LP DBD 2024 RSMP
LP DBD 2024 RSMP
LP DBD 2024 RSMP
DOSEN PEMBIMBING:
YUDI ABDUL MAJID., S.Kep., NS., M.Kep
2. Klasifikasi
Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksius Dengue
DD/DBD Derajat Gejala
DD Demam disertai 2 atau lebih tanda : sakit kepala,
nyeri retro-orbital, sakit pada otot, sakit pada
persendian
DBD I Gejala diatas ditambah uji bendung positif
DBD II Gejala diatas ditambah perdarahan
spontan
DBD III Gejala diatas ditambah kegagalan sirkulasi (kulit dingin
dan lembab serta gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan tekanan darah dan nadi tidak
terukur
Sumber : Soadjas, 2011
3. Etiologi
Penyebab penyakit DBD adalah virus dengue. Virus dengue ini terutama
ditularkan melaui vektor nyamuk Aesdes aegypti. Jenis nyamuk ini terdapat hampir
diseluruh Indonesia kecuali ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut. Di
Indonesia, virus tersebut sampai sampai saat ini telah diisolasi menjadi 4 serotipe
virus dengue yang termasuk dalam grup B dari arthropedi borne viruses(Arboviruses),
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. DEN-3 merupakan penyebab terbanyak di
Indonesia. Infeksi salah satu serotipe menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap
serotipe bersangkutan, tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe lain (Nursalam
dkk,2018
4. Patofisiologi
Virus dengue yang pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk aedes dan menginfeksi pertama kali memberi gejala DF. Pasien akan
mengalami gejala viremia seperti demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh
badan, hyperemia ditenggorok, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin terjadi
pada RES seperti pembesaran kelenjer getah bening, hati, dan limfa. Reaksi yang
berbeda nampak bila seseorang mendaparkan infeksi berulang dengan tipe virus yang
berlainan. Hal ini disebut the secondary heterologous infection atau the sequential
infection of hypothesis. Re-infeksi akan menyebabkan suatu rekasi anamnetik
antibody, sehingga menimbulkan konsentrasi kompleks antigen antibody (kompleks
virus antibody) yang tinggi (Wijaya & Putri, 2019).
Akibat aktivitas C3 dan C5 akan dilepaskan C3a dan C5a, 2 peptida yang
berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat yang
menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding kapiler/vaskuler sehingga cairan
dari intravaskuler keluar ke ekstravaskuler atau terjadinya perembesaran plasma
akibat pembesaran plasma terjadi pengurangan volume plasma yang menyebabkan
hipovolemia, penurunan tekanan darah, hemokonsentrasi, hipoproteinemia, efusi dan
renjatan (Ngastiyah, 2020).
7. Komplikasi
Komplikasi penyakit demam berdarah (DBD). Dalam beberapa kasus penyakit
DBD bisa berkembang sehingga kondisi menjadi lebih buruk dan membahayakan
nyawa. Kondisi tersebut dikenal sebagai penyakit DBD berat. Berikut ini beberapa
tanda-tanda atau gejala dari penyakit DBD berat:
1. Tubuh yang terasa sangat lelah
2. Perut terasa nyeri dan berkelanjutan
3. Sering terasa mual dan muntah
4. Demam yang sering naik turun
5. Terjadi pembengkakan pada organ hati yang juga bisa terlihat dari luar tubuh dan
terasa sakit apabila disentuh.
6. Terjadi pendarahan yang keluar melalui hidung (mimisan), muntah yang disertai
darah, atau bahkan air seni atau tinja yang berdarah.
Selain itu, komplikasi lainnya yang masih berhubungan dengan penyakit DBD
adalah menurunnya tekanan darah secara drastis dan mendadak yang disebut sebagai
dengue shock syndrome. Berikut ini beberapa gejalanya yang biasanya juga akan
muncul:
1. Denyut nadi menjadi lebih cepat dan lemah
2. Mulut yang terasa kering
3. Nafas yang terengah-engah
4. Kulit yang terasa dingin dan lembab
5. Menurunnya frekuensi dari buang air kecil
Apabila merasakan gejala komplikasi penyakit DBD sebaiknya segera bawa
diri anda ke dokter untuk diperiksa. Penanganan yang dilakukan secara cepat dan
tepat bisa mencegah penyakit tersebut bertambah menjadi lebih parah. Di rumah sakit,
penderita penyakit DBD bisa mendapatkan cairan infus yang dapat menstabilkan
tekanan darah serta untuk menghindari terjadinya dehidrasi.
8. Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan darah
1. Pemeriksaan Darah lengkap
a) Hemoglobin biasanya meningkat, apabila sudah terjadi perdarahan yang
banyak dan hebat Hb biasanya menurun 14 Poltekkes Kemenkes Padang
Nilai normal: Hb: 10-16 gr/dL
b) Hematokrit meningkat 20% karena darah mengental dan terjadi kebocoran
plasma Nilai normal: 33- 38%
c) Trombosit biasa nya menurun akan mengakibat trombositopenia kurang
dari 100.000/ml Nilai normal: 200.000-400.000/ml
d) Leukosit mengalami penurunan dibawah normal Nilai normal: 9.000-
12.000/mm3
2. Pemeriksaan kimia darah akan menunjukkan: hipoproteinemia, hipokloremia,
dan hiponatremia
3. Pemeriksaan analisa gas darah, biasanya diperiksa:
a) pH darah biasanya meningkat Nilai normal: 7.35-7.45
b) Dalam keadaan lanjut biasanya terjadi asidosis metabolik mengakibatkan
pCO2 menurun dari nilai normal (35 – 40 mmHg) dan HCO3 rendah.
B. Pemeriksaan rontgen thorak
Pada pemeriksaan rontgen thorak ditemukan adanya cairan di rongga pleura yang
meyebabkan terjadinya effusi pleura. (Wijayaningsih, 2013).
9. Penatalaksanaan
Ngastyah (2014), menyebutkan bahwa penatalaksanaan pasien DBD ada
penantalaksanaan medis dan keperawataan diantanya :
A. Penatalaksanaan Medis
1. DBD tanpa renjatan
Demam tinggi, anoreksia, dan sering muntah menyebabkan pasien dehidrasi
dan haus. Orang tua dilibatkan dalam pemberian minum pada anak sedikt demi
sedikit yaitu 1,5-2 liter dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan
obat antipiretik dan kompres 15 Poltekkes Kemenkes Padang hangat. Jika anak
mengalami kejang-kejang diberi luminal dengan dosis : anak yang berumur 1
tahun 75mg. atau antikonvulsan lainnya. Infus diberikan pada pasien DHF
tanpa renjatan apabila pasien teruss menerus muntah, tidak dapat diberikan
minum sehingga mengancan terjadinya dehidrasi atau hematokrit yang
cenderung meningkat.
2. DBD disertai renjatan Pasien yang mengalami renjatan (syok) harus
segara dipasang infus
sebagai pengganti cairan yang hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang
biasanya diberikan Ringer Laktat. Pada pasien dengan renjatan berat
pemberian infus harus diguyur. Apabila renjatan sudah teratasi, kecepatan
tetesan dikurangi menjadi 10 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan renjatan berat
atau renjatan berulang perlu dipasang CVP (central venous pressure) untuk
mengukur tekanan vena sentral melalui safena magna atau vena jugularis, dan
biasanya pasien dirawat di ICU.
B.Penatalaksanaan keperawatan
1. Perawatan pasien DBD derajat I
Pada pasien ini keadaan umumya seperti pada pasien influenza biasa dengan
gejala demam, lesu, sakit kepala, dan sebagainya, tetapi terdapat juga gejala
perdarahan. Pasien perlu istirahat mutlak, observasi tanda vital setiap 3 jam,
periksa Ht, Hb dan trombosit secara periodik (4 jam sekali). Berikan minum 1,5-2
liter dalam 24 jam. Obat-obatan harus diberikan tepat waktunya disamping
kompres hangat jika pasien demam.
2. Perawatan pasien DBD derajat II
Umumnya pasien dengan DBD derajat II, ketika datang dirawat sudah dalam
keadaan lemah, malas minum dan tidak jarang setelah dalam perawatan baru beberapa
saat pasien jatuh kedalam keadaan renjatan. Oleh karena itu, lebih baik jika pasien
segera dipasang 16 Poltekkes Kemenkes Padang infus. Bila keadaan pasien sangat
lemah infus lebih baik dipasang pada dua tempat.
Pengawasan tanda vital, pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin serta
trombosit.
3. Perawatan pasien DBD derajat III (DSS)
Pasien DSS adalah pasien gawat maka jika tidak mendapatkan penanganan yang
cepat dan tepat akan menjadi fatal sehingga memerlukan perawatan yang intensif.
Masalah utama adalah kebocoran plasma yang pada pasien DSS ini mencapai
puncaknya dengan ditemuinya tubuh pasien sembab, aliran darah sangat lambat
karena menjadi kental sehingga mempengaruhi curah jantung dan menyebabkan
gangguan saraf pusat. Akibat terjadinya kebocoran plasma pada paru terjadi
pengumpulan cairan didalam rongga pleura dan menyebabkan pasien agak dispnea,
ntuk meringankan pasien dibaringkan semi-fowler dan diberikan O2. Pengawasan
tanda vital dilakukan setiap 15 menit terutama tekanan darah, nadi dan pernapasan.
Pemeriksaan Ht, Hb dan trombosit tetap dilakukan secara periodik dan semua
tindakan serta hasil pemeriksaan dicatat dalam catatan khusus.
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dalam melakukan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal yang
penting di lakukan baik saat pasien pertama kali masuk rumah sakit maupun selama pasien dirawat di
a. Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia kurang dari 15
tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, dan
b. Keluhan utama
Alasan atau keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang kerumah sakit
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dan saat demam
kesadaran composmetis. Turunnya panas terjadi antara hari ke-3 dan ke-7 dan anak
semakin lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah,
anoreksia, diare atau konstipasi, sakit kepala, nyeri otot, dan persendian, nyeri ulu hati,
dan pergerakan bola mata terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit,
e. Riwayat Gizi
Status gizi anak DHF dapat bervariasi. Semua anak dengan status gizi
f. Kondisi Lingkungan
yang kurang bersih (seperti air yang menggenang atau gantungan baju
dikamar)
g. Pola Kebiasaan
dan menurun.
hematuria.
3) Tidur dan istirahat: anak sering mengalami kurang tidur karena
5) Perilaku dan tanggapan bila ada keluarga yang sakit serta upaya
nadi lemah, kecil dan tidak teratur, serta takanan darah menurun.
10) Ekstremitas : dingin serta terjadi nyeri otot sendi dan tulang.
i. Pemeriksaan laboratorium
dan hiponatremia
2. Diagnosa Keperawatan
terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik berlangsung aktual
individu, keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan.
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus DHF yaitu (Erdin 2018) (SDKI DPP
PPNI 2017) :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit ditandai dengan suhu tubuh diatas
nilai normal
Tindakan
Observasi
1. Identifikasi
penyebab
hipotermia (mis.
dehidrasi,
terpapar
lingkungan
panas,
penggunaan
inkubator)
2. Monitor suhu
tubuh
3. Monitor kadar
elektrolit
4. Monitor
haluaran urine
5. Monitor
komplikasi
akibat
hipertermia
Terapeutik
1. Sediakan
lingkungan
yang dingin
2. Longgarkan
atau lepaskan
pakaian
3. Basahi dan
kipas
permukaan
tubuh
4. Berikan cairan
oral
5. Ganti linen
setiap hari atau
lebih sering
jika mengalami
hiperhidrosis
(keringat
berlebih)
6. Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada dahi,
leher, dada,
abdomen,
aksila)
7. Hindari
pemberian
antipiretik atau
aspirin
8. Berikan
oksigen, jika
perlu
Edukasi
1. Anjurkan tirah
baring
2. Kolaborasi
3. Kolaborasi
pemberian
cairan dan
elektrolit
intravena, Jika
perlu
2 Hipovolemia (D.0023) Setelah dilakuka intervensi Manajemen
berhubungan dengan 3x24 jam diharapkan Hipovolemia (I.03116)
peningkatan status cairan membaik
permeabilitas kapiler (L.03208) Definisi
Terapeutik
1. Hitung kebutuhan
cairan
2. Berikan posisi
modified
Trendelenburg
3. Berikan asupan
cairan oral
Edukasi
1. Anjurkan
memperbanyak
asupan cairan
oral
2. Anjurkan
menghindari
perubahan posisi
mendadak
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian cairan
IV isotonis (mis.
NaCl, RL)
2. Kolaborasi
pemberian cairan
IV hipotonis (mis.
glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
3. Kolaborasi
pemberian cairan
koloid (mis.
albumin,
plasmanate)
4. Kolaborasi
pemberian produk
darah
3 Defisit nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan intervensi 3 kali 24 jam (I.03119)
diharapkan status nutrisi
faktor psikologis
membaik (L.03030) Definisi
Terapeutik
1. Lakukan oral
hygienis sebelum
makan, jika perlu
2. Fasilitasi
menentukan
pedoman diet
(mis. piramida
makanan)
3. Sajikan makanan
secara menarik
dan suhu yang
sesuai
4. Berikan makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan
tinggi kalori dan
tinggi protein
6. Berikan suplemen
makanan, jika
perlu
7. Hentikan
pemberian
makanan melalui
selang
nasogastrik jika
asupan oral dapat
ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi
duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
medikasi sebelum
makan (mis.
pereda nyeri,
antlemetik), jika
perlu
2. Kolaborasi
dengan ahli gizi
untuk
menentukan
jumlah kalori dan
jenis nutrien yang
dibutuhkan, jika
perlu
4 Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan Pengaturan Posisi
berhubungan dengan intervensi 3 kali 24 jam (I.01019)
gejala penyakit diharapkan status
(D.0074) kenyamanan meningkat Definisi
(L.08064)
Menempatkan bagian
1. Kesejahteraan fisik tubuh untuk
meningkat meningkatkan
2. Kesejahteraan kesehatan fisiologis
psikologi dan atau psikologis
meningkat
3. Rileks meningkat Tindakan
4. Keluhan tidak
nyaman menurun Observasi
5. Gelisah menurun
1. Monitor status
oksigen sebelum
dan sesudah
mengubah posisi
2. Monitor alat
traksi agar selalu
tepat
Terapeutik
1. Tempatkan pada
matras atau
tempat tidur
terapiutik yang
tepat
2. Tempatkan pada
posisi terapeutik
3. Tempatkan
objek yang
sering
digunakan
dalam
jangkauan
4. Tempatkan bel
atau lampu
panggilan dalam
jangkauan
5. Sediakan matras
yang kokoh atau
padat
6. Atur posisi tidur
yang disukai,
jika tidak
kontraindikasi
7. Atur posisi
untuk
mengurangi
sesak (mis. semi
Fowler)
8. Atur posisi yang
menghilangkan
drainage
9. Posisikan pada
kesejajaran
tubuh yang
tepat
10. Imobilisasi dan
topeng bagian
tubuh yang
cedera dengan
tepat
11. Tinggikan
bagian tubuh
yang sakit
dengan tepat
12. Tinggikan
anggota gerak
20° atau lebih di
atas level
jantung
13. Tinggikan
tempat tidur
bagian kepala
14. Berikan bantal
yang tepat pada
leher
15. Berikan
topangan pada
area edema
(mis. bantah
dibawah lengan
dan skrotum)
16. Posisikan untuk
mempermudah
ventilasi atau
perfusi (mis.
tengkurap/good
lung down)
17. Motivasi
melakukan
ROM aktif atau
pasif
18. Motivasi terlibat
dalam
perubahan
posisi, sesuai
kebutuhan
19. Hindari
menempatkan
pada posisi
yang dapat
meningkatkan
nyeri
20. Hindari
menempatkan
stump amputasi
pada posisi
fleksi
21. Hindari posisi
yang
menimbulkan
ketegangan
pada luka
22. Minimalkan
gesekan dan
tarikan saat
mengubah
posisi
23. Ubah posisi
setiap 2 jam
24. Ubah posisi
dengan teknik
log roil
25. Pertahankan
posisi dan
integritas traksi
26. Jadwalkan
secara tertulis
untuk
perubahan
posisi
Edukasi
1. Informasikan saat
akan dilakukan
perubahan posisi
2. Ajarkan cara
menggunakan
poster yang baik
dan mekanika
tubuh yang baik
selama
melakukan
perubahan posisi
Kolaborasi
1. Kolaborasi
pemberian
premedikasi
sebelum
mengubah posisi,
jika perlu
4. Implementasi
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan yang telah direncanakan oleh
perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Ali
2016).
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan
tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah (Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah tercapai (Ali, 2014).
Daftar Pustaka
Juffrie, M.; Soenarto, S.S.Y.; Oswari, H.; Arief, S.; Rosalina, I.; & Mulyani, N.S. 2019. Buku
Ajar Gastroenterologi-Hepatologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI
Nursalam, Susilaningrum, R.; & Utami, R. 2018. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta
: Salemba Medika
Wijoyo, yosef. 2019. Diare Pahami Penyakit dan Obatnya. Yogyakarta: PT Citra
Aji Parama.
Pare, Guillaume et al. 2020. “Genetic Risk for Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Fever in
Multiple Ancestries.” EBioMedicine 51: 102584. https://doi.org/10.1016/j.ebiom.2019.11.045.