Makalah Evidance Based KB NUNUK SUAIBAH
Makalah Evidance Based KB NUNUK SUAIBAH
Makalah Evidance Based KB NUNUK SUAIBAH
REPRODUKSI
Disusun Oleh :
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi
keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program
Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas agar dapat
mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi rakyat
dan bangsa Indonesia. Seperti yang disebutkan dalam UU No.10 Tahun 1992 tentang
meningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
Berdasarkan data dari SDKI 2002 – 2003, angka pemakaian kontrasepsi (contraceptive
prevalence rate/CPR) mengalami peningkatan dari 57,4% pada tahun 1997 menjadi 60,3% pada
tahun 2003. Pada 2015 jumlah penduduk Indonesia hanya mencapai 255,5 juta jiwa. Namun, jika
terjadi penurunan angka satu persen saja, jumlah penduduk mencapai 264,4 juta jiwa atau lebih.
Sedangkan jika pelayanan KB bisa ditingkatkan dengan kenaikan CPR 1%, penduduk negeri ini
Pada awal tahun 70-an seorang wanita di Indonesia rata-rata memiliki 5,6 anak selama
masa reproduksinya. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menunjukkan
angka TFR (Total Fertility Rate) pada periode 2002 sebesar 2,6 artinya potensi rata–rata
kelahiran oleh wanita usia subur berjumlah 2-3 anak. Pada tahun 2007, angka TFR stagnan pada
2,6 anak. Sekarang ini di samping keluarga muda yang ketat membatasi anak, banyak pula yang
tidak mau menggunakan KB dengan alasan masing-masing seperti anggapan banyak anak
banyak rezeki. Artinya ada dua pandangan yang berseberangan, yang akan berpengaruh pada
Menurut SDKI 2002-2003 Pada tahun 2003, kontrasepsi yang banyak digunakan adalah
metode suntikan (49,1 %), pil (23,3 %), IUD/spiral (10,9 %), implant (7,6 %), MOW (6,5 %),
kondom (1,6 %), dan MOP (0,7 %) (Kusumaningrum dalam Andy, 2011).
Alat kontrasepsi sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui bahwa
tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap pribadi harus
bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Pelayanan kontrasepsi (PK) adalah salah
satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB memilih dan membayar
Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi antara lain faktor pasangan
(umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode kontrasepsi
yang lalu), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan panggul), faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek samping, biaya), tingkat
pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan dukungan dari suami/istri. Faktor-
faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan program KB. Hal ini dikarenakan
setiap metode atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki efektivitas yang berbeda-beda.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas dari
mata kuliah Askeb dan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai evidence based
KB, macam- macam alat kontrasepsi, dan implementasi hak perempuan dalam keluarga
berencana (KB).
2. Tujuan Khusus
C. Manfaat Penulisan
PEMBAHASAN
Berawal dari pengertian harfiah kontrasepsi yang terdiri dari dua kata, yaitu kontra
(menolak) dan konsepsi (pertemuan antara sel telur yang telah matang dengan sel sperma), maka
kontrasepsi dapat diartikan secara sederhana sebagai cara untuk mencegah pertemuan antara sel
telur dan sel sperma sehingga tidak terjadi pembuahan dan kehamilan. Konsep ini sepertinya
belum dipahami di era sebelum abad ke-20, namun konsep pengaturan kehamilan sepertinya
sudah dilakukan dengan penerjemahan cara/metode yang beragam dan unik. Misalkan
perempuan China secara sukarela meminum timbal dan merkuri untuk mengontrol fertilitasnya
Di abad pertengahan di Eropa dimana pengaruh penyihir masih sangat kuat dan sangat
perempuan atau memotong kaki musang tersebut dan menggantungkannya di leher wanita.
Wanita di Canada meyakini bahwa dengan minum ramuan testis beaver kering dengan cairan
alkohol berkadar tinggi mampu mencegah pembuahan yang merupakan proses awal dari
kehamilan. Atau ada pula yang beranggapan bahwa dengan mengitari titik kencing serigala
Di Indonesia sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya untuk
mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dari daun-daunan yang khasiatnya
dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat hindu bali, sejak dulu hanya ada nama untuk
empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya pasangan suami istri
Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada waktu itu
sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai membantu masyarakat
wadah dengan nama perkumpulan Keluarga berencana Indonesia (PKBI) dan bergerak secara
silent operation membantu masyarakat memerlukan bantuan secara sukarela. Jadi Indonesia
Deklarasi Kependudukan PBB 1967 oleh beberapa Kepala Negara Indonesia, maka dibentuklah
suatu lembaga program Keluarga Berencana dan dimasukkan dalam program pemerintah sejak
pelita I berdasarkan instruksi presiden nomor 26 tahun 1968 yang di namai Lembaga Keluarga
Pada tahun 1970 ditingkatkan menjadi Badan Pemerintah melalui Kepres No. 8 tahun 1970
dan diberi nama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertanggung
jawab kepada presiden dan bertugas mengkoordinasikan prencanaan, pengawasan dan penilaian
Seiring berjalannya waktu, tuntutan kebutuhan pengaturan kehamilan yang lebih rasional
dan empiris terus memacu dan menantang perkembangan teknologi kesehatan dalam penyediaan
Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan perencanaan keluarga.
Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-laki mencapai dan membuahi
telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah dibuahi untuk berimplantasi (melekat)
a. Tujuan umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS (Norma Keluarga
Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat yang sejahtera dengan
b. Tujuan khusus
Kependudukan dan Pembangunan keluarga Sejahtera adalah upaya peningkatan kepedulian dan
peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai banyak keuntungan. Salah satunya adalah
dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium.
Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal. Ini berarti program tersebut
Syarif, Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri,
keluarga dan masyarakat, Perencanaan ini harus dimiliki oleh setiap keluarga termasuk calon
pengantin.
“Dan setiap individu harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang kesehatan
reproduksi seperti misalnya kapan usia ideal untuk melahirkan, berapa jumlah anak, dan jarak
kelahiran yang ideal, bagaimana perawatan kehamilan, serta tanda-tanda bahaya dalam
kehamilan. Pengetahuan mengurangi risiko langsung maupun tidak langsung dari risiko
kematian maternal.”
Selain pengetahuan, tambahnya, pasangan suami istri harus memiliki akses seluas-luasnya
seperti yang diinginkan dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan. Dengan demikian,
program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan status kesehatan dan
Pengaturan kelahiran memiliki benefit (keuntungan) kesehatan yang nyata, salah satu
contoh pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium, penggunaan
Meskipun penggunaan alat/obat kontrasepsi mempunyai efek samping dan risiko yang
kadang-kadang merugikan kesehatan, namun demikian benefit penggunaan alat/ obat kontrasepsi
tersebut akan lebih besar dibanding tidak menggunakan kontrasepsi yang memberikan risiko
kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama dalam mencegah
kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi risiko kematian bayi. Selain
memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri, keluarga dan masyarakat, KB juga
membantu remaja mangambil keputusan untuk memilih kehidupan yang lebih baik dengan
Program KB, bisa meningkatkan pria untuk ikut bertanggung jawab dalam kesehatan
reproduksi mereka dan keluarganya. Ini merupakan keuntungan seseorang mengikuti program
KB.
antara lain masih adanya pemahaman tentang KB yang sempit, baik di kalangan masyarakat
maupun para tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Demikian pula pelayanan kesehatan
reproduksi yang berkaitan dengan pemeriksaan kehamilan dan pelayanan IUD yang masih
Selain itu, masih ada persepsi bahwa kematian ibu melahirkan adalah mati sahid dan
banyak anak akan membawa rezeki. Kendala lainnya, masih adanya anggapan atau pengetahuan
dari para tokoh agama bahwa KB hanya untuk membatasi jumlah anak atau kelahiran saja, dan
Adapun sasaran program KB nasional lima tahun ke depan seperti tercantum dalam RPJM
tahun.
2) Menurunkan angka kelahiran Total fertility rate (TFR) menjadi 2,2 per perempuan
6) Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera yang aktif dalam usaha
ekonomi produktif
reproduksi.
2) Terbinanya peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71.87% dari pasangan Usia
persebaran penduduk.
2) Pembentukan PIK-KRR yang baru terutama di kabupaten atau kota yang belum memiliki PIK-
1) Definisi KIE
Komunikasi adalah proses dimana seseorang mengirimkan pesan kepada orang lain. Pengiriman
Informasi adalah suatu hal pemberitahuan / pesan yang diberikan kepada seseorang atau media
Edukasi adalah Suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sistematis ,terencana dan
terarah dengan partisipasi aktif dari individu ke kelompok maupun masyarakat umum untuk
KIE adalah Suatu proses penyampaian pesan ,informasi yang diberikan kepada masyarakat
tentang program KB baik menggunakan media seperti: Radio, TV, Pers, Film, Mobil unit
penerangan, penerbitan, kegiatan promosi, pameran dengan tujuan utama adalah untuk
2) Tujuan KIE
a) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan peserta baru.
c) Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio – kultural yang dapat menjamin berlangsungnya
proses penerimaan.
pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat (klien) secara wajar sehigga masyarakat
melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat dan bertanggung jawab.
3) Jenis KIE
a) KIE Individu : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE dengan individu
b) KIE Kelompok : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE dengan kelompok
(2-15 orang)
c) KIE Masa : tentang program KB yang dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung
d) Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari
e) Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaaan dan resiko yang dimiliki ibu
1) Definisi Konseling
Suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan seseorang kepada orang lain dalam membuat
suatu keputusan atau memecahkan masalah melalui pemahaman tentang fakta- fakta dan
2) Tujuan Konseling KB
a) Meningkatkan penerimaan
Informasi yang benar, diskusi bebas dengan cara mendengarkan, berbicara dan komunikasi non-
Menjamin petugas dan klien memilih cara terbaik yang sesuai dengan keadaan kesehatan dan
kondisi klien
Konseling efektif diperlukan agar klien mengetahui bagaimana menggunakan KB dengan benar
Kelangsungan pemakaian cara KB akan lebih baik bila klien ikut memilih cara tersebut,
3) Jenis Konseling KB
a) Konseling Awal
Bila dilakukan dengan objektif langkah ini akan membantu klien untuk memilih jenis KB yang
cocok untuknya
b) Konseling Khusus
Memberi kesempatan klien untuk bertanya tentang cara KB dan membicarakan pengalamannya
Mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang cocok dan mendapatkan penerangan
Pemberi pelayanan harus dapat membedakan masalah yang serius yang memerlukan rujukan dan
4) Langkah Konseling
a) GATHER
G : Greet
A : Ask
Tanya keluhan/kebutuhan pasien dan menilai apakah keluhan/ kebutuhan sesuai dengan kondisi
yang dihadapi?
T : Tell
Beritahukan persoalan pokok yang dihadapi pasien dari hasil tukar informasi dan carikan
upaya penyelesaiannya
H : Help
E : Explain
Jelaskan cara terpilih telah dianjurkan dan hasil yang diharapkan mungkin dapat segera terlihat/
diobservasi)
R : Refer/Return visit
Rujuk bila fasilitas ini tidak dapat memberikan pelayanan yang sesuai. (Buat jadwal kunjungan
Ulang)
kebutuhan klien.
Tanyakan apa yang perlu dibantu dan jelaskan pelayanan apa yang dapat diperolehnya.
T : Tanya
U : Uraiakan
Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia ingini serta jelaskan jenis yang lain
TU : Bantu
Bantu klien berfikir apa yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya
J : Jelaskan
Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya setelah klien memilih
jenis kontrasepsinya.
U : Kunjungan Ulang
Perlu dilakukan kunjungan ulang untuk dilakukan pemeriksaan atau permintaan kontrasepsi jika
dibutuhkan.
• Tahapan Konseling dalam pelayanan KB dapat dirinci dalam tahapan sebagai berikut : KIE
a) Kegiatan KIE
Sumber informasi pertama tentang jenis alat/ metode KB dari petugas lapangan KB
Proses terjadinya kehamilan pada wanita (yang kaitannya dengan cara kerja dan metode
kontrasepsi)
Jenis alat/metode kontrasepsi, cara pemakaian, cara kerjanya serta lama pemakaian
b) Kegiatan Bimbingan
Tugas penjaringan : memberikan informasi tentang jenis kontrasepsi lebih objektif, benar dan
c) Kegiatan Rujukan
d) Kegiatan KIP/K
Petugas melakukan pemantauan keadaan peserta KB dan diserahkan kembali kepada PLKB
f. Informed Consent
1) Persetujuan yang diberikan oleh klien atau keluarga atas informasi dan penjelasan mengenai
2) Setiap tindakan medis yang beresiko harus persetujuan tertulisi ditandatangani oleh yang berhak
Pembaruan Kriteria Penggunaan Kontrasepsi (US MEC) Berdasarkan CDC, 2010 Revisi Metode
tidak diinginkan dan memperpanjang interval kelahiran, yang dapat menimbulkan masalah kesehatan ibu dan
anak. Pada tahun 2010, CDC telah mempublikasikan U.S. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use (US
MEC) yang merupakan pedoman penggunaan kontrasepsi, yang dilengkapi dengan evidence-based sebagai
pertimbangan dalam pemilihan metode kontrasepsi. Dalam pemilihan metode kontrasepsi ini, keamanan
penggunaan menjadi hal utama yang harus diperhatikan khususnya untuk wanita yang dengan karakteristik atau
kondisi kesehatan tertentu, termasuk wanita yang masih dalam masa postpartum. Baru-Baru ini, CDC telah
melakukan penilaian terhadap evidence yang memberikan informasi mengenai keamanan penggunaan
Laporan ini merupakan ringkasan dari penilaian tersebut dan hasil dari revisi pedoman penggunaan
kontrasepsi. Revisi rekomendasi ini berisi bahwa wanita post partum tidak boleh menggunakan kontrasepsi
hormonal kombinasi selama masa 21 hari setelah melahirkan oleh karena resiko tinggi untuk mendapatkan
tromboemboli vena (TEV) selama masa ini. Masa 21-42 hari postpartum, pada umumnya wanita tanpa faktor
resiko TEV dapat memulai penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, tetapi wanita yang memiliki resiko
TEV (riwayat TEV sebelumnya atau post melahirkan secara caesar), tidak boleh menggunakan metode
kontrasepsi ini. Nanti, setelah masa 42 hari postpartum, barulah tidak ada pembatasan penggunaan kontrasepsi
hormonal kombinasi yang berdasarkan pada keadaan pasien tersebut setelah melahirkan.
Sebagian dari kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan yang tidak direncanakan, dan
kehamilan-kehamilan tersebut biasanya diikuti dengan perilaku kehamilan yang merugikan dan memberikan
beberapa dampak negatif, seperti terlambat melakukan prenatal care, kebiasaan merokok, meningkatkan insidensi
bayi berat rendah, dan tidak menyusui asi secara ekslusif. Selain itu, interval kehamilan yang terlalu dekat juga
dapat menghasilkan dampak negatif seperti, kelahiran bayi berat rendah dan bayi prematur. Masa postpartum
merupakan masa yang cukup penting untuk memulai penggunaan kontrasepsi karena sebagai salah satu cara
untuk menjaga kesehatan wanita dan juga dapat meningkatkan motivasi wanita untuk menghindari kehamilan
berikutnya. Masa ovulasi dapat terjadi secepatnya pada umur 25 hari postpartum pada wanita yang tidak
menyusui, yang menjadi alasan kuat buat wanita untuk menggunakan kontrasepsi secepat mungkin.
Meskipun demikian, keamanan pengggunaan kontrasepsi postpartum tetap juga harus dipertimbangkan.
Perubahan hematologi secara normal akan terjadi selama kehamilan, termasuk peningkatan faktor koagulasi dan
fibrinogen dan penurunan bahan antikoagulan alami, yang menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli vena
(TEV) selama masa postpartum. Selain itu, banyak wanita postpartum memiliki faktor resiko tambahan yang
meningkatkan resiko tromboemboli, misalnya umur ≥ 35 tahun, merokok, atau melahirkan secara caesar.
Hal-hal tersebut merupakan perhatian utama yang harus dipertimbangkan dalam penentuan penggunaan
kontrasepsi oleh karena kontrasepsi hormonal kombinasi (estrogen dan progestin) itu sendiri memiliki efek
samping yang bisa meningkatkan resiko tromboemboli pada wanita usia produktif.
Publikasi kriteria penggunaan kontrasepsi (US MEC) dilakukan pertama kali pada tahun 2010 oleh CDC
Amerika Serikat. Laporan ini diadaptasi dari Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use yang
dipublikasikan oleh WHO, yang disebarluaskan secara global sebagai pedoman penggunaan kontrasepsi
berdasarkan evidence sejak tahun 1996. Meskipun demikian pedoman yang dibuat oleh CDC ini mengadaptasi
sejumlah kecil rekomendasi WHO dan ditambahkan beberapa rekomendasi baru untuk tenaga medis di Amerika
Serikat. Namun, umumnya rekomendasi antara pedoman WHO dan US MEC adalah sama. Rekomendasi yang
diperoleh menggunakan kategori 1-4. Rekomendasi ini berdasarkan pada pertimbangan keuntungan dan
kerugian signifikan dari keamanan penggunaan kontrasepsi itu sendiri bagi wanita dengan keadaan atau
karakteristik kesehatan tertentu. Kategori 1 mewakili kelompok pasien yang bisa menggunakan kontrasepsi tanpa
adanya pembatasan sedangkan kategori 4 merupakan kelompok yang sama sekali tidak bisa menggunakan alat
kontrasepsi apapun (Tabel1). CDC merevisi pedoman penggunaan kontrasepsi ini untuk menjamin bahwa
rekomendasi tersebut berdasarkan pada bukti scientific terbaik yang tersedia berupa indentifikasi bukti baru atau
berdasarkan pada update evidence-based yang dibuat sesuai dengan pedoman WHO.
Tabel 1.
tempel dan cincin vagina, selama masa post partum pada ibu yang tidak menyusui.
i. Dengan faktor resiko TEV resiko TEV lainnya, faktor resiko ini
42 hari 1
Keterangan:
TEV= Tromboemboli vena ; KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi; IMT = Indeks Massa Tubuh
*Kategori: 1= kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi
dimana keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan yang ditemukan, 3 =
kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 =
Di tahun 2010, berdasarkan bukti-bukti terbaru, WHO merevisi panduan penggunaan kontrasepsi
hormonal kombinasi (KHK) yang aman pada wanita postpartum yang tidak menyusui, dimana tidak boleh
menggunakan kontrasepsi ini sampai masa 42 hari pertama postpartum, utamanya wanita-wanita yang dengan
faktor resiko TEV. Sedangkan untuk wanita yang menyusui tidak mengalami perubahan. Oleh karena adanya
revisi yang dilakukan oleh WHO ini, CDC memulai proses penilaian apakah pedoman ini juga harus mengalami
pembaruan. Sebelum proses tersebut, US MEC merekomendasikan bahwa wanita yang melahirkan kurang dari
21 hari umumnya tidak harus menggunakan KHK, nanti setelah waktu tersebut, KHK dapat digunakan tanpa
adanya pembatasan.
Berdasarkan dari review sistematik yang telah dilakukan oleh WHO dan CDC yang telah digunakan
sebagai konsultasi revisi panduan WHO, didapatkan bukti dari 13 penelitian menunjukkan resiko TEV pada
wanita dalam 42 hari pertama masa postpartum adalah sebesar 22-84 kali lebih banyak dibanding wanita usia
subur yang tidak hamil dan tidak dalam masa setelah melahirkan. Resiko ini paling tinggi ditemukan pada masa
setelah baru saja melahirkan, menurun secara cepat setelah 21 hari pertama, namun tidak kembali ke kondisi
normal sampai masa 42 hari postpartum. Penggunaan KHK dapat meningkatkan resiko TEV pada wanita usia
subur yang secara teoritis dapat menjadi resiko tambahan untuk wanita yang menggunakannya pada masa
postpartum. Namun, tidak terdapat bukti yang ditemukan mengenai hal tersebut. Bukti-bukti ini hanya terbatas
pada penelitian yang berkaitan dengan interval waktu postpartum yang bisa menimbulkan TEV dan resiko TEV
pada populasi tertentu yang dibandingkan dengan resiko TEV wanita postpartum. Bukti ini juga diperiksa pada
wanita produktif yang baru melahirkan dan tidak menyusui, dimana menunjukkan bahwa masa ovulasi tercepat
dapat terjadi pada hari ke-25 postpartum, namun ovulasi subur kemungkinan tidak akan terjadi sampai paling
Sebagai bagian dalam penilaian ini, CDC mengambil 13 orang dari agensi luar untuk melayani tim
reviewer khusus yang merevisi rekomendasi WHO; mereka diseleksi berdasarkan keahlian mereka dalam
penyakit tromboemboli, hematologi, dan “family planning”. Reviewer diminta untuk berpartisipasi dalam
telekonferensi dengan CDC pada Januari 2011, selama telekonferensi berjalan, mereka mereview semua evidence
based dan menentukan apakah revisi pedoman penggunaan kontrasepsi yang dibuat WHO cocok digunakan di
Negara Amerika Serikat. Kunci persoalan yang perlu diingat bahwa penggunaan KHK yang terlalu cepat pada
masa postpartum memiliki resiko yang cukup tinggi untuk TEV tanpa adanya keuntungan dalam pencegahan
kehamilan karena sebagian besar wanita yang tidak menyusui tidak akan mengalami ovulasi paling tidak setelah
42 hari setelah melahirkan. Kemudian, harus diingat kembali bahwa wanita dengan resiko TEV yang tinggi
(contohnya: wanita dengan obesitas atau yang baru saja melahirkan secara Caesar) penggunaan KHK secara
teoritis dapat meningkatkan resiko TEV. Itulah sebabnya, penggunaan metode kontrasepsi harus memperhatikan
kategori wanita tersebut ( berdasarkan grupnya ). Meskipun demikian, tidak seperti metode lainnya yang harus
mengunjungi dokter ( implants atau IUD ), KHK dapat dimulai oleh wanita itu sendiri sesuai dengan waktu yang
direncanakan berdasarkan pada resep obat yang telah diberikan sebelumnya (saat proses persalinan terjadi di
rumah sakit).
CDC telah merekomendasikan revisi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) yang aman
pada wanita postpartum yang tidak menyusui (tabel 1). Pada wanita yang melahirkan < 21 hari, tidak dibolehkan
menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi apapun oleh karena resiko kesehatan pada masa ini (Kategori 4).
Pada wanita yang telah melahirkan antara 21-42 hari dan memiliki resiko tambahan TEV, resiko penggunaan
KHK lebih banyak dari keuntungannya dan oleh karena itu, KHK tidak boleh digunakan (Kategori 3) ; namun,
jika tidak ada resiko TEV tambahan, keuntungan penggunaan KHK lebih banyak dibandingkan resikonya,KHK
dapat digunakan (Kategori 2). Pada wanita yang melahirkan > 42 hari, tidak ada pembatasan penggunaan KHK
oleh karena resiko TEV yang semakin berkurang (Kategori 1). Meskipun demikian, keadaan medis lainnya dapat
diambil sebagai pertimbangan dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan.
Rekomendasi pengunaan kontrasepsi untuk wanita menyusui tidak mengalami perubahan. Rekomendasi
ini dibuat berdasarkan bukti yang mengacu pada efek negatif yang dapat ditimbulkan dari penggunaan kontrasepsi
hormonal pada ibu menyusui, misalnya meningkatnya waktu untuk menyusui dan meningkatkan jumlah
suplemen makanan tambahan. Pada wanita yang menyusui dan melahirkan kurang dari 1 bulan, kontrasepsi
hormonal kombinasi dimasukkan dalam kategori 3 karena perhatian terhadap efek estrogen pada masa menyusui.
Setelah 1 bulan, kontrasepsi hormonal kombinasi dimasukkan dalam kategori 2 untuk ibu menyusui.
Meskipun demikian, beberapa revisi rekomendasi berdasarkan pada resiko TEV telah menggantikan ketentuan
penggunaan kontrasepsi untuk kriteria ibu yang menyusui. Contohnya : kontrasepsi hormonal kombinasi
diklasifikasikan dalam kategori 4 untuk semua ibu postpartum, termasuk ibu menyusui yang melahirkan < 21 hari.
Tabel 2.
tempel, cincin vagina, selama masa post-partum pada ibu yang menyusui
Keterangan:
TEV = Tromboemboli vena; KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi; IMT = Indeks Massa Tubuh
*Kategori: 1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi
dimanakeuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan yang ditemukan, 3 =
kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 =
†Rekomendasi untuk ibu menyusui dibagi sesuai bulan berdasarkan US MEC, 2010. Rekomendasi ini
Dalam penilaian kesehatan resiko seorang wanita harus mempertimbangkan karakteristik serta kondisi
medis yang dimiliki wanita tersebut. Untuk wanita postpartum, pemeriksaan ini meliputi penelusuran resiko TEV,
misalnya mutasi trombogenik (kategori 4) atau riwayat TEVdengan faktor resiko rekurensi (kategori 4), yang
keduanya merupakan resiko yang membatasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, baik pada wanita
Rekomendasi penggunaan kontrasepsi lainnya, termasuk kontrasepsi hormonal progestin tunggal, tidak ada
perubahan dan terdapat banyak pilihan kontrasepsi lainnya yang baik untuk wanita postpartum (tabel 3). Metode
kontrasepsi tunggal (progestin), yang dalam bentuk pil, injeksi depot medroxy progesterone asetat, dan implant,
cukup aman untuk wanita postpartum,termasuk wanita yang menyusui, dan dapat dimulai sesegera mungkin
setelah melahirkan (kategori 1 dan 2). AKDR, yang dalam bentuk levonorgestrel dan copper-bearing, juga dapat
diinsersi selama masa postpartum, sesegera mungkin setelah persalinan (kategori 1 dan 2) dan tidak memiliki
komplikasi. Namun, laju ekspulsi AKDR lebih tinggi ketika insersi dilakukan dalam 28 hari setelah persalinan,
dimana lajunya akan menetap sampai masa 6 bulan postpartum sehingga hal ini mengharuskan adanya
penundaan penggunaan jenis kontrasepsi ini. Kondom dapat digunakan kapan saja (kategori 1), dan cincin vagina
dapat dimulai pada saat 6 minggu setelah persalinan (kategori 1 setelah 6 minggu). Selain itu, wanita yang telah
memiliki jumlah anak yang cukup dapat dipertimbangkan tindakan sterilisasi. Kontrasepsi setelah persalinan
cukup penting untuk menjaga kesehatan ibu dan anak, dan edukasi yang diberikan berfokus pada pilihan
kontrasespsinya serta tingkat keamanan dalam pemakaian metode ini selama masa postpartum.
Tabel 3.
KOK = Kontrasepsi Oral Kombinasi; P = Kombinasi Hormonal Tempel; R = Kombinasi Cincin Vagina;
PHP = Pil Hormon Progestin; DMPA = Depot medroxy progesteron Asetat; AKDR = Alat Kontrasepsi Dalam
KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi; IMT = Indeks Massa Tubuh (Berat [kg]/ tinggi [m2]).
Kategori:
1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 = kondisi dimana keuntungan
penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis dan yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko
penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak
Klarifikasi:
Untuk wanita dengan faktor resiko TEV, kategoriakan meningkat menuju klasifikasi “4”; contohnya,
merokok, Trombosis Vena Dalam, yang diketahui sebagai mutasi thrombogenik dan kardiomiopati peripartum.
Rekomendasi untuk ibu menyusui dibagi sesuai bulan berdasarkan US MEC, 2010. Rekomendasi ini dibagi
2. CERVICAL CAP
Merupakan kontrasepsi wanita, terbuat dari bahan
latex, yang dimasukkan ke dalam liang kemaluan dan
menutupi leher rahim (serviks). Efek sedotan
menyebabkan cap tetap nempel di leher rahim.
Cervical cap berfungsi sebagai barier (penghalang)
agar sperma tidak masuk ke dalam rahim sehingga
tidak terjadi kehamilan. Setelah berhubungan (ML)
cap tidak boleh dibuka minimal selama 8 jam. Agar
efektif, cap biasanya di campur pemakaiannya dengan
jeli spermisidal (pembunuh sperma).
3. SUNTIK
Suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3 bulan
sekali. Suntikan kontrasepsi mengandung hormon
progestogen yang menyerupai hormon progesterone
yang diproduksi oleh wanita selama 2 minggu pada
setiap awal siklus menstruasi. Hormon tersebut
mencegah wanita untuk melepaskan sel telur sehingga
memberikan efek kontrasepsi. Banyak klinik kesehatan
yang menyarankan penggunaan kondom pada minggu
pertama saat suntik kontrasepsi. Sekitar 3 dari 100
orang yang menggunakan kontrasepsi suntik dapat
mengalami kehamilan pada tahun pertama
pemakaiannya.
4. KONTRASEPSI DARURAT IUD
Alat kontrasepsi intrauterine device (IUD) dinilai
efektif 100% untuk kontrasepsi darurat. Hal itu
tergambar dalam sebuah studi yang melibatkan sekitar
2.000 wanita China yang memakai alat ini 5 hari
setelah melakukan hubungan intim tanpa pelindung.
Alat yang disebut Copper T380A, atau Copper T -
bahkan terus efektif dalam mencegah kehamilan
setahun setelah alat ini ditanamkan dalam rahim.
5. IMPLAN
Implan atau susuk kontrasepsi merupakan alat
kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang
sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat hormon
progestogen, implan ini kemudian dimasukkan ke
dalam kulit di bagian lengan atas. Hormon tersebut
kemudian akan dilepaskan secara perlahan dan implan
ini dapat efektif sebagai alat kontrasepsi selama 3
tahun. Sama seperti pada kontrasepsi suntik, maka
disarankan penggunaan kondom untuk minggu
pertama sejak pemasangan implan kontrasepsi
tersebut.
6. Metode Amenorea Laktasi (MAL)
Lactational Amenorrhea Method (LAM) adalah
metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya
hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan
dan minuman lainnya. Metode Amenorea Laktasi
(MAL) atau Lactational Amenorrhea Method (LAM)
dapat dikatakan sebagai metode keluarga berencana
alamiah (KBA) atau natural family planning, apabila
tidak dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.
12. KONDOM
Kondom merupakan jenis kontrasepsi penghalang
mekanik. Kondom mencegah kehamilan dan infeksi
penyakit kelamin dengan cara menghentikan sperma
untuk masuk ke dalam vagina. Kondom pria dapat
terbuat dari bahan latex (karet), polyurethane (plastik),
sedangkan kondom wanita terbuat dari polyurethane.
Pasangan yang mempunyai alergi terhadap latex dapat
menggunakan kondom yang terbuat dari polyurethane.
Efektivitas kondom pria antara 85-98 % sedangkan
efektivitas kondom wanita antara 79-95 %. Harap
diperhatikan bahwa kondom pria dan wanita sebaiknya
jangan digunakan secara bersamaan.
penting dilihat dari urgensi dan besarnya permasalahan. Dalam bidang kesehatan, misalnya,
penerapan program KB (keluarga berencana) dalam tiga puluh tahun terakhir membuktikan
penduduk.
Pada masa pemerintahan Soeharto, KB yang dilarang pada masa Soekarno justru dijadikan
dua dasawarsa penerapan KB di Indonesia, tingkat fertilitas turun total dari 5,5 menjadi 3
kelahiran per perempuan, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28 kelahiran
per 1000 . Hal ini dicatat sebagai keberhasilan Indonesia dalam menangani masalah
Angka- angka demografi di atas sejalan dengan kebijakan penduduk yang berorientasi
target. Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan yang tidak terwakili dalam angka-
1. Pengabaian hubungan gender KB berasumsi bahwa hasrat seks laki-laki selalu aktif dan harus
selalu dipenuhi perempuan, sedang perempuan sendiri dilihat sebagai penghasil anak yang
Tidak lengkapnya informasi yang tersedia mengakibatkan pilihan hanya terbatas pada beberapa
metoda seperti IUD dan metoda hormonal. Cara seperti ini merupakan intervensi panjang
terhadap alat reproduksi perempuan (selama beberapa tahun atau bulan) sedangkan perempuan
berpeluang untuk hamil hanya selama beberapa jam dalam setiap siklus haid. Beberapa resiko
kesehatan seperti tekanan darah tinggi, ketidakteraturan haid, pendarahan, sakit kepala, tidak
banyak dibicarakan di Indonesia dan negara berkembang lain, berbeda dengan keadaan di negara
dimasukkan dalam penyuluhan dan peralatan KB. Perempuan merupakan obyek utama program
Pil 31,4%
Suntik 30,9%
IUD 22,2%
Implant/Norplant 8,0%
Tubektomi 4,5%
Kondom 1,6%
Vasektomi 1,4%
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hanya 3% dari alat kontrasepsi yang ditujukan kepada laki-
3. Makin mahalnya harga alat kontrasepsi. Sejak munculnya krisis ekonomi tahun 1997, maka
harga alat kontrasepsi meningkat pesat. Hal ini mengakibatkan banyaknya ibu hamil yang
melakukan cara-cara yang beresiko tinggi untuk menggagalkan kehamilannya seperti : aborsi,
4. Pendekatan target dan akibatnya. Pendekatan target mengakibatkan pemeriksaan medis yang
sembrono, informasi yang tidak memadai tentang efek samping cara kontrasepsi, pelayanan
kontrasepsi yang tidak memandang kebutuhan khusus perempuan, penolakan untuk mencabut
1. Peningkatan kondisi kesehatan perempuan dan peningkatan kesempatan kerja. Hal ini
dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan usia kawin dan melahirkan, sehingga resiko selama
kehamilan akan
menurun.
2. Pendekatan target pada program KB harus disertai dengan adanya tenaga dan peralatan medis
yang cukup. Hal ini untuk mencegah terjadinya malpraktek karena keinginan untuk mencapai
target.
3. Peningkatan partisipasi laki-laki dalam menurunkan angka kelahiran
Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki, karena
pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
4. Penyadaran akan kesetaraan dalam menentukan hubungan seksual dengan laki-laki. Penyadaran
bahwa perempuan berhak menolak berhubungan seksual dengan laki-laki, meskipun laki-laki
tersebut
suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan reproduksinya (misalnya laki-laki tersebut
mengidap HIV/AIDS)
5. Pencabutan sanksi sekolah terhadap remaja perempuan yang hamil di luar nikah. Remaja
6. Penyuluhan tentang jenis, guna, dan resiko penggunaan alat kontrasepsi. Baik alat kontrasepsi
modern maupun tradisional perlu diperkenalkan guna dan resikonya kepada perempuan. Dengan
demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang terbaik untuk dirinya.
7. Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan PMS (penyakit menular seksual) kepada perempuan.
Pengabaian hubungan gender mengakibatkan perempuan menjadi target utama dari kebijakan
dan kependudukan yang selama ini dilakukan pemerintah. Selama ini perempuan ditempatkan
hanya sebagai instrumen perantara dalam mencapai target kependudukan atau kesehatan yang
dicanangkan pemerintah tanpa memandang hak-hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Kebijakan
kesehatan yang menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan
memberikan kontribusi mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih
PENUTUP
A. Kesimpulan
indikasi metode kontrasepsi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar bioetik (KDB).
Dilihat dari aspek etika, agama, dan hukum, penggunaan kontrasepsi sebetulnya diperbolehkan,
B. Saran
1. Pilihlah metode KB yang sesuai. konsultasikan dengan tenaga kesehatan tentang bagaimana
cara penggunaan, kemungkinan efek samping serta keefektifan metode KB yang dipilih. Pasien
2. Sarankan dengan pasangan anda, metode KB yang manakah yang paling sesuai dan nyaman
bagi pasangan.
3. Waspadai efek samping yang mungkin akan timbul. Seperti siklus menstruasi tidak teratur,
4. Patuhi penggunaan KB. Misalnya, Pada KB oral pil KB harus diminum setiap hari sesuai
jadwal, jika lupa meminum satu kali maka siklus pil KB harus diulangi dari awal.
yang digunakan maka perlu juga dikomperasikan dengan metoda KB alami yaitu dengan
memperhatikan waktu-waktu kesuburan seorang wanita. Pada siklus menstruasi normal (28-35
hari), masa subur dimulai dari hari ke tujuh setelah menstruasi berakhir. Masa subur ditandai
dengan kenaikan suhu basal sebesar 10C, kenaikan libido dan meningkatnya sekresi cairan
vagina.
7. Jika hubungan seksual tanpa pelindung terlanjur dilakukan, atau penggunaan kondom
mengalami kegagalan, kontrasepsi darurat(Morning after pill) dapat dipilih, tetapi harus
8. Adanya kemungkinan untuk terjadinya kehamilan masih dapat terjadi walaupun sudah
9. Segera hubungi dokter atau apoteker jika metode kontrasepsi mengalami kegagalan atau timbul