1-Laporan Akhir Biokimia A1
1-Laporan Akhir Biokimia A1
1-Laporan Akhir Biokimia A1
PRAKTIKUM BIOKIMIA
(ABKK 3506)
Dosen Pembimbing:
Dra. Hj. Leny, M.Si.
Dr. Syahmani M.Si.
Asisten:
Hakki Norhasanah
Helen Natalia Siregar
Oleh:
Kelas A1-2020
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT
yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan tepat waktu. Laporan akhir ini
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktikum Biokimia dengan dosen
pengampu Ibu Dra. Hj. Leny, M.Si. dan Bapak Dr. Syahmani, M.Si. dengan isi
yang mencakup percobaan I hingga percobaan X.
Laporan akhir ini, kami harapkan dapat menambah referensi yang berarti
bagi Bapak/Ibu dan rekan mahasiswa untuk mata kuliah Praktikum Biokimia,
khususnya di lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan dan secara
umum di Universitas Lambung Mangkurat, dan bagi mahasiswa. Laporan akhir
ini diharapkan dapat menjadi landasan pemikiran serta penambah khasanah
pengetahuan di bidang kimia khususnya pada kegiatan praktikum di laboratorium.
Harapannya, setelah memahami laporan akhir ini dengan baik, pembaca
dapat mengaplikasikan pemahamannya di segala bidang permasalahan terkait
substansi yang dijabarkan pada laporan akhir ini, dan berkontribusi untuk
perkembangan ilmu pengetahuan bangsa. Kami berharap adanya saran dan
pendapat dari para pembaca terhadap laporan akhir ini agar menjadi lebih baik
lagi.
Penyusun,
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………... ii
PERCOBAAN I
Karbohidrat…………………………………………………………………... 1
PERCOBAAN II
Isolasi Pati…………………………………………………………………… 28
PERCOBAAN III
Vitamin B1…………………………………………………………………… 49
PERCOBAAN IV
Vitamin C……………………………………………………………………. 67
PERCOBAAN V
Protein dan Asam Amino……………………………………………………. 90
PERCOBAAN VI
Kromatografi Kertas Daripada Asam-Asam Amino………………………… 125
PERCOBAAN VII
Titrasi Potensiometri Asam Amino………………………………………….. 154
PERCOBAAN VIII
Isolasi Kasein dari Susu………………………………………………………204
PERCOBAAN IX
Kolesterol……………………………………………………………………. 224
PERCOBAAN X
Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan Bromelin.. 256
ii
PERCOBAAN I
1
PERCOBAAN I
Judul : Karbohidrat
Tujuan : Untuk mengidentifikasi terdapatnya karbohidrat dalam suatu
sampel.
Hari/Tanggal : Jum’at/30 September 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik/Biokimia FKIP ULM Banjarmasin.
I. DASAR TEORI
Karbohidrat merupakan sumber energi kalori utama. Jumlah kalori yang
dapat dihasilkan oleh 1 g karbohidrat adalah 4 kali (kkal). Beberapa golongan
karbohidrat menghasilkan serat-serat yang berguna bagi pencernaan. Karbohidrat
mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan,
misalnya rasa, warna, tekstur dan lain-lain (Yasrin, & Mukaramah, 2018).
Karbohidrat umumnya digolongkan berdasarkan strukturnya yaitu monosakarida,
Oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida merupakan gula yang sederhana
yang tidak dapat dihidrolisis menjadi senyawa yang lebih sederhana. Oligosakarida
mengandung paling sedikit 2 dan biasanya 8 Sampai 10 satuan monosakarida.
Sedangkan polisakarida mengandung ratusan bahkan ribuan satuan monosakarida
(Leny et al., 2022).
Karbohidrat adalah kelompok senyawa yang dapat dihidrolisis menjadi
polisakarida, aldehid, dan keton. karbohidrat pada tumbuhan berupa amilum atau
pati (Wijayanti et al., 2019). Karbohidrat termasuk dalam penyusun dasar berbagai
gula dan serat yang ditemukan di alam. Karbohidrat berperan dalam menjaga proses
metabolisme dan integritas struktural organisme hidup (Shum et al., 2021).
Karbohidrat adalah disakarida yaitu gula. Senyawa sakarida adalah polihidroksi
yang mengandung unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O), dengan rumus
empiris total (CH2O)n (Meggy & Thenawidjaja, 1990).
Pada umumnya karbohidrat berupa serbuk putih yang mempunyai sifat
sukar larut dalam pelarut nonpolar, tetapi mudah larut dalam air. Kecuali
polisakarida yang tidak larut dalam air. Monosakarida dan disakarida memiliki rasa
manis, sehingga sering disebut gula. Kebanyakan monosakarida dan disakarida
2
kecuali sukrosa adalah gula pereduksi. Sifat mereduksi disebabkan adanya gugus
aldehida atau keton bebas dalam molekul larutannya (Lehringer, 1982). Sumber-
sumber karbohidrat berasal dari padi-padian atau serelia, umbi-umbian, kacang-
kacangan kering dan gula. Karbohidrat paling sederhana adalah monosakarida
diantaranya glukosa dengan rumus molekul (C6H12O6) (Nurfadilah et al., 2019).
Karbohidrat menyediakan energi untuk banyak reaksi dan proses yang
mengalir di dalam sel. Dalam karbohidrat, organisme dapat mengatur metabolisme
sesuai dengan ketersediaan komponen makanan. Efek fisiologi karbohidrat
tergantung pada jenis dan dosisnya. Asupan karbohidrat yang rendah dapat
membatasi energi organisme yang tersedia (Ramesh et al., 2019). Manusia
memiliki kemampuan terbatas untuk mendegradasi polisakarida kompleks dan
karbohidrat yang tidak dapat dicerna, seperti pati resisten, polisakarida yang tidak
dapat dicerna, dan oligosakarida dan serat tanaman. Karbohidrat kompleks
dikonversi menjadi polisakarida melalui degradasi primer, yang kemudian diubah
menjadi oligosakarida (Wang, et al, 2020).
Analisis kualitatif karbohidrat umumnya didasarkan atas reaksi-reaksi
warna yang dipengaruhi oleh produk-produk hasil penguraian gula dalam asam-
asam kuat dengan berbagai senyawa organik, sifat mereduksi dari gugus karbonil
dan sifat oksidasi dari gugusan hidroksil yang berdekatan. Reaksi dengan asam-
asam kuat seperti asam sulfat, hidroklorat, dan fosfat pada karbohidrat
menghasilkan pembentukan produk terurai yang berwarna. Beberapa analisis
kualitatif karbohidrat yang sering dilakukan adalah Uji Molisch, Uji Seliwanof, Uji
Antron, dan Uji Fenol (Fitriana & Fitri, 2020).
1. Uji Antron
Uji Antron merupakan uji umum untuk karbohidrat. Antron merupakan bentuk
keton, bereaksi dengan karbohidrat dan menghasilkan suatu produk yang
berwarna hijau atau hijau biru.
2. Uji Pikrat
Uji Pikrat yaitu gula-gula pereduksi yang mengubah asam pikrat menjadi asam
pikramat (Syahmani, 2022).
3. Uji Tollens
3
Uji dengan pereaksi Tollens didasarkan pada mudahnya gugus aldehida
dioksidasi menjadi asam karbonat.
4. Uji Benedict
Uji Benedict berdasarkan reduksi Cu+ + kertas menjadi Cu+.
5. Uji Barfoed
Dengan menggunakan reagen Barfoed yang mengandung koper asetat dalam
asam asetat, maka kita dapat membedakan monosakarida dari disakarida
(Syahmani, 2021).
Dalam uji karbohidrat, terdapat berbagai sampel digunakan yaitu sebagai
berikut:
1. Amilum
Amilum adalah polisakarida yang terdiri dari banyak glukosa, sehingga mikroba
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengkonsumsinya karena harus
memecah amilum menjadi maltosa dan dekstrin terlebih dahulu dengan bantuan
enzim amilase.
2. Glukosa
Glukosa suatu monosakarida merupakan salah satu karbohidrat terpenting yang
digunakan sebagai sumber tenaga bagi hewan dan tumbuhan yang memiliki
struktur kimia C6H12O6. Glukosa merupakan salah satu hasil utama fotosintesis
dan awal bagi respirasi. Glukosa-6 fosfat adalah perantara pertama dari
metabolisme glukosa dan memainkan peran sentral dalam metabolisme energi
hati (Rajas, et al, 2019).
3. Fruktosa
Fruktosa dimetabolisme melalui perubahan menjadi zat antara glikolisis.
4. Laktosa
Laktosa merupakan gula bentuk disakarida dan jenis gula yang mudah
dimetabolisme oleh bakteri asam laktat.
5. Galaktosa
Galaktosa difosforilasi menjadi galaktosa 1-fosfat dengan bantuan enzim
galaktokinase dan dapat diubah menjadi glukosa 1-fosfat. Kemudian glukosa 1-
4
fosfat diubah menjadi glukosa 6-fosfat dan selanjutnya masuk ke jalur glikolitik
(Ainun & Suyati, 2018).
Metode untuk otomatis rantai oligosakarida yang meningkatkan kebutuhan
penyusun karbohidrat. Produksi penyusun karbohidrat disintetis dengan
menggunakan glinan dalam mensintesis monosakarida secara selektif dan otomatis
(Pan et al., 2020).
5
12. Larutan benedict
13. Reagen barfoed
14. Reagen molish
15. Asam asetat glasial
16. Asam sulfat 50%
17. Kertas saring
18. Aqades
6
8) Mengencerkan dengan asam sulfat 50% apabila menghasilkan
produk berupa susu.
7
IV. HASIL PENGAMATAN
1. Reaksi Pengenalan terhadap Karbohidrat
A. Uji Molish
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 2 mL larutan-larutan glukosa,
matosa, fruktosa, galaktosa, laktosa,
Masing-masing sampel berwarna:
sukrosa, dan amilum ke dalam masing-
masing tabung reaksi
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 2 mL reagen antron dengan Setiap larutan sampel berwarna bening
hati-hati ke dalam tabung reaksi yang telah dan terdapat endapan berwarna merah
berisi larutan karbohidrat. muda.
3. Menambahkan 2 mL asam sulfat ke dalam
masing-masing reaksi yang telah berisi
Setelah penambahan, terbentuk:
campuran dengan hati-hati dan perlahan
melalui dinding tabung
- Larutan glukosa 1% - Larutan bias ungu.
- Larutan fruktosa 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening,
tengah cincin ungu, dan bawah
berwarna putih keruh.
- Larutan galaktosa 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening
keunguan, tengah cincin ungu, dan
bawah berwarna putih keruh.
- Larutan maltose 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening
bias ungu, tengah cincin ungu, dan
bawah berwarna putih keruh.
- Larutan laktosa 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening
bias ungu, tengah cincin ungu, dan
bawah berwarna putih keruh.
8
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
- Larutan sukrosa 1% - 2 lapisan, atas berwarna kuning
dan cincin ungu
- Larutan amilum 1% - 3 lapisan, atas berwarna bening,
tengah ungu, dan bawah berwarna
putih.
B. Uji Antron
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukan 0,2 mL larutan-larutan
karbohidrat ke dalam 7 tabung reaksi yang Masing-masing sampel berwarna:
berbeda
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 2 mL reagen antron dengan Setelah penambahan, larutan
hati-hati ke dalam tabung reaksi yang telah berwarna:
berisi larutan karbohidrat
- Larutan glukosa 1% - Biru kehijauan
- Larutan fruktosa 1% - Biru sangat pekat
- Larutan galaktosa 1% - Biru kehijauan
- Larutan maltose 1% - Hijau kebiruan
- Larutan laktosa 1% - Hijau keruh
- Larutan sukrosa 1% - Biru sangat pekat
- Larutan amilum 1% - Biru kehujauan
3. Memasukan hancuran kertas saring ke Tabung reaksi ke-8 berisi kertas
dalam tabung reaksi ke-8. saring.
4. Menambahkan 2 mL reagen antron ke Setelah penambahan terdapat larutan
dalam reaksi ke-8, mengocok, membiarkan berwarna hijau pekat.
beberapa saat dan memperhatikan
perubahan warna terjadi.
9
A. Uji Tollens
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 4 tetes larutan-larutan
karbohidrat ke dalam masing-masing Masing-masing sampel berwarna:
tabung reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 2 mL pereaksi tollens Setelah penambahan, larutan
dengan mencampurkan 15 mL larutan berwarna:
AgNO3 dan 15 mL NaOH ke dalam
masing-masing tabung reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Hijau lumut bening
- Larutan fruktosa 1% - Coklat kehitaman
- Larutan galaktosa 1% - Coklat kehitaman
- Larutan maltose 1% - Bias kuning
- Larutan laktosa 1% - Bening kekuningan
- Larutan sukrosa 1% - Bening kekuningan
- Larutan amilum 1% - Bening
3. Memanaskan tabung reaksi dengan Setelah pemanasan, terjadi:
penangas air
- Larutan glukosa 1% - Terbentuk sedikit kaca perak
- Larutan fruktosa 1% - Terbentuk sedikit kaca perak
- Larutan galaktosa 1% - Terbentuk kaca perak
- Larutan maltose 1% - Terbentuk kaca perak
- Larutan laktosa 1% - Terbentuk kaca perak
- Larutan sukrosa 1% - Tidak terbentuk kaca perak
- Larutan amilum 1% - Tidak terbentuk kaca perak
B. Uji Benedict
10
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 4 tetes larutan-larutan Masing-masing larutan berwarna:
karbohidrat ke dalam masing-masing
tabung reaksi dan menambahkan 2 mL
reagen benedict lalu mengocok tabung
reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Biru tua
- Larutan fruktosa 1% - Biru tua
- Larutan galaktosa 1% - Biru muda
- Larutan maltose 1% - Biru muda
- Larutan laktosa 1% - Biru muda
- Larutan sukrosa 1% - Biru muda
- Larutan amilum 1% - Biru muda
2. Menampatkan tabung reaksi ke dalam Setelah pemanasan, larutan berwarna:
penangas air didih selama 3 menit
- Larutan glukosa 1% - Jingga
- Larutan fruktosa 1% - Jingga
- Larutan galaktosa 1% - Coklat pekat
- Larutan maltose 1% - Merah bata
- Larutan laktosa 1% - Merah bata
- Larutan sukrosa 1% - Hijau toska
- Larutan amilum 1% - Biru kehijauan
C. Uji Barfoed
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 1 mL larutan-larutan
Masing-masing sampel berwarna:
karbohidrat ke dalam tabung reaksi.
- Larutan glukosa 1% - Bening
- Larutan fruktosa 1% - Bening
- Larutan galaktosa 1% - Bening
- Larutan maltose 1% - Bening
- Larutan laktosa 1% - Bening
- Larutan sukrosa 1% - Bening
- Larutan amilum 1% - Bening
2. Menambahkan 3 mL reagen barfoed ke Setelah penambahan, larutan
dalam masing-masing tabung reaksi yang berwarna:
telah berisi larutan karbohidrat.
11
- Larutan glukosa 1% - Biru tua
- Larutan fruktosa 1% - Biru tua
- Larutan galaktosa 1% - Biru tua
- Larutan maltose 1% - Biru tua
- Larutan laktosa 1% - Biru tua
- Larutan sukrosa 1% - Biru tua
- Larutan amilum 1% - Biru tua
3. Menempatkan semua tabung reaksi Setelah pemanasan, terdapat:
didalam penangas air mendidih selama 1
menit atau lebih, sampai terlihat adanya
reduksi
- Larutan glukosa 1% - Endapan merah bata
- Larutan fruktosa 1% - Endapan merah bata
- Larutan galaktosa 1% - Endapan merah bata
- Larutan maltose 1% - Larutan tetap biru
- Larutan laktosa 1% - Larutan tetap biru
- Larutan sukrosa 1% - Tidak ada endapan
- Larutan amilum 1% - Tidak ada endapan
V. ANALISIS DATA
Percobaan ini dilakukan untuk mengidentifikasi karbohidrat pada gula.
Sampel larutan yang digunakan pada percobaan ini yaitu glukosa, fruktosa,
galaktosa, maltosa, laktosa, sukrosa, dan amilum. Karbohidrat pada umumnya
digolongkan menurut strukturnya yaitu monosakarida, disakarida, polisakarida.
Sifat-sifat kimia karbohidrat berkaitan dengan gugus fungsional yang terdapat
dalam molekul yaitu gugus hidroksi, gugus aldehid, dan gugus keton. Beberapa
sifat kimia karbohidrat dapat digunakan untuk mengidentifikasin dan membedakan
senyawa karbohidrat yang satu dengan yang lainnya (Fitri & Fitriana, 2020).
Percobaan kali ini dilakukan pengujian karbohidrat dengan Uji Molisch, Uji
Antron, Uji Benedict, Uji Tollens, dan Uji Barfoed.
A. Uji Molish
Uji Molisch adalah uji yang didasari oleh reaksi karbohidrat oleh asam
sulfat dan membentuk cincin furfural atau hidroksi metal furfural yang berwarna
12
ungu (Suseno & Roswiem, 2018). Dari percobaan diperoleh bahwa larutan glukosa,
maltose, dan laktosa menghasilkan warna bias ungu dengan kata lain memberikan
hasil positif atau mengandung karbohidrat.
Penambahan asam sulfat pada uji Molisch berfungsi untuk menghidrolisis
karbohidrat untuk menghasilkan furfural atau turunannya. Reaksi pembentukan
furfural ini adalah reaksi dehidrasi atau pelepasan molekul air dari suatu senyawa.
Dehidrasi heksosa akan menghasilkan hidroksimetil furfural. Senyawa furfural ini
dapat membentuk senyawa yang berwarna ketika direaksikan dengan α-naftol.
Terbentuknya warna ungu ketika larutan direaksikan disebabkan oleh terjadinya
reaksi kondensasi antara hidroksimetil furfural dengan α-naftol.
B. Uji Antron
Uji Antron merupakan senyawa antron yang bereaksi secara spesifik dengan
karbohidrat dalam asam sulfat pekat menghasilkan warna biru kehijauan yang khas.
Pada percobaan pertama diperoleh larutan karbohidrat yaitu larutan galaktosa,
glukosa, dan amilum yang warnanya berubah menjadi biru kehijauan, sedangkan
larutan fruktosa dan sukrosa warnanya berubah menjadi biru sangat pekat, larutan
maltose berwarna hijau kebiruan, larutan laktosa berwarna hijau keruh setelah
ditambahkan reagen antron 0,2%. Hasil percobaan ini berbeda secara teoritis, hal
tersebut mungkin karena reagen yang kurang stabil. Reagen antron dibuat hanya
pada waktu hari akan digunakan sebab ketidakstabilannya dan hanya tahan satu
hari. Selain itu larutan yang direaksikan semuanya merupakan karbohidrat sehingga
seharusnya berwarna biru kehijauan secara teoritis jika positif merupakan
karbohidrat. Fruktosa, sukrosa, maltose, dan laktosa berbeda secara teoritis atau
tidak menunjukkan hasil positif karbohidrat.
13
Pada percobaan kedua dengan menggunakan hancuran kertas saring sebagai
sampel diperoleh larutan berwarna hijau pekat setelah direaksikan dengan reagen
antron. Hal ini menandakan bahwa kertas saring negatif mengandung karbohidrat.
Jika karbohidrat ada dalam bentuk karbohidrat bebas sebagai poli- atau
monisakarida, asam pekat dalam reagen antron pertama-tama menghidrolisisnya
menjadi komponen monosakarida. Asam pekat kemudian mengkatalisis dehidrasi
monosakarida untuk membentuk furfural (dari pentosa) atau hidroksi furfural (dari
heksosa). Furfural atau hidroksi furfural yang terbentuk mengembun dengan dua
molekul naftol dari reagen antron membentuk komplek biru-hijau.
C. Uji Tollens
Uji tollens merupakan salah satu uji yang digunakan untuk membedakan
mana yang termasuk senyawa keton. Pereaksi tollens dibuat dengan mereaksikan
larutan perak nitrat (AgNO3) dengan larutan basa (NaOH) membantuk kompleks
perak amoniak (Ag(NH3)2+). Uji ini didasarkan pada mudahnya gugus aldehid
dioksidasi menjadi asam karboksilat. Gugus aktif pada pereaksi tollens adalah
Ag2O yang bila tereduksi akan menghasilkan endapan perak. Endapan perak ini
akan menempel pada tabung reaksi yang akan menjadi cermin perak.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan, tidak ada larutan karbohidrat yang
membentuk lapisan kaca perak setelah ditambahkan pereaksi tollens. Namun
setelah dilakukan pemanasan larutan glukosa, fruktosa, galaktosa, maltose, dan
laktosa membentuk lapisan kaca perak, sehingga dapat dikatakan mempunyai hasil
yang positif yaitu mengandung aldehid. Reaksi dengan pereaksi tollens mampu
mengubah ikatan C-H pada aldehid menjadi ikatan C-O.
14
D. Uji Benedict
Uji Benedict digunakan untuk menguji keberadaan gula pereduksi dalam
suatu sampel, pereaksi Benedict merupakan larutan yang mengandung kuprisulfat,
natrium karbonat, dan natrium sitrat. Adanya natrium karbonat dan natrium sitrat
membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Larutan ini berwarna biru karena
adanya ion Cu2+.
Setelah pemanasan 3 menit, beberapa larutan mulai mengalami perubahan.
Larutab karbohidrat yaitu sukrosa berwarna hijau toska dan amilum berwarna biru
kehijauan. Larutan glukosa dan fruktosa berwarna jingga menandakan hasil positif,
larutan tersebut mampu mereduksi ion Cu2+ dari kuprisulfat menjadi ion Cu+ yang
kemudian menjadi Cu2O berwarna merah atau jingga.
E. Uji Barfoed
Uji Barfoed merupakan uji yang bertujuan untuk mengetahui adanya gula
monosakarida pereduksi. Pereaksi yang digunakan pada percobaan adalah larutan
Barfoed. Larutan Barfoed adalah campuran dari kupri asetat dan asam asetat dalam
air. Larutan ini akan bereaksi dengan gula-gula pereduksi sehingga dihasilkan Cu2O
(endapan berwarna merah bata).
Berdasarkan percobaan, larutan glukosa, fruktosa, dan galaktosa mengalami
perubahan dan terbentuk endapan merah bata setelah dipanaskan selama kurang
lebih 1 menit. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga larutan tersebut positif terdapat
gula monosakarida pereduksi.
15
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut.
1. Uji yang dilakukan dalam percobaan ini dapat digunakan untuk
mengindentifikasi terdapatnya karbohidrat dalam suatu sampel, yaitu Uji
Molisch, Antron, Tollens, Benedict, dan Barfoed.
2. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa, maltosa, dan laktosa
memberikan hasil yang positif terhadap uji molisc.
3. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa, galaktosa, dan amilum
memberikan hasil yang positif terhadap uji Antron.
4. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa, fruktosa, galaktosa, maltosa,
dan laktosa memberikan hasil yang positif terhadap uji tollens.
5. Berdasarkan hasil percobaan larutan glukosa dan fruktosa memberikan hasil
positif pada uji Benedict.
6. Berdasarkan hasil percobaan, larutan glukosa, galaktosa, dan fruktosa
memberikan hasil positif pada uji barfoed.
16
DAFTAR PUSTAKA
Ainun, M., & Suyati, L. (2018). Bioelectricity of Various Carbon Sources on Series
Circuit from Microbial Fuel Cell System Using Lactobacillus Plantarum.
Jurnal Kimia Sains & Aplikasi, 21(2), 70- 74.
Fitriana, Y. A., & Fitri, A. S. (2020). Analisis Kadar Vitamin C Pada Buah Jeruk
Menggunakan Metode Titrasi Iodometri. Sainteks, 17(1), 27- 32.
Lehninger. (1982). Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.
Maggy, & Thenawidjaja. (1990). Dasar-Dasar Biokimia Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Nurfadilah, Yuntarso, A., & Herawati, D. (2019). Perbandingan Metode Standar
Nasional Indonesia dan Nonstandar Nasional Indonesia dalam Penentuan
Kadar Karbohidrat Total. Jurnal Sains Health, 3(2), 37-41.
Pan, L., Cai, C., Liu, C., & Linhardt, R. J. (2020). Recent Progress and Advanced
Technology in Carbohydrate-Based Drug Development. Biotechnology
Journal, 69(10), 191-198.
Rajas, F., Gautier-Stein, A., & Mithieux, G. (2019). Glucose-6 phosphate, a central
hub for liver carbohydrate metabolism. Metabolites, 9(12), 282.
Ramesh, B. Y., Neethu, B. K., & Harini, B. P. (2019). Carbohydrate and Protein
are an Attribute to Enhance the Life-History Determinants in Droshopila.
International Journal of Advanced Research, 2(1), 527-536.
Shum, C., Asha, A. B., & Narain, R. (2021). Carbohydrate Biosensors and
Aplications. Science and Chemical Engineering Journal, 26(5), 112-126.
Suseno, D., & Roswiem, A. P. (2018). Sulsolasi dan Identifikasi Gelatin pada
Sediaan Obat Tablet yang Tidak Berbahan Aktif Protein. Jurnal Envi
Science, 2(2), 85-90.
Syahmani. (2021). Pentunjuk Praktikum Biokimia. Banjarmasin: FKIP ULM.
Syahmani. (2022). Petunjuk Praktikum Biokimia. Banjarmasin: FKIP ULM.
Wang, S. Z., Yu, Y. J., & Adeli, K. (2020). Role of gut microbiota in
neuroendocrine regulation of carbohydrate and lipid metabolism via the
microbiota-gut-brain-liver axis. Microorganisms, 8(4), 527.
Wijayanti, Prasmita, D., Harianto, & Suryanto, A. (2019). Permintaan Pangan
Sumber Karbohidrat di Indonesia. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian,
17(1), 20-25.
17
Yasrin, & Mukaromah, A. H. (2018). Proses Hidrolisis Onggok dengan Variasi
Asam pada Pembuatan Etanol. Jurnal Nasional Unimus, 2(3), 20-25.
18
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Lingkari dan beri label gugus hemiasetal dan gugus asetal pada karbohidrat
berikut ini.
Jawaban:
a. Sukrosa atau gula tebu merupakan disakarida yang paling manis yang
terdiri dari glukosa dan fruktosa.
b. Laktosa sering disebut gula susu karena hanya terdapat dalam susu.
2. Sukrosa adalah suatu gula non pereduksi, setelah hidrolisis asam selesai
akankah ada gugus yang terdeteksi?
Jawaban:
Menurut literatur sukrosa bukanlah gula pereduksi. Namun dapat bereaksi
dengan reagen pikrat karena adanya pengaruh monomer fruktosa dan
glukosa dalam sukrosa. Adapun penambahan natrium karbonat (Na2CO3)
berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat reaksi larutan karbohidrat
dengan asam pikrat. Adapun reaksi yang terjadi sebagai berikut:
19
B. Foto
1. Reaksi Pengenalan terhadap Karbohidrat
A. Uji Molish
20
B. Uji Antron
21
Memasukkan 4 tetes larutan-larutan Menambahkan 2 mL pereaksi tollens
karbohidrat ke dalam masing-masing dengan mencampurkan 15 mL larutan
tabung reaksi. AgNO3 dan 15 mL NaOH ke dalam
masing-masing tabung reaksi.
B. Uji Benedict
22
Mengocok tabung reaksi Menempatkan tabung reaksi ke dalam
penangas air didih selama 3 menit
C. Uji Barfoed
23
Menempatkan semua tabung reaksi Mengamati perubahan yang terjadi
didalam penangas air mendidih selama 1
menit atau lebih, sampai terlihat adanya
reduksi
24
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN I
“KARBOHIDRAT"
Larutan berwarna
2. Uji Antron
Percobaan I
0,2 mL larutan glukosa 1% + 2 mL reagen antron 0,2%
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mengocok dengan hati-hati
- Mendiamkan
Larutan berwarna
25
NB: - Mengulangi percobaan yang sama dengan mengganti larutan glukosa
1% dengan larutan yang lain (larutan fruktosa 1%, larutan galaktosa
1%, larutan maltosa 1%, larutan laktosa 1%, larutan sukrosa 1%,
larutan amilum 1%).
- Mengamati perubahan warna yang terjadi.
- Menencerkan dengan asam sulfat 50% apabila menghasilkan produk
berupa susu.
Percobaan II
Hancuran kertas saring + 2 mL reagen antron 0,2%
- Memasukkan
- Memanaskan
- Memipet
- Menambahkan
- Mengocok dengan hati-hati
- Mendiamkan
Larutan berwarna
Campuran
26
2. Uji Benedict
0,2 mL larutan glukosa + 2 mL reagen benedict
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Mengocok
- Memanaskan selama 3 menit
- Mendinginkan
Campuran
3. Uji Barfoed
1 mL larutan glukosa + 3 mL reagen barfoed
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mengocok
- Memanaskan selama 1 menit atau
lebih
Campuran
27
PERCOBAAN II
28
PERCOBAAN II
I. DASAR TEORI
Karbohidrat merupakan zat organik yang paling melimpah dan tersebar luas
di alam, dan merupakan unsur penting dari semua makhluk hidup. Karbohidrat
dibentuk oleh tumbuhan hijau dari karbon dioksida dan air selama proses
fotosintesis, yang dikonversi dari energi matahari menjadi energi kimiawi dari
blomolekul menjadikan karbohidrat sebagai sumber utama bagi energi metabolit
untuk organisme hidup. Karbohidrat juga merupakan sumber karbon untuk sintesis
biomolekul dan sebagai bentuk energi polimerik. Karbohidrat juga merupakan
komponen dari unsur-unsur struktural sel merupakan bagian dari asam nukleat.
Karbohidrat dengan demikian mempunyai macam kegunaan fungsional (Leny et
al., 2022). Melalui proses fotosintesis tersebut, tumbuhan mengonversi karbon
dioksida atmosfer menjadi karbohidrat, terutama selulosa, pati dan gula (Finelli,
2019).
Kata karbohidrat timbul karena rumus molekul senyawa ini dapat dinyatakan
sebagai hidrat dari karbon. Contohnya glukosa memiliki rumus molekul C 6H12O6
yang dapat ditulis sebagai C6(H₂O)m. Meskipun jenis rumus ini tidak berguna
dalam mempelajari kimia karbohidrat, nama kuno ini tetap dipertahankan (Hart et
al., 2003). Karbohidrat termasuk dalam penyusun dasar berbagai gula dan serat
yang ditemukan di alam. Karbohidrat berperan dalam menjaga proses metabolisme
dan integritas struktural organisme hidup (Shum et al., 2021). Hasil metabolisme
karbohidrat antara lain glukosa yang terdapat di dalam darah, sedangkan glikogen
adalah karbohidrat yang disintesis dalam hati dan digunakan oleh sel-sel pada
jaringan otot sebagai sumber energi (Sutera & Aziza, 2022). Secara alami ada tiga
29
bentuk karbohidrat yang terpenting yaitu monosakarida, oligosakarida, dan
polisakarida. Polisakarida merupakan kelompok yang paling banyak di alam
(Nurfadilah et al., 2019).
Pati adalah nutrien polisakarida yang ditemukan dalam sel tumbuhan dan
beberapa mikroorganisme dan dalam beberapa hal mempunyai kesamaan dengan
glikogen. Dalam bentuk aslinya secara alami pati merupakan butiran-butiran kecil
yang sering disebut granula (Adrian et al., 2020). Pati dalam jaringan tanaman
mempunyai bentuk granula (butiran) yang berbeda. Dalam tumbuhan seperti
kentang, jagung, dll. Granula ini mempunyai diameter beberapa mikron, sedangkan
dalam mikroorganisme hanya sekitar 0,5-2 mikron. Granula pati mengandung
campuran dari dua polisakarida yang berbedá;amilosa dan amilopektin. Jumlah
kedua polisakarida ini berbeda-beda tergantung dari jenis pati. Dalam protozoa
persentase amilosa bervariasi antara ,0-45% (Leny et al., 2022).
Peran pati dalam makanan adalah nutrisi yang sangat penting dan juga
merupakan sumber energi utama dengan kontribusi kesehatan manusia secara
langsung dan spesifik. Pati berperan dalam mencegah kelainan hipoglikemia,
kemampuan probiotik, pencegahan kanker kolon, efek antihiperkolesterolemia,
pengurangan akumulasi lemak, dan penyerapan mineral (Bede & Zaixiang, 2021).
Pati terutama banyak terdapat dalam umbi-umbian seperti ubi jalar, ketela pohon,
dan kentang dan pada biji-bijian seperti beras, gandum dan bulgur (Tandra, 2021).
Pada tumbuhan fungsi pati hampir sama dengan fungsi glikogen dalam hati
yang merupakan suatu bentuk cadangan glukosa untuk digunakan pada saatnya
diperlukan. Pati dibentuk dari rantai glukosa melalui ikatan glikosida (Fitri &
Fitriana, 2020). Pati tersusun dari unit-unit glukosa yang bergabung terutama lewat
ikatan 1,4- a glikosidik, meskipun rantainya dapat membentuk sejumlah cabang
yang melekat lewat ikatan 1,6-a-glikosidik yang tersusun secara berselang-seling
(Kong et al., 2020). Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari
panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya (Alam
& Muldiyana, 2019). Pati alam tidak larut dalam air dingin, membentuk warna biru
dengan larutan iodium. Jika pati dipanaskan dalam air, maka butir-butir tersebut
akan menyerap air, membengkak, pecah dan pati akan menyebar. Pada akhirnya
30
pati akan membentuk gel yang bersifat kental. Hal tersebut dapat terjadi pada saat
waktu pengolahan pangan, sehingga memungkinkan enzim-enzim pencernaan
menghidrolisisnya lebih mudah dibandingkan bila pati masih mentah (Rooyen et
al., 2022).
Hidrolisis parsial dari pati menghasilkan maltosa, dan hidrolisis sempurna
hanya menghasilkan D-glukosa. Amilosa yang menyusun sekitar 20 % dari pati,
unit glukosa (50 sampai 300) membentuk rantai bersinambung, dengan tautan
ikatan alfa-1,4. Pada Hidrolisis sempurna oleh asam atau enzim spesifik terhadap
polisakarida menghasilkan monosakarida atau senyawa turunannya. Terbentuknya
monosakarida pada hidrolisis pati dapat diketahui dengan uji Benedict, iodine dan
fenilhidrazin. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas.
Fraksi terlarut disebut amilosa dan yang tidak terlarut disebut amilopektin (Leny et
al., 2022). Sebagian besar zat-zat di alam semesta masih bercampur dengan zat lain,
khususnya zat-zat kimia baik anorganik maupun organik. Garam dapur dari laut
masih bercampur dengan garam-garam yang lain, logam masih bercampur dengan
pengotor dalam bijihnya, gula tebu masih harus dipisahkan dari tebunya dan
sebagainya. Untuk berbagai keperluan diperlukan zat murni, sehingga teknologi
pemisahan dan pemurnian mutlak diperlukan untuk memperoleh zat murni dari
campurannya (Leny et al., 2022).
Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Crantz) merupakan salah satu
sumber karbohidrat lokal Indonesia yang menduduki urutan ketiga terbesar setelah
padi dan jagung. Singkong segar mempunyai komposisi kimiawi terdiri dari kadar
air sekitar 60%, pati 35%, serat kasar 2,5%, kadar protein 1%, kadar lemak, 0,5%
dan kadar abu 1%, karenanya merupakan sumber karbohidrat dan serat makanan,
namun sedikit kandungan zat gizi seperti protein (Gunawan et al., 2019).
Sedangkan ubi jalar adalah tanaman merambat yang sangat banyak ragamnya. Ubi
jalar dalam bentuk segar mudah rusak akibat faktor mekanik, fisiologis, dan
makrobiologis yang berkaitan dengan kadar air yang tinggi serta tidak tahan lama
disimpan. Dalam penelitian Irhami et al. (2019) menyatakan nilai rata-rata kadar
pati secara keseluruhan yang diperoleh sebesar 73,49%.
31
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Labu erlenmeyer 2 buah
2. Gelas kimia 200 mL 1 buah
3. Gelas kimia 500 mL 2 buah
4. Gelas kimia 1000 mL 2 buah
5. Spatula 2 buah
6. Neraca analitik 2 buah
7. Batang pengaduk 2 buah
8. Corong Buchner 2 buah
9. Pompa vakum 1 buah
10. Kain jarang 2 buah
11. Pipet tetes 2 buah
12. Blender 2 buah
13. Pisau 2 buah
B. Bahan
1. Ubi jalar 300 g
2. Ubi jalar 300 g
3. Etanol 95% 100 mL
4. Aquades 1 L
5. Kertas saring
32
4. Membiarkan campuran mengendap dan melakukan dekantasi pada cairan
diatasnya.
5. Mensuspensi pati dengan 200 mL air dan mengulangi dekantasi.
6. Mensuspensi pati dengan 100 mL etanol 95% dan mengulangi dekantasi.
7. Menyaring menggunakan penyaring Buchner.
8. Mengeringkan pati dengan cara penyebaran (spread) pada suhu kamar.
A. Perlakuan Awal
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memotong 300 g sampel ubi jalar Campuran homogen
dan singkong yang telah dikupas dan - Ubi jalar : berwarna kuning
dicuci kemudian menghomogenkan - Ubi kayu : berwarna putih
dengan 200 mL air dalam blender
selama 30 detik
2. Menyaring campuran dengan kain Dihasilkan filtrat masing-
dan menampung cairan yang kering masing sampel
dalam gelas ukur 1000 mL - Ubi jalar : nerwarna kuning
- Ubi kayu : berwarna putih
3. Campuran berwarna
Menambahkan 200 mL air pada
campuran dan mengocok - Ubi jalar : Berwarna
campuran. kuning
- Ubi kayu : Berwarna
Putih
33
No Perlakuan Hasil Pengamatan
- Ubi kayu
Lapisan atas : cairan putih keruh
V. ANALISIS DATA
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui cara isolasi dari bahan umbi-
umbian. Bahan yang digunakan untuk sampel yaitu ubi jalar dan ubi kayu. Hal ini
34
disebabkan karena ubi jalar dan ubi kayu merupakan umbi-umbian yang
mengandung starch atau pati dengan komposisi amilopektin yang merupakan
bagian terbesar dan sisanya amilosa. Pati merupakan hasil polisakarida sebagai
partikel yang tidak larut dalam air. Menurut penelitian Yuliansar et al (2020) ubi
jalar mengandung amilosa sekitar 54% dan amilopektin sebesar 45%, sedangkan
penelitian dari Nisah (2018) ubi kayu mengandung 20,12% amilosa dan 85%
amilopektin. Amilosa dan amilopektin berpengaruh pada sifat pati yang dihasilkan.
Amilosa tersusun dari molekul-molekul α-glukosa dengan ikatan glikosida α-(1-4)
-D-glikosidik membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri dari rantai-
rantai amilosa (ikatan 1,4- α) yang saling terikat membentuk cabang dengan ikatan
glikosida (α-(1-6)-D-glikosidik). Amilopektin merupakan komponen yang
35
Percobaan diawali dengan mengupas dan memotong kecil1kecil sampel, yaitu
ubi jalar dan ubi kayu lalu mencuci hingga bersih agar tidak ada kotoran yang ikut
masuk dalam sampel. Sampel harus dipotong kecil-kecil agar memudahkan pada
proses menghaluskan di dalam blender. Selanjutnya menimbang masing-masing
sampel sebanyak 300 g di atas neraca analitik dan memasukkan masing-masing
sampel ke dalam blender, lalu menambahkan 200 mL aquades ke dalam masing-
masing sampel dan menghomogenkan selama 30 detik. Tujuan menghaluskan
sampel dengan blender ini yaitu agar pelarut lebih mudah untuk mengikat senyawa
pati yang ada di dalam masing-masing sampel, karena semakin kecil permukaan
suatu sampel akan semakin cepat pula proses pengikatan senyawa. Campuran
membentuk sistem koloid dalam aquades dikarenakan struktur amilosan dan
amilopektinnya yang sangat bercabang.
36
kuning sangat keruh dan lapisan bawah endapan berwarna putih susu. Sedangkan
pada ubi kayu lapisan atas berupa cairan putih keruh, lapisan tengah berwarna putih
sangat keruh, dan lapisan bawah endapan berwarna putih susu. Pengendapan
dimaksudkan untuk memisahkan pati murni dari bagian lain seperti ampas dan
unsur-unsur lainnya. Pada pengendapan ini akan terdapat butiran pati termasuk
protein, lemak, dan komponen lain yang stabil dan kompleks. Jadi akan sulit
memisahkan butiran pati dengan komponen lainnya. Lapisan atas endapan ubi jalar
yang berwarna kuning keruh adalah ampas dan unsur dengan konsentrasi larutan
yang sama, sedangkan untuk endapan paling bawah yang berwarna putih susu
adalah amilum. Sedangkan pada ubi kayu dihasilkan endapan berwarna putih susu
dan filtrat berwarna putih keruh, endapan putih susu pada ubi kayu inilah yang
mengandung amilum.
37
berwarna putih susu. Selanjutnya, mensuspensi masing-masing residu dengan 100
mL etanol 95% lalu mengaduknya hingga tercampur rata. Penambahan ini
berfungsi untuk pemisahan terhadap zat-zat seperti lipid dan protein yang
terkandung dalam pati. selain itu tujuan dari pencampuran etanol 95% pada
filtratnya yaitu untuk memisahkan pati dari air sehingga pati akan terpisah dari
dalam larutannya. Dalam hal ini, pati yang merupakan polisakarida akan bereaksi
dengan air menghasilkan glukosa. Air dan etanol memiliki sifat kepolaran yang
sama yakni sama-sama polar sehingga air yang ada dalam pati akan larut dalam
etanol karena etanol mengikat H2O. Adapun persamaan reaksinya adalah sebagai
berikut :
38
3 hari, pati disimpan ke dalam desikator agar dikeringkan kembali untuk menjaga
kadar air tidak meningkat dan mempertahankan kelembaban bahan karena pati
merupakan bahan yang peka terhadap udara lembab. Setelah dikeringkan selama
seminggu, pati yang sudah kering kemudian ditimbang menggunakan neraca
analitik dan diperoleh endapan pati murni untuk sampel ubi jalar adalah 15,47 gram
dan untuk pati murni ubi kayu adalah seberat 40,40 gram. Pati yang dihasilkan oleh
ubi kayu lebih banyak daripada pati yang dihasilkan oleh ubi jalar, hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nisah, 2018) bahwa salah satu pengaruh
banyaknya amilum yang dihasilkan adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa ubi
jalar lebih besar daripada amilosa ubi kayu, yaitu ubi jalar 54% dan ubi kayu
20,12% maka dari itu, hal ini menurunkan proses gelatinisasi pati, sehingga pati
yang dihasilkan ubi jalar lebih sedikit daripada pati ubi kayu. Selain itu, tingkat
amilopektin yang semakin tinggi akan menghasilkan produk pati yang semakin
banyak pula, yang mana dalam penelitian Hermawati et al (2020) kadar amilopektin
ubi jalar sebesar 45% dan penelitian Nisah (2018) kadar amilopektin ubi kayu
sebesar 85%.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Cara Isolasi pati pada sampel ubi jalar dan ubi kayu dapat dilakukan
dengan cara suspensi dekantasi, penyaringan dan pengeringan dengan
cara penyebaran (spread) untuk didapatkan pati kering.
2. Berdasarkan percobaan diperoleh data sebagai berikut :
- Massa pati kering sampel ubi jalar sebesar 15,47 gram
- Massa pati kering sampel ubi kayu sebesar 40,40 gram
39
DAFTAR PUSTAKA
Adrian, A., Syaiful, A. Z., Ridwan, R., & Hermawati, H. (2020). Sakarifikasi Pati
Ubi Jalar Putih Menjadi Gula Dekstrosa Secara Enzimatis. Jurnal Saintis,
1(1), 1-12.
Alam, B., & Muldiyana, T. (2019). Uji Kerapuhan Granul Pati Padi Dengan Metode
Granulasi Basah. Jurnal Ilmiah JOPHUS: Journal Of Pharmacy UMUS,
1(01), 28-36.
Bede, D., & Zaixiang, L. (2021). Recent developments in resistant starch as a
functional food. Starch‐Stärke, 73(3-4), 2000139-2000141.
Finelli, C. (2019). Contribution to molecular nutrition: Carbohydrates. In
Molecular Nutrition: Carbohydrates Journal, 1 (1), 91-112.
Fitri, A. S., & Fitriana, Y. A. (2020). Analisis Senyawa Kimia pada Karbohidrat.
Jurnal SAINTEKS, 17(1), 45-52.
Gunawan, A., Rizianiza, I., & Putri, L. (2019). Peningkatan Produktivitas Poklahsar
Swakarya Bersama Melalui Produksi Tortilla Olahan Rumput. Jurnal
SAINTEK, 17(1), 45-52.
Hart, Harold., Leslie E, Craine., David J. Hart. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah.
Singkat. Jakarta: Erlangga.
Irhami., Anwar, C., & Kemalawaty, M. (2003). Karakteristik Sifat Fisikokimia Pati
Ubi Jalar. Jurnal Teknologi Pertanian, 20(1), 33-34.
Kong, H., Yu, L., Gu, Z., Li, C., Cheng, L., Hong, Y., & Li, Z. (2020). An
Innovative Short-Clustered Maltodextrin As Starch Substitute For
Ameliorating Postprandial Glucose Homeostasis. Journal of Agricultural
and Food Chemistry, 69(1), 354-367.
Lenny., Iriani, R., & Syahmani. (2021). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin
: FKIP ULM
Nurfadilah, Yuntarso, A., & Herawati, D. (2019). Perbandingan Metode Standar
Nasional Indonesia dan Nonstandar Nasional Indonesia dalam Penentuan
Kadar Karbohidrat Total. Jurnal Sains Health, 3(2), 37-41. 90
Nisah, K. (2018). Study Pengaruh Kandungan Amilosa dan Amilopektin
Umbi1Umbian Terhadap Karakteristik Fisik Plastik Biodegradable Dengan
Plastizicer Gliserol. Jurnal Biotik, 5(2), 106-113.
Shum, C., Asha, A. B., & Narain, R. (2021). Carbohydrate Biosensors and
Aplications. Science and Chemical Engineering Journal, 26(5), 112-126.
Sutera, R. D., & Aziza, N. (2022). Konsep Metabolisme Lipid Berdasarkan
Al1Qur’an dan Al-Hadist. Journal Development and Research in
Education, 2(1), 18-26.
40
Tandra, H. (2021). Penderita Diabetes Boleh Makan Apa Saja. Gramedia Pustaka
Utama.
Rooyen, J. V., Simsek, S., Oyeyinka, S. A., & Manley, M. (2022). Holistic View of
Starch Chemistry, Structure and Functionality in Dry Heat-Treated Whole
Wheat Kernels and Flour. Foods, 11(2), 207-210.
Yuliansar, Y., Ridwan, R., & Hermawati, H. (2020). KARAKTERISASI PATI UBI
JALAR PUTIH, ORANGE, DAN UNGU. Jurnal Saintis, 1(2), 1-13.
41
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Berapakah berat kertas saring yang digunakan?
Jawab:
Berat kertas saring yang digunakan pada sampel ubi jalar adalah 0,73 g
sedangkan berat kertas saring yang digunakan pada sampel ubi kayu
adalah 0,74 g.
42
B. Foto
a. Ubi Jalar
Memotong 300 g ubi jalar yang telah Menghomogenkan ubi jalar yang
dikupas dan dicuci telah dipotong dengan 200 mL air
dalam blender selama 30 detik
43
Mensuspensi pati dengan 200 mL air Mensuspensi pati dengan 100 mL
dan mengulangi dekantasi etanol 95% dan mengulangi
dekantasi
44
b. Ubi Kayu
Memotong 300 g ubi kayu yang telah Menghomogenkan ubi kayu yang
dikupas dan dicuci telah dipotong dengan 200 mL air
dalam blender selama 30 detik
45
Mensuspensi pati dengan 200 mL air Mensuspensi pati dengan 100 mL
dan mengulangi dekantasi etanol 95% dan mengulangi
dekantasi
46
FLOWCHART
PRAKTIKUM KIMIA BIOKIMIA
PERCOBAAN II
“ISOLASI PATI”
- Memotong
- Mencuci
- Menimbang
- Memasukkan
- Mengukur
- Menghomogenkan
Campuran
47
Endapan + 100 mL etanol 95%
- Mengukur
- Menambahkan
- Mendekantasi dengan corong buchner
- Mengeringkan dengan
cara spread
Pati kering
48
PERCOBAAN III
49
PERCOBAAN III
Judul : Vitamin B1
I. DASAR TEORI
50
vitamin dalam jumlah sedikit, tetapi jika kebutuhan ini diabaikan maka
metabolisme di dalam tubuh akan terganggu karena fungsinya tidak dapat
digantikan senyawa lain (Winarno, 2004).
51
keuntungan memakai thiamine melebihi yang dibutuhkan karena kelebihan dan
disekresi. Kelebihan thiamin juga tidak akan menimbulkan bahaya keracunan
(Chandra & Putri, 2019). Thiamin memiliki ciri-ciri yaitu mudah terurai pada suhu
tinggi, selain itu thianine juga memiliki karakteristik sebagai senyawa yang
memiliki sifat kurang stabil. Stabilitas thiamin dapat dipengaruhi oleh suhu, pH dan
juga pengolahannya (Rahmawati & Sa’diyah, 2020). Thiamin mengandung sistem
dua cincin yaitu inti pirimidin dan thiazol. Dalam tanaman, terutama seredia,
vitamin B1 terdapat dalam keadaan bebas, sedangkan dalam jaringan hewan
terdapat berbagai koenzim yaitu thiamin pyrophosphate (TPP) (Estien et al., 2006).
Buah S. caseolaris atau buah pedudu biasa disebut oleh masyarakat local
Kalimantan sebagai buah rambai berbentuk bulat, ujung bertangkai, dan bagian
dasarnya terbungkus kelopak bunga. Buah ini berwarna hijau dan memiliki aroma
yang sedap, rasa asam, tidak beracun, dan dapat langsung dimakan. Daging buah
ini memiliki kandungan gizi yang tinggi. Gizi yang banyak terkandung di
dalamnya, seperti vitamin A, B1, dan C, juga karbohidrat dan protein yang tinggi
(Dewi & Nursalam, 2021).
Kacang polong atau kacang hijau berbentuk silinder dan sewaktu muda
polong berwarna hijau lalu setelah tua berwarna hitam atau coklat. Setiap polong
berisi 10-15 biji. Kacang hijau memiliki nilai gizi yang cukup baik serta
mengandung vitamin B1 dan vitamin A yang cukup tinggi (Gumilar, 2018). Air
cucian beras banyak mengandung vitamin B1 (thiamin), B12, unsur N, P, K, C, dan
unsur lainnya (Himayana & Aini, 2018). Maka beras dan benih beras akan
mengandung lebih banyak vitamin B1 karena pada air cucian beras hanya mengikat
sebagian vitamin B1 yang dikandung. Pratiwi (2018) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa kandungan vitamin B1 pada hati ayam sebesar 0,4 mg per 100
52
gram. Makanan nabati mengandung thiamin terutama dalam bentuk bebas,
sedangkan hampir semua thiamin dalam produk hewan dalam bentuk thianin
difosfat yang lebih efisien.
B. Bahan
1. Beras gambut
2. Buah rambai
3. Larutan thiamin 1%
4. Pb-asetat 10%
5. NaOH 6 N
6. Bismuth nitrat
7. KI 5%
8. Aquades
9. Kapas wajah
53
III. PROSEDUR KERJA
A. Larutan Vitamin B1
1. Memasukkan 10 tetes larutan thiamin 1% dan 5 tetes larutan sampel ke
dalam masing-masing tabung reaksi.
2. Menambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL larutan NaOH
6 N ke dalam masing-masing tabung reaksi.
3. Mencampurkan dengan baik, kemudian memperhatikan timbulnya
warna kuning yang terjadi
4. Memanaskan hingga akan timbul endapan warna coklat hitam yang
menandakan vitamin B1 positif.
B. Larutan Sampel
1. Memasukkan 10 tetes larutan thiamin 1% dan 5 tetes larutan sampel
ke dalam masing-masing tabung reaksi.
2. Menambahkan 10 tetes bismuth nitrat. Mencampurkan dengan baik.
3. Kemudian menambahkan pula 2 tetes larutan KI 5%
4. Memperhatikan perubahan warna yang terjadi dan timbulnya endapan
warna jingga yang menandakan vitamin B1 positif.
54
No Perlakuan Hasil Pengamatan
- Larutan kacang polong - Jingga kemerahan, saat didiamkan
cairan bening dan endapan jingga
kemerahan
- Larutan hati ayam
- Terdapat 2 lapisan
3. Memperhatikan timbulnya warna kuning Larutan thiamin 1% timbul warna kuning
yang terjadi
4. Memanaskan sehingga akan timbul
endapan warna coklat hitam yang
menandakan vitamin b1 positif Setelah pemanasan, didapatkan
- Larutan thianin 1% - Timbul endapan coklat hitan
- Larutan beras - Timbul endapan coklat
- Larutan rambai - Timbul endapan coklat
- Larutan kacang polong - Timbul endapan coklat
- Larutan hati ayam - Timbul endapan hitam kecoklatan
B. Larutan Sampel
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 10 tetes larutan thianin
1% dan 5 tetes larutan sampel ke
dalam masing-masing tabung reaksi Larutan berwarna
- Larutan thianin 1% - Bening
- Larutan beras - Putih keruh
- Larutan rambai - Putih susu kecoklatan
- Larutan kacang polong - Hijau susu
- Larutan hati ayam - Merah muda
2. Menambahkan 10 tetes larutan
bismuth nitrat dan mencampurkan
dengan baik Larutan berwarna
- Larutan thianin 1% - Putih keruh dan ada sedikit
endapan
- Larutan beras - Putih susu
- Larutan rambai - Kuning muda
- Larutan kacang polong - Kuning muda
- Larutan hati ayam - Merah muda
3. Menambahkan 2 tetes larutan KI 5%.
Memperhatikan perubahan warna yang
terjadi dan timbulnya endapan warna
jingga yang menandakan vitamin b1
positif Larutan berubah menjadi warna
- Larutan thiamin 1% - Bening dengan endapan
kuning kejinggaan
- Larutan beras - Keruh dengan endapan
- Bening
- Larutan rambai - Kuning kehijauan dengan
endapan kuning
- Larutan kacang polong - Kuning tanpa endapan
- Larutan hati ayam
55
V. ANALISIS DATA
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan adanya vitamin B1 secara
kualitatif terhadap beberapa sampel. Adapun sampel-sampel yang digunakan pada
percobaan ini yaitu beras, buah rambai, kacang polong, dan hati ayam. Selain itu
larutan thiamin 1% juga digunakan sebagai larutan pembanding dengan hasil uji
menggunakan sampel lainnya.
A. Larutan Vitamin B1
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah memasukkan
10 tetes larutan thiamin 1% ke dalam tabung reaksi kemudian menambahkan 10
tetes larutan Pb-asetat 10% dan 1 mL larutan NaOH 6 N ke dalam tabung reaksi.
Penambahan NaOH bertujuan untuk merusak dan memecah ikatan vitamin dengan
protein sehingga dapat membentuk tiol. Thiamin memiliki sifat yang stabil pada pH
asam, tetapi tidak stabil pada larutan basa (Deman, 1997). Thiamin terurai oleh zat
– zat pengoksidasi dan dalam hal ini karena itulah ditambahkan pb-asetat untuk
mengoksidasi tiamin, dan ion Pb2+ akan tereduksi menjadi Pb+ yang akhirnya akan
mengendap sebagai endapan berwarna hitam (PbO2). Dalam percobaan ini didapat
endapan coklat kehitaman yang muncul setelah dilakukan pemanasan selama 2
menit yang sebelumnya larutan berwarna kuning. Pemanasan bertujuan untuk
mempercepat reaksi. Munculnya endapan berwarna coklat kehitaman tersebut
menandakan larutan tersebut positif mengandung vitamin B1.
56
penambahan tersebut adalah pada beras yaitu larutan berwarna putih susu, pada
buah rambai yaitu larutan berwarna putih kemerah mudaan, pada kacang polong
larutan berwarna jingga kemerahan, dan pada hati ayam larutan berwarna merah
muda. Selanjutnya larutan tersebut dipanaskan hingga timbul endapan coklat
kehitaman. Hasil yang didapat setelah pemanasan adalah pada beras, buah rambai,
dan kacang polong terbentuk endapan berwarna coklat, serta pada hati ayam
terbentuk endapan berwarna hitam kecoklatan. Dari hasil tersebut dapat dikatakan
bahwa semua sampel yang diujikan positif mengandung vitamin B1 karena endapan
yang terbentuk berwarna coklat hingga kehitaman.
B. Larutan Sampel
Pada percobaan ini memasukkan 10 tetes larutan thiamin 1% dan
menambahkan 10 tetes larutan bismuth nitrat kedalam tabung reaksi, hasilnya
membentuk larutan putih keruh dengan sedikit endapan. Kemudian menambahkan
2 tetes larutan KI 5% menghasilkan larutan bening dengan endapan kuning
kejinggaan. Setelah thianin habis bereaksi dengan ion, lalu sisa iod akan bereaksi
dengan ion bismuth (III) dan Bi(NO3)3 membentuk endapan bismuth (III) iodida
berwarna jingga yang menandakan positif mengandung vitamin B1 (Asra et al.,
2018).
57
keruh dengan endapan kuning, kemudian pada buah rambai yaitu larutan bening
kekuningan dengan endapan kuning tua, pada kacang polong yaitu larutan bening
kehijauan dengan endapan kuning dan pada hati ayam yaitu larutan kuning tanpa
endapan. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa semua sampel positif
mengandung vitamin B1 karena menghasilkan larutan kuning atau endapan kuning
kejinggaan. Hal ini dikarenakan kurangnya pereaksi KI sehingga seluruh I- bereaksi
dengan vitamin B1 dan membentuk endapan kuning sedikit jingga sehingga tidak
sempat bereaksi dengan ion Bi3+ untuk membentuk endapan jingga.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal
berikut :
1. Larutan thiamin pada uji vitamin B1 dengan penambahan Pb-asetat dan
NaOH menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya endapan coklat
hitam. Pada percobaan ini, semua sampel yang diujikan positif
mengandung vitamin B1 karena endapan yang dihasilkan berwarna coklat
hingga hitam.
2. Larutan thiamin pada uji vitamin B1 dengan penambahan bismuth nitrat
dan KI menunjukkan hasil positif dengan menghasilkan larutan bening
dengan endapan kuning kejinggaan. Pada percobaan ini, semua sampel
yang diujikan positif mengandung vitamin B1 karena menghasilkan larutan
kuning dan endapan kuning kejinggaan.
58
DAFTAR PUSTAKA
59
Himayana, A. T., & Aini, N. (2018). Pengaruh pemberian air limbah cucian beras
terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman pakcoy (Brassica rapa var.
chinensis). Jurnal Produksi Tanaman, 6(6), 1180-118.
Hwang, S. Y., Ryeo, S. M., Park, J. E., Jo, Y. H., Jang, D. H., Suh, G. J., …. &
Kim, W. Y. (2020). Combination therapy of vitamin C and thiamine for
septic shock : a multi-centre, double-blinded randomized, controlled study.
Intensive care medicine, 46(11), 2015-2025.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin
: FKIP ULM.
Moskowitz, A., & Donnino, M. W. (2020). Thiamine (vitamin B1) in septic shock:
a targeted therapy. Journal of thoracic disease, 12(Suppl 1), S78.
Pratiwi, T. D. (2018). Perbedaan Antara Asupan Vitamin B1, B6, dan B12 Dengan
Kejadian Dysmenorrhea pada Remaja Putri di SMAN 3 Kota Malang dan
MA Nurul Ulum Munjungan Kabupaten Trenggalek (Doctoral
dissertation, Universitas Brawijaya).
Rahmat Gumilar, D. (2018). PENGARUH KONSENTRASI PUPUK HAYATI
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG HIJAU
(Vigna radicato L.). (Doctoral dissertation, Universitas Siliwangi).
Rahmawati, P.Z., & Sa’diyah, D.S. (2020). Penetapan Kadar Vitamin B1 Pada
Genjer (Limnocharis Flava) dengan Pengukuran Menggunakan
Spektrofotometer Uv-Vis. The Journal of Muhammadiyah
MedicalLaboratory Technologist, 3 (2), 1 – 10.
Winarno, F. G. (2004). Kimia pangan dan gizi. Jakarta: PT. gramedia.
60
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Sebutkan fungsi utama vitamin B1!
Jawaban :
Fungsi utama vitamin B1 untuk membantu sel-sel tubuh mengubah
karbohidrat menjadi energy, sebagai kunci dalam struktur dan integrase sel-
sel otak, serta berperan dalam kontraksi otot dan konduksi sinyal saraf.
2. Sebutkan penyakit akibat defisiensi vitamin B1 dan gejalanya!
Jawaban :
Penyakit kekurangan vitamin B1 yaitu penyakit beri-beri pada orang yang
kurang gizi dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Gejala beri-beri
tergantung pada sistem tubuh, gejala dibedakan menjadi :
- Gejala beri-beri kering : keluhan jari-jari kaku, otot-otot kaku dan
pegal, kram pada betis dan sulit berdiri, kehilangan memori,
kebingungan dan ensefolites.
- Gejala beri-beri basah : kelelahan dan kelemahan, peningkatan denyut
jantung, esusi pleura, dan adema kaki serta diare, sembelit, dan
kehilangan nafsu makan.
3. Tuliskan struktur kimia vitamin B1
Jawaban :
61
B. Foto
C. Larutan Vitamin B1
62
Memanaskan campuran sampel pada Perubahan warna pada thiamin setelah
masing – masing tabung reaksi hingga dipanaskan
terbentuk endapan coklat hitam
D. Larutan Sampel
63
Menambahkan 10 tetes larutan Mencampurkan dengan baik
bismuth nitrat
64
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN III
“VITAMIN B1”
A. Larutan Vitamin B1
10 tetes larutan thianin 1% + 10 tetes larutan Pb-asetat 10% + 10 mL larutan
NaOH 6 N
- Memipet
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Mengukur
- Mencampurkan
Campuran berwarna
- Memanaskan
65
B. Larutan Sampel
- Memipet
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mencampurkan
- Memipet
- Menambahkan
66
PERCOBAAN IV
67
68
PERCOBAAN IV
Judul : Vitamin C
Tujuan : Membuktikan adanya vitamin C secara kualitatif
Hari/ Tanggal : Jumat/ 21 Oktober 2022
I. DASAR TEORI
Vitamin adalah salah satu zat senyawa kompleks yang sangat diperlukan
oleh tubuh yang berfungsi sebagai pembantu pengaturaan atau proses kegiatan
tubuh. Tanpa adanya vitamin, maka manusia, hewan dan makhluk hidup tidak dapat
melakukan aktifitas hidup sehari-hari dengan baik (Permana et al., 2018). Vitamin
adalah suatu senyawa organik yang terdapat di dalam makanan dalam jumlah
sedikit dan dibutuhkan dalam jumlah besar untuk fungsi metabolisme yang normal.
Vitamin dapat larut dalam air dan lemak. Vitamin yang larut dalam lemak adalah
vitamin A, D, E, K dan vitamin yang larut dalam air adalah vitamin B dan C
(Dorland, 2006).
Vitamin merupakan zat gizi esensial yang dibutuhkan oleh suatu organisme
dalam jumlah terbatas. Vitamin dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan
utama yaitu vitamin yang larut dalam air dan lemak. Sumber vitamin yang larut
dalam air banyak terdapat dalam daging ikan minyak ikan biji-bijian kacang tanah
kacang kedelai dan sebagainya (Du et al., 2018). Kebutuhan vitamin berbeda-beda
69
bagi tiap orang, tergantung kebiasaan masing-masing. Makhluk yang kekurangan
salah satu vitamin akan menderita gejala-gejala penyakit yang berkaitan dengan
vitamin tersebut. Asupan vitamin harus dipenuhi dari luar, seperti makanan atau
suplemen (Leny et al., 2022).
Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan dan
efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan termasuk
melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang ditimbulkan oleh radiasi. Vitamin
C juga dapat mengurangi resiko kanker dan mengurangi kerusakan akibat radikal
bebas, mempercepat penyembuhan luka, proses hidroksilasi hormon korteks
adrenal, pembentukan kolagen dan menurunkan kadar kolesterol di dalam darah,
dan secara khusus mampu meningkatkan daya serap tubuh atas kalsium (mineral
untuk pertumbuhan gigi dan tulang) serta zat besi dari bahan makanan lain
(Hasanah, 2018).
Vitamin C adalah kristal putih yang mudah larut dalam air. Vitamin C
disebut juga sebagai asam askorbat merupakan yang larut dalam air. Dalam keadaan
kering sifat karakteristik vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut.
Vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama
terkena panas. Vitamin C tidak stabil dalam alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan
asam (Almatsier, 2004). Vitamin C merupakan suatu senyawa atau zat gizi yang
dibutuhkan oleh tubuh dan prekursornya adalah karbohidrat. Dalam tubuh manusia
senyawa ini berfungsi sebagai katalis dalam reaksi kimia. Oleh karena itu, jika jenis
katalis ini tidak terdapat dalam tubuh maka fungsi normal tubuh akan terganggu.
Tubuh manusia tidak dapat menghasilkan vitamin C sehingga kebutuhan vitamin C
dalam tubuh dipenuhi melalui asupan bahan makanan (Ngginak et al., 2019).
Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan
mudah rusak selama pemrosesan dan penyimpanan. Laju perusakan meningkat
karena kerja logam, terutama tembaga, besi, dan juga oleh kerja enzim. Eksposur
oksigen pemanasan yang terlama dengan adanya oksigen, dan eksposur terhadap
cahaya semuanya merusak kandungan vitamin C makanan (Deman, 1997). Enzim
yang mengandung tembaga atau besi dalam gugus prostetik nya merupakan katalis
70
yang efisien untuk penguraian asam askorbat. Asam L-askorbat (vitamin C) adalah
laktan (ester dalam asam hidroksi karboksilat) dan diberi ciri oleh gugus enadiol,
yang menjadikannya senyawa pereduksi yang kuat (Day & Underwood, 1981).
Vitamin C mudah larut dalam air pada waktu mengalami proses pengirisan,
pencucian, dan perebusan bahan yang akan menyebabkan penurunan kadar vitamin
C. Kandungan vitamin C dalam buah dan makanan akan rusak karena proses
oksidasi oleh udara dari luar, terutama jika dipanaskan .Oleh karena itu,
penyimpanan dilakukan pada suhu rendah dan pemasakan yang tidak sampai
menyebabkan perubahan warna pada makanan yang mengandung vitamin C.
Kandungan vitamin C yang sedikit jika dilakukan pemanasan maka kadar vitamin
C yang dihasilkan akan semakin kecil (Kurniawati & Riandini, 2019).
71
Struktur Asam Askorbat
Dikutip oleh : Ravetti et al. (2019)
Vitamin C atau asam askorbat adalah senyawa beratom karbon 6 yang dapat
larut dalam air. Nama imi dari asam askorbat (2R)-2 [(15)-1,2-dihydroxyethyl)]-
3,4- dihydroxy-2 H-Furan-5 one Pubchem. Bentuk utama dari asam askorbat adalah
L-ascorbic dan dehydroascorbic acid (Soraya et al., 2019). Status vitamin C
seseorang sangat bergantung dari usia, jenis kelamin, asupan vitamin C harian,
kemampuan absorpsi, dan ekskresi, serta adanya penyakit tertentu. Rendahnya
asupan serat dapat mempengaruhi asupan vitamin C karena bahan makanan sumber
serat dan buah-buahan juga merupakan sumber vitamin C (Baggio et al., 2018).
Analisis kualitatif dari vitamin C dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi
Benedict. Cara kerja dari metode ini yaitu: ekstrak buah dan filtrat dimasukkan ke
dalam tabung reaksi menggunakan pipet sebanyak 5 tetes. Kemudian ditambah 15
tetes pereaksi Benedict dan dipanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2
menit. Adanya perubahan warna hijau kekuningan menandakan adanya vitamin C
pada sampel (Techinamuti & Pratiwi, 2018).
72
dibandingkan dengan buah lainnya. Kandungan vitamin C dalam 100
gram buah jambu biji adalah 87 mg. selain mengandung vitamin C buah
jambu biji juga mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin A, dan vitamin
B2 yang juga membantu dalam penyerapan zat besi (Andaruni & Nurbaety,
2018).
Kandungan gizi yang terdapat di dalam nanas antara lain, vitamin B6 B12
dan C serta asam folat. Kandungan gula yang cukup tinggi dan memiliki
kemampuan sebagai antioksidan penangkal radikal bebas yang paling tinggi (Marpa
et al., 2021). Kersen termasuk buah tropis dan dapat dimakan dengan rasa manis
dan aroma yang khas. Di dalam 100 g kersen mengandung rata-rata 76,3 g
air,2,1 g protein, 2,1 g lemak, 17,9 g karbohidrat, 6,0 g serat, 1,4 g abu, 125
mg kalsium, 94 mg fosfor, 0,015 mg vitamin A, 90 mg vitamin C. Nilai energi
adalah 380 kJ/100 g (Ameliya et al., 2018).
Limau kuit merupakan jenis jeruk khas Kalimantan Selatan yang sangat
populer dan umumnya digunakan sebagai penyedap rasa dan bumbu dapur.
Pengembangan penelitian terkait limau kuit juga telah dilakukan seperti adanya
kandungan asam askorbat yang berperan sebagai antioksidan juga
memegang peran penting dalam tercapainya tujuan terapeutik suatu
pengobatan dan memperbaiki metabolisme biologis tubuh (Ishak et al., 2020).
A. Alat
73
9. Gelas kimia 500 mL 2 buah
10. Botol pembersih 2 buah
11. Pisau dapur 2 buah
B. Bahan
1. Ester C
2. Pereaksi benedict
3. Pb(CH3COO)2 10%
4. NaOH 6N
5. Aquades
6. Kapas wajah
7. Jambu biji
8. Limau kuit
9. Buah kersen
10. Buah nanas
A. Larutan Vitamin C
B. Larutan Sampel
74
6. sampai merah bata menandakan vitamin C positif.
B. Larutan Sampel
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 5 tetes sampel ke dalam Masing-masing larutan sampel berwarna :
tabung reaksi
- Buah kersen - Putih keruh kekuningan
- Limau kuit - Putih keruh
- Nanas - Kuning keruh
- Jambu biji - Merah muda
2. Menambahkan 15 tetes pereaksi benedict Larutan sampel berubah warna menjadi:
- Buah kersen - Biru muda
- Limau kuit - Hijau kebiruan
- Nanas - Biru tosca
- Jambu biji - Biru terang
3. Memanaskan di atas api kecil sampai Setelah pemanasan larutan menjadi
mendidih selama 2 menit berwarna :
- Buah kersen - jingga terang
- Limau kuit - coklat kekuningan
- Nanas - jingga kecoklatan
- Jambu biji - coklat
75
4. Menambahkan 10 tetes larutan Pb-asetat
10% dan 1 mL NaOH 6N. Memperhatikan
adanya endapan yang terbentuk, warna
hijau kekuningan sampai merah bata Setelah penambahan, larutan menjadi
menandakan vitamin C positif. berwarna :
- Buah kersen - Jingga keruh tanpa endapan
- Limau kuit - Coklat kekuningan dengan endapan
coklat muda
- Nanas - Kuning dengan endapan jingga
- Jambu biji - Coklat kejinggaan dengan endapan
coklat tua
V. ANALISIS DATA
A. Larutan Vitamin C
76
vitamin C yang merupakan asam askorbat senyawa kimia yang larut dalam air.
Asam askorbat merupakan bentuk reduksi dari vitamin C sedangkan asam dehidro
askorbat adalah bentuk teroksidasi dari vitamin C. Berikut reaksi oksidasi vitamin
C:
B. Larutan Sampel
Pada percobaan ini melakukan prosedur yang sama dengan percobaan
sebelumnya, tetapi larutan ester C diganti dengan larutan sampel (buah kersen,
limau kuit, nanas, dan jambu biji) sebanyak 5 tetes yang dimasukkan ke dalam
masing-masing tabung reaksi dan menambahkan sebanyak 15 tetes pereaksi
benedict yang akan menghasilkan berbagai macam hasil percobaan yang dapat
dilihat pada tabel berikut sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil penambahan 5 tetes larutan sampel dan 15 tetes pereaksi benedict
77
Kemudian memanaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2 menit
di atas penangas air. Adapun hasil yang diperoleh dari perlakuan ini adalah sebagai
berikut:
78
gugus enadiol sehingga mampu mereduksi ion Cu2+ dari pereaksi benedict dengan
membentuk endapan Cu2O yang berwarna merah-kuning atau hijau-kuning.
Penambahan Pb-Asetat dan NaOH bertujuan untuk mempercepat laju reaksi
oksidasi vitamin C dan pengoksidasi vitamin C (asam askorbat menjadi asam
dehidroaskorbat). Adapun reaksi persamaannya dapat dilihat sebagai berikut :
79
V. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal sebagai berikut :
1. Uji vitamin C dilakukan dengan penambahan pereaksi Benedict, Pb-asetat
10%, dan NaOH 6N. Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan
berwarna merah bata.
2. Berdasarkan uji vitamin C pada semua sampel ( buah kersen, limau kuit, nanas,
dan jambu biji) dinyatakan positif mengandung vitamin C yang ditandai hasil
endapan berwarna jingga, coklat tua, dan coklat muda.
80
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2004). Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Ameliya, R., & Handito, D. (2018). Pengaruh lama pemanasan terhadap vitamin C,
aktivitas antioksidan dan sifat sensoris sirup kersen (Muntingia calabura
L.). Pro Food, 4(1), 289-297.
Andaruni, N. Q. R., & Nurbaety, B. (2018). Efektivitas Pemberian Tablet Zat Besi
(Fe), Vitamin C Dan Jus Buah Jambu Biji Terhadap Peningkatan Kadar
Hemoglobin (Hb) Remaja Putri Di Universitas Muhammadiyah
Mataram. Midwifery Journal: Jurnal Kebidanan UM. Mataram, 3(2),
104-107.
Baggio, L., Laureano, A. M., Silla, L., & Lee, D. A. (2018). Natural killer cell
adoptive immunotheraphy: coming of age. Clin Immunol, 117(1), 3-11.
Chandra, B., Zulharmita, & Putri, W. D. (2019). Penetapan kadar vitamin c dan b1
pada buah naga merah (hylocerus lemairel (hook) britton rose) dengan
metode spektrofotometri uv-vis. Jurnal Farmasi Higea, 11(1), 62-74.
Day, R. A., & Underwood. (1981). Analisa kimia kuantitatif, Edisi Keempat.
Jakarta: Erlangga.
Deman, J. M. (1997). Kimia makanan. Bandung: ITB.
Dorland, W. (2006). Kamus kedokteran dorland. Jakarta : EGC.
Du, Y., Huang, Y., & Fu, Y. (2018). Vitamin b1 helps to limit mycobacterium
tubercolosis growth via regulating innate immunity in a peroxisme
proliferator-activated receptor-y-dependent manner. Front Immunology,
9(1778), 1-9.
Fauziah, N. A., & Maulany, N. (2021). Konsumsi buah kurma untuk meningkatkan
kadar hemoglobin ibu hamil trimester iii dengan gangguan anemia. Jurnal
Majalah Kesehatan Indonesia, 2(2), 49-54.
Fitria, F., Roslinda, R., & Angga, A. A. (2019). Penetapan kadar vitamin b1 pada
kacang kedelai dan tempe yang beredar di pasar raya padang secara
spektrofotometri visibel. Jurnal Farmasi Higea, 8(1), 1-7.
81
Hasanah, U. (2018). Penentuan kadar vitamin c pada mangga kweni dengan
menggunakan metodo iodometri. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 16(1),
90-96.
Ishak, N. I., Kasman, K., & Chandra, C. (2020). Efektifitas Perasan Buah Limau
Kuit (Citrus amblycarpa) SEBAGAI Larvasida Alami Terhadap Kematian
Larva Aedes aegypti. Promotif: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(1), 6-
13.
Kurniawati, E., & Riandini, H. M. (2019). Analisis kadar vitamin c pada daging
buah kelengkeng (dimocarpus longan l.) Segar dan daging buah
kelengkeng kaleng dengan metode spektrofotometri UV-Vis. Jurnal
Ilmiah: J-HESTECH, 2(2), 19-26.
Kusumiyati, Munawar, A. A., & Suhandy, D. (2020). Fast and contactless
assesment of intact mango fruit quality attributes using near infrared
spectroscopy (nirs). Earth and Environmental Science, 6(2), 1-7.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan praktikum biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.
Maajid, L. A., Sunarmi, A. G., & Kirwanto. (2018). Pengaruh lama penyimpanan
terhadap kadar vitamin c buah apel (malus sylvestris mill). Jurnal
Kebidanan dan Kesehatan Tradisional, 3(2), 57-106.
Makahity, A. M., Dulanlebit, Y. H., & Nazudin, N. (2019). Analisis Kadar
Karbohidrat, Vitamin C, β-Karoten Dan Besi (Fe) Pada Buah Kersen
(Muntingia Calabura L) Secara Spektrofotometri Uv-Vis. Molluca
Journal of Chemistry Education (MJoCE), 9(1), 1-8.
Marpa, M. R., Kunah, M. R., & Akbar, H. (2021). Pemanfaatan buah nanas sebagai
antioksidan untuk meningkatkan imunitas tubuh di era pandemi covid-19.
Community Engagement and Emergence Journal, 2, 3-67.
Ngginak, J., Rupidaia, A., & David, Y. (2019). Analisis kandungan vitamin c dari
ekstrak buah tin (ficus carica l.) Dan gairah hutan (passiflora foctida l.).
Jurnal Sains dan Pendidikan Sains, 2(2), 54-59.
Novalisha, T., & Rimadhani, P. (2019). Review: metode analisis kadar vitamin c.
Farmaka Suplemen, 16(2), 309-315.
82
Nashucha, B. G., Niah, R., Anggraini, L., & Exliscia, W. (2019). Potensi ekstrak
kulit limau Banjar (Citrus reticulata) dengan metode DPPH sebagai
antioksidan. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina, 4(2), 295-304.
Ravetti, S., Clemente, C., Brignone, S., Hergert, L., Allemandi, D., & Palma, S.
(2019). Ascorbic acid in skin health. Cosmetics, 6(4), 58-66.
Rozana, & Sumardi. (2021). Minimally process pada buah rambutan dan perubahan
kandungan vitamin c selama penyimpanan beku. Journal of Food
Technology and Agroindustry, 3(1), 36-42.
Saleh, S. N. H., Agustin, A., Muzayyana, M., & Akbar, H. (2021). Edukasi
Pemanfaatan Hasil Olahan Buah Nanas Bagi Mahasiswi Usia Subur di
Institut Kesehatan Dan Teknologi Graha Medika. Community Engagement
and Emergence Journal (CEEJ), 2(3), 52-56.
Soraya, M., Stefan, B., & Markus, M. H. (2019). Immunomodulatory and
antimicrobial effect of vitamin C. European Journal of Microbiology and
Immunology, 9(3), 73-79.
Sudha, J. D., & Reshma, L. P. (2018). Vitamin c: sources, function, sensing, and
analysis. National Institute for Interdisciplinary Science and Technology,
1(2), 5-20.
Techinamuti, N., & Pratiwi, R. (2018). Review: metode analisis kadar vitamin c.
Farmaka Suplemen, 16(2), 309-315.
83
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Jelaskan mengapa vitamin C positif terhadap benedict!
Jawab:
Vitamin C bereaksi positif pada uji benedict karena larutan uji benedict
mengandung tembaga atau ion Cu2+ yang dapat mempermudah proses oksidasi
pada vitamin C.
2. Vitamin C juga disebut asam askorbat, tuliskan struktur vitamin C, dimanakah
anda menemukan gugus asam? Lingkari itu pada strukturnya!
Jawab:
3. Apakah penyakit scurvy itu? Apa saja gejala-gejala dari penyakit scurvy?
Jawab:
Penyakit scurvy adalah penyakit akibat kekurangan vitamin C. Asam askorbat
atau vitamin C, tidak bisa diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga tubuh
memerlukan asupan tambahan dari makanan dan minuman yang dikonsumsi
sehari-hari. Adapun gejala dari penyakit ini antara lain menurunnya nafsu
makan dan berat badan, sering merasa kelelahan, mudah marah, dan lesu. Lalu
pada tahap selanjutnya, muncul bintik merah kebiruan di tempat timbulnya
rambut dan memar di bagian kulit tertentu, selain itu gusi bengkak dan berbarah
hingga menyebabkan gigi rontok serta nyeri sendi.
4. Berapa kebutuhan harian minum vitamin C untuk mencegah penyakit scurvy
pada orang dewasa?
Jawab:
Untuk penyakit scurvy, kebutuhan vitamin C adalah sebagai berikut;
84
Laki-laki : 90 mg/hari
Perempuan : 75 mg/hari
Ibu hamil : 85 mg/hari (80 mg/hari jika < 18 tahun)
Ibu menyusui : 120 mg/hari (115 mg/ hari jika < 18 tahun)
5. Enzim apa yang dioksidasi saat kekurangan/tidak ada vitamin C? produk alam
apa yang disintesis oleh enzim ini?
Jawab:
Vitamin C sangat penting dalam pembentukan kolagen, protein yang berfungsi
sebagai “semen” yang merekatkan antar jaringan tubuh, kolagen ini dibentuk
dari prokolagen yang mengandung asam amino hidroksiprolin dan
hidroksilisin. Dan asam amino ini diubah dari prolin dan lisin, setelah
sebelumnya prokolagen dibentuk. Proses perubahan prolin dan lisin dalam
prokolagen ini dilakukan oleh enzim prolil hidrokinase yang membutuhkan
keberadaan ion besi ferro, padahal ion besi ferro ini tidak stabil dan mudah
dioksidasi. Maka gugus vitamin C adalah menjaga agar ion besi ferro ini tidak
teroksidasi. Jadi, enzim yang dioksidasi saat kekurangan/tidak ada vitamin C
adalah enzim prolil hidroksilase. Kekurangan vitamin C mengakibatkan proses
hidroksilasi dalam prokolagen berkurang, sehingga serat kolagen yang
terbentuk jadi lebih rapuh. Produk alam yang disintesis oleh enzim ini yaitu
kolagen.
6. Berapa volume minuman buah yang dapat memenuhi kebutuhan harian
minuman vitamin C anda?
Jawab:
Kebutuhan kita akan vitamin C berbeda-beda untuk setiap orang, hal ini
dibedakan atas jenis kelamin, umur, tingkat aktivitasnya, dan lain sebagainya.
Pada umumnya kebutuhan vitamin C cukup 60 mg/hari atau setara dengan 1
gelas jus jeruk (80 – 100 mL).
85
B. Foto
E. Larutan Vitamin C
86
F. Larutan Sampel
87
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN IV
“VITAMIN C”
A. Larutan Vitamin C
- Memipet
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Memanaskan di atas api kecil
selama 2 menit
- Memipet
- Menambahkan
- Mengukur
- Memasukkan
Campuran berwarna
88
B. Larutan Sampel
- Memipet
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
- Memanaskan di atas api kecil
selama 2 menit
- Memipet
- Menambahkan
- Mengukur
- Memasukkan
Campuran berwarna
- Sampel yang digunakan yaitu jambu biji, buah kersen, buah nanas, dan
limau kuit
89
PERCOBAAN V
90
PERCOBAAN V
Judul : Protein dan Asam Amino
Tujuan : 1. Membuktikan adanya asam amino di dalam larutan protein.
2. Mengetahui sifat-sifat protein.
Hari/Tanggal : Jumat/ 28 Oktober 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik/Biokimia FKIP ULM Banjarmasin
I. DASAR TEORI
Protein adalah salah satu kelas penting dan bromolekul yang melakukan
berbagai fungsi dalam tubuh manusia termasuk perbaikan dan pemeliharaan sel,
jaringan, dan organ sebagai sumber energi, pengatur beberapa proses tubuh sebagai
hormon, pengatur proses metabolisme sebagai enzim, transportasi, dan
penyimpanan molekul tertentu sebagai protein transportasi dan penyimpanan, dan
91
pertahanan terhadap penyakit sebagai antibodi (Pokhrel et al., 2020). Kualitas
protein dari suatu bahan makanan dapat dinilai dari daya cerna protein
(bioavailabilitas) dan keberagaman perbandingan kandungan asam amino yang
dimiliki makanan tersebut. Asam amino bagian dari protein yang masing-masing
memiliki peran dan fungsi spesifik bagi pertumbuhan, perkembangan, dan fungsi
imun (Widya et al., 2019). Protein merupakan persenyawaan kompleks yang
dihasilkan dari polimerisasi asam asam amino yang terikat satu sama lain melalui
ikatan peptide (-CO-NH-) (Winarno, 1992).
Asam amino adalah zat organik yang mengandung amina dan gugus fungsi
asam karboksilat yang merupakan unit dasar untuk sintesis protein dalam
metabolisme sel (Lee & Kim, 2019). Asam amino merupakan bagian dari protein
yang masing-masing memiliki peran dan fungsi spesifik bagi pertumbuhan,
perkembangan, dan fungsi imun (Widya et al., 2019).Asam amino merupakan
senyawa organik turunan dari protein yang molekulnya mengandung gugus
fungsional karbonil dan amina (Ramadayan et al., 2019). Berdasarkan strukturnya,
asam amino terdiri dari sebuah gugus amino (NH₂), gugus karboksil (COOH),
sebuah atom hidrogen (H) dan gugus radikal yang terikat pada sebuah atom C (Idrus
92
et al., 2018). Asam amino biasanya berbentuk serbuk dan mudah larut didalam air
tapi tidak dapat larut dalam pelarut organik non polar. Sifat asam amino merupakan
amfoterik yang lebih dominan menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa
pada larutan asam (Putra et al., 2020). Secara alamiah, terdapat dua puluh jenis
asam amino berbeda pada protein. Semua asam amino yang terionisasi secara
biologis dengan sempurna, kecuali prolin, memiliki struktur umum seperti berikut,
Karbon-α adalah atom sentral tempat sebuah gugus amino (-NH3+) dan sebuah
gugus karboksil (-COO-) melekat. Seiring meningkatnya pH melebihi kenetralan
(pH 7), lingkungan yang semakin basa cenderung menetralisasi gugus-gugus
karboksil yang asam dari protein, dan seiring menurunnya pH di bawah kenetralan,
lingkungan yang semakin asam cenderung menetralisasi gugus-gugus amino yang
basa (Elrod & Stanfield, 2007)
93
1. Reaksi Biuret
Reaksi biuret merupakan reaksi warna yang umum untuk gugus peptida (-
CO-NH) dan protein. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu
karena terbentuknya senyawa kompleks antara Cu2+ dan N dari molekul ikatan
peptida. Banyakny asam amino yang terikat pada ikatam peptida mempengaruhi
warna reaksi ini.
2. Reaksi Millon
Pereaksi millon melibatkan penambahan senyawa Hg ke dalam protein,
senyawa menghasilkan endapa\n putih dari senyawa merkuri. Untuk protein yang
mengandung tirosin atau triptopan memberikan warna merah.
3. Reaksi Hopkins Cole
Reaksi warna protein menunjukkan positif bila ditandai terbentuknya cincin
ungu pada bidang batas antara larutan protein dengan pereaksi, yang disebabkan
karena terbentuknya kondensasi 2 inti indol dari triptofan dengan aldehid (yang
diperoleh dari asam glioksalat).
4. Reaksi Ninhidrin
Reaksi protein dengan ninhidrin menunjukkan positif bila memberikan
warna biru atau ungu. Reaksi ini terjadi pada gugus amino bebas
94
15. Gelas kimia 200 mL 4 buah
16. Gelas kimia 500 mL 2 buah
17. Gelas kimia 1000 mL 2 buah
18. Gelas ukur 10 mL 9 buah
19. Botol reagen gelap 2 buah
20. Batang pengaduk 2 buah
21. Erlenmeyer 100 mL 4 buah
B. Bahan
1. Susu kedelai
2. Susu sapi murni
3. Telur ayam ras
4. Telur ayam kampung
5. Telur itik tambak
6. Air kelapa murni
7. Santan kemasan
8. Kacang hijau
9. Etanol 95 %
10. Glisin
11. HCl 1 N
12. NaOH 0,25 N
13. NaOH 0,01 N
14. Ninhidrin 0,1 %
15. CH3COOH 1 M
16. CuSO4 0,01 M
17. (NH4)2SO4 30 %
18. Indikator PP
19. Kertas saring
20. Aquades
21. Indikator kongo
95
1) Menambahkan 0,5 mL larutan ninhidrin 0,1% ke dalam 2 mL larutan
protein
2) Memanaskan hingga mendidih
3) Mengulangi percobaan dengan menggunakan glisin
2. Sifat Protein
a. Sifat Amfoter Protein
Suasana Asam
1) Menambahkan 3 mL aquades ke dalam tabung reaksi. Menambahkan 1
tetes HCl 1N dan 3 tetes indikator kongo ke dalam tabung reaksi
2) Menambahkan 2 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi
3) Mencatat perubahan yang terjadi.
Suasana Basa
1) Menambahkan 3 mL NaOH 0,01N dan 3 tetes indikator PP ke dalam
tabung reaksi
2) Menambahkan 2 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi yang berbeda
3) Menambahkan tetes demi tetes larutan NaOH 0,01N yang sudah
ditambahkan indikator PP ke dalam masing-masing tabung reaksi yang
berisi larutan protein
b. Pengendapan dengan Garam
1) Memasukkan 5 mL larutan protein ke dalam tabung reaksi
2) Menambahkan 3 mL (NH4)2SO4 30% hingga larutan jenuh
3) Menyaring larutan jenuh hingga terpisah filtrat dan residu
4) Menguji filtrat dengan uji biuret
5) Menguji residu terhadap kelarutan dalam air dengan menambahkan 2 mL
aquades
c. Denaturasi Protein
1) Menambahkan 2 tetes CH3COOH 1M ke dalam 2 mL larutan protein
2) Memasukkan larutan dalam air mendidih selama 5 menit
3) Menyaring campuran hingga terpisah filtrat dan residu
4) Menguji residu terhadap kelarutan dalam air dengan menambahkan 2 mL
aquades
96
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 2 mL larutan protein ke Diperoleh 2 mL larutan protein dalam
dalam tabung reaksi masing-masing tabung reaksi, berwarna:
- Telur ayam ras - Bias kekuningan (agak kental)
- Telur itik tambak - Bening (kental)
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih (kental)
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Bening sedikit keruh
- Telur ayam kampung - Bening
- Kacang hijau - Hijau
2. Menambahkan 1 mL NaOH 0,25 N ke Setelah penambahan didapatkan hasil:
dalam masing-masing tabung reaksi
- Telur ayam ras - Bias kekuningan (cair)
- Telur itik tambak - Bening (cair)
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih susu (cair)
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Bening (endapan kuning)
- Telur ayam kampung - Bening
- Kacang hijau - Putih susu
3. Menambahkan 1-3 tetes CuSO4 0,01 M Setelah penambahan didapatkan hasil:
sampai terjadi perubahan warna
- Telur ayam ras - Bias ungu muda
- Telur itik tambak - Bias ungu muda
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih bias merah muda
- Susu sapi murni - Putih bias merah muda
- Air kelapa - Bias kuning
- Telur ayam kampung - Bias merah muda
- Kacang hijau - Kuning kecoklatan
b. Uji Ninhidrin
97
No Perlakuan Hasil Pengamatan
1. Memasukkan 2 mL larutan protein dan Diperoleh 2 mL larutan protein dan larutan
larutan glisin ke dalam tabung reaksi glisin dalam masing-masing tabung reaksi,
berwarna:
- Telur ayam ras - Bias kekuningan (agak kental)
- Telur itik tambak - Bening (kental)
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Putih (kental)
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Bening sedikit keruh
- Telur ayam kampung - Bening
- Kacang hijau - Hijau
- Glisin - Bening
2. Menambahkan 0,5 mL larutan ninhidrin Setelah penambahan didapatkan hasil:
0,1 % ke dalam masing-masing tabung
reaksi
- Telur ayam ras - Gumpalan putih
- Telur itik tambak - Gumpalan putih
- Susu kedelai - Putih kecoklatam (cair)
- Santan kemasan - Sedikit bercak kuning
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Putih keruh
- Telur ayam kampung - 2 lapisan (atas: putih, bawah: bening)
- Kacang hijau - Putih kekuningan
- Glisin - Bening
3. Memanaskan hingga mendidih Setelah pemanasan didapatkan hasil:
- Telur ayam ras - 2 lapisan (atas: pink, bawah: putih)
- Telur itik tambak - Bias ungu muda
- Susu kedelai - 2 lapisan (atas: pink, bawah: putih)
- Santan kemasan - Putih keunguan
- Susu sapi murni - 2 lapisan (atas: putih, bawah: ungu muda)
- Air kelapa - Bening
- Telur ayam kampung - 2 lapisan (atas: pink, bawah: putih)
- Kacang hijau - Putih bias hijau
- Glisin - Ungu tua
2. Sifat Protein
a. Sifat Amfoter Protein
Sifat Asam
98
- Telur ayam kampung - Bias jingga (endapan merah)
- Kacang hijau - 2 lapisan (atas: bening, bawah:
Sifat Basa
3. Denaturasi Protein
99
- Santan kemasan - Padatan putih
- Susu sapi murni - Putih susu
- Air kelapa - Putih bening
- Telur ayam kampung - 2 lapisan
- Kacang hijau - Putih susu
3. Menyaring campuran hingga terpisah Residu dan filtrat terpisah
4. Menguji residu terhadap larutan dalam air Setelah pengujian didapatkan hasil:
dengan menambahkan 2 mL aquades
- Telur ayam ras - Tidak ada residu
- Telur itik tambak - Tidak ada residu
- Susu kedelai - Tidak ada residu
- Santan kemasan - Tidak ada residu
- Susu sapi murni - Tidak larut (endapan putih)
- Air kelapa - Tidak larut (endapan menggumpal)
- Telur ayam kampung - Endapan putih
- Kacang hijau - Tidak ada residu
V. ANALISIS DATA
Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan adanya asam amino didalam
larutan protein dan mengetahui bagaimana sifat-sifatnya. Sampel yang digunakan
pada percobaan ini adalah telur ayam ras, telur itik tambak, santan kemasan, susu
kedelai, air kelapa, susu sapi murni, telur ayam kampung dan kacang hijau. Adapun
pengujian iidentifikasi semua sampel adalah sebagai berikut:
1. Reaksi Warna Protein
a) Uji Biuret
100
Langkah selanjutnya dilakukan penambahan CuSO4, semua larutan protein
mengalami perubahan yakni munculnya bias ungu kecuali pada larutan susu
kedelai, air kelapa, dan kacang hijau berwarna bias kuning. Adanya perbedaan
perubahan warna pada larutan protein menunjukkan bahwa adanya perbedaan
banyak asam amino yang terikat pada larutan peptida. Semakin banyak atau
panjang ikatan peptida dalam protein, maka warna ungu akan semakin kuat
intensitasnya. Dengan demikian, banyaknya asam amino yang terikat pada ikatan
peptida secara teoritis mempengaruhi warna dari hasil reaksi ini. Berdasarkan hal
tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa telur ayam ras dan telur itik tambak
terdapat ikatan peptida (memberikan warna ungu), kemudian untuk sampel telur
ayam kampung, susu sapi murni, dan santan kemasan juga terdapat ikatan peptida
(menunjukkan warna merah muda), sedangkan susu kedelai, air kelapa, dan kacang
hijau berwarna bias kuning yang menunjukkan uji yang negatif (-).
Uji positif protein pada percobaan ini, sejalan dengan penelitian Purnama et
al. (2019) yang menggunakan uji biuret dalam penelitiannya dan menyatakan susu
murni positif mengandung protein dengan timbulnya warna ungu begitu juga
dengan sampel telur ayam ras, telur itik tambak, dan telur ayam kampung karena
juga timbul warna ungu. Hal ini juga sejalan dan dibuktikan oleh penelitian Herlina
& Pratiwi (2018) yang menguji telur menggunakan penambahan CuSO4 dan terjadi
perubahan warna menjadi ungu. Sehingga larutan susu sapi murni, telur ayam ras,
telur ayam kampung, santan kemasan, dan telur itik tambak dapat dinyatakan positif
(+)
b) Uji Ninhidrin
Uji ninhidrin bertujuan untuk menunjukkan adanya asam amino dalam zat
yang diuji. Ninhidrin merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk mendeteksi
gugus amina dalam molekul asam amino. Langkah pertama yang dilakukan adalah
memasukkan 2 mL larutan protein dan memasukkan ke dalam masing-masing
tabung reaksi, kemudian ditambahkan 0,5 mL larutan ninhdrin 0,1 % dan kemudian
dipanaskan hingga mendidih. Pemanasan bertujuan untuk memberikan efek kepada
101
protein yaitu terjadinya denaturasi. Dimana protein akan membentuk struktur utama
jaringan utama disemua sistem campuran dan menyebabkan melemahya kekuatan
ikatan dalam struktur protein. Berdasarkan perlakuan yang dilakukan maka
didapatkan hasil sampel telur ayam ras, telur ayam kampung dan telur itik tambak
membentuk dua lapsan yaitu lapisan atas merah muda dan lapisan bawah putih.
Sedangkan untuk sampel susu kedelai tidak mengalami perubahan; sampel santan
kemasan menghasilkan putih keunguan; susu sapi murni terbentuk dua lapisan
(lapisan atas putih dan lapisan bawah ungu muda); sampel air kelapa menghasilkan
bening; dan sampel kacang hijau menghasilkan bias hijau. Adapun persamaan
reaksi penambahan protein dengan larutan ninhidrin adalah sebagai berikut:
2. Sifat Protein
A. Sifat Amfoter Protein
102
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui sifat amfoter protein yang dapat
bereaksi dengan asam maupun basa. Hal ini disebabkan karena molekulnya
mempunyai muatan positif dan negatif.
Suasana Asam
Suasana Basa
103
menambahkan NaOH 0,01 N dan indikator PP tetes demi tetes sampai larutan
protein terjadi perubahan warna. Mekanisme yang terjadi dalam suasana basa ini
adalah:
Pada basa hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan keruh atau
gumpalan. Berdasarkan hasil yang diperoleh uji sifat basa protein maka telur ayam
ras dan telur itik tambak merupakan protein yang bersifat basa karena larutannya
keruh dan terdapat gumpalan.
104
C. Denaturasi Protein
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Uji biuret pada larutan protein menghasilkan uji positif pada susu sapi
murni, telur ayam kampung, telur ayam ras, telur itik tambak, dan santan
kemasan. Uji negatif dihasilkan pada air kelapa murni, kacang hijau dan
susu kedelai.
105
2. Uji ninhidrin pada larutan protein menghasilkan uji positif pada susu sapi
murni, telur ayam kampung, telur ayam ras, telur itik tambak, dan santan
kemasan. Uji negatif dihasilkan pada air kelapa murni, kacang hijau, dan
susu kedelai.
3. Pengujian sifat amfoter protein, larutan protein menunjukkan rasa yang
berbeda-beda, membentuk endapan, campuran keruh, dan terdapat
gumpalan.
4. Pengujian melalui pengendapan garam menghasilkan hampir semua larutan
mengalami pengendapan atau sukar larut.
5. Pengujian melalui denaturasi menghasilkan bahwa hampir semua larutan
protein yang diuji membentuk endapan setelah dipanaskan dan sukar larut.
106
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R., khotiffah, S.K., & Puspitasan, F. (2020). Pengaruh Lama Pemasakan
terhadap kadar Protem, Lemak, Profil Asam Amino, dan Asam lemak
Tepung Ikan Sepat Rawa (Trichogaster tric hopterus). Jumal Pengolahan
Hasil Perikanan Indonesia, 13(2), 286-294.
Choi, B. H., & Coloff, J. L. (2019). The diverse functions of non-essential amino
acids in cancer. Cancers, 11(5), 675.
Elrod, S. L., & Stansfield, W. D. (2007). Schaum’s outlines: genetika edisi keempat.
Jakarta: Erlangga.
Fessenden, R.J. (1986). Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Górska, W. H., Laskowski, W., Kulykovets, O., Kudlińska-Chylak, A., Czeczotko,
M., & Rejman, K. (2018). Food products as sources of protein and amino
acids—The case of Poland. Nutrients, 10(12), 1977.
Idrus, S., Hadinoto, S., & Folanus, J.P. (2018). Karakterisasi kolagen Gelem. bung
Penang Tuna Sirip kuning (Thunnus Albacares) Dan Perairan Maluku
Menggunakan Ekstraksi Asam. Biopropal Industri, 9(2), 87-94.
Karsidin, B., Wahyuni, Y.S., & Duriyanti, M. (2022), Uji Penetapan Kadar Protein
Pada kolagen Dan Uji Hedonik Sediaan Gel Kolagen Umbah Ikan kakap
Merah (Lutjanus russelli). Praeparandi, 5(2), 121-133.
Key, M. N., Zwilling, C. E., Talukdar, T., & Barbey, A. K. (2019). Essential amino
acids, vitamins, and minerals moderate the relationship between the right
frontal pole and measures of memory. Molecular nutrition & food
research, 63(15), 1801048.
Lee, D. Y., & Kim, E. H. (2019). Therapeutic effects of amino acids in liver
diseases: current studies and future perspectives. Journal of Cancer
Prevention, 24(2), 72.
Lehninger, A.L. (1982). Dasar-Dasar Biokimia, Jakarta: Erlangga.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.
Pokhrel, P., Jha, S., & Gri, B. (2020). Selection of Appropriate Protein Assay
Method for a paper Microfluidies platform. Practical laboratory
Medicine, 21(1), 1-9.
Prastika, H. H., Ratnayani, K., Puspawati, N. M., & Laksmiwati, A. M. (2019).
Penggunaan enzim pepsin untuk produksi hidrolisat protein kacang gude
107
(Cajanus cajan (L.) Millsp.) yang aktif antioksidan. CAKRA KIMIA
(Indonesian E-Journal of Applied Chemistry), 7(2), 180-188.
Putra, M.D.H., Putri, R.M.S., Oktavia, Y., & Ilham dy A. F. (2020). Karakteristik
Asaim Amino dan Asam Lemak Bekasam Kerang Bulu (Anadara
antiquate) di Desa Benan kabupaten Lingga. Mananade, 3(2), 159-167.
Ramadayanti, R.A., Swastawati, F., & Suharto, s. (2019). Profil Asam Amino
Dendeng Giling Ikan Lele Dumbo (Claras ganepinus) dengan Penambahan
konsentrasi Asap cair yang Berbeda (Amino acid profiles of Dumbo
Catfish (Clarias gartepinus) Jerked Meat Processed with Different
concentration of liquid Smoke). Saintek Perikanan: Indonesian Journal of
Fishenes Science and Technology, 14(2), 136-140.
Rusli, Z.,& Lusi, A. S. (2020). Modifikasi Metode Analisis Daya Hambat terhadap
Proses Denaturasi Protein yang Diinduksi oleh Panas. CHEESA: Chemical
Engineering Research Articles, 3(2), 55-62.
Sumardjo, D. (2009). Pengantar kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa
kedokteran dan Program Studi Strata Fakultas bioeksakta. Jakarta: Buku
kedokteran EGC.
Syauqi, A., Fuadi, M., & Santoso, H. (2013). Comparative Study of References and
Protein Quantifications Using Biuret-spectrophotometric Method.
Chimica et Natura Acta, 6(2), 92-48.
Widya, F. C., Anjani, G., & Syauqy, A. (2019). Analisis Kadar Protein, Asam
Amino, Dan Daya Terima Pemberian Makanan Tambahan (Pmt)
Pemulihan Berbasis Labu Kuning (Cucurbita Moschata) Untuk Batita Gizi
Kurang. Journal of Nutrition College, 8(4), 207-218.
Winarmo, F. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
108
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Reaksi Warna Protein
a. Uji Biuret
1. Apa yang ditunjukkan pada uji biuret pada percobaan diatas? Mengapa
warna tersebut terjadi?
Jawab:
Warna yang timbul dari uji biuret pada percobaan diatas sangat
beragam, diantaranya sampel telur ayam ras dan telur itik tambak
menunjukkan bias ungu. Sedangkan sampel santan kemasan, susu sapi
murni, & telur ayam kampung menunjukkan bias merah muda serta
sampel air kelapa dan kacang hijau menunjukkan bias kuning.
Seharusnya, reaksi positif akan ditandai dengan terbentuknya warna
ungu setelah penambahan tete demi tetes CuSO4 0,01 M ke dalam
sampel protein yang sudah mengandung 1 mL NaOH 2,5 N karena
terbentuk senyawa Cu2+ dan N dari molekul ikatan peptida. Hal lainnya
yaitu apabila warna ungu semakin pekat, artinya kandungan protein
semakin banyak, maka semakin banyak pula peptida yang berikatan
dengan ion Cu2+. Banyaknya asam amino yang terjadi pada ikatan
peptida dapat pula memengaruhi warna pada reaksi ini.
109
3. Apa fungsi penambahan NaOH pada uji biuret diatas?
Jawab:
Penambahan NaOH pada uji biuret bertujuan untuk menciptakan
suasana basa pada larutan yang akan mendukung terbentuknya
kompleks Cu2+ dengan gugus CO dan NH yang ditandai dengan
munculnya warna ungu pada larutan setelah penambahan beberapa tetes
CuSO4 (positif).
b. Uji Ninhidrin
1. Warna apa yang terbentuk pada uji ninhidrin?
Jawab:
Prinsip kerja uji ninhidrin yaitu menguji ada atau tidaknya protein
dalam suatu senyawa dengan penambahan reagen ninhidrin untuk
mengetahui jumlah atau kadar asam amino bebas yang terkandung
didalamnya, dimana asam amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin
dan membentuk kompleks berwarna ungu atau kuning untuk prolin dan
hidroksipolin. Apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino maka
akan terbentuk kompleks berwarna biru yang dihasilkan dari reaksi
ninhidrin dengan hasil reduksinya, yaitu ninhidrindatin dan amonia.
110
3. Gugus apa yang memberikan uji positif pada uji ninhidrin?
Jawab:
Reaksi ninhidrin merupakan reagen yang berguna untuk mendeteksi
asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini
merupakan hidrat dari triketon siklik, dan bila direaksikan dengan asam
amino, menghasilkan zat berwarna ungu. Tetapi, zat berwarna ungu
yang sama juga dihasilkan dari emua asam amino-⍺ dengan gugus
amino primer. Adapun asam amino dengan gugus amino primer yang
memberikan uji positif pada uji ninhidrin adalah glisin, alanin, valin,
leusin, isoeluen, serin, treonin, sistein, metionin, fenilanin, tirosin,
triptofan, asam aspartat, asam glutamat, asparagin, glutamin, lisin,
arginin, dan histidin.
2. Sifat Protein
a. Sifat Amfoter Protein
1. Apakah zwitterions itu? Mengapa disebut sebagai senyawa amfoter?
Gambarkan struktur umumnya!
Jawab:
Zwittwerions adalah senyawa yang dapat membentuk ion yang
bermuatan positif dan juga bermuatan negatif. Keadaan senyawa ini
sempat tergantung pada pH larutan.
111
Jawab:
Berdasarkan definisi asam basa Bronsterd-Lowry, amfoter basa
yang dapat bersifat asam atau basa bergantung pada lingkungannya.
Untuk sifat amfoter protein yaitu dapat bersifat sebagai asam dengan
memberikan proton kepada basa kuat, atau juga dapat bersifat sebagai
basa dan menerima proton dari basa kuat.
c. Denaturasi Protein
1. Jelaskan mengenai denaturasi protrin?
Jawab:
Denaturasi protein adalah perubahan bentuk protein melalui
beberapa bentuk tekanan eksternal sehingga tidak dapat lagi
menjalankan fungsi selulernya. Penyebab denaturasi protein dapat
berupa pemanasan, penambahan asam atau alkali. Fungsi dilakukan
denaturasi protein antara lain digunakan oleh tubuh untuk membunuh
berbagai patogen, selain itu denaturasi protein juga merupakan bagian
penting selama pencernaan makanan karena protein dalam makanan
denaturasi oleh aksi enzim pencernaan yang dilepaskan.
112
B. Foto
1. Reaksi Warna Protein
a. Uji Biuret
Hasil Uji Biuret sampel telur ayam Hasil Uji Biuret sampel telur ayam
kampung, susu sapi murni, kacang ras, susu kedelai, telur itik tambak,
hijau dan Air kelapa murni santan kemasan
113
b. Uji Ninhidrin
Memanaskan semua sampel hingga Hasil Uji Ninhidrin sampel telur ayam
mendidih kampung, susu sapi murni, kacang
hijau Air kelapa murni
Hasil Uji Ninhidrin sampel telur ayam Hasil Uji Ninhidrin pada glisin
ras, susu kedelai, telur itik tambak,
santan kemasan
114
2. Sifat Protein
a) Sifat Amfoter Protein
• Suasana Asam
Hasilsuasana asam sampel telur ayam Hasil suasana asam sampel telur ayam
kampung, susu sapi murni, kacang ras, susu kedelai, telur itik tambak,
hijau Air kelapa murni santan kemasan
Suasana Basa
115
Mengukur 3 mL NaOH 0,01 N dan Menambahkan 3 tetes indikator PP
memasukkan ke dalam tabung reaksi
116
Hasil penambahan pada masing-masing
larutan protein
117
Hasil penambahan pada masing-masing Menyaring larutan jenuh hingga
larutan protein terpisah filtrat dan residu
Menambahkan beberapa tetes CuSO4 Hasil filtrat sampel dengan uji biuret
0,01M lalu mengaduknya
118
Hasil penambahan pada masing-masing Menyaring larutan jenuh hingga
larutan protein terpisah filtrat dan residu
3. Denaturasi Protein
119
Memasukkan larutan dalam air Hasil pemanasan selama 5 menit
mendidih selama 5 menit
120
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN V
“PROTEIN DAN ASAM AMINO”
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Mengaduk
Larutan berwarna
NB:- Jika tidak timbul warna, tambahkan lagi setetes atau dua tetes CuSO4
0,01 M
- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan
b) Uji Ninhidrin
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Menambahkan
- Memanaskan hingga mendidih
Larutan berwarna
121
2. Sifat Protein
a) Sifat Amfoter Protein
Suasana Asam
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
Larutan berwarna merah jambu
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam tabung
reaksi
- Menambahkan
Larutan bewarna
122
NB:- Mencatat perubahan warna yang terjadi
- Menyiapkan 2 mL larutan protein pada tabung reaksi yang berbeda
- Larutan protein yaitu dari susu kedelai, telur ayam ras, telur itik
tambak, dan santan kemasan
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam
erlenmeyer
- Menambahkan
- Menggoncang-goncangkan
Larutan jenuh
- Menyaring
Filtrat Residu
123
C. Denaturasi Protein
2 mL larutan protein + 2 tetes CH3COOH 1 M
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam
erlenmeyer
- Menambahkan
- Menggoncang-goncangkan
Filtrat Residu
124
PERCOBAAN VI
125
PERCOBAAN VI
I. DASAR TEORI
Protein merupakan senyawa organik kompleks yang dihasilkan dari
polimerisasi monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain
melalui ikatan peptida (Winamo, 1992). Komponen penyusun protein adalah asam
amino yang masing-masing terhubung dengan ikatan peptida (Adawyah et al.,
2020). Ikatan peptida terbentuk antara gugus karboksil dan gugus amina dari asam
amino yang bersebelahan (Nisah et al., 2019). Asam amino merupakan senyawa
organik turunan dari protein. Asam amino terdiri atas asam amino kondisional,
asam amino non esensial, asam amino esensial, dan semi esensial (Cahyono &
Mardani, 2020). Terdapat dua puluh asam amino alami yang lazim dimana
memiliki rangka yang terdiri dari gugus asam karboksilat dan gugus yang terikat
secara kovalen pada atom pusat (karbon alfa). Dua gugus lainnya pada karbon alfa
merupakan atom hidrogen dan gugus R yang merupakan rantai samping asam
amino. Sifat kimia gugus rantai samping menyebabkan perbedaan sifat asam
amino (Fessenden & Fessenden, 1997). Asam amino adalah zat organik yang
mengandung amina dan gugus fungsi asam karboksilat yang merupakan unit dasar
untuk sintesis protein dalam metabolisme sel (Lee & Kim (2019). Berdasarkan
strukturnya, asam amino ter diri dari sebuah gugus amino (-NH₂), gugus karboksil
(-COOH), sebuah atom hidrogen (H) dan gugus radikal yang terikat pada sebuah
atom C (Idrus et al., 2018). Struktur asam amino digambarkan sebagai berikut:
126
Gambar Struktur Asam Amino
Dikutip : Winarno (1992)
Apabila asam amino larut dalam air, gugus karboksil akan melepaskan ion
H+, sedangkan gugus amina akan menerima ion H+ . Oleh adanya kedua gugus
asam amino tersebut dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif
dan juga bermuatan negatif atau disebut juga dengan ion amfoter (zwitter ion)
(Winarno, 1992). Adapun untuk reaksinya adalah sebagai berikut:
127
merupakan sifat yang khas dan berbeda dengan asam amino yang lain. Hal ini
menyebabkan asam amino dapat dipisahkan dan diidentifikasi keberadaannya
menggunakan metode pemisahan. Ada beberapa metode analisis asam amino,
misalnya metode gravimetri, kalorimeter, mikrobiologi, kromatografi, dan
elektroforesis. Salah satu metode yang banyak memperoleh pengembangan adalah
metode kromatografi . asam amino tersebut dapat diidentifikasi menggunakan
kromatografi sederhana yaitu kromatografi kertas dan kromatografi lapis tipis.
(Poedjiadi, 1994).
Kromatografi didefinisikan sebagai seperangkat teknik yang digunakan
untuk pemisahan konstituen dalam campuran. Teknik ini melibatkan 2 fase yaitu
fase diam dan fase gerak. Pemisahan konstituen didasarkan pada perbedaan antara
koefisien partisi dari dua fase (Goel & Sharma (2019). Fase gerak mengalir
melalui fase diam dan membawa komponen-komponen pada campuran.
Komponen yang berbeda akan bergerak dengan kecepatan berbeda (Day &
Underwood, 2006). Macam-macam kromatografi ialah kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis, dan kromatografi penukar ion (Goel & Sharma, 2019).
Kromatografi lapis tipis pada saat berlangsung, fase diam ditempatkan pada
penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang
akan dipisah berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita, setelah
pelat/lapisan ditaruh dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi setelah perambatan kapiler
(pengembangan), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi. Deteksi dilakukan dengan menggunakan sinar UV
(Sudjadi, 1988).
Kromatografi kertas (paper chromatography) adalah metode kromatografi
yang paling penting dan sederhana yang digunakan untuk memisahkan dan
mengidentifikasi komponen-komponen campuran. Kromatografi kertas ini baik
digunakan untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif (Day & Underwood, 2006).
Kromatografi kertas bekerja untuk memisahkan zat terlarut antara serat kertas
(fase diam) dan pelarut (fase gerak) (Patil et al., 2020). Dimana kromatografi
kertas adalah teknik yang melibatkan penempatan titik kecil atau garis larutan
128
sampel ke selembar kertas kromatografi.Untuk melakukan pemisahan campuran
asam amino hanya dibutuhkan sedikit sampel yang akan ditotolkan pada kertas
kromatografi. Sampel kemudian akan bergerak dalam eluen (fase gerak) yang
ditambahkan dan akan terjadi pemisahan. Fase gerak dalam pemisahan campuran
asam amino misalnya eluen fenol yang jenuh. Sebagai fase diam, pada umumnya
air yang terserap pada pori-pori kertas. (Liu et al., 2020).
Berdasarkan arahnya, kromatografi kertas dapat dilakukan dengan tiga
metode yaitu metode ascending (menaik), descending (menurun), dan radial
(mendatar) (Ebere et al., 2019). Kromatografi ascending merupakan kromatografi
kertas yang arah fase geraknya menaik, dengan memanfaatkan gaya kapiler.
Sedangkan pada kromatografi descending dalam pelaksanaannya memanfaatkan
gaya gravitasi sehingga arah fase geraknya menurun. Dalam kromatografi radial
memanfaatkan bentuk bulat dan kertas, komponen-komponen akan dielusikan
melingkar (Khopkar, 1990). Selain itu, hasil yang diperoleh dari metode ini akan
terlihat jelas dengan adanya pergerakan pada kertas terlebih lagi apabila sampel
dan standar baku pembanding diletakkan berdampingan pada kertas yang sama
sehingga pergerakan elusi pada keduanya dapat mudah diamati (Wertheim, 2000).
Asam amino yang mudah larut dalam pelarut tertentu seperti pelarut
organik akan terbawa naik lebih jauh daripada yang sukar larut. Setelahnya
dengan proses ini asam-asam amino akan terpisah satu dengan yang lain, dengan
penyemprotan pereaksi ninhidrin pada kertas kromatografi tersebut akan tampak
noda-noda yang membuktikan adanya asam amino yang terpisah. Jarak yang telah
ditempuh oleh suatu asam amino tertentu (b), dibandingkan dengan jarak yang
ditempuh oleh suatu pelarut dari garis awal hingga garis akhir (a) diberi lambang
Rf (Poedjiadi, 1994). nilai Rf diidentifikasi sebagai perbandingan jarak yang
ditempuh oleh senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang
ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel
maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada kromatografi
kertas (Fardani et al., 2020). Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di
bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf didefinisikan oleh hubungan:
129
(Khopkar,1990).
Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasi senyawa. Bila
identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf standar dari
senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memiliki karakter yang
sama. Sedangkan bila nilai Rf nya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan
merupakan senyawa yang berbeda (Khopkar, 1990).
130
B. Bahan
1. n-Butanol
2. CH3COOH
3. Plat KLT 13 x 15 cm
4. Glisin
5. Alanin
6. Bayam
7. Tahu
8. Ninhidrin 0,25%
9. Aquades
10. Pipa kapiler
11. Kertas saring
12. Plastik warp
131
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Sampel Gilisin (A) dan Sampel Tahu (B)
No. Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menyiapkan plat KLT dengan Plat KLT dengan ukuran 13 x 15 cm siap
ukuran 13x15 cm digunakan
2. Membuat larutan eluen dengan Didapatkan eluen jenuh larutan berwarna
perbandingan 100 mL n-butanol, bening
100 mL aquades, dan 48 mL
CH3COOH lalu munggojok dalam
corong pisah dan di diamkan
hingga terbentuk dua lapisan,
lapisan atas dimasukkan ke dalam
chamber hingga jenuh
3. Menngerus sampel daun bayam Dihasilkan larutan berwarna hijau tua
hingga halus dan menambahakan
etanol
4. Menyaring dengan kapas hingga Dihasilkan larutan berwarna hijau tua
didapat filtrat
5. Menotolkan sampel pada Sampel glisin ditotolkan pada titik
kromatografi berdampingan dengan A
jarak 3 cm. Larutan ujung ada pada Sampel bayam ditotolkan pada
5 cm dari pinggir kertas. titik B
6. Memasukkan plat KLT ke dalam Fase gerak eluen/ eluen mulai bergerak
chumber berisi eluen jenuh dan keatas
membiarkan eluen bergerak
7. Mengangkat dan mengeringkan Plat KLT kering
pada 105℃ - 110℃ selama 5
menit.
8. Menyemprotkan kertas dengan Plat Kembali basah
larutan ninhydrin
9 Mengeringkan lagi pada suhu yang Sampel A (Glisin) terdapat noda
sama selama 5 menit, noda-noda berwarna coklat dengan jarak tempuh
asam amino yang berwarna akan 2,1 cm
terlihat Rf
Sampel B (Bayam) terdapat noda
berwarna jingga pudar dengan jarak
tempuh 3,4 cm
Rf =
132
No. Percobaan Hasil Pengamatan
3. Menggerus sampel daun bayam Dihasilkan larutan berwarna putih keruh
hingga halus dan menambahkan
etanol
4. Menyaring dengan kapas hingga Dihasilkan larutan berwarna putih keruh
didapat filtrate
5. Menotolkan sampel pada Sampel alanin ditotolkan pada titik
kromatografi berdampingan dengan A
jarak 3 cm. Larutan ujung ada pada Sampel tahu ditotolkan pada titik
5 cm dari pinggir kertas. B
6. Memasukkan plat KLT ke dalam Fase gerak eluen/ eluen mulai bergerak
chamber berisi eluen jenuh dan ke atas
membiarkan eluen bergerak
7. Mengangkat dan mengeringkan Plat KLT kering
pada 105℃ - 110℃ selama 5
menit.
V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini digunakan metode pemisahan asam amino dengan cara
kromatografi kertas. kromatografi kertas yang merupakan pemisahan berdasarkan
system partisi, dimana fase diamnya berupa KLT dan fase geraknya berupa cairan
pelarut (eluen). Pelarut (eluen) yang digunakan merupakan campuran beberapa
larutan. Dalam percobaan ini, teknik kromatografi kertas dilakukan dengan cara 1
dimensi, yaitu menggunakan satu macam larutan eluen yakni pertama berupa n-
butanol; aquades; CH3COOH dengan perbandingan 100 mL; 100 mL; 48 mL.
Prinsip kerja KLT ini menggunakan metode ascending (naik) kemudian fase gerak
naik sampai hampir mendekati batas atas plat. Fase gerak naik secara perlahan-
lahan meskipun melawan gaya gravitasi. Namun eluen dapat naik dikarenakan
adanya afinitas. Dalam proses naiknya fase gerak, komponen-komponen yang
133
berbeda akan berjalan pada tingkat yang berbeda sesuai dengan kepolarannya
(Samosir, Bialangi, & Ibayu, 2018).
Langkah pertama menyiapkan plat KLT dengan ukuran 13 × 15 cm.
Tujuan pembuatan ini berfungsi sebagai fase diam dalam proses pemisahan asam
amino dengan KLT dan berfungsi sebagai penyerap berukuran kecil dengan
diameter partikel antara 10-30 serta berfungsi sebagai jalan yang dilalui oleh
fase gerak untuk memisahkan komponen-komponen yang ada di dalam campuran
sampel. Langkah berikutnya membuat larutan eluen berupa n-butanol; aquades;
CH3COOH dengan perbandingan 100 mL; 100 mL; 48 mL. Lalu mencampurkan
ketiga Pelarut ke dalam erlenmeyer terbentuk lapisan berwarna agak keruh di
bagian atas dan berwarna bening di bagian bawah. Selanjutnya, memasukkan
campuran ke dalam corong pisah dan menggojoknya. Penggojokan bertujuan.
untuk mengefisiensikan ekstraksi fase cair dan fase organik harus bercampur
secara keseluruhan, proses penggojokan tidak boleh terlalu cepat dan kuat.
Diperoleh hasil yakni terbentuk 2 lapisan yaitu kental bening sedangkan pada
lapisan bawah terdapat larutan bening. Hal ini dapat terjadi karena n-butanol
bersifat non-polar, sedangkan asam asetat dan air bersifat polar. Jadi asam asetat
dan air akan saling bercampur, sedangkan n-butanol dan 2 pelarut lain tidak akan
saling campur (Joshi & Adhikari, 2019).
Eluen kemudian dipisahkan menggunakan corong pisah. Pemisahan
lapisan bawah di masukkan ke dalam gelas Kimia. Larutan bagian atas
dimasukkan ke dalam chamber yang kemudian ditutup selama beberapa waktu
dengan tujuan untuk menjenuhkan eluen, sehingga akan mempercepat pemisahan.
Tujuan chamber ditutup rapat ini untuk memungkinkan bahwa kondisi dalam
gelas kimia terjenuhkan oleh uap dari pelarut. Untuk menempatkan kodisi dalam
gelas kimia biasanya ditempatkan kertas saring yang mengelilingi sisi chamber
yang terbasahi oleh pelarut karena pelarut bergerak lambat pada kertas,
komponen-komponen berbeda dari campuran akan bergerak pada kecepatan yang
berbeda-beda akan tampak sebagai penanda noda-noda amino.
134
Sampel asam amino yang digunakan yaitu alanin, glisin, tahu dan bayam.
Dimana sampel bayam akan dielusi dengan kandungan dari glisin dan sampel
tahu dielusi dengan kandungan dari Alanin. Perlakuan selanjutnya ini membuat
terlebih dahulu larutan sampel dengan cara menggerus sampel daun bayam dan
tahu dengan alu agar didapatkan ekstrak sampel yang halus dan banyak.
Kemudian, melakukan preparasi sampel bayam dan tahu dengan etanol sebanyak
5 mL untuk pengenceran ekstrak bayam dan diperoleh larutan tahu warna putih
dan bayam menjadi hijau tua. Kemudian disaring dan diambil filtratnya
menghasilkan larutan hijau tua dan sampel tahu putih keruh. Sampel inilah yang
akan digunakan untuk menguji kandungan glisin dari bayam dan alanin dari
sampel tahu. Adapun fungsi penambahan etanol untuk melarutkan asam amino
sehingga mudah dipisahkan lebih lanjut pada saat penambahan etanol ini terjadi
reaksi esterifikasi oleh adanya alkohol dalam kondisi asam. Adapun persamaan
reaksinya untuk sampel asam amino adalah sebagai berikut :
135
memasukkan plat KLT yang telah mengandung cuplikan ke dalam chamber yang
berisi eluen. Penggunaan pipa kapiler pada saat penotolan adalah agar tetesan
asam amino yang diteteskan tidaklah terlalu banyak sehingga dalam satu kertas
saring mampu menampung tiga jenis sampel asam amino.
Langkah selanjutnya yakni memasukkan plat KLT yang sudah ditotolkan
pada kertas kromatografi. Selanjutnya membiarkan fase gerak memulai elusi, fase
gerak mulai bergerak naik ke atas. Pada saat memulai elusi, pelarut organik
merambat ke atas melalui kapiler. Di mana asam amino yang paling kurang larut
akan tertinggal di bawah sedangkan sampel yang mudah larut / yang bersifat non
polar akan berada di atas dan mempunyai Rf yang relatif tinggi. Sehingga sampel
yang paling atas merupakan sampel yang paling larut dalam pelarut yang artinya
bersifat nonpolar, dibandingkan sampel asam amino lainnya. Molekul-molekul
seperti ini akan bergerak sepanjang kertas diangkat oleh pelarut. Mereka akan
memiliki nilai Rf yang relatif tinggi. Dengan kata lain, molekul-molekul polar
akan memiliki atraksi yang tinggi untuk molekul-molekul air dan kurang untuk
pelarut yang nonpolar, sehingga cenderung larut pada lapisan tipis air sekitar serat
lebih besar daripada pelarut yang bergerak, karena molekul-molekul ini
menghabiskan waktu untuk larut dalam fase diam dan kurang dalam fase gerak,
molekul-molekul tidak akan bergerak sangat cepat pada kertas.
Langkah berikutnya mengangkat plat KLT dan memanaskan plat KLT ke
dalam oven dengan suhu 105°C - 110°C selama 5 menit. Pemanasan dilakukan
bertujuan mengeringkan sampel agar noda yang diperoleh dapat nampak jelas.
Kemudian mengangkat plat KLT dari oven dan menyemprotkan plat KLT dengan
larutan ninhidrin. Hal ini dilakukan karena asam amino tidak berwarna sehingga
diperlukan pereaksi lokasi untuk mengetahui letak noda. Penyemprotan ninhydrin
yang dipanaskan bersama asam amino akan terbentuk kompleks warna, yang akan
menyebabkan timbulnya warna pada kromatografi kertas. Adapun reaksi yang
terjadi antara ninhidrin dengan asam amino yaitu: Sumber : Prastika et al. (2019)
136
Reaksi ninhydrin dengan asam amino secara detail sebagai berikut :
Adapun reaksi yang terjadi antara alanin dan ninhydrin sebagai berikut :
137
Reaksi glisin dengan ninhidrin sebagai berikut :
138
Sampel Warna Harga Rf
Tahu Jingga muda 0,02
Bayam Jingga 0,34
Alanin Coklat 0,3
Glisin Coklat 0,21
139
0,21. Perbedaan ini dipengaruhi oleh keterikatan analit terhadap eluen, karena
eluen yang digunakan bersifat non polar maka nyawa yang lebih nonpolar akan
terikat lebih kuat pada eluen sehingga harga Rf nya akan semakin besar.
Adapun harga Rf asam amino secara teori (Rediantning, 1987) :
Jenis asam amino Nilai Rf
Glisin 0,26
Alanin 0,38
Berdasarkan literatur nilai Rf standar asam amino untuk alanin (Rf=0,38)
dan glisin (Rf=0,26) (Rediantning, 1987). Dilihat dari nilai Rf yang diperoleh
pada percobaan ini harga Rf alanin = 0,3 sedangkan Rf glisin = 0,21, nilai Rf
percobaan ini berbeda dengan nilai standar yang ada pada literatur. Hal ini
disebabkan karena harga Rf dipengaruhi oleh eluen, sedangkan harga Rf standar
tidak diketahui eluen yang digunakan, bisa saja eluen yang digunakan berbeda
dengan eluen pada percobaan ini sehingga hasil daripada harga Rf juga berbeda.
Tetapi jika dilihat antara harga Rf hasil percobaan dengan harga Rf standar
diperoleh suatu urutan yang sama yaitu harga Rf untuk alanin lebih besar daripada
glisin.
Rf alanin lebih besar dari glisin ini disebabkan oleh adanya sifat – sifat
kepolaran asam amino tersebut dan dapat dibuktikan dari struktur masing –
masing asam amino. Dimana alanin mempunyai gugus R non polar, sedangkan
glisin mempunyai gugus R polar, tetapi gugus R pada glisin yaitu suatu atom
hidrogen terlalu kecil untuk mempengaruhi derajat polaritas gugus dan karboksil
yang tertinggi sehingga glisin lebih polar dibandingkan dengan alanin. Adapun
struktur masing-masing asam amino sebagai berikut :
Struktur glisin
Dikutip dari: Fessenden & Fessenden (1997)
140
Struktur alanin
Dikutip oleh: Fessenden & Fessenden (1997)
Berdasarkan struktur diatas glisin lebih polar dibandingkan dengan alanin,
karena alanin mempunyai gugus R nonpolar sedangkan glisin mempunyai gugus
R polar. Hal ini sesuai dengan hasil Rf yang diperoleh masing-masing asam
amino. Adapun urutan kepolarannya dari yang paling polar yaitu sebagai berikut:
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan yakni:
1. Kromatografi kertas dapat digunakan untuk mengidentifikasi/memisahkan
asam amino dalam suatu campuran
2. Prinsip pemisahan dengan KLT yaitu berdasarkan kepolaran antara sampel
dengan pelarut yang digunakan
3. Harga Rf dari hasil percobaan diperoleh, pada sampel glisin Rf nya 0,21,
untuk sampel bayam Rf nya 0,34, alanin harga Rf 0,3 dan sampel tahu
harga Rf 0,02
141
masing-masing sampel glisin, bayam, alanin dan tahu be rturut turut yaitu
0,21; 0,34 ; 0,3 dan 0.02.
4. Dari hasil percobaan hasil Rf nya berbeda-beda. Perbedaan ini dipengaruhi
oleh keterkaitan analit terhadap eluen karena eluen yang digunakan
bersifat non polar maka semakin senyawa itu lebih non polar maka akan
terikat lebih kuat pada eluen sehingga harga Rf nya akan semakin besar.
Sifat kepolaran asam amino tersebut dapat dibuktikan dari struktur
masing-masing asam amino dan mempengaruhi derajat polaritas gugus
pada alanin mempunyai gugus R nonpolar, sedangkan glisin mempunyai
gugus R polar sehingga glisin lebih polar dibandingkan dengan alanin.
142
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R., Khotiffah, S.K., & Puspitasan, F. (2020). Pengaruh Lama
Pemasakan terhadap kadar Protem, Lemak, Profil Asam Amino, dan Asam
lemak Tepung Ikan Sepat Rawa (Trichogaster tric hopterus). Jurnal
Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 13(2), 286-294
Cahyono, E., & Mardani, I. (2020). Identifikasi Asam Amino Ikan Layng
(Decapterus Russelli) pada Lokasi Penangkapan Berbeda. Jurnal
Pengolahan Pangan, 5(1), 1-6.
Ejiofor, E. U., Oyedemi, S. O., Onoja, S. O., & Omeh, N. Y. (2022). Amaranthus
hybridus Linn leaf extract ameliorates oxidative stress and hepatic damage
abnormalities induced by thioacetamide in rats. South African Journal of
Botany, 146, 213-221.
Hart, H., L. E. Craine, D. J. Hart. 2003. Kimia Organik, Suatu Kuliah Singkat.
Erlangga. Jakarta.
Idrus, S., Hadinoto, S., & Folanus, J.P. (2018). Karakterisasi kolagen Gelem. bung
Penang Tuna Sirip kuning (Thunnus Albacares) Dan Perairan Maluku
Menggunakan Ekstraksi Asam. Biopropal Industri, 9(2), 87-94
143
Khafidzin (2021). https://www.noorkhafidzin.com/2021/03/analisis-uji-ninhidrin
pada-protein.
Lee, D. Y., & Kim, E. H. (2019). Therapeutic Effects of Amino Acids in Liver
Diseases: Current Studies and Future Perspectives. Journal Of Cancer
Prevention, 24 (2), 72 – 78.
Liu, F., Wang, M., & Li, X. (2020). Simultancous Qualitative Characterization of
Four Herbs in Werkangling Capsules by a Validated High-Performance
Thin-Layer Chromatography Method. JPC-Journal of Planar
Chromatography- Modern TLC, 33(5), 449-455
Nisah, K., Afkar, M., & Sa'drah, H. (2019). Analisis Kadar Protein Pada Tepung
Jagung, Tepung Ubi Kayu, dan Tepung Labu Kuning dengan Metode
Kjedhal. Amina, 1(3), 108-113.
Rediatning, W., & Dan Kartini, N. (1987). Analisis Asam Amino Dengan
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom Dan
Pascakolom. Proceedings ITB, 20.
Samosir, S. A., Bialangi, N., & Ibayu, H. (2018). Analisis Kandungan Rhodamin
B Pada Saos Tomat Metode KLT. Jurnal Entropi, 3(1), 45-49.
144
Toha, A., & Hamid, A. (2001). Biokimia: Metabolisme Biomolekul. Bandung:
Alfabeta.
Winarmo, F. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Worsfold, P., Townshend, A., Poole, C. F., & Miró, M. (2019). Encyclopedia of
analytical science. Elsevier : Inggris.
145
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Hitung harga Rf tiap-tiap noda dan catat warnanya. Kemudian tetapkan
komponen asam-asam amino dalam larutan yang diselidiki dengan
membandingkan Rf-nya dengan Rf asam-asam amino standar.
Jawab:
Pengukuran harga Rf untuk tiap noda pada kromatografi kertas melalui
rumus:
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑛𝑜𝑑𝑎
𝑅𝑓
𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑒𝑙𝑢𝑒𝑛
146
Pada sampel alanin, noda berwarna merah bata
2. Jika suatu asam amino memiliki harga Rf 0,45, seberapa jauh asam amino
itu akan bergerak pada plat kromatografi kertas dimana pelarut bergerak
15,2 cm?
Jawab :
Jarak atau jauh asam amino itu bergerak pada plat kromatografi kertas
dapat ditentukan dengan perhitungan di bawah :
= 6,84
Jadi jauh asam amino tersebut akan bergerak pada pelat kromatografi
kertas adalah dengan jarak 6,84 cm.
147
3. Apa yang terjadi jika anda tidak menggunakan sarung tangan dan jari anda
terkena semprotan ninhydrin
Jawab :
Apabila jari tangan terkena semprotan ninhidrin maka akan menyebabkan
kulit yang terkena berwarna ungu. Hal ini dikarenakan pada kulit tangan
kita juga mengandung asam amino jenis non esensial.
148
ditandai dengan adanya warna merah bata serta dari harga Rf sampel yang
diselidiki lalu dibandingkan dengan harga Rf standarnya.
149
B. Foto
A. Preparasi Sampel
B. Uji Kromatografi
150
Menotolkan sampel dan larutan asam
Lapisan atas dimasukkan ke dalam
amino pembanding pada plat KLT yang
chamber hingga jenuh
telah diberi batas
151
Mengeringkan lagi pada suhu 105℃ - Noda – noda asam amino yang
110℃ selama 5 menit berwarna terlihat
152
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN VI
KLT 13 x 15 cm + Sampel
153
PERCOBAAN VII
154
PERCOBAAN VII
I. DASAR TEORI
Titrasi adalah analisis dengan mengukur jumLah larutan yang diperlukan
untuk bereaksi tepat sama dengan larutan lain. Dimana digunakan pada reaksi
netralisasi asam dengan basa pada titik ekuivalen (Anshory, 1987). Titrasi ini
merupakan cara untuk menentukan konsentrasi larutan asam ataupun basa dengan
menggunakan larutan standar. Dimana larutan standar merupakan larutan yang
sudah diketahui konsentrasinya. Larutan standar asam diperlukan untuk
menentukan konsentrasi basa begitupun sebaliknya (Febriana & Kasmui, 2021).
Dimana cara untuk menitrasi yaitu dengan menambahkan setetes demi setetes
larutan basa kepada larutan asam. Setiap basa yang diteteskan dihentikan setelah
jumLah mol H+ setara atau sama dengan dengan jumLah ion OH- . Dan pada saat
itu larutan bersifat netral (titik ekuivalen). Hal ini dapat ditunjukkan hubungan
antara volume titran dengan pH larutan (Ahmad, 1991).
Titrasi potensiometri menyangkut perbedaan potensial antara suatu elektroda
indikator dan suatu elektroda pembanding sewaktu titrasi. Perbedaan potensial
dapat diukur dengan potensial (potensiometri) atau pH meter. Pada umumnya
pengukuran-pengukuran teliti dari perbedaan potensial dilakukan dengan
potensiometri, akan tetapi untuk ketelitian yang diperlukan dalam titrasi, pH meter
memberikan hasil-hasil yang memuaskan dan lebih sesuai untuk menggunakannya
(Day & Underwood, 1999). Prinsip analisis titrasi potensiometri ini
menggabungkan antara pengukuran potensial dengan volume titran (Piluharto et
al., 2018).
Metode potensiometri ini juga ditunjukkan agar dapat menentukan titik
ekuivalen suatu titrasi secara instrument sebagai pengganti indikator visual, yang
155
menggunakan indikator universal (Day & Underwood, 1994). Dimana menurut
Wang & Lin (2019), metode ini digunakan untuk menentukan atau mengukur
potensial, pH suatu larutan, menentukan konsentrasi ion-ion tertentu dengan
elektroda selektif ion. Hal ini sejalan dengan penelitian (Sihombing & Hakim,
2021) bahwa proses potensiometri dapat diukur dan dilakukan dengan bantuan
elektroda indikator dan elektroda pembanding yang sesuai. Adapun 2 jenis
elektroda pengukur yaitu elektroda indikator logam dan elektroda indikator
selaput (Fizer et al., 2021).
Potensiometri merupakan pengukuran tunggal terhadap potensial dan suhu
aktivitas ion yang diamati, hal ini terutama diterapkan dalam pengukuran pH
larutan (Basset, 1994). Dimana Potensial dalam titrasi secara berturut-turut atau
secara kontinu dengan perangkat automatik (Khopkar, 1990). Dalam titrasi secara
manual, potensiometri diukur setelah penambahan titran secara berurutan dan
hasil pengamatan digambarkan pada suatu grafik pada kertas, dimana volume
titran untuk memperoleh suatu kurva titrasi. Dari grafik tersebut dapat
diperkirakan titik akhir titrasi (Huljani & Rahma, 2018). Umumnya pada titrasi
potensiometri yang melibatkan ion H+ dalam larutan, alat ukur yang digunakan
yaitu pH meter. pH meter merupakan alat ukur pH yang menggunakan elektroda
membran sebagai elektroda indikator. Alat ini dilengkapi pula elektroda
pembanding gelas/kalomel atau kondisi keduanya (Sumar, 1994).
Asam amino merupakan suatu zat penyusun protein yang saling berikatan
membentuk ikatan peptida (Sumandiarsa et al., 2020). Asam amino adalah zat
organik yang mengandung Amina dan gugus fungsi asam karboksilat yang
merupakan unit dasar untuk sintesis protein dalam metabolisme sel. Asam amino
juga berfungsi sebagai metabolit perantara yang mempengaruhi biosintesis lipid,
glutathione, nukleotida, glukosamina, dan poliamina juga proliferasi sel dan
karbon sirkulasi Asam trikarboksilat (Lee & Kim, 2019). Asam amino terdiri dari
satu atom karbon yang mengikat empat gugus: gugus amina (-NH2), gugus
karboksil (-COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R) atau juga disebut
rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya
156
(Thoume, et al., 2020). Dimana menurut Fessenden & Fessenden (1997), gugus
rantai sampinglah yang menyebabkan perbedaan sifat asam amino.
Asam amino larut dalam air, di mana gugus karboksil melepaskan ion H+
sedangkan gugus Amina akan menerima ion H+. Karena adanya kedua gugus
tersebut asam amino dalam larutan dapat membentuk ion yang bermuatan positif
dan juga bermuatan negatif atau disebut juga amfoter (Winarno, 1992). Di mana
sejalan dengan Putra et al. (2020), bahwa sifat asam amino merupakan senyawa
amfoter yang lebih dominan menjadi asam pada larutan basa dan basa pada
larutan asam, hal ini disebabkan asam amino mampu menjadi zwitter ions,
karakteristik protein ditentukan oleh jenis asam amino dan urutannya dalam
polipeptida. Asam amino sendiri merupakan senyawa organik turunan dari protein
yang terdiri dari asam amino kondisional, asam amino non esensial, asam amino
esensial, dan semi esensial (Cahyono & Mardani, 2020).
Asam amino mengandung setidaknya dua kelompok asam lemak, namun
gugus karboksil adalah asam yang jauh lebih kuat daripada gugus amino. Pada pH
7,4 gugus karboksil tidak berproduksi dan gugus amino diprotonasi. Asam amino
tanpa gugus R terionisasi akan netral secara pada pH ini dan membentuk zwitter
ions (Tripathy et al., 2018). Asam amino mempunyai sifat zwitter ion atau dipolar
karena dalam struktur kimianya mempunyai gugus fungsi negatif (COO-) dan
gugus fungsi positif (NH3+). Asam amino juga berfungsi amfoter yaitu dapat
bersifat asam, basa, atau netral (Mufida et al., 2020).
Setiap asam amino bebas dan juga protein apapun, pada pH tertentu, akan
ada dalam bentuk Zwitter ion. Artinya semua asam amino dan semua protein,
ketika mengalami perubahan pH, melewati keadaan dimana ada jumLah muatan
positif dan negatif yang sama pada molek. pH dana ini terjadi dikenal sebagai titik
isoelektrik (pH isoelektrik) dan dilambangkan sebagai pI. Ketika dilarutkan dalam
air, semua asam amino dan protein hadir terutama dalam bentuk isoelektriknya.
Dengan kata lain, ada pH (titik isoelektrik) dimana molekul memiliki muatan nol
bersih (jumLah yang sama dari muatan positif dan negatif). Tetapi tidak ada pH
dimana molekul memiliki muatan nol mutlak (tidak ada sama sekali muatan
positif dan negatif) (Khadka, 2021).
157
Semua asam amino adalah amfoter, dimana mempunyai paling sedikit satu
gugusan asam amino dan satu gugusan karboksil. Gugusan-gugusan yang mudah
mengion pada asam-asam amino yang dapat dijumpai selain gugusan karboksil
dan gugusan asam amino adalah gugusan-gugusan p-hidroksifenil, sulfurik,
guanin, imidazol (Leny et al., 2022). Asam amino glutamat, glisin, dan sistein
merupakan zat atau substrat (precursor) untuk sintesis glutation (GSH) dalam sel
tubuh (Sugiar & Sukaman, 2019).
𝛽-alanin adalah asam amino non-proteinogenik, dimana gugus amino berada
pada posisi dari gugus karboksilat (nama IUPAC = asam 3-aminopropenat).
Berbeda dengan L-alanin, yang merupakan asam amino proteinognik, p-alanin
tidak memiliki pusat stereo. B-Alanin dimasukkan ke dalam pantotenat (vitamin
B5) dan oleh karena itu, merupakan prekursor koenzim A (CoA) dan komponen
carnonine, dipeptide yang terkonsentrasi di otot dan jaringan otak, yang mendasari
penggunaan B-Alanin secara luas pada manusia sebagai suplemen penambah
kekuatan (Parthasarathy et al., 2019).
Glisin (G) adalah asam amino alifatik. Leusin termasuk dalam non polar dan
esensial sedangkan glisin termasuk kedalam asam amino esensial yang bersifat
hidrofobik. Asam amino ketiga yaitu fenilalanin (F) merupakan asam amino
esensial non polar yang berikatan dengan asam glutamat ada glisin yang bersifat
hidrofobik sehingga ikatannya yang cenderung stabil. Asam amino alanin (A)
yang merupakan asam amino non-esensial yang tidak dapat diproduksi oleh
tubuh, bersifat netral dan alifatik pada pH mendekati 7 serta memiliki rantai
cabang hidrokarbon (Ningsih dan Lisdiana, 2022).
158
6. Gelas kimia 100 mL 7 buah
7. Neraca analitik 2 buah
8. Spatula 2 buah
9. Batang pengaduk 2 buah
10. Stirer 2 buah
11. Batang magnetik 4 buah
12. Buret 2 buah
13. Botol pencuci 2 buah
14. Statif dan Klem 2 set
15. Corong kaca 2 buah
B. Bahan
1. Glisin
2. Alanin
3. Larutan Buffer pH 4, pH 7, pH 10
4. Aquades
5. H2SO4 2 N
6. NaOH 2 N
159
B. Menitrasi Aquades
1. Menitrasi aquades 40 mL dengan H2SO4 2 N sampai pH 1,2
menggunakan buret di atas stirer.
2. Menitrasi aquades 40 mL dengan NaOH 2 N sampai pH 12
menggunakan buret di atas stirer.
160
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH glisin
45 2.25 2.5
48 2.4 2.4
51 2.55 2.4
54 2.7 2.3
57 2.85 2.4
60 3 2.4
63 3.15 2.3
66 3.3 2.3
69 3.45 2.3
75 3.75 2.3
81 4.05 2.2
87 4.35 2.1
93 4.65 2.1
99 4.95 2.1
108 5.4 2.1
120 6 2.1
132 6.6 2.1
144 7.2 2.1
159 7.95 2.0
164 8.2 2.0
179 8.95 2.0
197 9.85 2.0
218 10.9 2.0
242 12.1 2.0
269 13.45 2.0
299 14.95 1.9
329 16.45 1.9
359 17.95 1.8
161
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH glisin
389 19.45 1.8
419 20.95 1.8
449 22.45 1.8
479 23.95 1.8
515 25.75 1.8
551 27.55 1.8
593 29.65 1.8
635 31.75 1.8
677 33.85 1.8
722 36.1 1.8
770 38.5 1.0
4. Menitrasi larutan alanin dengan Tetes Volume (mL) pH alanin
H2SO4 2 N dengan buret di atas
stirer, kemudian mengukur pH 3 0.15 3.3
larutan sampai dicapai pH=1,2 6 0.3 3.1
9 0.45 3.0
12 0.6 2.8
15 0.75 2.7
18 0.9 2.6
21 1.05 2.6
24 1.2 2.4
27 1.35 2.3
30 1.5 2.2
33 1.65 2.1
36 1.8 2.1
39 1.95 2.0
42 2.1 2.0
51 2.25 1.9
63 2.55 1.8
69 2.85 1.7
162
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH alanin
75 3.75 1.6
81 4.05 1.5
93 4.65 1.5
99 4.95 1.5
105 5.25 1.5
111 5.55 1.5
117 5.85 1.3
120 6.00 1.3
123 6.15 1.3
126 6.3 1.3
129 6.45 1.3
132 6.6 1.3
135 6.75 1.3
138 6.9 1.3
141 7.05 1.2
163
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Tetes Volume (mL) pH glisin
15 0.75 9.3
18 0.9 9.4
21 1.05 9.5
24 1.2 9.6
27 1.35 9.7
30 1.5 9.8
33 1.65 9.9
36 1.8 10.1
39 1.95 10.3
42 2.1 10.5
45 2.25 10.9
48 2.4 11.4
51 2.55 11.8
54 2.7 11.9
57 2.85 12
4. Menitrasi larutan alanin dengan Tetes Volume (mL) pH alanin
NaOH 2 N dengan buret di atas 5 0.25 8.9
stirer, kemudian mengukur pH
10 0.5 8.3
larutan sampai dicapai pH=12
15 0.75 9.5
20 1 9.8
25 1.25 10.0
30 1.5 10.3
35 1.75 10.8
40 2 11.6
45 2.25 12
164
B. Menitrasi Aquades
V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini dilakukan titrasi potensiometri pada sampel asam amino
(alanin dan glisin) serta dilakukan pula titrasi pada aquades sebagai pembanding.
Dalam proses ini sampel akan dititrasi dengan dua pereaksi yaitu asam (H2SO4
2N) dan basa (NaOH 2N).
A. Titrasi Glisin
Pada percobaan ini yaitu menitrasi glisin dengan H2SO4 2 N dan NaOH
2N. Asam amino glisin termasuk dalam klasifikasi asam amino bersifat netral,
non polar (hidrofobik), non-esensial, dan memiliki rantai samping terbuka
165
sehingga tergolong asam amino alifatik (Pratama et al., 2018). Glisin akan
larut dalam air dengan membentuk ion amfoter atau ion zwitter (ion dipolar)
dengan struktur sebagai berikut:
166
dan membentuk gugus -COOH, sehingga glisin terdapat dalam bentuk
kationnya. Dalam hal ini glisin berperan sebagai basa Bronsted-Lowry yaitu
ion yang mampu menerima Proton (H+). Sedangkan glisin yang ditambahkan
dengan basa NaOH 2 N, akibatnya glisin akan terdapat dalam bentuk anionnya
karena ion OH- yang tinggi mampu mengikat ion-ion H+ yang terdapat pada
gugus -NH3+, membentuk gugus -NH2 dan H2O. Dalam hal ini glisin berperan
sebagai asam Bronsted-Lowry yaitu ion yang mampu memberikan proton
(H+).
Titik akhir titrasi glisin dalam asam berakhir pada pH = 1,2 yaitu semua
glisin dalam bentuk positif sebagai kation dan bersifat asam. Sedangkan titik
akhir titrasi glisin dalam basa berakhir pada pH = 12, pada saat ini sebagian
besar glisin berbentuk anion, sehingga larutan bersifat basa. Jadi, larutan glisin
mengalami keseimbangan adalah sebagai berikut:
Berdasarkan persamaan diatas, dapat dilihat bahwa dalam suasana asam (pH
rendah) ion dipol glisin mengikat ion H+ membentuk kation. Sehingga ion
amfoter glisin bersifat basa sedangkan dalam suasana basa (pH tinggi)
mengikat OH- menghasilkan anion dan ion dipol glisin bersifat asam.
Titik isoelektrik dapat ditetapkan dengan titrasi. Titrasi kation dari glisin
NH3+CH2CO2H dengan basa, ketika basa ditambahkan ion yang terprotonkan
sempurna diubah menjadi ion dipolar yang netral, H3N+-CH2CO2-. Ketika basa
lebih banyak ditambahkan, semua bentuk kation diubah menjadi ion dipolar
yang netral. pH pada saat terjadinya hal ini adalah titik isoelektrik. Dengan
167
penambahan basa yang lebih banyak lagi, ion dipolar diubah menjadi anion.
Menurut literatur harga titik isoelektrik adalah 6,06, sedangkan harga titik
isoelektrik hasil percobaan adalah 7,35 maka hasil perhitungan harga titik
elektrik dibanding dengan literatur tidak terlalu jauh dengan selisih 1,29.
Memperhatikan volume H2SO4 2N ataupun NaOH 2N yang dititrasikan
pada larutan glisin dengan nilai pH yang terbentuk maka dapat diperoleh suatu
grafik yang disebut kurva titrasi. Adapun gambar grafik tersebut adalah
terlampir. Berdasarkan kedua grafik (terlampir) dapat terlihat bahwa
penambahan sedikit asam ataupun basa memberikan perubahan pH larutan
glisin yang lebih kecil jika dibandingkan dengan aquades. Penambahan tiga
tetes H2SO4 2N menyebabkan pH larutan gliserin turun sebesar 2,8 sedangkan
pada aquades penurunannya sebesar 2,9. Kemudian pada penambahan tiga
tetes NaOH 2N pada larutan glisin menyebabkan kenaikan nilai pH sebesar 2.
Sedangkan pada aquades penurunannya sebesar 4,7. Ini berarti bahwa larutan
glisin memiliki sedikit sifat Buffer. Sifat ini disebabkan karena kemampuan
glisin untuk membentuk suatu zwitter ions sehingga saat di titrasi dengan
asam maka glisin akan berperan sebagai basa dan ketika dititrasi dengan asam
maka glisin akan berperan sebagai asam, sehingga akan sedikit menetralkan
larutan.
B. Titrasi Alanin
Pada percobaan ini, menitrasi alanin dengan H2SO4 2 N dan NaOH 2 N.
Larutan alanin membentuk ion amfoter atau ion zwitter atau ion dipolar di
dalam air. Alanin merupakan ion dipolar yang dapat bersifat sebagai suatu
asam (donor proton) atau sebagai basa (akseptor proton) dengan strukturnya
sebagai berikut:
168
Terbentuknya ion zwitter pada alanin karena alanin memiliki gugus
karboksilat (-COOH) dan gugus amina (-NH2) yang apabila dalam larutan
dapat membentuk ion karboksilat (-COO) dan ion amonium (-NH3+) dengan
cara melepaskan proton dari masing-masing gugus. Karenanya alanin bersifat
amfoter, yakni dapat bereaksi dengan asam maupun basa. Larutan alanin
sebelum dititrasi dengan H2SO4 2 N memiliki pH 5,1 dan sebelum dititrasi
dengan NaOH 2 N memiliki pH 7. Oleh karena itu, ketika larutan alanin
dititrasi dengan H2SO4 2 N maka dapat membentuk suatu kation, sedangkan
ketika larutan alanin dititrasi dengan NaOH 2 N maka dapat menghasilkan
suatu anion, dengan persamaan reaksi berikut:
169
Asam amino alanin yang tergolong asam amino netral, tidak bersifat
benar-benar netral, melainkan bersifat agak asam karena keasamaan gugus -
NH3+ lebih kuat daripada kebasaan gugus -COO-. Akibat perbedaan dalam
keasaman dan kebasaan ini adalah larutan alanin mengandung lebih banyak
anion asam amino daripada kation. Dikatakan bahwa alanin mengemban
muatan negatif netto dalam larutan berair. Berikut ini gambar alanin
mengemban muatan negatif netto pada pH 7:
170
Berdasarkan hasil percobaan, dapat dilihat bahwa dalam suasana asam
(pH rendah) ion dipol alanin mengikat ion H+ membentuk kation alanin
sehingga ion amfoter alanin bersifat basa, sedangkan dalam suasana basa (pH
tinggi) mengikat OH- menghasilkan anion dan ion dipol alanin bersifat asam.
Titik isoelektrik dapat ditetapkan dengan titrasi. Berdasarkan perhitungan,
didapatkan nilai titik isoelektrik untuk titrasi alanin dengan asam sulfat adalah
7,25. Sedangkan, menurut literatur harga titik isoelektrik adalah 6,00. Maka,
hasil perhitungan harga titik isoelektrik pada percobaan ini dibandingkan
dengan literatur memiliki selisih tidak terlalu jauh hanya sebesar 1,25.
Memperhatikan volume H2SO4 2N ataupun NaOH 2N dititrasikan pada
larutan alanin dengan nilai pH yang terbentuk maka dapat diperoleh suatu
grafik yang disebut kurva titrasi. Adapun gambar grafik tersebut adalah
terlampir. Berdasarkan kedua grafik terlampir tersebut terlihat bahwa
penambahan sedikit asam atau sedikit basa memberikan perubahan pH larutan
alami yang lebih kecil jika dibandingkan dengan aquades. Penambahan tiga
tetes H2SO4 2N menyebabkan pH turun sebesar 1,8. Sedangkan pada aquades
penurunannya sebesar 2,9. Kemudian pada penambahan tiga tetes NaOH 2N
pada larutan alanin menyebabkan kenaikan pH sebesar 1,9 sedangkan pada
aquades kenaikannya sebesar 4,2. Ini berarti bahwa larutan alanin memiliki
sedikit sifat buffer. Sifat ini disebabkan karena kemampuan alanin untuk
membentuk suatu zwitter ions sehingga saat titrasi dengan asam maka alainin
akan berperan sebagai basa dan ketika dititrasi dengan basa maka alanin akan
berperan sebagai asam, sehingga akan sedikit menetralkan larutan.
Jika dibandingkan antara alanin dengan glisin, sifat buffer alanin lebih
kuat karena perubahan pH yang dihasilkan dengan penambahan H2SO4 2N
ataupun NaOH 2N lebih kecil. Penambahan H2SO4 2N pada larutan glisin
menyebabkan penurunan pH sebesar 2,8 sedangkan pada alanin hanya 1,8.
Penambahan NaOH 2N pada larutan glisin menyebabkan kenaikan pH sebesar
2 sedangkan pada alanin hanya 1,9. Bila dibandingkan antara titrasi dengan
H2SO4 2N dan NaOH 2N, maka titrasi dengan NaOH 2N lebih cepat dalam
memberikan perubahan pH sehingga jumLah tetesan NaOH yang diperlukan
171
lebih sedikit. Hal ini disebabkan oleh konsentrasi ion OH- yang tinggi mampu
mengikat ion ion H+ yang terdapat pada gugus -NH3+ membentuk gugus NH2
dan H2O.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan beberapa
hal yaitu sebagai berikut:
1. Asam amino di dalam air akan membentuk ion dipol atau zwitter ions (ion
amfoter) dimana gugus karboksilat dan gugus amino akan kehilangan satu
protonnya sehingga membentuk ion karboksilat dan ion ammonium.
2. Larutan glisin dititrasi dengan H2SO4 dapat membentuk suatu kation,
sedangkan ketika dititrasi dengan NaOH menghasilkan anion.
3. Larutan alanin dititrasi dengan H2SO4 membentuk kation, sedangkan
ketika dititrasi dengan NaOH menghasilkan anion.
4. Hasil perhitungan harga titik isoelektrik glisin dalam percobaan adalah
7,35 sedangkan besarnya titik isoelektrik menurut literatur sebesar 6,06.
Terdapat selisih 1,29.
5. Hasil perhitungan harga titik isoelektrik alanin dalam percobaan adalah
sebesar 7,25 sedangkan besarnya titik isoelektrik menurut literatur sebesar
6,00. Terdapat selisih 1,25.
172
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. (1994). Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
Cahyono, E., & Mardani, I. (2020). Identifikasi Asam Amino Ikan Layng
(Decapterus Russelli) pada Lokasi Penangkapan Berbeda. Jurnal
Pengolahan Pangan, 5(1), 1-6.
Febriana, Z., & Kasmui, K. (2021). Desain Media Pembelajaran Chemistry is Fun
Berbasis Android pada Materi Titrasi Asam Basa. Chemistry in Education,
10(2), 17-23.
Fizer, O., Fizer, M., Slidey, V., & Studenyak, Y. (2021). Predicting the End Point
Potential Break Values: A Case of Potentiometric Titration of Lipophilic
Anions With Cetylpyridinium Chloride. Microchemical Journal, 160, 105-
108.
Huljani, M., & Rahma, N. (2018). Analisis Kadar Klorida Air Sumur Bor Sekitar
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) II Musi II Palembang dengan Metode
Titrasi Argentometri. ALKIMIA: Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan, 2(2), 5-
9.
Lee. D. Y., & Kim, E. H. (2019). Therapeutic Effects of Amino Acids in Liver
Derases: Current Studies and Future Perspectives. Journal of cancer
Preventon, 24 (2), 72-74.
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2021). Petunjuk Praktikum Biokimia. Banjarmasin:
FKIP ULM.
173
Mufida, R. T., Darmanto. Y. S., & Suharto, S. (2020). Karaktertitik Permen Jelly
dengan Perambatan Gelati Susik Ikan yang Berbeda. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Peritoron, 2(1), 29-36.
Ningsih, D. A., & Lisdiana. L. (2022). Analisis In-Sllico Struktur Enzim Erdo-1,
4- B- Glucarase Paca Bakteri Ferui dobacterium nodosum dan Bacillus
subtilis. Lentera Bio : Berkala Ilmiah Blologi, 2(1), 153-160.
Parthasarathy, A., Savka, M. A., & Hudson, A. O. (2019). The Synthesis and Role
of B-Alanine In Plants. Frontiers In Plant Science, 10(1). 1-8.
Piluharto, B., Nurhayati, M., & Asnawati. (2018). Koagulan Berbasis Kitosan dan
Modifikasinya dalam koogulasi - Flokulasi Suspensi Kaolin. Jurnal kimia
Mulawarman,16 (1), 16-21.
Pratama, R. I., Rostini, I., & Rochima, E. (2018). Profil Asam Amino, Asam
Lemak, dan Komponen Volatil Ikan Gurame Segar (Osphronemus
Gouramy) dan Kukus. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia,
21(2), 218-231.
Putra, M. D., Putri, R. M., Oktavia, Y., & Ilhamdy, A. F. (2020). Karakteristik
Asam Amino dan Asam Lemak Bekasam Kerang Bulu (Anadara
Antiquate) di Desa Benan Kabupaten Lingga. Marinade, 3(2), 159-167.
Thoume, A., Elmakssoudi, A., Left, D. B., Benzbiria, N., Benhiba, F., Dakir, M.,
et al. (2020). Amino Acid Structure Analog As A Corrosion Inhibitor of
Carbon Steel in 0,5 M H2SO4: Electrochemical, Synergic Effect and
Theoretical Studies. Chemical Data Collections, 30, 100586.
174
Tripathy, D. B., Mishra, A., Clark, J., & Famer, T. (2018). Synthesis, Chemistry,
Physicochemical Properties and Industrial Applications of Amino Acid
Surfactants: A Review. Comptes Rendus Chimie, 21 (2), (12-18.
Wang, L., & Lin, S. (2019). Mechanism of Selective Ion Removal in Membrane
Capacitive Deionization for Water Softening. Environmental Science &
Technology, 53(10), 5797-5804.
Winarno. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
175
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Titrasi 0,4 g Glisin + 40 mL aquades H2SO4 2 N. pH awal larutan = 6,7
a. Volume koreksi
Vtitrasi asam amino = 770 tetes
Vblanko = 62 tetes
Vkoreksi =
176
Vkoreksi 40= = 274,92 Vkoreksi 47= = 473,53
Vkoreksi 41= = 302,51 Vkoreksi 48= = 506,63
Vkoreksi 42= = 330,09 Vkoreksi 49= = 545,25
Vkoreksi 43= = 357,68 Vkoreksi 50= = 583,87
Vkoreksi 44= = 385,26 Vkoreksi 51= = 622,49
Vkoreksi 45= = 412,85 Vkoreksi 52= = 663,86
Vkoreksi 46= = 440,43 Vkoreksi 53= = 708
177
V29 = = 49,65 V50 = = 291,44
V33 = = 73,1
V34 = = 75,395
V35 = = 82,295
V36 = = 90,57
V37 = = 100,21
V38 = = 111,26
V39 = = 123,695
V40 = = 137,46
V41 = = 151,26
V42 = = 165,045
V43 = = 178,84
V44 = = 192,63
V45 = = 206,43
V46 = = 220,22
V47 = = 236,77
V48 = = 253,32
V49 = = 272,63
178
2. Titrasi 0,4 g Glisin + 40 mL aquades dengan NaOH 2 N. pH awal sebesar = 6,5
Jawab:
a. Volume koreksi (volume NaOH yang diperlukan oleh Glisin berdasarkan
teori)
Vtitrasi glisin = 57 tetes
Vblanko = 6 tetes
Vkoreksi =
179
V11= = 32,21 V15= = 42,95
Vkoreksi =
Vkoreksi 1 = = 1,68
Vkoreksi 2 = = 3,36
Vkoreksi 3 = = 5,04
Vkoreksi 4 = = 6,72
Vkoreksi 5 = = 8,40
Vkoreksi 6 = = 10,09
Vkoreksi 7 = = 11,77
Vkoreksi 8 = = 13,45
Vkoreksi 9 = = 15,13
Vkoreksi 10 = = 16,81
Vkoreksi 11 = = 18,49
Vkoreksi 12 = = 20,17
Vkoreksi 13 = = 21,87
Vkoreksi 14 = = 23,53
180
Vkoreksi 15 = = 25,21
Vkoreksi 16 = = 28,57
Vkoreksi 17 = = 31,94
Vkoreksi 18 = = 35,30
Vkoreksi 19 = = 38,66
Vkoreksi 20 = = 42,02
Vkoreksi 21 = = 45,38
Vkoreksi 22 = = 48,74
Vkoreksi 23 = = 52,11
Vkoreksi 24 = = 55,47
Vkoreksi 25 = = 58,83
Vkoreksi 26 = = 62,19
Vkoreksi 27 = = 65,55
Vkoreksi 28 = = 67,23
Vkoreksi 29 = = 68,91
Vkoreksi 30 = = 70,60
Vkoreksi 31 = = 72,28
Vkoreksi 32 = = 73,96
Vkoreksi 33 = = 75,64
Vkoreksi 34 = = 77,32
Vkoreksi 35 = = 79,00
V1 = = 0,84 V3 = = 2,52
V2 = = 1,68 V4 = = 3,36
181
V5 = = 4,2 V24 = = 27,73
V17 = = 15,97
V18 = = 17,65
V19 = = 19,33
V20 = = 21,01
V21 = = 22,69
V22 = = 24,37
V23 = = 26,055
182
4. Titrasi 0,4 g Alanin + 40 mL aquades dengan NaOH 2 N
pH awal sebesar 7
a. Volume koreksi
Vtitrasi alanin = 45 tetes
Vblanko = 6 tetes
Vkoreksi =
Vkoreksi 1
Vkoreksi 2
Vkoreksi 3
Vkoreksi 4
Vkoreksi 5
Vkoreksi 6
Vkoreksi 7
Vkoreksi 8
Vkoreksi 9
V2 V8
V3 V9
V4
V6
183
5. Titik Isoelektrok Glisin
a. Glisin dengan H2SO4 2 N
Diketahui: M H2SO4 =2N=4M
M glisin = 0,4 g
Mr glisin = 75 g/mol
mol glisin = = 0,0053 mol = 5,33 mmol
184
→ 2,665 mL = 53,3 tetes ≈ 53 tetes
Jadi, pH pada saat V = 53 tetes adalah 11,9
[glisin] = [NaOH]
Maka, pH = pK2, jadi pK2 = 11,9
→ Jadi, Titik Isoelektrik Glisin:
= = 7,35
Jadi, titik isoelektrik glisin adalah 7,35 sedangkan berdasarkan
literatur 6,06. Terdapat selisih 1,29
185
b. Dengan NaOH 2 N
Diketahui: M NaOH =2N=2M
M alanin = 0,4 g
Mr alanin = 89 g/mol
mol alanin = 4,5 mmol
Ditanya: Titik Isoelektrik alanin dengan NaOH ?
Jawab:
- V NaOH pada saat titik ekivalen
Mol NaOH = mol alanin
(M.V) NaOH = 4,5 mmol
2 M. V NaOH = 4,5 mmol
V NaOH = = 2,25 mL
→ 2,25 mL = 45 tetes
Jadi, pH pada saat V = 45 tetes adalah 12
[alanin] = [NaOH]
Maka, pH = pK2, jadi pK2 = 12
→ Jadi, Titik Isoelektrik Glisin:
= 7,25
Jadi, titik isoelektrik alanin adalah 7,25 sedangkan berdasarkan
literatur adalah 6,00. Terdapat selisih sebesar 1,25
186
B. Pertanyaan
1. Buatlah kurva titrasi asam amino yang diselidiki (pH Vs mL H2SO4 2N
dan NaOH 2N) yang telah dikoreksi!
Jawab:
a. Titrasi Glisin dengan Volume Koreksi H2SO4 2N
4
3
2
1
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800
Volume Koreksi (Tetes)
12
10
8
pH
0
0 10 20 30 40 50 60
Volume Koreksi (Tetes)
187
c. Titrasi Alanin dengan Volume Koreksi H2SO4 2N
4
pH
0
0 10 20 30 40 50
Volume Koreksi (Tetes)
12
10
8
pH
0
0 10 20 30 40 50
Volume Koreksi (Tetes)
188
2. Buatlah kurva titrasi asam amino yang diselidiki (pH Vs mili ekivalen
asam dan alkali)!
Jawab:
a. Titrasi Glisin dengan Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N
4
3
2
1
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N
12
10
8
pH
0
0 10 20 30 40 50 60
Volume Mili Ekivalen NaOH 2N
189
c. Titrasi Alanin dengan Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N
4
pH
0
0 20 40 60 80 100
Volume Mili Ekivalen H2SO4 2N
12
10
8
pH
0
0 10 20 30 40 50
Volume Mili Ekivalen NaOH 2N
190
C. Tabel dan Grafik
1. Tabel
a. Titrasi Larutan Glisin dengan H2SO4 2N
H2SO4 2N Volume Volume koreksi Volume mili
pH
(Tetes) (mL) (Tetes) (Ekivalen Asam)
0 0 6.7 0 0
3 0.15 3.9 2.76 1.38
6 0.3 3.6 5.52 2.76
9 0.45 3.4 8.28 4.14
12 0.6 3.3 11.03 5.515
15 0.75 3.2 13.79 6.895
18 0.9 3.1 16.55 8.275
21 1.05 3.0 19.31 9.655
24 1.2 2.9 22.06 11.03
27 1.35 2.8 24.83 12.415
30 1.5 2.7 27.58 13.79
33 1.65 2.6 30.94 15.47
36 1.8 2.6 33.1 16.55
39 1.95 2.6 35.86 17.93
42 2.1 2.5 38.62 19.31
45 2.25 2.5 41.38 20.69
48 2.4 2.4 44.13 22.065
51 2.55 2.4 46.89 23.445
54 2.7 2.3 49.65 24.825
57 2.85 2.4 52.41 26.205
60 3 2.4 55.17 27.585
63 3.15 2.3 57.93 28.965
66 3.3 2.3 60.68 30.34
69 3.45 2.3 63.44 31.72
75 3.75 2.3 68.96 34.48
81 4.05 2.2 74.48 37.24
87 4.35 2.1 79.99 39.995
93 4.65 2.1 85.51 42.755
99 4.95 2.1 91.03 45.515
108 5.4 2.1 99.30 49.65
120 6 2.1 110.34 55.17
132 6.6 2.1 121.37 60.685
144 7.2 2.1 132.40 66.2
159 7.95 2.0 146.20 73.1
164 8.2 2.0 150.79 75.395
179 8.95 2.0 164.59 82.295
197 9.85 2.0 181.14 90.57
218 10.9 2.0 200.45 100.225
191
242 12.1 2.0 222.51 111.255
269 13.45 2.0 247.34 123.67
299 14.95 1.9 274.92 137.46
329 16.45 1.9 302.51 151.255
359 17.95 1.8 330.09 165.045
389 19.45 1.8 357.68 178.84
419 20.95 1.8 385.26 192.63
449 22.45 1.8 412.85 206.425
479 23.95 1.8 440.43 220.215
515 25.75 1.8 473.53 236.765
551 27.55 1.8 506.63 253.315
593 29.65 1.8 545.25 272.625
635 31.75 1.8 583.87 291.935
677 33.85 1.8 622.49 311.245
722 36.1 1.8 663.86 331.93
770 38.5 1.0 708 354
192
c. Titrasi Larutan Alanin dengan H2SO4 2N
H2SO4 2N Volume Volume koreksi Volume mili
pH
(Tetes) (mL) (Tetes) (Ekivalen Asam)
0 0 5.1 0 0
3 0.15 3.3 1.68 0.84
6 0.3 3.1 3.36 1.68
9 0.45 3.0 5.04 2.52
12 0.6 2.8 6.72 3.36
15 0.75 2.7 8.40 4.20
18 0.9 2.6 10.09 5.04
21 1.05 2.6 11.77 5.88
24 1.2 2.4 13.45 6.72
27 1.35 2.3 15.13 7.56
30 1.5 2.2 16.81 8.40
33 1.65 2.1 18.49 9.24
36 1.8 2.1 20.17 10.09
39 1.95 2.0 21.85 10.93
42 2.1 2.0 23.53 11.77
45 2.25 1.9 25.21 12.61
51 2.55 1.8 28.57 14.29
57 2.85 1.7 31.94 15.97
63 3.15 1.7 35.30 17.65
69 3.45 1.7 38.66 19.33
75 3.75 1.6 42.02 21.01
81 4.05 1.5 45.38 22.69
93 4.65 1.5 52.11 26.05
99 4.95 1.5 55.47 27.73
105 5.25 1.5 58.83 29.41
111 5.55 1.5 62.19 31.10
117 5.85 1.3 65.55 32.78
120 6.00 1.3 67.23 33.62
123 6.15 1.3 68.91 34.46
126 6.3 1.3 70.60 35.30
129 6.45 1.3 72.28 36.14
132 6.6 1.3 73.96 36.98
135 6.75 1.3 75.64 37.82
138 6.9 1.3 77.32 38.66
141 7.05 1.2 79 39.50
193
d. Titrasi Larutan Alanin dengan NaOH 2N
NaOH 2N Volume Volume koreksi Volume mili
pH
(Tetes) (mL) (Tetes) (Ekivalen Basa)
0 0 7 0 0
5 0.25 8.9 4.33 4.33
10 0.5 8.3 8.67 8.67
15 0.75 9.5 13.00 13.00
20 1 9.8 17.33 17.33
25 1.25 10.0 21.67 21.67
30 1.5 10.3 26.00 26.00
35 1.75 10.8 30.33 30.33
40 2 11.6 34.67 34.67
45 2.25 12 39.00 39.00
194
2. Grafik
a. Titrasi Larutan Glisin dengan H2SO4 2N
4
3
2
1
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40 45
V H2SO4 2N
12
10
8
pH
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
V NaOH 2N
195
c. Titrasi Larutan Alanin dengan H2SO4 2N
4
pH
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
V H2SO4 2N
12
10
8
pH
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5
V NaOH 2N
196
D. Foto
1. Menitrasi Larutan Glisin dengan H2SO4 2 N
197
2. Menitrasi Larutan Glisin dengan NaOH 2 N
198
3. Menitrasi Larutan Alanin dengan H2SO4 2 N
199
4. Menitrasi Larutan Alanin dengan NaOH 2 N
200
5. Menitrasi Larutan aquades dengan H2SO4 2 N
201
6. Menitrasi Larutan Glisin dengan NaOH 2 N
202
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN VII
“TITRASI POTENSIOMETRI ASAM AMINO”
NB:
- Menitrasi terus-menerus sampai dicapai pH = 1,2
- Mengulangi prosedur di atas, tetapi larutan yang digunakan untuk mentitrasi
diganti dengan NaOH 2 N. Titrasi dilakukan sampai mencapai pH = 12
- Mengulangi prosedur yang sama untuk alanin.
B. Menitrasi Aquades
40 mL aquades H2SO4 2 N
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan
- Mengukur pH awal
- Menitrasi sampai pH 1,2
Larutan
203
PERCOBAAN VIII
204
PERCOBAAN VIII
I. DASAR TEORI
Biomolekul adalah komponen vital dari bentuk kehidupan hidup. Biomolekul
tersebut sering kali bersifat endogen, dibuat di dalam organisme tetapi makhluk
hidup lebih sering membutuhkan biomolekul eksogen. Biomolekul mencakup
makromolekul besar (atau polyanion) seperti protein, karbohidrat, lipid, dan asam
nukleat serta molekul kecil sepert metabolit esensial, metabolit tabahan serta zat
berkarakteristik (Liu, 2021).
Susu adalah cairan berwarna putih, yang diperoleh dari perasan hewan yang
menyusui, yang dapat dimakan atau digunakan sebagai bahan pangan yang sehat,
serta padanya tidak dikurangi atau ditambah tambahi bahan lainnya. Susu
merupakan protein nabati, yang mempunyai kandungan asam amino esensial yang
lengkap (Hadiwiyoto 1994).
Susu tidak hanya bermanfaat untuk pertumbuhan pada masa kanak - kanak,
tetapi juga untuk ibu hamil, menyusui, orang yang melakukan aktivitas berat, dan
orang tua (lansia). Hal tersebut dikarenakan kandungan gizi dalam susu yang
lengkap sehingga dapat membantu mengurangi malnutrisi atau melengkapi gizi
yang kurang terpenuhi. Susu yang berasal dari hewan seperti sapi, kerbau, domba,
kambing, dan unta memiliki kandungan seperti protein, lemak, dan mineral.
Kandungan gizi tersebut meliputi lemak, protein, karbohidrat, vitamin A, D, E, K
(vitamin yang dapat larut dalam lemak), dan vitamin yang larut air yaitu B1, B2,
B6, B12, niasin, folat, asam pantotenat, kalsium, fosfor, dan mineral seperti
kalsium, fosfor, magnesium, kalium, zinc, fluoride (Ismailia et al., 2021).
Susu adalah bahan makanan dan bahan makanan di mana-mana, dan kasein
susu adalah kunci untuk sifat struktural susu selama pemrosesan dan
205
penyimpanan. Kasein berkumpul sendiri menjadi koloid berukuran nanometer,
disebut sebagai "misel", dan partikel dengan ukuran ini sangat cocok untuk
dipelajari dengan hamburan sudut kecil (SAS) (Smith et al., 2020).
Susu sapi merupakan salah satu susu yang memiliki sumber protein hewani
yang banyak banyak sekali manfaatnya, dan sebagai bahan pangan yang kaya
akan kandungan berbagai zat gizi. (Zakiyyah, 2021). Zat gizi yang terdapat dalam
susu sapi membuat susu memiliki banyak khasiat bagi tubuh, antara lain untuk
pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan, dan kecerdasan (Achroni, 2013).
Salah satu manfaat dari kandungan olahan kacang kedelai adalah adanya kefir
atau susu kedelai. Kefir merupakan minuman probiotik hasil fermentasi susu oleh
bakteri asam laktat dah khamir yang memiliki manfaat yang baik bagi kesehatan,
terutama teradap saluran pencernaan. Kefir mempunyai manfaat bagi kesehatan
antaralain dapat memperbaiki proses pencernaan dan mempunyai kandungan
protein yang tinggi. Mutu protein pada kacang kedelai tidak kalah dengan susu.
Hal tersebut menjadikan kandungan kacang kedelai menjadi penting bagi
kesehatan tubuh manusia (Puspita, & Komarudin, 2021).
Susu kedelai adalah produk alami yang berasal dari kedelai, yang sejarah
penggunaannya kembali ke lebih dari 2000 tahun yang lalu dikalangan orang
China. Susu ini merupakan salah satu pengganti susu yang paling populer untuk
individu dengan intoleransi laktosa atau mereka yang alergi terhadap protein susu
sapi. Seperti halnya produk kedelai lainnya, dalam beberapa tahun terakhir, minat
yang meningkat telah dibayarkan pada efek hipolipidemik susu kedelai (Eslami, &
Shidfar, 2019).
Susu sapi dan susu kedelai cocok untuk pengayaan minyak ikan karena
merupakan makanan yang populer dan bergizi produk yang dikonsumsi oleh
orang-orang di seluruh dunia. Susu kedelai adalah ekstrak air kedelai. Isinya
sejumlah besar protein dan lipid tak jenuh dan menyerupai susu sapi dalam
penampilan (Qiu et al., 2018). Kasein mrupakan salah satu bentuk dari protein
(Leny et al., 2022). Protein berarti “pertama atau utama” merupakan
makromolekul yang paling berlimpah didalam sel dan menyusun lebih dari
setengah berat kering pada hampir semua organisme (Lehninger, 1982).
206
Protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh karena
zat ini berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh, zat pembangun, dan pengatur.
Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O
dan N yang tidak memiliki oleh lemak atau karbohidrat (Natsir, 2018). Prosstein
berperan penting dalam pembentukan struktur, fungsi, serta regulasi sel-sel
makhluk hidup dan virus. Protein ini bisa didapatkan dari sejumlah sumber,
diantaranya adalah daging, ikan,telur, kacang-kacangan, ekstrak jamur, susu, dan
ungags (Verawati et al., 2021). Kasein merupakan protein utama susu, suatu
makromolekul yang tersusun atas sub unit asam amino yang dihubungkan dengan
ikatan peptide.
Kasein adalah protein yang banyak terkandung dalam susu sapi dan olahan
susu lainya. (Nurhidayah et al., 2021). Adapun struktur kasein adalah sebagai
berikut :
Kasein berfungsi sebagai substrat bagi enzim protease (Inayatul et al., 2018).
Kasein jenis misel merupakan Protein koloid dalam susu yang dapat menyebarkan
cahaya cukup kuat untuk memberikan penampilan putih pada cairan yang disebut
sebagai. Namun, warna putih akan hilang jika misel terganggu dengan
penambahan etanol, urea, ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) atau dengan
meningkatkan pH (Rehan et al., 2019).
207
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Labu Erlenmeyer 250 mL; dan 500 mL 2 buah
2. Gelas Kimia 200 mL; 500 mL; dan 1000 mL 2 buah
3. Gelas Kimia 500 mL; dan 1000 mL 2 buah
4. Gelas ukur 100 mL; dan 50 mL 2 buah
5. Corong kaca 2 buah
6. Spatula 2 buah
7. Batang Pengaduk 2 buah
8. Neraca Analitik 1 buah
9. Penangas air 1 buah
10. Corong buchner 2 buah
11. Pompa Vakum 1 buah
12. Pipet tetes 6 buah
13. Kaca arloji 2 buah
14. Termometer 2 buah
B. Bahan
1. Bubuk susu sapi (putih)
2. Susu kedelai murni
3. Asam asetat glasial 6 N
4. Etanol 90%
5. Campuran etanol : eter
6. Aquades 1L
7. Kertas saring
8. Eter
208
2. Menambahkan setetes demi setetes asam asetat glasial 6N sambil
mengaduknya sehingga semua kasein mengendap.
3. Menyaring endapan dengan kertas saring dan menampung cairan yang
kering ke dalam gelas kimia 1000 mL.
4. Mensuspensi endapan dengan 50 mL etanol 95%.
5. Mendekantasi larutan.
6. Mensuspensi kembali dengen 50 mL etanol, eter dengan perbandingan
(1:1).
7. Memindahkan kasein ke dalam corong Buchner dan mencuci endapan
dengan 50 mL eter.
8. Mengeringkan endapan pada suhu ruangan selama 3 hari kemudian
memasukkan ke dalam desikator selama 3 hari.
9. Menimbang endapan yang dihasilkan.
10. Menghitung persentase hasil kasein.
2. Menambahkan setetes demi setets asam Didapatkan semua kasein mengendap pada
asetat glasial 6 N sambal mengaduknya penambahan :
sampai semua kasein mengendap - Susu sapi segar : 120 tetes
- Susu kedelai : 90 tetes
209
No Perlakuan Hasil Pengamatan
5. Mensuspensi Kembali dengan 50 mL Didapatkan hasil dekantasi campuran
campuran (etanol : eter) dengan - Residu susu sapi murni putih kekuningan
perbandingan campuran 1:1 (25 mL - Residu susu kedelai putih susu
etanol dan 25 mL eter) dan mendekantasi kekuningan
kembali.
6. Menimbang kertas saring yang kering Didapatkan berat kertas saring :
yang akan digunakan pada corong - Susu sapi murni : 0,73 g
buchner di prosedur selanjutnya - Susu kedelai : 0,75 g
9. Menimbang endapan yang dihasilkan Didapatkan berat total kasein dengan kertas
dengan kertas saring dibawahnya dan saring yaitu :
mengurangkan dengan berat kertas saring - Susu sapi murni : 3,28 g
yang digunakan - Susu kedelai putih: 1,04 g
Didapatkan berat berat kasein murni (Berat
total kasein-berat kertas saring) yaitu :
- Susu sapi murni : 2,55 g
- Susu kedelai : 0,29 g
10. Menghitung persentase hasil kasein Didapatkan hasil persentase kasein yaitu :
(Perhitungan terlampir) - Susu sapi murni : 4,26 %
- Susu kedelai : 0,28 %
V. ANALISIS DATA
Percobaan dengan judul “Isolasi Kasein dari Susu” ini bertujuan untuk
mengisolasi kasein dari susu sapi dan susu kedelai. Langkah pertama yang
dilakukan memanaskan susu sapi murni 100 mL susu sapi dan susu kedelai
sampai 40oC (termometer dimasukkan pada susu murni saat dipanaskan).
Pemanasan ini bertujuan untuk menurunkan kelarutan protein sehingga dapat
mengendapkan protein susu pada kondisi yang sesuai atau pemanasan ini dapat
menyebabkan denaturasi atau rusaknya struktur protein sehingga mempercepat
pengendapan protein (Rizqiati et al., 2020). Tapi pemanasan pada suhu ini, kasein
tidak mengalami pengendapan. Pada dasarnya kasein merupakan protein yang
stabil terhadap pemanasan dan tidak mengalami denaturasi apabila air susu
210
dipanaskan. Tapi pemanasan ini akan mengubah stabilitas kasein dan
menyebabkan kasein nantinya mudah dilakukan pengendapan.
Langkah selanjutnya adalah menambahkan tetes demi tetes asam asetat
glasial 6 N dan mengaduknya sampai semua kasein mengendap. Hasil dari
perlakuan ini adalah terbentuk endapan setelah 120 tetes asam asetat glasial 6 N
pada sampel susu sapi segar dan terbentuk endapan setelah 90 tetes asam asetat
glasial 6 N pada sampel susu kedelai. Penambahan asam asetat glasial
dikarenakan merupakan larutan penyangga (buffer) yang bersifat asam.
Penambahan buffer yang bersifat asam ini akan mengakibatkan penambahan ion
H+ sehingga akan menetralkan protein dan menuju terdapatnya pH isoelektrik
dengan cara menurunkan pH (Thorman & Mosher, 2021). Pada titik isoelektrik ini
kasein bersifat hidrofobik, kasein akan berikatan antar muatannya sendiri
membentuk lipatan ke dalam sehingga terjadi pengendapan yang relatif cepat.
Semakin banyak konsentrasi buffer yang ditambahkan maka semakin
banyak pula penurunan pH dari susu sehingga titik isoelektriknya semakin dekat
pada titik inilah kasein mudah mengendap. Penambahan buffer asam dapat
menghilangkan muatan listrik dari partikel kasein karena kelebihan asam (ingat
konsep larutan buffer yang bersifat lebih lemah dia yang akan bersisa) akan
mengikat kalsium dan kalsium kaseinat, sehingga kasein menjadi terlepas dan
terbentuk endapan. Adapun reaksi pengendapan dengan cara pengasaman sebagai
berikut :
H2NR – COO- + H+ (sisa) +
H3NR – COO
(Kasein misel) (Kasein asam)
211
dengan protein lain dan diperoleh hanya kasein murni. Protein selain kasein akan
melarut sedangkan kasein tetap berbentuk endapan yang tidak dapat melarut.
Endapan yang diperoleh disuspensi kembali dengan campuran etanol dan eter
dengan perbandingan 1:1 (25 mL etanol dan 25 mL eter). Hal ini bertujuan untuk
memisahkan lemak dari endapan kasein di mana lemak akan ikut melarut bersama
dengan eter, hal ini dikarenakan eter dan lemak memiliki sifat kepolaran yang
tidak berbeda jauh. Sedangkan etanol akan melarutkan protein atau senyawa lain
selain kasein sedangkan kasein masih berada dalam bentuk endapannya karena
kasein tidak larut dalam etanol sehingga akan diperoleh kasein yang lebih murni.
Selanjutnya mendekantasi kembali untuk mengambil endapannya. Sesuai dengan
prinsip kepolaran “like disolve like” dimana pelarut yang bersifat plar akan
berikatan dengan senyawa yang bersifat polar juga dan sebaliknya.
Langkah selanjutnya adalah menimbang kertas saring kering yang akan
digunakan ke corong buchner pada prosedur selanjutnya. Penimbangan kertas
saring ini bertujuan agar dapat menghitung berat kasein murni. Kemudian
memindahkan endapan ke dalam corong buchner dan dibilas menggunakan 50 mL
eter. Tujuan pembilasan atau pencucian dengan eter bertujuan memurnikan
endapan kasein yang diperoleh. Endapan yang diperoleh kemudian dikeringkan
pada temperature ruang selama 3 hari dan kemudian dimasukkan ke dalam
desikator selama 3 hari. Hal ini bertujuan mendapatkan kasein kering sebelum
dilakukan penimbangan.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan maka diperoleh
kandungan kasein murni (setelah dilakukan pengurangan dengan berat kertas
saring) maka diperoleh berat kasiein murni pada sampel susu sapi murni yaitu
2,55 g dan berat kasein murni pada sampel susu kedelai adalah 0,29 g. Kemudian
menghitung persentase hasil kasein (perhitungan terlampir) untuk sampel susu
sapi murni yaitu 4,26% dan sampel susu kedelai 0,28%. Kasein yang terbentuk ini
merupakan gugus kompleks dari kumpulan molekul -molekul (biasanya disebut
kalsium-phospho-kaseinat) disebut juga “micelles”. Misel terdiri dari molekul
kasein, kalsium, phosphate anorganik dan ion sitrat dengan karakteristik
212
mempunyai berat molekul yang besar. Dalam keadaan ini misel kasein merupakan
koloid dispersi yang stabil.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan yang dilakukan maka dapat disimpulkan
beberapa hal berikut ini:
1. Kandungan kasein dalam sampel susu sapi segar adalah 2,55 g dan
kandungan kasein dalam sampel susu kedelai adalah 0,29 g.
2. Hasil persentase kasein untuk susu sapi segar adalah 4,26 % dan untuk
susu kedelai adalah 0,28 %.
213
DAFTAR PUSTAKA
Achroni, D. (2013). Kiat Sukses Usaha Ternak Sapi Perah Skala Kecil.
Jogyakarta: Trans Idea Publishing
Eslami, O., & Shidfar, F. (2019). Soy milk: A functional beverage with
hypocholesterolemic effects? A systematic review of randomized
controlled trials. Complementary therapies in medicine, 42, 82-88.
Hadiwiyoto, S. (1994). Teori Dan Prosedur Pengujian Mutu Susu Dan Hasil
Olahannya. Sulawesi Tengah : Universitas Sintuwu Maroto.
Inayatul, W. O., Muchlissin, S. I., Mukaromah, A. H., Darmawati, S., & Ethica,
S. N. (2018). Isolasi Dan Identifikasi Molekuler Bakteri Penghasil Enzim
Protease Pseudomonas Stutzeri ISTD4 dari Tempe Gembus Pasca
Fermentasi 1 Hari. In Prosiding Seminar Nasional & Internasional, 1(1).
Leny, Iriani, R., & Syahmani. (2022). Panduan Praktikum Biokimia. Banjarmasin
: FKIP ULM.
Natsir, N. A. (2018). Analisis kandungan protein total ikan kakap merah dan ikan
kerapu bebek. Biosel: Biology Science and Education, 7(1), 49-55.
214
Qiu, X., Jacobsen, C., & Sorensen, A. D. M. (2018). The effect of rosemary
(Rosmarinus officinalis L.) extract on the oxidative stability of lipids in
cow and soy milk enriched with fish oil. Food chemistry, 263, 119-126.
Rehan, F., Ahemad, N., & Gupta, M. (2019). Casein nanomicelle as an emerging
biomaterial-A comprehensive review. Colloids and Surfaces B:
Biointerfaces, 179(1), 280-292.
Rizqiati, H., Nurwantoro, N., Febrisiantosa, A., Shauma, C. A., & Khasanah, R.
(2020). Pengaruh isolat protein kedelai terhadap karakteristik fisik dan
kimia kefir bubuk. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 8(3), 111-121.
Smith, G. N., Brok, E., Christiansen, M. V., & Ahrne, L. (2020). Casein micelles
in milk as sticky spheres. Soft Matter, 16(43), 9955-9963.
Verawati, B., Afrinis, N., & danYanto, N. (2021). Hubungan Asupan Protein dan
Ketahanan Pangan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Masa Pendemi
COVID 19. PREPOTIF Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(1), 415-423.
Zakiyyah, H. N. S. (2021). Susu Sapi sebagai Obat bagi Kesehatan Tubuh: Studi
Takhrij dan Syarah Hadits. Jurnal Riset Agama, 1(2), 375-388.
215
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Menimbang endapan yang dihasilkan
Diketahui :
- Berat kertas saring untuk susu sapi : 0,73 g
- Berat kertas saring untuk susu kedelai : 0,75 g
- Berat endapan total susu sapi : 3,28 g
- Berat endapan total susu kedelai : 1,04 g
Ditanya :
a. Berat endapan murni dari susu sapi?
b. Berat endapan murni dari susu kedelai?
Penyelesaian :
= 1,04 g – 0,75 g
= 0,29 g
Jadi, berat endapan murni yang dihasilkan dari sampel susu kedelai
adalah 0,29 g.
2. Menghitung persentase hasil kasein
Diketahui :
- Massa akhir kasein dari susu sapi : 2,55 g
- Massa akhir kasein dari susu kedelai : 0,29 g
216
- Massa awal kasein dari susu sapi : 59,83 g
- Massa awal kasein dari susu kedelai : 100 mL 104 g
Ditanya :
a. Persentase hasil kasein dari susu sapi ?
b. Persentase hasil kasein dari susu kedelai?
Penyelesaian :
100 %
Jadi, persentase hasil kasein dari susu sapi segar sebesar 4,26 %
b. Persentase hasil kasein dari susu kedelai
100 %
100 %
Jadi, persentase hasil kasein dari susu sapi segar sebesar 0,28 %
217
B. Pertanyaan
1. Bagaimana anda memisahkan lemak dari protein dalam presipitat
kasein?
Jawaban:
Untuk memisahkan lemak dari protein dalam presipitat kasein dapat
dengan mensuspensi endapan kasein dengan etanol dan eter. Dimana
lemak akan ikut (melarut) bersamaan dengan eter, hal ini karena eter
dan lemak memiliki sifat kepolaran yang tidak berbeda jauh.
Sedangkan etanol akan melarutkan protein atau senyawa lain selain
kasein, sedangkan kasein masih berada dalam bentuk endapannya
karena kasein tidak larut dalam etanol sehingga akan diperoleh kasein
yang lebih murni.
2. Jelaskan mengapa presipitat kasein mengendap saat ditambahkan asam
asetat?
Jawaban :
Penambahan asam cuka (asam asetat glisial) pada suhu yang telah
dipanaskan berarti menambahkan konsentrasi ion H+ yang kemudian
akan mengadakan reaksi dengan muatan negatif protein yang berasal
dari gugus hidroksil bebasnya. Semakin banyak konsentrasi H+ yang
ditambahkan maka semakin banyak pula penurunan pH dari susu
sehingga titik isoelektriknya semakin dekat. Apabila pH isoelektrik
sudah tercapai maka muatan yang saling berlawanan akan saling
menetralkan sehingga akan terbentuk gumpalan. Titik isoelektrik
kasein pH 4,6 -5,0 dan pada titik ini kasein mudah sekali mengendap.
Secara kimia, pengendapan terjadi bila tercapai titik isoelektrik pada
protein, dimana muatan pada permukaan protein sama dengan nol.
Protein pada susu mengandung muatan negative sehingga dalam
larutan protein tersebut akan terbentuk suspensi. Molekul dari asam
laktat yang terbentuk selama fermentasi berumuatan positif sehingga
apabila terjadi terjadi persinggungan antara kedua bahan tersebut maka
218
akan terjadi proses netralisasi sengga menyebabkan protein
mengendap.
3. Dalam isolasi kasein diikuti oleh pengasaman. Anda menghilangkan
presipitat melalui penyaringan dengan kain dan memerasnya. Jika
Anda tidak memeras semua cairan akankah hasil kasein menjadi
berbeda?
Jawaban :
Hasil kasein menjadi berbeda, kemungkinan hasil kasein akan lebih
sedikit. Hal ini karena pada cairan masih terdapat kasein walaupun
sedikit sehingga perlu untuk memeras semua cairan karena sangat
mempengaruhi hasil kasein yang diperoleh.
4. Mengapa susu atau telur mentah digunakan sebagai penawar racun
karena keracunan ion logam berat?
Jawaban :
Ion – ion positif yang dapat mengendapkan protein antara lain ialah
Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, dan Pb2+ sedangkan ion-ion negative
yang dapat mengendapkan protein ialah ion salisilat, trilopasetat,
pikrat, tanat, dan sulfo salisilat.
Berdasarkan sifat tersebut putih telur atau susu dapat digunakan
sebagai antidotum atau penawar racun apabila orang keracunan logam
berat. Adanya ion logam berat menyebabkan denaturasi dan
penggumpalan protein. Pemekaran / pengembangan molekul proterin
yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai
polipeptida. Sebagai ion logam berat yang masuk dalam tubuh akan
bereaksi dengan protein yang terdapat dalam susu atau telur mentah
dan dapat dikeluarkan bersama dengan protein yang terdenaturasi dan
menggumpal.
219
C. Foto
220
Memindahkan kasein ke dalam corong
Mensuspensi kembali dengen 50 mL
Buchner dan mencuci endapan
etanol, eter dengan perbandingan
dengan 50 mL eter.
(1:1).
221
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN VIII
“ ISOLASI KASEIN DARI SUSU ”
Endapan + 50 mL eter
222
Endapan + 50 mL eter
Filtrat Endapan
223
PERCOBAAN IX
224
PERCOBAAN IX
Judul : Kolesterol
Tujuan : 1. Mengamati reaksi oksidasi kolesterol.
2. Mengetahui adanya sterol (kolesterol) dalam bahan secara
kualitatif dan bentuk kristal kolesterol
Hari / Tanggal : Jum‟at / 25 November 2022
Tempat : Laboratorium Kimia Organik / Biokimia FKIP ULM Banjarmasin
I. DASAR TEORI
Gliserol merupakan suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas 3 atom
karbon. Setiap atom karbon mempunyai gugus (-OH). Gliserol dapat diperoleh
dengan cara penguapan, kemudian dimurnikan dengan destilasi pada tekanan
rendah. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah
suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis (Leny,
2022). Gliserol digunakan dalam banyak aplikasi sains dalam kehidupan sehari-
hari karena murah dan secara biologis non-invasif. Dalam sains, larutan gliserol
dalam air biasanya digunakan untuk penyelidikan eksperimental karena
kepadatannya dapat disesuaikan dengan mengubah kandungan gliserol dalam
larutan (Volk & Kahler, 2018). Berikut struktur kimia gliserol, yaitu :
225
Gambar 2. Struktur Kolesterol (Kuchel & Ralston, 2006)
Kolesterol disintesis dari asetil koenzim A melalui bagian tahapan reaksi.
Secara garis bear dapat dikatakan bahwa asetil koenzim A diubah menjadi
isopentenil pirofosfat dan dimetalil pirofosfat melalui beberapa reaksi yang
melibatkan beberapa enzim. Selanjutnya isopentenil pirofosfat dan dimetalil
pirofosfat bereaksi membentuk kolesterol. Pembentukan kolesterol ini juga
berlangsung melalui beberapa reaksi yang membentuk senyawa-senyawa antara,
yaitu geranil pirofosfat, squalen, dan lanosterol (Poedjiadi, 1994). Kolesterol
adalah salah satu sterol yang penting dan terdapat banyak di alam. Dari rumus
kolesterol dapat dilihat bahwa gugus hidroksil yang terdapat pada atom nomor 3
mempunyai posisi beta oleh karena dihubungkan dengan garis penuh. Adanya
kolesterol dapat ditentukan dengan menggunakan beberapa reaksi warna yaitu
reaksi Salkowski dan reaksi Lieberman Burchard (Leny, 2022). Berikut adalah
penjelasan mengenai uji-uji tersebut:
A. Reaksi Salkowski
Kolesterol dilarutkan dengan kloroform anhidrat lalu dengan volume yang
sama ditambahkan asam sulfat. kloroform berfungsi untuk melarutkan kolesterol
yang terkandung dalam sampel. Fungsi dari kloroform adalah untuk melarutkan
lemak karena sifat dari lemak atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan prinsip
"like dissolve like" yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, demikian
juga sebaliknya pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar, selain itu
pelarut organik akan melarutkan senyawa organik (Arsa & Achmad, 2020).
Apabila dalam sampel tersebut terdapat kolesterol, maka lapisan kolesterol di
226
bagian atas menjadi berwarna merah dan asam sulfat terlihat berubah menjadi
kuning dengan warna fluoresens hijau (Mamuaja, 2017).
B. Reaksi Lieberman Burchard
Prinsip uji ini adalah mengidentifikasi adanya kolesterol dengan
penambahan asam sulfat ke dalam campuran. Sebanyak 10 tetes asam asetat
dilarutkan ke dalam larutan kolesterol dan kloroform (dari percobaan Salkowski).
Setelah itu, asam sulfat pekat ditambahkan. Tabung dikocok perlahan dan
dibiarkan beberapa menit. Reaksi positif uji ini ditandai dengan adanya perubahan
warna dari terbentuknya warna pink kemudian menjadi biru ungu dan akhirnya
menjadi hijau tua (Mamuaja, 2017). Jika suatu sampel positif terdapat kolesterol
maka akan berubah warna menjadi biru, ungu, merah bata, kuning dan hijau.
Maka semua sampel terindifikasi mengandung kolesterol (Zhang et al, 2019).
227
Mentega adalah emulsi air dalam minyak, umumnya mengandung minimal 80 g
lemak susu/100 g dan maksimal 16 g/100 g air (Lee et al., 2018). Pada produk
alam lain, misalnya saja telur. Telur itik memiliki kelemahan yaitu memiliki
lemak dan kolesterol yang lebih tinggi dibandingkan telur Ayam (Indriati &
Yuniarsih, 2021). Selain telur, mentega juga mengandung kolesterol. Sterol utama
mentega adalah kolesterol. Biasanya kadar kolesterol mentega berkisar antara 204
hingga 382,4 mg/100g lemak (El-Malek, 2019). Namun mentega mengandung
kolesterol yang tinggi dan lemak jenuh yang dapat menyebabkan peningkatan
kolesterol dalam darah manusia (Arifin et al, 2019). Keju adalah sebuah makanan
yang dihasilkan dengan memisahkan zat zat padat dalam susu melalui proses
pengentalan atau koagulasi, proses pengentalan ini dilakukan dengan bantuan
bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Keju rendah lemak bermanfaat
untuk kesehatan, mengurangi konsumsi lemak jenuh juga berarti mengurangi
kolesterol jahat (LDL) dan resiko pada penyakit jantung koroner (Novianti et al,
2018).
Roti khususnya roti tawar merupakan salah satu pangan olahan dari terigu
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat luas. Roti tawar merupakan salah satu
jenis roti sponge yang sebagian besar tersusun dari gelembung-gelembung gas.
Harga yang relatif murah, menyebabkan roti tawar mudah dijangkau oleh seluruh
lapisan mayarakat baik dari lapisan bawah, menengah hingga atas. Hal ini dapat
dibuktikan dengan semakin banyaknya industri roti baik dalam skala rumah
tangga maupun industri menengah (Pusuma et al, 2018).
Cumi-cumi merupakan biota bernilai ekonomis tinggi. Keunggulannya
adalah hampir semua bagian tubuhnya dapat dimakan mencapai 80%. Selain itu
cumi-cumi mengandung zat gizi seperti asam lemak jenuh omeega 3 yang sangat
bermanfaat bagi tubuh (Rasyid et al., 2020). Margarin adalah produk emulsi (w/b)
baik padat maupun cair yang dibuat dari lemak yang dimakan. Baik sumber
hewani maupun nabati dengan atau tanpa perubahan kimia termasuk proses
belnding, hidrogenasi, maupun infesterifikasi setelah melalui proses pemurnoan
sebagai bahan utama yang dikenal dengan lemak margarin. Margarin mengandung
228
sekitar 80% lemak dan 18% air sertaan bahan antara lain meliputi tecifen, cita rasa
aroma, vitamin E dan A (Ginting et al, 2019).
Biasanya kadar koleterol margarin berkisar antara 204 hingga 382,4
mg/100g lemak (Etmalek, 2019). Selain itu produk alam lainnya yaitu telur. Telur
ayam pada bagian kuning telur mengandung kolesterol yang tinggi yang dapat
memberikan dampak negatif pada kesehatan tubuh (Nurazizah et al, 2020). Selain
telur ayam, telur burung puyuh yang memiliki gizi yang tinggi dan disukai oleh
banyak orang juga perlu diperhatikan dalam konsumsinya karena mengandung
kolesterol sebanyak 16-17% (Akerina, 2021).
II. ALAT DAN BAHAN
A. Alat
1. Rak tabung reaksi 4 buah
2. Tabung reaksi 44 buah
3. Gelas ukur 10 mL 13 buah
4. Pipet tetes 16 buah
5. Hot plate 1 buah
6. Penjepit tabung reaksi 16 buah
7. Lumpang dan alu 4 buah
8. Gelas kimia 500 mL 4 buah
9. Botol reagen gelap 2 buah
10. Gelas kimia 50 mL 5 buah
11. Botol pembersih 2 buah
B. Bahan
1. Gliserol 1%
2. Kolesterol 0,5%
3. Kloroform
4. H2SO4 pekat
5. NaOH 20%
6. Aquades
7. Anhidrat asetat
8. CuSO4 1%
229
9. Kapas wajah
10. Sampel ( margarin, roti tawar sisir, keju, telur ayam, susu UHT,
santan kemasan, telur burung puyuh, dan cumi-cumi).
230
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
231
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
Gliserol
Kolesterol Larutan berwarna biru
232
No. Perlakuan Hasil Pengamatan
malam
Margarin
Cumi-cumi
Larutan berwarna hijau
kehitaman dengan bercak
kuning
B. Identifikasi Kolesterol
No. Perlakuan Hasil pengamatan
233
No. Perlakuan Hasil pengamatan
Larutan bening
Margarin
Roti tawar sisir
Terdapat 2 lapisan, lapisan
atas putih susu dan bawah
Keju
bening
Terdapat 2 lapisan, lapisan
Telur ayam
atas putih susu dan keju
agak mengeras
Susu UHT
Telur mengeras dan
berwarna kuning susu
Santan kemasan
234
No. Perlakuan Hasil pengamatan
muda
Roti tawar sisir
Lapisan atas putih, lapisan
bawah bening kekuningan
Keju
V. ANALISIS DATA
A. Oksidasi Gliserol Kolestrol dan Sampel
Percobaan ini bertujuan untuk mengamati reaksi oksidasi. Ada 3 hal yang
menjasi fokus sifat reaksi oksidasinya yaitu gliserol. Kolestrol dan sampel pada
percobaan ini digunakan regaen benedict CuSO4 dan NaOH yang bertindak
235
sebagai pengidentifikasi reaksi oksidasi dalam suatu larutan serta H2SO4.
Selanjutnya untuk percobaan ini diawali dengan sampel yang digunakan yaitu
( margarin, roti tawar sisir, keju, telur ayam, susu UHT, santan kemasan, telur
burung puyuh, dan cumi-cumi ). Kemudian menambahkan 2 ml ragen benedict
pada masing-masing tabung reaksi. Tujuan dari penambahan reagen benedict
adalah untuk mengetahui adanya kandungan monosakarida dan disakarida
produksi pada makanan.
Larutan kemudian dipanaskan dalam suatu penangas air selama 4 sampai
10 mennit. Selama proses pemanasan ini , larutan meengalami perubahhan warna.
Adanya perubahan warna menjadi biru menunjukkan ( tidak adanya glukosa ).
Sedangkan warna hijau, kuning orange, merah atau merah bata menunjukkan
adanya kandungan glukosa tinggi. Setelah penambahan reagen benedict dan
dilakukan pemanasan pada sampel kolestrol munculnya warna biru malam, pada
gliserol setelah pemanasan muncul warna biru kehitaman. Selanjutnya untuk
sampel margarin setelah pemanasan terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas berwarna
kuning dan lapisan bawah berwarna biru. Sampel roti tawar yang menghasilkan
warna oren dengan adanya endpan biru setelah pemanasan. Sedangkan keju
terdapat 3 lapisan warna yang berbeda setelah melakukan pemanasan yaitu untuk
lapisan atas berwarna putih, lapisan tengah berwarna biru, dan lapisan bawah
berwarna ungu encer. Selanjutnya untuk sampel telur ayam larutan memadat
setelah pemanasan dan warna berubah menjadi abu-abu. Pada sampel susu UHT
setelah pemanasan mendaptkan hasil berwarna oren dan endapan yang juga
berwarna oren. Setelah pemanasan pada sampel santan kemasan menghasilkan
warna kuning kehijauan. Sedangkan pada sampel telur burung puyuh setelah
pemanasan berwarna putih keruh, dan hasil pemanasan dari sampel cumi-cumi
yaitu terdapat 2 lapisan yang berbeda yaitu lapisan atas berwarna ungu dan lapisan
bawah berwarna biru.
Kemudian menambahkan campuran CuSO4 1% sebanyak 1 mL dan 0,5 ml
NaOH 20 % dalam tabung reaksi yang masing-masing telah terisi larutan koletrol
0,5 % gliserol 1 % dan 8 sampel. Pada masing - masing tabung reaksi, terjadi
perubahan warna larutan. Sampel yang mengalami perubahan warna menunjukkan
236
terjadinya reaksi oksidasi. Reaksi oksidasi yang terjadi karen adanya logam Cu
yang berassal dari reagen benedict . Logam Cu merupakan logam berat sehingga
dapat mempercepat pembuatan radikal bebas dari senyawa lipid.
Hasil dari pemanasan sampel tidak hanya terjadi perubahan warna, namun
terdapat endapan pada beberapa sampel. Hal ini menandakan adanya reaksi
oksidasi kolestrol dan gliserol, maka hasil dari percobaan reaksi oksidasi kolestrol
yaitu pada sampel kolesterol setelah pemanasan menjadi berwarna coklat dengan
endapan yang berwarrna jingga menunjukkan hasil yang positif. Gliserol
menghasilkan warna biru malam setelah pemanasan. Pada margarin setelah
pemanasan terdapat 2 lapisan yaitu lapisan atas berwarna kuning dan lapisan
bawah berwarna hijau kehitaman menunjukkan hasil positif. Begitu juga pada
keju yang menunjukkan hasil positif karena hasil setelah pemanasan terdapat 2
lapisan yaitu lapisan atas berwarna ungu muda dan lapisan bawah unggu tua
keruh. Untuk telur ayam setelah pemanasan berwarna hijau kehitaman dan adanya
bercak kuning menunjukkan hasil yang positif. Sedangkan untuk susu UHT
setelah pemanasan menjadi warna orange kehitaman dengan endapan warna yang
sama meunjukkan hasil yang negatif. Adapun santan kemasan yang menghasilkan
warna putih kecoklatan juga menunjukkan hasil yang negatif. Begitu juga dengan
telur burung puyuh yang menunjukkan hasil negatif setelah pemanasan
mendapatkan hasil berwarna ungu bergradasi putih dan untuk hasil pemanasan
sampel cumi-cumi berwarna ungu pekat yang menunjukkan hasil negatif.
Sampai mengalami perubahan warna menjadi coklat menandakan
terjadinya reaksi Maillard melalui mekanisme radikal bebas. Radikal oksigen
menjadikan tingkah laku yang berbeda sebagai indikator kolesterol. Hal ini berarti
bahwa radikal bebas hidroksil yang dibentuk dari superoksida dengan hidrogen
peroksida kemungkinan terlibat dalam mekanisme oksidasinya. Terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi reaksi Maillard seperti suhu, pH, waktu, reaksi, dan
tekanan tinggi reaksinya. Menginvestigasi pengaruh gula tereduksi (Fahmiati, et
al, 2019). Pada penelitian yang dilakukan Balfiah (2021) menyatakan bahwa pada
senyawa yang terdapat pada jahe adalah senyawa volatil dan non volatile.
Senyawa volatil terdiri dari gliserol, paradol, zinggnong dan turunan serta
237
senyawa-senyawa plavonoid dan polifenol yang mempunyai efek antioksidan
dapat mencegah radikal bebas di dalam tubuh.
B. Identifikasi Kolesterol
Pada tahap ini bertujuan untuk mengetahui adanya sterol/kolesterol dalam
Bahasa kualitatif dan bentuk kristal kolesterol yang di analisis secara teoritis. Pada
percobaan ini digunakan asam anhidrat kloroform dan asam sulfat pekat yang
bertindak sebagai pereaksi Libermann Burchard dan reaksi Salkowksi yang
berfungsi untuk mengidentifikasi adanya sterol dalam suatu larutan. Reaksi
Libermann Burchard merupakan suatu dasar penentu fotometri kolesterol.
Langkah pertama yaitu memasukkan sampel 1 mL sampel ke dalam
tabung reaksi dan menambahkan 3 mL kloroform dan 10 tetes anhidrat asetat dan
3 tetes H2SO4. Jika positif kolesterol maka akan terbentuk lapisan merah pada
permukaan larutan dan H2SO4 berwarna kuning. Percobaan ini menjelaskan
bahwa adanya kandungan kolesterol terlihat jika warna tersebut dimulai dari
merah, biru, sampai hijau.
Warna ini disebabkan karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari kolesterol
yang bereaksi dengan pereaksi Libermann Burchard dan meningkatkan konjugasi
dari ikatan tak jauh dalam cicin yang berdekatan. Jika dalam larutan terdapat
molekul air, maka asam asetat anhidrat akan berubah menjadi asam asetat.
Sebelum reaksi reaksi berjalan dan turunan asetat tidak terbentuk. Karena itu yang
akan digunakan kloroform merupakan senyawa non polar sehingga tidak
mengandung air yang bersifat polar.
Adanya kolesterol dapat dilakukan dengan beberapa reaksi warna. Salah
satunya adalah reaksi Salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan dengan asam sulfat
pekat dengan hati-hati maka bagian yang berwarna kekuningan dengan Fluore
sensi hijau apabila dikenai cahaya. Bagian kromosom yang berwarna biru dan
yang berubah menjadi merah dan ungu. Larutan kolesterol dalam kloroform bila
ditambah anhidrat asetat dan asam sulfat pekat maka larutan tersebut mula-mula
berwarna merah kemudian biru dan hijau yang disebut dengan reaksi Libermann
Burchard.
238
Penambahan kloroform berfungsi untuk melarutkan kolesterol yang
terkandung sampel dan fungsi dari penambahan asam sulfat pekat adalah untuk
melarutkan lemak karena sifat lemak atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan
prinsip “uji dissolve” yaitu pelarut polar akan melarutkan senyawa non polar.
Selain itu pelarut organik akan melarutkan senyawa organik (Arsa & Achmad,
2020). Kloroform yang mengandung kolesterol ditambahkan anhidrat asetat.
Alasan digunakannya anhidrat asetat adalah untuk membentuk turunan asetil dari
steroid yang akan membentuk turunan asetil yang akan bereaksi dengan asam
sulfat pekat membentuk larutan berwarna. H2SO4 berfungsi untuk memutuskan
ikatan.
Percobaan dihasilkan perubahan warna redup larutan dalam tabung reaksi
yaitu membentuk kuning, putih keruh, dan cokelat, Berdasarkan literatur jika
suatu sampel positif terdapat kolesterol maka akan berubah warna menjadi biru,
ungu, merah bara, kuning, hijau. Maka beberapa sampel teridentifikasi
mengandung kolesterol (Zhang, et al, 2019). Hasil uji pada larutan pembanding 5
tetes kolesterol 0,5% ditambahkan 1 tetes asam sulfat pekat dan 3 tetes anhidrat
asetat larutan menunjukkan hasil berwarna bias kuning muda.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan sebagai
berikut ;
1. Pada reaksi oksidasi kolesterol, sampel yang positif yaitu kolesterol,
gliserol, margarin, roti tawar, telur ayam, telur burung puyuh, dan cumi-
cumi. Hal ini menunjukkan adanya kandungan kolesterol pada setiap
sampel.
2. Pada percobaan identifikasi kolesterol dengan uji Lieberman Burchard
seluruh sampel dan larutan menghasilkan warna kuning, jingga kemerahan,
jingga, bias merah muda, hijau muda, hijau tua dan kebiruan. Berdasarkan
literasi maka seluruh sampel positif kolesterol, yaitu margarin, roti tawar,
telur ayam, telur burung puyuh, dan cumi-cumi.
239
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2009). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
Arifin, N., Izyan, S. N., & Fauzan, N. (2019). Physical Properties and Consumer
Acceptability of Basic Muffin Made from Pumpkin Puree as Butter
Replacer. Food Research, 3(6), 840-845.
Arsa, A. K., & Achmad, Z. (2020). Ekstraksi Minyak Atsiri dari Rimpang Temu
Ireng (Curcuma Aeruginosa Roxb) dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana.
Jurnal Teknologi Technoscientia, 13(1), 83-94.
Astuti, G. D., Fitranti, D. Y., Anjani, G. Y., Afifah, D. N., & Rustanti, N. (2020).
Pengaruh Pemberian Yoghurt dan Soyghurt Sinbiotik Kayu Manis
(Cinnamomum Burmanii) terhadap Kadar Trigliserida dan Total
Kolesterol pada Tikus Pra-Sindrom Metabolik. Gizi Indonesia, 43(2), 57-
66.
Bertolin, J. R., Joy, M., Rufino-Moya, P. J., Lobon, S., & Blanco, M. (2018).
Simultaneous determination of carotenoids, tocopherols, retinol, and
cholesterol in ovine lyophilised sample of milk, meat, and liver and in
unprocessed/raw samples of fat. Food Chem , 257 (1), 182-188.
Daniati, & Erawati. (2018). Hubungan Tekanan Darah Dengan Kadar Kolesterol
240
LDL (Low Density Lipoprotein) Pada Penderita Penyakita Jantung Koroner
Di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Perintis (perintis's
Health Journal) , 5 (2), 129-132.
Fahmiati, S., Triwulandari, E., Umam, E. F., Ghozali, M., Sampora, Y., Devi, Y.
A., & Sondari, D. (2019). Pembuatan Kitosan Termodifikasi Melalui Reaksi
Maillard. Jurnal Kimia dan Kemasan, 41(2), 105-109.
Indriati, M., & Yuniarsih, E. (2021). Pengaruh Penambahan Tepung Daun Kelor
pada Ransum terhadap Kandungan Nutrisi dan Fisik Telur Itik. Jurnal Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan, 9(1), 42-48.
Lee, C. L., Liao, H. L., Lee, W. C., Hsu, C. K., Hseuh, F. C., Pan, J. Q., et al.
(2018). Standars and labelling of milk fat and spread products in different
countries. J. Food Drug Anal , 26 91), 469-480.
Naim, M. R., Sulastri, S., & Hadi, S. (2019). Gambaran Hasil Pemeriksaan Kadar
Kolesterol Pada Penderita Hipertensi Di RSUD Syekh Yusuf Kabupaten
Gowa. Jurnal Media Laboran , 9 (2), 33-38.
241
Novianti, N., Hasin, A., & Fitriani, M. (2018). Analisis Kuantitas Lemak pada
Keju yang Tidak Bermerek yang Diperjualbelikan di Pasar Terong Kota
Makassar. Jurnal Media Laboran, 8(1), 1-4.
Pusuma, D. A., Praptiningsih, Y., & Choiron, M. (2018). Karakteristik Roti Tawar
Kaya Serat yang Disubstitusi Menggunakan Tepung Ampas Kelapa. Jurnal
Agroteknologi, 12(1), 29-42.
Shingla, K. M., & Mehta, B. M. (2018). Cholesterol and its oxidation products:
Occurrene and analysis in milk and milk products. Int. J. Health Anim. Sci.
Food Saf , 5 (1), 13-39.
Susiwati, Sunita, R. S., & Farizal, J. (2018). Analisis Koleterol Low Density
Lipoprotein (LDL) Pada Pengkonsumsi Minuman Herbal "X". JNPH , 6 (2),
95-99.
Volk, A., & Kahler, C. J. (2018). Density Model for Aqueous Glycerol Solutions.
Experiments in Fluids, 59(5), 1-4.
Zhang, Y., Vittinghoff, E., Pletcher, M. J., Allen, N. B., & Alhazzouri, A. Z.
(2019). Association of Blood Presscure and Cholesterol Level During
Young Adulthood with Later Cardiovascular Event. Journal of The
American College of Cardiology, 74(3), 330-341.
242
LAMPIRAN
A. Pertanyaan
1. Kolesterol memiliki sebuah gugus alkohol. Satu dapat juga mendehidrasi
kolesterol (menghilangkan satu molekul air melalui pemanasan).
Tunjukkan struktur yang dapat Anda perkirakan dari dehidrasi kolesterol
itu.
Jawab:
Kolesterol yang terhidrasi memiliki struktur sebagai berikut:
243
2. Dapatkah senyawa dari struktur pada pertanyaan nomor 1 memberikan
hasil positif pada uji Lieberman-Burchard?
Jawab:
Tidak dapat, karena uji Lieberman-Burchard memberikan hasil yang
positif jika ditandai dengan munculnya warna biru. Warna ini disebabkan
karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari kolesterol bereaksi dengan
pereaksi Lieberman Burchard dan meningkatkan konjugasi dari ikatan tak
jenuh dalam cincin yang berdekatan. Jadi, pada kolesterol yang telah
terhidrasi maka tidak ada lagi gugus hidroksi yang akan bereaksi dengan
pereaksi Lieberman Burchard dan tidak terbentuk warna hijau sehingga
dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut memberikan hasil negatif.
3. Kolesterol dalam jaringan kadang ter-esterifikasi oleh asam-asam lemak.
a) Gambarlah struktur dari kolesterol oleat.
b) Apakah ester ini memberikan hasil positif pada uji Lieberman-
Burchard?
Jawab:
a)
244
b) Tidak dapat, dikarenakan uji Lieberman-Burchard memberikan hasil
positif jika ditandai dengan munculnya warna biru. Warna ini
disebabkan karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari kolesterol
bereaksi dengan pereaksi Tidak dapat, karena uji Lieberman-Burchard
memberikan hasil yang positif jika ditandai dengan munculnya warna
biru. Warna ini disebabkan karena adanya gugus hidroksi (-OH) dari
kolesterol bereaksi dengan pereaksi Lieberman Burchard dan
meningkatkan konjugasi dari ikatan tak jenuh dalam cincin yang
berdekatan. Sama halnya dengan kolesterol yang terhidrasi maka pada
kolesterol dalam jaringan yang ter-esterifikasi oleh asam-asam lemak
juga tidak ada lagi gugus hidroksi yang akan bereaksi dengan pereaksi
Lieberman Burchard dan tidak terbentuk warna hijau sehingga dapat
dikatakan bahwa senyawa tersebut memberikan hasil negatif.
245
A. Foto
A. Oksidasi Gliserol, Kolesterol, dan Sampel
246
Menambahkan 2 mL reagen benedict ke Menambahkan 2 mL reagen
dalam 1 tabung reaksi (Telur Ayam) benedict ke dalam 1 tabung reaksi
(Kaju)
247
Menambahkan 2 mL reagen benedict ke Menambahkan 2 mL reagen
dalam 1 tabung reaksi (Susu UHT) benedict ke dalam 1 tabung reaksi
(Margarin)
248
Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung
dengan penangas air (Roti tawar sisir) reaksi dengan penangas air (Santan)
249
Mengganti reagen benedict dengan Mengganti reagen benedict dengan
campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat dan campuran 4 mL Tembaga (II) Sulfat
0,5 mL NaOH pada masing-masing tabung dan 0,5 mL NaOH pada masing-
reaksi (Telur Ayam) masing tabung reaksi (Keju)
250
Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung
tersebut dengan penangas air (Gliserol) reaksi tersebut dengan penangas air
(Kolesterol)
251
Memanaskan masing-masing tabung reaksi Memanaskan masing-masing tabung
tersebut dengan penangas air (Roti Tawar reaksi tersebut dengan penangas air
sisir) (Santan)
252
B. Identifikasi Kolesterol
253
Memasukkan 5 tetes kolesterol 0,5%
kedalam tabung reaksi. Menambahkan
1 tetes asam sulfat dan 3 tetes anhidrat
asetat
254
FLOWCHART
PRAKTIKUM BIOKIMIA
PERCOBAAN IX
“KOLESTEROL”
Larutan berwarna
255
B. Identifikasi Kolesterol
Larutan berwarna
Larutan berwarna
256
PERCOBAAN X
256
PERCOBAAN X
I. DASAR TEORI
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki banyak pulau dan
Indonesia termasuk negara produsen kelapa terbesar di dunia setelah Filipina. Hal
ini merupakan peluang untuk pengembangan kelapa menjadi aneka produk yang
bermanfaat, misalnya dengan menjadikan kelapa sebagai bahan baku pembuatan
minyak kelapa murni (Virgin Coconut Oil) sehingga menaikkan nilai jual dari
kelapa. Minyak kelapa murni memiliki banyak keunggulan yaitu proses
pembuatan tidak membutuhkan biaya yang mahal, pengolahan yang sederhana
dan tidak terlalu rumit (Rifdah et al., 2021). Terdapat berbagai produk pertanian
yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut secara ekonomis atau didaur ulang dengan
baik sehingga memberikan manfaat bagi kehidupan manusia. Minyak kelapa
dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu Refined, Bleached, Deodorized
(RBD) dan Virgin Coconut Oil (VCO) (Rahmalia, & Kusumayanti, 2021).
Sedangkan RBD terbuat dari kopra (daging kelapa yang dikeringkan atau diasap),
VCO dibuat dari santan segar. Santan bernutrisi karena mengandung lemak
sebesar 33,80%, protein sebesar 6,10%, dan karbohidrat sebesar 5,60%. Produksi
VCO dapat dianggap hemat biaya dan hemat energi. Dibandingkan dengan
minyak kelapa kopra, VCO memiliki kualitas yang lebih baik dalam hal umur
simpannya. Proses pembuatan VCO meliputi pemanasan, pemanasan bertahap,
pengasaman, penggaraman, penyaringan, fermentasi dan proses enzimatik (Roni,
et al., 2022).
257
Kelapa adalah tanaman yang telah cukup lama dikenal di Indonesia dan
banyak tumbuh di daerah pantai. Pusat produksi kelapa menyebar di Sulawesi,
Jawa, Sumatra, Maluku dan NTT. Pada tahun 2015 luas areal perkebunan kelapa
di Indonesia mencapai 3.585.599 Ha. Permasalahan pada komoditas kelapa tidak
terletak pada produktivitas dan jumLah lahan melainkan pada produk yang
dihasilkan masih dalam jumLah terbatas serta dipasarkan dalam bentuk produk
primer, belum diolah menjadi produk sekunder maupun tersier. Hal ini menye-
babkan nilai jual dari kelapa masih belum optimal (Perdani et al., 2019). Tanaman
kelapa adalah salah satu komoditi dalam sektor pertanian yang memberikan hasil
disepanjang tahun. Kelapa pada umumnya, dikonsumsi langsung tanpa diolah
sehingga menyebabkan harga bahan mentah menjadi rendah. Pengolahan kelapa
menjadi suatu produk dengan nilai ekonomi yang lebih tinggi dapat dilakukan.
Salah satu hasil olahan buah kelapa adalah minyak kelapa murni atau Virgin
Coconut Oil (VCO) (Maahury et al., 2021).
Santan merupakan salah satu produk olahan dari daging buah kelapa yang
dapat diolah menjadi minyak kelapa. Santan adalah emulsi yang terbentuk secara
alami. Dalam santan terdapat minyak kelapa, air dan pengemulsi. Minyak kelapa
mengandung asam laurat 52,26%, asam miristat 16,82%, asam kaprilat 8,21%,
asam kaprat 7,79%, asam kaproat 0,24%, asam palmitat 6,59%, asam stearat
1,51%, asam oleat 4,83% dan asam linoleat 1,33%. Minyak kelapa banyak
mengandung asam lemak rantai sedang (MCFA) seperti asam kaprat dan asam
miristat yang sangat bermanfaat sebagai anti bakteri, anti mikroba, dapat
menghambat perkembangan virus HIV, virus herpes, influenza dan sarkoma.
Selain itu, asam laurat dapat menurunkan kadar kolesterol darah. Asam lemak ini
dapat menghambat pertumbuhan Pneumococci, Streptococcus, Micrococci,
Candida, S. aureus, dan S. epidermis. Asam laurat hanya membutuhkan
konsentrasi 0,062 mikro mol/mL yang dapat menghambat pneumokokus.
Sedangkan asam kaprat dan asam miristat masing-masing membutuhkan 1,45
mikro mol/mL dan 0,218 mikro mol/mL untuk menghambat mikroba yang sama
(Anwar et al., 2020).
258
Minyak merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia. Sumber minyak
dapat diperoleh dari sumber nabati dan hewani, minyak biji-bijian, minyak
kedelai, dan sebagainya. Kelapa (Cocos nucifera) merupakan tanaman yang
hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Mulai dari daging
buah, air kelapa (untuk nata de coco), tempurung, serat, daun muda, batang, dan
batangnya. Namun yang memiliki nilai ekonomis paling tinggi adalah daging
buahnya sebagai santan dan minyak kelapa. Minyak kelapa sering digunakan
sebagai bahan baku industri dan dalam pembuatan minyak goreng. Selain itu,
minyak kelapa baik digunakan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat
(Ningrum & Zulaika, 2022). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang
dihasilkan dari daging buah kelapa. Berdasarkan kandungan asam lemaknya
minyak kelapa digolongkan kedalam minyak asam laurat karena kandungan asam
lauratnya paling besar (44%) dibandingkan asam lemak lainnya. Lemak dan
minyak yang terdapat dalam bahan makanan sebagian besar adalah trigliserida
yang merupakan ester dari gliserol dan berbagai asam lemak (Ketaren, 2005).
Minyak kelapa murni atau lebih dikenal dengan Virgin Coconut Oil (VCO)
merupakan minyak kelapa yang dimodifikasi proses pembuatannya sehingga
dapat mengihasilkan produk minyak dengan kadar air dan kadar asam lemak
bebas yang rendah, berwarna bening, berbau harum, serta mempunyai daya
simpan yang cukup lama yaitu lebih dari 12 bulan (Rindengan. 2007). Jika
dibandingkan dengan minyak kelapa biasa atau sering disebut dengan minyak
goreng (minyak kelapa kopra) dimana minyak kelapa murni (VCO) mempunyai
kualitas yang lebih baik. Minyak kelapa kopra akan berwarna kuning kecoklatan,
berbau tidak harum dan mudah tengik sehingga daya simpannya tidak bertahan
lama (Siahaya et al., 2020).
Virgin Coconut Oil mendukung sistem kekebalan tubuh, membantu
mencegah infeksi virus, mengurangi risiko kanker karena mengandung
antioksidan dan vitamin E dan juga mencegah berbagai penyakit degeneratif
lainnya. Kandungan MCFA dalam Virgin Coconut Oil sama dengan kandungan
MCFA pada ASI yaitu memberi gizi dan melindungi tubuh dari penyakit menular
dan penyakit degenerative. Selain itu Virgin Coconut Oil dapat menghambat
259
pertumbuhan bakteri, mencegah penyakit jantung karena minyak tersebut tidak
menimbulkan penyumbatan pembuluh darah, menurunkan kolesterol, sebagai anti
kanker, mencegah HIV/AIDS, mencegah osteoporosis, menjaga kesehatan lever,
untuk pertumbuhan anak, dapat merangsang produksi insulin sehingga proses
metabolisme glukosa dapat berjalan normal, dan untuk kecantikan (Rachmania, &
Wardani, 2019). Minyak ini mengandung komponen lemak jenuh (92%), dan
asam lemak tidak jenuh 10%. Asam lemak jenuh ini didominasi oleh asam laurat,
sehingga minyak kelapa ini sering disebut dengan minyak laurat. Asam laurat dan
asam kapriat yang ada dalam Virgin Coconut Oil merupakan asam lemak jenuh
rantai sedang yang mudah dimetabolisir dan bersifat anti mikroba (anti virus, anti
bakteri, dan anti jamur) sehingga dapat meningkatkan kekebalan tubuh dan mudah
diubah menjadi energi. Semua patogen berlapis lemak. Dengan demikian asam
laurat yang juga berupa minyak dapat menyatu dengan organisme itu untuk
kemudian mematikannya (Maahury et al., 2021; Setiaji et al., 2006).
Pembuatan minyak kelapa murni atau VCO terbagi atas 4 cara yaitu
dengan cara enzimatis, pengasaman, sentrifugasi, dan biskuit. Dari empat cara
tersebut cara yang paling efisien pada pembuatan VCO tersebut yaitu dengan
metode pendinginan. Metode penanganan yang di gunakan pada penelitian ini
sangat berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan
pada penelitian ini ragi tempe yang digunakan untuk membuat VCO tanpa diberi
perlakuan pencegahan.
Metode enzimatis adalah salah satu metode dalam produksi VCO yang
dapat menghasilkan produk dengan rendemen yang lebih banyak. Salah satu
enzim yang bisa digunakan adalah enzim bromelin, dimana enzim ini akan
menghidrolisis protein dan membuat minyak dapat terpisah dengan air dalam
emulsi santan. Krim santan yang digunakan adalah 200 mL dan variabel yang
digunakan untuk diteliti adalah variasi waktu yaitu 24 jam, 36 jam, 48 jam, 60
jam, dan juga variasi konsentrasi ekstrak bonggol nanas yaitu 5%, 10%, 15%, dan
20%.
Enzim Papain merupakan enzim protease yang terkandung dalam getah
pepaya, baik dalam buah, batang dan daunnya. Enzim ini memiliki potensi yang
260
cukup besar karena dapat diproduksi melalui banyak sumber seperti daun dan
buah pepaya, dan penggunaan enzim papain akan menjadi proses hijau alternatif
untuk pembuatan VCO (Hidayat et al., 2022). Papain terkandung dalam getah
papaya sedangkan bromelain terkandung dalam buah nanas. Enzim bromelin
adalah salah satu enzim proteolitik atau protease, yaitu enzim yang mengkatalisa
penguraian protein menjadi asam amino dengan membangun blok melalui reaksi
hidrolisis. Dalam pemecahan protein, ikatan peptidase terputus dengan penyisipan
komponen air, -H, -OH pada rantai akhir.
Hasil penelitian pembuatan VCO dengan metode enzimatis menggunakan
sari bonggol nanas yang terbaik sesuai adalah pada waktu inkubasi 24 jam dan
konsentrasi ekstrak bonggol nanas 5% (SNI, 7381:2008). Dimana massa jenisnya
adalah 0,9150 g/cm3, asam lemak bebas 0,133%, bilangan asam 0,1870, bilangan
peroksida 1,8 meq/kg, dan untuk warnanya kuning bening (Rifdah et al., 2021).
261
16. Pipet Volume 10 mL 3 buah
17. Spatula 4 buah
18. Batang Pengaduk 6 buah
19. Erlenmeyer 100 mL 6 buah
20. Labu Pengenceran 25 mL 2 buah
21. Labu Pengenceran 250 mL 1 buah
22. Labu Pengenceran 500 mL 1 buah
23. Gelas Ukur 5 mL 2 buah
24. Gelas Ukur 10 mL 5 buah
25. Gelas Ukur 25 mL 2 buah
26. Gelas Ukur 50 mL 2 buah
27. Gelas Ukur 100 mL 3 buah
28. Gelas Kimia 20 mL 2 buah
29. Gelas Kimia 50 mL 4 buah
30. Gelas Kimia 100 mL 3 buah
31. Statif dan Klem 2 set
32. Buret 2 buah
33. Piknometer Pyrex 10 mL 2 buah
34. Corong Kaca 2 buah
B. Bahan
1. 8 Kg Kelapa parut
2. Enzim Papain
3. Enzim Bromelin
4. 12 L air hangat (45˚C)
5. Aquades
6. Asam asetat
7. Kloroform
8. Kalium Iodida
9. Na2S2O3 0,01 N
10. Larutan pati (amilum 1 %)
262
11. Etanol 95 %
12. Indikator PP 1%
13. NaOH 0,05 N
B. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan Bromelin
1. Mengukur 400 mL krim santan kelapa dan memasukkannya ke dalam
wadah.
2. Menambahkan 6 gram enzim papain ke dalam wadah.
3. Mengaduk formulasi campuran menggunakan sendok supaya tercampur
merata kemudian memasukkannya ke dalam plastik.
4. Mendiamkan campuran selama 1×24 jam sampai campuran terbagi
menjadi tiga bagian (minyak di atas, blondo protein di tengah, dan air di
bawah).
5. Memisahkan blondo dari minyak.
6. Menyaring sampel VCO dengan saringan.
7. Memasukkan hasil sampel VCO ke dalam botol kaca menggunakan
corong plastik.
8. Mengulangi prosedur 1-7 menggunakan enzim bromelin.
263
C. Prosedur Uji Kualitas VCO
a) Perhitungan Rendemen VCO
Perhitungan Rendemen VCO menggunakan rumus sebagai berikut:
Rendemen =
ρ=
Keterangan:
ρ = densitas (g/mL)
m0 = massa piknometer kosong (g)
Vp = volume VCO dalam piknometer (mL)
d) Bilangan Peroksida
1. Memasukkan 5 mL sampel VCO ke dalam Erlenmeyer 250 mL.
264
2. Menambahkan 15 mL campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam
asetat dan 40% kloroform.
3. Menambahkan 0,5 gram kalium iodide sambil dikocok setelah minyak
larut, kemudian diamkan selama 30 menit ditempat yang gelap.
4. Menambahkan aquades sebanyak 15 mL.
5. Menambahkan 0,5 mL larutan pati (amilum) 1%.
6. Menitrasi dengan larutan Na2S2O3 0,01 N sampai warna biru
menghilang, lakukan pentitrasian sebanyak dua kali untuk mendapatkan
nilai rata-rata.
7. Mencatat volume larutan Na2S2O3 yang menggunakan miliekuivalen per
1000 gram.
Bilangan peroksida =
Keterangan:
A = rata-rata mL larutan Na2S2O3 (mL)
N = normalitas larutan Na2S2O3 (N)
G = berat contoh minyak (g)
Keterangan:
vol = rata-rata Volume NaOH saat titrasi
N = Normalitas NaOH
BM = Berat molekul asam lemak bebas
265
IV. HASIL PENGAMATAN
A. Preparasi Sampel
A. Preparasi Sampel
B. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan enzim papain dan bromelin
266
2. Mengaduk formulasi campuran Formulasi campuran tercampur merata
menggunakan sendok supaya dan berada dalam plastic
tercampur merata kemudian
memasukkannya ke dalam plastik
Wadah II (3 g bromelin) : 75 ml
267
- Wadah II = 400 gr
Rendemen =
- Wadah I
= 17,79%
- Wadah II
= 10,707%
Papain
Berat VCO yang dihasilkan :
- Wadah I = 76,6241
- Wadah II = 75,8285
Rendemen =
- Wadah I
= 19,156%
- Wadah II
= 18,957%
268
b) Prosedur Menentukan Densitas VCO
- Wadah II (3 g bromelin)
b. Papain
- Wadah I (6 g papain )
- Wadah II (3 g papain)
- Piknometer II (3 g bromelin) =
14,8768 g
b. Papain
- Piknometer I (6 g papain ) =
14,8910 g
- Piknometer II (3 g papain) =
10,5932 g
269
yang berisi sampel a. Bromelin
- Piknometer I (6 g bromelin ) =
24,4366 g, berwarna bening
- Piknometer II (3 g bromelin) =
24,8150 g, berwarna lebih keruh
b. Papain
- Piknometer I (6 g papain ) =
24,8166 g
- Piknometer II (3 g papain) =
19,8389 g
a. Bromelin
-Wadah I (6 g bromelin)
Diketahui : mo = 14,882 g
mI = 24,4366 g
vp = 10 mL
Ditanya :
Penyelesaian :
= 0,9553 g/mL
-Wadah II (3 g bromelin)
Diketahui : mo = 14,8768 g
mI = 24,8150 g
vp = 10 mL
270
Ditanya :
Penyelesaian :
= 0,99782 g/mL
b. Papain
-Wadah I (6 g papain)
Diketahui : mo = 14,8910 g
mI = 24,8166 g
vp = 10 mL
Ditanya :
Penyelesaian :
= 0,992 g/mL
-Wadah II (3 g papain)
Diketahui : mo = 10,5932 g
mI = 19,8389 g
vp = 10 mL
Ditanya :
Penyelesaian :
271
= 0,924 g/mL
d) Bilangan Peroksida
b. Papain
Warna tetap, ada seperti minyak
272
3. Menambahkan 0,5 mL larutan pati a. Bromelin
(amilum) 1%.
Larutan berwarna putih keruh
b. Papain
Tetap, terdapat seperti minyak
didasar
- Sampel B (3 g bromelin)
b. Papain
Sampel A (6 g papain)
Erlenmeye I = 0,99 mL
Erlenmeyer II = 0,85 mL
- Sampel B (3 g papainn)
Erlenmeye I = 0,81 mL
Erlenmeyer II = 0,79 mL
273
Volume rata-rata
a. Bromelin
- Sampel A (6 g bromelin)
= 0,743 mL
- Sampel B (3 g bromelin)
= 0,82 mL
b. Papain
- Sampel A (6 g papain)
= 0,923 mL
- Sampel B (3 g papain)
= 0,816 mL
- 3 g bromelin = 1,64
b. Papain
- 6 g papain = 1,846
- 3 g papain = 1,632
274
e) Analisis Bilangan Asam Lemak Bebas
Erlenmeyer II = 0,99 ml
- Sampel B (3 g bromelin)
Erlenmeyer I = 0,89 ml
Erlenmeyer II = 0,79 ml
b. Papain
- Sampel A (6 g papain)
Erlenmeye I = 0,83 mL
Erlenmeyer II = 0,65 mL
- Sampel B (3 g papainn)
Erlenmeye I = 0,93 mL
Erlenmeyer II = 0,91 mL
4. Menghitung kadar asam lemak bebas Didapatkan kadar asam lemak bebas
sebesar :
a. Bromelin
- (6 g bromelin ) = 0,0461%
- (3 g bromelin) = 0,04%
275
b. Papain
- (6 g papain ) = 0,03%
- (3 g papain) = 0,042%
V. ANALISIS DATA
Pada percobaan ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan VCO
dengan metode enzimatis, adapun bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu
kelapa parut, enzim papain, dan enzim bromalin. Pembuatan VCO dengan cara
enzimatis merupakan pemisahan minyak dalam santan tanpa pemanasan. Ikatan
protein minyak yang berada pada emulsi santan bisa juga dipecah dengan bantuan
enzim. Pada percobaan ini terdapat tiga prosedur yaitu pertama preparasi sampel,
pembuatan VCO dengan enzim papain dan bromelin dan prosedur uji kualitas
VCO yang meliputi perhitungan rendemen VCO, menentukan densitas VCO,
penampakan fisik VCO, bilangan peroksida, dan analisis bilangan asam lemak
bebas.
A. Preparasi sampel
Pada percobaan ini, langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang
yang kelapa parut dan memasukkannya ke dalam baskom, lalu menambahkan
˚
3L air hangat (45 C) kemudian diperas sampai diperoleh santan kental.
Penambahan menggunakan air dikarenakan tingkat kelarutannya akan lebih
mudah, fungsi penambahan air adalah mengeluarkan komponen senyawa
dalam daging kelapa. Semakin lama pemerasan akan menghasilkan krim yang
lebih banyak. Selanjutnya santan kelapa yang diperoleh didiamkan selama 2
jam sampai terpisah menjadi dua fase yaitu fase skim yang keruh dibagian
bawah (air) dan fase krim yang berwarna putih dibagian atas (krim). Skim
berada dibagian bawah dikarenakan berat jenis skim lebih besar daripada krim
sehingga posisi krim berada paling atas, lalu langkah terakhir pada prosedur
ini mengambil krimnya didapatkan krim.
276
B. Pembuatan Virgin Coconut Oil (VCO) dengan Enzim Papain dan
Bromelin
Santan kelapa merupakan cairan yang berwarna putih susu yang
diperoleh dari pemerasan daging kelapa. Santan merupakan emulsi yang
terdiri dari dua fase, yaitu fase air dan fase minyak yang tidak saling
bercampur, karena distabilkan oleh suatu emulgator. Krim santan yang
merupakan suatu emulsi minyak dalam air yang distabilkan oleh protein.
Protein yang terdapat dalam krim santan merupakan agen pengemulsi karena
memiliki gugus hidrofilik maupun hidrofobik. Pada enzim bromelin
menghidrolisis ikatan peptida dari suatu rantai polipetida pada protein,
sehingga ikatan antara CO dan NH putus yang akan menyebabkan protein
pecah menjadi molekul yang lebih sederhana yaitu asam amino yang larut.
Kemudian minyak yang teremulsi dalam air dapat keluar (xu et al., 2018).
277
yang lebih sederhana. Reaksi hidrolisis ini membuat ikatan peptide pada
protein dapat terputus sehingga protein akan terdegradasi menjadi bagian yang
sederhana yaitu senyawa protase, pepton dan asam-asam amino serta
komponen karboksil sehingga minyak yang terikat oleh ikatan akan keluar.
Berikut reaksi yang terjadi pada penambahan enzim papain sebagai berikut.
278
terbagi menjadi 3 bagian. Tiga bagian lapisan ini terdiri dari air (bawah),
blondo (tengah), dan atas (minyak). Minyak berada di fase paling atas
dikarenakan memiliki massa jenis lebih rendah dibandingkan air.
Pemecahan protein menyebabkan sistem emulsi menjadi tidak stabil
sehingga minyak dapat terpisah dari sistem emulsi. Langkah terakhir yaitu
menyaring sampel VCO dan memasukkan ke dalam gelas kimia.
279
selanjutnya menghitung densitas pada 6 g bromelin didapatkan densitas
sebesar 0,9553 g/mL, pada 3 g bromelin sebesar 0,99782 g/mL, pada 6 g
papain sebesar 0,992 g/mL, dan pada 3 g bromelin didapatkan densitas sebesar
0,924 g/mL. Densitas atau massa jenis VCO dipengaruhi oleh berat molekul
dan ketidakjenuhan asam lemak minyak. Faktor yang mempengaruhi densitas
bisa dari zat-zat kotoran yang masih tercampur dengan VCO dikarenakan pada
saat penyaringan kertas saring yang digunakan kulitasnya kurang baik
sehingga masih meloloskan zat-zat pengotor (Rifdah et al., 2021). Oleh karena
itu dalam menentukan densitas penyaringan dapat dilakukan secara berulang
agar tidak terdapat lagi kotoran yang terkandung dalam VCO sehingga
densitas yang dihasilkan dapat sesuai standar SNI 7381 (2008) yaitu 0,9150
g/mL - 0,9244 g/mL.
d) Bilangan Peroksida
Bilangan peroksida adalah bilangan yang terpenting untuk menentukan
derajat kerusakan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Semakin
tinggi bilangan peroksida, maka minyak akan lebih mudah bau. Semakin
tinggi bilangan peroksida, maka semakin buruk kualitas VCO tersebut (Rifdah
et al., 2021).
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah minyak yang telah mengalami
proses oksidasi membentuk peroksida pada asam lemak tidak jenuh yang
mengikat oksigen. Proses oksidasi minyak oleh oksigen dapat terjadi spontan
jika kontak langsung dengan udara yang akan dipercepat seiring dengan
280
peningkatan suhu. Selain proses oksidasi, bilangan peroksida disebabkan
karena adanya proses hidrolisis.
Pada percobaan ini diawali dengan sebanyak 5 mL sampel VCO
dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 mL. Kemudian ditambahkan 15 mL
campuran pelarut yang terdiri dari 60% asam asetat dan 40% kloroform.
Setelah minyak larut, ditambahkan 1 g KI sambil dikocok kemudian
didiamkan selama 30 menit dalam tempat gelap. Penambahan KI dalam
suasana asam bertujuan agar dapat membebaskan I2.
Setelah itu ditambahkan 15 mL aquades dan menambahkan 1 mL larutan
pati (amilum) 1 %, pada sampel VCO (papain) minyak semakin banyak yang
terpisah dan sampel VCO (bromelin) larutan bening dan terdapat gelembung
dibagian bawah. Selanjutnya titrasi dengan larutan 0,1N Na2S2O3 sampai
warna biru hilang, tetapi pada percobaan yang dilakukan tidak menghasilkan
warna biru saat sebelum titrasi, hal ini dikarenakan seharusnya penambahan
larutan pati (amilum) 1% sebanyak 20 tetes yang menghasilkan larutan
berwarna bias biru. Pada percobaan yang dilakukan menghasilkan warna bias
pink, seharusnya setelah ditambahkan amilum larutan berubah warna menjadi
biru.
281
Sampel Variasi Bilangan Peroksida
6 g bromelin 1,486 mEq/kg
3 g bromelin 1,64 mEq/kg
6 g papain 1,846 mEq/kg
3 g papain 1,632 mEq/kg
282
Sampel Variasi Volume Rata-Rata
Sampel A (6 g bromelin) 10,39 mL
Sampel B (3 g bromelin) 9,65 mL
Sampel C (6 g bromelin) 7,35 mL
Sampel D (6 g bromelin) 10,67 mL
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan pembuatan virgin coconut oil (VCO) dengan enzim
papain dan bromelin dapat disimpulkan bahwa:
1. Virgin coconut oil (VCO) dapat dibuat dari krim kental santan kelapa
melalui kombinasi enzim papain dan bromelin.
283
2. Didapatkan hasil perhitungan dari rendemen VCO yaitu wadah I
(bromelin 6 g) = 17,79 %, wadah II (bromelin 3 g) = 10,707 %, wadah III
(papain 6 g) = 19,185 % dan wadah IV (papain 3 g) = 18,957%.
3. Didapatkan hasil perhitungan densitas VCO yaitu : wadah I (bromelin 6g)
= 0,9553 g/mL, wadah II (bromelin 3 g) = 0,99782 g/mL, wadah III
(papain 6 g) = 0,992 g/mL, dan wadah IV ( papain 3 g) = 0,924 g/mL. Dan
jika dibandingkan maka kadar asam lemak bebas tidak melebihi SNI 7381
(2008) yaitu 0,9150 g/mL - 0,9244 g/mL.
4. Dihasilkan penampakan fisik VCO dari enzim bromelin dan enzim papain,
yaitu :
a. Enzim bromelin : larutan berwarna bening, berwarna khas kelapa dan
rasa minyak kelapa.
b. Enzim papain : larutan berwarna bening, berwarna khas kelapa dan
rasa kurang khas kelapa.
5. Pada percobaan bilangan peroksida, didapatkan erlenmeyer I (6 g
bromelin) 1,486 mEq/kg, erlenmeyer II (3 g bromelin) 1, 64 mEq/kg,
erlenmeyer III (6 g papain) 1,846 mEq/kg, erlemeyer IV (3 g papain)
1,632 mEq/kg. dan jika dibandingkan dengan standar SNI 7381 (2008)
maka bilangan peroksida tidak melebihi batas dari standar SNI tersebut
yaitu 2 mEq/kg.
6. Didapatkan hasil perhitungan kadar asam lemak bebas yaitu sampel A
(bromelin 6 g) = 0,0461%, sampel B (bromelin 3 g) = 0,04%, sampel C (
papain 6 g) = 0,03% dan sampel D (papain 3 g) = 0,042%. Dan jika
dibandingkan maka kadar asam lemak bebas tidak melebihi SNI 7381
(2008) yaitu 0,2 %.
284
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, H., Wijaya, A. R., & Fatimah, I. (2022). Papain Enzyme Assisted
Extraction of Virgin Coconut Oil as Candidate In-House Reference
Material. Processes, 10(2), 315.
Ketaren, S. (2005). Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Universitas Indonesia.
Maahury, M. F., Bijang, C. M., Siahaya, A. N., Hasanela, N., & Sohilait, M. R.
(2021). Pelatihan Pembuatan Virgin Coconut Oil (Vco) Pada Desa Oma,
Pulau Haruku, Maluku Tengah. Jurnal Warta Desa (JWD), 3(2), 125-129.
Nuryati, D. W., Kristanto, A., Mustati, Maricno, A., & Sulistiowati. (2008).
Developing Media Module Proposed to Editor in Editorial Division. Journal
of Physics : Conference Series, 1 (1), 1-7.
285
Rifdah, R., Melani, A., & Intelekta, A. A. R. (2021). Pembuatan Virgin Coconut
Oil (VCO) Dengan Metode Enzimatis Menggunakan Sari Bonggol Nanas.
Jurnal Teknik Patra Akademika, 12(02), 18-25.
Roni, K. A., Rifdah, R., Melani, A., Reformis, A. A., & Sri, S. M. (2022). Making
Virgin Coconut Oil (VCO) With Enzymatic Method Using Pineapple Hump
Extract. International Journal of Science, Technology & Management, 3(3),
685-689.
Siahaya, A. N., Bijang, C., Sekewael, S. J., & Sutapa, I. W. (2020). Pemanfaatan
Buah Lokal Dalam Rangka Pembuatan Minyak Kelapa Murni (VCO/Virgin
Coconut Oil) Di Desa Tial Kabupaten Maluku Tengah. BAKIRA: Jurnal
Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(2), 79-83.
Xu, Y., Xu, Y., Han, Y., Chen, M., Zhang, W., Gao, Q., & Li, J. (2018). The
effect of enzymolysis on performance of Soy protein-based
adhesive. Molecules, 23(11), 2752.
286
LAMPIRAN
A. Perhitungan
1. Hitunglah rendemen VCO.
Jawab :
a. Bromelin
Diketahui :
berat VCO yang dihasilkan :
wadah I = 71,861 g
wadah II = 42,8309 g
berat krim kelapa
wadah I = 400 g
wadah II = 400 g
Rendemen =
Wadah I =
Wadah I = 17,79 %
Wadah II =
Wadah I = 10,707%
b. Papain
Diketahui :
berat VCO yang dihasilkan :
wadah I = 76,6241 g
wadah II = 75,8285 g
berat krim kelapa
wadah I = 400 g
wadah II = 400 g
Rendemen =
Wadah I =
Wadah I = 19,156 %
Wadah II =
Wadah I = 18,957 %
ρ=
ρ=
ρ = 0,9553 g/mL
b. Sampel bromelin 3 g
Diketahui :
Mo = 14,8368 g
M1 = 24,8150 g
Vp = 10 mL
ρ=
ρ=
ρ = 0,99782 g/mL
c. Sampel papain 6 g
Diketahui :
Mo = 14,8910 g
M1 = 24,8166 g
Vp = 10 mL
ρ=
ρ=
ρ = 0,992 g/mL
d. Sampel papain 3 g
Diketahui :
Mo = 10,5932 g
M1 = 19,8389 g
Vp = 10 mL
ρ=
ρ=
ρ = 0,924 g/mL
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,486
b. Sampel bromelin 3 g
Diketahui
A : 0,82 mL
N : 0,01 N
G:5g
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,64
c. Sampel papain 6 g
Diketahui
A : 0,923 mL
N : 0,01 N
G:5g
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,846
d. Sampel papain 3 g
Diketahui
A : 0,816 mL
N : 0,01 N
G:5g
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 1,632
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,0461 %
b. Sampel bromelin 3 g
Diketahui
Vol : 0,84 mL
N (NaOH) : 0,05 N
Berat sampel : 21 g
BM : 200 g/mol
Kadar asam lemak bebas =
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,04 %
c. Sampel papain 6 g
Diketahui
Vol : 0,65 mL
N (NaOH) : 0,05 N
Berat sampel : 21 g
BM : 200 g/mol
Kadar asam lemak bebas =
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,03 %
d. Sampel papain 3 g
Diketahui
Vol : 0,89 mL
N (NaOH) : 0,05 N
Berat sampel : 21 g
BM : 200 g/mol
Kadar asam lemak bebas =
Bilangan peroksida =
Bilangan peroksida = 0,042 %
B. Foto
A. Preparasi Sampel
Sampel VCO yang dihasilkan (enzim Sampel VCO yang dihasilkan (enzim
papain) bromelin)
C. Prosedur Uji Kualitas VCO
a) Perhitungan Rendemen VCO
Perhitungan Rendemen VCO menggunakan rumus sebagai berikut:
Rendemen =
Penampakan fisik VCO yang dibuat Penampakan fisik VCO yang dibuat
dengan enzim papain dengan enzim bromelin
d) Bilangan Peroksida
A. Preparasi Sampel
- Mengukur
- Menambahkan perlahan-lahan
- Memeras
Santan kental
- Menampung
- Mendiamkan selama 2 jam
Krim Air
- Mengukur
- Menimbang
- Menambahkan
- Mengaduk
Campuran
- Memisahkan
Rendemen =
b) Menentukan Densitas VCO
10 mL Sampel
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam
piknometer 10 mL selanjutnya
ditutup
- Menimbang
Piknometer 10 mL + Sampel
ρ=
Keterangan:
ρ = densitas (gram/mL)
m0 = massa piknometer kosong (gram)
Vp = volume VCO dalam piknometer (mL)
d) Bilangan Peroksida
5 mL sampel VCO + 15 mL campuran pelarut
- Memipet
- Mengukur
- Memasukkan ke dalam
Erlenmeyer 250 mL
Campuran + 0,5 g KI
- Menimbang
- Mengukur
- Menambahkan
- Mengocok
Larutan Bening
-
- Memasukkan ke dalam
Erlenmeyer I
- Memipet
- Mengukur
- Menambahkan
Larutan Bening
Keterangan:
vol = rata-rata Volume NaOH saat titrasi
N = Normalitas NaOH
BM = Berat molekul asam lemak bebas