Presentasi 6 Stakeholder TNDS 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

JMHT Vol.

XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah


EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

Analisis Pemangku Kepentingan dalam Pengelolaan Taman Nasional Danau Sentarum


Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat

Stakeholders Analysis on the Management of Danau Sentarum National Park


Kapuas Hulu Regency, West Kalimantan
1* 2 2 2
Emi Roslinda , Dudung Darusman , Didik Suharjito , dan Dodik Ridho Nurrochmat
1
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Jalan Raya Dramaga, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia
2
Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor,
Jalan Lingkar Akademik, Kampus IPB Dramaga, Bogor 16680, Indonesia

Diterima 5 Maret 2012/Disetujui 7 Mei 2012

Abstract

Danau Sentarum National Park (DSNP) is one protected area having vital roles in supporting the community
livelihood of Kapuas Hulu Regency and West Kalimantan Province. Unfortunately, its presence is currently
threatened due to various activities and overlapping interests. Hence, the management of DSNP could not be carried
out by a single institution, requiring the support of other institutions. A possible approach was to conduct
Stakeholders Analysis. This study analyzed stakeholders interests on DSNP management. The study was conducted
in DSNP and respondents were selected using snowball sampling. There were 18 stakeholders identified as being
involved in the management of DSNP of which 5 were classified as subject, 1 as key player, 6 as context setter, and 6
as crowd. There were 3 relationships between each stakeholder that were identified, that of conflict, complementary,
and cooperation. Generally, the identified stakeholders played roles consistent with their main tasks and function.
However, to better manage DSNP, synchronization among stakeholders was still necessary.

Keywords: Danau Sentarum National Park, conservation areas, stakeholders, management

Abstrak

Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) merupakan salah satu kawasan konservasi yang memiliki peran penting
bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Kapuas Hulu dan masyarakat Provinsi Kalimantan Barat. Namun,
keberadaan TNDS terancam karena berbagai aktivitas dan kepentingan. Pengelolaan TNDS tidak dapat hanya
dilakukan oleh 1 lembaga saja, tapi perlu didukung oleh lembaga lain yang berkepentingan. Pendekatan yang
mungkin dapat dilakukan adalah analisis pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan menganalisis
kepentingan dari pemangku kepentingan yang terlibat dalam pengelolaan TNDS. Responden yang digunakan
dalam penelitian di TNDS dipilih dengan metode snowball sampling. Pemangku kepentingan yang terlibat dalam
pengelolaan TNDS sebanyak 18 yang terdiri atas 5 pemangku kepentingan sebagai subjek, 1 pemangku kepentingan
sebagai pemain kunci (key player), 6 pemangku kepentingan sebagai context setter, dan 6 pemangku kepentingan
sebagai crowd. Terdapat 3 hubungan yang terjadi di antara pemangku kepentingan, yaitu potensial konflik, saling
mengisi, dan kerjasama. Secara umum, pemangku kepentingan yang teridentifikasi memiliki peran masing-masing
sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Namun, dalam pengelolaan TNDS perlu dilakukan sinkronisasi di antara
pemangku kepentingan tersebut agar dapat dicapai tujuan pengelolaan TNDS yang lebih baik.

Kata kunci: Taman Nasional Danau Sentarum, area konservasi, pemangku kepentingan, pengelolaan

*Penulis untuk korespondensi, email: [email protected], telp. +62-81345243971


JMHT Vol. XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah
EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

Pendahuluan Balai TNDS, Pemda Kapuas Hulu, kelompok masyarakat,


Taman Nasional Danau Sentarum (TNDS) merupakan dan berbagai lembaga swadaya masyarakat. Tetapi usaha
salah satu kawasan konservasi di Kabupaten Kapuas Hulu tersebut belum memperlihatkan hasil yang cukup signifikan.
Provinsi Kalimantan Barat yang terletak di hulu sungai Belum berhasilnya usaha yang dilakukan dikarenakan
Kapuas (± 700 km dari muara sungai Kapuas/Pontianak). kurangnya koordinasi antarpihak yang berkepentingan
TNDS (± 132.000 ha) terdiri atas sekumpulan danau dengan kawasan TNDS. Masing-masing pihak berjalan
musiman (23%) dan beberapa formasi hutan rawa (± 49%) sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan masing-masing.
yang unik dan kaya akan keanekaragaman hayati (Giesen & Untuk itu, perlu dilakukan analisis pemangku kepentingan
Aglionby 2000). Selain itu, di dalam kawasan terdapat juga yang dapat mengaktifkan informasi dan perspektif dari
beberapa bukit yang merupakan habitat dari hutan meranti berbagai sumber sehingga dapat menyediakan basis
(Shorea sp.) dan hutan kerangas. pengetahuan yang lebih kuat dalam membangun inisiatif
TNDS merupakan salah satu ekosistem lahan basah yang pengembangan atau pengelolaan sumber daya alam (Olsson
penting di Indonesia, bahkan di dunia, yang sejak tahun 1994 et al. 2004). Penelitian ini bertujuan mendapatkan bentuk-
tercatat dalam situs Ramsar. Hal ini membuktikan adanya bentuk hubungan antarpihak yang berkepentingan terhadap
pengakuan masyarakat internasional terhadap lahan basah TNDS melalui analisis kepentingan berbagai pihak yang
tersebut yang penting bagi pelestarian keanekaragaman terlibat dalam kegiatan pengelolaan di kawasan TNDS
hayati. TNDS berfungsi sebagai bendungan alam yang sehingga dapat terwujud pengelolaan TNDS yang lebih baik.
berfungsi sebagai persediaan air tawar pada musim kemarau
dan pencegah banjir di musim hujan, penyeimbang keadaan Metode
iklim setempat, menjaga kestabilan ekosistem di sekitarnya, Penelitian yang dilakukan di TNDS Kabupaten Kapuas
pengatur mutu dan banyaknya air bagi Daerah Aliran Sungai Hulu, Provinsi Kalimantan Barat ini bersifat deskriptif dan
(DAS) Kapuas, habitat berbagai jenis fauna dan flora, dan dilaksanakan pada bulan September-Desember 2011.
menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat sekitar. Metode analisis pemangku kepentingan yang digunakan
Saat ini kawasan TNDS telah mengalami kerusakan dan dalam penelitian berasal dari Reed et al. (2009). Metode ini
degradasi lingkungan yang cukup parah terutama disebabkan merupakan salah satu metode yang telah dikembangkan
oleh berbagai jenis kegiatan manusia di dalam dan sekitar dalam beberapa disiplin ilmu bersama-sama metode lainnya,
kawasan. Kawasan TNDS setiap tahunnya selalu mengalami yaitu Schmeer (2000) dan Varvasovzky dan Brugha (2000).
kebakaran hutan. Sejak tahun 1973-2009 luasan areal yang Analisis pemangku kepentingan diterapkan untuk
terbakar lebih dari 27.000 ha (Balai TNDS 2011). mengungkapkan kepentingan dan pengaruh pemangku
Kebakaran hutan yang terjadi disebabkan oleh 2 faktor, yaitu kepentingan, memahami sinergi dan konflik antarpemangku
faktor gejala alam dan faktor kelalaian manusia. kepentingan, dan memahami permintaan pemangku
Sumber daya alam TNDS telah dimanfaatkan oleh kepentingan terhadap fungsi dan jasa ekosistem dari TNDS.
masyarakt sejak ratusan tahun. Sampai saat ini di dalam Reed et al. (2009) menyatakan bahwa analisis pemangku
kawasan TNDS terdapat lebih dari 45 dusun permanen dan kepentingan dapat dilakukan dengan cara: (1)
10 dusun musiman yang letaknya tersebar atau terpencar ke mengidentifikasi pemangku kepentingan dan
seluruh bagian kawasan. Jumlah penduduk yang tinggal di kepentingannya, (2) mengelompokkan dan mengategorikan
dalam kawasan berfluktuasi sepanjang tahun karena ada pemangku kepentingan, dan (3) menyelidiki hubungan
sebagian nelayan yang datang ke kawasan hanya selama antarpemangku kepentingan.
puncak musim menangkap ikan. Jumlah penduduk menetap Data dan informasi dikumpulkan menggunakan metode
saat ini sekitar 1.835 kepala keluarga atau lebih kurang 9.000 wawancara semi terstruktur dan berpedoman pada daftar
jiwa. Saat puncak musim menangkap ikan, jumlah tersebut topik yang telah disusun sebelumnya. Data dan informasi
akan bertambah dengan drastis hingga 11.000-12.000 jiwa. tersebut kemudian diolah dan dianalisis. Identifikasi
Meningkatnya aktivitas masyarakat dalam menangkap pemangku kepentingan dan kepentingannya menggunakan
ikan pada musim kemarau akan memperbesar peluang metode snow-ball sampling yaitu penentuan responden
tingkat kebakaran yang terjadi (Balai TNDS 2011). didasarkan atas pemangku kepentingan lainnya.
Kerusakan ekosistem TNDS juga diperparah oleh kegiatan Analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan
penebangan kayu ilegal, pembukaan lahan secara besar- penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh pemangku
besaran untuk perusahaan perkebunan kelapa sawit, dan kepentingan terhadap pengelolaan TNDS. Penyusunan
penangkapan ikan secara berlebihan di danau (Balai TNDS matriks tersebut dilakukan berdasarkan deskripsi pertanyaan
2011). Kerusakan yang terjadi juga mengancam kehidupan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor)
masyarakat, baik yang tinggal di dalam kawasan TNDS dan dikelompokkan menurut kriteria pengaruh dan
berupa berkurangnya jumlah dan jenis ikan yang dapat kepentingan dari pemangku kepentingan. Penetapan skoring
ditangkap, juga seluruh masyarakat Kabupaten Kapuas Hulu didasarkan atas pertanyaan yang digunakan dalam mengukur
berupa bencana banjir saat musim hujan seperti yang terjadi tingkat kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan.
pada pertengahan tahun 2010, dan juga masyarakat Provinsi Prosedur tersebut merupakan hasil modifikasi model yang
Kalimantan Barat saat musim kemarau berupa bencana dikembangkan oleh Abbas (2005), yaitu pengukuran data
kekeringan. berjenjang 5 (Tabel 1). Nilai skor dari 5 pertanyaan
Upaya mengurangi laju degradasi dan memulihkan dijumlahkan dan nilainya dipetakan dalam bentuk matriks
kondisi ekosistem kawasan TNDS telah dilakukan, baik oleh kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan.

79
JMHT Vol. XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah
EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

Tabel 1 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan


Skor Nilai Kriteria Keterangan
Kepentingan pemangku kepentingan
5 21-25 Sangat tinggi Sangat mendukung pengelolaan TNDS
4 16-20 Tinggi Mendukung pengelolaan TNDS
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mendukung pengelolaan TNDS
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mendukung pengelolaan TNDS
1 0-5 Rendah Tidak mendukung pengelolaan TNDS
Pengaruh pemangku kepentingan
5 21-25 Sangat tinggi Sangat mempengaruhi pengelolaan TNDS
4 16-20 Tinggi Mempengaruhi pengelolaan TNDS
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mempengaruhi pengelolaan TNDS
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mempengaruhi pengelolaan TNDS
1 0-5 Rendah Tidak mempengaruhi pengelolaan TNDS

Analisis pemangku kepentingan dilakukan dengan pengaruh yang dimiliki. Pemangku kepentingan yang
penafsiran matriks kepentingan dan pengaruh pemangku terlibat dalam pengelolaan TNDS teridentifikasi sebanyak
kepentingan terhadap pengelolaan TNDS menggunakan grid 18 pihak ( Tabel 2).
pemangku kepentingan yang dibuat menggunakan bantuan BTNDS merupakan unit pelaksana teknis (UPT) yang
program Microsoft Excel. Hasil penentuan nilai/angka pada bertanggung jawab dalam pengelolaan TNDS. Ditinjau
setiap indikatornya disandingkan satu sama lainnya sehingga dari struktur organisasi Kementerian Kehutanan, keberadaan
membentuk koordinat. Posisi kuadran dapat meng- BTNDS (dari sisi geografis/lokasi) tidak berada di bawah
gambarkan ilustrasi posisi dan peranan yang dimainkan oleh dinas kehutanan provinsi, tetapi merupakan perpanjangan
masing-masing pemangku kepentingan terkait dengan tangan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan
pengelolaan TNDS yang menurut REDD et al. (2009) Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan. Balai
dikategorikan sebagai: merupakan institusi yang bertanggung jawab penuh untuk
1 Key players, merupakan pemangku kepentingan yang mengelola TNDS sesuai dengan peraturan yang berlaku di
aktif karena mempunyai kepentingan dan pengaruh yang Indonesia. Namun, dalam pelaksanaannya BTNDS telah
tinggi terhadap pengembangan suatu proyek. membangun kemitraan dengan lembaga-lembaga lain yang
2 Context setters, memiliki pengaruh yang tinggi tetapi mempunyai misi kelestarian TNDS. Kerjasama kemitraan
sedikit kepentingan sehingga dapat menjadi risiko yang dalam pengelolaan kawasan Danau Sentarum telah
signifikan untuk dipantau. dilakukan sejak kawasan ini berstatus suaka margasatwa.
3 Subjects, merupakan pemangku kepentingan yang Pemangku kepentingan lainnya adalah pihak pemerintah
memiliki kepentingan tinggi tetapi pengaruhnya rendah daerah, dalam hal ini satuan kerja perangkat daerah (SKPD)
dan walaupun mendukung kegiatan tetapi kapasitas yang berkaitan dengan kegiatan pengelolaan di TNDS
terhadap dampak mungkin tidak ada. Pemangku seperti badan perencana pembangaunan daerah
kepentingan ini dapat menjadi berpengaruh jika (BAPPEDA), dinas perkebunan dan kehutanan, dinas
membentuk aliansi dengan pemangku kepentingan perikanan, dan dinas kebudayaan dan pariwisata. Semua
lainnya. pemangku kepentingan tersebut merupakan perpanjangan
4 Crowd, merupakan pemangku kepentingan yang tangan Bupati Kabupaten Kapuas Hulu untuk melaksanakan
memiliki sedikit kepentingan dan berpengaruh terhadap misi daerah dalam rangka mencapai tujuan yang telah
hasil yang diinginkan dan menjadi pertimbangan untuk ditetapkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan. Kabupaten Kapuas Hulu Tahun 2003-2012 yaitu
Selanjutnya, dilakukan penyelidikan hubungan ”menjadikan Kabupaten Kapuas Hulu sebagai kabupaten
antarpemangku kepentingan secara deskriptif dan konservasi di beranda depan Negara Kesatuan Republik
digambarkan dalam matriks actor-linkage. Pemangku Indonesia yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan
kepentingan yang teridentifikasi disajikan dalam baris dan melalui pengembangan ekowisata yang harmonis dengan
kolom tabel untuk menggambarkan hubungan agropolitan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
antarpemangku kepentingan. Kata kunci yang digunakan dan mengentaskan daerah tertinggal”.
dalam menggambarkan hubungan tersebut adalah Terdapat 4 kelompok masyarakat yang bermukim di
berkonflik, saling mengisi, dan bekerjasama (Reed et al. sekitar TNDS, yaitu masyarakat Melayu, Iban, Kantuk,
2009). dan Embaloh. Terdapat satu Asosiasi Periau Danau
Sentarum (APDS) beranggotakan masyarakat yang
Hasil dan Pembahasan mengusahakan madu hutan di TNDS yang biasa disebut
Identifikasi pemangku kepentingan Pemangku periau. Periau merupakan penduduk di sekitar danau sejak
kepentingan merupakan orang dengan suatu kepentingan turun temurun mengelola madu hutan dalam organisasi
atau perhatian pada permasalahan (Fletcher et al. 2003) yang tradisional yang mempunyai aturan-aturan dan wilayah
diidentifikasi dengan pertimbangan posisi penting dan pengelolaan.

80
JMHT Vol. XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah
EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

Tebel 2 Pemangku kepentingan


Tabel 2 Pemangku yang terlibat
kepentingan yangdalam
terlibatpengelolaan TNDS TNDS
dalam pengelolaan
Pemangku kepentingan Keterangan
Balai Taman Nasional Danau Sentarum (BTNDS) Pemerintah
BAPPEDA Kabupaten Kapuas Hulu Pemerintah
Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Kapuas Hulu Pemerintah
Dinas Perikanan Kabupaten Kapuas Hulu Pemerintah
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kapuas Hulu Pemerintah
Nelayan/Melayu Masyarakat
Dayak Iban Masyarakat
Dayak Kantuk Masyarakat
Dayak Embaloh Masyarakat
Asosiasi Periau Danau Sentarum (APDS) Masyarakat
Riak Bumi Lembaga swadaya masyarakat
World Wide Fund for Nature & Heart of Borneo (WWF & HOB) Indonesia Lembaga swadaya masyarakat
Flora Fauna Indonesia (FFI) Lembaga swadaya masyarakat
Yayasan Titian Lembaga swadaya masyarakat
People Resources and Conservation Foundation (PRCF) Indonesia Lembaga swadaya masyarakat
CANOPY Indonesia Lembaga swadaya masyarakat
Universitas Tanjungpura (UNTAN) Lembaga penelitian
Center for International Forestry Research (CIFOR) Lembaga penelitian

Beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) telah kepentingan sekunder (pendukung), dan pemangku
lama berperan serta dalam kegiatan pengelolaan di TNDS, kepentingan kunci. Reed et al. (2009) mengelompokkan
seperti Riak Bumi dan World Wide Fund for Nature (WWF) pemangku kepentingan berdasar pengaruh dan
Indonesia. Riak Bumi merupakan LSM lokal (Kalimantan kepentingannya sebagai subjects, key players, crowd, dan
Barat) yang berbasis pada pengelolaan sumber daya alam context setters. Subject memiliki kepentingan yang tinggi
komunitas dan bekerja bersama masyarakat di dalam dan tetapi pengaruhnya rendah. Walaupun mendukung kegiatan,
sekitar TNDS. Fokus utama Riak Bumi pada kegiatan kapasitasnya terhadap dampak mungkin tidak ada.
peningkatan dan pengembangan kapasitas masyarakat di Pemangku kepentingan ini dapat menjadi berpengaruh
TNDS. WWF merupakan salah satu lembaga internasional jika membentuk aliansi dengan pemangku kepentingan
nonprofit yang ikut serta dalam kegiatan pengelolaan di lainnya. Key players merupakan pemangku kepentingan
TNDS. Fokus utama WWF di TNDS pada kegiatan yang aktif karena mempunyai kepentingan dan pengaruh
pengelolaan koridor TNDS dengan Taman Nasional Betung yang tinggi terhadap pengembangan suatu proyek. Crowd
Kerihun (TNBK) serta program Heart of Borneo (HOB). merupakan pemangku kepentingan yang memiliki sedikit
Lembaga lain yang juga teridentifikasi adalah Flora Fauna kepentingan dan berpengaruh terhadap hasil yang
Indonesia (FFI) dan Yayasan Titian yang bekerjasama dalam diiinginkan dan hal ini menjadi pertimbangan untuk
pengawasan perdagangan ilegal fauna dan flora lintas mengikutsertakannya dalam pengambilan keputusan.
negara. People Resources and Conservation Foundation Context setter memiliki pengaruh yang tinggi tapi sedikit
(PRCF) Indonesia fokus pada kegiatan konservasi buaya kepentingan sehingga dapat menjadi risiko signifikan
senyulong dan fasilitator kegiatan peningkatan untuk dipantau. Pada Gambar 1 disajikan matriks
perekonomian masyarakat. CANOPY Indonesia berperan kepentingan dan pengaruh masing-masing pemangku
dalam mendukung pengolahan bahan promosi TNDS. kepentingan.
Semuanya merupakan pemangku kepentingan yang Posisi kuadran I (subject) ditempati oleh masyarakat
mempunyai kepentingan dan pengaruh rendah. yang tinggal di dalam/sekitar TNDS, yaitu masyarakat
Universitas Tanjungpura (UNTAN) dan Center for Melayu, Iban, Kantuk, Embaloh, dan APDS yang juga
International Forestry Research (CIFOR) merupakan beranggotakan masyarakat yang tinggal di dalam/sekitar
lembaga penelitian yang aktif terlibat dalam penelitian di TNDS. Hal ini berarti bahwa masyarakat memiliki
TNDS. UNTAN merupakan perguruan tinggi negeri di kepentingan yang tinggi terhadap sumber daya alam yang
Provinsi Kalimantan Barat yang berkedudukan di Pontianak. ada di TNDS, namun memiliki pengaruh yang kurang
UNTAN melakukan berbagai kegiatan penelitian mengenai tinggi. Tampaknya pengaruh yang kurang ini disebab-
sumber daya alam di kawasan TNDS, kegiatan praktik kan oleh kekurangmampuan atau tidak dilibatkannya
lapang, dan penelitian atau ekspedisi ilmiah bagi mahasiswa. masyarakat dalam fungsi intermediasi dan penyebaran
Fokus kegiatan CIFOR pada penelitian pengembangan informasi sehingga masyarakat setempat seringkali
sumber perekonomian masyarakat dan penelitian lainnya. diposisikan sebagai objek. Kondisi ini senada dengan hasil
penelitian Herawati et al. (2010) pada kegiatan di hutan
Pengelompokan dan kategorisasi pemangku
tanaman rakyat (HTR), penelitian Kusumedi dan Rizal
kepentingann Sundawati dan Sanudin (2009)
(2010) pada pembangunan Kesatuan Pemangkuan Hutan di
mengelompokkan pemangku kepentingan menjadi
Maros, dan penelitian Rastogi et al. (2010) pada pengelolaan
pemangku kepentingan primer (utama), pemangku

81
JMHT Vol. XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah
EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

25
Kuadran I 1
Kuadran II
Subject Key Player 1 BTNDS

6 Masy. Melayu
7 Masy. Iban

Kepentingan/Interest
8 Masy. Kantuk 9 6
9 Masy. Emabaloh 7
10 APDS 8

12.5 10
11 2
13 FFI 17 3
2 BAPPEDA
5
14 Titian 14 18 12 3 Disbunhut
15 CIFOR 13 15
16 12 4 Dis Perikanan
16 PRCF
17 CANOPY 5 Disbudpar
18 UNTAN 11 Riak Bumi
12 WWF
Kuadran IV Kuadran III
Crowd Context setter
0
0 12.5 25

Pengaruh/Influence/Power

Gambar 1 Matriks kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan dalam pengelolaan TNDS.

Corbett National Park di India. Kepentingan yang tinggi dari menghasilkan madu hutan bila habitat lebah hutan
masyarakat terhadap sumber daya alam terutama berkenaan terpelihara.
dengan kepentingan ekonomi dan sosial budaya. Posisi kuadran II (key players) hanya ditempati oleh
Masyarakat bergantung pada sumber daya alam di BTNDS sebagai kelompok yang paling kritis karena
kawasan tersebut untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari- memiliki kepentingan dan pengaruh yang sama-sama tinggi.
hari. Masyarakat memanfaatkan air sungai yang melintasi BTNDS memiliki kepentingan dan pengaruh yang tinggi
Danau Sentarum sebagai sumber air minum, keperluan berkenaan dengan otoritas dan tanggung jawab terbesar
mandi, cuci, kakus, sumber pendapatan dari perikanan, untuk pengelolaan terhadap realisasi program kerja di kawasan
pertanian, sarana transportasi, serta pemanfaatan sumber TNDS yang mencakup kegiatan perencanaan, perlindungan,
daya hutan berupa kayu, kayu bakar, madu, dan hasil hutan pengawetan, pemanfaatan, dan evaluasi. Hal ini lazim
nonkayu lainnya. Kepentingan masyarakat dalam ditemui pada setiap proyek pengelolaan sumber daya alam,
pengelolaan TNDS yang lestari lebih dipengaruhi oleh pengelola yang mendapat kekuasaan secara legal selalu
kebutuhan masyarakat untuk menopang kelangsungan hidup menempati posisi sebagai pemangku kepentingan utama
mereka. Keempat pemangku kepentingan ini merupakan (Sembiring et al. 2010; Li et al. 2012; Maguire et al. 2012).
pemangku kepentingan yang penting, namun memerlukan Posisi kuadran III (contex setter) ditempati oleh SKPD
pemberdayaan dalam proses pengelolaan TNDS. Kabupaten Kapuas Hulu dan LSM. SKPD yang terlibat
Masyarakat Melayu, Iban, Kantuk, dan Embaloh masing- adalah BAPPEDA, dinas perkebunan dan kehutanan, dinas
masing memiliki aturan-aturan dalam mengelola sumber perikanan, dan dinas kebudayaan dan pariwisata, sedangkan
daya alam yang mereka miliki dalam rangka menjaga LSM meliputi Riak Bumi dan WWF. Pemangku kepentingan
keberlanjutan hasil alam yang mereka jadikan sumber ini dapat mempengaruhi pengelolaan TNDS karena memiliki
penghidupan. Peningkatan kapasitas masyarakat melalui pengaruh yang tinggi. SKPD merupakan wakil pemerintah
kegiatan pemberdayaan masyarakat dan menempatkan daerah yang memiliki otoritas pengembangan wilayah. Era
masyarakat menjadi subjek kegiatan dapat meningkatkan otonomi daerah memberikan wewenang lebih besar pada
peran serta masyarakat dalam pengelolaan hutan yang lestari, setiap daerah dalam memanfaatkan potensi sumber daya
minimal di daerah kelola masing-masing. alam dan sumber daya manusia untuk kepentingan
Isu yang mengikat terbentuknya APDS adalah kearifan daerahnya masing-masing.
lokal tentang periau yang mengelola tikung dan Ketika penelitian berlangsung, informasi yang diperoleh
lingkungannya. Penduduk danau, secara turun temurun, di seputar taman nasional dalam perspektif pemerintah tidak
telah mengelola madu hutan dalam organisasi tradisional mencerminkan sebuah klaim sepihak untuk dikeluarkan
yang disebut periau dengan aturan-aturan dan wilayah sebuah kebijakan untuk mengambil alih atau meminta
pengelolaan. Dengan demikian, APDS juga dapat berperan keikutsertaan pemda dalam mengelola TNDS. Hal ini
serta dalam mengelola TNDS agar lestari. Madu hutan di dikarenakan minimnya sumber dana, sumber daya manusia,
TNDS merupakan sumber daya potensial untuk dan juga informasi dan data tentang TNDS. Selain itu, terjadi
meningkatkan pendapatan masyarakat terutama di musim sedikit ketidakharmonisan hubungan koordinasi antara
penghujan, pada saat pendapatan dari ikan rendah. Selain pemda dan BTNDS dikarenakan kedudukan BTNDS.
itu, madu hutan juga merupakan insentif yang baik untuk BTNDS berkedudukan di Kabupaten Sintang, sedangkan
pemeliharaan hutan karena lebah madu hutan hanya dapat kawasan TNDS berada di Kabupaten Kapuas Hulu.

82
JMHT Vol. XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah
EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

Akibatnya, antara pihak BTNDS dan pemda seringkali dalam 2 tahun terakhir mendukung pengolahan bahan
berselisih paham dalam kegiatan pengelolaan. promosi TNDS.
Garis batas wewenang pemerintah pusat dan pemerintah Matriks kepentingan dan pengaruh pemangku
daerah terindikasi dengan pemberian konsesi perkebunan kepentingan dapat berubah tipenya sepanjang waktu dan
yang berdekatan dengan kawasan TNDS. Meskipun wilayah dampak perubahan tersebut perlu dipertimbangkan (Reed et
atau lokasi perkebunan berada di luar kawasan yaitu di areal al. 2009). Sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan saat
penggunaan lain (APL), akan tetapi resistensi dan ini, tampaknya pengelolaan suatu kawasan konservasi tidak
pemboikotan terhadap bentuk eksploitasi lingkungan lagi mutlak ditangani oleh satu pihak yaitu BTNDS. Perlu
yang juga akan mengancam kondisi TNDS tidak pengembangan kemitraan dalam menjaga suatu kawasan
dimunculkan. Posisi dan perilaku politik daerah serupa ini konservasi dengan melibatkan pemangku kepentingan yang
merefleksikan “benturan” antara 2 konsepsi besar terhadap terlibat dalam kegiatan pengelolaan kawasan. Dengan
sumber daya alam (TNDS). Pertama, bersentuhan dengan demikian, keberlanjutan sumber daya TNDS dan
ekspektasi finansial kas daerah melalui sektor perkebunan keberlanjutan manfaat yang dapat diberikan kepada seluruh
(sisi ekonomi). Kedua, lebih menekankan kepada pemangku kepentingan terutama masyarakat lokal dapat
lingkungan hidup yang lestari dan berkelanjutan (sisi terlaksana dengan baik.
ekologi).
Hubungan antarpemangku kepentingan Teridentifikasi 3
Riak Bumi serta WWF memiliki pengaruh tinggi karena
hubungan yang terjadi antarpemangku kepentingan yang
keduanya mampu memainkan posisi intermediasi dan
terlibat dalam pengelolaan TNDS yaitu potensi konflik,
penyebaran informasi antarpemangku kepentingan dengan
baik. Khusus untuk Riak Bumi, LSM ini sudah bekerja di saling mengisi, dan bekerjasama. Potensi konflik
kawasan semenjak tahun 1997. Kerjasama yang dijalin kepentingan terjadi antara BTNDS dan pihak pemerintah
dalam hal peningkatan kesadaran dan kemampuan daerah dalam hal pengelolaan TNDS. Taman nasional (TN)
masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya alam yang mempunyai peran yang penting dan strategis bagi
ada pada wilayah kelolanya (wilayah adat) serta peningkatan perlindungan, pengawetan, dan pemanfaatan. TNDS
sumber pendapatan masyarakat dari hasil anyaman (rotan), mempunyai fungsi strategis sebagai areal tangkapan air,
madu, damar, dan kerajinan lainnya. WWF sebagai lembaga daerah aliran sungai (DAS), hidrologi (sumber air),
internasional sudah biasa terlibat dalam kegiatan advokasi mengatur iklim mikro, penyerap karbon, tempat pendidikan,
dan mediasi yang dilakukan secara berkelanjutan sehingga dan sebagai tempat wisata alam. Secara garis besar terdapat
cukup mempunyai pengaruh terhadap kegiatan pengelolaan. 3 tujuan pengelolaan taman nasional yaitu:
Kondisi serupa juga ditemui pada Mecuburi Forest Reserve (1) perlindungan proses ekologis untuk menjamin fungsi
di Mozambique yaitu LSM yang selalu mendampingi dan perannya sebagai sistem penyangga kehidupan, (2)
masyarakat dan memiliki pengaruh yang tinggi dalam pengawetan keanekaragaman hayati dan ekosistemnya,
proyek tersebut (Mushove & Vogel 2005). dan (3) pemanfaatan secara lestari untuk meningkatkan
Posisi pada kuadran IV (crowd) merupakan kelompok kesejahteraan kehidupan yang berkelanjutan, khususnya
yang memiliki kepentingan dan pengaruh yang rendah dalam bagi masyarakat sekitar TN. Ketiga tujuan ini sesuai dengan
pengelolaan TNDS. Terdapat 6 pemangku kepentingan yang Undang-Undang No. 5/1990 mengenai Konservasi Sumber
berada pada kuadran ini, yaitu FFI, Yayasan Titian, CIFOR, Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya sehingga dalam
PRCF Indonesia, CANOPY, dan UNTAN. Keenam pengelolaan TNDS selalu memperhatikan dimensi ekologis,
pemangku kepentingan ini memberikan perhatian juga ekonomis, dan sosial. Bagi pihak Kabupaten Kapuas Hulu,
dalam pengelolaan TNDS, namun karena kegiatan yang kawasan TNDS merupakan salah satu kawasan strategis
dilakukan hanya bersifat proyek dan waktu-waktu tertentu kabupaten dari sudut kepentingan lingkungan dan ekonomi.
sehingga belum memberikan pengaruh yang signifikan Potensi konflik terjadi karena walaupun kedua belah pihak
terhadap kegiatan pengelolaan. Lembaga-lembaga ini memperhatikan aspek lingkungan dan ekonomi, namun
umumnya lebih menekankan pada satu kegiatan tertentu. pengelolaan oleh pihak BTNDS lebih berat ke arah
FFI dan Yayasan Titian menekankan kegiatannya pada lingkungan, sementara pihak pemda lebih ke arah ekonomi.
pengawasan perdagangan ilegal fauna dan flora lintas negara Pemda bergerak berdasarkan Undang-Undang No.
sehingga masalah pengelolaan TNDS lebih terbatasi hanya 32/2004 mengenai Pemerintah Daerah tentang pengelolaan
apabila terjadi kegiatan perdagangan ilegal terjadi. Selain sumber daya alam sehingga timbul paradigma terhadap TN
itu, kedua lembaga ini baru bekerja di kawasan TNDS dalam yang berada di daerah yaitu TN merupakan sumber daya
waktu 5 tahun terakhir. CIFOR dan UNTAN berfokus pada yang potensial, dapat dieksploitasi, dan dapat memberikan
kegiatan-kegiatan penelitian sehingga keterlibatan dalam pemasukan terhadap pendapatan asli daerah (PAD).
kegiatan pengelolaan belum begitu terasa kepentingan dan Kewenangan tersebut dianggap sebagai bagian dari
pengaruhnya. Hasil-hasil penelitian berupa rekomendasi kebebasan daerah otonom untuk memperoleh dana yang
terhadap pengelolaan TNDS seringkali tidak terpakai karena sebenarnya dilakukan tanpa mempertimbangkan dampak
setelah seminar hasil penelitian dilakukan, seringkali negatif yang ditimbulkannya. Fakta bahwa pemberian izin
rekomendasi tersebut terlupakan dan menjadi tumpukan untuk membuka perkebunan di sekitar kawasan TNDS tetap
laporan. Begitu juga dengan PRCF Indonesia yang bergerak dilakukan menunjukkan ketidakperdulian terhadap
pada kegiatan konservasi buaya senyulong dan fasilitator lingkungan tetapi lebih mementingkan aspek ekonomi.
kegiatan peningkatan perekonomian masyarakat, sementara Pihak pemda mengemukakan bahwa izin perkebunan yang
CANOPY Indonesia yang baru bergabung dengan TNDS diberikan bukan di kawasan TNDS tetapi di APL, padahal

83
JMHT Vol. XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah
EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

sebagai suatu ekosistem tentulah kawasan sekitar tersebut pengembangan kapasitas masyarakat di TNDS), WWF &
juga akan mempengaruhi ekosistem yang ada di TNDS. HOB Indonesia (dalam pengelolaan koridor TNDS dengan
Terdapat pula konflik antara BTNDS dan masyarakat TNBK serta program HOB), FFI dan Yayasan Titian
yang disebabkan oleh perbedaan kepentingan lingkungan (kerjasama dalam pengawasan perdagangan ilegal fauna dan
dan kepentingan ekonomi. Selama ini dianggap 2 flora lintas negara), CIFOR (penelitian pengembangan
kepentingan tersebut sebagai sesuatu yang tidak dapat sumber perekonomian masyarakat), PRCF Indonesia
berjalan selaras, padahal seharusnya antara konservasi (konservasi buaya senyulong dan fasilitator kegiatan
lingkungan dan kepentingan ekonomi dapat berjalan selaras peningkatan perekonomian masyarakat), dan CANOPY
untuk dapat melestarikan sumber daya alam. Darusman dan Indonesia (mendukung pengolahan bahan promosi TNDS).
Widada (2004) menyebutkan 5 prinsip yang menegaskan Sebenarnya, kerja sama dengan sebagian masyarakat,
sinergisitas antara kegiatan konservasi dan pembangunan tokoh masyarakat, LSM lokal, dan LSM yang ada di
ekonomi. Pada prinsip kedua dinyatakan bahwa ekonomi Pontianak serta Pemda Kapuas Hulu juga sudah dilakukan
merupakan landasan pembangunan konservasi yang oleh BTNDS, yaitu berupa:
berkelanjutan, tanpa adanya manfaat ekonomi bagi 1 Diskusi dan seminar untuk mendapatkan solusi/
masyarakat secara berkelanjutan dapat dipastikan program pemecahan masalah dan usaha yang dapat dilaksanakan
konservasi akan terhenti karena masyarakat tidak peduli. Hal atau ditindaklanjuti untuk hal tersebut.
ini dapat dilihat dalam kehidupan sosial masyarakat TNDS 2 Forum-forum kajian dan deklarasi bersama untuk
yang telah memiliki aturan-aturan dalam pengelolaan pelestarian kawasan TNDS
sumber daya alam yang semuanya mengarah pada 3 Pendampingan dalam capacity building masyarakat.
pelestarian sumber daya alam. Sebagai contoh, masyarakat Sampai saat ini belum menampakkan hasil yang
nelayan telah memiliki aturan tertulis mengenai tata cara memuaskan karena pengelolaan masih dipegang penuh oleh
menangkap ikan di kawasan danau. Contoh lain, periau BTNDS. Namun demikian, semua pemangku kepentingan
memiliki aturan-aturan dalam cara pemanenan madu. yang terlibat dengan pengelolaan TNDS umumnya
Pengetahuan-pengetahuan lokal masyarakat sebenarnya merupakan pihak yang berkepentingan dengan kelestarian
merupakan suatu modal yang bila dapat diadopsi dan kawasan karena pihak tersebut mempunyai kepentingan
diberdayakan merupakan suatu peluang untuk melakukan terhadap keberadaan kawasan. Berdasarkan hal tersebut,
pengelolaan bersama dengan pihak yang berbeda berarti terdapat potensi untuk bekerja sama di antara
kepentingan dalam menjaga kelestarian kawasan. pemangku kepentingan tersebut. Manajemen kolaboratif
Antarmasyarakat juga terdapat potensi konflik. Antara sendiri sudah menjadi salah satu kebijakan yaitu Peraturan
masyarakat nelayan/melayu yang tinggal di dalam kawasan Menteri Kehutanan No. P.19/Menhut-II/2004 tentang
dan masyarakat dayak/peladang yang tinggal di sekitar Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan
kawasan. Hal ini disebabkan oleh budaya masyarakat dayak Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang menjadi salah satu
yang menangkap ikan di pinggir sungai menggunakan acuan pengelolaan di TNDS. Sampai saat penelitian
tuba/racun. Menurut masyarakat melayu, hal ini berlangsung, pengelolaan kolaboratif dalam TNDS terus
menyebabkan kematian ikan karena racun dapat merusak digagas, namun belum dapat berjalan seperti yang
habitat ikan di dalam kawasan. Disisi lain, masyarakat dayak diharapkan. Pengelolaan kolaboratif mencakup kepentingan
mengklaim bahwa tuba yang digunakan berasal dari bahan banyak pihak, baik dalam tataran pemerintah, pemda, dunia
alam sehingga tidak akan merusak habitat ikan dan cara ini usaha, dan masyarakat. Bisa dikatakan, manajemen
sudah dilakukan sejak dahulu. Saat penelitian terungkap juga kolaboratif bukanlah pendekatan yang mudah diterapkan
bahwa bahan alami untuk membuat racun sudah semakin dan efektif untuk semua kondisi dan keadaan. Perlu
habis dan sulit ditemukan sehingga kemungkinan keseriusan dari semua pemangku kepentingan yang terlibat
penggunaan racun kimia memang terjadi. Selain itu, racun untuk dapat mencapai pengelolaan kolaboratif dalam
kimia semakin mudah diperoleh di pasaran dengan harga kawasan TNDS yang lebih baik dan dapat mencapai tujuan
relatif terjangkau. Konflik ini tampaknya sudah dicarikan pengelolaan yaitu perlindungan, pengawetan, dan
jalan keluarnya melalui pertemuan masyarakat TNDS, pemanfaatan.
namun belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Diduga
hal ini terjadi karena semakin melemahnya institusi adat Kesimpulan
yang ada dan tuntutan ekonomi yang semakin tinggi. Pengelolaan TNDS perlu mendapatkan perhatian dari
Konflik kepentingan antara BTNDS dan LSM dan berbagai pemangku kepentingan yang mempunyai
lembaga penelitian bisa dikatakan hampir tidak ada karena kepentingan dan pengaruh dengan kawasan TNDS. Sebagai
umumnya kegiatan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga sumber daya alam publik, keberadaan TNDS memang
tersebut mendukung pengelolaan yang dilakukan oleh menyangkut kepentingan banyak pihak. Pengelolaan tunggal
BTNDS sehingga hubungan yang terjadi adalah saling dan masih sentralistik yang dilakukan pihak BTNDS terbukti
mengisi dan bekerja sama. Hal ini juga disebabkan LSM dan tidak dapat mencapai tujuan pembentukan TNDS. Untuk
BTNDS memiliki cara pandang yang sama dalam itu, sudah saatnya dilakukan pengelolaan secara bersama
pengelolaan TNDS yaitu memprioritaskan kepentingan dengan pemangku kepentingan yang terlibat untuk
kelestarian lingkungan. membangun suatu kolaborasi pengelolaan. Dalam
Hubungan saling mengisi dapat dilihat pada institusi membangun kolaborasi tersebut perlu memperhatikan
LSM/yayasan/lembaga yang telah menjadi mitra TNDS, hubungan-hubungan antarpemangku kepentingan yang
yaitu: LSM Riak Bumi (khusus peningkatan dan meliputi: (1) hubungan yang saling menguntungkan dan

84
JMHT Vol. XVIII, (2): 78–85, Agustus 2012 Artikel Ilmiah
EISSN: 2089-2063 ISSN: 2087-0469
DOI: 10.7226/jtfm.18.2.78

dibuat untuk mencapai tujuan bersama, (2) hubungan ini Li THY, Ng ST, Skitmore M. 2012. Conflict or consensus: an
meliputi komitmen, tanggung jawab, memiliki otoritas investigation of stakeholder concerns during the
dan akuntabilitas, dan berbagi sumber daya dan manfaat, dan participation process of major infrastructure and
(3) hubungan berupa komitmen organisasi dari para construction projects in Hong Kong. Habitat
pemimpin masing-masing pemangku kepentingan. Konflik International 36:333–342. http://dx.doi.org/10.1016/
yang terjadi perlu dikelola sehingga tidak mengarah ke j.habitatint.2011.10.012.
konflik yang lebih tajam, tetapi dapat dikurangi dengan
melakukan mediasi dan koordinasi di antara pihak-pihak Maguire B, Potss J, Fletcher S. 2012. The role of stakeholders
yang berkonflik. Ego antara kepentingan pelestarian in themarine planning process-stakeholder analysis
lingkungan dan ekonomi dapat diselaraskan jika pihak-pihak within the Solent, United Kingdom. Marine Policy
yang berkonflik mau berkoordinasi dan berkomunikasi 36:246 – 257. http://dx.doi.org/10.1016/j.marpol
sehingga kepentingan konservasi dan ekonomi dapat saling .2011.05.012.
mendukung bukan untuk dipertentangkan. Hubungan saling
mengisi dan kerjasama yang sudah dilakukan harus terus Mushove P, Vogel C. 2005. Heads or tails? Stakeholder
dipelihara dan ditingkatkan sehingga pengelolaan kawasan analysis as a tool for conservation area management.
yang lestari dan memberikan manfaat bagi masyarakat dapat Global Environmental Change 15:184 – 198.
dicapai. Untuk mencapai hal ini diperlukan waktu, dedikasi, http://dx.doi.org/10.1016/j.gloenvcha.2004.12.008.
upaya serius dalam keterlibatan sosial, dan niat baik dan tulus
dari semua pihak untuk dapat berkolaborasi dalam Olsson P, Folke C, Hahn T. 2004. Social-ecological
mengelola kawasan TNDS dan sekitarnya. transformation for ecosystem management: the
development of adaptive co-management of a wetland
landscape in southern Sweden. Ecology and Society
Daftar Pustaka 9(4):2.
Abbas R. 2005. Mekanisme perencanaan partisipasi
stakeholder Taman Nasional Gunung Rinjani [disertasi]. Rastogi A, Badola R, Hussain SA, Hickey GM. 2010.
Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Assessing the utility of stakeholder analysis to protected
areas management: the case of Corbett National Park,
[BTNDS] Balai Taman Nasional Danau Sentarum. 2011. India. Biological Conservation 143:2956 – 2964.
Data Statistik Balai Taman Nasional Danau Sentarum http://dx.doi.org/10.1016/j.biocon.2010.04.039.
Tahun 2010. Sintang: Balai Taman Nasional Danau
Sentarum. Reed MS, Graves A, Dandy N, Posthumus H, Huback K,
Morris J, Prell CH, Quin CH, Stringer LC. 2009. Who's
Darusman D, Widada. 2004. Konservasi dalam Perspektif in and why? A typology of stakeholder analysis methods
Ekonomi Pembangunan. Jakarta: JICA-Ditjen PHKA for natural resources management. Journal of
Departemen Kehutanan. Environmental Management 30:1–17.

Fletcher A, Guthrie J, Steane P, Roos G, Pike S. 2003. Schmeer K. 2000. Stakeholder Analysis Guidelines. Policy
Mapping stakeholder perception for a third sector Toolkit for Strengthening Health Sector Reform.
organization. Journal of Intellectual Capital Washington DC: Regional Office of the World Health
4 ( 4 ) : 5 0 5 – 5 2 7 . h t t p : / / d x . d o i . o r g / 1 0 . 11 0 8 / Organization.
14691930310504536.
Sembiring E, Basuni S, Soekmadi R. 2010. Resolusi konflik
Giesen W, Aglionby J. 2000. Introduction to Danau Sentarum pengelolaan Taman Nasional Teluk Cenderawasih di
National Park, West Kalimantan. Borneo Research Kabupaten Teluk Wondama. Jurnal Manajemen Hutan
Bulletin 31:528. Tropika 16(2):84–91.

Herawati T, Widjayanto N, Saharuddin, Eriyatno. 2010. Sundawati L, Sanudin. 2009. Analisis pemangku
Analisis respon pemangku kepentingan di daerah kepentingan dalam upaya pemulihan ekosistem daerah
terhadap kebijakan hutan tanaman rakyat. Jurnal tangkapan air Danau Toba. Jurnal Manajemen Hutan
Analisis Kebijakan Kehutanan 7 (1):13–25. Tropika 15(3):102–108.

Kusumedi P, Rizal A. 2010. Analisis stakeholder dan Varvasovszky Z, Brugha R. 2000. A stakeholder analysis.
kebijakan pembangunan KPH model Maros di Provinsi Health Policy Plan 15(3):338–345. http://dx.doi.org/
Sulawesi Selatan. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan 10.1093/heapol/15.3.338.
7(3):179–193.

85

Anda mungkin juga menyukai