Sumber Sumber Ajaran Islam

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SUMBER-SUMBER AJARAN ISLAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Studi Keislaman
Dosen Pengampu Mata kuliah: Feri Riski Dinata M.Pd

Disusun oleh kelompok 3:


1. Uswatun Hasanah
2. Faiza Agustina
3. Bayu Firmansyah
4. Fatimatuz Zahra
5. Hesti Marsela

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) AL-HIKMAH


BUMI AGUNG - WAY KANAN
2023
Kata Pengantar

Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan
Maha Penyayang, atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, utusan Allah yang
membawa cahaya petunjuk bagi seluruh umat manusia.

Makalah ini berjudul "Sumber-Sumber Ajaran Islam" membahas tentang


berbagai sumber yang menjadi landasan ajaran agama Islam. Islam, sebagai salah
satu agama besar dunia, memiliki warisan ajaran yang kaya dan mendalam. Ajaran
Islam mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari keyakinan, prinsip, hukum,
ibadah, hingga etika yang harus dipegang teguh oleh umat Islam. Agama Islam
memiliki sumber-sumber ajaran yang menggambarkan dan menjelaskan bagaimana
seorang Muslim seharusnya menjalani kehidupannya dengan benar dan sesuai
dengan petunjuk Allah SWT.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penulisan makalah ini, serta kepada semua pembaca yang telah
menyempatkan waktu untuk membaca dan memahami isi makalah ini. Semoga
makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang sumber-sumber
ajaran Islam dan kontribusi mereka dalam membentuk identitas dan pandangan
dunia umat Islam.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat menjadi sumbangan kecil dalam
peningkatan pemahaman tentang Islam dan memperkuat nilai-nilai harmoni,
kedamaian, dan toleransi di tengah-tengah masyarakat yang beragam.

Pisang baru, 1 Oktober 2023

penulis

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii


Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
(Pendahuluan) ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ..................................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
(Pembahasan) .......................................................................................................... 2
A. Sumber-sumber ajaran islam .................................................................... 2
1. Al-Quran ............................................................................................... 2
2. Hadist .................................................................................................... 4
3. Ijtihad .................................................................................................... 8
BAB III ................................................................................................................. 11
(Penutup) ............................................................................................................... 11
A. Kesimpulan ................................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................................... 11
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 12

iii
BAB I
(Pendahuluan)

A. Latar Belakang

Islam, sebagai salah satu agama dunia yang memiliki sejarah panjang dan
jumlah pengikut yang besar, memiliki sistem ajaran yang kompleks dan mendalam.
Ajaran Islam mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari keyakinan, prinsip
moral, hukum, ibadah, hingga pandangan dunia. Agama ini memberikan pedoman
yang kuat bagi umatnya untuk menjalani kehidupan dengan benar, mengikuti nilai-
nilai yang ditentukan oleh Allah SWT.

Untuk memahami ajaran Islam secara mendalam, sangat penting untuk


memahami sumber-sumber ajarannya. Sumber-sumber ini adalah panduan utama
bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu,
makalah ini bertujuan untuk mengkaji dan menjelaskan beberapa sumber utama
ajaran Islam, yaitu Al-Quran, Hadis, Ijma, Qiyas, dan Ijtihad.

Dengan memahami sumber-sumber ajaran Islam, individu dapat mendapatkan


wawasan yang lebih dalam tentang landasan agama ini, sehingga dapat menjalani
kehidupan yang lebih sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, makalah ini
bertujuan untuk memberikan wawasan yang jelas tentang sumber-sumber ajaran
Islam, yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi individu dari berbagai latar
belakang dan kepercayaan
.
B. Rumusan masalah
1. Apa saja sumber-sumber utama ajaran Islam.
2. Bagaimana Al-Quran sebagai sumber ajaran islam?
3. Bagaimana Hadist sebagai sumber hukum kedua ajaran islam?
4. Bagaimana Ijtihad sebagai sumber hukum ajaran islam setelah Al-Quran
dan Hadist?

C. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Keislaman.
2. Sebagai penambah pengetahuan dan wawasan akan sumber-sumber ajaran
agama islam.

1
BAB II
(Pembahasan)

A. Sumber-sumber ajaran islam

Sumber hukum dalam Islam digolongkan menjadi tiga, yaitu Al-Qur'an, hadis,
dan ijtihad. Al-Qur'an merupakan sumber pertama hukum Islam yang memuat
panduan kehidupan manusia. Adapun hadis merupakan sumber hukum Islam
setelah Al-Qur'an yang berisi perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad
saw.

1. Al-Quran

a. Pengertian Al-Quran

Secara bahasa (etimologi) Al-qur’an merupakan bentuk masdar (kata benda)


dari kata kerja Qoro-a yang bermakna membaca atau bacaan. Ada yang berpendapat
bahwa qur’an adalah masdar yang bermakna isim maf’ul, karenanya ia berarti yang
dibaca atau maqru’. Menurut para ahli bahasa, kata yag berwazan fu’lan memiliki
arti kesempurnaan. Karena itu Al-qur’an adalah bacaan yang sempurna. Sedangkan
pengertian menurut istilah (terminologi) Al-qur’an adalah:” kitab Allah yang
diturunkan kepada utusan Allah, Muhammad SAW. Yang ter maktub dalam
mushaf, dan disampaikan kepada kita secara mutawatir, tanpa ada keraguan”.

Secara mutawatir, ditulis dalam mushaf, dimulai dengan surah al-Fatihah dan
diakhiri dengan surah an-Nas. Membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai
mukjizat Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat
manusia. Allah Swt. berfirman:

“Sungguh, al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan
memberi kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa
mereka akan mendapat pahala yang besar.” (Q.S. al-Isra/17:9).

Nama lain dari Al-Quran:

• Al-Kitab: Artinya "Kitab," yang merujuk pada fakta bahwa Al-Quran adalah kitab
suci dalam Islam.

• Al-Kitab al-Mubin: Artinya "Kitab yang Terang," yang menekankan pada


kejelasan dan petunjuk yang terdapat dalam Al-Quran.

2
• Al-Furqan: Artinya "Pembeda" atau "Pemisah," yang menyoroti peran Al-Quran
dalam membedakan antara yang benar dan yang salah.

• Al-Huda: Artinya "Petunjuk," yang menunjukkan bahwa Al-Quran adalah sumber


utama petunjuk bagi umat Islam.

• Az-Zikr: Artinya "Pengingat," yang menggarisbawahi bahwa Al-Quran adalah


sumber pengingat tentang Allah dan ajaran-Nya.

• An-Nur: Artinya "Cahaya," yang mencerminkan pemahaman bahwa Al-Quran


membawa cahaya ilahi kepada manusia.

• Al-Shifa: Artinya "Penyembuhan," yang mencerminkan keyakinan bahwa Al-


Quran memiliki kekuatan penyembuhan, baik secara fisik maupun spiritual.

• Al-Bayan: Artinya "Penjelasan" atau "Pengungkapan," karena Al-Quran dianggap


sebagai kitab yang menjelaskan banyak aspek kehidupan dan akhirat.

• Al-Kalimah: Artinya "Kata-kata" atau "Ucapan," karena Al-Quran berisi kata-kata


Allah yang diucapkan kepada manusia.

• Al-Hikmah: Artinya "Hikmah" atau "Kebijaksanaan," karena Al-Quran dianggap


sebagai sumber kebijaksanaan dan pengetahuan.

b. Kedudukan Al-Quran sebagai ajaran islam

Sebagai sumber ajaran Islam, al-Qur’an memiliki kedudukan yang sangat tinggi.
Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama sehingga semua persoalan harus
merujuk dan berpedoman kepadanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.
dalam al-Qur’an:

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya


(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian,
jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah
Swt. (alQur’an) dan Rasul-Nya (sunnah), jika kamu beriman kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”
(Q.S. an-Nisa’/4:59).

Dalam ayat yang lain Allah Swt. menyatakan:


“Sungguh, Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad)
membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia dan apa yang telah
diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau menjadi penentang (orang yang
tidak bersalah), karena (membela) orang yang berkhianat.” (Q.S. an-Nisa’/4:105)

3
Berdasarkan dua ayat dan hadis di atas, jelaslah bahwa al-Qur’an adalah kitab
yang berisi sebagai petunjuk dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.
AlQur’an sumber dari segala sumber hukum baik dalam konteks kehidupan di dunia
maupun di akhirat kelak. Namun demikian, hukum-hukum yang terdapat dalam
Kitab 4 Suci al-Qur’an ada yang bersifat rinci dan sangat jelas maksudnya, dan ada
yang masih bersifat umum dan perlu pemahaman mendalam untuk memahaminya.

c. Kandungan dalam Al-Quran

• Akidah atau keimanan


Akidah atau keimanan adalah keyakinan yang tertancap kuat di dalam hati.
Akidah terkait dengan keimanan terhadap hal-hal yang gaib yang terangkum dalam
rukun iman (arkanul iman), yaitu iman kepada Allah Swt. iman kepada malaikat,
iman kepada kitab suci, iman kepada para rasul, iman kepada hari kiamat, dan iman
kepada qada/qadar Allah Swt.

• Syari’at atau ibadah


Hukum ini mengatur tentang tata cara ibadah baik yang berhubungan langsung
dengan al-Khaliq (Pencipta), yaitu Allah Swt. yang disebut ibadah maḥḍah, maupun
yang berhubungan dengan sesama makhluknya yang disebut dengan ibadah gairu
maḥḍah. Ilmu yang mempelajari tata cara ibadah dinamakan ilmu fikih.

a) . Hukum ibadah
Hukum ini mengatur bagaimana seharusnya melaksanakan ibadah yang
sesuai dengan ajaran Islam. Hukum ini mengandung perintah untuk
mengerjakan salat, haji, zakat, puasa, dan lain sebagainya.

b) Hukum muamalah
Hukum ini mengatur interaksi antara manusia dan sesamanya, seperti hukum
tentang tata cara jual beli dalam Islam, hukum pidana, hukum perdata, hukum
warisan, pernikahan, politik, dan lain sebagainya

2. Hadist

a. Pengertian Hadist

Secara bahasa, hadist berarti perkataan atau ucapan. Sedangkan menurut istilah,
hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (takrir) yang dilakukan
oleh Nabi Muhammad saw. Hadis juga dinamakan sunnah. Namun demikian, ulama
hadis membedakan hadis dengan sunnah. Hadis adalah ucapan atau perkataan

4
Rasulullah saw., sedangkan sunnah adalah segala apa yang dilakukan oleh
Rasulullah saw. yang menjadi sumber hukum Islam.

Hadis dalam arti perkataan atau ucapan Rasulullah saw. terdiri atas beberapa
bagian yang saling terkait satu sama lain. Bagian-bagian hadis tersebut antara lain
sebagai berikut.

• Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis


dari Rasulullah saw. sampai kepada kita sekarang ini.
• Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.
• Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.

b. Kedudukan Hadist sebagai ajaran islam

Sebagai sumber hukum Islam, hadis berada satu tingkat di bawah al-Qur’an.
Artinya, jika sebuah perkara hukumnya tidak terdapat di dalam al-Qur’an, yang
harus dijadikan sandaran berikutnya adalah hadis tersebut. Hal ini sebagaimana
firman Allah Swt:

“… dan apa-apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia. Dan apaapa
yang dilarangnya, maka tinggalkanlah.” (Q.S. al-Ḥasyr/59:7)

Demikian pula firman Allah Swt. dalam ayat yang lain:


“Barangsiapa menaati Rasul (Muhammad), maka sesungguhnya ia telah
menaati Allah Swt. Dan barangsiapa berpaling (darinya), maka (ketahuilah) Kami
tidak mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi pemelihara mereka.” (Q.S. an-
Nisa’/4:80)

c. Fungsi Hadist terhadap Al-Quran

Rasulullah saw. sebagai pembawa risalah Allah Swt. bertugas menjelaskan


ajaran yang diturunkan Allah Swt. melalui al-Qur’an kepada umat manusia. Oleh
karena itu, hadis berfungsi untuk menjelaskan (bayan) serta menguatkan hukum-
hukum yang terdapat dalam al-Qur’an.

Fungsi hadis terhadap al-Qur’an dapat dikelompokkan menjadi empat yaitu sebagai
berikut.

• Menjelaskan ayat-ayat al-qur’an yang masih bersifat umum

Contohnya adalah ayat al-Qur’an yang memerintahkan salat. Perintah salat


dalam al-Qur’an masih bersifat umum sehingga diperjelas dengan hadis-hadis

5
Rasulullah saw. tentang salat, baik tentang tata caranya maupun jumlah bilangan
rakaatnya. Untuk menjelaskan perintah salat tersebut, misalnya keluarlah sebuah
hadis yang berbunyi, “Salatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku salat”. (H.R.
Bukhari).

• Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-qur’an

Seperti dalam al-qur’an erdapat ayat yang menyatakan, “Barangsiapa di antara


kalian melihat bulan, maka berpuasalah!” Kemudian ayat tersebut diperkuat oleh
sebuah hadis yang berbunyi, “… berpuasalah karena melihat bulan dan berbukalah
karena melihatnya …” (H.R. Bukhari dan Muslim)

• Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-qur’an

Misal, dalam surat at-Taubah ayat 34 dikatakan, “Orang-orang yang


menyimpan emas dan perak, kemudian tidak membelanjakannya di jalan Allah
Swt., gembirakanlah mereka dengan azab yang pedih!” Ayat ini dijelaskan oleh
hadis yang berbunyi, “Allah Swt. tidak mewajibkan zakat kecuali supaya menjadi
baik harta-hartamu yang sudah dizakati.” (H.R. Baihaqi)

• Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-qur’an

Maksudnya adalah bahwa jika suatu masalah tidak terdapat hukumnya dalam
al-Qur’an, diambil dari hadis yang sesuai. Misalnya, bagaimana hukumnya seorang
laki-laki yang menikahi saudara perempuan istrinya. Hal tersebut dijelaskan dalam
sebuah hadis Rasulullah saw.:

Dari Abi Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda: “Dilarang seseorang


mengumpulkan (mengawini secara bersama) seorang perempuan dengan saudara
dari ayahnya serta seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya.”
(H.R. Bukhari).

d. Jenis-jenis Hadist

1. Hadis Sahih: Hadis sahih adalah jenis hadis yang memiliki rantai perawi yang kuat
dan teks yang dapat dipercaya. Semua perawi dalam rantai ini dikenal sebagai
perawi yang adil dan teksnya bebas dari kecacatan. Hadis sahih dianggap sebagai
sumber ajaran Islam yang paling dapat diandalkan.

6
2. Hadis Hasan: Hadis hasan memiliki rantai perawi yang kuat, meskipun tidak
sekuat hadis sahih. Meskipun memiliki sedikit ketidakpastian, hadis hasan masih
dianggap dapat diterima dalam ajaran Islam.

3. Hadis Dhaif: Hadis dhaif adalah hadis yang memiliki kelemahan dalam rantai
perawinya atau matannya. Ini bisa berarti ada perawi yang tidak diketahui, tidak
dapat dipercaya, atau matan yang diragukan. Hadis dhaif tidak dianggap sebagai
sumber ajaran yang kuat dan tidak boleh digunakan sebagai dasar dalam masalah
keagamaan.

4. Hadis Mawdu': Hadis mawdu' adalah hadis palsu yang disusun oleh seseorang
dengan sengaja untuk mempengaruhi ajaran Islam. Hadis ini dianggap sebagai
kebohongan dan tidak memiliki nilai dalam Islam.

5. Hadis Mutawatir: Hadis mutawatir adalah hadis yang telah disampaikan oleh
begitu banyak perawi pada setiap lapisan rantai perawi sehingga kebenarannya
diyakini secara mutlak. Ini adalah jenis hadis yang paling kuat dalam hal keabsahan.

6. Hadis Ahad: Hadis ahad adalah hadis yang tidak mencapai tingkat mutawatir. Ini
berarti memiliki jumlah perawi yang lebih sedikit daripada hadis mutawatir dan
tingkat keandalannya lebih rendah.

7. Hadis Marfu': Hadis marfu' adalah hadis yang berisi perkataan atau tindakan Nabi
Muhammad SAW yang disampaikan oleh salah satu sahabatnya.

8. Hadis Mauquf: Hadis mauquf adalah hadis yang berisi perkataan atau tindakan
seorang sahabat dan tidak mencapai tingkat marfu', yaitu tidak mencakup perkataan
atau tindakan Nabi Muhammad SAW.

9. Hadis Maqtu': Hadis maqtu' adalah hadis yang terputus dalam rantai perawinya,
yaitu tidak mencakup sampai kepada Nabi Muhammad SAW atau sahabat.

10. Hadis Mudallas: Hadis mudallas adalah hadis yang mengandung penyimpangan
dalam rantai perawinya, seperti perawi yang tidak menyebutkan perawi langsung
yang mengajarkan hadis kepada mereka.

11. Hadis Musnad: Hadis musnad adalah hadis yang disusun dalam bentuk koleksi
berdasarkan perawi tertentu.

12. Hadis Musannaf: Hadis musannaf adalah hadis yang disusun berdasarkan topik
tertentu, bukan perawi.

13. Hadis Qudsi: Hadis qudsi adalah hadis yang berisi kata-kata Allah SWT yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, tetapi bukan bagian dari Al-Quran.

7
3. Ijtihad

a. Pengertian Ijtihad

Kata ijtihad berasal bahasa Arab ijtahada – yajtahidu -ijtihadan yang berarti
mengerahkan segala kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau
bekerja secara optimal. Secara istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga
dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam menetapkan suatu hukum. Orang yang
melakukan ijtihad dinamakan mujtahid.

b. Syarat-Syarat Berijtihad

Karena ijtihad sangat bergantung pada kecakapan dan keahlian para mujtahid,
dimungkinkan hasil ijtihad antara satu ulama dengan ulama lainnya berbeda hukum
yang dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak semua orang dapat melakukan ijtihad
dan menghasilkan hukum yang tepat. Berikut beberapa syarat yang harus dimiliki
seseorang untuk melakukan ijtihad.

• Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam


• Memiliki pemahaman mendalam tentang bahasa Arab, ilmu tafsir, usul
fikih, dan tarikh (sejarah).
• Memahami cara merumuskan hukum (istinbat).
• Memiliki keluhuran akhlak mulia.

c. Kedudukan Ijtihad

Ijtihad memiliki kedudukan sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur’an dan
hadis. Ijtihad dilakukan jika suatu persoalan tidak ditemukan hukumnya dalam
alQur’an dan hadis. Namun demikian, hukum yang dihasilkan dari ijtihad tidak
boleh bertentangan dengan al-Qur’an maupun hadis. Hal ini sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW:

“Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ketika mengutusnya ke Yaman,


ia bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa
orang kepadamu?” Muaz berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah
(alQur’an).” Lalu Nabi berkata, “Dan jika di dalam Kitabullah engkau tidak
menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu saya akan
memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi,
“Dan jika engkau tidak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz
menjawab, “Saya akan mempergunakan pertimbangan akal pikiran sendiri
(ijtihadu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.” Kemudian, Nabi bersabda, “Maha

8
suci Allah Swt. Yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-Nya dengan
suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.” (H.R. Darami)
Rasulullah saw. juga mengatakan bahwa seseorang yang berijtihad sesuai dengan
kemampuan dan ilmunya, kemudian ijtihadnya itu benar, maka ia mendapatkan dua
pahala, Jika kemudian ijtihadnya itu salah maka ia mendapatkan satu pahala. Hal
tersebut ditegaskan melalui sebuah hadis:

“Dari Amr bin As, sesungguhnya Rasulullah saw. Bersabda, “Apabila seorang
hakim berijtihad dalam memutuskan suatu persoalan, ternyata ijtihadnya benar,
maka ia mendapatkan dua pahala, dan apabila dia berijtihad, kemudian ijtihadnya
salah, maka ia mendapat satu pahala.” (H.R. Bukhari dan Muslim).

d. Bentuk-bentuk Ijtihad

Ijtihad sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum
terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut

1. Ijma’

Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihad dalam memutuskan suatu
perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk
menghimpun wahyu Ilahi yang berbentuk lembaran-lembaran terpisah menjadi
sebuah mushaf al-Qur’an yang seperti kita saksikan sekarang ini.

2. Qiyas

Qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak


terdapat dalam al-Qur’an atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam
al-Qur’an dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah
mengharamkan hukum minuman keras selain khamar seperti Brandy, Wisky, Topi
Miring, Vodka, dan narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan
khamar, yaitu memabukkan. Khamar dalam al-Qur’an diharamkan, sebagaimana
firman Allah Swt:

“Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi,


(berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah
perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatanperbuatan)
itu agar kamu beruntung.” (Q.S. al-Maidah/5:90)

9
e. Maslahah mursaliah

Maslahah mursallah artinya penetapan hukum yang menitikberatkan pada


kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki dan universal terhadap syariat
Islam. Misalkan, seseorang wajib mengganti atau membayar kerugian atas kerugian
kepada pemilik barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.

10
BAB III
(Penutup)

A. Kesimpulan

Al-Qur’an adalah kalam Allah Swt. (wahyu) yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad saw. melalui Malaikat Jibril dan diajarkan kepada umatnya, dan
membacanya merupakan ibadah. Al-Qur’an adalah sumber hukum utama selain
sebagai kitab suci. Oleh karena itu, semua ketentuan hukum yang berlaku tidak
boleh bertentangan dengan hukum-hukum yang terdapat dalam al-Qur’an.

Hadis atau sunnah adalah segala ucapan atau perkataan, perbuatan, serta
ketetapan (takrir) Nabi Muhammad saw. yang terlepas dari hawa nafsu dan perkara-
perkara tercela. Hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Dengan
demikian, hadis memiliki fungsi yang sangat penting dalam hukum Islam. Di antara
fungsi hadis, yaitu untuk menegaskan ketentuan yang telah ada dalam al-Qur’an,
menjelaskan ayat al-Qur’an (bayan tafsir), dan menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an
yang bersifat umum (bayan takhsis).

Ijtihad artinya bersungguh-sungguh atau mencurahkan segala kemampuan.


Ijtihad, yaitu upaya sungguh-sungguh mengerahkan segenap kemampuan akal
untuk mendapatkan hukum-hukum syariat pada masalah-masalah yang tidak ada
nashnya. Ijtihad dilakukan dengan mencurahkan kemampuan untuk mendapatkan
hukum syara’ atau ketentuan hukum yang bersifat operasional dengan mengambil
kesimpulan dari prinsip dan aturan yang telah ada dalam al-Qur’an dan Sunnah
Nabi Muhammad saw.

B. Saran

Merealisasikan dan menerapkan hukum-hukum Islam dalam kehidupan akan


membawa manfaat besar bagi manusia. Semua aturan atau hukum yang bersumber
dari Allah Swt. dan Rasul-Nya merupakan suatu aturan yang dapat membawa
kemaslahatan hidup di dunia dan akhirat.

11
Daftar Pustaka

As Suyuthi, Jalaludin. 2008. Sebab Turunnya Ayat Al-Qur’an. Jakarta: Gema


Insani Press.

Kementerian Agama RI. 2011. Al-Qur’an dan Tafsirnya. Jakarta: Kementerian


Agama RI.

Kementerian Agama RI. 2011. Islam Rahmatan Lil’alamin. Jakarta: Kementerian


Agama RI.

Kementerian Agama RI. 2012. Tafsir al-Qur’an Tematik. Jakarta: Kementerian


Agama RI.

Mu’thi, Fadlolan Musyaffa’. 2008. Potret Islam Universal. Tuban: Syauqi Press.

Sarwat, Ahmad. 2011. Seri Fiqih dan Kehidupan (2): Thaharah. Jakarta: DU
Publishing.

Shihab, Quraisy. 1998. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan.

Syaltut, Mahmud. 1990. Tafsir Al-Qur’anul Karim. Bandung: Diponegoro.

12

Anda mungkin juga menyukai