Perspektif 1

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

ULANGAN TUTORIAL 1

UNIVERSITAS TERBUKA
2024.1

Mata Kuliah : Persfektif Pendidikan SD


Kode Matakuliah : MKDK4104
Tutor : Syifa Syarifah, M.Pd
Hari / Tanggal : Sabtu, 11 Mei 2024
Nama : Asep Jamaludin
NIM Semester : VII (Tujuh)

Jawaban Ulangan Tutorial 1

1. Upaya yang bisa dilakukan guna tercapainya fungsi atau tujuan dari pendidikan SD di
Indonesia!
Sebelum dipaparkan tentang upaya-upaya apa saja yang dilakukan guna tercapainya fungsi atau
tujuan dari pendidikan SD di Indonesia, ada baiknya diketahui terlebih dahulu apa funsi dan
tujuan dari pendidikan di sekolah dasar.
Tujuan Pendidikan SD
a. Menanamkan kemampuan dasar baca-tulis-hitung, kemampuan dasar baca-tulis-hitung
dianggap merupakan prasyarat bagi setiap orang untuk mampu hidup secara wajar dalam
masyarakat yang selalu berkembang.
b. Menanamkan pengetahuan dan keterampilan dasar yang bernanfaat bagi siswa sesuai
dengan tingkat perkembangannya. Keterampilan dasar ini sering disebut sebagai “life
skills”.
c. Mempersiapkan siswa untuk mengikuti pendidikan di SMP. Pendidikan SMP juga berada
pada jenjang pendidikan dasar. Penyiapan siswa untuk mengikuti pendidikan SMP terutama
dilakukan dikelas-kelas tinggi SD, terutama dilakukan dikelas-kelas tinggi SD, terutama
dikelas VI
Fungsi Pendidikan SD
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak Mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Berdasarkan dari tujuan serta fungsi dari pendidikan sekolah dasar di Indonesia yang selalu
mengalami perubahan kurikulum pada tiap pergantian kekuasaan pemerintahan untuk mencapai
tujuan serta funsi pendidikan di Indonesia sudah tentu yang terlebih dahulu di pahami adalah
sejauh mana perkembangan peserta didik dalam memahami dan menerima materi yang sudah
diterimanya. Akan tetapi perlu disadari juga hambatan serta tantangan yang dihadapi oleh
seorang guru dalam mencapai tujuan serta fungsi dari pendidikan sekolah dasar., guru harus
lebih maju dan kreatif serta lebih gigih dan belajar memahami perkembangan peserta didiknya.
Ada beberapa cara dalam mencapai dari tujuan serta funsi pendidikan sekolah dasar tersebut,
diantaranya :
a. Guru lebih memperbanyak belajar dari berbagai sumber bukan hanya yang bersifat
tekstual saja, akan tetapi memahami pula kondisi lingkungan tempat peserta didik
bersosial,
b. Menciptakan kedekatan dengan orang tua peserta didik lebih intens agar permasalahan-
permasalahan yang muncul pada peserta didik lebih mudah menghadirkan solusinya.
c. Mempertajam dan memperkuat penanaman budi pekerti luhur kepada peserta didik
melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler disekolah, contoh : kepramukaan, PMR dan
kegiatan positif yang diminati oleh peserta didik.
d. Menguasai beragam metode pendekatan yang solutif guna memancing minat peserta
didik untuk lebih giat belajar dan berkembang bukan hanya dilingkungan sekolah.
2. Landasan Filosofis dan psikologis-pedagogis
Pandangan Filosofis dan psikologis-pedagogis mewakili cara pandang pakar dalam bidang
filsafat, psikologi, dan pedagogic/ilmu mendidik terhadap keniscayaan proses pendidikan untuk
usia sekolah 6-13 tahun. Dikatakan suatu keniscayaan karena pendidikan untuk anak usia
tersebut berlaku universal dann telah menjadi kenyataan atau sering disebut juga sebagai
condition sine quanon. Keniscayaan pendidikan pada anak usia antara 6-13 tahun diperlukan
sebuah system pendidikan persekolahan yang dapat dianggap tepat untuk dilakukan dalam
mempengaruhi, serta mengkondisikan perkembangan mental, fisik serta kedewasaan anak
dalam menjajaki sisi kedewasaannya baik secara sistemik maupun sistem. Dimana
perkembangan anak akan terjadi secara alamiah berdasarkan pengaruh dari lingkungan
sosialnya, pendidikannya bahkan dilingkungan keluarganya yang merupakan inti dari
berlangsungnya pendidikan awal.
3. Ciri-ciri Umum dan Khusus yang membedakan antara jenjang pendidikan SD dengan jenjang
pendidikan lainnya.
a. Ciri Umum Pendidikan SD
Pendidikan SD mempunyai ciri khas yang membedakan dari satuan pendidikan lainnya.
Paling tidak, ada empat sasaran utama dalam pendidikan SD, yaitu sebagai berikut. (Ditjen
Dikti, 2006).
- Kemelekwacanaan (literacy). Pendidikan SD diarahkan pada pembentukan
kemelekwacanaan, bukan pada pembentukan kemampuan akademik. Kemelekwacanaan
merujuk pada pemahaman siswa tentang berbagai fenomena/gagasan dilingkungannya
dalam rangka menyesuaikan perilaku dengan kehidupan.
- Kemampuan berkomunikasi. Pendidikan SD diarahkan untuk pembentukan
kemampuan berkomunikasi, yaitu mampu mengomunikasikan sesuatu, baik buah
pikiran sendiri maupun informasi yang didapat dari berbagai sumber, kepada orang lain
dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
- Kemampuan memecahkan masalah (problem solving), yang mencakup merasakan
adanya masalah, mengidentifikasi masalah, mencari informasi untuk memecahkan
masalah, mengeksplorasi alternatif pemecahan masalah, dan memilih alternatif yang
paling layak.
- Kemampuan bernalar (reasoning), yaitu menggunakan logika dan bukti-bukti secara
sistematis dan konsisten untuk sampai pada kesimpulan. Pendidikan SD diarahkan
untuk mengembangkan kemampuan siswa berfikir logis sehingga kemampuan
bernalarnya berkembang.
b. Ciri Khusus Pendidikan SD
Berbicara tentang karakteristik khusus pendidikan di SD akan meliputi pembahasannya
pada komponen-komponen pendidikan SD secara khusus, yang meliputi pembahasan
tentang siswa, guru, kurikulum, pembelajaran, gedung dan fasilitas.
- Siswa SD
Siswa SD adalah anak-anak yang berusia 6-12 tahun, yang tentu saja berbeda dengan
usia siswa pada satuan pendidikan lainnya. Disamping dari segi usia, siswa SD juga
mempunyai karakter fisik dan mental yang berbeda. Dari segi kemampuan kognitif ,
siswa SD berada pada tahap pra-operasional, operasi konkret, dan pada awal operasi
abstrak; sedangkan siswa SMP dan SMA sudah berada pada tahap operasi abstrak.
- Guru
Guru SD adalah guru kelas yang wajib mengajarkan lima mata pelajaran di SD, yaitu
Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS), dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Tidak mustahil pula guru SD
mengajarkan mata pelajaran lain, kecuali agama dan Pendidikan Jasmani.
- Kurikulum
Kurikulum SD merupakan bagian dari kurikulum Pendidikan Dasar, yang mempunyai
tujuan yang khas yaitu mengembangkan kemampuan dasar anak SD. Sesuai dengan
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37,
kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat :
1) Pendidikan Agama 7) Seni dan Budaya
2) Pendidikan 8) Pendidikan Jasmanai dan
kewarganegaraan Olahraga
3) Bahasa 9) Keterampilan/kejuruan,
4) Matematika dan
5) Ilmu Pengetahuan Alam 10) Muatan lokal
6) Ilmu Pengetahuan Sosial
- Pembelajaran
Jika dikaitkan dengan empat karakteristik utama pendidikan SD (kemelekwacanaan,
komunikasi, pemecahan masalah, dan kemampuan bernalar) serta karakteristik anak
usia SD, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pembelajaran di SD seyogianya
berbeda dari pembelajaran di SMP, lebih-lebih di SMA. Dismaping itu, pembelajaran di
SD seyoianya menghargai cara pandang anak yang masih bersifat holistic, terutama
dikelas-kelas awal.
- Gedung dan peralatan pembelajaran
Gedung dan peralatan SD sangat bervariasi. Ada SD yang gedung dan peralatan
pembelajaran sangat sederhana, bahkan sangat menyedihkan, sebagaiman yang sering
ditayangkan dilayar televisi dan diberitakan dikoran-koran, ada yang sedang atau cukup
saja, ada yang baik, dan bahkan ada yang sangat mewah. Namun, secara umum dapat
dikatakan bahwa gedung SD terdiri dari 3-6 ruang kelas, ruang guru, dan ruang kepala
sekolah. Ruang khusus untuk administrasi atau perpustakaan tidak ada, bahkan kadang-
kadang ruang guru pun tidak tersedia.
4. Perkembangan pendidikan SD pada era reformasi
Ketentuan perundang-undangan yang mengatur Sistem Pendidikan Nasional pada Era
Reformasi adalah pasal 31 UUD 1945 sebelum dan sesudah di amandemen yang yang
dijabarkan secara legal formal ke dalam undang-undang No. 2 Tahun 1989, tentang system
Pendidikan Nasional (SISDIKNAS), yang mengatur pendidikan nasional sampai dengan tahun
2003, dan undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional
(SISDIKNAS) , yang mengatur pendidikan nasional dari tahun 2003 sampai dengan saat ini,
dengan Peraturan Pemerintah RI. Secara garis besar perkembangan pendidikan Sekolah Dasar
ditandai dengan hal-hal penting diantaranya :
a. Melalui Perundang-undangan
Ketentuan Perundang-undangan yaitu Pasal 31 UUD 1945, yang terjabar atas:
- UU No.2 Thn.1989 tentang SISDIKNAS
- UU No.20 Thn.2003 tentang SISDIKNAS
- PPRI No.19 Thn.2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
- PP No.32 Thn.2013 tentang SNP
Selain itu, dengan diterapkannya Paradigma desentralisasi pendidikan yang menekankan
pada otonomi daerah, melalui peran pemerintah daerah.
b. Kebijakan Strategis
Pembaharuan sistem pendidikan meliputi penghapusan diskriminasi antara pendidikan yang
dikelola pemerintah dan pendidikan yang dikelola masyarakat, sera pembedaan antara
pendidikan agama dan pendidikan umum.
Ditandai dengan lahirnya Standar Nasional Pendidikan, yang terdiri atas:
- Standar isi
- Standar Proses
- Standar Kelulusan
- Standar Pendidik dan Tenaga Pendidik
- Standar Sarana dan Prasarana
- Standar Pengelolaan
- Standar Pembiayaan
- Standar Penilaian
SNP merupakan sarana penjamin mutu pendidikan nasional yang pengembangan dan
pemantauan dilakukan oleh Badab Standarisasi Nasional Pendidikan ( BNSP). Selain itu
berkembangnya tahapan atau go;ongan pendidikan, yaitu:
a. Informal, contohnya pendidikan didalam keluarga
b. Formal, contohnya pendidikan di sekolah
Non Formal, contohnya pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, seperti kursus.
c. Isi dan proses
- Kurikulum dan perangkat pendidikan
Era reformasi perubahan kurikulum yang terjadi menggunakan kurikulum KTSP, dengan
ketentuan sebagai berikut:
 Menggunakan pendekatan tematik untuk kelas I,II dan III, dan pendekatan mata
pelajaran untuk kelas IV,V dan VI
 Silabus dan RPP dikembangkan oleh lembaga sekolah atau guru disesuaikan dengan
kondisi tingkat satuan pendidikan.
 Mewajibkan ekstra kurikuler pramuka
Stuktur kurkulum terdiri atas:
a. Mata pelajaran, yaitu: Pendidikan Agama, PKN, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,
SBK, PENJASKES.
b. Muatan Lokal, Yaitu Bahasa Daerah, Bahasa Inggris
c. Pengembangan Diri
Jam mengajar terdiri atas:
1) Kelas I : 26 jam + 4 jam = 30 jam
2) Kelas II : 27 jam + 4 jam = 31 jam
3) Kelas III : 28 jam + 4 jam = 32 jam
4) Kelas IV : 32 jam + 4 jam = 36 jam
5) Kelas V : 32 jam + 4 jam = 36 jam
6) Kelas VI : 32 jam + 4 jam = 36 jam
Pengolahan
Pengelolaan pendidikan, pengembangan dan penerapan MBS diterapkan secara bertahap untuk
mewadahi konsep si otonomi pendidkan pada tingkat satuan pendidikan.
5. Perkembangan moral dan agama peserta didik dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.
a. Perkembangan Moral Peserta didik
Moral berkenaan dengan perilaku baik atau buruk pada seseorang. Pendidikan SD tidak sekedar
bertujuan untuk menjadikan peserta didik menjadi manusia yang cerdas, tapi juga manusia yang
baik. Moral berasal dari kata latin “mores” yang berarti tatacara, kebiasaan dan adat. Perilaku
sikap moral Perilaku sikap moral berarti perilaku yang sesuai dengan kode moral kelompok
sosial, yang dikendalikan oleh konsep moral. Yang dimaksud dengan konsep moral ialah
peraturan perilaku yang telah menjadi kebiasaan bagi anggota suatu budaya. Konsep moral
inilah yang menentukan pola perilaku yang diharapkan dari seluruh anggota kelompok. Istilah
moral sendiri mengarah pada konsep benar salah, baik buruk, sehingga pemaknaan seseorang
harus mengarah pada “yang boleh” dan “yang dilarang”, serta “yang harus dilakukan” dan
“yang tidak pantas dilakukan”. Dua konsep yang saling berlawanan tersebut menegaskan pada
dualisme moral pada diri manusia. Disatu pihak berkeinginan pada hal-hal yang bersifat baik
dan positif dan dilain pihak memiliki kecendrungan kearah yang buruk dan negatif. Untuk itu
agar dapat melakukan pemaknaan pada hal-hal yang baik secara lebih mendalam dalam batin
seseorang harus ada kesadaran moral (Tafsir, 2002). Menurut Piaget hakikat moralitas adalah
kecenderungan menerima dan menaati sistem peraturan. Selanjutnya, Kohlberg mengemukakan
bahwa aspek moral adalah sesuatu yang tidak dibawa dari lahir, tetapi sesuatu yang
berkembang dan dapat diperkembangkan/dipelajari. Perkembangan moral merupakan proses
internalisasi nilai/norma masyarakat sesuai dengan kematangan dan kemampuan seseorang
dalam menyesuaikan diri terhadap aturan yang berlaku dalam kehidupannya. Jadi,
perkembangan moral mencakup aspek kognitif yaitu pengetahuan tentang baik/buruk atau
benar/salah, dan aspek afektif yaitu sikap perilaku moral mengenai bagaimana cara
pengetahuan moral itu dipraktekan. Pada sikap dan perilaku moral tersirat nilai-nilai yang
dianut berkaitan dengan nilai mengenai sesuatu yang dikatakan baik dan benar, patut, dan
seharusnya terjadi. Sikap moral sebagian besar diteruskan dari generasi ke generasi melalui
proses pendidikan seumur hidup. Ada nilai-nilai yang perlu dipertahankan, ada yang diasimilasi
ke arah kemajuan atau perubahan progresif, tetapi ada juga yang berubah atau bergeser karena
berbagai faktor yang mempengaruhinya.
b. Perkembangan Agama peserta didik
Membangun perkembangan agama dan keberagamaan pada usia ini dapat dilakukan
dengan pendekatan tafakur alam. Pada usia SD, anak sedang tertarik dengan alam,
sehingga memiliki perasaan yang kuat kepada alam. Sampai membangun
kemampuan berkomunikasi dengan alam dan ini merupakan pokok bagi setiap orang
dalam perkembangan spiritual. Proses perkembangan agama dan keagamaan pada usia
SS, pembentukan akhlak dilakukan dengan berbagai pendekatan. Sekolah dan orang tua
melakukannya melalui beberapa kesempatan pergaulan sebagai berikut :
1. Dalam permainan.
2. Dalam latihan-latihan / praktek apa kerja sehari-hari
3. Melalui peintah orang tua
Pengaruh orang tua memberikan kesan kepada anak bahwa dalam kehidupan sehari-hari,
si anak harus senantiasa terikat dengan kehidupan orang tua, sebab pada hakekatnya mereka
masih membutuhkan bantuan orang tua. Maka dengan demikian terdapat kecenderungan
anak untuk menggantungkan diri pada orang tua. Proses perkembangan naluri beragama akan
dapat berjalan dengan pertumbuhan fisik anak. Dampak jiwa agama dalam sikap dan
tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari, cenderung untuk mengadaptasikan dirinya
dengan lingkungan sekitarnya. Anak-anak usia SD menerima agama secara sederhana dan
global. Penerimaan tersebut adalah mereka mengikuti kehendak orang tuanya. Kepercayaan
agama bagi anak akan lebih mudah tertanam jiwa anak, apabila melalui ceritera-ceritera
atau dongeng-dongeng orang sakit, atau cerita agama, cerita nenek moyang dahulu, serta
kisah-kisah tokoh agama dan sebagainya. Kepercayaan agama bagi anak akan bertambah
lagi, melalui latihan-latihan dan didikan yang diterima dalam lingkungannya. Biasanya
kepercayaan itu berdasarkan konsepsi-konsepsi yang nyata dan konkrit sehingga anak
tersebut mudah mengasosiasikannya dengan kehidupan sehari-hari. Anak-anak tersebut
menerima agama berdasarkan gambaran yang pernah dilihatnya atau pernah di dengarnya
dan lain sebagainya. Potensi keagamaan yang ada pada diri setiap anak akan berkembang
sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan psychisnya semakin besar anak
tersebut, maka akan semakin jelas faham akan ajaran agama dilakukannya itu. Dengan
demikian pertumbuhan dan perkebangan jiwa agama bagi anak akan semakin sempurna
pula.

Anda mungkin juga menyukai