Arti Dan Makna Unsur Liturgi Di BNKP
Arti Dan Makna Unsur Liturgi Di BNKP
Arti Dan Makna Unsur Liturgi Di BNKP
1
Di dalam ibadah, nyanyian jemaat menduduki tempat yang penting. Dalam tata kebaktian hari Minggu BNKP, ada 7 kali
nyanyian jemaat di samping nyanyian yang mengiringi unsur liturgi lain, dan paduan suara atau Koor. Fungsi nyanyian jemaat
di sini adalah untuk memuji Allah, mengajak hati untuk mengucap syukur serta menyadari keberadaan Allah yang Maha
Agung. Nyanyian-nyanyian ini disesuaikan dengan Minggu-minggu tahun gerejawi, dan bagian atau rentetan unsur lainnya.
Nyanyian jemaat berfungsi untuk melayankan liturgi. Ada tiga hal secara historis yang melahirkan fungsi nyanyian jemaat di
dalam liturgi, yaitu: (1) Nyanyian jemaat merangkai unsur-unsur liturgi yang satu dengan yang lain, sehingga membentuk satu
perayaan liturgy. (2) Nyanyian jemaat mengandung fungsi dan peran simbolis. Ia mengungkapkan makna terdalam dari sikap
iman Gereja dan melaluinya dunia mengenal Gereja. (3) Melalui nyanyian jemaat semua yang hadir dipersatukan di dalam
Tubuh Kristus. Melalui nyanyian jemaat, umat mengekspresikan persekutuan orang beriman di hadapan Allah.
Melalui nyanyian ini juga jemaat diajak untuk mengungkapkan perasaan, jiwanya kepada Tuhan serta merasakan penyertaan
Tuhan dalam hidupnya. Nyanyian itu mengandung pesan, membangkitkan semangat yang bernyanyi kepada Tuhan, memberi
suasana sukacita untuk bertemu dengan Allah, mengingatkan hubungan kita kepada Allah dan menguatkan iman percaya kita
kepada Allah. Hakekat nyanyian adalah memuliakan Allah secara vertical dan horizontal.
Di dalam Buku Zinuno BNKP telah disusun nyanyian-nyanyian sesuai dengan Minggu-minggu gerejawi, peristiwa/kejadian,
puji-pujian sukacita, dukacita, orang meninggal dan akhir zaman. Buku nyanyian BNKP masih berkisar dari apa yang
dikumpulkan pada masa zending atau bisa dikatakan sebagai produk zending dan hasil karya Ono Niha pada waktu terjadinya
Gerakan Fangesa Dodo Sebua. Nyanyian inilah yang dipergunakan atau dilagukan dalam liturgi sesuai dengan nama Minggu-
minggu gerejawi.
2
Karena bukan doa, maka sebaiknya Liturgos berkata: Tahonogo Dododa Fona Lowalangi..... (jangan katakan mangandro ita...)
3
Pada beberapa gereja di Indonesia, termasuk HKBP bahwa setelah votum maka introitus disampaikan yaitu pembacaan
Alkitab sesuai dengan tahun gerejawi dan jemaat menyambutnya dengan menyanyikan ”haleluya, haleluya, haleluya”. Pada
Agendre BNKP tidak ada introitus dan Haleluya dinyanyikan setelah pembacaan Firman Tuhan. Introitus sesungguhnya adalah
prosesi atau perarakan masuk sebagaimana umat Israel melakukan perarakan menuju tanah perjanjian atau Gereja secara
ekumenis berarakan menuju Kristus, laksana bahtera berlayar menuju pelabuhan abadi. Di dalam liturgi prosesi biasanya
dilakukan dari pintu utama menuju altar dan mimbar. Dewasa ini beberapa jemaat tidak lagi mempraktekkanya sesuai dengan
pengertiannya tetapi sudah diganti dengan penyerahan Alkitab dan pembacaan Alkitab.
(4) Nyanyian Jemaat
Sesudah votum jemaat pun merespons dengan bernyanyi. Biasanya dipilih nyanyian syukur atau
nyanyian yang sesuai dengan tema mingguan (catatan: BNKP dan beberapa Gereja lain mengikuti
kalender ibadah yang tema-temanya merangkum sejarah keselamatan), dan sering juga nyanyian
yang menuntun kita pada pembacaan Firman Tuhan/Hukum Taurat.
(5) Pembacaan Firman Tuhan / Hukum Taurat
Dahulu, di BNKP pembacaan pertama itu adalah pembacaan Hukum Taurat atau pengganti Hukum
Taurat. Di sini umat diingatkan akan tanggung jawab orang percaya dalam hidup sehari-hari secara
vertikal maupun secara horizontal supaya seturut dengan kehendak Allah. Hukum
Taurat/Pengganti hukum taurat itu dibacakan sebagai “cermin” bagi umat yaitu bagaimana sikap
perilaku orang percaya kepada Tuhan dan kepada sesama manusia, sebagai wujud kasih kepada
Allah dan kepada sesama manusia, (Ul. 6: 3-9, Mat.22: 36-39).
Para ahli liturgi menjelaskan bahwa Dasa-firman mempunyai fungsi sebagai cermin, yang
menyatakan kepada kita “betapa besar dan betapa seringnya kita telah menjadikan Tuhan Allah
murka oleh dosa-dosa kita”. Oleh karena itu dasafirman ditempatkan sebelum Pengakuan Dosa –
Janji Pengampunan Dosa.
Oleh karena itu setiap beribadah umat diingatkan bagaimana sikap perilakunya: adakah sesuatu
yang sudah dilakukan yang berkenan kepada Allah? adakah pelanggaran-pelanggaran yang
diperbuat secara sadar atau tidak? Oleh karena itu pembacaan Hukum Taurat dalam ibadah
berfungsi untuk menjadi pemelihara dan cermin dalam kehidupan dihadapan Allah.
(6) Nyanyian Jemaat
Hukum Tuhan menyadarkan jemaat akan dosa-dosanya. Hukum mirip dengan cermin, dimana
manusia bisa melihat keberadaan dirinya. Sebab itu pembacaan hukum Tuhan dalam ibadah
Minggu dilanjutkan dengan nyanyian dan doa pengakuan dosa. Biasanya nyanyian sesudah hukum
adalah nyanyian yang menunjukkan pengakuan dan penyesalan dosa jemaat.
(7) Pengakuan dosa dan Pemberitaan Anugerah
Pengakuan dosa merupakan suatu bagian yang sangat penting dari kebaktian. Bila manusia datang
ke hadirat Allah, sesaat pun tidak dapat menunggu untuk mengatakan hal yang paling penting yaitu
bahwa manusia (baca: umat) adalah orang-orang berdosa. Manusia tidak dapat terus berjalan tanpa
dosanya diampuni oleh Tuhan Allah. Itulah sebabnya pengakuan dosa mendapat tempat yang
penting dalam kebaktian.
Hamba Tuhan (imam) atas nama jemaat menyampaikan doa pengakuan dosa dan permohonan
pengampunan dosa secara pribadi dan bersama-sama dengan jemaat. Pengakuan dosa di hadapan
Tuhan yang disampaikan imam yaitu kedosaan yang bersifat pribadi bersama-sama dengan
anggota jemaat yang diungkapkan di dalam ibadah di mana Tuhan hadir dalam ibadah.
Umat mengakui bahwa dia adalah orang-orang berdosa, dan dosa itu sebagai penghambat dalam
hubungan umat dengan Tuhan dan juga umat dengan sesamanya (bnd Yes.59: 1-6). Umat tidak
dapat berhubungan dengan Allah tanpa ada pengampunan dari Allah. Pengakuan sebagai orang
berdosa dan sekaligus pengakuan akan kasih karunia Allah yang memungkinkan umat memperoleh
kehidupan dan keselamatan (Ef.2: 4-9). Rumusan pengakuan dosa ini telah ada dalam Agendre
BNKP. Untuk mengukuhkan pengakuan dosa dan permohonan pengampunan, maka di BNKP
disambut dengan nyanyian jemaat, misalnya: “Na ubini’o horogu khoU Yesu....” atau “Di depan
mata Yesus.....” atau “Dari lembah sengsaraku, dll”.
Setelah pengakuan dosa dan nyanyian disusul dengan pemberitaan anugerah Allah tentang
pengampunan dosa yang diambil dari nas Alkitab, misalnya. Yes.54: 10, Yeh.33: 11a, Maz.103:
8,10,13, Yoh.3: 16). Sesuai dengan jabatan pelayan (sebagai imam) menyampaikan pengampunan
dosa yang sudah nyata di dalam Yesus Kristus. Dia yang mendamaikan diriNya dengan dunia atau
manusia berdosa dan jemaat menyambutnya dengan gloria: “Kemuliaan bagi Allah di tempat yang
Maha tinggi. ” Sambutan jemaat: “Dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan
kepadanya”.
Catatan: Dalam agendre BNKP, setelah nyanyian “dan damai sejahtera....”, masih dilanjutkan
dengan sapaan penyertaan Tuhan: “Ya faofao khomi Lowalangi” dan disambut dengan: “Yafao
khou Geheha-Nia”. Rumusan ini adalah “salam”, sehingga sebaiknya ditempatkan dalam
rangkaian votum. Dalam Liturgi yang sedang proses penyelesaikan akan mempertimbangkah hal
tersebut.
(8) Nyanyian Jemaat
Jemaat menyambut pengampunan itu dengan nyanyian syukur. Biasanya lagu-lagu yang dipilih
adalah benar-benar sukacita sebagai orang-orang yang sudah diampuni dosanya dan memperoleh
hidup baru.
(9) Pembacaan Firman Tuhan (Epistel)
Sebagai jemaat yang sudah diampuni dosa-dosanya maka jemaat harus menampakkan
pembaharuan dalam seluruh aspek hidupnya. Pelayan pun membacakan Firman Tuhan sebagai
petunjuk hidup baru bagi jemaat yang sudah diampuni dosanya. Pembacaan itu diakhiri dengan
sebuah berkat bagi yang mau mendengar dan melakukan firman Tuhan. Dan khusus di BNKP
disambut dengan nyanyian: Haleluya, Haleluya, Haleluya (Bisa juga Hosiana, Amin, maranata -
menurut tahun gerejani).
Catatan: Sesudah pembacaan Injil – bisa diisi dengan Sakramen Baptisan. Ditempatkan pada
bagian ini sebagai sambutan pada Injil, bahwa kita percaya hanya kepada Kristus dan oleh
karenanya menyerahkan hidup kita serta anak-anak kita kepadaNya.
(11) Pengakuan Iman
Selain mengucap syukur atas anugerah pengampunan dan keselamatan, maka sebagai respon atas
Injil melalui pembacaan Firman Tuhan, juga dilanjutkan dengan Pengakuan iman, sebagai
penyataan dan komitmen kepacayaan kepada Allah Tri-tunggal. Di BNKP dilaksanakan sebelum
khotbah, sekalipun ada Gereja-gereja lain melakukannya sesudah khotbah. Pengakuan ini
ditujukan kepada Allah Bapa, AnakNya Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus. Melalui pengakuan
iman ini umat mengakui keberadaan Allah, tindakan Allah, sumber dan akhir kehidupan, yang
mengatur ciptaan dan memberi kehidupan kepada manusia di dunia dan di akhirat. Melalui
pengakuan iman umat menunjukkan identitasnya di dunia ini sebagai orang yang beriman dan
mengungkapkan bahwa dalam karya Allah melalui Yesus Kristus, umat memperoleh kehidupan
serta kesatuan orang percaya di dalam Yesus sebagai dasar mempersatukan segala latarbelakang
kemajemukan manusia.
(13) Khotbah
Khotbah mendapat tempat yang penting dalam ibadah. Bagi gereja-gereja Protestan pemberitaan
Firman adalah pusat ibadah. Ia bersifat didaskalia (pengajaran) dan bertujuan evangelisasi
(membangunkan iman), dogmatika (ajaran berdasarkan Firman Tuhan); etika (agar jemaat dewasa
dalam iman dengan mampu membedakan yang baik dan yang buruk dalam kehidupan sehari-hari)
– dan demi penumbuhan serta kedewasaan iman, serta penggembalan. Firman Tuhan berfungsi
untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik
orang dalam kebenaran. ( 2 Timotius 3:16). Firman Tuhan yang dikhotbahkan didasarkan pada
sistem perikop yang disusun menurut Tahun Gerejawi.
Di BNKP, sebelum pembacaan Firman ada sapaan pengkhotbah kepada jemaat berupa salam
berkat (Anugerah.....). Ini bukan doa, melainkan salam berkat. Oleh karenanya pengkhotbah
sebaiknya jangan berkata: Mari kita berdoa, tetapi karena sudah tradisi (jemaat bersikap doa),
maka dapat dikatakan: “Tahonogö dododa...”.
Pemberitaan pada kebaktian minggu biasanya 15 s/d 30 menit karena ada banyak rangkaian acara.
Khotbah yang ditutup dengan doa disambut oleh jemaat dengan “No mafondrondrongo Liu.... Ini
merupakan komitmen akan menjadi pelaku firman dalam kehidupan sehati-hari.
(Di BNKP masih ada pengumpulan persembahan sesudah khotbah. Sebaiknya disatukan
pengumpulannya sebelum khotbah atau sesudah pembacaan Firman. Teknisnya, bisa 3 kali
dalam satu acara atau tiga kantong kolekte).
(14) Pembacaan Warta Jemaat
Pembacaan warta jemaat di BNKP adalah bagian dari tata kebaktian Minggu. Hal ini dilator-
belakangi dasar pemikiran bahwa seluruh pelayanan yang sudah dan akan dilaksanakan oleh
Gereja harus diketahui warga jemaat dengan tujuan supaya warga jemaat mendukung dan
mendoakannya.
Secara umum isi warta jemaat adalah: berita kelahiran, pemberkatan nikah, jemaat yang tambah
dan pindah, jemaat yang meninggal, keuangan dan ragam-ragam pelayanan. Apa yang terjadi dan
akan dilakukan Gereja dalam kegiatannya pada Minggu itu dan Minggu mendatang (kegiatan-
kegiatan kategorial, dewan-dewan dan kepanitiaan yang ada) disampaikan kepada warga jemaat.
Melalui warta jemaat ini warga jemaat mengetahui apa yang terjadi dalam pelayanan Gereja secara
umum serta warga jemaat diundang untuk mendoakannya. Dengan dasar pemikiran ini pembacaan
warta jemaat adalah bagian dari ibadah.
(Di BNKP masih ada pengumpulan persembahan sesudah khotbah. Sebaiknya disatukan
pengumpulannya sebelum khotbah atau sesudah pembacaan Firman. Teknisnya, bisa 3 kali
dalam satu acara)
Berdasarkan Firman Tuhan tersebut, maka dalam liturgi BNKP ada doa syafaat dan dilanjutkan
dengan Doa bapa kami. Dahulu, bagian akhir dari Doa Bapa Kami tersebut dinyanyikan (HKBP,
ONKP masih menyanyikannya hingga sekarang).
Pada tradisi gereja Lutheran, puncak ibadah ialah perjamuan kudus. Tetapi karena dahulu sangat
sedikit jumlah pendeta, dan adanya para misionaris berlatar-belakang reform, maka ibadah diakhiri
dengan doa syafaat, doa bapa kami dan berkat. Rumusan berkat yang digunakan dalam tata ibadah
BNKP diambil dari kitab Perjanjian Lama yaitu Bil.6: 22-27. Rumusan itu adalah sebagai berikut:
“Tuhan memberkati engkau dan melindungi engkau, Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu
dan memberi engkau kasih karunia, Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi
engkau damai sejahtera”. Pada beberapa gereja menggunakan berkat sebagaimana terdapat di
dalam 2 Korintus 13:13 (Yafalukha...) tetapi tidak digunakan pada kebaktian minggu karena sudah
dipakai pada salam berkat ketika khotbah.
Mengapa ada perbedaan pengucapan berkat antara Pendeta dengan non-pendeta (Yafalukha
ami....... dengan Yafalukha ita....)? Dalam tradisi gereja reformasi, ada dua bentuk penyampaian
berkat, yakni (1) Berkat yang didoakan.... dengan menggunakan Yafalukha ita.....; dan (2) berkat
yang disampaikan... (dengan menggunakan Yafalukha ami. Gereja-gereja Lutheran menggunakan
pola berkat yang disampaikan (Yafalukha ami...) oleh pelayan yang dipercayakan melaksanakan
sakramen, yakni pendeta (model berkat imam Harun); sedangkan pelayan yang tidak
melaksanakan sakramen, menggunakan model berkat yang didoakan (Yafalukha ita...). Ini
memang berkaitan dengan tradisi setiap organisasi gereja. Ada juga yang mendasarkan pada
imamat am orang percaya (1 Pet 2:9-10) sehingga model yang digunakan oleh siapapun adalah
berkat yang disampaikan.
Berkat ini dikokohkan dan oleh warga jemaat dengan nyanyian. Dahulu nyanyiannya adalah
Duhu....duhu....yaduhu. Ada yang masih menggunakan itu, tetapi pada umumnya diambil dari
buku zinuno.
Demikianlah penjelasan unsur-unsur tata ibadah Minggu serta urutan sistimatis tata ibadah yang
dipergunakan di BNKP. Setiap unsur-unsur tata ibadah dari awal sampai akhir tidak terpisah
sesuai dengan nama-nama Minggu gerejawi. Cukup menarik, sangat sistematis dan teratur.
Tetapi....apakah para pelayan memahami makna ini? Bagaimana dengan warga jemaat?