kebaiakan dan kejahatan atau kedurhakaan dari
ketakwaan. 3) manusia merupakan makhluk yang dapat
dididik, karena Allah membekali manusia dengan kemampuan
belajar dan pengetahuan.4) manusia mempunyai tanggung
jawab untuk menerapkan syariat dan perwujudan
penghambaan.0
b) Alam Semesta Menurut Pandangan Islam
Menurut Islam alam semesta diciptakan dan difungsikan
untuk menggerakan emosi dan perasaan manusia terhadap
keagungan sang khaliq, kekerdilan manusia dihadapan-Nya ,
dan pentingnya ketundukan kepada-Nya.artinya, alam semesta
dipandang sebagai dalil Qot’I yang menunjukan keesaan dan
ketuhanan Allah.0
c) Kehidupan Menurut Pandangan Islam
Kehidupan menurut pandangan Islam merupakan suuatu
ajang percobaan dan ujian dari Allah untuk manusia. Sifat
dunia tidak kekal dan hanya gambaran kesenangan yang
sementara, yaitu sebagai sarana lintasan manusia untuk

0
Ibid…hlm 38
0
Ibid… hlm 40-44
0
Ibid… hlm 46
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

menuju akhirat. Namun dunia juga memiliki kaidah-kaidah


sosial dan kemanusiaan yang diwujudkan dalam bentuk
masyarakat dan bangsa.
Pemahaman mendalam terhadap kehidupan dunia akan
membawa sekaligus mendidik kaukm muslimin pada berbagai
pemahaman. a) seorang muslim harus menghindari tipuan
dunia yang dapat melalaikan dari penciptaan manusia. b)
walau harus mengutamakan kehidupan akhirat, seorang
muslim tidak boleh menutup diri dari kebaikan dunia. c)
dengan pemahaman bahwa dunia merupakan ajang cobaan dan
ujian, seorang muslim hendaknya bersabar dalam menghadapi
berbagai persoalan dunia. d) setiap individu atau kelompok
manusia harus bersiap diri memerangi musuh yang
menghambat menghadapi berbagai persoalan dunia. d) setiap
individu atau kelompok manusia harus bersiap diri memerangi
musuh yang menghambat berkibarnya panji kebernaran dan
keutamaan.0
2) Dasar-dasar Peribadahan
Ibadah dalam Islam merupakan amal shaleh dan latihan
spiritual yang berakal dan diikat oleh makna yang hakiki dan
bersumber dari fitrah manusia. pelaksanaan ibadah merupakan
pengaturan hidup seorang muslim, baik itu dalam pelaksanaan
shalat, pengaturan pola makan melalui puasa pengaturan
kehidupan sosail ekonomi, muslim yang bertanggung jawab
melalui zakat, pengaturan atau penghidupan integritas seluruh
umat Islam dalam ikatan perasaan sosial melalui haji, yang jelas
ibadah menyatukan satu tujuan umat islam yaitu penghambaan
kepada Allah semata serta penerimaan berbagai ajaran baik yang
bersifat duniawi maupun ukhrawi
Hikmah dari kependidikan diantaranya:
a) Ibadah mendidik diri untuk selalu berkesadaran berpikir

0
Ibid… hlm 54-61
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

b) Ibadah menanamkan hubungan dengan jamaah Muslim


(rasa kebersamaan)
c) Menanamkan kemuliaan dalam diri Muslim
d) Mendidik keutuhan umat manusia, karena ibadah yang
dilakukan dalam kelompok melahirkan rasa
kebersamaan sehingga terdorong untuk saling
mengenal, menasehati, dan bermusyawarah.
e) Seorang Muslim terdidik untuk memiliki kemampuan
dalam melakukan berbagai keutamaan konstan dan
mutlak, artinya tidak berbatas pada batasan geografis,
kepentingan nasional atau partai yang berkuasa.
f) Membekali manusia dengan kekuatan rohaniah, yaitu
optimis yang bersumber dari kekuatan Allah,serta
kesadaran dan cahaya yang bersumber dari Allah
g) Memperbaharui jiwa karena melalui ibadah manusia
memiliki sarana untuk mengekspresikan taubatnya,
dengan taubat kesalahan dan dosa yang dilakukan
anggota tubuh akan hilang.0
3) Dasar-dasar Syariat
Syariat Islam merupakan salah satu asas pendidikan Islam
yang agung, menurut makna qur’ani syariat merupakan penjelasan
tentang akidah dan ibadah yang diarahkanuntuk menata kehidupan
dan mengatur hubungan kemanusiaan.
Berikut ini terdapat penjelasan yang menunjukan
kedudukan syariat:
a) Syariat adalah asa berpikir yang mencangkup segala
konsep berpikir tentang alam, kehidupan dan manusia,
syariat mencangkup pandangan dan sikap Islam
terhadap manusia dan alam juga kehidupan serta
keterkaitan manusia dengan semua itu.

0
Ibid… hlm 62-67
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

b) Syariat menetapkan kaidah dan tatanan tingkah laku


Muslim yang menjadikan kehidupan sebagai teladan
kerapian, keteraturan, amanat, akhlak yang luhur,
kesistematisan, kesadaran yang sehat dan berpikir
sebelum melakukan segala yang dikehendakinya.
c) Syariat mendidik kaum muslim untuk berpikir logis,
dengan jalanm menginstimbath hokum-hukum.
d) Syariat melahirkan umat muslim yang berperadaban
karena untuk memahaminya dibutuhkan kemampuan
untuk membaca dan menulis alqur’an, memikirkan
hokum-hukum serta maknanya.0
c. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan merupakan gambaran dari falsafah atau
pandangan hidup manusia, baik secara perseorangan maupun
kelompok.0 Adapun tujuan pendidikan menurut an-Nahlawi, Allah
mengadakan manusia di muka bumi untuk menjadi khalifah yang
akan melaksanakan ketaatan kepada Allah dan mengambil petunjuk-
Nya, dan menundukkan apa yang ada di langit dan bumi untuk
mengabdi kepada kepentingan hidup manusia dan merealisasikan
hidup itu. Allah menjadikan manusia sebagai makhluk-Nya
mempunyai kesiapan untuk berbuat kebaikan maupun kejahatan, dan
mengutus Rasul-Nya kepada manusia agar membimbing mereka
beribadah kepada-Nya dan mentauhidkan-Nya.0
Dari penjelasan di atas, tampak bahwa tujuan asasi dari adanya
manusia di alam ini adalah beribadah dan tunduk kepada Allah, sesuai
dengan Q.s Ad-Dzariyat :56 serta menjadi khalifah di muka bumi
untuk memakmurkannya dengan melaksanakan syari’at dan menaati
Allah. Jika tujuan hidup manusia adalah tersebut diatas, maka
pendidikanpun harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu :
mengembangkan pikiran manusia dan mengatur tingkah laku serta

0
Ibid… 69-72
0
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2003), hlm. 58
0
Ibid, Prinsip-prinsip dan metoda… hlm 161
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

perasaannya berdasarkan Islam. Dengan demikian, tujuan akhir


pendidikan Islam adalah merealisasikan ‘ubudiyah kepada Allah di
dalam kehidupan manusia baik individu maupun masyarakat.0
Pencapaian tujuan itu bagaimanapun tidak mungkin dilakukan
sekaligus secara serentak. Oleh karena itu, pencapaian tujuan harus
dilakukan secara bertahap dan berjenjang. Namun demikian, setiap
tahap dan jenjang memiliki hubungan dan keterkaitan selamanya,
karena adanya landasan dasar yang sama serta tujuan yang tunggal.
Pencapaian itu senantiasa didasarkan pada prinsip dasar pandangan
terhadap manusia, alam semesta, ilmu pengetahuan, masyarakat dan
akhlak seperti yang termuat dalam dasar pendidikan Islam itu sendiri,
yakni al-Qur’an dan Sunah Rasul (Hadits).
d. Media Pendidikan Islam
Media pendidikan menurut Abdurrahman an-Nahlawi dipahami
sebagai lingkungan pendidikan Islam yakni suatu institusi atau
lembaga di mana pendidikan itu berlangsung. Menurut an-nahlawi
lingkungan pendidikan meliputi:
1. Masjid
Fungsi masjid pada era ini mengalami penyempitan, tidak
seperti pada zaman nabi SAW. Hal itu terjadi karena lembaga-
lembaga sosial keagamaan semakin memadat sehingga masjid
terkesan sebagai tempat ibadah shalat saja dan lebih tragisnya
sebagai tempat pengais rezeki. Padahal pada umunya merupakan
sumber kebudayaan masyarakat Islam, pusat organisasi
kemasyarakatan, pusat pendidikan, pusat pemikiran serta sebagai
tempat ibadah dan I’tikaf.
Implikasi masjid sebagai lembaga pendidikan Islam adalah
pertama, mendidik anak untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.
Kedua, menanamkan rasa cinta kepada ilmu kepengetahuan dan
menanamkan solidaritas sosial serta menyadarkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban, sebagai insan pribadi, sosial, dan warga

0
Ibid, … hlm 162
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

negara. Ketiga, memberikan rasa ketentraman, kekuatan, dan


kemakmuran potensi-potensi rohaninmanusia melalaui pendidikan
kesabaran, perenungan, optimism, dan mengadakan penelitian.
2. Keluarga Muslim (Rumah)
Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah sepasang
suami istri yang tokoh intinya ( ibu dan ayah) yang mendasarkan
pada pembentukan keluarga, yang sesuai dengan syarat Islam.
Berdasarkan al-qur’an dan as-sunnah, dapat dikatakan bahwa
tujuan terpenting dari pembentukan kelurga adalah sebagai berikut:
a. Mendidikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah
tangga.
b. Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis.
c. Mewujudkan sunah Rasulullah SAW melalui pendidikan.
d. Memenuhi kebutuhan cinta kasih anak-anak
e. Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan penyimpangan-
penyimpangan.
3. Sekolah
Menurut an-nahlawi dalam konsepsi Islam, sekolah
mempunyai tugas sebagai lembaga pendidikan islam:
a. Penyederhanaan dan penyimpulan
b. Fungsi penyucian dan pembersihan
c. Memperluas wawasan dan pengalaman anak didik melalui
transfer tradisi
d. Mewujudkan keterikatan, integrasi, homogenitas, dan
keharmonisan antar siswa
e. Penataan dan validasi sarana pendidikan,
f. Menyempurnakan tugas keluarga dalam pendidikan
4. Masyarakat
Menurut an-nahlawi masyarakat emiliki andil besar dalam
pendidikan lewat amar-ma’ruf nahi munkar, menganggap setiap
anak adalah anak sendiri, memberikan kritik sosial, saling bekerja
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sama dan menggunakan landasan afeksi lewat rasa saling


mencintai dan menyayangi.0
e. Tugas dan Syarat Pendidik
Tugas seorang pendidik yang utama yaitu:
1) Penyucian, artinya seorang guru bertugas sebagai pembersih
diri, pemelihara diri, pengembang, serta pemelihara fitrah
manusia.
2) Fungsi pengajaran, artinya seorang guru bertugas sebagai
penyampai ilmu pengetahuan dan berbagai keyakinan kepada
manusia agar mereka menerapkan seluruh pengetahuannya
dalam kehidupan sehari-hari.0
Agar seorang pendidik dapat menjalankan fungsi
sebagaimana yang telah dibebankan Allah kepada Rasul dan
pengikutnya, maka dia harus memiliki sifat-sifat berikut:
1) Hendaknya tujuan, tingkah laku dan pola pikir guru bersifat
rabbani yakni bersandar kepada rabb dengan menaati-Nya,
mengabdi kepada-Nya, mengikuti sifat-Nya dan mengenal
sifat-sifat-Nya. Dengan sifat rabbani itu maka dalam segala
kegiatan mendidiknya akan bertujuan menjadikan para peserta
didiknya orang-orang rabbani juga.0
2) Hendaknya pendidik seorang yang ikhlas yakni dengan
profesinya sebagai pendidik dan dengan keluasaan ilmunya
guru hanya bermaksud mendapatkan keridlaan Allah, mencapai
dan menegakkan kebenaran.0
3) Hendaknya pendidik bersabar dalam mengajarkan berbagai
pengetahuan kepada anak-anak. Hal itu dikarenakan manusia
tidak sama dalam kemampuan belajarnya, guru tidak boleh
menuruti hawa nafsunya, ingin segera melihat hasil kerjanya
sebelum pengajarannya itu terserap dalam jiwa anak.

0
Ibid, Pendidikan Islam di Rumah… hlm 176-183
0
Ibid, Pendidikan Islam di Rumah… hlm 170
0
Ibid, Prinsip-prinsip dan metoda… hlm 239
0
Ibid… hlm 240
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

4) Hendaknya guru jujur dan menyampaikan apa yang


diserukannya. Tanda kejujuran itu ialah menerapkan
anjurannya itu pertama-tama pada dirinya sendiri. Jika ilmu
dengan amalnya telah sejalan, maka para pelajar akan meniru
dan mengikutinya dalam setiap perkataan dan perbuatannya.0
5) Hendaknya guru senantiasa membekali diri dengan ilmu dan
kesediaan membiasakan untuk terus mengkajinya. Hal itu
disebabkan mengajarkan ilmu dan menterjemahkan ilmu bagi
anak-anak yang belum baligh hanya akan dapat dilakukan jika
guru sendiri telah mencerna dan memahami ilmu itu secara
mendalam.0
6) Hendaknya guru mampu menggunakan berbagai metoda-
metoda mengajar secara bervariasi menguasainya dengan baik
serta mampu menentukan dan memilih metoda mengajar yang
selaras bagi materi pengajaran serta situasi belajar
mengajarnya.
7) Hendaknya guru mampu mengelolah siswa, tegas dalam
bertindak serta meletakkan berbagai perkara secara
proposional, tidak bersifat keras dalam kondisi yang
semestinya bersikap lunak dan sebaliknya.0
8) Hendaknya guru mempelajari kehidupan psikis para pelajar
selaras dengan masa perkembangannya ketika ia mengajar
mereka, sehingga dia dapat memperlakukan mereka sesuai
dengan kemampuan akal dan persiapan psikis mereka.
9) Hendaknya guru tanggap terhadap berbagai kondisi dan
perkembangan dunia yang mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan
pola pikir angkatan muda. Disamping itu, hendaknya
memahami pula berbagai problem kehidupan modern serta cara
bagaimana Islam mengahadapi dan mengatasinya.0

0
Ibid… hlm 241
0
Ibid… hlm. 242
0
Ibid… hlm. 243
0
Ibid… hlm. 244
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

10) Hendaknya guru bersikap adil diantara para pelajarnya tidak


cenderung kepada salah satu golongan di antara mereka dan
tidak melebihkan seorang atas yang lain, dan segala
kebijaksanaan dan tindakannya ditempuh dengan jalan yang
benar dan dengan memperhatikan setiap pelajaran sesuai
dengan perbuatan serta kemampuannya.0
f. Kurikulum Pendidikan.
Kurikulum ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani,
yaitu Curir yang artinya pelari dan curure artinya jarak yang harus
ditempuh oleh pelari. Istilah ini mulanya digunakan dalam dunia
olahraga yang berarti “a litte racecourse” suatu jarak yang harud di
tempeh dalam pertandingan olahraga.0
Menurut an-Nahlawi kurikulum merupakan suatu program bagi
suatu jenjang sekolah dalam suatu lingkungan sekolah tertentu.
Kurikulum dapat juga dilihat sebagai program bagi unit periodesasi
sekolah yang bertujuan untuk mengantarkan anak didik pada
tingkatan pendidikan, perilaku, intelektual yang diharapkan membawa
mereka pada sosok anggota masyarakat yang berguna bagi bangsa dan
masyarakatnya, serta mau berkarya bagi pembangunan bangsa dan
perwujudan idealismenya.0
Ciri-ciri kurikulum Islalmi merurt Abdurrahman an-Nahlawi antara
lain:
1) Kurikulum islami harus memiliki sistem pengajaran dan materi
yang selaras dengan fitrah insani, sehingga memiliki peluang untuk
menyucikan, menjaga dari penyimpangan dan menyelamatkannya.0
2) Kurikulum hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan akhir
pendidikan Islam yaitu ikhlas, taat, dan beribadah kepada Allah,
disamping berbagai aspek tujuan seperti aspek psikis, fisik, sosial,
budaya maupun intelektual.

0
Ibid… hlm. 246
0
Abd. Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan Membangun Pendidikan Islam
(Surabaya: elKAF, 2006), hlm 135
0
Ibid, Pendidikan Islam di Rumah… hlm 193
0
Ibid, Prinsip-prinsip dan metoda… hlm 273
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

3) Pentahapan serta pengkhususan kurikulum hendaknya


memperhatikan periodesasi perkembangan peserta didik maupun
urisitas (kekhas-an) nya.
4) Dalam berbagai pelaksanaan, aktivitas, contoh dan nahs-nya,
hendaknya kurikulum memelihara segala kebutuhan nyata
kehidupan masyarakat, sambil tetap bertopang pada jiwa dan cita
ideal Islaminya.0
5) Secarta keseluruhan struktur dan organisasi kurikulum tersebut
hendaknya tidak bertentangan dan tidak menimbulkan
pertentangan sesuai dengan pola hidup Islami.0
6) Kurikulum islami hendaknya realistik, yakni dapat diterapkan
sesuai dengan situasi dan kondisi serta batas kemungkinan yang
terdapat dari negara yang akan melaksanakannya.
7) Hendaknya metoda pendidikan atau pengajaran dalam kurikulum
itu bersifat luwes sehingga dapat disesuaikan dengan berbagai
kondisi dan situasi setempat, dengan mengingat pula faktor
perbedaan individual yang menyangkut bakat, minat, serta
kemmapuan siswa untuk menangkap, menerima, dan mengolah
bahan pelajaran yang bersangkutan.
8) Hendaknya kurikulum itu efektif, dalam arti menyampaikan dan
menggugah perangkat-perangkat (sikap) yang positif pula dalam
jiwa generasi muda.
9) Kurikulum itu hendaknya memperhatikan pula tingkat
perkembangan siswa yang bersangkutan.0
10) Hendaknya kurikulum memperhatikan aspek-aspek tingkah laku
amaliah islami seperti pendidikan untuk berjihad dan
menyebarkan da’wah islamiyah serta membangun masyarakat
muslim di lingkungan sekolah.0
g. Metode Pendidikan Islam

0
Ibid… hlm. 274
0
Ibid… hlm. 275
0
Ibid… hlm. 276
0
Ibid… hlm. 277
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Metode merupakan suatu cara teratur yang digunakan untuk


melaksanakan suatu kegiatan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki.0
Menurut an Nahlawi terdapat beberapa metode yang paling penting
dan menonjol yang dicantumkan al-Qur’an ialah :
1) Metode Hiwar (Percakapan) Qur’ani dan Nabawi
Hiwar ialah percakapan silih berganti antara dua pihak atau
lebih melalui tanya jawab mengenai suatu topik mengarah pada
suatu tujuan.0
2) Metode Kisah Qur’ani dan Nabawi\
Dalam pendidikan Islam, kisah mempunyai fungsi edukatif
dan tidak dapat diganti dengan bentuk penyampaian lain selain
bahasa. Hal ini disebabkan kisah Qur’ani dan Nabawi memiliki
beberapa keistimewaan yang mempunyai dampak psikologis
dan edukatif yang sempurna seiring perjalanan zaman.0

3) Metode Amtsal (perumpamaan).


Abdurrahman an-Nahlawi mengutip penjelasan Sayyid
Rasyid Ridla, amtsal berarti menyentuhkan (memberikan) dan
menjelaskan perumpamaan dalam suatu pembicaraan, untuk
menjelaskan suatu hal.0
4) Metode Teladan
Kebutuhan manusia akan teladan lahir dari gharizah
(naluri) yang bersemayam dalam jiwa manusia yaitu taqlid
(peniruan). Gharizah yang dimaksud adalah hasrat yang
mendorong anak , orang lemah dan orang yang dipimpin utnuk
meniru perilaku orang dewasa, orang kuat dan pemimpin.0
5) Metode Latihan dan Pengamalan

0
https://kbbi.kemendikbud.go.id/entri/metode, diakses pada tanggal 28 Februari 2019
pukul 15:39
0
Ibid, Prinsip-prinsip dan metoda… hlm 284
0
Ibid… hlm 331
0
Ibid… hlm 351
0
Ibid… hlm 367
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Sebagian ulama salaf mengatakan bahwa ilmu akan


berkurang dengan tidak mengamalkan, menyerukan atau
menyebarkannya, tetapi semakin bertambah kuat apabila
mengamalkan, menyerukan atau menyebarkannya kepada
orang-orang. Di akui, bahwa dengan metoda belajar “learning
by doing” atau dengan jalan mengaplikasikan teori dengan
praktek, sangat terkesan dalam jiwa, mengkokohkan ilmu di
dalam kalbu dan menguatkan dalam ingatan.0
6) Metode Ibrah dan Mau’idhah
Ibrah ialah kondisi yang memungkinkan orang sampai dari
pengetahuan konkrit kepada pengetahuan yang abstrak.
Maksudnya adalah perenungan dan tafakur. Yakni suatu
kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui
intisari sesuatu perkara yang disaksikan, diperhatikan,
diinduksi, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskanoleh
manusia secara nalar sehingga kesimpulannya dapat
mempengaruhi hati menjadi tunduk.0
Sedangkan mau’idhah adalah pemberian nasehat dan
pengingatan akan kebaikan dalam kebenaran dengan cara
menyentuh kalbu dan menggugah untuk mengamalkannya.0
7) Metode Targhib dan Tarhib
Targhib dan Tarhib di dalam pendidikan Islam berbeda
dengan apa yang dikenal dengan pendidikan barat sebagai
metoda “ganjaran dan hukuman”. Perbedaannya ialah Targhib
dan tarhib dijabarkan dari keistimewaan yang lahir dari tarbiat
Rabbaniyah.0
Ditinjau dari sudut pedagogis, hal ini mengandung anjuran,
hendaknya kita menanamkan keimanan dan aqidah yang benar
di dalam jiwa anak-anak, agar kita dapat menjanjikan (targhib)
syurga kepada mereka dan mengancam (tarhib) mereka dengan
0
Ibid… hlm 376
0
Ibid… hlm 390
0
Ibid… hlm 403
0
Ibid… hlm 413
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

azab Allah, sehingga targhib dan tarhib ini langsung atau tak
langsung mengundang anak untuk merealisasikannya dengan
amal dan perbuatan.0
3. Relevansi Pendidikan Abdurrahman an-Nahlawi dengan Pendidikan
Modern
Pada era sekarang ini, yang disebut era global, setidaknya perlu
adanya diterapkan pemikiran Abdurrahman An-Nahlawi tentang
pendidikan, untuk perbaikan moralitas bangsa, menjadi masyarakat yang
berkarakter. Pemikiran-pemikiran beliau mempunyai relevansi dengan
konsep pendidikan saat ini.
An-Nahlawi menyaratkan bahwa pendidikan menuntut terjadinya
progam berjenjang melalui peningkatan kegiatan pendidikan dan
pengajaran selaras dengan urutan sistematika menanjak yang membawa
anak dari suatu perkembangan ke perkembangan lainya. Hal ini sesuai
dengan UU sisdiknas 2003 bab VI tentang jalur, jenjang dan Jenis
pendidikan,pasal 14.0 Kurikulum yang menurut pandangan an-Nahlawi,
sesuai dengan standar nasional pendidikan pada negara ini, dan
rancangannya mempunyai relevansi dengan UU sisdiknas bab X pasal 36
ayat 1-30.
Seorang pendidik harus memiliki syarat-syarat tertentu yang
mengisyaratkan sebuah kompetensi guru yang sesuai dengan PP no. 19
tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan pasal 28 ayat 1-3 0 yakni:
Pedagogis, Profesional, Sosial, Kepribadian, Kepemimpinan

Berdasarkan pendapat an-Nahlawi memberikan tanggung jawab


kepada kita semua, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab kita
semua, bukan hanya dibebankan dalam suatu lembaga atau institusi
pendidikan saja, melainkan masyarakat, dan keluarga mempunyai andil
0
Ibid…hlm. 414
0
Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Sistem
Pendidikan Nasional. Di akses dari https://kelembagaan.ristekdikti.go.id , pada tanggal 28
Februari, pukul 23:54 WIB
0
Ibid,…
0
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.19 Tahun 2005 Tentang Standar
Pendidikan. Diakses dari https://kemenag.co.id , pada tanggal 1 Maret, pukul 00:29 WIB
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yang sangat besar dan penting bagi pembentukan moral. Keluarga


mempunyai andil besar dalam peletakan pendidikan karakter pertama kali,
jadi sebuah keluarga harus memberikan pendidikan yang baik tentang
keimanan sejak dini. Sebuah keluarga harus mempunyai keteladanan dan
membekali diri dengan sifat baik, supaya dapat mendidik anaknya kelak
dengan baik juga. Keluarga harus mampu mengontrol dan menjaga serta
memberikan pengarahan kepada anak-anaknya untuk bertindak sesuai
dengan aturan agama dan negara.

Mengenahi tujuan pendidikan yang digagas oleh an-Nahlawi yaitu


ubudiyyah kepada tuhan, memberikan isyarat bahwa manusia merupakan
mahluk yang harus rendah hati, hal ini berimplikasi bagi pertumbuhan
moral yang baik kepada anak sebagaimana anak sekarang merupakan
penerus bangsa pada masa depan. Pandangan an-Nahlawi terhadap
manusia sendiri yang manusia merupakan mahluk yang dapat dididik dan
merupakan khalifah fi al-Ard, membangkitkan optimisme kita bahwa kita
mempunyai tanggung jawab yang sangat besar, dan bahwa manusia dapat
maju dan berkembang jika manusia mau belajar.

Kritik penulis terhadap pemikiran Abdurrahman An-nahlawi adalah


terkait kurikulum dan metode pendidikan yang beliau tawarkan.
Kurikulum dan metodenya hanya dapat diterapkan pada sekolah yang
berbasis agama seperti madrasah dan pesantren, tidak begitu dapat
diterima di sekolah umum terbukti dari perkataan beliau yang
menghimbau para orang tua untu lebih mengawasi dan membimbing anak-
anak mereka, jika memasukan anaknya kesekolah umum.Contoh dari
kurikulum terakhir yang ditawarkan oleh Abdurrahman an-Nahlawi yakni
adanya pendidikan jihad yang dimana jika diterapkan di sekolah umum
akan terlihat sedikit ekstrim dan menakutkan, terlebih jika sekolah umum
tersebut terdapat siswa yang non Islam. Kemudian contoh dari metode
yakni Targhib dan Tarhib yakni anak akan dipuji dan dijanjikan surga
apabila melakukan kebaikan dan mendapatkan ancaman bila melakukan
kesalahan. Namun jika kita melihat fenomena pendidikan modern
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sekarang metode Targhib dan Tarhib ini kurang efektif dikarenakan


semakin memburuknya karakter siswa.

Abdurrahman an-Nahlawi tidak begitu membuka diri pada pemikiran


pendidikan Barat, dikarenakan pemikiran Barat terlalu rasional (akal)
tanpa mempertimbangkan wahyu dalam agama Islam. Dalam pendidikan
Barat, dikenal metode Reward dan Punisment (Hadiah dan Hukuman)
yang sebenarnya metode ini sangat baik jika diterapkan pada sekolah
modern. Dengan adanya hadiah akan semakin membuat anak semangat
dalam belajar dan dengan adanya hukuman ini akan memberi efek jera
pada anak. Namun hukuman ini tentu meminimalisir hukuman fisik,
hukuman fisik adalah pilihan terakhir manakala siswa sudah tidak bisa
ditegur dengan kata-kata.

C. KESIMPULAN
Abdurrahman an Nahlawi mempunyai nama lengkap Abdurrahman
Abdulkarim Utsman Muhammad al Arqaswasi an Nahlawi. Beliau dilahirkan
di sebuah daerah bernama Nahlawa kota Madinah, Saudi Arabia, pada tanggal
7 Safar 1396 H / 1876 M. Beliau dibesarkan pada keluarga yang islami jadi
wajar jika pemikiran-pemikirannya lebih bersyifat religius.
Abdurrahman an-Nahlawi menaruh berhatian yang sangat besar terhadap
pendidikan, hal ini dibuktikan pada karyanya yang banyak diterbitkan adalah
berisi tentang pendidikan. Dari pemikiran-pemikiran beliau adalah tujuan
pendidikan itu merupakan tujuan diciptakannya manusia itu sendiri yaitu
beribadah kepada Allah. Untuk menyusun suatu materi pendidikan hendaknya
memperhatikan tiga asas pokok yaitu asas ideal, asas ‘ubudiyyah, dan asas
tasyri’i, serta yang harus menjadi sumbernya adalah al-Qur’an dan as-Sunnah.\
An-Nahlawi menawarkan metode-metode yang variatif yang bersumber
dari al-Qur’an, dan beliau juga menyaratkan bahwa pendidikan harus dilakukan
secara berjenjang. Selain itu an-Nahlawi memberikan persyaratan yang sangat
ketat bagi seorang pendidik dan dalam pembuatan kurikulum pendidikan. An-
nahlawi menekankan bahwa pendidikan merupakan tugas atau tanggung jawab
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bagi kita semua, bukan hanya tanggung jawab instituatau lembaga pendidikan
semata.

BAB XX
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ABDULLAH NASHIH ULWAN (RELIGIUS-
RASIONAL) DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDIDIKAN MODEREN

(Rahmad Sholikhin)

A. PENDAHULUAN
Manusia dalam pendidikan, menempati posisi sentral, karena di
samping dipandang sebagai subjek, manusia juga dipanang sebagai objek
pendidikan itu sendiri. Sebagai subjek manusia menentukan corak dan
arah pendidikan. Pendidikan diadakan adalah untuk manusia, maka wajar
kalau manusialah yang merekayasa pendidikan itu untuk kemaslahatan
dirinya dan kemanfaatan peradaban. Manusia punya potensi-potensi dan
daya untuk dikembangkan, dipelihara dan diberdayakan, yang seterusnya
menjadi makhluk yang berkepribadian dan berkarakter. Seangkan manusia
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sebagai objek pendidikan, manusia menjadi fokus perhatian segala teori


dan aktivitas kependidikan. Karena manusia itu dalam proses kehidupanya
mengalami pertumbuhan dan perkembangan baik fisik maupun mental,
maka perlu ada bimbingan dan arahan agar sesuai dengan tujuan
pendidikan.0
Dari ulasan diatas maka dapat kita ketahui bahwa dalam
pendidikan terdapat konsep dan teori untuk menjalankan pendidikan itu
sendiri. Tanpa konsep dan teori tersebut maka pendidikan yang dijalankan
akan tidak munya arah dan arti. Konsep dan teori tersebut digunakan untuk
memahami, menjalankan, dan mengambangkan pendidikan agar tercapai
suatu tujuan pendidikan. Pendidikan harus mempunyai sifat dinamis,
artinya pendidikan juga harus selaras dengan perkembangan jaman.
Sudah banyak para tokoh yang membahas tentang bagaimana
pendidikan itu, apa sebenarnya pendidikan itu dan bagaimana seharusnya
pendidikan itu. Salah satu tokoh tersebut adalah Dr.Abdullah Nasih
Ulwan. Beliau adalah seorang tokoh pemikir tentang pendidikan. Pada
tulisan ini akan dibahas mengenai pemikiran pendidikan Dr.Abdullah
Nasih Ulwan.
B. PEMBAHASAN
1. Seketsa Biografi Abdullah Nasih Ulwan
Dr. Abdullah Nashih Ulwan adalah seorang ulama, faqih, da’i, dan
pendidik. Ia dilahirkan di Desa Qadhi ‘Askar di kota Halab Suriah
pada tahun 1347 H /1928 M, disebuah keluarga yang taat beragama,
yang sudah terkenal dengan ketakwaan dan kesalehanya. Nasabnya
sampai kepada Al-Husain bin Ali bin Abi thalib.
Ia menamatkansekolah dasarnya di desanya. Setelah lulus sekolah
dasar, ayah nya menyekolahkanya ke sekolah Khusruwiyyah untuk
belajar ilmu-ilmu syari`ah , pada tahun 1943. Ia belajar kepada guru
guru obesar seperti, Syaikh Raghib Ath-Thabbakh, Ahmad Asy-

0
Maragustam.2018.FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM MENUJU PEMBENTUKAN
KARAKTER.Yogyakarta:Pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan(FTIK) Universitas
Islam Negri (UIN) Suan Kalijaga..., hlm 9
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Syama’ dan Ahmad Izzudin Al-Bayanuni. Di sana ia pun bertemu


dengan Dr.musthafa As-Siba’i.
Ia mendapatkan ijazah sekolah menengah asat syariah pada tahun
1949M. Lalu ia menruskan studinya di Universitas Al-Azhar Asy-
Syarif dan menyelsaikan S1-nya di akultas Ushuludin pada tahun 1952
M. Kemudian pada tahun 1954 m, ia menyelsaikan S2-nya.lalu kmbali
ke halab dan bekerja sebagai pengajar materi pendidikan Islam
disekolah menengah atas di sana. Lalu iapergi ke Yordania dan tinggal
disana. Kemudian pergi ke Arab Saudi dan bekerja sebagai pengajar di
Universitas Al-Malik Abdul Aziz. Disanalah ia manyelsaikan S3-nya
dan mendapat gelar doktor dalam bidang fikih dan dakwah. Ia terus
bekerja disana sampai meninggal dunia pada hari Sabtu 5 Muharrom
1398 H/29 Agustus 1987M, di Jeddah. Jenazahnya dibawa ke Mekah
lalu dikuburkan disana. Jenazahnya dishalatkan setelah sholat asar.0
Beliau dibesarkan dalam keluarga yang berpegang teguh pada
agama . Pada usia 15 tahun, beliau telah hafal al-Qur’an dan juga
menguasai ilmu bahasa Arab dngan baik. Beliau adalah anak yang
cerdas dala pelajarannya sehingga selalu menjadi tumpun dan rujukan
bagi teman-temanya di madrasah0
Dr. Abdullah Nashih Ulwan adalah seorang Pemikir Islam pada
abad ke 20 dari Mesir. Buah pemikranya sangat luas, tidak terbatas
dalam bidang pendidikan dan pengajaran, tetapi juga dalam bidang lain
seperti hukum dan fiqh. Syeikh Wahbi al-Ghawaji al-Albani mengakui
bahwa Abdullah Nashih Ulwan adalh seorang Muslim yang beriman,
pandai dan hidup akalnya, sedangkan pada kedua mata telinga, hati
dan darahnya terdapat sabda Rasulullah SAW : “...orang yang telah
jadi, namun ia tidak memperhatikan urusan kaum muslimin, maka ia
tidak termasuk golongan mereka”0
2. Pemikran Pendidikan Abdullah Nashih Ulwan
0
Dr.Abdullah Nasih Ulwan. “Tarbiyatul Aulad fil Islam”nterj Arif Rahman Hakim dan
Abdul Halim, Pendidikan Anak dalam Islam,...hlm 905
0
Iqbal,Abu Muhammad.2015.PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM gagasan gagasan
besar para ilmuwan Muslim. Yogyakarta:Pustaka Pelajar,..hlm203
0
Abdul Kholik, dkk 1999, Pemikiran Pendidikan Islam, kajian tokoh kasik dan
kontemporer. Semarang:Pustaka pelajar,..hlm 53
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

I. Pegertian dan Tujuan Pendidikan


Menurut Abdullah Nashih Ulwan pendidikan bukanlah sekedar
upaya memanusiakan manusia tetapi dengan jelas dan rinci ia
menyebutnya sebagai upaya membina mental, melahirkan generasi,
membina umat dan budaya, serta emberlakukan prinsip-prinsip
kemuliaan dan peradaban. Tujuanya sangat jelas yaitu untuk
merubah umat manusia dari kegelapan syirik kebodohan , ksesatan,
dan kekacauan menuju cahaya tauhid, ilmu , hidayah dan
memantapan0
Ukuran keberhasilan suatu sistem pendidikan, menurut
Abudullah Nashih Ulwan, adalah perubahan tingkah laku si
terdidik. Dia merujuk pendapat Sayyid Qutb yang menyatakan
bahwa,
“Muhammad (SAW) bi Abdullah telah menang pada hari
beliu menjadikan para sahabatnya sebagai gambaran –
gambaran hidup dari keimananya yang memakan makanan
dan berjalan kepasar-pasar, pada hari beliau membuat tiap
kepala diantara mereka sebagai Al-Qur’an yang hidup
merakyat dibumi, pada hari beliau menciptakan tiap individu
di antara mereka sebagai contoh yang menjelma bagi Islam,
yang dialihat oleh manusia, sehingga mereka benar benar
dapat melihat islam” 0.
II. Faktor-Faktor Pendidikan
a. Pendidik
Untuk berhasilnya seuah sistem pendidikan, faktor
pendidik memiliki peran yang sangat penting.
Bagaimanapun, dia adalah seorang penyapai ilmu, pemberi
nasihat dan teladan bagi anak didiknya. Untuk itu, dia harus
mampu mempertahankan penampilanya sebagai seorang
terbaik dimata anak didiknya. Abdullah Nashih Ulwan
mensyaratkan bagi setiap pendidik untuk memiliki sifat-
0
Ibid,.. hlm 54
0
Ibid,.. hlm 55
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sifat asasi, yaitu: ikhlas, bertakwa, berilmu, bersikap dan


berperilaku santun, dan memiliki rasa tanggung jawab.0
b. Anak Didik
Anak didik adalah objek pendidikan. Dialah pihak yang
harus di ajar, dibina, dan dilatih untuk dipersiapkan menjadi
manusia yang kokoh iman Islam nya serta berakhlak mulia.
Bagaimanapun kondisi seorang anak, ia harus diterima
sebagai amanah bagi orang tuanya dan para pendidik.
Untuk itu, wajib ditanamkan padanya dasar dasar
keimanan, ajaran ajaran islam,dan nilai-nilai kemuliaan
akhlak, agar ia dapat hidup dengan damai dan tentram
dibawah risalah rosulullah SAW.
Walaupun demikian, untuk berhasilnya merealisasikan
tujuan pendidikan secara optimal, faktor anak didik harus
menjadi perhatian. Dalam hal ini, anak didik perlu
disiapkan sedemikian rupa, agar tidak mengalami banyak
hambatan dalm menerima ajaran tauhid dan nilai-nilai
kemuliaan lainya. Abdullah Nashh Ulwan mensyaratkan
persiapan pembinaan anak didik dimulai dari pembinaan
keluarga. Artinya proses perkawinan, termasuk pemilihan
pasangan hidup harus sudah sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Kemudian perlakukan orag tua terhadap anak yang baru
lahir dan sikapnya terhadap anak tersebut, juga turut
mempengaruhi persiapan pembinaan anak didik. 0
c. Materi pendidikan
Untuk mewujudkan generasi yang kokoh iman dan
Islamnya, Abdullah Nashih Ulwan menekankan materi
pendidikan yang bersifat mendasar dan universal. Materi-
materi pendidikan tersebut adalah pendidikan iman, akhlak,
fisik, intelektual, psikis, sosial dan seksual.0

0
Ibid,.. hlm 56
0
Ibid,.. hlm 59
0
Ibid,.. hlm 62
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

d. Metode dan Teknik Pendidikan


Dalam menjalankan sebuah proses pendidikan
diperlukan adanya metode atau teknik pendidikan. Metode
dan teknik pendidikan tersebut dapat membantu dalam
proses pendidikan sehingga tujuan pendidikan dapat
tercapai. Berikut ini adalah beberapa metode dan teknik
pendidikan yang dikemukakan oleh Nashih Ulwan
i. Pendidikan dengan keteladanan
ii. Pendidikan dengan adat kebiasaan
iii. Pendidikan dengan nasihat
iv. Pendidikan dengan perhatian
v. Pendidikan dengan pemberian hukuman
e. Prinsip-prinsip Pendidikan Anak
Islam, dengan prinsip prinsip edukatif yang kekal, telah
meletakkan pokok dan metode pengembangan kepribadian
anak. Perkembangan ini meliputi akidah, moral, fisik,
mental, sepiriual, dan sosial. Adapun kaidah-kaidah pokok
dalam pendidikan anak yang akan membawa kepada
tercapainya tujuan yang mulia berpusat pada dua prinsip
yaitu prinsip ikatan dan peringatan.0
f. Hambatan Keberhasilan Pendidikan.
Betapapun baiknya sebuah perencanaan, apabila
diterapkan dalam pelaksanaan, pasti akan mengahadapi
hambatan, sekecil apapun hambatan itu. Dalam konteks
pendidikan, Abullah Nashih Ulwan melihat hambatan-
hambatan itu bersumber dari keluarga dan atau masyarakat.
Tentu saja dalam ralitas kehidupan, hambatan-hambatan
tersebut tidak muncul secara sendiri-sendiri, namun satu
dengan lainya saling mendukung , sehingga pengaruh yang
tampak menjadi cukup kompleks.0
III. Tanggung Jawab Para Pendidik
0
Ibid,.. hlm 74
0
Ibid,.. hlm 77
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Diantara berbagai tanggung jawab paling menonjol yang


diperhatikan Islam adalah tanggung jawab para pendidik untuk
mengajar, membimbing, dan mendidik merka yang berda
dibawah tanggung jawabnya. Semua ini sebenarnya merupakan
tanggung jawab yang besar, berat, dan penting karena hal ini
dimulai sejak anak lahir, terus berangsur meningkat keusia
remaja dan pubertas sampai menjadi dewasa dan menerima
taklif (penugasan). Tidak ayal lagi bahwa ketika pendidik, baik
pengajar, bapak, ibu maupun pekerja sosial, sudah
melaksanakan tanggung jawab tersebut secara sempurna,
menjalankan hak-hak dengan penuh amanah dan kemauan
sesuai dengan tuntutan islam, berarti mereka telah
mengerahkan upayanya untuk mencetak seorang anggota
mayarakat berikut kekhususan dan keistimewaanya. Degan
kata lain, berarti mereka telah menciptakan keluarga yang saleh
dengan segala kekhususan, tumpuan, dan keistimewaanya guna
menciptakan individu dan keluarga yang saleh. Inilah titik tolak
Islam dalam melakukan perbaikan.0
Jika para pendidik seperti ibu,bapak, atau guru bertanggng
jawab terhaddap pendidikan anak-anak, membina dan
menyiapkan mereka untuk hidup , maka mereka harus
mengetahui persis perihal batas-batas tanggung jawab mereka,
tentang tahapan-tahapan yang saling menyempurnakan dan
segala aspeknya yang bermacam-macam agar mereka dapat
bangkit dengan tanggung mereka, lebih sempurna dan berarti.0
Beberapa tanggung jawab terpenting menurut
pandangan mayoritas pendidik adalah sebagai berikut.:
a. Tanggung Jawab pendidikan Iman
Yang dimaksud dengan pendidikan iman ialah mengikt
anak dengan dasar-dasar iman, membiasakan sejak mulai
0
Ulwan,Adullah Nashih.1990 “Tarbiyatul Aulad fil Islam”nterj Khailullah Ahmas
Masjkur Hakim , Pendidikan Anak menurut islam, Pemeliharaan kesehatan Jiwa Anak.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya,.. hlm 135
0
Ibid,.. hlm142
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

paham melaksanakan rukun-rukun islam, dan


mengajarinya sejak mumayyiz , dasar-dasar syariat yang
agung.0
Dengan demikian, tugas dan kewajiban pendidik
ialah menumbuh besarkan seorang anak, sejak
pertumbuhany atas dasar konsep pendidikan iman dan atas
dasar-dasar ajaran-ajaran Islam sehngga ia terikat oleh
akidah dan ibadah islam dan berkomunikasi dengan-Nya
lewat sistem dan peraturan islam. Setelah pengarahan dan
bimbingan ini, ia tidak mengenal selain Islam sebagai
agama, Al-Qur’an sebagai iman, Rasul saw sebagai
pemimpin dan panutan0

b. Tanggung Jawab pendidikan moral


Yang kami maksud dengan pendidikan moral ialah
serangkaian sendi moral, keutamaan tingkah laku dan
naluri yang wajib dilakuka anak, diusahakan dan
dibiasakan sejak ia mumaziz dan mampu berfikir hingga
menjadi mukallaf, berangsur memasuki usia pemuda dan
siap menyongsong kehidupan.
Suatu hal yang tidak diragukan bahwa keutamaan
akhlak, kutamaan tingkahlaku , dan knaluri merupakan
salah satu buah yang mereasap danlam pertumbuhan
keberagaman yang sehat.0
Pada saat anak itu, jauh dari akidah islam, hampa
dari bimbingan agama, serta tidak ada hubungan dengan
Allah SWT, maka tidak diragukan lagi anak tersebut akan
cenderung fasik, menyeleweng, dan akan tumbuh dalam
kesesatan dan ateisme. Malah ia akan mengumbar hawa
nafsunya mengikuti nafsu jahatnya (amarah bisu) dan

0
Ibid,.. hlm 142
0
Ibid,..hlm 143
0
Ibid,. . hlm 169
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bisikan setan yang sesuai dengan hawa nafsu dan


tuntutanya yang rendah0
c. Tanggung Jawab Pendidikan Fisik
Diantara berbagai tanggung jawab besar yang
diwajibkna oleh islam kepada para pendidik seperti
bapak,ibu dan para guru adalah tanggung jawab
pendidikan fisik agar anak-anak tumbuh seiring dengan
baiknya pertumbuhan fisik, sehat badan, bergairah, dan
bersemangat0
Berikut ini adalah metode praktis yang dirumuskan Islam
dalam mendidik fisik anak-anak agar para pendidik
mengetahui besarnya amanat yang dibebankan
dipundaknya. Inilah tanggung jawab yang diwajibkan
Allah swt.
I. Kewajiban menafkahi keluarga dan anak
II. Mengikuti aturan yang sehat ketika makan, minum dan
tidur agar semua itu menjadi kebiasaan bagi akhlak anak-
anak
III. Menghindari penyakit menular
IV. Kewajiban mengobati penyakit
V. Menerapkan prinsip “tidak boleh membahayakan (diri
sendiri) dan tidak boleh membahayakan orang lain”
VI. Membiasakan anak berolah raga
VII. Membiasakan anak hidup sedrhana, tidak mewah dan
tenggelam dalam kenikmatan
VIII. Membiasakan anak hidup bersungguh-sungguh, jantan
dan menghindari pengangguran dan penyimpangan
d. Tanggung jawab Pendidikan Intelektual

0
Ibid,..c. hlm 170
0
Ulwan,Adullah Nashih.1990 “Tarbiyatul Aulad fil Islam”nterj Khailullah Ahmas
Masjkur Hakim , Pendidikan Anak menurut islam, mengembangkan kepribadian anak.Bandung:
PT Remaja Rosdakarya,.. hlm
1
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Yang dimaksud dengan tanggug jawab pendidikan


intelektual ialah membentuk pemikiran anak dengan
sesuatu yang bermanfaat seperti ilmu-ilmu syariat
kebudayaan ilmiah dan modern, kesadaran intelektual dan
peradaban sehingga anak matang dalam pemikiran dan
sikap ilmiahnya.
Tanggung jawab ini tidak kalah penting dari
tanggung jawab yang telah disebutkan dimuka, tanggung
jawab iman, moral, dan fisik sebagai persiapan pendidikan
moral untuk membentuk akhlak dan kebiasaan sedangkan
pendidikan intelektual untuk penyadaran dan
pembudayaan.0
e. Tanggung Jawab Pendidikan Psikis
Yang dimaksud dengan pendidikan psikis ialah
sejak mulai bisa berpikir, seorang anak harus dididik untuk
berani mengatakan yang hak, lugas, ksatria, merasa
mampu, mencintai orang lain, dapat mengedalikan amarah,
dan berhias diri dengan semua keutamaan jiwa dan moral
Tujuan pendidikan ini tiada lain untuk membentuk
pribadi anak dan menyempurnakaanya sehingga ia, bila
sudah mencapai usia taklif, dapat mengembang segala
kewajiban yang diamanatkan kepadanya dengan cara yang
baik dan sempurna. Jika seorang anak sejak dilahirkan
merupakan amanat di tangan para pendidiknya, maka Islam
menyuruh mereka dan sangat menekankan agar mereka
menanamkan pada anak-anak sejak mulai membuka kedua
belah matanya, dasar-dasar keehatan jiwa yang dapat
mencetak kelak menjadi insan yang berpikiran matang,
berpikir sehat, mempunyai pertimbangan, dan berkemauan
tinggi0
f. Tanggung Jawab Pendidikan Sosial
0
Ibid,.. 54
0
Ibid,.. hlm 109
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Yang dimaksud dengan “pendidikan


kemasyarakatan” ialah pendidikan anak sejak dini agar
terbiasa melakuka tatakrama sosial yang utama, dasar-dasar
kejiwaan yang mulia, yang bersumber dari akidah
islamiyah yang abadi dan emosi keimanan yang mendalam
agar di masyarakat abak berpenampilan dan bergaul dengan
baik, sopan, ajeg, matang akal, dan bertindak bijak.0
Secara empiris dan nyata, tegas bahwa selamatnya
masyarakat serta kuat dan kokohnya bangunan tidak
terlepas dari sehatnya anggota masyarakat dan cara
mempersiapkanya. Karenanya, islam memperhatikan
pendidikan sosial dan tingkah lakunya sehingga apabila
meka terdidik, terbentuk dan berkiprah dibanggung
kehidupan, mereka akan dapat memberikan gambaran yang
benar tentang manusia yang cakap, berakal, dan bijak.0
3. Relevansi/implikasi Pemikiran Pendidikan diera Moderen
Dalam ranah pendidikan Islam Abdullah Nashih Ulwan telah
memberikan pokok pokok atau landasan bagaimana pendidikan itu
dilaksanakan. Baik dari segi pendidik, anak didik, metode, prinsip dan
tanggung jawab seorang pendidik. Pendidikan yang dianggap baik
adalah pendidikan yang mampu membawa peserta didik menjadi insan
yang baik sesuai tuntunan agama. Pendidikan dianggap berhasil
apabila tujuan pendidikan tercapai sesuai dengan target tujuan
pendidikan itu sendiri.
Relevansi ataupun implikasi pemikiran pendidikan Abdullah
Nashih Ulwan di era moderen saat ini menurut penulis sangat
dibutuhkan. Pendidikan di era moderen saat ini harus mempu menjadi
kontrol dan menjadi landasan untuk mengarungi berkembangnya
keadaan dunia. Pemikiran pendidikan Abdullah Nashih Ulwan

0
Ulwan,Adullah Nashih.1990 “Tarbiyatul Aulad fil Islam”nterj Khailullah Ahmas
Masjkur Hakim , Pendidikan Anak menurut islam,Pendidikan Sosial anak.Bandung: PT Remaja
Rosdakarya,.. hlm 1

0
Ibid,.. hlm 1
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

menurut penulis sangatlah lengkap. Pendidikan dimulai dari anak baru


lahir, bahkan mulai dari perkawinan. Pendidikan tidak hanya melulu
soal ilmu pengetahuan namun juga masalah pendidikan iman,
pendidikan moral, pendidikan fisik, pendidikan sosial, dan bahkan
pendidikan psikis.
Abdullah Nasih Ulwan juga menekankan adanya tanggung jawab
seorang pendidik. Tanggug jawab tersebut manjadi nilai kunci untuk
melaksanakan pembelajaran dan pendidikan. Jika tanggung jawab
tersebut dilakukan secara baik dan benar maka pendidikan
sesungguhnya akan tercapai. Yaitu membawa peserta didik menjadi
insan kamil. Atau manusia yang seutuhnya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

C. KESIMPULAN
Abdullah Nashih Ulwan adalah sosok pemikir pendidikan yang
menganggap bahwa pendidikan tidak hanya sebatas memberikan
pengetahuan saja, namun pendidikan harus mampu membawa objek
pendidikan mengalami pertumbuhan dan perkembangan secara baik.
Pendidikan harus berfokus pada semua aspek kehidupan, teruatama aspek
keimanan.
Abdullah Nasih Ulwan memberikan landasan untuk melaksanakan
pendidikan yang memperhatikan kmponen pendidikan yaitu peserta didik,
pendidik, metode pendidikan, materi pendidikan, hambatan pendidikan,
dan tanggung jawab seorang pendidik. Abdullah Nashih Ulwan
memberikan perhatian besar pada tanggung jawab seorang pendidik.
Pendidik harus bertanggung jawab mengenai pendidikan Iman, pendidikan
moral, pendidikan fisik, pendidikan intelektual, pendidikan psikis, dan
pendidikan sosial.
Pendidikan di era moderen saat ini harus mempu menjadi kontrol
dan menjadi landasan untuk mengarungi berkembangnya keadaan dunia.
Pemikiran pendidikan Abdullah Nashih Ulwan menurut penulis sangatlah
lengkap. Pendidikan dimulai dari anak baru lahir, bahkan mulai dari
perkawinan. Pendidikan tidak hanya melulu soal ilmu pengetahuan namun
juga masalah pendidikan iman, pendidikan moral, pendidikan fisik,
pendidikan sosial, dan bahkan pendidikan psikis.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB XXI
PEMIKIRAN PENDIDIKAN AHMAD DAHLAN (RELIGIUS-
RASIONAL) DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN

(Ummi Khabibah)

A. PENDAHULUAN
Pada awal abad ke-20 dunia pendidikan Islam masih ditandai
dengan adanya sistem pendidikan yang dikotomis antara pendidikan
agama dan pendidikan umum. Disatu sisi terdapat madrasah yang hanya
mengajarkan pendidikan agama tetapi tidak mengajarkan pendidikan
umum, sedangkan keberadaan sekolah hanya mengajarkan pendidikan
umum tanpa mengajarkan pendidikan agama. Pendidikan agama pada
masa itu juga belum mempunyai tujuan jelas, terlebih jika disambungkan
dengan perkembangan masyarakat umat Islam pada masa itu. Umat Islam
dianggap berada pada masa kemunduran dikarenakan pendidikan Islam
yang masih bersifat tradisioanal.0
Sejarah mencatat, masyarakat Islam di tanah Jawa pada permulaan
abad ke-20 dapat dikatakan gelap, pengap, dan tidak cukup memuaskan.
Hal ini disebabkan pemerintah Hindia Belanda menghalangi
perkembangan agama Islam, ditambah keadaan jiwa masyarakata Islam di
Indonesia jauh dari yang diinginkan Islam. Umat Islam di Tanah Jawa
sebelum tahun 1900 dapat dikatakan mengalami kemunduran secara
spiritual. Pada saat itu umat Islam dilanda arus “formalism0” tanpa
menyadari dan menghayati yang terkandung dalam ajaran agama. Umat
Islam pada masa itu hanya mengetahui cara melakukan upacara ibadah,
tidak mengerti tentang kewajiban agama dan bahkan tidak memahami

0
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh pembaharu pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2005), hal. 98
0
Formalism adalah doktrin atau praktik penekunan yang seksama terhadap bentuk yang
bercorak atau bentuk-bentuk eksternal lain, sumber dari Wikipedia
https://id.wikipedia.org/wiki/Formalisme_(seni) yang diakses pada Hari Minggu, 24 Maret 2019,
jam 19.00 WIB
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

ajaran agama yang sebenarnya. Sehingga umat Islam pada masa itu dapat
dikatakan sebagai Islam keturunan.0
Hal ini didasari karena pada masa penyebaran agama Islam di
Pulau Jawa para wali songo menggunakan pendekatan kebudayaan, dan
ajaran agama yang diajarkan belum sampai pada pemahaman dan makna
yang terkandung dalam Al Qur’an, sehingga banyak masyarakat Islam
pada masa itu yang hanya mengetahui upacara beribadah tanpa
mengetahui maksud dan tujuannya. Para pembaharu menilai penghayatan
Islam pada masa itu seperti beku, ada pengaruh yang membesarkan hati.
Formalism dalam agama hanya memperlihatkan pengalaman beragama
tanpa mengetahui makna didalamnya, sehingga tidak mengherankan jika
Islam pada masa itu dipengaruhi oleh berbagai bentuk kehidupan yang
mungkin tidak berasal dari agama Islam sendiri. Alam animisme masih
kuat dilingkungan Islam seperti menjadikan ayat Al Qur’an sebagai jimat,
sebagai kitap keramat yang harus dipuja-puja. Padahal seharusnya Al
Qur’an dibaca dan dipahami maksud dari ayat per ayat.0
K.H Ahmad Dahlan adalah salah satu tokoh pembaharu pendidikan
Islam di Indonesia yang berupaya menjawab permasalahan umat. Salah
satu pembaharuan Ahmad Dahlan adalah memasukan pendidikan umum
kedalam kurikulum madrasah, dan memasukan pendidikan agama kedalam
lembaga pendidikan umum. Ahmad Dahlan terkenal revolusioner berkat
konsep-konsep pendidikan yang ditawarkannya. Selain itu Ahmad Dahlan
juga berhasil mengembangkan dan menyebarluaskan gagasan pendidikan
modern yang didirikannya dan masih menunjukan eksistensinya secara
fungsional.0Konsep pemikiranya dalam dunia pendidikan mampu
membuat perubahan yang sangat berati dalam sejarah pendidikan Islam di
Indonesia, untuk itulah perlu adanya pembahasan mendalam mengenai
konsep pemikiran Ahmad Dahlan tentang dunia pendidikan.
B. PEMBAHASAN
0
Nasruddin Anshoriy Ch, Matahari Pembaharu: Rekam Jejak KH Ahmad Dahlan,
(Jogjakarta : Jogja Bangkit Publisher, 2010), hal. 35
0
Ibid, hal. 36-37
0
Fuadi Ahmad, Pemikiran KH Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan dan Implementasinya
di SMP Muhammadiyah 6 Yogyakarta Tahun 2014/2015, Profetika Jurnal Studi Islam, Vol. 16,
No.2, Desember 2015, (Surakarta : Program Pascasarjana Universita Muhammadiyah Solo, 2015)
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

1. Biografi Ahmad Dahlan


Ahmad Dahlan lahir di Kauman Ngayogjakarta (Yogyakarta) pada
tahun 18690sumber lain mengatakan tahun 18680pada tanggal 01
Agustus0 dengan nama Muhammad Darwis. Ayahnya bernama Kiai
Haji Abu Bakar bin Kiai Sulaiman yang merupakan seorang khatib
tetap di Masjid Sultan di Yogyakarta, Ibunya adalah putri dari seorang
penghulu yaitu Haji Ibrahim yang bernama Siti Aminah.0
Menurut silsilahnya Muhammad Darwis atau Ahmad Dahlan
masih keturuan ke dua belas dari Mulana Malik Ibrahim, salah satu
wali songo yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di
Pulau Jawa. Ahmad Dahlan merupakan anak kempat dari tujuh
bersaudara yaitu Nyai Ketib Harum, Nyai Mukhsin atau Nyai Nur,
Nyai Haji Saleh, Ahmad Dahlan, Nyai Abdurrahim, Nyai Muhammad
Pakin dan Basir.0
Muhammad Darwis kecil tidak mendapat pendidikan barat untuk
kaum ningrat, tetapi diasuh dan dididik langsung oleh ayahnya Kiai
Haji Abu Bakar di pendidikan tradisional di Kauman. Pendidikan
tradisional ini mengajarkan pelajaran dasar mengenai agama Islam.
Seperti anak kecil pada waktu itu Ahmad Dahlan juga dikirim
kebeberapa pesantren di pulau jawa. Disinilah Ahmad Dahlan
belajarQira’ah, tafsir, fiqih dan bahasa arab.0
Pada tahun 1890 Ahmad Dahlan menunaikan ibadah Haji sekaligus
menuntut ilmu disana. Sebelumnya Ahmad Dahlan sempat belajar
ilmu fiqih pada Kiai Haji Muhammad Shaleh dan belajar ilmu Nahwu
pada Kiai Haji Muchsin. Disamping itu beliau juga mempelajari ilmu
falak pada Kiai Haji Raden Dahlan di Termas, belajar ilmu hadist pada
Kiai Mahfudz dan Syeh Khayat, belajar qira’atul Qur’an pada Syech

0
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh …, hal. 98
0
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997), hal.
203
0
Wikipedia Ahmad Dahlan diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Ahmad_Dahlan
pada Hari Selasa, 26 Maret 2019, Jam 11.33 WIB
0
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh …, hal. 98
0
Ibid, hal. 47
0
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharu … hal. 98
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Amin dan Sayid Bakri Satock, dan belajar ilmu pengobatan dan racun
binatang pada Syech Hasan. R. Ng Sosra Scegondo, R Wedana
Dwijoseno, Syech M Yamin Jambek Bukittinggi juga merupakan guru
beliau.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di madrasah dan
pesantren di Yogyakarta, Ahmad Dahlan berangkat ke Makkah untuk
pertama kali pada tahun 1890. Kurang lebih selama setahun beliau
belajar disana, yang menjadi guru beliau salah satunya adalah seorang
pembaharu dari Minang Kabau Sumatra Barat yaitu Syaikh Ahmad
Khatib. Kemudian tiga tahun kemudian tahun 1893 kedua kalinya
Ahmad Dahlan berkunjung ke Makkah. Kali ini dalam waktu yang
lebih lama, disinilah diyakini pemikiran Ahmad Dahlan berkembang
dan mulai mengenal pembaharu Islam seperti Muhammad Abduh,
Jamaludin Al Afgani, dan Rasyid Ridho.0
Sepulang dari Makkah Ahmad Dahlan menikah dengan Siti
Walidah0 yang merupakan sepupunya sendiri. Dari pernikahannya
denga Siti Walidah Ahmad Dahlan mendapatkan enam orang anak
yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah,
dan Siti Zaharah. Selain itu Ahmad Dahlan pernah juga menikahi Nyai
Abdullah, janda H. Abdullah. Ia juga pernah menikahi Nyai Rum, adik
Kiai Munawir Krapyak. Selain anak dari Siti Walidah Ahmad Dahlan
juga mempunyai anak dari Nyai Aisyah yang merupakan adik
Adjengan Penghulu, Cianjur yang bernama Dandanah, ia juga pernah
menikah dengan Nyai Yasin dari pakualaman, Yogyakarta.
Abuddin Nata menuliskan jika Ahmad Dahlan lebih dikenal
sebagai pelaku dibanding pemikir, hal ini disebabkan karena beliau
menyampaikan pemikiran dan gagasannya melalui lisan dan karya
nyata. Pada usia yang masih sanggat muda beliau membuat heboh
dengan menggambar tanda shaff sholat di Masjid Agung menggunakan
kapur. Tujuannya memberi tahukan arah kiblat yang benar dalam
0
Ibid, hal. 99
0
Siti Walidah atau lebih dikenal Nyai Dahlan merupakan salah satu pahlawan nasional
pendiri organisasi Aisyiyah, sumber dari Nasruddin Anshoriy Ch, Matahari Pembaharu: Rekam
Jejak KH Ahmad Dahlan, (Jogjakarta : Jogja Bangkit Publisher, 2010) hal, 55
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

masjid, hal ini berdasarkan pemikirannya bahwa arah kiblat yang lurus
menghadap barat itu salah karena Makkah berada di sebelah barat agak
ke utara dari Indonesia, maka menurut beliau hal ini harus di betulkan.
Penghulu kepala yang bertugas menjaga masjid agung segera
menyuruh untuk membersihkan tanda shaff yang ditulis Ahmad
Dahlan.0 Setelah kejadian tersebut akhirnya Ahmad Dahlan mendirikan
langgar pribadi yang dibangun menghadap kiblat tepat, akan tetapi
langar tersebut terbakar, kemudian ia membangun lagi yang persis
menghadap kebarat dengan lantainya digaris sesuai dengan arah kiblat
yang benar.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari Ahmad Dahlan berdagang
kain, sehingga ia sering berpergian dan mengadakan hubungan dagang
dengan pedagang lain, termasuk para pedagang Arab. Selain
berdagang Ahmad Dahlan juga mengisi pengajian pada kelompok
murid guru pribumi di Yogyakarta. Dalam proses berdagangnya inilah
Ahmad Dahlan menyampaikan gagasan dan melakukan dakwah dari
mulut ke mulut. Ahmad Dahlan pernah mencoba mendirikan madrasah
dengan bahasa pengantar bahasa arab namun usaha ini gagal. 0
Dikarenakan minat masyarakat yang masih minim pada masa itu, akan
tetapi hal ini tidak membuat Ahmad Dahlan menyerah hingga pada
tahun 1911 keinginan Ahmad Dahlan mendirikan sekolah dapat
terwujud dengan kegigihan perjuangannya sekolah ini dapat dikatakan
sebagai sekolah Islam swasta pertama yang memenuhi persyaratan
untuk mendapat subsidi pemerintah.0
2. Pemikiran Ahmad Dahlan (religius-rasional)
KH Ahmad Dahlan berfikir untuk merubah pola pikir masyarakat
Islam dan menyelamatkan umat Islam adalah melalui pendidikan.
Karena pendidikan dianggap menjadi skala prioritas dalam proses
pembangunan umat. Melalui pendidikan hendaknya umat dapat dididik
supaya lebih kritis, cerdas dan memiliki kemampuan analisis yang

0
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan…, hal. 203-204
0
Ibid, hal. 204-205
0
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaharu … hal.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

tajam dalam memetakan dinamika kehidupan pada masa depan. Al


Qur’an dan Hadist sebagai pedoman hendaknya menjadi kunci utama
untuk meningkatkan kemanjuan umat Islam, mengarahkan pada
pemahaman ajaran Islam yang komprehensif dan menguasai berbagai
disiplin ilmu pengetahuan.0
Menurutnya muslim tradisionalis terlalu menitik beratkan aspek
spiritual dalam kehidupan sehari-hari, hal semacam ini akan
mengakibatkan kelumpuhan atau kemunduran dunia Islam. Ahmad
Dahlan sangat terobsesi dengan kekuatan sistem pendidikan barat
seperti terlihat pada sekolah misinionaris maupun pemerintah,
sehingga Ahmad Dahlan berpandangan jika kemajuan materil
merupakan prioritas karena dengan cara itu kesejahteraan mereka akan
dapat sejajar dengan kolonial.0
Selain itu pendidikan juga harus membekali siswa dengan
pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mencapai
kemajuan materil, oleh karenanya pendidikan yang baik adalah
pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Secara tak
langsung Ahmad Dahlan mengritik model tradisonalis yang
menjalankan model pendidikan yang diwarisi secara turun temurun
tanpa mencoba melihat relevansinya dengan perkembangan zaman. 0
Upaya untuk mengaktualisasi gagasan tersebut maka konsep
pendidikan Islam menurut KH Ahmad Dahlan meliputi :
a. Filosofi Pendidikan Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan terkenal dengan sebutan man of action
dimana beliau lebih banyak memberikan kerja nyata
dibandingkan pemikiran teori, sehingga lebih banyak warisan
pemikirannya dalam bentuk wujud seperti lembaga pendidikan
dan amalan yang bukan berupa tulisan. Sehingga dalam
menelusuri orientasi filosofi pendidikan Ahmad Dahlan lebih
0
Islahul Mawaddah, Pemikiran Filosofis K.H. Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan Dan
Relevansinya Dengan Dunia Modern, makalah yang diakses dari
http://piuii17.blogspot.com/2018/09/pemikiran-filosofis-kh-ahmad-dahlan.html, diakses pada Hari
Sabtu, 23 Maret 2019, Jam 23.00 WIB
0
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh pembaharu … hal. 105
0
Ibid….., hal 102-105
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

merujuk bagaimana beliau membangun pendidikan. Dalam


naskah pidato terakhirnya yang berjudul Tali Pengikat Hidup
menjelaskan secara eksplisit konsen Ahmad Dahlan terhadap
pencerahan akal suci melalui filsafat dan logika. Ada tiga kunci
yang menggambarkan tingginya minat beliau dalam
pencerahan yaitu :
1) Pengetahuan tertinggi adalah pengetahuan tentang
kesatuan hidup yang dapat dicapai dengan sikap
kritis dan terbuka dengan mempergunakan akal
sehat dan istiqomah terhadap kebenaran akali
didasari hati yang suci
2) Akal adalah kebutuhan dasar hidup manusia
3) Ilmu mantiq atau logika adalah pendidikan tertinggi
bagi akal manusia yang hanya akan dicapai jika
manusia menyerah kepada petunjuk Allah SWT. 0
b. Tujuan Pendidikan
Dalam pandangan pendidikan Ahmad Dahlan memiliki
pandangan yang sama dengan Ahmad Khan (tokoh pembaharu
Islam di India) yaitu mengenai pembentukan kepribadian..
Ahmad Dahlan menganggap pembentukan kepribadian sebagai
target penting dari tujuan-tujuan pendidikan, belaiu mengaggap
jika seseorang dapat mencapai kebeneran di dunia dan akhirat
dengan memiiki kepribadian yang baik. Orang yang memiliki
kepribadian baik yang dimaksud adalah orang yang dapat
mengamalkan ajaran Al Qur’an dan hadist sebagai mana ajaran
yang sebenarnya karena Nabi merupakan contoh dari
pengamalan Al Qur’an dan hadist, sehingga dalam proses
pembentukan kepribadian siswa harus diperkenalkan dengan
kehidupan nabi.0 Selain menekankan pada pembentukan
kepribadian Ahmad Dahlan juga berpandangan jika pendidikan
0
Ismail, Konsep Pendidikan KH. Ahmad Dahlan (Studi Tentang Filosofi Pendidikan,
Tujuan Pendidikan, Model Pendidikan, dan Pembaharuan Pendidikan), Jurnal Online yang
diakses dari https://mrismail.web.id/journal-al-qalam/ Tanggal 16 April 2019, Jam 21.00 WIB.
0
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh pembaharu, hal. 98
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bertujuan menjadikan manusia yang baik budi seperti alim


dalam agama, manusia yang berpandangan luas yaitu alim
dalam ilmu umum, dan manusia yang bersedia berjuang untuk
kemajuan masyarakat. Hal ini sebagai bukti ketidakpuasan
Ahmad Dahlan terhadap sistem dan praktik pendidikan pada
masa itu. Untuk menjawab kritik tersebut Ahmad Dahlan
mengadopsi substansi dan metodologi pendidikan barat yang
dipadukan dengan sistem pendidikan tradisional maka lahirlah
model pendidikan Muhammadiyah.0
Menurut Ahmad Dahlan pendidikan Islam merupakan
upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa baik
sebagai hamba Allah maupun khalifah di bumi ini. Dalam
upaya mencapai tujuan tersebut proses pendidikan Islam
hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan baik
umum maupun agama, untuk mempertajam daya intelektualitas
dan memperkokoh spiritualitas peserta didik. Upaya ini akan
teralisasikan jika proses pendidikan bersifat integral yang dapat
menghasilkan manusia yang lebih berkualitas. Maka sumber
ilmu pengetahuan Islam hendaknya dijadikan landasan
metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang
dilaksanakan untuk menciptakan peserta didik seperti yang
diinginkan.
c. Materi Pendidikan
Muhammadiyah memadukan sedemikian rupa pendidikan
agama dan pendidikan umum, dengan tetap berpegang pada
ajaran Al Qur’an dan Hadits. Selain kitap-kitap klasik
berbahasa arab, kitap-kitap kontemporer berbahasa arab juga
dipelajari, yang kemudian di padukan dengan pendidikan
umum. Dengan demikian dapat dikatakan Muhammadiyah
menggunakan sistem klasikal model barat dan meninggalkan
0
Islahul Mawaddah, Pemikiran Filosofis K.H. Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan Dan
Relevansinya Dengan Dunia Modern, makalah yang diakses dari
http://piuii17.blogspot.com/2018/09/pemikiran-filosofis-kh-ahmad-dahlan.html, diakses pada Hari
Sabtu, 23 Maret 2019, Jam 23.00 WIB
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

metode sorogan ala pendidikan tradisional. Sistem pendidikan


seperti telah membawa Muhammadiyah mengenal rencana
pelajaran yang teratur dan integral, sehingga hasil belajar dapat
lebih mudah dievaluasi. Hubungan guru dan murid dalam
lembaga pendidikan Muhammadiyah lebih akrab, bebas, dan
demokratis.0 Ahmad Dahlan menginginkan pengelolaan
pendidikan Islam secara modern dan professional, sehingga
proses pendidikan dapat dilaksanakan dan mampu memenuhi
kebutuhan peserta didik dalam menghadapi perkembangan
zaman, sehingga pendidikan Islam perlu membuka diri,
inovatif dan progresif.
d. Metode Mengajar
Ahmad Dahlan dalam menyampaikan ilmu agama tidak
menggunakan pendekatan tektual tetapi kontekstual melalui
proses penyandaran. Menurutnya bahwa pelajaran agama tidak
cukup hanya dihafalkan saja tetapi perlu pemahaman secara
kognitif dan pengamalan sesuai situasi dan kondisi. Baginya
ajaran Islam tidak membumi dan dijadikan pandangan
pemeluknya sehingga perlu adanya praktik dalam memahami
ajaran agama.
Dalam metode mengajar Ahmad Dahlan juga menggunakan
metode ceramah. Karena kondisi pada saat itu menjadikan guru
merupakan sumber utama dalam proses pembelajaran. Selain
itu ia juga masih menggunakan metode pesantren, tetapi tidak
sepenuhnya seperti sistem pesantren yang notabene tidak ada
ruang dialog, Ahmad Dahlan menerapkan pola “learning by
doing” yaitu ilmu yang sudah diajarkan harus diamalkan,
karena ilmu dan amal adalah satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan.0
e. Pembaharuan Penyelenggaran Pendidikan

0
Ibid,
0
Abuddin Nata, Tokoh-tokoh pembaharu, hal. 99
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Usaha Ahmad Dahlan dalam upaya memperbaiki teknik


perencanaan pendidikan dengan jalan modernisasi sistem
pendidikan yaitu dengan menukar sistem pondok pesantren
dengan sistem pendidikan modern sesuai dengan tuntutan
zaman. Hal itu diwujudkan dalam lembaga pendidikan yang
bersifat spesifik yang mengadopsi sistem pendidikan barat
dengan memodifikasi sedemikian rupa sehingga tetap berjiwa
nusantara yang Islami.
Ahmad Dahlan mendirikan dua model sekolah yaitu
pertama adalah model sekolah umum, yang merupakan sekolah
pertama yang didirikan oleh Ahmad Dahlan pada tahun 1911 di
Kauman, Yogyakarta. Sekolah ini awalnya merupakan sebuah
pengajian yang kemudian berubah menjadi sekolah setara
tingkat dasar. Sekolah ini mempunyai murid laki-laki dan
perempuan sekaligus, metode pengajaran menggunakan papan
tulis dan kapur, bangku-bangku serta alat peraga.
Penyelenggaran pendidikan seperti adalah pertama kali
menggabungkan antara sistem pengajaran pesantren dengan
sekolah barat.
Model sekolah yang kedua adalah madrasah, Ahmad
Dahlan juga mendirikan madrasah yang mengikuti gubernamen
bersifat agamis yang disebut madrasah. Perbedaan antara
madrasah dan sekolah terletak pada kurikulumnya yaitu 60%
agama dan selebihnya non agama atau pelajaran umum. 0
3. Relevansi Pemikiran Ahmad Dahlan dengan dunia Pendidikan
Modern
Relevansi pemikiran Ahmad Dahlan dengan Pendidikan Islam
dengan pendidikan saat ini dapat dilihat dari cita-cita dan tujuan
pendidikan yang digagas oleh beliau, yakni menciptakan lembaga
pendidikan yang dapat menjawab tantangan zaman dan dapat
menguasai ilmu agam sehingga dapat melahirkan ulama-ulama

0
Ibid,
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

intelektual, seorang muslim yang tangguh dan berilmu luas, serta


memiliki ahklak karimah. Hal ini tidak lepas dari upaya beliau dalam
mendirikan lembaga pendidikan yang dapat mencetak generasi Islami
yang melek akan pengetahuan dan paham akan syariat Islam.
Dalam kurikulum dan materi pendidikan apa yang digagaskan
Ahmad Dahlan lebih menekankan pada pendidikan moral, akhlak
dalam upaya menanamkan karakter manusia yang sesuai dengan Al
Qur’an dan Hadist yang tercermin dalam tindakan Nabi. Hal ini sejalan
dengan pendidikan saat ini yang lebih menekankan pada penanaman
pendidikan karakter, apalagi sekarang pemerintah sedang gencar dalam
membangun karakter bangsa sehingga pemikiran dan konsep
pendidikan Ahmad Dahlan masih dapat diterapkan hingga saat ini.
Eksistensi konsep pemikiran Ahmad Dahlan masih terlihat hingga
kini tebukti dengan berkembangnya lembaga pendidikan
Muhammadiyah. Muhammadiyah turut berperan dalam proses
perkembangan pendidikan di Indonesia, hingga saat ini lembaga
pendidikan Muhammadiyah berkembangan dengan baik, dan tersebar
di hampir seluruh wilayah Indonesia. Hal ini menjadi bukti jika
pemikiran Ahmad Dahlan masih sangat relevan dengan perkembangan
dunia pendidikan saat ini.
C. KESIMPULAN
Konsep pemikiran KH. Ahmad Dahlan tentang pendidikan Islam
adalah keinginan menampilkan wajah baru dalam pendidikan Islam yaitu
penggabungan antara pendidikan umum dan pendidikan agama. Melalui
integrasi lembaga pendidikan Ahmad Dahlan hendak membentengi umat
Islam dengan Ilmu agama dan membekali umat Islam dengan ilmu umum
agar dapat menyeimbangkan antara materil dan spiritual. Tujuan
pendidikan menurut pemikiran Ahmad Dahlan adalah membentuk
manusia yang baik budi pekerti, luas wawasannya dan bersedia berjuang
untuk kemajuan umat, sehingga dapat menguasai ilmu umum dan ilmu
agama, material dan spiritual. Metode pembelajaran lebih menekankan
pada kontekstual daripada tekstual.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Kurikulum dan materi pendidikan yang digagaskan Ahmad Dahlan


lebih menekankan pada pendidikan moral, akhlak dalam upaya
menanamkan karakter manusia yang sesuai dengan Al Qur’an dan Hadist
yang tercermin dalam tindakan Nabi yang sejalan dengan pendidikan
nasional dalam membangun karakter bangsa. Eksistensi konsep pemikiran
Ahmad Dahlan masih terlihat hingga kini tebukti dengan berkembangnya
lembaga pendidikan Muhammadiyah yang cukup berperan dalam
perkembangan pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini menjadi bukti jika
pemikiran Ahmad Dahlan masih sangat relevan dengan perkembangan
dunia pendidikan saat ini.

BAB XXII
PEMIKIRAN PENDIDIKAN ABDUL FATTAH JALAL (RELIGIUS-
RASIONALIS) DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN

(Wahyuddin Luthfi Abdullah)


FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

A. PENDAHULUAN
Salah satu tujuan dari pendidikan Islam adalah terbentuknya pribadi yang
beriman bertakwa, berilmu dan berakhlak mulia. Untuk mencapai hal tersebut,
para pemikir pendidikan Islam terus berijtihad merumuskan konsep atau sistem
pendidikan yang mampu mengakomodir kebutuhan dan tujuan pendidikan Islam
secara utuh dan sempurna. Tak jarang para pemikir pendidikan Islam beradu
gagasan atau berselisih pendapat dalam menyampaikan konsep yang menurutnya
terbaik untuk pendidikan Islam. Diskusi dan debat yang terjadi di kalangan
pemikir pendidikan Islam merupakan hal yang sangat positif bagi generasi
setelahnya. Dengan lahirnya berbagai konsep tentang pendidikan Islam, maka
akan membantu kita untuk menemukan konsep yang paling tepat dan paling
dibutuhkan sesuai zaman, atau setidaknya menjadi acuan dan referensi pemikir
Islam setelahnya guna menyempurnakan konsep dan sistem pendidikan Islam itu
sendiri.
Salah satu pemikir pendidikan Islam yang perlu kita ketahui adalah Abdul
Fattah Jalal. Beliau merupakan salah satu pemikir pendidikan Islam yang
menawarkan konsep pendidikan Islam dengan Istilah Ta’lim. Dan tulisan ini
dibuat untuk membahas lebih lanjut terkait dengan konsep yang beliau tawarkan
tentang pendidikan pendidikan.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Abdul Fattah Jalal
Sampai saat ini, penyusun mengalami hambatan untuk mencari
informasi tentang tokoh ini terlebih sejarah kehidupannya. Penyusun
mengalami kesulitan untuk menemukan karyanya dan siapakah beliau
sebenarnya. Penyusun mencoba untuk mencari karyanya yang asli yakni
Minal Ushulit Tarbawiyah Fil Islam di perpustakaan maupun di internet
tetapi belum ditemukan, penyusun hanya menemukan satu-satu sumber
primer yaitu buku terjemahan dari Minal Ushululit Tarbawiyah Fil Islam
dengan judul Azaz-azaz Pendidikan Islam yang diterbitkan pada tahun 1988.
Dan buku inilah yang banyak menjadi rujukan dan dikutip ke dalam tesis
maupun disertasi yang membahas pendidikan Islam. Dari buku ini, diketahui
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bahwa Abdul Fattah Jalal adalah pemikir pendidikan Islam dari Mesir, yang
karyanya dengan judul di atas diterbitkan pada tahun 1977.
2. Pemikiran Pendidikan Abdul Fattah Jalal
a. Definisi Tarbiyah dan Ta’lim dalam Islam
1) Istilah Tarbiyah
Tarbiyah merupakan bentuk mashdar dari bentuk fi‟il madhi
(kata kerja) rabba yang mempunyai pengertian yang sama dengan kata
rabb yang berarti nama Allah. Dalam Al-Qur’an tidak ditemui secara
langsung istilah tarbiyah. Menurut Ahmad Tafsir Tarbiyah merupakan
arti dari kata pendidikan yang bersal dari tiga kata, yakni: rabba-yarbu
yang bertambah, tumbuh; rabbiya-yarbaa berarti menjadi besar; dan
rabba-yarubbu yang berarti memperbaiki, menguasai urusan,
menuntun, menjaga, memelihara.0
Selain dari pengertian di atas, asal kata tarbiyah bisa kita
temukan di dalam al Qur’an salah satunya di dalam Q.S Al Isra’ ayat
24 dan Q.S Ay Syu’ara ayat 18.
‫َو ُقل َّرِّب اْر َحْم ُهَم ا َك َم ا َر َّبَياِني َصِغ يرًا‬
Dan ucapkanlah, wahai Tuhan ku, kasihanilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua mendidik aku waktu kecil.

‫َقاَل َأَلْم ُنَر ِّبَك ِفيَنا َوِليدًا َو َلِبْثَت ِفيَنا ِم ْن ُع ُم ِرَك ِسِنيَن‬
Fir`aun menjawab: "Bukankah kami telah mengasuhmu di antara
(keluarga) kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal
bersama kami beberapa tahun dari umurmu.
Dari dua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa tarbiyah adalah
proses persiapan dan pengasuhan pada fase pertama kehidupan
manusia atau dengan kata lain masa bayi dan anak-anak. Dan kata
tarbiyah pada ayat pertama menunjukkan bahwa pendidikan pada fase
pertama itu adalah tanggung jawab orang tua. Kedua orang tua
bertanggung jawab untuk membentuk kepribadian anak. Sebagaimana
di ayat kedua, yang menerangkan bahwa Fir’aun telah mendidik dan
0
Muhammad Ridwan, “Konsep Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’lim dalam Al Qur’an”, Nazhruna:
Jurnal Pendidikan Islam, vol. 1 No. 1 Maret 2018, hlm. 42
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

merawat Musa saat kecil dan tidak membunuhnya seperti bayi laki-
laki yang lainnya.0 Dari keterangan dua ayat di atas, maka tarbiyah
adalah istilah yang paling cocok digunakan untuk mendidik atau
memelihara manusia di waktu kecil saja.
2) Istilah Ta’lim
Menurut konsep pedagogik Islam, kata Ta’lim lebih luas
jangkauannya dibanding dengan tarbiyah. Islam memandang proses
ta’lim lebih universal dibanding proses tarbiyah. Ta’lim merupakan
suatu proses yang terus menerus diusahakan manusia semenjak
dilahirkan.0 Sebagaimana kita ketahui bahwa manusia dilahirkan dalam
keadaan tidak tahu apa-apa namun Allah telah melengkapi manusia
dengan akal, hati dan panca indranya sehingga fungsi-fungsi bisa
dikembangkan seoptimal mungkin. Pengembangan fungsi-fungsi
tersebut merupakan tanggung jawab kedua orang tua ketika masa anak-
anak. Setelah dewasa maka ia harus mandiri untuk lebih
mengoptimalkan dan mengembangkan potensi dari fungsi-fungsi yang
dimilikinya itu.
Ta’lim menurut Mahmud Yunus yang dikutip oleh Ridwan, secara
bahasa berasal dari kata allama-yuallimu-ta’liiman yang artinya
pengajaran, pendidikan. Dan hal diatas juga selaras dengan kata
alama-ya’lamu yang berarti mengeja, memberi tanda. Dan kata alima-
ya’lamu yang artinya mengetahui sesuatu, mengerti atau memberi
tanda. 0
Ta’lim tidak hanya berhenti pada pencapaian pengetahuan
semata, akan tetapi ta’lim juga mencakup keterampilan yang
dibutuhkan seseorang dalam hidupnya serta pedoman yang baik.
karena jangkaunya yang lebih luas, maka ta’lim harus mampu
menjangkau semua aspek perkembangan manusia baik dari aspek
kognisi, psikomotorik dan afeksi. Sebagaimana Rasul diutus ke bumi

0
Abdul Fattah Jalal, Minal Ushulit Tarbawiyah Fil Islam, alih bahasa Herry Noer Ali,
Azaz-azaz Pendidikan Islam, Cet. 1 (Bandung: cv. Diponegoro, 1988), hlm 28-29
0
Ibid., hlm. 27-33
0
Muhammad Ridwan, “Konsep Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’lim dalam Al Qur’an”, Nazhruna:
Jurnal Pendidikan Islam, vol. 1 No. 1 Maret 2018, hlm. 44
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sebagai muallim yang mengajarkan berbagai aspek. Ini selaras dengan


firman Allah dalam Q.S Al Baqarah ayat 151.0
Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan ni`mat Kami kepadamu)
Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunnah), serta
mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
Berdasarkan ayat di atas, Rasul membacakan atau mengajarkan
Al Quran tetapi tidak hanya mengajarkan cara membacanya saja, akan
tetapi mengajarkan makna, pengamalan dan perenungan tentang ayat-
ayat suci tersebut. Dari situ terlihat jelas yang dilakukan oleh
Rasulullah ‫ ﷺ‬telah mencakup tiga aspek yang dikehendaki, yaitu:
kognisi, psikomotorik dan afektif.
b. Hakikat Ilmu
Ilmu dan orang yang berilmu memiliki tempat yang istimewa di dalam
Islam. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S Al Mujadallah ayat 11.

‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِإَذ ا ِقيَل َلُك ْم َتَفَّسُحوا ِفي اْلَم َج اِلِس َفاْفَس ُحوا َيْفَس ِح ُهَّللا َلُك ْم َو ِإَذ ا ِقيَل انُشُز وا َفانُشُز وا‬
‫َيْر َفِع ُهَّللا اَّلِذ يَن آَم ُنوا ِم نُك ْم َو اَّلِذ يَن ُأوُتوا اْلِع ْلَم َد َر َج اٍت َو ُهَّللا ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َخ ِبيٌر‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:
"Berlapang-lapanglah dalam majelis", maka lapangkanlah, niscaya Allah
akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah
kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang
kamu kerjakan.0
Selain Istimewa, Ilmu merupakan kata yang memiliki karismatik.
Ia mengandung segala kemaslahatan manusia. Bahkan dengan ilmu
mereka (manusia) lebih utama daripada Malaikat, dan dengan ilmu pula

0
Abdul Fattah Jalal, Minal Ushulit Tarbawiyah Fil Islam, alih bahasa Herry Noer Ali,
Azaz-azaz Pendidikan Islam, Cet. 1 (Bandung: cv. Diponegoro, 1988), hlm 27
0
Al Quran dan Terjemahannya. Departemen Agama Republik Indonesia.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

manusia berhak menjadi khalifah Allah di muka bumi. 0 Hal tersebut


tergambar jelas dalam peristiwa penciptaan Adam sebagai manusia
pertama yang diabadikan dalam Q.S. Al Baqarah ayat 30-34. Allah telah
menjadi Adam (manusia) sebagai khalifah di muka bumi, lalu
mengajarkan Adam nama-nama yang perlu diketahui. Setelah itu Allah
memerintahkan Adam untuk memberitahukan hal tersebut kepada para
malaikat dan kemudian Allah menyeru seluruh makhluknya untuk
bersujud kepada Adam. Tentunya dari peristiwa di atas sudah jelas bahwa
manusia bisa menjadi lebih mulia dibanding malaikat dengan ilmunya.
Ilmu mencakup perkataan, perbuatan, keterampilan atau tingkah
laku. Ilmu sangat penting sebagai alat untuk bertanggung jawab dan
mengerjakan sesuatu.0 secara umum, tentunya ilmu sangat dibutuhkan
manusia untuk mencapai keinginan ataupun memenuhi kebutuhannya.
Lantas dari manakah manusia mendapat ilmu?.
Menurut Abdul Fattah Jalal, Sumber Ilmu dan pengetahuan ada dua
macam : Basyariyyah (sumber manusia) atau Ilahiyyah (sumber dari
Tuhan. Kedua sumber tersebut dapat dipahami manusia melalui potensi-
potensi yang dimilikinya. Dan kedua macam sumber di atas mempunyai
fungsi saling melengkapi. Dan perlu diketahui bahwa ilmu-pengetahuan
haruslah dicari bukan sebuah warisan, karena manusia semua terlahir ke
dunia dalam keadaan belum tahu apa-apa (fitrah).0 Sehubungan dengan
sumber ilmu di atas, menurut Usman Abu Bakar, bahwa sumber
pendidikan Islam (dalam hal ini Ilmu dan pengetahuan) adalah berasal dari
Naqliyah (wahyu) dan Kauniyyah (ciptaan). Yang dari keduanya
melahirkan berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan hingga saat ini.0
1) Sumber Manusia
Sumber ini dapat dicapai oleh manusia melalui berbagai
cara. Di antaranya adalah taqlid (meniru). Cara ini dapat kita lihat
pada peristiwa putra nabi Adam yang bertengkar sehingga salah
0
Abdul Fattah Jalal, Minal Ushulit Tarbawiyah Fil Islam, alih bahasa Herry Noer Ali,
Azaz-azaz Pendidikan Islam, Cet. 1 (Bandung: cv. Diponegoro, 1988), hlm. 25-26
0
Ibid.,hlm. 142
0
Ibid.,hlm. 143
0
Ceramah disampaikan dalam perkuliahan Analisis Kebijakan Pendidikan Islam, Magister
Ilmu Agama Islam, Pada tanggal 26 Maret 2019.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

satunya wafat dan kemudian yang membunuh bingung apa yang


harus dilakukan terhadap saudaranya yang terbunuh. Melalui
seekor burung gagak Allah memberi pelajaran baginya bagaimana
menguburkan jasad saudaranya. Dan kemudian ia meniru apa yang
dilakukan oleh burung gagak tersebut.0 Hal ini diabadikan dalam
Q.S. Al Maidah dalam ayat 31.
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di
bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia
seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil:
"Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti
burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku
ini?" Karena itu jadilah dia seorang di antara orang-orang yang
menyesal.
Di antara contoh yang menunjukkan sumber ilmu dari
basyariyyah (manusia) adalah peristiwa yang berkenaan dengan
mengawinkan pohon kurma. Peristiwa ini diriwayatkan dari
Rasulullah ‫ ﷺ‬oleh Musa bin Thalhah bahwa ayahnya berkata :
Aku bersama Rasulullah ‫ ﷺ‬melewati suatu kaum yang berada di
atas phon kurma. Beliau bertanya: apa yang yang sedang mereka
lakukan?. Mereka berkata bahwa mereka sedang mengawinkan
pohon kurma, mereka meletakkan benih janta pada benih betina,
sehingga benih betina dapat dibuahi. Kemudian Rasulullah ‫ﷺ‬
bersabda: Aku tidak menyangka bahwa perbuatan itu mengandung
manfaat.
Bahkan dalam hadist baginda Rasulullah ‫ ﷺ‬yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim beliau pernah bersabda : Kalian
lebih mengetahui urusan dunia kalian. Hal ini menunjukkan bahwa
diantara ilmu itu ada yang didapat dengan cara atau metode “coba-
coba (trial and erorr). Selian metode di atas, cara lain untuk
mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang bersumber dari manusia

0
Abdul Fattah Jalal, Minal Ushulit Tarbawiyah Fil Islam, alih bahasa Herry Noer Ali,
Azaz-azaz Pendidikan Islam, Cet. 1 (Bandung: cv. Diponegoro, 1988), hlm. 143-144
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

adalah Musyawarah, diskusi atau debat. Ini sejalan dengan firman


Allah dalam Q.S Ali Imran 159.
‫…َو َش اِو ْر ُهْم ِفي اَألْم ِر‬.
…………Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.
Salah satu contohnya adalah dalam perang Khandaq,
Rasulullah ‫ ﷺ‬mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah
terkait strategi menghadapi musuh. Maka dalam musyawarah
itulah muncul strategi baru yaitu membuat parit jebakan yang
dikemukakan oleh sahabat Salman Al Farisi. Dan usaha itu berhasil
dan kemenangan diraih oleh kaum muslimin.0
2) Sumber Ilahi
Ilmu yang bersumber dari Allah artinya adalah ilmu yang
bersumber dari wahyu yang Allah turunkan kepada para nabi dan
Rasul-Nya. Ilmu itu bisa berupa hukum (syariat) ataupun petunjuk
umum sebagai landasan manusia mengembangkan potensi akal
pikirannya. Dengan demikian jika seorang ilmuan tidak
menemukan jawaban atau penjelasan rinci dari wahyu (Al quran
dan Hadis) maka tugasnya adalah melakukan ijtihad, mengerahkan
segala tenaga, dan pikirannya untuk mencari jawaban atas
permasalahan yang dihadapinya.
Dua macam sumber ilmu di atas akan bisa diperoleh dengan baik
apabila manusia memaksimalkan potensi yang telah Allah berikan
kepadanya. Perlu diketahui dalam penciptaan manusia Allah telah
melengkapi manusia dengan beberapa yang berguna untuk memperoleh
ilmu dan pengetahuan. Di antaranya: Penglihatan, pendengaran,
penciuman, peraba, akal dan hati.0
c. Tujuan Pendidikan Islam dan Metode belajar-mengajar
Tujuan umum pendidikan dan pengajaran Islam adalah menjadikan
seluruh manusia menjadi abdinya Allah (hamba Allah). Dalam istilah yang
lain bahwa pendidikan Islam secara umum bertujuan untuk
mempersiapkan manusia yang menghambakan dirinya kepada Allah serta
0
Ibid.,hlm 148
0
Ibid.,hlm. 156-167
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

memiliki sifat-sifat Ibadur rahman (hamba dzat yang maha pengasih).


Dari tujuan umum ini tentunya akan lahir beberapa tujuan khusus
pendidikan Islam itu sendiri.0
Selain itu, tujuan pendidikan Islam menurut beberapa para ahli
pendidikan Islam adalah sebagai berikut :
a) Ibnu Khaldun menyatakan bahwa pendidikan Islam berorientasi
ukhrawi dan duniawi. Pendidikan Islam harus membentuk manusia
seorang hamba yang taat kepada Allah dan membentuk manusia
yang mampu menghadapi segala bentuk persoalan kehidupan
dunia.0
b) Al Ghazali menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah
pertama, mencapai insan yang sempurna dalam rangka
mendekatkan diri kepada Allah. Kedua, mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat.0
Beberapa tahapan-tahapan memperoleh ilmu (belajar) yang
dikemukakan oleh Abdul Fattah Jalal adalah sebagai berikut :
a) Hindari taklid buta (tanpa meneliti). Islam menolak ilmu yang
diperoleh tanpa melalui pemikiran, penelitian dan penggunaan
akal. Islam mencela orang-orang yang secara membabi buta meniru
ulah nenek moyang, pembesar dan pemimpin mereka.
b) Hindari Prasangka. Menurutnya manusia harus melepaskan diri
dari prasangka untuk mencapai ilmu.
c) Membersihkan Akal dari hukum yang tidak berdasarkan
keyakinan. Menerima suatu pandangan atau pengetahuan tanpa
menguji dan menelitinya terlebih dahulu.
d) Bertahap dari yang konkret kepada yang abstrak.
e) Menyaring dan menguji pendapat sebelum mengambilnya.0

0
Ibid., hlm. 119-124
0
Mihtahur Rohman, “Konsep Tujuan Pendidikan Islam Perspektif Nilai-Nilai Sosial
Kultural”, Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 9 No. 1 2009, hlm. 25
0
Dwiyan Desi, Analisis Filosufis Tentang Pemikiran Al-Ghazali (Konservatif-Religius)
Tentang Pendidikan Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Kekinian, Program Pascasarjana
Magister Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2019, hlm.,9
0
Abdul Fattah Jalal, Minal Ushulit Tarbawiyah Fil Islam, alih bahasa Herry Noer Ali,
Azaz-azaz Pendidikan Islam, Cet. 1 (Bandung: cv. Diponegoro, 1988), hlm 169-175
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Selanjutnya adalah beberapa metode mengajar yang telah dirujuk


dari Al Quran dan Sunnah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬sehingga diharapkan
menjadi metode ajar yang memadai baik untuk anak-anak maupun
dewasa.0
a) Partisipasi guru dalam proses belajar mengajar. Guru hendaknya
selalu bertakwa kepada Allah dan mampu menempatkan diri
dengan baik. Dengan partisipasi yang intensif guru diharapkan
mampu mengenal peserta didiknya lebih jauh dan memahami
karakter, kelebihan dan kekurangan peserta didiknya.
b) Pengulangan bervariasi. Sesuai dengan firman Allah dalam Q.S Al
Isra’ ayat 31 yang berbunyi Dan sesungguhnya dalam Al Qur'an
ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka
selalu ingat. Dalam hal ini sudah sangat jelas bahwa metode
pengulangan adalah salah satu metode terbaik dalam mengajar.
c) Membuat perumpamaan dan bercerita untuk mengambil pelajaran.
Ini juga selaras dengan wahyu yang Allah turunkan beberapa di
antaranya berupa permisalan dan cerita umat-umat terdahulu untuk
dapat diambil pelajaran darinya.
d) Pengalaman pribadi dan wisata untuk mencari hakikat dan
membaca alam.
e) Mengambil pelajaran dari peristiwa-peristiwa yang terjadi.
f) Menciptakan suasa senang dan gembira dalam proses belajar
mengajar sebagai upaya pendidikan. Menurutnya Islam lebih
memprioritaskan penciptaan suasana belajar yang gembira dan
menyenangkan dibanding dengan ancaman dan hukuman.
g) Teladan yang baik
h) Memperhatikan karakteristik situasi belajar-mengajar.
Memperhatikan situasi dan kondisi sehingga dapat memilih waktu
yang tepat untuk melaksanakan kegiatan belajar.
3. Relevansi Pemikiran Pendidikan Abdul Fattah Jalal dengan
Pendidikan Modern.

0
Ibid., hlm. 177
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Melalui konsep ta’lim, Abdul Fattah Jalal bermaksud ingin


mendesain pendidikan yang mempunyai jangkauan yang luas (dibanding
tarbiyah), yang mampu secara optimal mengembangkan seluruh potensi-
potensi peserta didik baik dari sisi kognitif, afektif maupun psikomotorik.
Itu artinya selain memiliki wawasan yang luas peserta didik dituntut untuk
mempunyai skill (keterampilan) yang dibutuhkan dalam kehidupannya
serta pengamalan dan implementasi dari apa yang telah ia pelajari.
Tentunya hal ini senada dengan pendidikan modern saat ini yang menuntut
setiap individu mempunyai skill-skill tertentu yang dibutuhkan oleh
masyarakat luas di samping kepemilikan wawasan yang luas. Fakta di
lapangan yang kita temui saat ini, sebagian instansi-instansi pendidikan,
penyedia lapangan perkerjaan tidak lagi berfokus pada nilai yang tertera
dalam secarik kertas yang ia miliki, akan tetapi mereka lebih berfokus
melihat kepada skill apa yang telah ia kuasai, kemampuan apa yang sudah
ia miliki, dan prestasi apa yang telah ia torehkan.
Dilihat dari segi tujuannya, Abdul Fattah Jalal merumuskan bahwa
pendidikan bertujuan untuk mempersiapkan manusia yang menghambakan
dirinya kepada Allah serta memiliki sifat-sifat Ibadur rahman (hamba dzat
yang maha pengasih). Tentunya hal ini selaras dengan tujuan Sistem
Pendidikan Nasional kita yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional bab 2 pasal 3, bahwa Sistem
Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.0 Perlu
digaris bawahi bahwa pendidikan Islam dan Sistem pendidikan Nasional
kita telah sepakat untuk merumuskan tujuan pertama pendidikan adalah
melahirkan manusia yang beriman bertakwa. Dan jika ditinjau dari konsep
metode belajar mengajarnya, maka konsep beliau sudah mengarah kepada
proses pembelajaran yang bersifat menyenangkan (Edutaiment), dan juga
pembejalaran aktif (Active Learning). Meskipun jika dianalisis lebih

0
Undang-undang Republik Indonesia, Sistem Pendidikan Nasional, No. 20 Tahun 2003
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dalam, sepertinya metode yang beliau belajar-mengajar yang beliau


canangkan belum sepenuhnya berorientasi pada peserta didik (Student
Oriented). Dan ini sangat dimaklumi karena mengingat keadaan dan
kebutuhan zaman yang berbeda. Dengan demikian, secara umum konsep
pemikiran pendidikan yang diusung oleh Abdul Fattah Jalal mempunyai
relevansi yang kuat dengan pendidikan di era modern saat ini. setidaknya
apa yang telah beliau rumuskan menjadi salah satu embrio pemikiran dan
konsep pendidikan terutama pendidikan Islam agar dikembangkan lebih
lanjut dan tentunya sesuai kebutuhan zaman.
C. KESIMPULAN
Istilah ta’lim yang dipilih oleh Abdul Fattah Jalal untuk mewakili
pendidikan Islam dirasa lebih tepat dibanding dengan Istilah tarbiyah yang sudah
akrab dengan kita. Dari analisis yang ia lakukan, telah ditemukan bahwa istilah
tarbiyah lebih cocok untuk pendidikan manusia di waktu kecil saja. Sedangkan
istilah ta’lim dipandang olehnya lebih jauh dan luas jangkauannya untuk mewakili
pendidikan Islam secara utuh. Ilmu dan orang yang berilmu selalu mempunyai
tempat istimewa dalam kehidupan sehari-hari, lebih-lebih dalam Islam.
Metode pembelajaran yang dilaksanakan hendaknya selalu dibarengi dengan
teladan yang baik dari para pendidik. Karena proses pembelajaran yang
dilaksanakan bukanlah sekedar pemindahan pengetahuan atau ilmu akan tetapi
harus dibarengi dengan implementasinya dan akhlak yang karimah. Maka sudah
seharusnya pendidikan harus bertujuan untuk melahirkan manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Allah atau dengan kata lain menjadi hamba Allah sekaligus
khalifah di muka bumi, berakhlak mulia, berilmu, dan memiliki keterampilan-
keterampilan.

BAB XXIII
PEMIKIRAN PENDIDIKAN A. MUKTI ALI DAN RELEVANSINYA
DENGAN DUNIA MODERN

(Wina Rohmaniyah)

A. PENDAHULUAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari jaringan


perkembangan pemikiran keislaman dunia Islam. Islam berkembang di Indonesia
dilatari dengan berbagai macam corak budaya. Pola pendekatan akomodatif,
modifikasi di awal perkembangan Islam di Indonesia membawa keuntungan
kuatnya akar Islam di Indonesia. Hal ini menyebabkan ketika budaya penjajah
datang ke Indonesia beserta pemikirannya, ummat Islam masih bisa bertahan
bahkan melakukan perjuangan.
Kebudayaan berkembang melalui pendidikan. Pendidikan bersifat kontinu,
yang merupakan reorganisasi, rekonstruksi dan pengubahan pengalaman hidup,
dan juga perubahan pengalaman hidup sendiri. Konstruksi pengalaman ini tidak
hanya bersifat individual, melainkan juga bersifat social.0
Ketika ummat Islam melakukan perjalanan ruhiyah ke tanah suci ataupun
ke Negara-negara maju pada masanya dan disana menyerap ilmu-ilmu, banyak
yang ketika kembali ke tanah air membawa perubahan besar. Banyak tokoh Islam
yang menjadi pelopor perubahan setelah melakukan perjalanan yang kaya
pengalaman tersebut. Hal ini menggambarkan ada proses transfer ilmu yang
membentuk pola fikir dan prilaku serta penyerapan budaya sarat nilai. Abdul
Mukti Ali merupakan salah satu tokoh Islam Indonesia yang terinspirasi dari
pengalaman ruhiyah di tanah suci dan perjalanan edukasinya di negara-negara
maju , yang akhirnya membawa imbas pada keyakinan kuat untuk berjuang
menyebarkan ilmu dan berusaha mengimplementasikan nilai-nilai ajaran untuk
bisa membawa pada perubahan yang lebih baik. Untuk lebih lanjut akan dibahas
pemikiran A. Mukti Ali dalam pembahasan berikut di bawah ini.

B. PEMBAHASAN
1. Biografi A. Mukti Ali
Abdul Mukti Ali lahir di Cepu, Blora, Jawa Tengah pada tanggal 23
Agustus 1923 dan meninggal dunia pada tanggal 5 mei 2004. 0 A. Mukti Ali
memiliki nama kecil Boedjono. Ayahmya bernama H. Abu Ali, merupakan

0
Abudin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada,
cet.2, 2013), hlm. 224
0
http: //wikipedia.org: Mukti Ali, di akses pada 18 maret 2019
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

seorang pedagang yang terpandang di wilayah Sudagaran ( desa para


saudagar), dekat Sungai Bengawan Solo. H. Abu Ali selain di kenal ulet, rajin
dan disiplin, juga dikenal sebagai orang yang bersahaja. H. Abu Ali selalu
berpesan pada anak-anaknya untuk menjadi manusia yang mandiri, tidak
bergantung pada orang lain. Sikap ayahnya inilah yang kemudian hari menjadi
inspirasi utama bagi Boedjono dalam membawa diri. 0 Ibunya bernama Muti’ah
dan setelah menunaikan ibadah haji , berganti nama menjadi H. Khadidjah.
Ibunya dikenal sebagai ibu rumah tangga yang baik dan terjun dlam lapangan
bisnis, yakni berjualan kain.0 Boedjono memiliki 6 saudara, 3 pria dan 3
wanita.0
Kegiatan Boedjono di pagi hari sekolah di HIS (Sekolah Hindia Belanda),
sedangkan di sore hari mengaji. Sejak kecil Boedjono dikenal memiliki
semangat belajar yang tinggi. H. Abu Ali memasukkan Boedjono ke pesantren
yang di asuh oleh Kyai Usman Cepu. Setelah lulus dari HIS, H. Abu Ali
memasukkan Boedjono ke pondok pesantren Termas Pacitan. Disini Boedjono
mulai berkenalan dengan ilmu mantiq (logika), serta membaca beberapa buku
tentang tasawwuf dan filsafat.0 Boedjono juga sempat menimba ilmu dari dua
orang kyai yang ia sebut sebagai Hamidain atau dua orang hamid. Hamid yang
pertama adalah Kyai Hamid Pasuruan, dan yang satunya adalah Kyai Hamid
Dimyati. Satu hal penting dari bertemunya Boedjono dengan Kyai Hamid
0
Pasuruan adalah diubahnya nama Boedjono menjadi Abdul Mukti. yang
kemudian untuk menghormati guru dan ayahnya, Abdul Mukti juga
menambahkan nama ayahnya, sehingga namanya menjadi Abdul Mukti Ali.
Setelah menamatkan pendidikan di pesantren, Mukti Ali melanjutkan
pendidikan di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang baru berdiri di Yogyakarta.
Mukti Ali masuk di fakultas Agama pada STI yang selanjutnya berganti nama
menjadi Universitas Islam Indonesia. Kesempatan pendidikan ke jenjang
berikutnya setelah beliau melaksanakan ibadah haji. Ia bertemu dengan H.
0
Maragustam, dkk. Antologi Pemikiran Pendidikan Islam Tokoh Indonesia, (Yogyakarta:
Program Studi Pendidikan Islam Pascasarjana UIN sunan Kalijaga, 2012), hlm. 104
0
Achmad Baiquni,dkk. 70 tahun H. A. Mukti Ali :Agama dan Masyarakat, (Yogyakarta: IAIN
Sunan Kalijaga Press, 1993), hlm.5
0
Ibid.
0
Maragustam,dkk. Antologi…. hlm. 105
0
Ibid.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Imron Rosyadi ( Kuasa Usaha untuk RI di Jeddah ) yang menganjurkan Mukti


ali untuk melanjutkan studinya di jurusan sejarah Islam, Universitas Karachi,
Pakistan. Mukti Ali meraih doctor pada tahun 1955. 0
Sebelum mendedikasikan ilmunya di tanah air, Anwar Haryono yang
merupakan pimpinan DDII sekaligus tokoh Gerakan Pemuda Islam Indonesia
dan aktif di Masyumi menawarkan beasiswa studi ke kanada. Mukti Ali
diterima di Institut of Islamic Studies McGill University. Selama studi disana
selama dua tahun, Mukti Ali banyak berinteraksi dengan dosen favorit nya
yang bernama Wilfred Cantwell Smith, yang memberikan banyak pencerahan,
terutama terkait dengan metodologi studi Islam.
Mukti Ali menikah dengan Siti As’adah ( putri H. Masduki) pada tahun
1959. A. Mukti Ali dan istrinya dikaruniai 4 orang putra dan putri. Mukti Ali
mengabdikan ilmunya pada tahun 1960 di IAIN Jakarta yang saat itu hanya
memiliki fakultas Tarbiyah dan Adab, juga di IAIN Yogyakarta yang saat itu
hanya memiliki fakultas Syariah dan Ushuluddin. Di fakultas Ushuluddin
inilah Mukti Ali mendirikan disiplin ilmu baru di Indonesia yaitu Perbandingan
Agama.0
Disela-sela mengajar, Mukti Ali juga masih menyempatkan untuk
berkarya bersama Prof. Hasbi Ash-Shiddiqi, Prof. Muchtar Yahya, Prof.
Bustami A. Ghani, K. H. Ali Maksum dalam Dewan Penerjemah untuk
menyusun Al-Qur’an dan terjemahnya versi Departemen Agama. Pada karir
politiknya dimulai pada tanggal 11 November tahun 1971, Mukti Ali diangkat
menjadi Mentri Agama RI menggantikan K.H. M.Dachlan yang belum habis
masa jabatan dan dilanjutkan pada masa Kabinet Pembangunan II. Kemudian
karirnya berlanjut menjadi anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) di
tahun 1978-1983, dan terakhir menjadi anggota MPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat). Kiprah lainnya sebagai anggota Komite
Kebudayaan Islam di UNESCO yang berpusat di Paris, Prancis. Ia juga
menjadi anggota Dewan Parlemen Agama-agama sedunia di New York,
anggota Dewan Riset Nasional, anggota Akademi ILmu Pengetahuan
Indonesia (AIPI), serta anggota Dewan Penyantun Universitas antara lain
0
Ibid, hlm. 106
0
Ibid, hlm. 107
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

UGM dan UMY dan beberapa perguruan tinggi lain. Mukti Ali juga pernah
menjadi anggota Pengurus angkatan ’45.0
2. Pemikiran Pendidikan A. Mukti Ali
Dari perjalanan panjang hidupnya dari desa Cepu, pendidikan di sekolah
Hindia Belanda, kemudian di pesantren hingga pendidikan Barat, dari tokoh-
tokoh Kyai nusantara, hingga pemikir Barat Mukti Ali mengintegrasi semua
ilmu yang ia dapat dan memiliki pendapat bahwa belajar Islam, atau agama
apapun, mestinya diarahkan pada usaha bagaimana sebuah tradisi keagamaan
itu bisa menjawab masalah-masalah masyarakat modern. Ia menegaskan
perlunya menafsirkan ulang khazanah pemikiran Islam dalam konteks
modernitas.
Menurut Mukti Ali, agama berfungsi sebagai :0
a. Faktor motivatif, yaitu factor yang mendorong, mendasari, melandasi, cita-
cita dan amal perbuatan manusia dalam seluruh aspek kehidupannya.
b. Faktor kreatif, yakni mendorong manusia bukan hanya untuk melakukan
kerja produktif saja melainkan juga kerja kreatif dan inovatif.
c. Faktor sublimatif, yaitu factor yang mengkuduskan segala kegiatan
manusia, bukannya yang bersifat keagamaan saja melainkan juga bersifat
keduniaan.
d. Faktor integratif, yang memadukan segenap aktivitas manusia baik sebagai
pribadi maupun sebagai anggota masyarakat dalam berbagai bidang
kehidupan.
Gagasan dan pemikiran Mukti Ali selain masalah dialog dan penciptaan
kerukunan umat beragama serta pembersihan citra kementrian agama sebagai
alat perjuangan politik golongan Islam tertentu, serta membentuk Majelis
Ulama Indonesia pada akhir tahun 1975, Mukti Ali juga memiliki gagasan,
pemikiran dan kebijakan yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan
Islam. Hal ini dapat dilihat dari berbagai kebijakannya sebagai berikut; 0
a. Kebijakan tentang pembenahan lembaga pendidikan Islam.

0
Ibid,hlm.107-108
0
Achmad Baiquni, dkk, 70…..hlm.101-102
0
Abudin Nata, Pemikiran …., hlm.352
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Upaya yang dilakukan dengan mengambil inisiatif untuk merembuk


berbagai rencana pembenahan dengan Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan dan Departemen Dalam negeri, sehingga lahirlah surat SKB 3
Mentri yang menegaskan:
1) Ijazah madrasah dalam semua jenjang memiliki nilai yang sama dengan
sekolah umum yang setingkat
2) Lulusan madrasah dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat dan
lebih atas
3) Siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat
Konsekuensi dari kebijakan ini adalah kurikulum yang diselenggarakan
madrasah harus terdiri dari 70 % pelajaran umum dan 30 % pelajaran
agama.
b. Kebijakan tentang modernisasi lembaga pesantren
Melalui SKB dengan Mentri Pertanian di tahun 1972 mengadakan
program bersama pembinaan pondok pesantren dalam bidang pertanian dan
perikanan. Hal ini diperuntukkan untuk memberikan pembinaan manajerial
bagi pengelolaan lembaga pendidikan Islam.
c. Kebijakan tentang pembenahan IAIN
Pada tahun 1973 setelah Departemen Agama mencanangkan perluasan
pendidikan tinggi bagi umat Islam, jumlah lembaga pendidikan Tinggi
Islam se Indonesia ada sekitar 112 IAIN yang kemudian hanya 13 yang
diberi izin untuk beroperasi.

d. Kebijakan peningkatan mutu IAIN


Kebijakan ini dilakukan dengan cara meningkatkan mutu tenaga
pengajar di IAIN, Depag mengirimkan dosen-dosen untuk belajar di luar
negeri. Pada saat itu Mukti Ali sangat prihatin melihat IAIN karena kondisi
pengajar yang kurangnya semangat ilmu, kurangnya penguasaan bahasa
asing, dan kurangnya penguasaan metodologi pemahaman agama. Sehingga
ia berinisiatif untuk membuka Post Graduate Course (PGC) yang masa
belajarnya 3 bulan, setelah itu disambung dengan program Studi Purna
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sarjana yang masa belajarnya 9 bulan. Ini merupakan cikal bakal program
Pasca Sarjana IAIN.0
3. Ciri-Ciri Dunia Global/Modern
Globalisation is the process by which the world is becoming increasingly
interconnected as result of massively increased trade and cultural exchange
( Globalisasi adalah proses dimana dunia menjadi semakin terhubung sebagai
akibat dari meningkatnya perdagangan secara massif serta terjadinya
pertukaran budaya ). A.G. Mc Grew memberikan penjelasan bahwa proses
dimana berbagai peristiwa, keputusan, dan kegiatan di belahan dunia yang satu
dapat membawa konsekuensi penting bagi berbagai individu dan masyarakat di
belahan dunia yang lain.0
Ciri-ciri gobalisasi:0
a. Terjadi pelebaran aktivitas social, politik, dan ekonomi di pelosok
wilayah, regional dan benua.
b. Peningkatan dan keterhubungan aliran perdagangan, investasi, keuangan,
serta migrasi, dan pertukaran budaya.
c. Terjadi percepatan interaksi dan komunikasi secara mendunia dengan
terciptanya system transportasi maju, sehingga mempercepat pertukaran
serta difusi ide, barang-barang, informasi, modal dan juga masyarakat.
d. Masalah domestic dan masalah global menjadi semakin berhubungan
Berdasarkan ciri-ciri tersebut di atas dapat kita fahami bahwa dengan
semakin cepat nya pergerakan budaya, ekonomi dan lain sebagainya, sudah
pasti mempengaruhi dunia pendidikan yang sudah barang tentu harus
dikembangkan berdasar kebutuhan global. Namun disisi lain, globalisasi ini
memunculkan kondisi insekuritas, maksudnya akan terjadi gejolak baik di
dalam suatu negara ataupun antar negara baik dalam hal budaya, politik,
ekonomi dll. Sehingga dalam keadaan demikian membutuhkan adanya gerakan
revitalisasi agama. Revitalisasi agama hanya bisa dilakukan melalui pendidikan
yang baik di rumah, sekolah, maupun lingkungan masyarakat.

0
Achmad Baiquni,dkk.,70… hlm. 31
0
https://learniseasy.com,Globalisasi: pengertian,ciri-ciri dan dampak, diakses pada tanggal 20
maret 2019
0
Ibid
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Menurut Mukti Ali, yang penting bagi kehidupan manusia adalah


mengatur pandangan hidup terhadap masalah-masalah hidup dan kehidupan.
Pandangan hidup itulah yang dapat mengancam hidup dan kehidupan manusia,
membahagiakan atau mensejahterakannya. Pandangan hidup atau filsafat hidup
harus di atur sedemikian rupa untuk mengatur kehidupan manusia dan
mengarahkan teknologi.0
Sebelum masuk pada pembahasan relevansi , kita perhatikan type generasi
di era modern
1. Generasi Baby Boomers, kelahiran tahun 40-60
2. Generasi X( Gen-X), kelahiran tahun 60-80
3. Generasi Y ( Gen-Y), kelahiran tahun 80-2000
4. Generasi C (Gen-C), kelahiran tahun 200 keatas
Berdasarkan usia aktif pendidikan, maka yang dihadapi adalah generasi C
( Gen-C). Gen-C disebut demikian karena huruf C mewakili mereka yang
always clicking, connected, communicating, content-centric, computerized, dan
community-centic.0
4. Relevansi Pemikiran Pendidiakan A. Mukti Ali Di Era Modern
Menyikapi perkembangan di era globalisasi, sebenarnya konteks
pemikiran pendidikan A. Mukti Ali masih sangat relevan. Dimana Mukti Ali
sangat concern dengan pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi,
baik dari madrasah hingga sekolah umum. Dalam pemikiran dan perjalanan
karirnya, Mukti Ali selalu berusaha menjembatani perbedaan antar agama,
mengintegrasikan departemen-departemen yang terkait dalam peningkatan
kualitas pendidikan Islam, selalu mencari jalan terbaik dalam memudahkan
pemahaman keislaman yang applicable, meningkatkan kapasitas pendidik
dalam hal bahasa asing yang menjadi alat komunikasi.
Berdasarkan point-point perhatian Mukti Ali dalam dunia pendidikan,
maka pemikirannya dapat dikembangkan dalam pendidikan era modern ini
dimana peserta didik merupakan generasi C ( Gen-C ), melalui beberapa hal
berikut ini;

0
Achmad Baiquni, dkk., 70… hlm.64
0
Harry Santosa., Fitrah Based Education, ( Depok: Yayasan Cahaya Mutiara Timur, cet.5,
2017), hlm. 112
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

a. Menguatkan basis agama pada peserta didik


b. Menjembatani antara teori agama dengan kebermanfaatan (Studi lapangan,
mengetahui permasalahan, menemukan solusi contoh: isu lingkungan dll)
c. Bekerjasama antara Menag, Mendiknas, Menristekdikti, Menkominfo,
Memperindag, Mensos, dll.
d. Mengadakan workshop dan pelatihan untuk meningkatkan kualitas
pendidik
e. Kerjasama orang tua, sekolah, masyarakat, pemerintah untuk membuat
iklim yang sehat harmonis untuk peningkatann kualitas peserta didik
f. Menjembatani generasi tua dan generasi muda untuk fokus pada kekuatan
dan menyiasati keterbatasan
g. Perlu dikembangkan komunitas ilmu dengan inovasi-inovasi baru dan padat
karya untuk mempertahankan semangat dalam meningkatkan kualitas
pendidikan dan kehidupan
h. Menyeimbangkan Imtaq dan Iptek

C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas tentang Mukti Ali dapat diambil kesimpulan ;
1. Dari segi riwayat hidup, Mukti Ali adalah seorang ulama yang intelek
selain menguasai ilmu keislaman klasik juga menguasai ilmu modern
2. Dari segi pemikiran pendidikannya, Mukti Ali sangat memperhatikan
nasib madrasah, pesantren dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan
tinggi
3. Dari segi perjalanan karirnya, Mukti Ali merupakan teknokrat yang peduli
dengan kemajuan bangsa
4. Dalam keberagaman, Mukti Ali memiliki gagasan dan pemikiran toleransi
antar ummat beragama
5. Hidupnya penuh dengan ilmu dan karya
6. Pemikirannya masih relevan di era modern dan perlu dikembangkan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB XXIV
PEMIKIRAN PENDIDIKAN MUHAMMAD ATHIYAH AL ABRASYI
DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN

(Yusmashfiyah)

A. PENDAHULUAN
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Dalam menganalisis pendidikan menurut pemikiran Muhammad


Athiyah Al-Abrasyi dengan menggunakan pisau analisis filosofis, maka
mau tidak mau juga harus mempelajari latar belakang serta apa dan siapa
yang mempengaruhi pola pikir pemikiran Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
sehingga melahirkan banyak pemikiran yang terkait dengan pendidikan,
khususnya pendidikan Islam. Sebagai gagasan yang bersumber dari
pemikiran filosofis, filsafat pendidikan Islam menjadi dasar bagi
terbentuknya system pendidikan Islam itu sendiri.0
Filsafat pendidikan Islam yang bertumpu pada pemikiran mengenai
masalah pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan dari tugas dan misi
kerasulan yakni untuk menyempurnakan akhlak.0 Karena itulah, filsafat
pendidikan Islam tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan nilai-nilai ajaran
Islam itu sendiri baik yang terkandung dalam Al Qur’an maupun Hadits
nabi Muhammad. Namun demikian, masih banyak permasalahan terkait
pendidikan, misalnya saja pendekotomian ilmu agama dan sains, pendidikan
yang tidak memanusiakan manusia, pendidikan yang belum bisa menjawab
kebutuhan masyarakat, serta pendidikan yang belum mencapai level
pendidikan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan transformasi
menuju dunia yang adil.0 Oleh karena itu, pendidikan Islam tidak boleh
terjebak pada proses memindahkan ilmu pengetahuan (transfer of
knowledge), tetapi juga harus mampu sebagai transfer of living values
artinya proses mentransfer nilai-nilai kehidupan.0
Padahal kalau mau membuka kembali literatur/kajian para pemikir
muslim terdahulu, ada banyak pemikiran yang sangat signifikan untuk bisa
diaplikasikan di zaman modern ini. Salah satunya adalah Muhammad
Athiyah Al-Abrasyi yang mencoba kembali menggali nilai-nilai dan unsur-
unsur pembaharuan yang terpendam dalam khazanah perkembangan
pendidikan Islam yang menjadi sarana untuk menyiapkan masyarakat
0
Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam Dari Zaman Ke Zaman, (Kota Depok: PT
Rajagrafindo Persada, 2017), hlm. 6.
0
Ibid, hlm. 52.
0
William F. O’neil, alih Bahasa Omi Intan Naomi, Judul Terjemahan Ideologi-
Ideologi Pendidikan, Cet 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. Xii.
0
Choirul Mahfud, Politik Pendidikan Islam, ( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016),
hlm. 65.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

muslim yang mengerti tentang Islam dan berperilaku Islam juga. Yang
menjelaskan bahwa pendidikan Islam adalah menanamkan akhlaq yang
mulia, membiasakan mereka berpegang teguh pada moral yang tinggi dan
menghindari hal-hal yang tercela, berpikir rohaniyah dan insaniyah, dan
menggunakan waktu untuk mempelajari ilmu dunia dan agama.
Karena itulah tulisan ini ingin mengupas analisis filosofis pemikiran
M. Athiyah Al-Abrasyi tentang pendidikan dan relevansinya dengan dunia
modern. Sebagai upaya untuk mengambil kebaikan dari hasil pemikiran
beliau. Karena pemikiran pendidikan yang beliau kemukakan selama ini
sangat relevan dengan pendidikan di era modern saat ini.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi Muhammad. Athiyah Al-Abrasyi
Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan
yang hidup pada masa pemerintahan Jamal Abd. Nasr yang memerintah
Mesir pada tahun 1954-1970 yang kemudian digantikan oleh presiden
Anwar Sadat. Karena itulah Muhammad Athiyah Al- Abrasyi termasuk
seorang pakar intelektual Muslim dibidang Pendidikan Islam Modern. 0
Beliau adalah satu dari sederetan nama yang tidak boleh dilupakan oleh
para cendekiawan Arab dan muslim. Karena pemikiran Pendidikan
beliau yang sangat kritis terkait dengan fenomena -fenomena
masyarakat yang beraneka ragam.
Beliau memperoleh gelar diploma dari Universitas Darul Ulum
tahun 1921, Dar al-‘Ulum inilah sebagai salah satu sarana kependidikan
sekaligus menjadi seorang ahli dibidang pendidikan disana.0 Di tempat
itu pula Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengabdikan dirinya sebagai
seorang tenaga pengajar dan terakhir beliau menjabat sebagai guru besar
di Dar al-‘Ulum dan Kairo University. Selain itu kemampuan bahasanya
tidak hanya berbahasa Arab saja yang ia kuasai, tetapi ia juga menguasai
beberapa bahasa, seperti bahasa Inggris, Ibrani, dan Suryani.0

0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik sampai Modern), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 192.
0
Ibid,hlm.192
0
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran pendidikan Islam ( Gagasan-Gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), hlm. 564.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Menurut Abu Zahra yang dikutip Abu Muhammad Iqbal,


Muhammad Athiyah Al-Abrasyi menghabiskan hampir seluruh umurnya
untuk menuntut Ilmu jiwa dan Pendidikan. 0 Beliau juga seorang sarjana
yang telah lama berkecimpung dalam dunia pendidikan di Mesir yang
merupakan pusat ilmu pengetahuan Islam. Beliau juga secara sistematis
telah menguraikan pendidikan Islam dari zaman ke zaman serta
mengadakan komparasi di bidang pendidikan mengenai prinsip, metode,
kurikulum dan sistem pendidikan modern di dunia Barat pada abad ke-
20 ini.0 Sebagai salah seorang dari sekian banyak ilmuwan muslim yang
sangat produktif mencetuskan gagasan dan ide menuju perbaikan dan
peningkatan kualitas umat Islam pada era sekarang ini dengan
menawarkan konsep-konsep dasar bagi pendidikan Islam yang
merupakan hasil sari pati dari nilai ajaran al-Qur’an dan al-Hadits yang
digalinya. Ia juga memperhatikan pentingnya aspek agama, akhlak dan
kejiwaan.
Sebagai seorang penulis yang produktif dan kritis menyikapi
realita fenomena social masyarakat yang beragam dengan menggunakan
pisau analisis yang dalam dengan Teknik penyajian yang tergolong
modern. Diantara karya-karya yang ditinggalkan MuhammadAthiyah Al
Abrasyi beberapa karya banyak dipakai sebagai literatur, seperti:0
1. Ruh al-Islam (Kairo: Isa al-Babi al-halabi Bi Sayyidina Husain, tt).
2. Azamah al-Islam, Juz I, (Kairo: al-Anglo al-Misritah 165 Syairi’
Muhammad Fardi, tt).
3. ‘Azamah al-Islam, Juz II, (Kairo: al-Anglo al-Misritah 165 Syairi’
Muhammad Fardi, tt).
4. “Azamah ar-Rasul Muhammad, (kairo : Dar al-Katib al-‘Arabi, tt).
5. Al-Asas fi al-Lughah al-‘Ibriyah bi al-Isytirak, (tt.p, Wuzarah at
Tarbiyah, tt).
6. Al-adab as-Saniyah, (Nafd).

0
Ibid, hlm. 564.
0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik sampai Modern), (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2013), hlm. 191.
0
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran pendidikan Islam ( Gagasan-Gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), hlm. 565.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

7. Abtal asy-Syiriq, (Kairo:Lajnah al-Bayan al-‘Arabi bi Syari Amin


Sami bi al-Munirah, tt).
8. Musykilatuna al-Ijtimaiyah, (Kairo: Lajnah al-Bayan al-‘Arabi bi
Syari Amin Sami bi al-Munirah, tt).
9. Qisas al-‘Uzama’(Kairo: Dar al-Ma’arif, tt).
10. Qisas fi al-Butulah wa al-Wataniyah, (Kairo: Dar al-Ma’aruf, tt).
11. Aru al-Qisas Li Charles Diekens, (Kairo: Dar al-Ma’aruf,tt).
12. Qisas Min al-hayah li Charles Diekens, (Kairo: Dar al-Ma’aruf, tt).
13. Al-Maktabah al-Haditsah li al-Atfal, 60 Kitab, (Kairo: Dar al-
Ma’aruf, tt).
14. Al-Maktabah ak-Khudara’ 8 Kitab (Kairo: Dar al-Ma’aruf, tt).
15. Maktabah at-Tifl, 100 Kitab, (Kairo: Misr bi Syari Kamil Sadiqi bi
al-Fujalah, tt).
16. Al-Maktabah az-Zihabiyah min Adab al-Atfal, 15 kitab, (Kairo: al-
Anglo al- Misriyah, tt).
17. Maktabah al-Tilmiz, 10 Kitab, (kairo: an-Nahd ah al-Misriyah, tt).
18. Nizam at-Tarbiyah wa at-Ta’lim bi Injilatra, (Nafd).
19. Al-Mujizu fi at-Turuq at-Tarbawiyah li Tadris al-Lughah al-
Qaumiyah, (tt.p: Dar Nahd ah Misr, tt).
20. Ahsan al-Qasas, 3 Juz, (Nafd).
21. A’lam as-Saqafah al-Arabiyah wa Nawabiga al-Fikr al-Islami;
Sibawaih wa Ibn Sina, Wa Yaqul al-Hamawi, (tt.p: Dar Nahd ah
Misr bi al-Fujalaj, tt).
22. A’lam as-Saqafah al-Arabiyah? Wa Nawabiga al-Fikr al-Islami; al-
fahiz, Ibn al-Haisyam, al-Farabi, Ibn Khaldun, (tt.p: Dar Nahd al
Misr bi al-Fujalaj, tt).
23. A’lam as-Saqafah al-Arabiyah? Wa Nawabiga al-Fikr al-Islami;
Jabir bin Hayyam, al-Qadli al-furhani Abi ar-Raihan al-Biruni,(tt.p:
dar nahd ah Misr, tt).
24. Al-Butulah al-Misriyah fi Sina wa Bur sa’id, (tt.p: Dar Nahd ah Misr
bi al-Fujalah, tt).
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

25. Abtaluna al-Fadaiyun fi Sina wa Bur sa’id (tt.p: Dar Nahd ah Misr bi
al-Fujalah, tt).
26. Qisas ‘Ilmiyah Maksatah li Atfal, (tt.p: Dar Nahd ah Misr bi al-
Fujalah, tt).
27. Al-Maktabah az-Zarqa’Li Atfal, (tt.p: Dar Nahd al Misr bi al-
Fujalah, tt).
28. Qisas Diniyyah Li Atfal: qiss ah al-Mustak Saw, (tt.P: Dar Nahd
Misr bi al-Fujalah, tt).
29. Qisas Diniyyah Li Atfal: Qiss ah Umar bin al-Khattab: 3 Juz (tt.p:
Dar Nahd Misr bi al-Fujalah, tt).
30. Silsilah al-‘Uz-Ama’: Khalid bin al-Walid, (Kairo: al-Anglo al-
Misriyah bi Syairi Muhammad Fardi, tt).
31. Silsilah al-‘Uz.ama’: Salah ad-Don al-Ayyubi, ( Kairo: al-Anglo al-
Misriyah bi Syairi Muhammad Fardi, tt).
32. Muhammad Farid, (Kairo:al-Anglo al-Misriyah bi Syairi
Muhammad Fardi, tt).
33. Kutub Madrasah Mutanawwiyah, (Kairo: Dar al-Ma’arif
[Musbiru],tt).
34. Maktabah Atfal ad-Diniyyah; Qisas min Hayan A’zam ar-Rasul, 30
Kitab (tt.p: Dar Nahd Misr bi al-Fujulah, tt).0
Dari sekian banyak bukunya itu, karya yang berjudul: Al-Tarbiyah
al-Islamiyah diterbitkan oleh Dar al-Qaumiyah Li al-Taba’at wa an-
Nasyr, atau national Printing and Publication House, Cairo pada tanggal
28 Juli 1964. Dan sekitar 13 karya tulis dari 52 karya tulisnya secara
langsung berkaitan dengan tarbiyah Islamiyah atau Pendidikan
Islam.0Karena itulah beliau dikenal sebagai seorang pemikir,
cendekiawan dan intelektual muslim yang focus pada ilmu pendidikan
Islam, di mana karya-karyanya banyak dipakai sebagai rujukan.
2. Pemikiran Pendidikan

0
Ibid, hlm. 565-566.
0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern), (Kota Depok: PT. Rajagrafindo Persada), hlm. 192.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Pendidikan merupakan bagian terpenting dalam kehidupan


manusia, karena dengan pendidikan manusia bisa lebih beradab dan bisa
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Secara ontology,
pendidikan Islam adalah hakikat dari kehidupan manusia sebagai
makhluk berpikir, merasa, mengindra dan bertindak karena itulah terjadi
sebuah proses pendidikan.0 Namun demikian, secara umum tujuan
pendidikan adalah mengembangkan potensi bawaan manusia agar dapat
berkembang secara optimal dan mampu melakukan tugas serta
kewajibannya sebagai khalifah di bumi serta secara spesifik sebagai
subyek pembangunan guna mencapai kebahagiaan hidup sekarang dan
masa mendatang.0 Dengan begitu pendidikan Islam mempunyai peranan
yang sangat penting bagi kehidupan. Karena itulah Muhammad Athiyah
Al- Abrasyi menawarkan kontribusi pendidikan Islam yang holistic.
Seperti yang dikutip oleh Abu Muhammad Iqbal, pendidikan Islam
menurut Al-Abrasyi adalah mempersiapkan manusia supaya hidup
dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya,
sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus
perasaannya, mahir dalam pekerjaannya, manis tutur katanya baik
dengan lisan maupun dengan tulisan.0 Itulah mengapa pendidikan Islam
tidak hanya berhenti pada tataran teori tetapi lebih dari itu
menyeimbangkan pengetahuan/ilmu yang dimilikinya dengan tingkah
laku sehari-harinya. Selain itu memuat ajaran-ajaran yang meliputi segala
aspek kehidupan manusia.
Tidak hanya berhenti disitu menurut Muhammad Athiyah Al
Abrasyi bahwa tujuan utama pendidikan Islam ialah pembentukan
akhlak dan budi pekerti yang sanggup menghasilkan manusia yang
bermoral, mempunyai kemauan keras, bercita-cita yang mulia, selalu
ingat Allah dalam setiap gerak geriknya serta menghormati hak-hak
manusia. Karena itulah, Muhammad Athiyah Al-abrasy, seperti yang
0
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter,
( Yogyakarta: Pascasarjana Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN, 2018), hlm. 12.
0
Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat Pendidikan, ( Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 51.
0
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran pendidikan Islam ( Gagasan-Gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), hlm. 566.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dikutip oleh Abd. Rachman Assegaf bahwa pengetahuan yang akan


dicapai bukan berdasarkan pada tingkah laku dan perbuatan zaman
Yunani Kuno dan Abad Pertengahan, melainkan didasarkan pada tingkah
laku dan perbuatan nabi Muhammad SAW sebagai manusia yang
mempunyai kepribadian yang sempurna.0
Pemikiran beliau jelas berbeda dengan pemikiran falsafah
pendidikan perennialisme yang berlaku di Barat, dimana lebih
bersumberkan pada kepercayaan-kepercayaan aksiomatis mengenai
pengetahuan, realita maupun nilai dari zaman kuno/pertengahan.
Sedangkan yang menjadi titik berat Muhammad Athiyah Al-Abrasyi ini
lebih bersumberkan pada Al Qur’an dan Hadits. Al-Qur’an dan Hadits
merupakan sumber utama ajaran Islam , dalam arti merupakan sumber
aqidah (keimanan), Syariah, ibadah, muamalah, dan akhlak sehingga
kajiannya berada disetiap unsur kehidupan orang muslim.0
Namun demikian, pemikiran maupun pendapat Muhammad
Athiyah al-Abrasyi tentang pendidikan Islam banyak dipengaruhi oleh
dan dari rangkuman, saduran, pemahaman, dan pemikiran serta pendidik
muslim sebelumnya yang ditelusurinya dengan baik terutama
pemahaman secara filosofis. Beliau cenderung menjadikan Ibnu Sina, al-
Ghazali dan ibnu Khaldun sebagai narasumber.
Adapun prinsip umum Pendidikan menurut Al-Abrasyi yang
dikutip oleh Abd. Rchman Assegaf yaitu:0
a. Pendidikan adalah upaya untuk kesempurnaan atau mendekatinya.
b. Pendidikan hendaknya memanfaatkan fitrah manusia yang sudah
dibawanya sejak bayi. Dan mengoptimalkan potensi yang sudah
dimilikinya.
c. Mengutamakan Pendidikan watak/tabiat dengan cara
mendorongnya ke arah yang baik.
0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern), (Kota Depok: PT. Rajagrafindo Persada), hlm. 193.
0
Muhaimin, et. al, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya mengefektifkan Pendidikan
Agama Islam di sekolah), (Yogyakarta: PT Remaja Rosdakarya), hlm. 80.
0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern), (Kota Depok: PT. Rajagrafindo Persada), hlm. 199.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

d. Mengutamakan perhatian pada pancaindra, jasmani, akal, perasaan,


kesadaran, dan kehendak aspek-aspek ilmiah.
e. Mendayagunakan aktivitas yang ada pada anak agar bisa lebih
membawa manfaat
f. Memberikan kesempatan pada anak untuk berlatih. Seperti juga
yang diungkapkan John Dewey dalam Rulam Ahmadi bahwa pendidikan
sebagai proses dan sosialisasi,0 anak dapat mengambil kejadian-kejadian
dari pengalaman yang ada karena setiap anak mempunyai potensi yang
berbeda satu sama lainnya sehingga anak-anak harus diberikan ruang
untuk berlatih, belajar dengan caranya sendiri dalam mengembangkan
potensinya masing-masing.
Dengan begitu prinsip pendidikan menurut Al-Abrasyi ini penting
untuk diperhatikan dalam pendidikan, agar anak-anak bisa tumbuh dan
berkembang dengan baik. Penting mengoptimalkan potensi-potensi yang
sudah dimiliki anak sejak ia lahir. Karena sejatinya pendidikan harus bisa
mengembangkan pembawaan fitrah anak serta mampu mengoptimalkan
kesehatan jasmani dan rohaninya.
Adapun dalam Kitabnya At-Tarbiyah Al-Islamiyah wa Falsafatuha
Al Abrasy menyebutkan dasar-dasar pokok pendidikan Islam seperti
yang dikutip oleh Abu Muhammad Iqbal sebagai dasar pendidikan yang
holistic dan tidak bisa dipisah-pisahkan adalah:0
1. Tidak ada pembatasan usia anak untuk mulai belajar, karena setiap
individu mengalami perubahan yang dinamis, disesuaikan dengan
keunikan anak, psikologis dan tumbuh kembang anak yang dijadikan
dasar penting yang bersifat teknis.
2. Tidak ada batasan lamanya anak belajar di sekolah, dengan dasar
yang ditawarkan oleh Athiyah Al-Abrasy diharapkan anak dalam
mempelajari sesuatu bisa lebih mendalam sehingga membekas dalam hati
anak-anak.0Inilah hakikat belajar sepanjang hayat.

0
Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat Pendidikan, ( Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2014), hlm.112
0
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran pendidikan Islam ( Gagasan-Gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), hlm. 570.
0
Ibid, hlm. 571
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

3. Berbedanya cara yang digunakan dalam memberikan pelajaran.


Dengan maksud metode pembelajaran bisa disesuaikan dengan situasi
dan kondisi dari peserta didik.
4. Dua ilmu jangan dicampuradukan. Seorang pendidik tidak boleh
mengajarkan 2 ilmu bersama-sama, karena jika hal ini dilakukan ,maka
focus perhatian siswa akan pecah dari satu subyek ke subyek yang
lainnya.
5. Menggunakan contoh-contoh yang bisa dicapai dengan panca
indera untuk memperjelas anak-anak dalam memahami ilmu tersebut.
Seperti dengan menggunakan media LCD, alat peraga yang bisa dilihat
ataupun diraba.
6. Memperhatikan pembawaan dan kecenderungan anak dalam
beberapa mata pelajaran yang disukai ataupu yang tidak disukai.
Sehingga diharapkan seorang pendidik mampu memahami keadaan anak-
anak yang sangat heterogen.
7. Memulai dengan pelajaran Bahasa Arab kemudian pelajaran Al
Qur’an.
8. Pengertian terhadap pembawaan insting anak-anak dalam
pemilihan bidang pekerjaan. Para intelektual Islam telah lama
menganjurkan agar pembawaan, instink, dan seseorang diperhatikan
dalam menuntut ke arah bidang pekerjaan yang dipilihnya demi masa
depan kehidupannya
9. Permainan dan hiburan. Karena karakteristik anak-anak dimanapun
selalu suka bermain. Maka penting untuk memberikan ruang untuk anak-
anak mengekspresikan dirinya salah satunya bermain. Tapi tak kalah
pentingnya anak juga diberikan waktu istirahat yang cukup. Agar otak
anak tidak lelah dan mudah melakukan koneksitas syaraf-syarafnya
kembali. Jangan memberikan beban belajar yang berat pada anak-anak
karena anak akan merasa bosan, stress.
10. Mendidik perasaan untuk mencapai ma’rifat.
Tujuan Pendidikan Islam menurut Muhammad Athiyah al-Abrasyi
dalam bukunya Abd. Ranchman Assegaf yang mengutip tulisan Hasan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Langgulung telah membagi lima (5) azas yang menjadi sasaran tujuan
pendidikan Islam, antara lain:0
1. Untuk membantu pembentukan akhlak yang mulia, bahwa inti
pendidikan Islam adalah mampu mencapai akhlak yang sempurna
(akhlakul karimah) sehingga menjadi insan kamil. Selain itu ia (akhlak)
menjadi ruh dari pendidikan atau Ruh Al-Tarbiyah. Sehingga Pendidikan
akhlak sebagai kebutuhan dari kekuatan jasmani, akal,ilmu,budi pekerti,
perasaan dan kepribadian yang terikat menjadi satu kesatuan manusia
yang utuh dengan begitu ia sebagai at-tarbiyah Kamilah atau pendidikan
yang sempurna.
2. Persiapan untuk kehidupan dunia dan akhirat yang balance, ia tidak
bisa dipisah-pisahkan. Keduanya haruslah seimbang, tidak bisa
memandang yang satu lebih penting dari yang lainnya. Karena itulah
seperti sebuah ungkapan ;” Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan
engkau akan hidup selama-lamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu
seakan-akan kamu akan mati besuk”. Disini pentingnya untuk tidak
dualisme atau dikotomian ilmu antara ilmu agama dan sains karena
keduanya sama penting dan harus diintegrasikan secara integralkan.
Sebagaimana pendapat
3. Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi
kemanfaatan atau tujuan vokasional dan professional. Disini Muhammad
Athiyah Al-Abrasy menekankan kembali bahwa Pendidikan Islam
memperhatikan segi-segi agama, moral, kejiwaan dalam pendidikan dan
pengajaran,0 namun tidak meremehkan segi kemanfaatannya (melahirkan
manusia sebagai khalifah) dalam menentukan kurikulum sekolah, tujuan
ini tidak boleh dilupakan. Selain itu juga ia mempunyai tujuan social,
menitikberatkan pada perkembangan karakter manusia yang unik, yang
diharapkan mampu membawa perubahan dan kemajuan.

0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern), (Kota Depok: PT. Rajagrafindo Persada), hlm. 207.

0
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran pendidikan Islam ( Gagasan-Gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), hlm. 577.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

4. Menumbuhkan roh ilmiah (scientific sprint) pada pelajar dan


memuaskan keinginan arti untuk mengetahui (curiosity) dan
memungkinkan peserta didik mengkaji ilmu sekedar sebagai ilmu untuk
mendapatkan dzat itu sendiri. Di mana sebagai seorang siswa mampu
untuk mengembangkan ilmu itu sendiri, dengan menggali suatu ilmu
untuk mengetahui ilmu pengetahuan secara bebas, sehingga mereka
“menuntut ilmu untuk ilmu”, sehingga aksi penggalian ilmu bisa
berkembang lebih luas dari sebelumnya.0
5. Untuk menyiapkan siswa dari segi professional, teknikal dan
pertukangan supaya dapat menguasai profesi tertentu. Sebab dengan
ketrampilan ini pulalah ia mampu untuk mencari rejeki disamping
memelihara segi kerohanian.0 Ini berarti Pendidikan Islam juga
memperhatikan aspek psikomotorik (ketrampilan) siswa, disamping
membekali dengan pengetahuan (kognitif), moral (afektif), sebagai ciri
utama kurikulum modern.
Muhammad Athiyah Al-Abrasy dalam hal ini menempatkan
pendidikan Islam sebagai pendidikan yang tujuan akhirnya adalah
pendidikan moral dan akhlak. Sehingga konsep Muhammad Athiyah Al-
Abrasy terkait pendidikan akhlak adalah:0
1. Pendidikan budi pekerti di masa anak-anak, harus menjadi
prioritas utama orangtua dalam mendidik anak-anaknya dengan
pembiasaan hal-hal yang baik karena akan mempengaruh tingkah laku
anak kedepannya.
2. Metode pendidikan akhlak dalam Islam, dengan beberapa metode;
a. Pendidikan secara langsung, yaitu dengan cara memberikan
petunjuk, tuntunan, nasehat, menyebutkan manfaat dan
bahayanya.
b. Pendidikan akhlak secara tidak langsung, yaitu dengan cara
sugesti seperti mendikte sajak-sajak yang positif
0
Ibid, hlm. 578
0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern), (Kota Depok: PT. Rajagrafindo Persada), hlm. 207.

0
Abu Muhammad Iqbal, Pemikiran pendidikan Islam ( Gagasan-Gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2015), hlm. 580-583.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

c. Mengambil manfaat dari kecenderungan dan pembawaan anak


dalam rangka pendidikan akhlak, ini terkait dengan keteladanan.
d. Pembentukan tingkah laku yang baik pada anak-anak sedini
mungkin.
Oleh karena itu, untuk mendukung keberhasilan tujuan pendidikan
agama tersebut tidak bisa dilepaskan dari peran seorang pendidik/guru.
Seorang guru adalah spiritual father bagi siswa, yang memberi santapan
jiwa dengan ilmu dan pendidikan akhlak. Dan seorang pendidik/guru
tidak hanya sekedar menjadi pembimbing tapi juga figure teladan bagi
peserta didiknya. Seperti yang dikutip Abu Muhammad Iqbal dalam
bukunya at-tarbiyahal-Islamiyah wa Falsafatuhaa menurut Al-Abrasy,
bahwa seorang guru harus memiliki sifat-sifat:
a) Mempunyai sifat yang zuhud, tidak mengutamakan materi dan
mengajar karena mencari keridhaan Allah.
b) Sehat jasmani dan rohani serta mempunyai kepribadian yang kuat,
tanggung jawab, dan mampu mengatasi problem peserta didik, serta
mempunyai rencana yang matang untuk menatap masa depan yang
dilakukan dengan sungguh-sungguh.
c) Ikhlas dalam menjalankan aktivitasnya, tidak banyak menuntut hal
yang diluar kewajibannya.
d) Pemaaf. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya.
e) Mempunyai watak kebapakan sebelum menjadi seorang pendidik,
sehingga ia menyayangi peserta didiknya seperti menyayangi anaknya
sendiri.
f) Memperhatikan tabiat, kemampuan dan kondisi peserta didiknya.
Pemberian materi pelajaran harus di ukur dengan kadar kemampuannya.
g) Harus menguasai materi pelajaran.0
Dan berbicara tentang konsep murid/peserta didik dalam Islam,
dalam bukunya Abu Muhammad Iqbal, Muhammad Athiyah al-Abrasyi
menegaskan bahwa peserta didik dalam menuntut ilmu pengetahuan
mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu. Adapun kewajiban-kewajiban

0
Ibid., hlm. 581-582.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

yang harus senantiasa diperhatikan oleh setiap peserta didik sebagai dasar
etika yang harus dimiliki oleh peserta didik, adalah sebagai berikut:
a) Sebelum belajar, harus membersihkan diri dari segala sifat yang
buruk karena belajar adalah juga ibadah.
b) Belajar dengan maksud mengisi jiwa dan rasa fadlilah,
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
c) Bersedia menuntut ilmu walaupun sampai meninggalkan keluarga
dan tanah air.
d) Menekuni ilmu sampai selesai artinya jangan terlalu sering
berganti guru, jika berganti juga harus dipikir matang-matang terlebih
dahulu.
e) Hendaknya ia memulyakan guru dan menghormatinya karena
Allah dan berupaya menyenangkan hati guru dengan cara yang baik.
f) Jangan berjalan di depannya, duduk di tempatnya dan jangan mulai
berbicara kecuali sudah ada izinnya.
g) Jangan menipu guru
h) Bersungguh-sungguh dan tekun belajar
i) Saling mencintai dan berjiwa persaudaraan antara sesama murid
j) Memberi salam kepada guru dan jangan mengatakan hal yang tidak
sopan pada guru
k) Tekun belajar, mengulanginya baik waktu senja ataupun menjelang
subuh0
l) Bertekad untuk belajar hingga akhir usia, dan jangan pernah
meremehkan suatu cabang ilmu, tapi anggaplah semua ilmu itu
bermanfaat.0
3. Relevansi Pemikiran Pendidikan Menurut Muhammad Athiyah Al-
Abrasy dengan Zaman Modern
Di abad modern yang serba canggih dengan kemajuan teknologi dan
arus globalisasi, sedikit banyak melahirkan permasalahan kehidupan
manusia semakin rumit dan memerlukan pemecahan yang tepat dan cepat,
tak terkecuali dengan permasalahan pendidikan dari masa kemasa selalu tak
0
Ibid., hlm. 582.
0
Ibid., hlm. 582-583
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pernah habis untuk dikupas dan dicari jalan keluarnya. Di sinilah diperlukan
sebuah dekonstruksi pendidikan yang bisa menjawab sebuah kegelisahan
masyarakat. Salah satunya adalah dengan menganalisis kembali relevansi
pemikiran pendidikan menurut Muhammad Athiyah Al Abrasy dengan
kondisi zaman modern ini.
Seperti yang diulas diatas bahwa pemikiran Muhammad Athiyah al-
Abrasyi terhadap pendidikan Islam sangat memperhatikan perbedaan-
perbedaan individual antar anak-anak dan juga pentingnya pendidikan
moral/akhlak sebagai pilar tujuan akhir pendidikan Islam, seperti yang
diungkap Maragustam bahwa, di zaman modern seseorang yang tidak
mempunyai karakter yang baik maka ia akan dikendalikan dengan
kehidupan materialistic dan hedonistic.0 Karena itulah pendidikan karakter
dalam pendidikan Islam harus dilaksanakan secara menyeluruh baik dalam
pendidikan keluarga, pendidikan masyarakat, pendidikan formal maupun
pendidikan informal. Disini pendidikan Islam menjadi sebuah jembatan
dialetika, antara realitas dan normativitas agama.
Dan yang menarik dari beberapa pemikiran Muhammad athiyah Al-
abrasy yang sangat relevan dengan zaman modern adalah bahwa pendidikan
Islam merupakan pendidikan yang Ideal. Karena di dalamnya mengandung
proses demokratisasi ,pembebasan, dialogis dan memberikan peluang yang
besar terhadap penggunaan akal dan besarnya perhatian terhadap arah dan
kecendrungan potensi bawaan manusia, dimana ilmu diajarkan karena ia
mengandung kelezatan-kelezatan rohaniah untuk dapat disampaikan kepada
hakekat ilmiah dan akhlak yang terpuji.
Bagi Muhammad Athiyah al-Abrasy pendidikan, sebaiknya meliputi
“book centered oriented” memandang Al Qur’an sebagai Kitab pegangan
umat Islam untuk acuan pendidikan, “child centered oriented”, dan “social
demand”bahwa pendidikan memperhatikan tuntutan masyarakat.0 Yang itu
semua menurut penulis secara ideologi pendidikannya hampir mirip dengan
ideologi Liberalisme pendidikan yang mana ciri umumnya adalah individu
0
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter,
( Yogyakarta: Pascasarjana Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN, 2018), hlm. 246.
0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern), (Kota Depok: PT. Rajagrafindo Persada), hlm. 204.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

adalah pribadi yang unik, yang menemukan kepuasan terbesar dalam


mengungkapkan dirinya menanggapi kondisi-kondisi yang berubah dengan
pengembangan keefektifan personal.0 Ini terkait dengan pandangan Al-
Abrasy tentang “child-centered-oriented” yaitu semua siswa memuaskan
keinginan mereka untuk mempelajari apa yang dikehendakinya, dan
bergantung pada diri sendiri dalam mencari kebenaran demi karena cinta
pada kebenaran itu.0 Selain itu perbedaan-perbedaan antar-individu lebih
penting ketimbang persamaan-persamaan, dan menentukan penetapan
program-program pendidikan.0
Dalam konteks inilah penulis berpandangan bahwa pemikiran
pendidikan Muhammad Athiyah al-Abrasy sangat relevan dengan keadaan
zaman modern karena mempertimbangkan prinsip-prinsip yang relevan
dengan kondisi pendidikan zaman sekarang/modern. Baik dilihat dari tujuan
akhir pendidikan Islam dengan focus utama pembentukan moral yang tinggi
sebagai jiwa dari pendidikan Islam, untuk membentengi pengaruh buruk
derasnya arus globalisi zaman modern ini dan juga memakai prinsip
kebebasan dan demokrasi pada kesempatan yang sama dalam belajar, yang
bisa diaplikasikan dalam metode kurikulum pelajaran, sebagai berikut:
Pertama, harus ada mata pelajaran yang ditujukan mendidik rohani
atau hati. Ini berarti perlu diberikan mata pelajaran ketuhanan (aqidah),
karena ilmu termulia ialah mengenai Tuhan. Kedua, mata pelajaran harus
ada yang berisi petunjuk dan tuntunan menjalani cara hidup yang mulia,
sempurna, seperti ilmu akhlak, hadits, fiqih, dan lain sebagainya. Ketiga,
mata pelajaran yang dipelajari oleh orang-orang Islam karena mata pelajaran
tersebut mengandung kelezatan ilmiah dan kelezatan ideologi. Keempat,
mata pelajaran yang diberikan harus bermanfaat secara praktis bagi
kehidupan. Dengan kata lain, ilmu itu harus terpakai. Kelima, Pendidikan
kejuruan, tekhnik dan industrialisasi untuk mencari penghidupan. Selain

0
William F. O’neil, alih Bahasa Omi Intan Naomi, Judul Terjemahan Ideologi-
Ideologi Pendidikan, Cet 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 500.
0
Abd. Rachman Assegaf, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam (Hadharah Keilmuan
Tokoh Klasik Sampai Modern), (Kota Depok: PT. Rajagrafindo Persada), hlm. 204.
0
William F. O’neil, alih Bahasa Omi Intan Naomi, Judul Terjemahan Ideologi-
Ideologi Pendidikan, Cet 1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hlm. 506.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

mengutamakan segi-segi kerohanian, keagamaan dan moral, pendidikan


Islam tidak mengesampingkan pemberian tuntunan kepada peserta didik
untuk mempelajari subyek atau latihan-latihan kejuruan mengenai beberapa
bidang pekerjaan, teknik, dan perindustrian dengan maksud mempersiapkan
peserta didik untuk mencari kebutuhan hidup. Keenam, mata pelajaran yang
diberikan berguna dalam mempelajari ilmu lain, yang dimaksud adalah ilmu
alat seperti Bahasa.

C. KESIMPULAN
Muhammad Athiyah al-Abrasyi adalah seorang tokoh pendidikan yang
hidup pada masa pemerintahan Jamal Abd. Nasr yang memerintah Mesir
pada tahun 1954-1970. Sebagai salah seorang dari sekian banyak ilmuwan
muslim yang sangat produktif mencetuskan gagasan dan ide menuju
perbaikan dan peningkatan kualitas umat Islam pada era sekarang ini dengan
menawarkan konsep-konsep dasar bagi pendidikan Islam yang merupakan
hasil dari sari pati dari nilai ajaran al-Qur’an dan al-Hadits yang digalinya.
Pemikiran pendidikan Islam menurut Muhammad Athiyah Al-Abrasyi
adalah mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan
berbahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi
pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus perasaannya, mahir dalam
pekerjaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan maupun dengan
tulisan. Pendidikan Islam tidak hanya berhenti pada tataran teori tetapi
menyeimbangkan pengetahuan/ilmu yang dimilikinya dengan tingkah laku
sehari-harinya.
Bagi Muhammad Athiyah Al-Abrasy pendidikan, sebaiknya meliputi
“book centered oriented” memandang Al Qur’an sebagai Kitab pegangan
umat Islam untuk acuan pendidikan, “child centered oriented”, dan “social
demand”bahwa pendidikan memperhatikan tuntutan masyarakat. Karena
didalamnya mengandung proses demokratisasi, pembebasan, dialogis dan
memberikan peluang yang besar terhadap penggunaan akal dan besarnya
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

perhatian terhadap arah dan kecendrungan potensi bawaan manusia, dimana


ilmu d

BAB XXV

PEMIKIRAN PENDIDIKAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB


(RELIGIUS-RASIONAL) DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA
MODERN

(Zulfa Mustaqimah S)

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu berkah yang amat besar yang diberikan Allah
kepada manusia. Hanya manusialah yang ditakdirkan mendapatkan pendidikan.
Pendidikan Islam menunjukkan pada pengertian tentang model pendidikan yang
bercorak Islam. Oleh karena itu, pada prinsipnya, konsepsi-konsepsi tentang
pendidikan Islam selalu berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Meskipun
terkadang para ahli dalam merumuskan konsep pendidikan Islam memunculkan
pendapat para tokoh pendidikan Islam yang otoritatif dan juga tokoh pemikir
Barat, akan tetapi mereka tetap mengacu pada tawaran Al-Qur’an dan Hadits.
Sementara pendapat-pendapat tokoh tersebut (Islam dan Barat), hanya sebagai
jalan untuk menjelaskan keterangan-keterangan Al-Qur’an dan Hadits tentang
masalah-masalah kependidikan tadi.
Selain contoh di atas, Quraish Shihab melalui karyanya yang berjudul
“Membumikan Al-Qur’an” mencoba menyoroti aspek-aspek kehidupan manusia
dengan tinjauan Al-Qur’an, termasuk di dalamnya tentang masalah-masalah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

pendidikan. Dalam bukunya tersebut, yang secara khusus dapat dilacak pada
halaman 172-179 beliau menggulirkan konsep pendidikan Islam dalam Al-
Qur’an. Dalam karyanya tersebut, beliau membahas aspek-aspek pendidikan
Islam yang meliputi : tujuan pendidikan Islam, metode pendidikan Islam, sifat
pendidikan Islam, dan materi pendidikan Islam. Dalam menguraikan tentang
konsep pendidikan Islam atau konsep pendidikan perspektif Al-Qur’an beliau
mengatakan bahwa Al-Qur’an mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi
petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan petunjuk-petunjuk tersebut bertujuan
memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara individu
maupun kelompok. 0
Dari ulasan di atas maka dapat diketahui bahwa dalam pendidikan terdapat
konsep dan teori untuk melaksanakan proses pendidikan. Konsep pendidikan bisa
dijadikan sebagai acuan untuk memahami, mengembangkan dan mencapai tujuan
pendidikan secara maksimal.
Berdasarkan latar belakang diatas, dalam tulisan ini akan dipaparkan
bagaimana konsep pemikirian pendidikan Muhammad Quraish Shihab yang
beraliran religius-rasional dan bagaimana relevansinya terhadap dunia modern.
B. Pembahasan
1. Biografi Muhammad Quraish Shihab
Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang Sulawesi Selatan pada
16 Februari 1944. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung
Pandang, dia melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambi
“nyantri” di Pondok Pesantren Darul-Hadist Al-Fiqihiyyah. Pada tahun 1958,
dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyyah Al-
Azhar. Pada tahun 1967, dia meraih gelar Lc (S-1) pada fakultas Ushuludin
Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas Al-Azhar. Kemudian dia menlanjutkan
pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada tahun 1969 meraih gelar MA
untuk spesialisasi bidang Tafsir AlQur’an dengan tesis berjudul Al-I’jaz Al-
Tasyri’iy li Al-Quran Al-Karim.
Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercayakan untuk
menjabat Wakil Rektor bidang Akademis dan Kemahasiswaan pada IAIN
0
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Peran dan Fungsi Wahyu dalam Kehidupan
Bermasyarakat, (Bandung: Al-Mizan, 2005), hlm. 172.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Alauddin, Ujung Pandang. Selain itu dia juga, dia diserahi jabatan-jabatan
lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta
(Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun diluar kampus seperti
Pembantu Pimpinan Kepolisisan Indonesia Timur dalam bidang pendidikan
mental. Selama di Ujung Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai
Penelitian antara lain, pendidikan dengan tema “Penerapan Kerukunan Hidup
Beragama di Indonesia Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi
Selatan” (1978).
Pada tahun 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan
pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada 1982,
dengan disertasi berjudul “Nazhm Al-Durar li AlBaiqa’iy, Tahqiq wa
Dirasah” dia meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Quran dengan
Yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (Mumtaz ma’a
martabat al-syaraf al-‘ula).
Sekembalinya ke Indonesia sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di
Fakultas Ushuludin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidyatullah,
Jakarta. Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki
berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat
(sejak 1984); Anggota Lajnah Pentashih Al-Quran Departemen Agama (sejak
1989), dan Ketua Lembaga Pengembangan. Dia juga banayak terlibat dalam
beberapa organisasi profesional; antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-
ilmu Syari’ah; Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen
Pendidikan dan kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan
Muslim Indonesia (ICMI). Disela-sela segala kesibukannya itu, dia juga
terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun diluar negeri.
Yang tidak kalah pentingnya, Quraish Shihab juga aktif dalam
kegiatan tulis-menulis. Disurat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu dia
menulis dalam rubik “Pelita Hati”. Dia juga mengasuh rubik “Tafsir Al-
Amanah” dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta, Amanah.
Selain itu dia juga tercacat sebagai dewan redaksi majalah Ulumul Qur’an
dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta. Selain kontribusinya untuk
berbagai buku suntingan dan jurnal-jurnal Ilmiah, hingga kini sudah tiga
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

bukunya diterbitkan yaitu Tafsir Al-Mannar, Keistimewaan dan


Kelemahannya (Ujung Pandang: IAIN Alaudin, 1984); Filsafat Hukum Islam
(Jakarta: Depertemen Agama, 1987); dan Mahkota Tuntunan Ilahi (Tafsir
Surah Al-Fatihah) (Jakarta: Untagma, 1988).0
Dari seluruh karya tulis Quraish Shihab yang dianalisis Kusmana
ditemukan kesimpulan bahwa secara umum karakteristik pemikiran
keislaman Quraish Shihab adalah bersifat rasional dan moderat. Sifat rasional
pemikirannya diabdikan untuk, misalnya, memaksakan agama mengikuti
kehendak realitas kontemporer, tetapi lebih mencoba memberikan penjelasan
atau signifikansi khazanah agama klasik bagi masyarakat kontemporer atau
mengapresiasi kemungkinan pemahaman dan penafsiran baru tetapi dengan
sangat menjaga kebaikan tradisi lama. Dengan kata lain, dia tetap berpegang
pada adagium ulama al-muhafadzah bi al-qadim al-shalih wa al-akhdz bi al-
jadid al-ashlah (memelihara tradisi lama yang masih relavam dan mengambil
tradisi baru yang lebih baik).0
Informasi tersebut memperlihatkan bahwa ia adalah seorang ahli tafsir
yang pendidik. Keahliannya dalam bidang tafsir tersebut untuk diabdikan
dalam bidang pendidikan. Dengan kata lain bahwa ia adalah seorang ulama
yang memanfaatkan keahliannya untuk mendidik umat.0
Quraish Shihab sangat aktif sebagai penulis. Beberapa buku yang
sudah Ia hasilkan antara lain :
1) Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994);
2) Lentera Hati; Kisah dan Hikmah Kehidupan (Bandung: Mizan, 1994);
3) Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996);
4) Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat
(Bandung: Mizan, 1996);

0
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran : Peran dan Fungsi Wahyu dalam
Kehidupan Bermasyarakat, (Bandung: Al-Mizan, 2005), hlm. 6-7.
0
Badri Yatim dan Hamid Nasuhi (ed.), Membangun Pusat Keunggulan Studi Islam
Sejarah dan Profil Pimpinan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1957-2002, (Jakarta: IAIN Jakarta
Press, 2002) hlm. 216. Dalam Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persasda, 2005), hlm.365-366.
0
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persasda, 2005), hlm.366.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

5) Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997);


6) Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15 Volume,
Jakarta: Lentera Hati, 2003);
7) Rasionalitas al-Qur'an; Studi Kritis atas Tafsir al-Manar (Jakarta: Lentera
Hati, 2006);
8) Wawasan al-Qur'an Tentang Dzikir dan Doa (Jakarta: Lentera Hati, 2006);
9) Asmâ' al-Husnâ; Dalam Perspektif al-Qur'an (4 buku dalam 1 boks)
(Jakarta: Lentera Hati);
10) Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan
(Jakarta: Lentera Hati, Februari 2011),0 dan lain sebagainya.

Dari karya-karya yang sudah diterbitkan, ada dua diantara karyanya yang
mencatat sukses adalah “Membumikan” Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu
dalam Kehidupan Masyarakat (Mizan, Mei 1992) dan Lentera Hati: Kisah
dan Hikmah Kehidupan (Mizan, Februari 1994).0

2. Konsep Pemikiran Pendidikan dalam Al-Quran Perspektif Quraish


Shihab
Gagasan dan pemikiran H.M. Quraish Shihab dapat ditelusuri pada
sejumlah karya ilmiahnya dan pesan-pesan dakwah yang disampaikanya.
Secara lebih khusus gagasan dan pemikiran H.M.Quraish Shihab dalam
bidang pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Tujuan pendidikan
“ Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang
Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada
mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan hikmah
(As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam
kesesatan yang nyata.” (QS. Al Jumu’ah: 2)
Terjemahan di atas menjelaskan bahwa tujuan yang ingin dicapai
melalui pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah
pengabdian kepada Allah sejalan dengan tujuan penciptaan manusia.
0
Wikipedia, dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab
diakses pada hari senin 25 maret 2019 pada pukul 21.01 WIB.
0
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, cet-III, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. v.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

H.M. Quraish Shihab berkesimpulan bahwa tujuan pendidikan Al Qur’an


adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu
menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna
membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah. Atau
dengan kata yang lebih singkat sering digunakan oleh Al Qur’an untuk
bertakwa kepada-Nya.0
Selanjutnya Quraish Shihab menjelaskan bahwa tujuan yang ingin
dicapai Al-Qur’an adalah membina manusia guna mampu menjalankan
fungsi-fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya. Manusia yang
dibina melalui pendidikan adalah makhluk yang memiliki unsur-unsur
material (jasmani) dan immaterial (akal dan jiwa). Pembinaan akalnya
menghasilkan ilmu. Pembinaan jiwanya menghasilkan kesucian dan
etika, sedangkan pembinaan jasmaninya menghasilkan ketrampilan.
Dengan penggabungan unsur-unsur tersebut, terciptalah makhluk dwi
dimensi dalam satu keseimbangan dunia dan akhirat, ilmu dan iman.0
Quraish Shihab juga mencoba menghubungkan tujuan pendidikan
dalam Al Qur’an dengan tujuan pendidikan nasional. Menurutnya tujuan
pendidikan Islam itu bersifat universal, berlaku untuk seluruh bangsa dan
umat di dunia. Hal ini sejalan dengan misi Al-Qur’an yang ditujukan
untuk membawa rahmat bagi seluruh alam. Manusia itulah yang dapat
melaksanakan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi.
Dalam GBHN 1983 dinyatakan: “Pendidikan nasional berdasarkan
Pancasila dan bertujuan meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang
Mahaesa, kecerdasan, ketrampilan, mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan, agar
dapat membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab
atas pembangunan bangsa.”
Dalam rumusan di atas, jelaslah apa yang ingin dicapai, yakni
terbentuknya manusia Indonesia yang: (a) tinggi takwanya terhadap
Tuhan Yang Mahaesa; (b) cerdas dan terampil; (c) berbudi pekerti luhur
dan berkepribadian; dan (d) memiliki semangat kebangsaan. Tidak ada
0
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan...hlm.368.
0
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran..., hlm. 173.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

satu pun dari butir-butir tersebut yang tidak ditemukan dalam analisis
ayat-ayat Al-Qur’an. Mungkin yang menjadi pertanyaan adalah poin
yang (d), tetapi mengenai semangat kebangsaan memiliki kaitan dengan
fungsi kekhalifahan serta tugas memakmurkan bumi ditemukan pula
secara jelas dalam QS. Al-Hujurat ayat 13 yang menjelaskan tujuan
penciptaan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, yakni untuk
saling mengenal.0
b. Metode pendidikan
Materi-materi pendidikan yang disajikan oleh Al Qur’an hampir selalu
mengarah kepada jiwa, akal, dan raga manusia. Terdapat dalam QS Al
Anfal: 17 yang artinya: “…Bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian
untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada
orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya
Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Al Qur’an membuktikan kebenaran materi tersebut melalui
pembuktian-pembuktian, baik dengan argumen maupun yang dibuktikan
melalui penalaran akalnya. Quraish Shihab mengatakan bahwa
menceritakan kisah-kisah dalam Al Qur’an dengan menggaris bawahi
akibat kelemahan atau melukiskan saat kesadaran manusia dan
kemenangannya mengatasi kelemahan tadi. H.M. Quraish Shihab juga
menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati. Al Qur’an juga
menggunakan metode pembiasaan dalam menanamkan ajaran kepada
umat manusia.
Dalam penyajian materi pendidikannya, Al-Quran membuktikan
kebenaran materi tersebut melalui pembuktian-pembuktian, baik dengan
argumen-argumentasi yang dikemukakannya maupun yang dapat
dibuktikan sendiri oleh manusia (peserta didik) melalui penalaran
akalnya. Ini dianjurkan oleh Al-Quran untuk dilakukan pada saat
mengemukakan materi tersebut, “agar akal manusia merasa bahwa ia
berperan dalam menemukan hakikat materi yang disajikan itu sehingga

0
Ibid., hlm. 174.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

merasa memiliki dan bertanggung jawab untuk membelanya. Hal ini


sering dijumpai dalam setiap permasalahan yakni akidah atau
kepercayaan, hukum, sejarah, dan sebagainya.
Salah satu metode yang digunakan Al-Quran untuk mengarahkan
manusia kearah yang dikehendakinya adalah dengan menggunakan
“kisah”. Setiap kisah menunjang materi yang disajikan, baik kisah
tersebut benar-benar terjadi maupun kisah simbolik. Dalam mengemukan
kisah-kisah, Al-Quran tidak segan-segan untuk menceritakan “kelemahan
manusia”. akan tetapi hal tersebut digambarkan sebagaimana adanya
tanpa menonjolkan segi-segi yang dapat mengundang tepuk tangan atau
rangsangan. Kisah tersebut biasanya diakhiri dengan menggaris bawahi
akibat kelemahan itu, atau dengan melukiskan saat kesadaran manusia
dan kemenanganya mengatasi kelemahan tersebut. Sebagai contoh kisah
yang disampaikan dalam surah Al-Qashash 76-81. Dalam surah tersebut
dijelaskan bahwa setelah dengan bangganya Karun mengakui bahwa
kekayaan yang diperolehnya adalah berkat usahanya sendiri, suatu
kekaguman orangorang sekitarnya terhadap kekayaan yang dimilikinya,
tiba-tiba gempa menelan Karun dan kekayaannya. Orang-orang yang
tadinya kagum menyadari bahwa orang yang durhaka tidak akan pernah
akan memperoleh keberuntungan yang langgeng.
Al-Quran juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati
untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Tetapi
nasihat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan panutan dari si
pemberi atau penyampai nasihat tersebut, dalam hal ini Rasul saw.
Karena itu, terhimpunlah dalam diri Rasul berbagai keistimewaan yang
memungkinkan orang-orang yang mendengar ajaran-ajaran Al-Quran
untuk melihat dengan nyata penjelmaan ajaran atau nasihat tersebut pada
pribadi beliau, yang selanjutnya mendorong mereka untuk meyakini
keistimewaan dan mencontoh pelaksanaanya.
Di samping itu, pembiasaan yang pada akhirnya melahirkan kebiasaan
ditempuh pula oleh Al-Quran dalam rangka memantapkan pelaksanaan
materi-materi ajarannya. Pembiasaan tersebut meliputi segisegi pasif
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

maupun aktif. Tetapi perlu diperhatikan bahwa yang dilakukan Al-Quran


menyangkut pembiasaan dari segi pasif hanyalah dalam halhal yang
berhubungan erat dengan kondisi sosial dan ekonomi, bukan menyangkut
kondisi kejiwaan yang berhubungna erat dengan akidah atau etika.
Sedangkan dalam hal yang bersifat aktif atau menuntut pelaksanaan,
ditemui pembiasaan tersebut secara menyeluruh.
Hal ini dapat dibuktikan dengan mengamati larangannya yang bersifat
tanpa bertahap terhadap penyembahan berhala, syirik atau kebohongan.
Sedangkan dalam soal-soal semacam larangan minuman keras, zina atau
riba, proses pembiasaan tersebut dijumpai. Demikian pula dalam hal-hal
semacam kewajiban shalat, zakat, dan puasa.0
Apabila semua hal diatas telah ditempuh, janji-janji dan ganjaran pun
telah dikekukakan. Namun, jika sasaran yang dituju belum juga berhasil,
pada saat itu Al-Quran menjatuhkan sanksi-sankinya yang juga ditempuh
secara bertahap: dimulai dengan “tidak mendapatkan kasih sayang
Tuhan” (Qs An-Nisa 36, Al-Maidah 87, Al-An’am 141, dsb). Kemudian
disusul dengan ancaman amarah Tuhan (Qs An-Nahl 106, An-Nur 9
dsb), selanjutnya dengan ancaman peperangan langsung dari Tuhan (Qs
al-Baqarah 278-279), lantas disusul dengan ancaman siksa di akhirat (Qs
al-Furqann 68-69), dan siksaan di dunia (At-Taubah 39, dsb) dan
akhirnya menjatuhkan hukuman secara pasti (seperti dalam Al-Maidah
38 dan An-Nur 2).
Demikianlah selayang pandang sebagian ciri-ciri metode yang
ditempuh Al-Quran dalam rangka pendidikan umat. Kalau butir-butir
metode yang Al-Quran tersebut digunakan untuk menyoroti metodologi
pendidikan nasional, khususnya pendidikan agama, maka ditemukan
dalam kenyataan banyak hal yang tidak sejalan bahkan bertentangan
dengan konsepsi tersebut.
Di atas telah digambarkan bahwa Al-Qur’an menuntun peserta
didiknya untuk menemukan kebenaran melalui usaha peserta didik
sendiri, menuntut agar materi yang disajikan diyakini kebenarannya

0
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan...hlm.369-372.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

melalui argumentas-argumentasi logika, dan kisah-kisah yang


dipaparkannya mengantarkan mereka kepada tujuan pendidikan dalam
berbagai aspeknya, nasihatnya ditunjang dengan panutan. Ia berpendapat
bahwa pendidikan kita khususnya dalam bidang metodologi sering kali
menitikberatkan hafalan, atau contoh-contoh yang dipaparkan menyentuh
hati, ditambah lagi nasihat yang di berikan tidak ditunjang oleh panutan
pemberinya. 0
c. Sifat pendidikan Islam
Menurut Quraish Shihab sifat pendidikan Al Qur’an adalah rabbaniy
yang oleh Al-Qur’an dijelaskan ciri-cirinya antara lain: mengajarkan
Kitab Allah, baik yang tertulis (Al Qur’an) maupun yang tidak tertulis
(alam raya), serta mempelajarinya secara terus menerus. Quraish Shihab
sejalan dengan konsepsi Al-Qur’an tentang keharusan menuntut ilmu dan
memperoleh pendidikan sepanjang hayat melalui jalur-jalur formal,
informal dan non formal. Dengan kata lain pendidikan seumur hidup
menjadi tanggung jawab keluarga, masyarakat dan pemerintah. 0
Atas dasar itu, sangat populer apa yang oleh semnetara orang
dianggap sebagai hadits Nabi saw. yang berbunyi, “Tuntutlah ilmu dari
buaian hingga ke liang lahad!” Terlepas dari benar tidaknya penisbaan
ungkapan tersebut kepada Nabi, yang jelas ia sejalan dengan konsepsi
Al-Qur’an tentang keharusan menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan
sepanjang hayat. Ungkap tersebut sekaligus menunjukkan bahwa ide
yang terdapat dalam khazanah pemikiran Islam ini mendahului “long life
education”. Bahkan Al-Qura’an tidak hanya menekankan pentingnya
belajar, tetapi juga pentingnya mengajar. Dalam surat Al-‘Ashr
ditegaskan bahwa semua orang merugi kecuali yang melaksanakan empat
hal. Salah satunya adalah saling wasiat-mewasiati (ajar-mengajar)
tentang al-haqq (kebenaran). 0
Berdasarkan uraian di atas terbukti bahwa Quraish Shihab aktif dalam
kegiatan dan pemikiran yang berkaitan dengan pendidikan. Pemikirannya

0
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran..., hlm. 176-177.
0
Abuddin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan...hlm. 372-373.
0
Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran..., hlm. 178.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sangat dipengaruhi dalam bidang tafsir Al Qur’an yang dipadukan


dengan penguasaannya terhadap ilmu keislaman maupun pengetahuan
umum serta konteks masyarakat Indonesia. Pemikiran dan gagasan H.M.
Quraisy Shihab menunjukkan bahwa di dalam Al Qur’an terdapat ayat-
ayat yang memiliki implikasi terhadap munculnya konsep pendidikan
yang cukup menarik. Selain itu perlunya melakukan studi secara lebih
mendalam tentang pendidikan dalam perspektif Al Qur’an.
3. Konsep Pendidikan Dalam Al-Quran Perspektif Muhammad Quraish
Shihab Dan Relevansinya

Dari konsep pendidikan Al-Quran diatas apabila dikaitkan dengan Sistem


Pendidikan Nasional Indonesia. Berdasarkan UU No 20 tahun 2003 pasal (2)
memaparkan bahwa tujuan pendidikan Nasional adalah “Untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Bertujuan untuk membangun manusia Indonesia
seutuhnya atau lebih khusu’ dibandingkan dengan tujuan pendidikan nasional
sangatlah relevan dan sesuai.

Beberapa hal yang ingin dicapai dalam rumusan tujuan pendidikan


nasional Indonesia diatas adalah (1) tinggi takwanya terhadap Tuhan yang
Maha Esa, (2) cerdas dan terampil, (3) berbudi pekerti yang luhur dan
berkepribadian, dan (4) memiliki semangat kebangsaan. Semuanya bertujuan
untuk menumbuhkan manusia-manusia pembangunan yang dapat
membangun dirinya sendiri dan bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.

Qurash Shihab menjelaskan bahwa dalam penyajian materi pendidikannya,


Al-Quran membuktikan kebenaran materi tersebut melalui pembuktian-
pembuktian, baik dengan argumen-argumentasi yang dikemukakannya
maupun yang dapat dibuktikan sendiri oleh manusia (peserta didik) melalui
penalaran akalnya. Dalam sistem Pendidikan di Indonesia, terbukti dalam
Kurikulum 2013 adanya aspek mengamati, menanya, Eksperimen/
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Mengumpulkan Informasi, Mengasosiasi/ Mengolah Informasi, dan


Mengkomunikasikan. Hal tersebut merupakan interpretasi dari kegundahan
Quraish Shihab terkait materi pendidikan di Indonesia yang dahulunya adalah
jumud dan taklid. Selain itu metode yang disampaikan oleh Quraish Shihab
adalah menggunakan “kisah”. Dalam pembelajaran tertentu mungkin sangat
efektif untuk digunakan, seperti sejarah indonesia, sejarah kebudayaan Islam,
Aqidah Akhlak, Fiqh, dll. Sedangkan metode pembiasaan dan penggunaan
kalimat-kalimat yang lembut dapat diterapkan dalam pembelajaran sehari-hari
oleh semua pendidik, bukan hanya oleh guru agama.

Pendidikan Islam menurut H.M Quraish Shihab harus mempunyai sifat


Pendidikan Al Qur’an yang disebut rabbany, yaitu yang mengajarkan kitab
Allah baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis serta mempelajari secara
terus menerus. Konsep pendidikan Islam Quraish Shihab masih relevan
dengan pendidikan saat ini, dimana pembelajaran sepanjang hayat dalam
pendidikan formal adalah pembelajaran yang sistematis dan terencana,
memiliki tujuan-tujuan khusus sesauai dengan bakat, kemampuan, atau
jurusan yang dimiliki oleh pembelajar. Pada pendidikan formal setelah
seseorang menyelesaikan sekolah menengah atas atau kejuruan, setiap orang
diperbolehkan untuk mnegikuti perkuliahan di perguruan tinggi, tak
mengenal usia, jenis kelamin, suku dan golongan. Oleh sebab itu hal ini
berlaku sampai kapanpun selama seseorang masih memiliki keinginan untuk
belajar. Dalam pendidikan nonformal belajar tidak mengenal usia dan tempat.
Hal ini, bisa dilakukan seperti kelompok belajar, organisasi, tempat kursus
atau pelatihan, atau di temapat-tempat pengajian ibu-ibu dan bapak-bapak.

C. PENUTUP

Konsep pendidikan sebagaimana dikemukakan Muhammad Quraish Shihab


adalah konsep pendidikan yang termaktub dalam Al-Quran yakni mengenai
tujuan pendidikan, metode pendidikan dan sifat pendidikan Islam. Dalam hal ini
Quraish Shihab menyebutnya sebagai Pendidikan Al-Quran. Pertama, mengenai
tujuan pendidikan sebagaimana dalam QS Al-Jumu’ah ayat 2 yang menjelaskan
tentang tujuan pendidikan yang ingin dicapai ialah pengabdian terhadap Allah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

sesuai dengan tujuan penciptaan Allah yaitu bertakwa kepada-Nya dan terciptanya
makhluk dwidimensi dalam satu keseimbangan. Kedua, metode pendidikan yang
digunakan menurut Quraish Shihab melalui pembuktian kebenaran melalui
argumen-argumen maupun penalaran akalanya, menggunakan kisah,
menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati, dan pembiasaan. Ketiga,
sifat pendidikan Islam menurut Quraish Shihab adalah sepanjang hayat (life long
education).
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

BAB XXVI
PEMIKIRAN PROF. ZAINI DAHLAN M.A TENTANG PENDIDIKAN
DAN RELEVANSINYA DENGAN DUNIA MODERN

(Zulfirman Siregar)

A. PENDAHULUAN
Tujuan diselenggarakannya pendidikan itu adalah untuk menanamkan
nilai- nilai luhur kehidupan, bukan untuk mencari keuntungan. Pendidikan
diharapkan mampu membentuk pribadi-pribadi yang berakhlak mulia.
Namun kenyataannya sangat jauh dari harapan, karena masih banyak
ditemukannya kasus-kasus dalam dunia pendidikan yang itu masih ada
kaitannya dengan kemorosatan akhlak. Dari anarkisme anak-anak sekolah
dijalanan, penggunaan barang-barang terlarang, pergaualan bebas antar
murid, pelecehan seksual yang dilakukan oleh guru pada murid, hilangnya
rasa hormat seorang murid ke guru, bahkan sampai pada pembunuhan
terhadap guru yang dilakukan oleh murid. Ini menggambarkan bahwa dunia
pendidikan kita saat ini tidak dalam situasi aman, melainkan mengarah pada
kehancuran. Meskipun seperti itu, juga tidak menafikan bahwa masih ada
pemberitaan yang baik dari dunia pendidikan kita.
Kasus demi kasus yang terjadi pada pendidikan bangsa ini, tidaklah
hadir dengan sendirinya apalagi kesalahan perilakunya dibebankan pada
pelakunya, semua itu haruslah menjadi tanggung jawab bersama baik dari
tingkat keluarga sampai pada tingkatan pemerintah. Tapi yang harus lebih
banyak mengambil peran aktif dalam pembinaan anak adalah keluarga,
karena dari lingkungan keluargalah pertama kali mereka mendapatkan
pendidikan dan pengajaran.
Salah satu tokoh pendidikan yang menganggap penting pendidikan
keluarga adalah Prof. Zaini Dahlan M.A, beliau menganggap hilangnya
budi pekerti dari dalam diri manusia itu dikarenakan pendidikan dalam
keluarganya belum selesai ditanamkan, sehingga berdampak pada
kehidupan sosial. Untuk mengetahui cara dalam menanamkan nilai-nilai
kehidupan pada keluarga, perlu kiranya kita ambil pelajaran dari kisah
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

perjalanan hidup seorang Prof. Zaini Dahlan untuk melihat bagaimana


beliau mengelola korporasi diri dan keluarganya, apalagi lembaga yang
pernah beliau duduki. Sebagai seorang guru, beliau sudah selesai dengan
persoalan keduniaan dan bisa jadi suri tauladan yang baik bagi
lingkungan sekitar, sebagai kepala keluarga bisa dikatakan beliau
berhasil mendidik anak-anaknya, itu terlihat dari keberhasilan anak-
anaknya, dan sebagai seorang birokrat beliau membuat beberapa kebijakan
dalam bentuk program kerja yang mendukung kemajuan dunia pendidikan,
khususnya pendidikan Islam. Dan sebagai nilai tambahan, semua itu ia
lakukan dengan melandasinya dari ayat-ayat al-Qur`an dan dimantapkan
oleh ilmu kehidupan. Prof. Zaini Dahlan adalah figur multidimensi yang
sarat dengan ajaran moral bagi generasi muda Indonesia. Ia adalah Guru,
sebuah posisi sosial yang amat tinggi dalam struktur kerja karakterisasi
keluarga, lingkungan pendidikan tinggi dan negara Indonesia, yang saat ini
sedang menghadapi berbagai tantangan krisis global.
B. PEMBAHASAN
1. Biografi
Prof. Zaini Dahlan, M.A, dilahirkan di Temanggung Keresidenan,
Kedu Jawa Tengah pada tanggal 25 Desember 1926. Dibesarkan sebagai
santri miskin dan dikenal sebagai sosok yang pemalu dan takut
mendekati gadis. Zaini kecil lebih banyak ditumbuhkembangkan oleh
alam secara zig-zag. Pendidikan formal beliau diawali dari Sekolah
Rakyat hingga sekolah setingkat SMA. Sewaktu meneruskan ke Sekolah
Menengah Al-Iman di Magelang, yang dalam kesehariannya belajar
kitab-kitab kuning, disinilah beliau bertemu dengan seorang guru bahasa
Arab yang nantinya akan membawa pengaruh besar terhadap masa depan
karir akademiknya. Nama guru itu, Sayid Saqaf al-Jufri. Berbekal
kemampuan berbahasa Arab inilah kelak Zaini Dahlan (lanjut dibaca:
beliau) diterima di UII.0
Setelah itu beliau melanjutkan pendidikan tinggi ke Yogyakarta
dengan masuk jurusan dakwah Fakultas Agama Islam Universitas Islam
0
Supardi dan Herian Priyono, 77 Tahun Prof. Zaini Dahlan, MA: Gaya Santri Kedu
Mengelola Korporasi Diri dan Keluarganya, cet. I, (Yogyakarta: UII Press, 2003), hlm. 9.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Indonesia, walaupun sebelumnya sempat masuk Fakultas Hukum. Karena


adanya kebijakan pemerintah pada waktu itu, Fakultas Agama Islam UII
diambil alih oleh Depag RI menjadi salah satu fakultas dilingkungan
PTAIN atau sekarang menjadi UIN Sunan Kalijaga. Setelah
menyelesaikan pendidikan doktoral tingkat satunya selama 5 tahun pada
tahun 1956, beliau mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi ke Cairo
University, Mesir dengan mengambil jurusan Sastra Arab. Selepas itu
beliau kembali ke Yogyakarta pada tahun 1961 dan memutuskan untuk
menikah. Dan mulai dari tahun ini pula beliau sudah bertugas di IAIN
Sunan Kalijaga serta membantu pembukaan jurusan Sastra Arab Fakultas
Sastra Universitas Gajah Mada.
Pada tahun 1964, beliau sempat dimasukkan ke ruang tahanan
selama 3,5 bulan akibat dituduh terlibat dalam menggagalkan Ganefo.
Setelah itu beliau dipindah tugaskan ke IAIN Jakarta dan bertugas disana
selama setahun. Kemudian pada tahun 1965 beliau ditugaskan ke IAIN
Cirebon dengan menjabat sebagai sekretaris Fakultas Tarbiyah. Karirnya
kemudian meningkat menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin selama 6
tahun, dan kemudian menjadi dosen biasa lagi setelah Fakultas yang
dipimpinnya ditutup, karena menyesuaikan dengan peraturan tentang
batasan fakultas di kabupaten. Pada tahun 1971 beliau juga sempat
menjadi anggota DPRD Kotamadya Cirebon.0
Pada masa rasionalisasi yang dilakukan oleh Departemen Agama,
beliau diangkat menjadi Kakanwil Departemen Agama Jawa Barat pada
tahun 1973. Setelah 3 tahun menjabat posisi Kakanwil dan berkantor di
Kota Bandung, beliau mendapat tugas untuk memimpin IAIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta mulai tahun 1976. Setelah menjabat sebagai Rektor
IAIN Sunan Kalijaga selama dua periode (1976-1984), karir beliau
meningkat menjadi Dirjen Binbaga Islam Departemen Agama RI.
Pengabdian beliau di UII sendiri secara formal dimulai pada
Desember 1989 ketika diangkat menjadi Ketua Presidium yang
menyelenggarakan tugas-tugas kerektoratan di UII sebelum akhirnya
0
Edy Suandi Hamid, dkk. Zaini Dahlan: Sang Guru, cet. I (Yogyakarta: UII Press, 2009),
hlm. 179-180.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

terpilih Rektor baru, yaitu Prof. Zanzawi Soejoeti. Pada periode 1989-
1993, beliau menjadi Wakil Ketua Pengurus Harian Badan Wakaf UII
untuk masa tugas 1993-1996. Jabatan ini kemudian beliau lepaskan
setelah terpilih menjadi Rektor UII selama dua periode (1994-2002).
Dalam menjalani fase-fase kehidupan itu, beliau selalu melandasi
perbuatannya dengan ayat-ayat al-Qur`an yang beliau tekuni dan
dimantapkan dengan ilmu yang beliau pelajari. Wajarlah apabila dinamika
hidupnya indah, cukup berwarna walau tetap sederhana hingga dapat
menjadi teladan setiap insan. Semua ini tidak lepas dari kisi-kisi ayat
kauniyah yang berlandaskan ayat-ayat qauliyah yang bermutu karena
dimantapkan ilmu.0 Tidak jarang saat beliau sedang menghadapi
masalah, beliau selalu mencari solusinya baik dari dalil al-Qur`an maupun
dari kisah-kisah para Nabi dan Rasul.
Perlu diketahui jabatan-jabatan puncak kepemimpinan itu tidak
diperoleh dari intrik-politik apalagi dengan money politic, tapi itu semua
beliau anggap sebagai takdir Allah yang telah menentukan kemana beliau
harus berlabuh. Beliau punya prinsip bahwa “Manusia pasti tidak berdaya
jika sudah di-faith accomply Allah menerima ”jatah kepahitan” apa saja
dalam hidupnya, tapi satu hal yang pasti manusia memiliki kebebasan
untuk menentukan cara bagaimana dia harus bersikap menghadapi
kepedihan yang sedang menimpanya”,0 dengan berpegang teguh pada
prinsip inilah beliau bisa menghadapi kepahitan dunia yang sedang
dialami. Disamping kesibukannya itu, beliau juga aktif menulis dan
berdakwah, juga aktif diberbagai organisasi sosial kemasyarakatan. Dan
pada akhirnya beliau wafat pada usia 90 tahun pada Januari 2017 lalu,
dengan meninggalkan karya monumentalnya, yaitu Qur’an Karim dan
Terjemahan Artinya, yang royalti dari hasil penjualannya tidak pernah
diambil sepeserpun.0 Perjalanan hidupnya yang panjang dan sarat makna
0
Husein Haikal, “Dinamika Kesederhanaan dan Keteladanan Guru”, Jurnal Millah, No. 2,
(02 Februari 2010), hlm. 337.
0
Supardi, “Manajemen Sejuk Ala Prof. Zaini”, dalam Edy Suandy Hamid, dkk. Zaini
Dahlan: Sang Guru, cet. I (Yogyakarta: UII Press, 2009), hlm. 62.

0
Sahil, “Semangat Yang Tak Kunjung Padam”, dalam Edy Suandi Hamid, dkk. Zaini
Dahlan..., hlm. 98.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

akan sangat berguna bagi bangsa ini yang kini miskin dalam keteladanan,
juga dapat mengilhami mereka yang mau mencari makna dalam
kehidupan.
2. Karya-karya Prof. Zaini Dahlan, M.A
Tidak mudah menemukan karya-karya beliau dalam bentuk tulisan
dan berapa jumlah pastinya, tapi pada umumnya tulisan beliau banyak
berkaitan dengan masalah-masalah keislaman, seperti; tafsir, sejarah,
akhlaq, bahasa Arab, pendidikan dan sebagainya.0 Karya-karya beliau

yang terpublikasi lebih banyak dalam bentuk puisi0 yang nantinya


dibacakan pada acara-acara tertentu, dan Qur’an Karim dan Terjemahan
Artinya. Sedangkan karya dalam bentuk prestasi kerja dan kebijakan
sewaktu menjabat di lembaga pemerintahan maupun pendidikan, yaitu; 1)
Membina karyawan mulai tingkat provinsi sampai ke daerah-daerah
secara formal, informal, non-formal, 2) Meningkatkan kemampuan
karyawan dalam melaksanakan tugas melalui: pendidikan formal,
penataran, briefing/pertemuan rutin, 3) Penerbitan Tarjamah al-Qur`an
berbahasa Sunda,0 4) Reformasi KUA,0 5) Penataan Guru Agama,0 6)
Menggabungkan Perpustakaan Islam Yogyakarta dengan UII, 0 7)

0
Ahmad Syafi‟i Ma‟arif, “Perpaduan Kekuatan Zikir dan Fikir”, dalam Edy Suandi
Hamid, dkk. Zaini
Dahlan.., hlm. 3.
0
Yang terpublikasi; puisi untuk merayu rakyat Aceh, puisi yang dibacakan pada acara
Shalat MalamBersama dalam Rangka Mendo`akan Keselamatan Rakyat Islam Irak di Kampus
UII, puisi pada acara pelepasan purna tugas Prof. Dr. H. Abd Syakur, Guru Besar Jurusan Bahasa
Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga.
0
Untuk poin 1, 2, dan 3, hasil kinerja beliau saat menjabat Kakanwil Depag Jawa Barat.
Syamsari Siddiq, dkk. “Figur Pemimpin Teladan”, dalam Edy Suandy Hamid, dkk. Zaini
Dahlan ..., hlm. 109.
0
Untuk poin 4, saat menjabat Kakanwil Jawa Barat, beliau dihadapkan dengan persoalan
tingkat perceraian yang tinggi pada masyarakat yang mengharuskan beliau harus mereformasi
aturan-aturan menikah. salah satu caranya adalah dengan membuat majalah dengan nama “Media
Pembinaan” dan bagi yang ingin menikah harus berlangganan 10 hari sebelum menikah dan harus
mengikuti penataran pra-nikah. Dan kebijakan ini diadopsi oleh Kakanwil-kakanwil lainnya
seperti Kanwil Jateng, DIY, dan Kodya Semarang, dalam Supardi dan Herien Priyono, 77 Tahun
Prof. Zaini Dahlan..., hlm. 40-41.
0
Untuk poin 5, saat menjabat Kakanwil Jabar, banyak dari mereka yang tidak sekolah
memiliki SK Guru Agama, sehingga mengharuskan beliau untuk menata kembali kepemilikan SK
tersebut disesuaikan dengan latar pendidikannya, dalam Supardi dan Herien Priyono, 77 Tahun
Prof. Zaini Dahlan ..., hlm. 39.
0
Untuk poin 6, saat menjabat Dirjen Binbaga Depag RI, dalam Supardi dan Herien
Priyono, 77 Tahun Prof. Zaini Dahlan..., hlm. 72.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Perintisan Pondok Pesantren UII,0 8) Memotong 2,5 % dari gaji karyawan


untuk keperluan Zakat.0
3. Pemikiran Prof. Zaini Dahlan, M.A Tentang Pendidikan
Prof. Zaini Dahlan selama hidupnya sangat jarang mempublikasikan
tulisan-tulisannya. Adapun tulisan-tulisan yang pernah beliau
publikasikan adalah tulisan beliau seputar tentang tafsir al-Qur`an,
selebihnya banyak berupa puisi-puisi yang pada momen-momen tertentu
beliau baca didepan khalayak ramai. Sehingga untuk memberikan
gambaran pemikiran beliau tentang pendidikan tidak mudah dilakukan
hanya dengan melihat tulisan-tulisan beliau yang sangat terbatas, tetapi
bisa dilakukan dengan mencari bahan mengenai hidupnya. Perjalanan
hidup beliau boleh jadi mengandung nilai-nilai pendidikan yang bisa
dijadikan pelajaran bagi generasi masa kini, dikarenakan selama hidupnya
beliau lebih sering melakukan apa yang ia ketahui daripada hanya sekedar
mengatakan. Perbuatan-perbuatan beliau lebih mendapat respon positif
dibandingkan respon negatif, hal itu dikarenakan beliau sangat
memperhatikan segala apa yang diperbuat agar tidak memunculkan
konflik dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun perjalanan hidup beliau yang dapat menggambarkan
pemikirannya tentang pendidikan dapat dimulai dari lingkungan keluarga,
karena dari sinilah untuk pertama kali pendidikan itu ditanamkan. Dalam
pandangan beliau, pendidikan bagi anak itu haruslah dimulai sejak dalam
kandungan, karena saat hamil, perempuan itu sangat peka sekali jiwanya
dan apa yang dirasakannya bisa berpengaruh terhadap bayi dikandungnya.
Maka saat `ngidam` suami harus berhati-hati dalam memperlakukannya,
bukan karena persoalan hal-hal aneh yang diinginkannya tetapi
memikirkan dampaknya pada janin kalau dia merasa tidak diperhatikan
oleh suaminya. Jadi `ngidam` itu sebenarnya adalah permintaan bawah
sadar; permintaan `pasokan` tambahan agar perhatian suami bertambah,

0
Untuk poin 7, saat beliau menjabat Rektor UII. Suyanto, “Bijak, Teduh, dan Ngayomi”,
dalam Edy Suandi Hamid, dkk. Zaini Dahlan.., hlm. 131.
0
Untuk poin 8, saat beliau menjabat sebagai Rektor UII, dalam Supardi dan Herian
Priyono, 77 Tahun Prof. Zaini Dahlan..., hlm. 155.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dan semua itu sifatnya naluriah.0 Pendidikan prenatal juga bisa dilakukan
dengan mengamalkan beberapa `wiridan` tertentu untuk kebaikan calon
bayi. Dalam surat al-Imran ayat 35 dikisahkan bahwa isteri Imran saat
mengandung mentirakati anaknya dengan do`a, sejarah kelak
membuktikan bahwa dari isteri Imran lahirlah wanita suci (Maryam) yang
kelak akan melahirkan Isa al-Masih sebagai Nabi bagi kaum Nasrani.0
Dalam menanamkan filosofi hidup berkeluarga Dalam menanamkan
filosofi hidup berkeluarga beliau mengagendakan forum bulanan. Forum
ini juga bermanfaat untuk membangun keakraban alami antar anggota
keluarga, meluweskan ketegangan-ketegangan orang tua dan anak; jika
ada perlakuan orang tua yang salah terhadap anak (child abused), dan
yang paling penting adalah untuk mengajarkan pada anak darimana ia
berasal. Dalam menanamkan nilai-nilai beragama juga diperlukan strategi
komunikasi yang efektif, hal itu bisa dilakukan dengan tidak
menggunakan perkataan yang menyudutkan anak dalam posisi harus
“mengorbankan” sesuatu, padahal seharusnya anaklah yang dikesankan
akan “mendapatkan” sesuatu. Forum ini juga berfungsi untuk
mengevaluasi metode pendidikan yang digunakan pada anak, karena
terkadang persoalan yang dihadapi itu secara subtansial sama tetapi
kondisi fasilitas yang tersedia mungkin menuntut penanganan yang
berbeda.0
Menurut beliau setiap anak itu butuh mengalami `kepahitan-
kepahitan` hidup karena kekurangan, karena dengan itu akan
mendewasakan kepribadian si anak. Dalam al-Qur`an sudah diingatkan
bahwa “Sesungguhnya manusia suka melampui batas manakala dirinya
merasa serba cukup dan tidak membutuhkan siapa-siapa”0, hal ini
menunjukkan bahwa kepahitan dalam hidup itu perlu dialami langsung
oleh si anak karena hanya dengan mengalaminya anak itu akan mengerti
maknanya dan juga menumbuhkan watak anak-anak supaya mereka
menjadi pribadi yang tahan uji. Kemudahan hanya akan bermakna apabila
0
Supardi dan Herien Priyono, 77 Tahun Prof. Zaini Dahlan..., hlm. 112.
0
Ibid., hlm. 113.
0
Ibid., hlm. 108.
0
Ibid., hlm. 109.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

dia diberikan setelah anak menghadapi konteks mata rantai kesulitan,


tanpa kesulitan segala bentuk kemudahan akan menjadi mudah
kehilangan arti atau malahan akan melengahkan anak. Keluarga, terutama
orang tua harus bisa merekontruksi manfaat deraan derita ini untuk anak-
anaknya, dan kemudian tauladan penyelesaiannya. Supaya ketika anak-
anak sudah menjadi insan dewasa di dunia kerja (atau menjadi orang tua)
dia dapat memberikan input bagi perilaku berorganisasi yang baik dan
produktif.
Menurut beliau anak itu punya kecenderungan untuk melakukan
sesuatu hal yang dia lihat tanpa harus dia mengetahui maksud dari apa
yang dilakukannya, maka dari itu didiklah anak dengan perbuatan nyata.
Perilaku keseharian orang tua lebih tajam daripada sejuta kata biarpun
kata-kata itu diucapkan setiap menitnya. Perilaku orang tua sehari-hari
bisa menjadi bahan bacaan (Iqra`) si anak. Semua hal yang terucap dan
terwujud dalam tindakan orang tua, lingkungan keluarga dan masyarakat
dibaca, disadari ataupun tidak.0
Semua hal yang disebutkan tadi itu hanya bisa terjadi jika keserasian
dalam pernikahan dapat diterapkan, karena keserasian itu menuntut
keseimbangan. Keseimbangan itu dapat dilihat dari berfungsinya peran
suami istri dalam mengelola keluarga. Seorang suami haruslah
menggunakan perasaan dalam memperlakukan istrinya, begitu juga
seorang isteri harus menggunakan pengetahuan (rasional) dalam
memperlakukan suaminya. Karena hanya dengan sikap seperti inilah
hidup dalam keluarga akan serasa sempurna.0
Di lingkungan masyarakat khususnya di lingkungan kerja, cara
mendidik beliau lebih mengutamakan memberikan keteladanan (uswatun
hasanah), karena keteladan itu diperlukan saat memimpin. Dibawah
kepemimpinan beliau, sangat jarang sekali ditemukan riak-riak
pemberontakan ataupun konflik yang tak bisa diredam. Semua itu dapat
beliau lakukan karena beliau tidak punya kepentingan, jika pun ada
kepentingan beliau, itu adalah untuk kepentingan bersama. Bagi beliau
0
Ibid., hlm. 118
0
Ibid., hlm. 121 - 123
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

konflik itu merupakan sunnatullah, semua itu adalah pertanda dinamika


manusia. Tugas kita adalah menyiasatinya agar konflik tadi bisa dirubah
menjadi energi untuk maju. Tanpa tekanan konflik, para pemimpin akan
cenderung berlengah-lengah, tetapi terlalu penuh konflik tak tertangani
juga tidak baik, karena ini menandakan tidak efektifnya kepemimpinan
yang sedang bekerja.
Begitulah sedikit banyak cara beliau dalam mendidik dilingkungan
hidupnya. Secara pribadi, kepribadian beliau tidaklah terbentuk dari hasil
yang instan, melainkan melewati benturan-benturan kehidupan yang sarat
akan penderitaan. Menurut beliau siapapun yang sudah menjalani masa
panjang kehidupan akan sampai pada kesimpulan bahwa penderitaan
adalah karunia Allah yang paling mahal, terutama apabila kita bisa
menghayati dengan baik. Derita akan mendewasakan dan menjadi guru
yang baik manakala anda kelak jadi pemimpin. Derita membuat kepekaan
empati kita pada orang lain semakin tinggi.0
Dari kisah perjalanan hidup beliau tersebut kalau boleh dirumuskan
secara konseptual bahwa pendidikan dengan makna luas yaitu
pengalaman dalam menjalani kehidupan, juga merupakan suatu proses
kehidupan yang harus dijalani dengan mensyukurinya. Proses pendidikan
dilakukan dimana saja dan kapan saja, tidak mengenal waktu dan tempat.
Tidak hanya di sekolah atau dalam ranah pendidikan formal saja, namun
pendidikan juga harus menyeluruh baik dari pendidikan formal, informal,
maupun nonformal.
4. Relevansi Pemikiran Prof. Zaini Dahlan M.A Tentang Pendidikan di
Era Modern
Bagi sebagian masyarakat, era modern saat ini disebut juga sebagai
era kemajuan, karena banyak ditemukannya penemuan-penemuan di
bidang ilmu dan teknonologi yang diharapkan mampu memudahkan
manusia dalam melayani dan memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya itu
kemajuan itu juga mempersempit bukan hanya ruang, tetapi juga waktu.
Ruang dan waktu yang sebelumnya terbentang luas, sekarang telah

0
Supriyadi dan Herien Priyono, 77 Tahun Prof. Zaini Dahlan M.A...., hlm. vii-viii.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

berhasil dilipat beberapa kali sehingga semakin menyempit. Penemuan


sains berupa alat transportasi dan telekomunikasi yang canggih telah
membuat ruang dan waktu menjadi sempit dan singkat, dan itu semuanya
tak ubahnya untuk eksistensi alat canggih yang ditemukan.0
Bagi sebagian masyarakat lainnya, era modern malah disebut sebagai
era kemunduran, dikatakan mundur karena masih banyak ditemukannya
persoalan-persoalan kehidupan yang itu ada kaitannya dengan
kepribadian diri manusia. Misalnya, semakin banyak pembangunan
gedung-gedung mewah semakin banyak pula kerusakan pada alam,
semakin banyak orang pintar tapi semakin sedikit orang yang memiliki
kebijaksanaan, semakin canggih alat komunikasi tetapi semakin sedikit
menjalin silaturrahmi, semakin banyak gerakan-gerakan moral tapi
semakin banyak orang-orang yang tak bermoral. Hal-hal semacam ini
bisa terjadi karena manusia modern lebih sibuk membangun kesuksesan
diluar dirinya dibandingkan membangun kesuksesan didalam dirinya
(dalam hal ini kemampuan yang ada dalam diri seseorang untuk
memfiltrasi asupan-asupan yang datang dari luar; baik berupa informasi,
budaya maupun ideologi). Manusia di era modern telah kehilangan jati
dirinya dan pegangan hidup seperti nilai-nilai etika dan spiritual
keagamaan, nilai-nilai luhur bangsa, nilai sosio-kultural atau tradisi
budaya, dan nilai filsafat hidup.0
Dari dua gambaran mengenai kondisi manusia di era modern saat ini,
penulis lebih menyoroti gambaran kedua mengenai kemunduran yang
dialami oleh manusia itu sendiri. Kemunduran-kemunduran yang dialami
oleh manusia di era modern saat ini itu bukanlah kemunduran yang terjadi
dari luar diri manusianya, tapi lebih kepada kemunduran yang dialami
dari dalam diri manusianya. Untuk mengatasi atau mengurangi persoalan
tersebut bisa dengan menguatkan dibidang pendidikannya, terutama
pendidikan keluarga. Pendidikan keluarga sangat berperan penting dalam

0
Danial, Seri Buku Daras: Filsafat Ilmu, cet. 1 (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2014),
hlm. 169.
0
Maragustam, Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter, (Yogyakarta:
Pascasarjana
FITK UIN Sunan Kalijaga, 2018), hlm. 246
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

mengatasi serta mengurangi dampak negatif dari persoalan tersebut


dikarenakan; Pertama, dasar-dasar kelakuan, kebiasaan dan sikap hidup
anak tertanam sejak di dalam keluarga, bahkan dimulai sejak dalam
kandungan. Kebiasaan-kebiasan yang baik dalam keluarga ini akan
menjadi karakter anak setelah ia dewasa. Kedua, karena anak menyerap
adat istiadat dan perilaku kedua orang tuanya dengan cara meniru atau
mengikuti yang disertai rasa puas dan senang. Ketiga, karena dalam
pendidikan keluarga secara natural, alami dan tidak dibuat-buat. Keempat,
karena dalam pendidikan keluarga berlangsung dengan penuh cinta kasih
dan keikhlasan. Kelima, karena dalam keluarga merupakan unit pertama
dalam masyarakat yang hubungan antar satu dengan lainnya sebagian
besar bersifat langsung.0 Dengan alasan-alasan tersebut, maka perlu ada
penguatan dalam pendidikan keluarga sebagai cara untuk mengatasi
permasalahan yang terjadi dan yang akan terjadi di era modern saat ini.
Jika dilihat dari pola pendidikan keluarga yang diterapkan oleh Prof.
Zaini Dahlan, bisa dikatakan masih relevan untuk digunakan hanya saja
perlu pembaruan dalam hal metode penerapan. Prof. Zaini Dahlan dalam
mendidik lebih banyak mendekatkan anaknya untuk merasakan
`kepahitan-kepahitan` dalan kehidupan. Misalnya melatih anak memiliki
rasa empati pada orang lain, beliau mengajak anaknya ke panti asuhan.
Melatih anak untuk memiliki rasa tanggung jawab terhadap sesuatu,
beliau memberikan anaknya tanggung jawab bekerja, seperti membagi
pekerjaan rumah. Pendidikan keluarga yang ditanamkan beliau juga tidak
hanya bersifat artifisial semata, melainkan juga pengalaman yang terjadi
secara alamiah.
Dalam konteks saat ini, sebagian keluarga barangkali untuk
menerapkan pola pendidikan tersebut tidaklah mudah, terutama bagi
sebagian orang tua yang terjebak pada rutinitas yang padat, sibuk, dan
kurang berpengetahuan tentang hal tersebut, ditambah lagi dengan sikap
orang tua yang memanjakan anak dengan memfasilitasi segala
keinginannya dan bukan berdasarkan kebutuhan si anak. Menyiasati hal

0
Ibid., hlm. 296.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

itu orang tua perlu sesekali atau menjadi rutinitas mingguan mengajak
anak untuk melakukan outbound bersama-sama, dengan maksud untuk
mengakrabkan diri antar anak dan orang tua juga mendekatkan
pengalaman kehidupan bagi si anak untuk merasakan langsung
pengalaman tersebut. Walaupun pada akhirnya dengan menggunakan
metode tersebut, memberikan hasil yang jauh berbeda dari segi kualitas
diri dengan pengalaman yang memang dibentuk secara alamiah. Juga bisa
dilakukan dengan memberikan pendidikan di Sekolah Alam untuk
melatih respon si anak terhadap dunia luar.
Tapi dari semua itu yang perlu diperhatikan dalam dalam
memberikan pengalaman `kepahitan` dalam hidup adalah bagaimana si
anak mengubah pengalaman pahit yang penuh penderitaan itu menjadi
energi positif bukan malah menjadi energi negatif. Sebagai contoh, saat
anak mengikuti outbound jangan sampai anak merasa itu hanya sekedar
kegiatan hiburan semata dan sebatas refreshing untuk menghilangkan
kepenatan dari aktivitas sehari-hari, tetapi anak harus mampu memaknai
bahwa kegiatan tersebut dapat berpengaruh pada pembentukan mental si
anak, dan peran itu ada di orang tua. Orang tualah yang harus
mengajarkan kepada anak makna sebenarnya dari kegiatan tersebut
dengan selalu bertanya dan memperhatikan perkembangan si anak selepas
dari kegiatan tersebut.
Pada hakekatnya pola pendidikan keluarga yang diterapkan oleh Prof.
Zaini Dahlan memang terkesan kuno dan kurang maju, tapi yang
namanya untuk membentuk kepribadian anak yang tangguh agar mampu
berjuang dalam kehidupannya di masa mendatang haruslah dididik
dengan keadaan dengan serba kekurangaan dan keterbatasan, karena itu
adalah pengalaman yang sulit dilupakan. Saat lingkungan sosial di era
modern hadir dengan memberikan anak kemapanan mengapa tidak kita
gunakan penderitaan. Memang harus diakui walaupun pola pendidikan
keluarga yang beliau lakukan masih memiliki banyak kekurangan, tapi
masih sangat relevan untuk digunakan sebagai bentuk perlawanan
terhadap dunia global.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

C. KESIMPULAN
Pemikiran Prof. Zaini Dahlan tentang Pendidikan tidak bisa dirumuskan
secara konseptual, tetapi hanya bisa dimaknai dalam arti luas, yakni
pendidikan adalah pengalaman dalam kehidupan, dan dalam proses
kehidupan harus dijalani dengan mensyukurinya. Proses pendidikan haruslah
dilakukan dimana saja dan kapan saja, tidak terikat oleh ruang dan waktu,
tidak hanya berlangsung di institusi formal pendidikan semata, juga harus
berlangsung di lingkungan sosial, baik di masyarakat maupun di keluarga.
Jangan sampai pendidikan yang didapatkan terlepas dari persoalan-persoalan
kehidupan.
Pola pendidikan keluarga yang diterapkan oleh Prof. Zaini Dahlan masih
relevan untuk digunakan di era modern saat ini, hanya saja perlu pembaruan
dalam metode penerapannya. Metode penerapan haruslah kontekstual
dengan tantangan zaman yang sedang dihadapi oleh si anak. Berilah anak
pengalaman langsung untuk merasakan `kepahitan-kepahitan` dalam
kehidupan, baik itu secara alamiah maupun artifisial. Dan amatilah
perkembangan si anak, apakah pengalaman-pengalaman itu disalurkan
menjadi energi positif dan bukan sebaliknya.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Abd Rahman., 2002, Aktualisasi Konsep dasar pendidikan


Islam, Yogyakarta: UII Press

Abdul Baqi Surur, Thaha., 1988, Imam Al-Ghazali Hujjatul Islam, Solo:
CV Pustaka Mantiq

Abdul Kholik, dkk 1999, Pemikiran Pendidikan Islam, kajian tokoh kasik
dan kontemporer. Semarang:Pustaka pelajar

Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, 2010, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kencana Prenada Media).

Abidin, Ahmad Zainal., 1975, Riwayat Hidup Imam Al-Ghazali, Jakarta:


Bulan Bintang
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Abudin Nata, 2009, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Raja Grafindo


Persada

-------1997. Filsafat Pendidikan Islam, Cet. I. Jakarta: Logos


----- 2005, Tokoh-tokoh pembaharu pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Agus Purwanto, 2015, Ayat-Ayat Semesta, Bandung, Mizan

Ahmad, Fuadi, 2015, Pemikiran KH Ahmad Dahlan Tentang Pendidikan


dan Implementasinya di SMP Muhammadiyah 6 Yogyakarta Tahun
2014/2015, Profetika Jurnal Studi Islam, Vol. 16, No.2, Desember
2015, Surakarta : Program Pascasarjana Universita Muhammadiyah
Solo

Ahmadi, Rulam., 2014, Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat


Pendidikan, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Al-Attas, Syed Muhammad Al-Naquib., 1992, Konsep Pendidikan dalam


Islam, terj. Haidar Bagir, Bandung: Mizan.

Aly, Abdullah. 2011. Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

An-Nahlawi, Abdurrahman., 1989. Prinsip-prinsip Dan Metoda


Pendidikan Islam Dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat. Alih
Bahasa Herry Noer Ali, Bandung: Diponegoro
--------------, 1995. Pendidikan Di Rumah, Sekolah, Dan
Masyarakat. Alih Bahasa Shihabuddin. Jakarta: Gema Insani Press
-------------------, 2005. Ushul At-Tarbiyah. lihat Abuddin Nata. 2005.
Filsafat Pendidikan Islam. Jakarata: Gaya Media Pratama.

Ar, Zulkarnain., 2010, Skripsi: “Pendidikan Islam Menurut Syekh


Muhammad Naquib Al-Attas”, dikutip dari
http://andeskopraya.blogspot.com/2010/04/skripsi-zulkarnain-
ar.html pada hari Selasa, 12 Maret 2019 pukul, 23.21 WIB, Curup:
STAIN Curup.

Amal Taufik Adnan., 1990, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi Atas
Pemikiran Hukum Fazlur Rahman, Bandung:Penerbit Mizan

Amin, Rifqi. 2015. Pengembangan Pendidikan Agama Islam, Yogyakarta:


LKIS Pelangi Aksara

Anisa Intan Permatasari, analisis filosofis tentang hereditas,


lingkungan dan kebebasan manusia dan hidayah Tuhan dalam
persfektif filsafat pendidikan
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Islam.http://piuii17.blogspot.com/2018/09/analisis-filosofis-tentang
hereditas.html, diakses pada 18 Februari 2019 pukul 14.00

Anshoriy Ch, Nasruddin, 2010, Matahari Pembaharu: Rekam Jejak KH


Ahmad Dahlan, Jogjakarta : Jogja Bangkit Publisher

Arifin, 2003, ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoretis dan Praktis


Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner. Jakarta: PT. Bumi
Aksara. 2003

--------1994. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Assegaf, Abd Rachman., 2011, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja


Grafindo Persada.

------- 2013, Aliran Pemikiran Pendidikan Islam; Hadharah Keilmuan


Tokoh Klasik Sampai Modern. Cet. Ke-2. Jakarta: Rajawali Pers.

Azhar Basyir, Ahmad., 1983,Miskawaih: Riwayat Hidup dan Pemikiran


Filsafatnya, Yogyakarta: Nur Cahaya.

Aziz, Abd., 2006. Filsafat Pendidikan Islam: Sebuah Gagasan


Membangun Pendidikan Islam. Surabaya: elKAF

Azra, Azyumardi. 2012, Pendidikan Islam Tradisi danModerenisasi di


Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana Prenadamedia
Group

Badaruddin, Kemas., 2009, Filsafat Pendidikan Islam (Analisis Pemikiran


Prof Dr. Syed Muhammad al-Naquib al-Attas), Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Bahreisj, Hussein., 1981, Ajaran-Ajaran Akhlak, Surabaya: Usana Offset
Printing

Baiquni, Achmad, dkk., 1993, 70 tahun H. A. Mukti Ali :Agama dan


Masyarakat, Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press.

Bakry, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam,bandung:pustaka bani


quraisy ,2005.,

Basri,hasan, Filafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2009.,

Bertrand Russel, 2004, Sejarah Filasafat Barat Kaitannya dengan


Kondisi Sosio-Politik Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta,
Pustaka Pelajar
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Burhanuddin, Afid, “Sumber-Sumber Pendidikan Karakter”, dikutip dari


Https://afidburhanuddin.wordpress.com/2015/01/17/sumber-
sumber-pendidikan-karakter-3/ pada hari Selasa, 26 Februari 2019
pukul, 23.30 WIB.

Danusiri, 1996, Epistemologi Dalam Tasawuf Iqbal, Yogyakarta, Pustaka


Pelajar

Darajat, Zakiah. 2014. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Daud, Wan Mohd Nor Wan., 1998, Filsafat dan Praktik Pendidikan Islam
Syed M. Naquib Al-Attas, Bandung: Mizan

Dedi Supriyadi, 2013, Pengantar filsafat Islam: Konsep, Filsuf, dan


Ajarannya, Bandung: Pustaka Setia.

Deliar Noer, 1985, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942,


Jakarta : LP3ES, Cet ke 3

Dipoyudo, Kirdi. Pancasila Arti dan Pelaksanaanya Jakarta: Yayasan


Proklamasi CSIS. 1984

Djamarah , Saiful Bakri. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.


Surabaya: Usaha Nasional. 1994

Edy Suandi Hamid, dkk. 2003, Zaini Dahlan: Sang Guru (Cetakan I),
Yogyakarta: UII Press.

Fattah Jalal, Abdul., 1988, Minal Ushulit Tarbawiyah Fil Islam, alih
bahasa Herry Noer Ali, Azaz-azaz Pendidikan Islam, Cet. 1
Bandung: cv. Diponegoro.

Ghafur, Abdul. Karya KH Abd Wahid Hasyim.


https://www.scribd.com/doc/288100742/karya-kh-abd-wahid-
hasyim-docx ( diakses pada Kamis, 18 April 2019 pukul 20.10 )

Guru PPKn. Ciri – Ciri Globalisasi. https://guruppkn.com/ciri-ciri-


globalisasi diakses pada 17 Maret 2019 pada pukul 20.15 WIB

Haikal, Husain., 2010, “Dinamika Kesederhanaan dan Keteladanan Sang


Guru”, Millah, Jurnal Studi Agama. Vol. IX, No. 2, Februari 2010,
Yogyakarta: Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Agama
Islam Universitas Islam Indonesia.
Hamid Syarif, 2009, Pengembanagan Kurikulum, Pasuruan: Garoeda
Buana Indah.

Hasibuan, Albar Adetary., 2015, Filsafat Pendidikan Islam (Tinjauan


Pemikiran Al-Attas dan Relevansiya dengan Pendidikan di
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Indonesia), Malang: UIN-Maliki Press.Al-Rasyidin dan Samsul


Nizar, 2005, Filsafat pendidikan Islam, Jakarta, Ciputat Press

Hasyimsyah Nasution, 2002, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama.

Hidayat, Muhammad Husnol.2015. Harun Nasution dan Pembaharuan


Pemikiran Pendidikan _____Islam, Jurnal Tadris Volume 10 nomor
1 Juni 2015, Pemekasan : MAN Jungcang

H.M.Arifin, 1994, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara

Ikhtiono, Gunawan., 2014, Konsep Pendidikan Non Dikotomik Dalam


Perspektif Fazlur Rahman, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara

Iqbal,Abu Muhammad.2015.PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM gagasan


gagasan besar para ilmuwan Muslim. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Irianto, Yoyon Bahtiar. 2011. Kebijakan Pembaharuan Pendidikan.


Jakarta: Raja Grafindo.

Ismail, Konsep Pendidikan KH. Ahmad Dahlan (Studi Tentang Filosofi


Pendidikan, Tujuan Pendidikan, Model Pendidikan, dan
Pembaharuan Pendidikan), Jurnal Online yang diakses dari
https://mrismail.web.id/journal-al-qalam/ Tanggal 16 April 2019,
Jam 21.00 WIB.

Jalaluddin., 2017, Filsafat Pendidikan Islam Dari Zaman Ke Zaman, Kota


Depok: PT Rajagrafindo Persada,

Juhaya S. Praja, 1997, Aliran- Aliran Filsafat dan Etika, Bandung:


Yayasan Piara

Kaelani, Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa


Indonesia.Yogyakarta: Paramadina.

Kompri. 2015. Manajemen Sekolah Orientasi Kemandirian Kepala


Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Lias Hasibuan, 2010, Kurukulum dan Pemikiran Pendidikan, Jakarta:


Gaung Persada Press.
Ludjito,Ahmad, Pemikiran al-Ghozali tentang
Pendidikan,yogyakarta:pustaka pelajar, 1998.

Madjidi, Busyairi.,1997,Konsep Kependidikan Para Filosof Muslim,


Yogyakarta: Al-Amin Press.

Mahabbah, Al. 2010. Biografi KH. Wahid Hasyim.


https://almahabbah89.wordpress.com/2010/10/24/biografi-k-h-
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

abdul-wahid-hasyim/ ( diakses pada Kamis, 18 April 2019 pukul


20.10 )

Mahfud, Choirul., 2016, Politik Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Mahmud, 2011, Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung, Pustaka Setia

Maragustam, 2016, filsafat pendidikan islam menuju pembentukan


karakter menghadapi arus global, yogyakarta, kurnia alam semesta

---------. 2018. Filsafat Pendidikan Islam Menuju Pembentukan Karakter.


Yogyakarta: Pascasarjana Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.
---------,2007 Pemikiran Pendidikan Syekh Nawawi Al- Bantani,
Yogyakarta: Datamedia.

Margin Suseno, Franz., 1987, Dasar Pendidikan: Masalah-Masalah


Pokok Filsafat Moral, Yogyakarta: Kanasius.

Mas’ud, Abdurrahman, 2006, Dari Haramain ke Nusantara: Jejak


Intelektual Arsitek Pesantren, Jakarta: Kencana

Mawaddah, Islahul, Pemikiran Filosofis K.H. Ahmad Dahlan Tentang


Pendidikan Dan Relevansinya Dengan Dunia Modern, makalah yang
diakses dari http://piuii17.blogspot.com/2018/09/pemikiran-filosofis-
kh-ahmad-dahlan.html, diakses pada Hari Sabtu, 23 Maret 2019, Jam
23.00 WIB

Menteri – Menteri Agama RI. 1998. Biografi Sosial Pollitik. Jakarta :


Badan Litbang Agama, Departemen Agama RI

Muhadjir, Noeng,. 2000, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial: Teori


Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta; Rake Sarasin

Muhaimin., 2012, Paradigma Pendidikan Islam (Upaya mengefektifkan


Pendidikan Agama Islam di sekolah), Yogyakarta: PT Remaja
Rosdakarya.

Muhammad Iqbal, Abu., 2013, Konsep pemikiran Al-Ghazali Tentang


Pendidikan,
Madiun: Jaya Star Nine

Muis Sad Iman, 2004, Pendidikan Partisipatif: Menimbang Konsep Fitrah


dan Progresivisme John Dewey, Yogyakarta: Safiria Insania Press

Mujib,Abdul;Mudzakkir,Jusuf,Ilmu Pendidikan Islam,Jakarta:kencana


prenada media, 2006.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Mulyasa, E. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya. 2007

Muniron, Epistemologi Ikhwan As-Shafa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,


2011).Mustofa, 2004, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia

Munir,Muammar.2017. Nurcholis Madjid dan Harun Nasution Serta


Pengaruh Pemikiran Filsafat, Jurnal _____Petita.Voleme 2 Nomor 2
November 2017, Aceh : Sekertaris LPPM IAI Alm slim Aceh

Mustofa, 2004, Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia

M. Syarif. 1985, Para Filosof Muslim, Bandung: MIZAN

Nana Syaodih Sukmadinata, 2010, Pengembangan Kurikulum Teori dan


prakte, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Netty Hastati dkk.,2005, Islam dan Psikologi (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada

Ngalim Purwanto, 2000, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya

Nurhabibah. 2018. Pemikiran Wahid Hasyim tentang Pendidikan dan


Relevansinya dengan Dunia Modern. Jurnal Literasi Vol. IX, No. 1

Nur Uhbiyati, 1997, Ilmu Pendidikan Islam 2 (Bandung: CV. Pustaka


Setia

Oemar amalik, 2008, Kurikulum Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara.

Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, 1979, Filsafah Pendidikan


Islam, Jakarta: Bulan Bintang.

O’neil, William F., alih Bahasa Omi Intan Naomi, 2001, Judul Terjemahan
Ideologi-Ideologi Pendidikan, Cet 1,Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Philip K. Hitti, 1972, History of Arab, London: The Macmillan Press ltd

Purwa Atmaja, 2013. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru.


Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Rahman, Fazlur., 2017, Islam Sejarah Pemikiran Dan Peradaban,
Bandung: Mizan Pustaka
---------------------1985, Islam Dan Modernitas Tentang Transformasi
Intelektual
Bandung: Penerbit Pustaka
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Rahmaniyah, Istigfarotur. 2010, Pendidikan Etika Konsep Jiwa dan Etika


Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di bidang
Pendidikan, Malang: UIN-Maliki Press.

Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 2006

Rasyidin, Al., dan Samsul Nizar, 2005, Filsafat Pendidikan Islam,


Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis. Jakarta; PT. Ciputat
Press.

Ridwan, Muhammad., “Konsep Tarbiyah, Ta’lim dan Ta’lim dalam Al


Qur’an”, Nazhruna : Jurnal Pendidikan Islam, vol. 1 No. 1 edisi
Maret 2018

Rohman, Mihtahur., Hairudin., “Konsep Tujuan Pendidikan Islam


Perspektif Nilai-Nilai Sosial Kultural”, Al-Tadzkiyyah : Jurnal
Pendidikan Islam, Vol. 9 No. 1 2009
Sadulloh, Uyoh., 2003. Pengantar Filsafat pendidikan. Bandung: Alfabeta

Sahlan, Asmaun., 2009, Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah : Upaya


Mengembangkan PAI dari Teori ke Aksi, Uin Maliki Press, Malang.

Santosa, Harry., 2017, Fitrah Based Education, cet.5, Depok: Yayasan


Cahaya Mutiara Timur

Saud, Saefudin,2009, Pengembangan Profesi Guru . Bandung: CV.


Alfabeta.

Setiadi, Elly M. 2003, Panduan Kuliah Pendidikan Pancasila Untuk


Perguruan Tinggi . Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Setiawan, Agung, 2016, “Konsep Pendidikan Menurut Al-Ghazali dan Al-


Farabi (Studi Komparasi Pemikiran)”, dalam Jurnal Tarbawiyah
(Jurnal Ilmiah Pendidikan), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
IAIN Metro Lampung, Vol. 13, Nomor 1, Januari 2016.

Setijo, Pandji. 2010, Pendidikan Pancasila, Perspektif Sejarah


Perjuangan Bangsa. Jakarta: PT. Grasindo.

Shihab, M. Quraish., 1996, Wawasan Al-Qur’an, cet-III, Bandung: Mizan.


----------., 2005, Membumikan Al-Quran : Peran dan Fungsi Wahyu dalam
Kehidupan Bermasyarakat, Bandung: Al-Mizan.

Siti Fauziah, 2017, “Konsep Fitrah Dan Bedanya Nativisme, Empirisme


Dan Konvergensi”, Jurnal Filsafat Dan Teologi Islam Vol.8 No.1,
Januari-Juni, Banten: State University of Islamic Sultan Maulana
Hasanuddin.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Siregar, Maragustam, Pemikiran Pendidikan Syekh Nawawi Al- Bantani,


Yogyakarta: Datamedia, 2007.

Sjachriyanto, Wawan., 2005, Al Quran dan Terjemahannya. Departemen


Agama Republik Indonesia, Quran Player.

Solihin, M. dan Rosihun Anwar, 2008, Ilmu Tasawuf, Bandung: Pustaka


Setia

S, Tatang. 2012. Ilmu Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Sudjana, Nana,.2002, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum


Disekolah. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Sumadi Suryabrata, 1993, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada

Supardi., Herian Priyono, 2003, “77 Tahun Prof. Zaini Dahlan, M.A:
Gaya Santri Kedu Mengelola Korporasi Diri dan Keluarganya
(Cetakan 1), Yogyakarta: UII Press.

Suparlan Suhartono, 2007, Filsafat Pendidikan, Yogyakarta, Ar-Ruz


Media

Supriyadi, Dedi. 2009, Pengantar Filsafat Islam, Bandung: Pustaka Setia

Sutari Imam Barnadib, 1995. Pengantar Ilmu Pendidikan Sistematis, Cet.


XV, Yogyakarta: Andi Offset.

Suwito dan Fauzan, Sejarah Para Tokoh Pemikiran Pendidikan,


Bandung: Angkasa, 2003.

Syah, Ahmad., “Term Tarbiyah, Ta'lim Dan Ta'dib Dalam Pendidikan


Slam:Tinjauan Dari Aspek Semantik”, Al fikra : Jurnal Ilmiah
Keislaman, Vol. 7 No. 1, Juli-Januari 2008

Syarif, Muhammad, Para Filosof Muslim, Bandung: MIZAN, 1985

Syed Muhammad naquib al-attas (terjemahan) Konsep pendidikan islam:


bandung, mizan

The 2nd Conference on Muslim Education, International Seminar on


Islamic Concepts and Curricula, Recommendation, 15-20, March
1980, Islamabad.

Thoha, Ahmadie. 2000. Terjemahan Muqaddimah Ibnu Khaldun. Jakarta :


Tim Pustaka Firdaus.
FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
Tinjauan Filosofis Terhadap Pemikiran Pendidikan ISlam

Ulwan. Abdullah Nasih ,“Tarbiyatul Aulad fil Islam”nterj Arif Rahman


Hakim dan Abdul Halim, Pendidikan Anak dalam Islam,

Undang- Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) dan


penjelasannya, Cet. I Yogyakarta: Media Wacana Press. 2003

Usman, Abu Bakar & Surahim. 2005, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan
Islam.Yogyakarta: Safiria Insania

Wan Mohd Wan Daud, 2003, Filisafat dan Praktik Pendidikan Islam
Syed M. Naquib Al-Attas, penerjemah: Hamid Fahmy, dkk.
Bandung: Mizan Media Utama.

Youval Noah Harari, 2018, Homo Deus, Jakarta, Pustaka Alvabet

Zainuddin, 1991, Seluk Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali, Jakarta:Bumi


Aksara,

Zubaedi, 2012, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar

--------2012, Isu-isu Baru dalam Diskursus Filsafat Pendidikan Islam dan


Kapita Selektika Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Zuhairini, dkk, 2015, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.

Zurqoni dan Mukhibat., 2014, Menggali Islam Membumikan Pendidikan


Upaya Membuka Wawasan Keislaman & Pemberdayakan
Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Anda mungkin juga menyukai