Pemantauan Pergerakan GPS Lanjut
Pemantauan Pergerakan GPS Lanjut
Pemantauan Pergerakan GPS Lanjut
Penulis
Sugeng Raharjo
Oktavia Dewi Alfiani
Eko Teguh Paripurno
Dessy Apriyanti
ISBN : 978-602-19765-6-2
Editor
Noor Akhila Luckyta Hartadi
Penyunting
C. Prasetyadi
Ukuran Buku
A5 (14,8 cm × 21 cm)
Penerbit
Fakultas Teknologi Mineral, Universitas Pembangunan Nasioal “Veteran”
Yogyakarta
Redaksi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jalan Padjadjaran No.104, Lingkar Utara Condong Catur Yogyakarta
Gedung Arie F. Lasut, Lantai 1
Telp: 0274 487814
Email : [email protected]
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas berkah rahmat dan barokahNya
sehingga kami tim penulis dapat menyelesaikan buku dengan judul:
PEMANTAUAN PERGERAKAN TANAH MENGGUNAKAN GPS
GEODETIK. Buku ini mencakup tentang Teori Dasar Gps, Proses Pengambilan
Data, dan Perhitungan Data sehingga diharapkan lebih mudah dan cepat bagi
pembaca untuk memahami sekaligus mengetahui proses pengukuran pergerakan
tanah dengn GPS.
Buku ini kami susun terutama untuk kalangan mahasiswa dan masyarakat
umum yang tertarik dengan gerakan tanah. Buku ini tidak hanya mencakup teori
saja namun juga aplikasi dan tahapan untuk memproses data dengan software,
serta dilengkap urut-urutan perhitungan.
3
DAFTAR ISI
JUDUL.................................................................................................................................................................. 4
RUMUS-RUMUS............................................................................................................................................. 20
PERHITUNGAN ............................................................................................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................................... 60
1
DAFTAR GAMBAR
2
DAFTAR TABEL
3
PEMANTAUAN PERGERAKAN TANAH
MENGGUNAKAN GPS GEODETIK
JUDUL
PENGERTIAN GPS
GPS (Global Positioning System) merupakan sistem radio navigasi dan penentuan
posisi menggunakan satelit yang didesain untuk untuk memberikan posisi dan kecepatan
tiga dimensi yang teliti serta informasi waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Teknologi
GPS ini terdiri atas tiga segmen, yaitu segmen kontrol, segmen angkasa, dan segmen
pengguna (Abidin, 2009).
Gambar 1 menunjukkan tiga segmen yang ada dalam teknologi GPS. Segmen
satelit terdiri atas satelit-satelit GPS yang beredar pada orbitnya masing-masing. Orbit
satelit GPS memiliki inklinasi 55o dengan ketinggian rata-rata adalah 20.200 km. Satu
lintasan orbit satelit terdapat empat satelit GPS. Masing-masing satelit GPS dilengkapi
dengan jam atom yang digunakan untuk perhitungan jarak satelit ke receiver GPS.
Segmen kontrol terdiri atas stasiun-stasiun pemantau orbit satelit GPS. Segmen
kontrol ini menentukan informasi broadcast ephemeris yang digunakan dalam
perhitungan koordinat. Secara spesifik segmen kontrol terdiri atas Ground Control
Stations (GCS), Monitor Stations (MS), Prelaunch Compatibility Stations (PCS), dan Master
4
Control Stations (MCS) (Abidin, 1995). Segmen pengguna atau dalam Gambar 1 dikenal
dengan user segment merupakan pihak pengguna dari teknologi GPS. Dalam segmen
pengguna, diperlukan suatu receiver GPS untuk menangkap sinyal satelit GPS, sehingga
didapatkan posisi dari segmen pengguna. Receiver GPS ini juga dilengkapi dengan jam
untuk mengukur waktu tempuh sinyal GPS, namun jam receiver ini tidak lebih teliti dari
jam satelit (Cai, 2007).
Global Navigation Sattelite System atau yang dikenal dengan GNSS merupakan
perkembangan dari teknologi GPS. GNSS merupakan gabungan dari beberapa satelit
pengamatan posisi seperti GPS milik Amerika Serikat, GLONASS milik Eropa, dan
COMPASS milik China (Panuntun, 2012). Masing-masing satelit tersebut memiliki tiga
segmen yang telah diuraikan sebelumnya. Dengan adanya teknologi GNSS ini,
pengukuran posisi suatu titik di permukaan bumi menjadi lebih teliti karena jumlah
satelit yang terekam oleh receiver lebih banyak. Namun, dalam pengolahan data
pengamatan dibutuhkan suatu transformasi datum untuk mengintegrasikan hasil
pengamatan dari beberapa satelit (Prasedya, 2015).
GPS atau Global Positioning System adalah sistem satelit navigasi dan penentuan
posisi menggunakan satelit. Sistem yang didesain untuk memberikan posisi dan
kecepatan tiga dimensi yang teliti, dan juga informasi mengenai waktu, secara kontinyu
di seluruh dunia (Abidin, 2010). Sistem GPS terbagi menjadi tiga segmen utama yaitu
segmen angkasa/satelit, segmen sistem kontrol dan segmen pemakai (Leick, 2004).
Segmen angkasa terdiri atas satelit-satelit GPS yang berjumlah 24 satelit dengan periode
orbit 12 jam dan tinggi orbit 20.200 km. Segmen sistem kontrol terdiri atas lima stasiun
stasiun pemonitor gerakan satelit, dan segmen pemakai terdiri atas pemakai GPS di
seluruh belahan bumi. Interaksi ketiga sistem tersebut terlihat pada Gambar 2.
5
Gambar 2. Sistem penentuan posisi GPS (Abidin, 1995)
Salah satu pengembangan sistem GPS adalah GNSS. GNSS merupakan gabungan
dari beberapa satelit pengamatan posisi seperti GPS milik Amerika Serikat, GLONASS
milik Rusia, dan COMPASS milik China. Sistem ini mengakibatkan pengukuran posisi
suatu titik di permukaan bumi menjadi lebih teliti, karena jumlah satelit yang terekam
oleh receiver lebih banyak. Namun, dalam pengolahan data pengamatan dibutuhkan
suatu transformasi datum untuk mengintegrasikan hasil pengamatan dari beberapa
satelit tersebut.
Penentuan posisi dengan GNSS telah diaplikasikan untuk berbagai aplikasi seperti
pengamatan geodinamik, lempeng bumi, bangunan struktur, dan prediksi gempa, serta
letusan gunung api. GNSS pun telah dikembangkan menjadi bentuk stasiun permanen dan
secara kontinyu merekam data GNSS dan memberikan layanan data kepada pengguna,
stasiun ini biasa disebut sebagai GNSS-CORS.
Ada banyak jenis dan model receiver GPS yang dijual dengan bentuk, ukuran,
kualitas, dan harga yang berbeda-beda. Mereka bekerja menurut beberapa prinsip-
prinsip yang sama. Ada dua katagori utama receiver GPS : differential (kualitas-survei)
dan non-differential (kualitas-navigasi). Perbedaan utama di antara kedua receiver GPS
tersebut adalah bagaimana mereka mengkompensasi kesalahan. Differential GPS terdiri
dari dua receiver, yang pertama digunakan sebagi reference receiver yang menggunakan
data tersebut untuk mengkoreksi posisi koordinat dengan tingkat akurasi sebesar 2
meter.
6
Kemampuan mengkalkulasi data koreksi ini disebut differential receiver GPS
harganya berkisar US$ 3,000 – 10,000 sebuah. GPS non differential terdiri hanya satu
receiver. Ini lebih mudah digunakan bila dibandingkan GPS differential dan harganya
lebih murah; US$ 200 – 800. Tingkat akurasi terburuknya sekitar 100 meter dan pada
kondisi biasa tingkat akurasinya adalah sekitar 30 meter, beberapa GPS non – differential
dapat mengkompensasi kesalahan dengan perhitungkan rata-rata Receiver dengan
kemampuan perhitungan rata-rata dapat ditempatkan di suatu lokasi dan difungsikan
untuk mengkalkulasikan koordinat setiap detik selama beberapa lama dan kemudian
memberikan nilai rata-rata yang lebih akurat. Pada kedua kategori GPS tersebut, kualitas
antena dan mekanisme tuning telah berkembang dengan baik pada akhir-akhir ini.
Model-model yang lebih baru memiliki 12 kanal yang memberikan kapasitas yang lebih
besar untuk menerima beberapa sinyal satelit pada saat yang bersamaan. Ini berarti kita
dapat memperoleh position mix lebih cepat bahkan di bawah kanopi hutan yang tipis
atau persis di lembah. Pada Gambar 3 dan 4 di bawah ini, menyajikan beberapa merk dari
GPS Geodetik, seperti merk TopCon dan JAVAD serta menunjukkan komponen-
komponen yang ada pada GPS Geodetik merk JAVAD.
7
Gambar 4. komponen-komponen yang ada pada GPS Geodetik merk JAVAD
(www.javad.com)
Sekarang ini, kegunaan GNSS sebagai metode penentuan posisi sudah dimanfaatkan
secara luas, salah satunya digunakan untuk pengamatan pergerakan tanah. Pada
dasarnya, penggunaan GNSS untuk pergerakan tanah dilakukan dengan menentukan
koordinat titik-titik pantau secara teliti dan berkala. Dengan mempelajari perubahan
koordinat titik-titik pantau tersebut secara kontinyu dari waktu ke waktu, maka besarnya
kecepatan dan arah pergerakan dapat diketahui. Dengan diketahuinya besar kecepatan
dan arah pergerakan, analisis dan estimasi mengenai regangan yang terjadi dapat
dilakukan (Baarda, 1967).
Pengertian GNSS mengacu pada pengertian GPS, yakni merupakan sistem sistem
navigasi berbasis satelit yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala
cuaca, didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga dimensi yang teliti dan juga
informasi waktu, secara kontinyu di seluruh dunia (Bayrak, 2007). Satelit GNSS yang saat
8
ini aktif memberikan layanan penentuan posisi adalah GPS, GLONASS, dan GALILEO. GPS
dikembangkan oleh Amerika Serikat sejak tahun 1973, dan mulai digunakan untuk
menyelesaikan persoalan geodesi sejak sekitar 1983. Adapun GLONASS dikembangkan
oleh Rusia sejak 1970 dan diresmikan pada Februari 1982. Beberapa GPS receiver
(Topcon, Leica, JAVAD dan Trimble) dapat menangkap kedua sinyal satelit GPS dan
GLONASS secara simultan.
Teknologi GNSS ini telah berkembang dan banyak diterapkan pada penentuan posisi
teliti titik-titik dalam jaringan dari waktu ke waktu. Hal ini bermanfaat pada pemantauan
pergerakan suatu objek. GNSS telah diaplikasikan untuk pengamatan dinamika bumi
(geodinamika) seperti pergerakan sesar, lempeng tektonik, yang selanjutnya dipakai
untuk prediksi gempa bumi dan letusan gunung berapi (Abidin, 2010). GNSS pun telah
dikembangkan menjadi bentuk stasiun permanen dan secara kontinyu merekam data
GNSS dan memberikan layanan data kepada pengguna, stasiun ini biasa disebut sebagai
GNSS-CORS.
IGS merupakan kolaborasi kontribusi organisasi sukarela lebih dari 200 stasiun di
lebih dari 80 negara. IGS global melacak lebih dari 300 jaringan tetap, stasiun GPS yang
beroperasi secara terus menerus memberikan berbagai data set untuk analisis IGS pusat,
untuk merumuskan produk yang tepat seperti ephemeris satelit dan clock solutions (Bock,
2003). Data IGS secara global disediakan melalui situs http://igscb.jpl.nasa.gov yang
9
dapat diunduh secara gratis. Dengan menggunakan produk IGS yang tepat dengan
menggabungkan data GPS fase pembawanya dan data pengamatan stasiun IGS yang
paling dekat, penggunaan dalam pengukuran geodetik dapat mencapai posisi relatif yang
tepat sesuai dengan ITRF global saat ini (Tape dkk, 2009).
IGS merupakan badan multi nasional yang menyediakan data GPS, informasi
ephemeris satelit GPS, serta informasi pendukung keperluan geodetik lainnya. Saat ini,
IGS memiliki stasiun pengamat yang berjumlah sekitar 200 stasiun yang tersebar di
permukaan bumi. Persebaran stasiun IGS ditunjukkan pada Gambar 5.
10
IERS setiap tahunnya. ITRF yang dipublikasikan setiap tahun tersebut diberi nama ITRF-
yy. Dalam hal ini, yy menunjukkan tahun terakhir data yang digunakan untuk
menentukan kerangka tersebut. Sebagai contoh, ITRF94 menunjukkan kerangka
koordinat dan kecepatan yang dihitung pada tahun 1995 dengan menggunakan semua
data IERS sampai akhir tahun 1994 (SNI, 19-6724-2002).
Di Indonesia stasiun permanen CORS dikelola oleh BIG dan diberi nama Ina-CORS.
Jumlah Ina-CORS yang telah dioperasikan adalah sebanyak 124 stasiun terdiri atas 102
yang didanai dengan APBN, 19 stasiun didanai oleh kerjasama Indonesia dengan Jerman
(program Ina-TEWS), dan tiga stasiun didanai dari Delft University of Technology. (TU
Delft) di Palu, Watau dan Toboli (Sulawesi) (Aditiya, dkk., 2014). Lokasi stasiun CORS
ini ditempatkan tersebar di seluruh Indonesia pada beberapa pulau utama yakni Jawa,
Sumatra, Bali, Kalimantan, Sulawesi, NTT, NTB, Maluku dan Papua.
11
Pendekatan lain dalam pemantauan lempeng tektonik adalah dengan
menggunakan satelit reflektif di orbit Bumi. Sistem Satellite Laser Ranging (SLR)
memberikan pancaran singkat sinar laser yang dikirim ke satelit dari stasiun bumi dan
dipantulkan kembali ke stasiun bumi. Pengukuran waktu perjalanan (dalam pico
seconds) bisa menentukan jarak ke satelit dan pengukuran berulang untuk satu negara
memungkinan untuk menentukan posisinya relatif terhadap konstelasi satelit reflektif.
Dalam hal ini, kerangka acuan untuk mendeteksi gerakan lempeng aktif (waktu rata-
rata selama beberapa tahun) adalah serangkaian orbit Bumi (www.leeds.ac.uk).
Pendekatan teknik pemantauan lempeng tektonik lainnya adalah dengan GPS/GNSS.
GPS/GNSS memakai konstelasi satelit navigasi (minimal empat satelit) di luar angkasa
untuk melakukan reseksi dengan persamaan jarak sehingga didapatkan posisi teliti di
permukaan bumi. Pengukuran dengan GPS/GNSS pada satu titik relatif terhadap titik
lainnya dalam kerangka waktu tertentu potensial dipakai untuk pemantauan lempeng
tektonik. Teknik ini secara teknis lebih handal dibanding teknik VLBI dan SLR, teknik
ini memiliki biaya lebih murah dan bisa diaplikasikan dimanapun area pengamatannya
dengan mudah oleh operator yang bebas (Kious dkk, 1996).
12
Tabel 1. Parameter elipsoid WGS 1984 (Abidin, 2002)
Penggepengan f 1/298,257223563
3986004,418 x 108
Konstanta gravitasi Bumi GM m3/dt2
Ketelitian yang didapat dengan pengamatan GPS secara umum tergantung pada
empat faktor yaitu: metode penentuan posisi yang digunakan, geometri dan distribusi
dari satelit-satelit yang diamati, ketelitian data yang digunakan, dan strategi pengolahan
data yang diterapkan. Masing-masing faktor tersebut mempunyai beberapa parameter
yang berpengaruh pada ketelitian posisi yang diperoleh dari GPS. Faktor dan parameter
yang mempengaruhi ketelitian penentuan posisi dengan GPS tersaji dalam Tabel 2.
13
Tabel 2. Faktor dan parameter yang mempengaruhi ketelitian penentuan posisi
c. Lama pengamatan
kinematic
Penentuan posisi dengan GPS dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode
absolut dan metode diferensial. Metode absolut atau point positioning adalah penentuan
posisi suatu titik dengan menggunakan sebuah receiver GPS. Karakteristik dari metode
absolut adalah pengukuran dilakukan pada satu titik pengamatan sehingga pengukuran
14
jarak hanya dilakukan dari satelit GPS ke titik pengamatan berdasarkan jumlah ranging
yang terekam oleh antena.
Penentuan posisi GPS dengan metode diferensial adalah penentuan suatu titik
pengamatan yang ditentukan relatif terhadap posisi titik yang lain yang diketahui
koordinatnya. Pengukuran dengan metode ini minimal membutuhkan dua receiver GPS
atau lebih. Pengukuran antar dua titik pengamatan menghasilkan suatu jarak yang
dikenal sebagai jarak basis (baseline). Karakteristik dari metode relatif adalah
pengukuran dilakukan minimal dua titik pengamatan, dan terdapat data pengamatan
yang saling overlap. Penentuan posisi metode relatif ini telah dikembangkan menjadi
beberapa sistem pengukuran, yaitu statik, kinematik, statik singkat, pseudo-kinematik,
dan stop and go.
Penetuan posisi dengan teknologi GPS dapat dilakukan dengan dua metode yaitu
metode absolut dan metode relatif. Metode absolut atau point positioning merupakan
penentuan posisi suatu titik yang dapat ditentukan dengan menggunakan sebuah receiver
GPS. Karakteristik dari metode absolut adalah pengukuran yang dilakukan pada satu titik
pengamatan, dan pengukuran jarak yang hanya dilakukan dari satelit GNSS ke titik
pengamatan berdasarkan jumlah ranging yang terekam oleh antena.
15
Penentuan posisi GPS dengan metode relatif adalah penentuan suatu titik
pengamatan yang ditentukan relatif terhadap posisi titik yang lain yang diketahui
koordinatnya. Pengukuran dengan metode ini minimal membutuhkan dua receiver GPS
atau lebih. Pengukuran antar dua titik pengamatan menghasilkan suatu jarak yang
dikenal sebagai jarak basis (baseline). Karakteristik dari metode relatif adalah
pengukuran yang dilakukan minimal dua titik pengamatan, dan terdapat data
pengamatan yang saling overlaping. Penentuan posisi metode relatif ini telah
dikembangkan menjadi beberapa sistem pengukuran, salah satunya adalah metode
relatif kinematik.
16
Gambar 6. Penentuan posisi relatif pengamatan GPS (Widjajanti, 2010)
Keterangan Gambar 6 :
Posisi suatu titik di permukaan bumi dapat ditentukan menggunakan receiver GPS
dengan metode penentuan posisi absolut (point positioning), maupun terhadap titik lain
yang diketahui koordinatnya dengan metode penentuan posisi relatif (differential
positioning) yang minimal dua receiver GPS (Abidin, 2010). Jika diketahui arah tiga lokasi
maka dapat dilakukan triangulasi untuk mencari lokasi lain. Sebuah receiver GPS bekerja
dengan mengukur jarak ke arah tiga atau lebih satelit yang ada dalam bidang
pandangnya. Receiver mengetahui tempat tiap satelit berada, kapanpun juga, karena
memiliki almanak (seperti kalender) dalam memorinya. Receiver GPS mengukur jarak ke
suatu tempat yang sangat jauh jaraknya, alat tersebut melakukannya dengan mengatur
waktu berapa lama sinyal tiba dari satelit dan kemudian menghitung jaraknya berdasar
kecepatan sinyal radio tersebut. GPS mengetahui saat sinyal meninggalkan satelit, sinyal
17
tersebut diberi kode untuk mengetahui kapan sinyal tersebut meninggalkan satelit.
Receiver GPS membaca kode dan menghitung perbedaan antara waktu keberangkatan
dan kedatangannya.
Survei penentuan posisi dengan pengamatan satelit GPS (survei GPS) secara
umum dapat didefinisikan sebagai proses penentuan koordinat dari sejumlah titik
terhadap beberapa buah titik yang telah diketahui koordinatnya, dengan menggunakan
metode penentuan posisi diferensial (differential positioning) serta data pengamatan fase
(carrier phase) dari sinyal GPS. Pada survei GPS, pengamatan GPS dengan selang waktu
tertentu dilakukan baseline per baseline dalam suatu jaringan dari titik-titik yang akan
ditentukan posisinya, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7 berikut.
Gambar 7. Penentuan posisi titik-titik dengan metode survei GPS (Abidin, 2010)
Patut dicatat di sini bahwa seandainya lebih dari dua receiver GPS yang
digunakan, maka pada satu sesi pengamatan (observing session) dapat diamati lebih dari
satu baseline sekaligus. Secara skematik proses perhitungan koordinat titik-titik dalam
jaringan GPS dapat ditunjukkan seperti pada Gambar 8 berikut.
18
Gambar 8. Diagram alir perhitungan koordinat titik-titik jaringan GPS
Dalam hal ini metode penentuan posisi diferensial dengan data fase digunakan
untuk menentukan vektor (dX,dY,dZ) dari setiap baseline yang diamati. Penentuan
vektor baseline ini umumnya dilakukan dengan metode hitung perataan kuadrat terkecil
(least squares adjustment). Pada dasarnya konsep dasar penentuan posisi dengan GPS
adalah reseksi (pengikatan ke belakang) dengan jarak, yaitu dengan pengukuran jarak
secara simultan ke beberapa satelit GPS yang koordinatnya telah diketahui. Posisi yang
diberikan oleh GPS adalah posisi tiga dimensi (X,Y,Z ataupun L,B,h) yang dinyatakan
dalam datum WGS (World Geodetic System) 1984. Dengan GPS, titik yang akan ditentukan
posisinya dapat diam (static positioning) ataupun bergerak (kinematic positioning). Posisi
titik dapat ditentukan dengan menggunakan satu receiver GPS terhadap pusat bumi
dengan menggunakan metode absolute (point) positioning, ataupun terhadap titik
lainnya yang telah diketahui koordinatnya (monitor station) dengan menggunakan
metode differential (relative) positioning yang menggunakan minimal dua receiver GPS,
yang menghasilkan ketelitian posisi yang relatif lebih tinggi. GPS dapat memberikan
posisi secara instan (real-time) ataupun sesudah pengamatan setelah data
19
pengamatannya di proses secara lebih ekstensif (post processing) yang biasanya
dilakukan untuk mendapatkan ketelitian yang lebih baik. Secara umum kategorisasi
metode dan sistem penentuan posisi dengan GPS ditunjukkan pada Gambar 9 berikut.
Gambar 9. Metode dan sistem penentuan posisi dengan GPS [Langley, 1998]
RUMUS-RUMUS
Pergerakan dapat didefinisikan perubahan bentuk dan kedudukan atau pergerakan
suatu titik pada suatu benda secara absolut maupun relatif (Kuang, 1996). Pergerakan
secara absolut adalah gerakan pada suatu sistem referensi tertentu yang dilihat dari titik
itu sendiri, sedangkan pergerakan secara relatif adalah gerakan pada suatu sistem
referensi tertentu yang dilihat dari titik lain. Perubahan kedudukan atau pergerakan
suatu titik pada umumnya mengacu kepada suatu sistem kerangka referensi (absolut
atau relatif). Perubahan kedudukan yang dimaksudkan adalah besarnya perubahan
posisi titik yang diamati pada jangka waktu tertentu secara kontinyu (Chen, 1988).
20
diperlukan monitoring posisi terhadap target yang terdapat pada infrastruktur
(Sunantyo, 2012). Target dapat berupa titik, garis atau bidang yang dapat dianggap
mewakili objek infrastruktur. Monitoring dilakukan secara kontinyu (time series).
Apabila posisi target diketahui di setiap pengamatan, maka perubahan posisi yang terjadi
tersebut diolah dan dianalisis untuk diambil kesimpulan pergerakannya (Lestari, 2006).
1. Sifat elastik yaitu materi yang kembali ke bentuk semula apabila tidak adanya
lagi gaya pergerakan yang terjadi pada materi tersebut.
21
2. Sifat plastik yaitu materi yang tidak kembali ke bentuk awal, walaupun gaya
pergerakan sudah tidak bekerja lagi pada materi tersebut.
Analisis pergerakan bertujuan untuk menentukan kuantifikasi pergerakan dan
parameter-parameter pergerakan, yang mempunyai karakteristik dalam ruang dan
waktu. Penyelidikan pergerakan pada suatu objek pengamatan biasanya dilakukan
berulang pada kala yang berbeda. Berdasarkan hasil pengukuran berulang tersebut,
didapatkan perbedaan koordinat titik-titik pantau sehingga besar dan parameter-
parameter pergerakan dapat ditentukan (Apriyanti, 2015).
22
Terkait dengan pergerakan titik, maka pergerakan merupakan perubahan posisi
suatu titik pada suatu benda dimana titik terletak pada sistem referensi tertentu. Dalam
hal ini titik tersebut memiliki posisi dalam sistem koordinat tertentu. Induk dari
pergerakan adalah dinamika bumi yang mengalami banyak perubahan yang diakibatkan
kondisi yang tidak stabil dari lempeng bumi (Fajriyanto dkk, 2013).
Hasil proses pengolahan data GPS dihasilkan adalah berupa data 3D (X, Y dan h) untuk
setiap kala dan varian aposteori masing-masing kala. Berdasarkan data tersebut
dijadikan masukan bagi analisis pergerakan horizontal dan vertikal. Dalam melakukan
hitung analisis pergerakan horizontal dan vertikal adalah dengan membentuk persamaan
pergerakan horizontal dan vertikal. Besar pergerakannya merupakan nilai beda dari
komponen 3D (X, Y dan h) untuk tiga kala pengamatan, sesuai dengan persamaan 1, 2,
dan 3 berikut (Ulinnuha, 2015):
dX = X kala2 - Xkala1 1
dY = Y kala2 - Y kala1 2
dh = h kala2 - h kala1 3
Nilai pergerakan absis, nilai pergerakan ordinat, dan nilai pergerakan tinggi memiliki
ketelitian, yang ditunjukkan dengan besar simpangan baku pergerakan absis, ordinat,
dan tinggi. Proses perhitungan untuk mendapatkan simpangan baku dari pergerakan
horizontal dan vertikal apabila antar pergerakan tersebut tidak berkorelasi dapat
dikatakan dengan persamaan 4, 5, dan 6 berikut (Apriyanti, 2015):
𝜎𝑑𝑋 = √𝜎𝑋 2 + 𝜎𝑋 2 4
𝒌𝒂𝒍𝒂𝟐 𝒌𝒂𝒍𝒂𝟏
𝜎𝑑𝑌 = √𝜎𝑌𝒌𝒂𝒍𝒂𝟐
2 + 𝜎𝑌𝒌𝒂𝒍𝒂𝟏
2 5
𝜎𝑑ℎ = √𝜎ℎ𝒌𝒂𝒍𝒂𝟐
2 + 𝜎ℎ𝒌𝒂𝒍𝒂𝟏
2 6
Nilai pergerakan 3D diperoleh dari rumus phythagoras dengan melibatkan selisih absis,
selisih ordinat dan selisih tinggi, yaitu seperti persamaan 7 sebagai berikut :
23
Adapun proses perhitungan untuk mencari nilai simpangan baku nilai pergerakan 3D
menggunakan prinsip hitungan perambatan kesalahan acak seperti persamaan 8 sebagai
berikut :
2
𝜕 𝜕 𝜕
" =( 𝜕 )² 𝜎𝑑𝑋
2+( )² 𝜎𝑑𝑌2 + ( 𝜕 𝑑 ) 𝜎𝑑ℎ2 8
𝑑 𝑑
𝜎𝑑𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
2
𝑑𝑋 𝜕 𝑑𝑌 𝑑ℎ
Dinamika bumi terbagi menjadi tiga skala, yaitu skala global, skala regional dan
skala lokal. Skala global mencakup gerakan antar benua, skala regional mencakup
gerakan antar pulau dan skala lokal mencakup gerakan tanah pada tempat tertentu. Pada
skala lokal inilah terdapat studi analisis pergerakan terpadu (Fajriyanto dkk, 2013).
Untuk dapat memahami pengertian analisis pergerakan terpadu diperlukan pemahaman
makna kata dari analisis, pergerakan dan terpadu. Hal ini dikarenakan pengertian
analisis pergerakan berbeda dengan pengertian analisis pengkajian suatu objek.
Analisis geometrik untuk menentukan perubahan materi yang terpergerakan
diperlukan kerangka referensi. Kerangka ini digunakan untuk menentukan besar
perubahan yang terjadi terhadap suatu referensi yang sama pada semua kala
pengamatan. Penggunaan kerangka dasar untuk keperluan analisis pergerakan
khususnya analisis geometrik berkaitan dalam kerangka referensi (Caspary, 1987).
Analisis pergerakan dari aspek geometri, perlu menerapkan kerangka dasar. Kerangka
dasar yang digunakan bisa absolut atau relatif.
Analisis pergerakan bertujuan untuk menentukan kuantifikasi pergerakan dan
parameter-parameter pergerakan, yang mempunyai karakteristik dalam ruang dan
waktu. Penyelidikan pergerakan pada suatu objek pengamatan biasanya dilakukan
berulang pada kala yang berbeda. Pengukuran pada masing-masing kala tersebut
kemudian dapat diratakan secara terpisah pada masing-masing kala maupun perataan
langsung dari dua kala. Berdasarkan hasil pengukuran berulang tersebut, didapat
perbedaan koordinat titik-titik kontrol sehingga besar dan parameter-parameter
pergerakan dapat ditentukan (Widjajanti, 1997). Analisis pergerakan aspek geometrik
dapat dilakukan dengan menganalisis pergerakan posisi titik pantau. Analisis pergerakan
terdiri atas dua tahap pengujian, yaitu uji kesebangunan jaring dan uji pergerakan titik.
Analisis pergerakan aspek geometrik dapat dilakukan dengan menganalisis
pergerakan posisi titik pantau. Analisis pergerakan yang dilakukan yaitu melakukan uji
24
signifikansi beda parameter. Uji signifikansi beda parameter. Uji signifikansi beda
parameter digunakan untuk mengetahui nilai perbedaan yang signifikan antara dua
parameter. Uji ini menggunakan distribusi student dengan derajat kebebasan dan tingkat
kepercayaan tertentu sebagai pembandingnya. Pengujian ini melakukan analisis dengan
cara menghitung beda dua parameter dibagi dengan akar kuadrat masing-masing
simpangan bakunya. Pada penelitian ini uji signikansi beda parameter digunakan untuk
mengetahui signifikansi pergerakan horizontal dan pergerakan vertikal antar kala yang
berbeda. Apabila dituliskan dalam suatu model matematis menjadi persamaan 9
(Widjajanti, 2010).
Dengan penerimaan untuk hipotesis nol (Ho) adalah sebesar T < tf,α/2
T : nilai t hitung
2
𝜎𝑥𝑖 : simpangan baku parameter kala pertama
2
𝜎𝑥𝑖𝑖 : simpangan baku parameter kala kedua
Setelah didapatkan nilai koordinat dan simpangan baku dari stasiun-stasiun titik
pantau GPS dari hasil pengolahan data pengamatan menggunakan Geogenius untuk
kedua kala masing-masing, selanjutnya dilakukan penghitungan vektor pergerakan
horisontal titik pantau yang terdiri atas besar pergerakan dan arah pergerakan, serta
25
pergerakan vertikal titik pantau. Besar dan arah pergerakan horisontal titik-titik pantau
dapat dihitung dengan persamaan 10 dan persamaan 12, sedangkan pergerakan vertikal
dapat dihitung dengan persamaan 11 (Ulinnuha, 2015).
𝑑𝑉 = (𝑍 (𝑗) − 𝑍 (𝑖) ) 11
𝑥 (𝑗) −𝑥 (𝑖)
𝛼 = 𝑎𝑟𝑐 𝑡𝑎𝑛 12
𝑦 (𝑗) −𝑦 (𝑖)
dV : pergerakan vertikal
PELAKSANAAN PENGUKURAN
Bencana alam adalah salah satu fenomena yang dapat terjadi setiap saat, dimanapun
dan kapanpun sehingga menimbulkan risiko atau bahaya terhadap kehidupan manusia,
baik kerugian harta benda maupun korban jiwa manusia. Bencana tanah longsor
merupakan salah satu bencana alam geologi yang dapat menimbulkan korban jiwa dan
kerugian material yang sangat besar (Nugroho. dkk, 2009). Tanah longsor itu sendiri
adalah perpindahan material pembentuk Lereng berupa batuan,bahan rombakan, tanah,
atau material campuran tersebut, bergerak Ke bawah atau ke luar lereng (SNI 13-7124-
2005).
Dari data Bakornas Penanggulangan Bencana, sejak tahun 1998 hingga pertengahan
tahun 2003, tercatat telah terjadi 647 kejadian bencana di Indonesia, dimana 85% dari
bencana tersebut merupakan banjir dan longsor (Marwanta 2003). Dari gambaran
26
tersebut terlihat bahwa longsor merupakan bencana alam yang sangat mengancam dan
penting untuk diperhatikan setelah banjir, karena frekwensi kejadian dan jumlah korban
jiwa yang ditimbulkan cukup signifikan. Banjarnegara adalah Kabupaten yang memiliki
kawasan pegunungan dengan resiko tanah longsor cukup tinggi. Pada hari Kamis (11
Desember 2014) dan Jumat (12 Desember 2014), setidaknya terjadi tanah longsor di 25
lokasi meski dalam skala kecil (joga.tribunnews.com).
27
Gambar 11. Peta administrasi kabupaten banjarnegara (sumber: Kementrian
Pekerjaan Umum)
Kejadian bencana harus dinilai dengan cakupan wilayah kajian yang cukup untuk
memudahkan penilaian. Jika dilihat lebih luas, desa ini berada pada wilayah yang rawan
terkena dampak longsor apabila terjadi longsor pada bukit yang berada di sisi barat desa
yang memiliki kriteria kemiringan sangat tinggi dengan arah kemiringan mengarah tepat
ke desa. Lompatan kriteria kemiringan yang terdapat pada sisi barat desa yang mulai dari
sangat rendah, menengah dan sangat tinggi, menjadikan desa ini berada pada wilayah
rawan bencana longsor.
Saat gerakan tanah diawali pada 24 Maret 2016 pukul 19:00 WIB, yang disusul pada
25 Maret 2016 pukul 01:30 WIB dan pukul 06:00 WIB, luas area longsornya masih
sebatas 5 hektar dengan keliling area 1,2 kilometer (Gambar 12). Dampak yang
diakibatkan meliputi 9 rumah rusak berat, 3 rumah rusak sedang dan 2 rusak ringan
dengan 29 rumah lain dalam kondisi terancam. Jumlah pengungsi mencapai 158 orang.
Salah satu bentuk mitigasi dalam rangka menghadapi terjadinya bencana alam dan
sekaligus untuk mengurangi dampak yang ditimbulkannya adalah tersedianya sistem
peringatan dini (early warning system) termasuk di dalamnya tersedianya data dan
informasi mengenai wilayah yang rentan terhadap bahaya longsor. Untuk itu diperlukan
28
upaya-upaya yang komprehensif untuk mengurangi resiko bencana alam, antara lain
yaitu dengan melakukan kegiatan mitigasi.
Gambar 12. Contoh salah satu lokasi di Clapar Banjarnegara yang mengalami
longsor
Penentuan posisi relatif dengan GNSS-CORS ini pada dasarnya sama dengan
penentuan posisi relatif dengan pengamatan receiver GNSS pada umumnya. Pada
penentuan posisi dengan metode relatif, posisi suatu titik ditentukan relatif terhadap titik
lainnya yang telah diketahui koordinatnya. Penentuan posisi relatif melibatkan
setidaknya dua receiver GNSS, titik-titik stasiunnya statik (tidak bergerak) maupun
bergerak (kinematik), dan pengolahan data umunya dilakukan secara post-processing
untuk memperoleh ketelitian yang lebih tinggi (Abidin, 2002).
Pertama fungsikan GPS receiver pada area pengamatan, kemudian bawa receiver
tersebut ke tempat yang ingin diketahui koordinatnya. Tempatkan receiver tersebut
29
diarea yang bersih tanpa gangguan di atasnya. Hidupkan receiver dan tunggu hingga
koordinat, atau waypoint sebagaimana biasanya dapat disebut, muncul. Tulis koordinat
tersebut pada note book atau pada form data lapangan GPS. Penyesuaian Receiver GPS
Baru pada lokasi penngamatan Pertama kali anda menggunakan receiver GPS pada area
pengamatan, receiver tersebut mesti disesuaikan pada wilayah.
Ada banyak model receiver GPS dan setiap receiver memiliki tombol berbeda
untuk membuat penyesuaian, rujuklah manual untuk receiver GPS untuk mengetahui
bagaimana mengerjakan penyesuaian fungsi. Berikut ini hal-hal dasar yang penting
dalam penyesuaian yaitu Sistem koordinatnya baik UTM atau latitude dan longitude.
Pasang receiver untuk menyajikan grid-grid yang ada pada peta rupabumi. Jika peta
memiliki keduanya, maka nampaknya paling mudah menggunakan UTM, karena ini
menyertakan pengukuran yang lebih sederhana.
Jika tidak memiliki peta rupabumi, maka gunakan latitude dan longitude. Satuan
pengukuran memilih meter. Waktu mesti dipasang sesuai dengan zona waktu area
pengamatan. Zona waktu adalah ‘sejumlah jam’ yang ditambahkan atau dikurangi dengan
Greenwich Mean Time (GMT). Booklet instruksi memberi sebuah bagan untuk
mengetahui zona waktu area pengamatan. Datum-datum adalah sistem koreksi
kartografi yang mengkompensasikan irregularitas pada pada lingkaran bumi . Setiap seri
peta rupabumi dibuat dengan menggunakan datum spesifik. Receiver GPS memiliki
25.100 datum yang berbeda untuk dipilih, tetapi semuanya didasarkan pada datum WGS
84. Peta rupabumi semestinya memilki judul datum spesifik yang tertulis di dalamnya.
Proses pelaksanaan suatu survei GPS oleh suatu kontraktor (pelaksana), secara
umum akan meliputi tahapan-tahapan : perencanaan dan persiapan, pengamatan
(pengumpulan data), pengolahan data, dan pelaporan, seperti yang digambarkan secara
skematik pada Gambar 13 berikut.
30
Gambar 13. Tahapan umum pelaksanaan suatu survei GPS
Tingkat kesuksesan pelaksanaan suatu survei GPS akan sangat tergantung dengan
tingkat kesuksesan pelaksanaan setiap tahapan pekerjaannya. Di antara tahapan-
tahapan tersebut, tahap perencanaan dan persiapan adalah suatu tahap yang sangat
menentukan, dan perlu dilakukan secara baik, sistematis, dan menyeluruh.
PERHITUNGAN
Strategi pengamatan suatu jaringan GPS, disamping harus optimal dipandang dari
segi ketelitian, biaya, dan waktu, juga harus mengandung secara implisit suatu
mekanisme kontrol kualitas. Dalam hal ini, ada beberapa strategi pengamatan yang dapat
digunakan untuk mengontrol kualitas data pengamatan yaitu antara lain :
31
d. Penggunaan beberapa titik ikat yang tersebar secara baik dalam jaringan.
Keempat strategi di atas umumnya diterapkan secara simultan dalam pengamatan suatu
jaringan GPS, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 14 berikut:
32
d) Menghasilkan solusi awal posisi dari titik yang diamat biasanaya melalui
pengolahan data pseudorange.
e) Menghasilkan perkiraan solusi dari baseline menggunakan data fase triple
difference.
f) Mendeteksi dan memperbaiki cycle slips dengan sejumlah metode.
2. Pengolahan Baseline.
Pengolahan baseline pada dasarnya bertujuan menghitung vektor baseline (dX,dY,dZ)
menggunakan data fase sinyal GNSS yang dikumpulkan pada dua titik ujung dari
baseline yang bersangkutan, yang diilustrasikan pada Gambar 15.
Pada survei GPS, pengolahan baseline umumnya dilakukan secara beranting satu
persatu (single baseline) dari baseline ke baseline, dimulai dari suatu tetap yang telah
diketahui koordinatnya, sehingga membentuk suatu jaringan yang tertutup. Tapi perlu
juga dicatat di sini bahwa pengolahan baseline dapat dilakukan secara sesi per sesi
pengamatan, dimana satu sesi terdiri dari beberapa baseline (single session, multi
baseline). Pada proses pengestimasian vektor baseline, data fase double-
difference digunakan. Meskipun begitu biasanya data pseudorange juga digunakan oleh
perangkat lunak pengolahan baseline sebagai data pembantu dalam beberapa hal seperti
penentuan koordinat pendekatan, sinkronisasi waktu kedua receiver GPS yang
digunakan, dan pendeksian cycle slips. Secara skematik, tahapan perhitungan suatu
(vektor) baseline ditunjukkan pada Gambar 16.
33
Gambar 16. Tahapan perhitungan suatu baseline GNSS (SNI JKH, 2002)
Untuk memeriksa kualitas dari vektor baseline yang diperoleh, ada beberapa indikator
kualitas yang dapat dipantau, yaitu antara lain :
a. rms (root mean squares), harga minimum dan maksimum, serta standar deviasi
dari residual,
Disamping indikator-indikator kualitas di atas, kualitas suatu vektor baseline juga akan
bisa dicek pada saat perataan jaringan.
34
3. Perataan Jaringan.
Pada perataan jaringan, vektor-vektor baseline yang telah dihitung sebelumnya
secara sendiri-sendiri, dikumpulkan dan diproses dalam suatu hitung perataan jaringan
(network adjustment) untuk menghitung koordinat final dari titik-titik dalam jaringan
GNSS yang bersangkutan. Hitung perataan jaringan ini menggunakan metode perataan
kuadrat terkecil (least squares adjustment).
Perataan jaringan GNSS umumnya dilakukan dalam dua tahap, yaitu perataan
jaring bebas (free network adjustment) dan perataan jaring terikat (constrained network
adjustment). Perataan jaring bebas dilakukan dengan hanya menggunakan satu titik
tetap dan dimaksudkan untuk mengecek konsistensi data vektor baseline, satu terhadap
lainnya. Setelah melalui tahapan perataan jaring bebas dan kontrol kualitasnya,
selanjutnya vektor-vektor baseline yang „diterima‟diproses kembali dalam perataan
jaring terikat. Pada perataan ini semua titik tetap digunakan, dan koordinat titik-titik
yang diperoleh dan sukses melalui proses kontrol kualitas akan dianggap sebagai
koordinat yang final.
Pada prinsipnya hitung perataan jaringan ini akan berguna untuk beberapa hal, yaitu :
ketelitian pengukuran,
Secara ilustratif, kegunaan dari perataan jaringan ditunjukkan pada Gambar 17.
Pada Gambar 18 ini ditunjukkan bahwa sebelum perataan jaringan dilakukan, baseline-
baseline belum terintegrasi secara benar dan konsisten, dan koordinat titik-titik juga
belum unik. Setelah hitung perataan, baseline-baseline akan terintegrasi secara benar dan
konsisten, titik-titik akan mempunyai koordinat yang unik.
35
Gambar 17. Perataan jaring GNSS (SNI JKH, 2002)
Untuk mengecek kualitas dari koordinat yang diperoleh dari hitung perataan jaringan,
ada beberapa indikator kualitas yang dapat dipantau, yaitu antara lain :
a. RMS (Root Mean Squares), harga minimum dan maksimum, serta standar deviasi dari
residual, faktor variansi a posteriori,
c. Jumlah vektor baseline yang ditolak (outliers). Outliers adalah data pengamatan yang
secara statistik dianggap tidak sesuai (incompatible) dengan data pengamatan lainnya
dalam satu seri (Vanicek,1986).
36
HASIL PERHITUNGAN
1. Hasil koordinat X Y Z.
Hasil estimasi kordinat X, Y, dan Z kala pertama dan ketelitiannya dapat dilihat pada
Tabel 3. Pada Tabel 4 menunjukkan hasil estimasi komponen X, Y, dan Z kala kedua dan
ketelitiannya. Pada Tabel 5 menunjukkan hasil estimasi komponen X, Y, dan Z kala ketiga
dan ketelitiannya. Pada Tabel 6 menunjukkan hasil estimasi komponen X, Y, dan Z kala
keempat dan ketelitiannya. Hasil estimasi koordinat kala pertama, kedua, dan ketiga
diperoleh dari hasil pengolahan data GPS Geodetic menggunakan software Geogenius.
Tabel 3. Nilai komponen 3D (X,Y, dan Z) pada kala pertama beserta simpangan bakunya
Tabel 4. Nilai komponen 3D (X,Y, dan Z) pada kala kedua beserta simpangan bakunya
37
P2 363629,635 9186980,596 758,270 15,7 7,6 37,5
Tabel 5. Nilai komponen 3D (X,Y, dan Z) pada kala ketiga beserta simpangan bakunya
38
Tabel 6. Nilai komponen 3D (X,Y, dan Z) pada kala keempat beserta simpangan
bakunya
39
KETELITIAN KOORDINAT XYZ KALA
PERTAMA
25
20
NILAI (mm)
15 σXi (mm)
10
σYi (mm)
5
σZi (mm)
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
TITIK PANTAU
25
20 σXi (mm)
15 σYi (mm)
10 σZi (mm)
5
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
TITIK PANTAU
40
KETELITIAN KOORDINAT XYZ KALA KETIGA
16
14
12
NILAI (mm)
10
8 σXi (mm)
6 σYi (mm)
4 σZi (mm)
2
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
TITIK PANTAU
80
70
60
NILAI (mm)
50
σXi (mm)
40 σYi (mm)
30 σZi (mm)
20
10
0
P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8
TITIK PANTAU
41
RERATA NILAI KETELITIAN KOORDINAT XYZ SETIAP KALA
70
60
NILAI RERATA KETELITIAN
50
40 σXi (mm)
30 σYi (mm)
σZi (mm)
20
10
0
I II III IV
KALA
42
Tabel 7. Nilai dan arah pergerakan horizontal dan vertikal kala pertama s.d kedua
PERGERAKAN PERGERAKAN
ARAH
TITIK HORIZONTAL VERTIKAL
(DERAJAT)
(CM) (CM)
43
Gambar 23. Besar dan arah pergerakan tanah
44
Tabel 8. Nilai dan arah pergerakan horizontal dan vertikal kala kedua s.d ketiga
PERGERAKAN PERGERAKAN
ARAH
TITIK HORIZONTAL VERTIKAL
(DERAJAT)
(CM) (CM)
45
Gambar 24. Besar dan arah pergerakan tanah
46
Tabel 9. Nilai dan arah pergerakan horizontal dan vertikal kala pertama s.d ketiga
PERGERAKAN PERGERAKAN
ARAH
TITIK HORIZONTAL VERTIKAL
(DERAJAT)
(CM) (CM)
47
Gambar 25 Besar dan arah pergerakan tanah
48
Tabel 10. Nilai dan arah pergerakan horizontal dan vertikal kala ketiga s.d kala
keempat
PERGERAKAN PERGERAKAN
ARAH
TITIK HORIZONTAL VERTIKAL
(DERAJAT)
(CM) (CM)
49
PERIODE 3 - PERIODE 4
50
pada pengukuran titik pantau. Pada Tabel 11 menunjukkan hasil uji beda signifikansi
parameter kala I s.d II.
𝑋𝑖 − 𝑋𝑖𝑖
Koordinat 𝑇=
Titik 2 2
(T tabel = 2, 228) Hasil uji
(i) √𝜎𝑥𝑖 + 𝜎𝑥𝑖𝑖
51
Z 1,796E-06 2, 228 diterima
Berdasarkan pada Tabel 12 menunjukkan bahwa hasil ujinya diterima, Pada Tabel 12
menunjukkan hasil uji beda signifikansi parameter kala II s.d III.
Tabel 12. Hasil uji beda signifikansi parameter kala II s.d III
𝑋𝑖 − 𝑋𝑖𝑖
Koordinat 𝑇=
Titik 2 2
(T tabel = 2, 228) Hasil uji
(i) √𝜎𝑥𝑖 + 𝜎𝑥𝑖𝑖
52
X -1,06583E-06 2, 228 diterima
Berdasarkan pada Tabel 13 menunjukkan bahwa hasil ujinya diterima,. Pada Tabel 13
menunjukkan hasil uji beda signifikansi parameter kala I s.d III. Berdasarkan pada Tabel
13 menunjukkan bahwa hasil ujinya diterima.
53
Tabel 13. Hasil uji beda signifikansi parameter kala I s.d III
𝑋𝑖 − 𝑋𝑖𝑖
Koordinat 𝑇=
Titik 2 2
(T tabel = 2, 228) Hasil uji
(i) √𝜎𝑥𝑖 + 𝜎𝑥𝑖𝑖
54
Y 6,42434E-06 2, 228 diterima
Berdasarkan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa hasil ujinya ada yang diterima dan tidak
diterima. Pada Tabel 14 menunjukkan hasil uji beda signifikansi parameter kala III s.d IV.
Berdasarkan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa hasil ujinya ada yang diterima dan tidak
diterima.
Tabel 14. Hasil uji beda signifikansi parameter kala I s.d III
𝑋𝑖 − 𝑋𝑖𝑖
Koordinat 𝑇=
Titik 2 2
(T tabel = 2, 228) Hasil uji
(i) √𝜎𝑥𝑖 + 𝜎𝑥𝑖𝑖
55
Tidak
Z 2, 228
-161,472 diterima
Tidak
X 2, 228
-8,960926673 diterima
Tidak
P4 Y 2, 228
-17,8321 diterima
Tidak
Z 2, 228
-367,992 diterima
Tidak
X 2, 228
-4,293548659 diterima
Tidak
Z 2, 228
-192,471 diterima
Tidak
X 2, 228
-4,574380006 diterima
P8
Tidak
Y 2, 228
-2,87919 diterima
56
Tidak
Z 2, 228
9,099917 diterima
Berdasarkan pada Tabel 14 menunjukkan bahwa hasil ujinya tidak diterima untuk
pergerakan secara vertikal di semua titik pantau, selanjutnya pada titik P4 dan P5
mengalami pergerkan horizontal juga dengan ditunjukkan hasil tidak diterima pada uji
statistiknya. Beberapa kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian
adalah Berdasarkan hasil yang diperoleh dari uji statistik yang telah dilakukan,
menunjukkan bahwa nilai pergerakan horizontal dan vertikal yang terjadi pada kala
ketiga sampai dengan kala keempat terjadi pada titik kontrol P4 dan P5. Untuk P1 hingga
P8 telah terjadi pergerakan secara vertikal saja. Oleh karena itu titik kontrol P1, P2, P3,
P6, P7, dan P8 tidak mengalami pergerakan secara horizontal.
Hal tersebut sesuai dengan kondisi selama pengukuran, yaitu dalam waktu satu
tahun (kala ketiga hingga kala keempat) telah terjadi hujan dalam waktu yang cukup
lama. Sehingga terjadi pergerakan baik secara horizontal maupun vertikal pada titik-titik
kontrol tersebut. Pada Tabel 15 menunjukkan besarnya nilai pergerakan horizontal dan
vertikal yang terjadi dari kala ketiga hingga kala keempat beserta arahnya.
57
Berdasarkan Tabel 15 menunjukkan bahwa pada titik kontrol P4 mengalami
pergerakan horizontal sebesar 0,58 meter, dan titik kontrol P5 mengalami pergerakan
horizontal sebesar 0,15 meter. Selanjutnya pada titik kontrol P4 mengalami pergerakan
vertikal paling tinggi sebesar 0,31 meter, untuk titik kontrol P2 mengalami pergerakan
vertikal paling kecil yaitu sebesar 0,01 meter. Tanda minus pada pergerakan vertikal
menunjukkan adanya pergerakan turun. Tanda plus pada pergerakan vertikal
menunjukkan adanya kenaikan tanah.
58
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, H.Z., 1995, Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya, PT Pradnya Paramita,
Jakarta.
Abidin, H.Z., Andreas, H., Meilano, I., Gamal, M., Gumilar, I., dan Abdullah, C.I., 2009,
Deformasi Koseismik dan Pascaseismik Gempa Yogyakarta 2006 dari Hasil Survei
GPS, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 4 No.4 Desember 2009: 275-284.
Abidin, H.Z., Jones, A., dan Kahar, J., 2002, Survei dengan GPS, Penerbit Pradnya
Paramita, Jakarta.
Abidin, H.Z., C. Subarya, B. Muslim, F.H. Adiyanto, I. Meilano, H. Andreas, dan I. Gumilar,
2010, The Applications of GPS CORS in Indonesia: Status, Prospect and Limitation,
Proceedings of the FIG Congress 2010, TS 4C - GNSS CORS Networks -
Infrastructure, Analysis and Applications II, Sydney, Australia, 11-16 April 2010.
Aditiya, A., Efendi, J., dan Syafii, A., 2014, InaCORS : Infrastructure of GNSS CORS in
Indonesia, FIG Congress 2014 Engaging the Challenges, Enhancing the Relevance,
Kuala Lumpur, Malaysia, 16 – 21 Juni 2014.
Anonim., 2002, Standar Nasional Indonesia Jaring Kontrol Horizontal, Badan Standarisasi
Nasional. Diakses 4 November 2014.
Apriyanti, D,, 2015, Analisis Pergerakan Aspek Geometrik 3d Pada Titik Kontrol
Pemantauan Bendungan Waduk Sermo, Tesis, Jurusan Pascasarjana Teknik
Geomatika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta,
Baarda, W., 1967, Statistical Concepts in Geodesy, Publications on Geodesy, New Series,
Delf.
59
Bayrak, T., 2007, Modelling the Relationship between Water Level and Vertical
Displacements on the Yamula Dam, Turkey, National. Hazards Earth System.
Science., Vol. 7, hal. 289–297.
Bock, Y., L. Prawirodirdjo, J.F. Genrich, C.W. Stevens, R. Mc.Caffrey, C. Subarya, S.S.O
Puntodewo, dan E. Calais, 2003, Crustal Motion in Indonesia from Global
Positioning System Measurements, Journal of Geophysical Research, VoL. 108, No.
B8, 2367, doi:10.1029/2001JB000324, 2003.
Cai, J. dan Grafarend, W., 2006, Strain Analysis of Geodetic Deformation (Strain Rate)
Derived from the Space Geodetic Measurements of BIFROST Project in
Fennoscandia, Journal of Geodynamics, Science Direct Vol. 43 (2007), 214-238.
Caspary, W.F., 1987, Concept of Network and Deformation Analysis, 1st, Edition School of Surveying,
The University of New South Wales, Monograph 11, Kensington, N.S.W.
Chen, Y.Q., 1988, Deformation Surveys in P.R. China, Proceedings of 5th International
(FIG) Symposium on Deformation Measurements and 5th Canadian Symposium on
Mining Surveying and Rock Deformation Measurements, Department of Surveying
Engineering, University of Brunswick, Canada.
Chzranowski, A. dan Chen, Y.Q., 1986, Report of the Ad Hoc Committee on the Analysis of
Deformation Surveys, XVIII International Congress FIG, Canada.
Duong, N.A., T. Sagiya, F. Kimata, T.D. To, dan V.Q. Hai., 2013, Contemporary Horizontal
Crustal Movement Estimation for Northwestern Vietnam Inferred from Repeated
GPS Measurements. Earth Planets Space, 65, 1399–1410, 201.
doi:10.5047/eps.2013.09.010.
El-Rabbany, A., 2002, Introduction to GPS, The Global Positioning System , 2nd Edition,
Artech House. Inc, Boston.
Fajriyanto., Suyadi., Citra, D., dan Irwan, M., 2013, Estimasi Laju Geser dan Pembuatan
Model Deformasi di Selat Sunda dengan Menggunakan GPS Kontinyu, Seminar
Nasional Sains dan Teknologi V, Lembaga Penelitian Universitas Lampung,
Lampung.
60
Hanifa, N.R., 2007, Studi Penggunaan Kamera Digital Low-Cost Non-Metric Auto-Focus
untuk Pemantauan Deformasi, Tesis, Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Kious, J.W. dan Tilling, R.I., 1996, The Dynamic of Earth : The Story of Plates Tectonics,
Online Edition, USGS.
Klobuchar, J.A., 1996, Ionospheric Effects on GPS, dalam : Parkinson, B.W. dan Spilker,
J.R.(Ed.), Global Positioning System : Theory and Applications, American Institute
of Aeronautics and Astronautics, Inc., Washington DC, USA, halaman 485-514.
Kuang, S., 1996, Geodetic Network Analysis and Optimal Design : Consepts and Applications,
Ann Arbor Press Inc., Chelsea Michigan.
Leick, A., 2004, GPS Satellite Surveying 3rd edition, John Wiley & Sons, Inc., New Jersey,
Canada.
Lestari, D., 2006, GPS Study for Resolving the Stability of Borobudur Temple Site, Thesis,
School of Surveying and Spatial Information System, University of New South
Wales.
Panuntun, H., 2012, Penentuan Posisi Anjungan Minyak Lepas Pantai dengan Titik Ikat
GPS Regional Dan Global, Tesis, Program Studi S-2 Teknik Geomatika, Pascasarjana
Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Prihandito, A., 1988, Proyeksi Peta, cetakan pertama, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
61
Rizos, C., 1997, Principles and Practice of GPS Surveying, The School of Geomatic
Engineering, The University of New South Wales, Sydney, Australia.
Sulasdi, W.N., 1995, Makna Kerangka Referensi dalam Analisis Deformasi, Pertemuan
Ilmiah Tahunan XX Himpunan Ahli Geofisika Indonesia, Yogyakarta.
Sunantyo, T.A., Basah, S.K., Fakrurazzi, D., Adin, S., Adhi, D., dan Susilo, A., 2012, Design
and Installation for Dam Monitoring using Multi Sensors: A Case Study at Sermo
Dam, Yogyakarta Province, Indonesia, FIG Working Week 2012, Rome.
Sunantyo, T.A., dan Basuki, S., (2012), Pendefinisian Base Station untuk Pemantauan
Deformasi di Waduk Sermo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Proceeding of Annual
Engineering Seminar 2012, Faculty of Engineering, Gadjah Mada University.
Tape, C., P. Muse, M. Simons, D. Dong, dan F. Webb, 2009, Multiscale Estimation of GPS
Velocity Fields, Geophysics International Journal, (2009), 179, 945-971.
Ulinnuha., H, 2015, Analisis Deformasi Aspek Geometrik Segmen Mentawai Akibat Gempa
Tektonik 10 Juli 2013, Tesis, Jurusan Pascasarjana Teknik Geomatika, Fakultas
Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Whittaker, J.M., R.D. Muller, M. Sdrolias, dan C. Heine, 2007, Sunda-Java Trench
Kinematics, Slab Window Formation and Overriding Plate Deformation since the
Cretaceous, Earth and Planetary Science Letters 255 (2007) 445–457. Elsevier
Journal.
Widjajanti, N., 2010, Deformation Analysis of Offshore Platform using GPS Technique and
its Application in Structural Integrity Assessment, Ph.D Disertasi, Universiti
Teknologi PETRONAS, Malaysia.
Widjajanti N., 1997, Analisis Deformasi–Status Geometrik Dua Dimensi dengan Pendekatan
Generalisasi Matriks Kebalikan, Tesis, Program Pascasarjana Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
62
Yulaikhah dan Andaru, R., 2013, Analisis Pergerakan Kerangka Kontrol Sermo,
Kulonprogo Tahun 2012-1013, Laporan Akhir Penelitian, Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
63
GLOSARIUM
64
GPS yaitu (Global Positioning System) Metode pengukuran posisi dengan bantuan satelit
yang bekerja secara global (dititik manapun di bumi) seharihari GPS sering diartikan
sebagai receiver (peralatan GPS).
Informasi adalah Sesuatu yang memiliki makna atau manfaat.
Jaring Kontrol yaitu serangkaian BM yang disebar di permukaan bumi untuk keperluan
pembuatan peta atau penelitian suatu geodinamika bumi atau untuk pengikatan kontrol
suatu kontruksi.
Kontrol yaitu Upaya mengendalikan data hasil pengukuran di lapangan agar
memenuhi syarat geometrik tertentu sehingga kesalahan hasil
pengukuran di lapangan dapat memenuhi syarat yang ditetapkan dan kesalahan-
kesalahan acaknya telah dikoreksi.
Konversi yaitu Proses mengubah suatu besaran (sudut/jarak) dari suatu sistem
menjadi sistem yang lain.
Koordinat yaitu Posisi titik yang dihitung dari posisi nol sumbu X dan posisi nol
sumbu Y.
Proyeksi peta yaitu Proses memindahkan informasi geometrik dari bidang lengkung
(bola/ellipsoidal) ke bidang datar melalui bidang perantara
(bidang datar, kerucut, silinder).
Skala yaitu Nilai perbandingan besaran jarak atau luas di atas kertas terhadap
jarak dan luas di lapangan.
Tanah yaitu lapisan bumi paling luar yang sering digunakan oleh manusia untuk berbagai
keperluan
Tinggi suatu titik adalah jarak tegak diatas atau dibawah bidang datum.
Topografi yaitu Peta yang menyajikan informasi di atas permukaan bumi baik
unsur alam maupun unsur buatan manusia dengan skala sedang dan kecil.
UTM yaitu Universal Transverse Mercator. Sistem proyeksi peta global yang
memiliki lebar zona 6o sehingga jumlah zona UTM seluruh dunia
adalah 60 zona. Bidang perantara yang digunakan adalah silinder
dengan posisi transversal (sumbu putar bumi tegak lurus
terhadap garis normal silinder), informasi geometrik yang
dipertahankan sama adalah sudut (konform) dan secant.
WGS-84 yaitu World Geodetic System tahun 1984, adalah ellipsoid terbaik yang
memiliki penyimpangan terkecil terhadap geoid (lihat istilah geoid).
65
Zone yaitu Kurva yang dibatasi oleh batas-batas dengan kriteria tertentu.
INDEKS
Indeks Pengarang
Abidin 5, 6, 7, 9, 10, 15, 18, 19, 22, 30, 37
Aditiya 12
Apriyanti 23, 24
Baarda 9
Bayrak 9
Bock 10
Cai 6
Caspary 25
Chen 21
Chzranowski 23
Djadja 28
Duong 10
El-Rabbany 5
Fajriyanto 24, 25
Hanifa 21, 23
Hu 17
Kious 13
Klobuchar 14
Kuang 21, 23
Leick 6
Lestari 22
Marwanta 27
Panuntun 6
Prasedya 6
66
Prihandito 13
Rizos 14, 16
Sulasdi 23
Sunantyo 22
Tape 11
Ulinnuha 24, 27
Vanicek 41
Whittaker 12
Yulaikhah 22
Indeks Subyek
Alat 18, 32, 33
Baseline, 11, 12, 15, 16, 17, 19, 20, 36, 38, 39, 40, 41, 43, 44, 45, 46, 50, 51
GPS 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11
GNSS 6, 7, 9, 10, 11
Koordinat 5, 7, 8, 9, 11, 12, 13, 16, 17, 18, 19, 20, 23, 24, 25, 26, 30, 31, 33, 38, 39,
40, 41, 42, 48, 51, 54, 56, 57, 58, 59
Longsor 27, 28
67
Pengamatan 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26, 30,
31, 36, 37, 38, 41, 42
Pengukuran 6, 7, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 20, 23, 25, 27, 31, 32, 33, 36, 40, 42, 44,
59, 67, 73
Posisi 5, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 30, 38
Receiver 5, 6, 7, 8, 10, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 30, 31, 32, 33, 37, 38,
Tanah 5, 9, 21, 25, 27, 28, 29, 33, 59, 61, 63, 65, 66, 74
68
Redaksi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta
Jalan Padjajaran No.104, Lingkar Utara Condong Catur Yogyakarta
Gedung Arie F. Lasut, Lantai 1
Telp : 0274 487814
Email : [email protected]
69