Uas Praktik Kebidanan - Melia Rahma Desi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 7

Mata kuliah : Praktek Kebidanan

Oleh : Melia Rahma Desi


Nim : 221015201041
Dosen penganmpu : Ratna Dewi, S.ST, M.Biomed

1. Sistem rujukan adalah suatu sistem penyelenggaraan kesehatan yang melaksanakan


pelimpahan tanggung jawab yang timbal balik terhadap satu kasus penyakit atau
masalah kesehatan secara vertikal dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang
kepada unit yang lebih mampua atau secara horizontal dalam arti unit-unit yang
setingkat kemampuannya.
Menurut saya sistem rujukan di indonesia khususnya rujukan eksternal sudah
mempermudah akses pelayanan, apalagi dengan beberapa kali perubahan akhirnya
menerapkan sistem rujukan berjenjang. Dengan sistem rujukan berjenjang tersebut
pasien tidak hanya tertumpu dibeberapa rumah sakit sehingga dokter dan tenaga medis
di rumah sakit tertentu tidak kewalahan, begitu juga dengan antrian yang tidak
memanjang sehingga pelayanan lebih optimal. Begitupan dengan pelimpahan tugas
secara timbal balik pasien hanya dapat berobat sesuai dengan indikasi medis. Sehingga
penyakit dengan kategori ringan dapat diobati di fasilitas tingkat pertama. Jika sistem ini
tidak diterapkan tentu saja kunjungan pasien di rumah sakit akan membludak.
Apalagi di era digitalisasi sekarang dihadirkannya SISRUTE yang fokusnya pelayanan
menjadi tepat waktu dan tepat guna. Dengan hadirnya SISRUTE sekarang pasien
sebelum sampai di tempat rujukan sudah dipastikan mendapatkan pelayanan yang
dibutuhkan baik alat dan fasilitas maupun tenaga ahlinya. Menurut saya sudah bagus
pasien sudah dipastikan mendapatkan pelayanan yang dibutuhkan. Namun dalam
pelaksanaan perlu di evaluasi lagi sebagai tenaga yang bertugas di faskes tingkat
pertama sering kewalahan menunggu RS yang merespon dan menerima pasien sehingga
waktu untuk proses rujukan dan keadaan pasien semakin memburuk. Sehingga
keterlambatan dalam proses rujukan. khususnya dengan kasus kewatdarutan untuk
beberapa RS yang saya ketahui memiliki kebijakan tersendiri khusus dengan pasien
obstetri dan anak bisa diantar langsung tanpa melalui sisrute. Alangkah baiknya di RS
lainnya bisa diterapkan juga. Sehingga keterlambatan dalam rujukan dapat dihindari
atauregulasi yang bisa mempermudah dalam proses rujukan.
Selain itu menurut saya perlu dilakukan sosialisai tentang rujukan ini banyak
masyarakat yang tidak memahami dan sering komplain karena tidak paham alur
rujukan.
2. Avidance based analgetik non farmakologi
Analgetik non farmakologi adalah pengurangan rasa nyeri selain mengkonsumsi obat.
Dengan manfaat meningkatkan efektifitas obat, mengurangi efek samping, serta
memulihkan keadaan pembuluh darah dan jantung. Berdasarkan penelitian ada altenatif
lain yang dapat mengurangi nyeri tanpa obat seperti terapi alternatif dan komplementer.
1) Terapi Massage
Penelitian yang dilakukan oleh Fatmala & Astuti (2017) mendapatkan hasil rata rata
intensitas nyeri persalinan dengan diberikan pijat punggung mengalami penurunan
dari 6,13sebelum dilakukan intervensi dan 4,56 sesudah diberikan intervensi. Selain
pijat punggung, Dehcheshmeh & Rafiei(2015) menggunakan Hokupointice massage
selama 20 menit juga dapat menurunkan nyeri dengan hasil rerata skala nyeri pada
kelompok perlakuansaat pembukaan 4, 6, dan 8 cm sebesar 4,70; 6,23; 7,25 dan pada
kelompok kontrol saa tpembukaan 4, 6, dan 8 sebesar 6,48; 8,16;8,53.
Pijat merangsang tubuh untuk melepaskan endorfin, yang merupakan bahan
penghilang rasa sakit alami dan merangsang produksi hormon oksitosin, menurunkan
hormon stres, dan rangsangan neurologis (Chauhan, Rani, & Bansal, 2016). Terapi
pijat mempengaruhi permukaan kulit, jaringan lunak, otot, tendon, ligamen, dan fasia
secara manual. Pelepasan endorphin, mengendalikan nerve gate dan menstimulasi
saraf simpatis, sehingga dapat menimbulkan perasaan tenang, pengurangan intensitas
nyeri, dan relaksasi otot (Kimber, McNabb, Mc Court,Haines, Brocklehurst, 2008).
2) Terapi Musik
Teori gate control merupakan teori yang mendasari mendengarkan musik dapat
menurunkan nyeri. Musik mempengaruhi sistem limbik sebagai pusat pengatur emosi.
Sinyal yang diterima oleh korteks limbik melalui pendengaran kemudian dilanjutkan
ke hipokampus dan hipotalamus. Di hipotalamus yang merupakan pengaturan
sebagian fungsi vegetatif dan fungsi endokrin seperti aspek perilaku emosional, jaras
pendengaran diteruskan ke formatio retikularis sebagai penyalur impuls menuju serat
saraf otonom. Serat tersebut mempunyai dua sistem saraf, yaitu sistem saraf simpatis
dan sistem saraf parasimpatis. Kedua sistem saraf tersebut mempengaruhi kontraksi
dan relaksasi organ-organ, sehingga melalui persarafan tersebut musik dapat
memberikan ketenangan (Tamsuri, 2007;Pedak, 2009; Ranggakayo, 2012).
Murotal sebagai bacaan AL-Qur‟an yang dilantunkan dengan tempo lambat, lembut,
dan penuh penghayatan mengandung aspek spiritualitas yang dapat membantu
seseorang mengingat Tuhan, sehingga menimbulkan rasa keimanan, kecintaan, dan
kedekatan seseorang dengan Tuhan. Perasaantersebut dapat membangkitkan semangat
dalam mengembangkan koping yang positif dalam menghadapi nyeri (Qadri,2003).
Koping diperlukan sebagai antisipasi dalam menghadapi kecemasan dan stress akibat
nyeri.
3) Aromatherapi
Penelitian Hamdamian, Nazarpour, Simbar, Hajian, Mojab, & Talebi (2018)
menghasilkan rata-rata intensitas nyeri setelah diakukan pemberian aromaterapi Rosa
damascena mengalami penurunan dengan rata-rata 3,25 pada responden dengan
pembukaan 4-5 cm, 5,11 pada pembukaan 6-7, dan 6,69 pada pembukaan 8-10 cm
dibandingkan dengan yang diberikan normal saline dengan ratarata intensitas nyeri
pada pembukaan 4-5 cm sebesar 6,36, pada pembukaan 6-7 cm sebesar 8,42, dan pada
pembukaan 8-10cm sebesar 9,78. Molekul-molekul aromaterapi yang telah dihirup
dapat diserap dengan cepat melalui sistem pernapasan yang kemudian masuk ke aliran
darah.
Aroma yang keluar tersebut merangsang sistim limbik untuk melepaskan neurokimia
otak, sehingga dapat membantu mengurangi rasa sakit dan menimbulkan efek tenang.
Aromaterapi lavender memberikan efek tenang, bersifat antiseptik serta analgetik
karena kandungan lavender yang utama adalah linalool dan linalyl acetate.
Kandungan linalool dan linalyl acetate inilah yang merangsang parasimpatik dan
memiliki efek narkotik dan linalool bertindak sebagai obat penenang (Koulivand,
Khaleghi, dan Gorji, 2013).
4) Kompres hangat
Efektifitas terapi kompres hangat ini berkaitan dengan mekanisme panas yang dapat
merangsang pelepasan hormon endorphin, sehingga timbul respon perasaan nyaman
dan penurunan rasa nyeri. Selain itu, kompres hangat mampu menurunkan nyeri
karena efek fisiologisnya yangdapatmemvasodilatasi pembuluh darah dan
meningkatkan aliran darah, sehingga memperlancar sirkulasi oksigenisasi mencegah
terjadinya spasme otot, membuat otot rileks, dan menurunkan rasa nyeri (Potter, dkk,
2010; Berman, 2009). Efek hangat yang ditimbulkanjuga dapat merangsang serat
saraf yang akan menutup penyebab nyeri, sehingga impuls nyeri ke medulla spinalis
dan otak akan dihambat (Potter & Perry, 2010). Kompres hangat pada ibu bersalin
bekerja untuk mempertahankan komponen pembuluh darah dalam keadaan
vasodilatasi, sehingga sirkulasi darah ke otot panggul mengalami homeostasis, maka
nyeri akan berkurang dan ibu merasa nyaman (Manurung, 2011).
5) Latihan Nafas (BreathingExercise)
Pelaksanaan teknik bernafas yang tepat saat persalinan kala II akan memfasilitasi
kontrol nyeri sebagai metode yang efektif untuk mengurangi tekanan yang mendesak
pada perineum sekaligus mengurangi keinginan ibu untuk mengejan sebelum
waktunya. Ketika Ibu melakukan teknik nafas yang tepat akan memicu pergerakan
janin. Selanjutnya kepala janin akan mendorong dan melebarkan otot-otot uterus
sehingga timbul kontraksi yang kuat. Pada saat kontraksi tersebut ibu melakukan
nafas dalam dan gerakan mendorong (mengejan). Pada kondisi ini otot uterus juga
akan berkontraksi sehingga terbentuk mekanisme pengalihan untuk mengurangi nyeri
persalinan yang dirasakan ibu. Sejalan dengan mekanisme tersebut, Yuksel, Cayir,
Kosan, & Tastan (2017) juga menyatakan bahwa teknik pernafasan yang tepat pada
saat persalinan sangat efektif memfasilitasi pergerakan turun janin sehingga dapat
mengurangi durasi kala II persalinan.
6) Latihan Birthball
Latihan birthball dilakukan selama 30 menit dengan frekuensi 2 kali atau total selama
60 menit, pertama-tama ibu diminta duduk di bola. Setelah posisi lengan tangan
“rested extending to their sides”, ibu diminta memulai “rock their hips back and forth”
atau melingkar dalam suatu lingkaran (Taavoni,Sheikhan, Abdolahian, & Ghavi,
2016; Kurniawati, Dasuki,&Kartini, 2016). Latihan birthball posisi upright
(berdiri,berjalan, berjongkok) sangat membantu ibu untuk mengurangi nyeri pada
awal fase persalinan. Posisi seperti ini akan mengurangi respon nyeri pada area
lumbar dengan berkurangnya tekanan pada saraf di sendi iliosakral dan sekitarnya.
Maka dari itu, ibu bersalin dengan posisi ini pada umumnya hanya memerlukan
sedikit narkose atau analgesik epidural dibandingkan posisi supine saat bersalin
(Taavoni, Sheikhan, Abdolahian, dan Ghavi, 2016). Namun, terdapat faktor lain yang
dapat mempengaruhi penurunan intensitas nyeri persalinan, yaitu kecemasan dan
dukungan suami/keluarga terdekat (Kurniawati,Dasuki, & Kartini, 2016).

3. Manajemen dan prisnip dalam pemberian obat?

a. Benar Pasien
Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien dan meminta
klien menyebutkan namanya sendiri. Sebelum obat diberikan, identitas pasien harus
diperiksa (papan identitas di tempat tidur, gelang identitas) atau ditanyakan langsung
kepada pasien atau keluarganya.
Jika pasien tidak sanggup merespon secara verbal, respon non verbal dapat dipakai,
misalnya pasien mengangguk. Jika pasien tidak sanggup mengidentifikasi diri akibat
gangguan mental atau kesadaran, harus dicari cara identifikasi yang lain seperti
menanyakan langsung kepada keluarganya.
Bayi harus selalu diidentifikasi dari gelang identitasnya.Jadi terkait dengan klien yang
benar, memiliki implikasi keperawatan diantaranya mencakup memastikan klien
dengan memeriksa gelang identifikasi dan membedakan dua klien dengan nama yang
sama.
b. Benar Obat
Obat memiliki nama dagang dan nama generik. Setiap obat dengan nama dagang
yang kita asing (baru kita dengar namanya) harus diperiksa nama generiknya, bila
perlu hubungi apoteker untuk menanyakan nama generiknya atau kandungan obat.
Baca Label Obat 3 Kali Untuk menghindari kesalahan, sebelum memberi obat kepada
pasien, label obat harus dibaca tiga kali:
1. Pada saat melihat botol atau kemasan obat
2. Sebelum menuang/ mengisap obat dan
3. Setelah menuang/mengisap obat.
Jika labelnya tidak terbaca, isinya tidak boleh dipakai dan harus dikembalikan ke
bagian farmasi.
Bidan harus ingat bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir
sama dan ejaannya mirip, misalnya digoksin dan digitoksin, quinidin dan quinine,
Demerol dan dikumarol, dst.

Implikasinya adalah pertama, periksa apakah perintah pengobatan lengkap dan sah.
Jika perintah tidak lengkap atau tidak sah, beritahu perawat atau dokter yang
bertanggung jawab. Kedua, ketahui alasan mengapa pasien mendapat terapi tersebut
dan terakhir lihat label minimal 3 kali.
c. Benar Dosis
Sebelum memberi obat, perawat harus memeriksa dosisnya. Jika ragu, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter yang menulis resep atau apoteker, sebelum dilanjutkan
ke pasien. Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar
pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung
kembali dan diperiksa oleh perawat lain. Jika pasien meragukan dosisnya perawat
harus memeriksanya lagi.
Ada beberapa obat baik ampul maupun tablet memiliki dosis yang berbeda tiap ampul
atau tabletnya. Misalnya dapat dilihat pada gambar dibawah, Diazepam Tablet,
dosisnya berapa? Ini penting !! karena 1 tablet amlodipin dosisnya ada 5 mg, ada juga
10 mg. Jadi anda harus tetap hati tetap hati-hati dan teliti.
d. Benar Rute
Obat dapat diberikan melalui sejumlah rute yang berbeda. Faktor yang menentukan
pemberian rute terbaik ditentukan oleh keadaan umum pasien, kecepatan respon yang
diinginkan, sifat kimiawi dan fisik obat, serta tempat kerja yang diinginkan. Obat
dapat diberikan melalui oral, sublingual, parenteral, topikal, rektal, inhalasi.
a. Oral
Adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman. Obat dapat juga diabsorpsi melalui rongga mulut
(sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.
Beberapa jenis obat dapat mengakibatkan iritasi lambung dan menyebabkan muntah
(misalnya garam besi dan salisilat). Untuk mencegah hal ini, obat dipersiapkan dalam
bentuk kapsul yang diharapkan tetap utuh dalam suasana asam di lambung, tetapi
menjadi hancur pada suasana netral atau basa di usus. Dalam memberikan obat jenis
ini, bungkus kapsul tidak boleh dibuka, obat tidak boleh dikunyah dan pasien
diberitahu untuk tidak minum antasida atau susu sekurang-kurangnya satu jam setelah
minum obat.
b. Parenteral
Kata ini berasal dari bahasa Yunani, para berarti disamping, enteron berarti usus, jadi
parenteral berarti diluar usus atau tidak melalui saluran cerna. Obat dapat diberikan
melalui intracutan, subcutan, intramusculer dan intravena.
c. Topikal
Yaitu pemberian obat melalui kulit atau membran mukosa. Misalnya salep, losion,
krim, spray, tetes mata.
d. Rektal
Obat dapat diberi melalui rute rektal berupa enema atau supositoria yang akan
mencair pada suhu badan. Pemberian rektal dilakukan untuk memperoleh efek lokal
seperti konstipasi (dulcolax supp), hemoroid (anusol), pasien yang tidak sadar/kejang
(stesolid supp).
Pemberian obat melalui rektal memiliki efek yang lebih cepat dibandingkan
pemberian obat dalam bentuk oral, namun sayangnya tidak semua obat disediakan
dalam bentuk supositoria.
e. Inhalasi
Yaitu pemberian obat melalui saluran pernafasan. Saluran nafas memiliki epitel untuk
absorpsi yang sangat luas, dengan demikian berguna untuk pemberian obat secara
lokal pada salurannya, misalnya salbutamol (ventolin), combivent, berotek untuk
asma, atau dalam keadaan darurat misalnya terapi oksigen.
e. Benar Waktu
Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis
obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d (dua kali sehari),
t.i.d (tiga kali sehari), q.i.d (empat kali sehari), atau q6h (setiap 6 jam), sehingga kadar
obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat mempunyai waktu paruh (t ½) yang
panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu paruh pendek
diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu. Beberapa obat
diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan pada saat makan atau bersama
makanan (Kee and Hayes, 1996).

Jika obat harus diminum sebelum makan, untuk memperoleh kadar yang diperlukan,
harus diberikan satu jam sebelum makan. Ingat dalam pemberian antibiotik yang tidak
boleh diberikan bersama susu/produk susu karena kandungan kalsium dalam
susu/produk susu dapat membentuk senyawa kompleks dengan molekul obat sebelum
obat tersebut diserap. Ada obat yang harus diminum setelah makan, untuk
menghindari iritasi yang berlebihan pada lambung misalnya asam mefenamat.

Pemberian obat harus benar dengan waktu yang diprogramkan


 Pemberian obat harus sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
 Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari. Misalnya
seperti dua kali sehari, tiga kali sehari, empat kali sehari dan 6 kali sehari
sehingga kadar obat dalam plasma tubuh dapat diperkirakan
 Pemberian obat harus sesuai dengan waktu paruh obat (t ½ ). Obat yang
mempunyai waktu paruh panjang diberikan sekali sehari dan untuk obat yang
memiliki waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang
waktu tertentu
 Pemberian obat juga memperhatikan diberikan sebelum atau sesudah makan
atau bersama makanan
 Memberikan obat-obat seperti kalium dan aspirin yang dapat mengiritasi
mukosa lambung sehingga diberikan bersama-sama dengan makanan
 Menjadi tanggung jawab perawat untuk memeriksa apakah klien telah
dijadwalkan untuk memeriksa diagnostik, seperti tes darah puasa yang
merupakan kontraindikasi pemeriksaan obat.
f. Benar informasi
Pasien harus mendapatkan informasi yang benar tentang obat yang akan diberikan
sehingga tidak ada lagi kesalahan dalam pemberian obat. Bidan mempunyai
tanggungjawab dalam melakukan pendidikan kesehatan pada pasien, keluarga dan
masyarakat luas.

Pendidikan kesehatan perihal medikasi klien


1) Manfaat obat secara umum
2) Penggunaan obat yang baik dan benar
3) Alasan terapi obat dan kesehatan yang menyeluruh
4) Hasil yang diharapkan setelah pemberian obat
5) Efek samping dan reaksi yang merugikan dari obat
6) Interaksi obat dengan obat dan obat dengan makanan
7) Perubahan-perubahan yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas
sehari- hari selama sakit
g. Benar dokumentasi
Sebagai suatu informasi yang tertulis, dokumentasi keperawatan merupakan media
komunikasi yang efektif antar profesi dalam suatu tim pelayanan kesehatan pasien.
Disamping itu dokumentasi keperawatan bertujuan untuk perencanaan perawatan
pasien sebagai indikator kualitas pelayanan kesehatan, sumber data untuk penelitian
bagi pengembangan ilmu keperawatan, sebagai bahan bukti pertanggungjawaban dan
pertanggunggugatan pelaksanaan asuhan keperawatan.

Dokumentasi merupakan suatu metode untuk mengkomunikasikan suatu informasi


yang berhubungan dengan manajemen pemeliharaan kesehatan, termasuk pemberian
obat-obatan. Dokumentasi merupakan tulisan dan pencatatan suatu kegiatan/aktivitas
tertentu secara sah/legal. Pendokumentasian asuhan keperawatan merupakan penulisan
dan pencatatan yang dilakukan oleh perawat tentang informasi kesehatan klien
termasuk data pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi
keperawatan (Carpenito, 1998)

Dalam hal terapi,setelah obat itu diberikan, harus didokumentasikan, dosis, rute, waktu
dan oleh siapa obat itu diberikan. Bila pasien menolak meminum obatnya atau obat itu
tidak dapat diminum, harus dicatat alasa

Anda mungkin juga menyukai