Bab II Tentang Kaum Muda

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 86

BAB II

PENDIDIKAN REMAJA – PEMUDA


DAN
FONDASI PENDIDIKAN KRISTEN

II.1. Pendidikan Remaja-Pemuda Kristen

II.1.1. Perkembangan Psikologi Remaja Pemuda

a. Perkembangan Psikologi Remaja

Masa remaja merupakan masa yang rentan akan berbagai masalah.

Masa remaja juga merupakan masa kebimbangan. Oleh karenanya, remaja

harus mendapatkan pendidikan yang memadai dari berbagai pihak. Bakir dan

Suryanto mendefinisikan “remaja” : usia mulai dewasa”1

Nuhamara berpendapat bahwa masa remaja adalah masa yang amat

meresahkan di dalam kehidupan seseorang karena pada masa ini seseorang

mengalami perubahan baik secara fisik maupun perubahan-perubahan yang

lain dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Dengan perubahan yang

sedang dialami, maka banyak dari remaja yang mengalami kesulitan dan

terkadang mereka menderita karena ketidakmampuan dalam mengatasi

tekanan-tekanan dan tuntutan-tuntutan masa remaja”.2

1
R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (Tangerang:Karisma
Publishing Group,2009),480
2
Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja.(Bandung:Jurnal Info Media,2008), 10-11

1
Dari pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa masa remaja merupakan

masa yang cukup sulit, karena tidak mudah bagi seseorang untuk menghadapi

perubahan, baik secara fisik maupun psikologis. Memasuki perubahan berarti

meninggalkan kondisi yang lama dan menuju pada kondisi yang baru. Hal

tersebut memerlukan konsentrasi dan perhatian yang besar dari diri sendiri

maupun pihak lain. Dalam hal ini, gereja harus memainkan perannya dalam

mendampingi remaja saat menghadapi perubahannya.

Peter menyatakan;

the period of adolescence extend from the beginning of puberty


to the attainment of adulthood. Most adolescent psychologist
would accept the period as beginning at twelve years of age and
continuing until twenty-five. But the age range is rather wide.
The twelve year-old is perhaps a seventh grader in the
elementary school, while the twenty-for-year-old is doing his
research for a doctor of philosophy degree. Traditionally
adolescence has been divided into three groups. Early
adolescence (12-14), middle adolescence (15-17), and later
adolescence (18-24). In the Sunday school we have classified
them as intermediates, senior and young people. More recent
attempts as grouping have been made according in the public
school classification: Junior, Senior and collage.3
Dari pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa masa remaja memiliki

rentangan waktu yang cukup panjang. Meskipun masa remaja di bagi menjadi

tiga kelompok, namun pada prosesnya satu sama lain saling berkaitan dan

memerlukan perhatian khusus. Karena tiga kelompok tersebut berada pada

3
Peter P.Person,an Introduction to Christian Education(United State: Photolithoprinted by
Cushing,1979),106

2
rentangan tingkat pendidikan SMP,SMA dan Perguruan Tinggi, dimana

remaja dituntut untuk mengikuti proses perkembangan dan pembelajaran di

bangku sekolah yang kadang tidak mudah.

Nuhamara berpendapat bahwa;

masa remaja adalah masa di mana seseorang membuat


kenangan dan antisipasi tentang masa depan. Suatu masa
dimana seorang individu mencari identitas yang khusus.
Pencarian ini terdiri dari suatu rasa kesadaran tentang
keunikan pribadi, yang berusaha memiliki pengalaman yang
berkesinambungan dan solidaritas dengan ideal-ideal
kelompok.4

Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa masa remaja memiliki peran

yang sangat besar untuk menentukan masa dewasa atau masa depan

seseorang. Karena proses masa depan seseorang akan sangat dipengaruhi oleh

kenangan masa lalu dan proses penemuan dirinya pada masa remaja.

Remaja membutuhkan perhatian yang serius dari berbagai pihak.

Erikson menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa dimana manusia

mengalami masa krisis identitas versus kebingungan peran. Menurutnya, tugas

utama remaja adalah membangun pemahaman baru mengenai identitas ego.

Meskipun pembentukan identitas merupakan proses seumur hidup, namun

pencarian identitas mencapai krisisnya pada masa remaja. Pada masa remaja

4
. Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja.(Bandung:Jurnal Info Media,2008), 10-11

3
banyak terjadi perubahan dalam berbagai aspek kehidupan dan komitmen

masa depan seseorang dipertaruhkan pada masa ini.5

Sehubungan dengan tugas remaja di atas, maka gereja harus berperan

sebagai pihak yang mampu menjawab kebutuhan para remaja. Wayne Rice

menyampaikan empat alasan bagi gereja untuk memberikan pelayanan serius

kepada remaja :

a. Masa Remaja adalah Masa Transisi.

Masa transisi yang dimaksud adalah perubahan dari masa kanak-kanak

ke masa remaja. Pada masa ini terjadi perubahan fisik maupun aspek

lain dan juga terjadi gejolak dalam berbagai bentuk. Perubahan-

perubahan tersebut adalah proses individu mencari identitas yang

khusus.

b. Masa Remaja adalah Masa Bertanya.

Remaja mempertanyakan banyak hal yang sudah diajarkan kepada

mereka, mulai meragukan mitos-mitos yang diterima di masa kanak-

kanak dan berusaha menemukan cara-cara baru dalam memandang

realitas kehidupan.

c. Remaja adalah Masa Keterbukaan.

5
William Crain,Teori Perkembangan.Konsep dan Aplikasi (Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2007), 441-
443

4
Pada masa ini, remaja sangat terbuka, dalam rangka mencari identitas

baru yang penuh dengan keinginan untuk mencoba.

d. Masa Remaja adalah masa mengambil Keputusan.

Remaja akan membuat berbagai keputusan dan komitmen, yang harus

diingat adalah bahwa keputusan atau komitmen yang dibuat,

merupakan akibat dari proses pemahaman dan pengujiannya sendiri.

Mereka tidak boleh dipaksa untuk mengambil suatu keputusan sesuai

dengan keinginan orang dewasa, karena keputusan yang lahir dari

pemahaman dan pengujiannya sendiri akan mampu bertahan.6

Masa remaja juga merupakan masa belajar yang luas, meliputi bidang

intelegensi, sosial dan lain-lain yang berhubungan dengan kepribadiannya.7

Dari berbagai alasan tersebut, dapat dipahami bahwa remaja

memerlukan pendampingan untuk menghadapi perubahan yang dialami dan

menjawab berbagai pertanyaan yang timbul dalam dirinya serta memberikan

tempat bagi keterbukaannya guna membantu mendapatkan pemahaman yang

benar atas proses hidup yang dialaminya. Hal tersebut sangat mempengaruhi

mereka dalam mengambil keputusan penting untuk kehidupannya di masa

sekarang dan masa yang akan datang. Oleh karenanya, gereja harus mampu

6
Daniel Nuhamara, Pendidikan Agama Kristen Remaja.(Bandung:Jurnal Info Media,2008),10-15

7
Yulia dan Singgih, Psikologi Remaja.(Jakarta:PT BPK Gunung Mulia,2012), 35

5
menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi remaja untuk menjalani fase

perkembangan ini.

b. Perkembangan Psikologi Pemuda

Untuk memahami tentang pemuda, kita dapat melihat dari

beberapa segi perkembangan. Wahyu mengemukakan pendapatnya

seperti berikut :

1. Segi Biologis : Bayi (0-1 tahun), Anak (1-12 tahun), Remaja (12-15

tahun), Pemuda (15-30 tahun) Dewasa (30 tahun ke atas)

2. Segi budaya : Anak (1-12 tahun), Remaja (13-18 tahun), Dewasa (18-21

tahun ke atas)

3. Segi angkatan kerja, ada istilah tenaga muda dan tenaga tua. Tenaga

muda adalah calon-calon yang dapat diterima sebagai tenaga kerja

yang diambil antara 18-22 tahun.

4. Segi umur, lembaga dan ruang lingkup tempat, diperoleh 3 kategori:

Siswa, usia antara 6-18 tahun, masih ada di bangku sekolah.

Mahasiswa, usia antara 18-25 tahun, masih ada di universitas atau

perguruan tinggi. Pemuda, di luar lingkungan sekolah ataupun

perguruan tinggi, usia antara 15-30 tahun.

6
Berdasarkan pengelompokan di atas, maka yang dimaksud

dengan pemuda adalah golongan manusia berusia muda antara 15-30

tahun.8 Kategori pemuda dapat digolongkan dalam tahap dewasa awal.

Menurut Erikson, masa dewasa awal berisi tentang langkah-langkah

manusia memperlebar dan memperdalam kapasitas mencintai dan

memperhatikan orang lain.9

Untuk dapat menyesuaikan diri dengan fase tersebut, pemuda

sering mengalami persoalan yang serius. Gunarsa menyatakan bahwa

persoalan yang sering dibicarakan oleh muda-mudi adalah seperti berikut :

1. Ketidak puasan mengenai penampilan diri.


2. Hubungan dengan orang tua yang sedang “guncang”.
3. Cerita mengenai pacar atau idaman mereka
4. Pelajaran di sekolah yang kurang menarik, karena ada hal-hal
lain yang lebih “memikat” perhatian.10

Dari pernyataan tersebut, kita dapat memahami berbagai kesulitan

yang dihadapi pemuda. Mereka harus menyesuaikan diri dengan fase

perkembangan yang harus dihadapi dan realitas hidup yang sangat

beragam. Pemuda juga harus berproses dari masa remaja ke masa pemuda

atau masa dewasa awal yang sangat berbeda cara pikir dan sikap

hidupnya. Pada masa remaja mereka lebih berfokus pada dirinya sendiri

dan menuju masa

8
Wahyu, Wawasan Ilmu Sosial Dasar, (Surabaya: Usaha Nasional,1986), 69-70
9
William Crain,Teori Perkembangan.Konsep dan Aplikasi(Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2007), 445

7
10
Yulia dan Singgih,Psikologi Untuk Muda-Mudi(Jakarta:BPK Gunung Mulia,1986), 11

8
pemuda atau dewasa awal, yang harus beralih pada tahap memikirkan

pihak lain. Proses ini membutuhkan kerja keras dan konsentrasi yang

cukup baik. Gereja harus menjadi wadah yang tepat untuk memandu

seluruh proses ini. Karena kehidupan gereja pada masa yang akan datang

ditentukan oleh cara gereja memperlakukan generasi mudanya pada masa

kini.

Dalam proses perkembangannya, pemuda memiliki persoalan

seperti yang telah dijelaskan diatas dan pemuda juga memiliki kebutuhan

yang harus dipenuhi. Herner menyarankan, agar pemuda memenuhi 6

kebutuhan yang sangat penting, seperti berikut :.

1. They need to find God


2. They need to find themselves
3. They need to find a lifework
4. They need to find a life mate
5. They need to find society and their relation to it.
6. They need to find the Christian society, the church and their
relation to it.11
Dengan adanya enam kebutuhan tersebut yang harus dipenuhi oleh

pemuda, maka gereja harus berusaha memenuhinya. Gereja harus membatu

pemuda untuk menemukan Tuhan,menemukan dirinya sendiri, menemukan

11
Peter P.Person,an Introduction to Christian Education(United State: Photolithoprinted by
9
Cushing,1979), 107

10
pekerjaan, menemukan teman hidup, menemukan masyarakat dan komunitas

Kristen atau gereja untuk sepanjang hidup mereka.

II.1.2. Perkembangan Iman Remaja dan Pemuda

Fowler berpendapat bahwa iman adalah suatu cara manusia bersandar

atau berserah diri serta menemukan atau memberikan makna terhadap berbagai

kondisi atau keadaan hidupnya. Iman sebagai cara mengenal dan menilai

dunia, perkembangannya juga berjalan bertahap.12

Dengan demikian, kita memahami bahwa perkembangan iman juga

sejalan dengan perkembangan fisik dan psikologis manusia. Semua melalui

tahapan-tahapan yang berjalan secara berurutan. Fowler juga berpendapat

bahwa, perkembangan iman dapat di bagi dalam tujuh tahap. Ketujuh tahap

tersebut sudah disebutkan dan dijelaskan secara singkat pada bab sebelumnya.

Dalam bab ini, akan dibahas secara khusus perkembangan iman remaja dan

pemuda yang diantaranya juga akan membahas salah satu tahapan iman

tersebut.

a. Perkembangan Iman Remaja.

12
Agus Cremers,Teori Perkembangan Kepercayaan,Karya-karya penting James W.Fowler
(Yogjakarta:Kanisius,1995), 8

11
Dalam teori pentahapan perkembangan iman yang dikemukakan

oleh Fowler, perkembangan iman remaja, termasuk pada tahap ketiga,

yakni kepercayaan sintetis-konvensional. Dalam tahap ini identitas diri

remaja dibentuk berdasarkan rasa dipercaya dan diteguhkan oleh orang lain.

Hal yang lebih penting bahwa mereka juga berusaha mendapatkan makna baru

yang menyebabkan mereka tertarik pada ideologi dan agama. Remaja juga

mulai membuat gambaran Allah secara personil yang dianggap mengenal

dirinya lebih dari pada pengenalan mereka terhadap dirinya sendiri. Mereka

juga memahami bahwa Allah akrab dengan dirinya, tetapi juga akrab dengan

orang lain.13

Dalam tahapan tersebut, remaja-pemuda berjuang untuk mendapatkan

kepercayaan dari pihak lain. Mereka juga mencari sosok Allah yang dianggap

mengenal dirinya. Kondisi ini membutuhkan bimbingan yang serius, supaya

gambaran Allah yang seharusnya diterima, dipahami dan dihayati, akhirnya

melekat dalam kehidupannya menjadi jelas. Peran gereja pada fase ini adalah

menjadi pendidik iman yang sejalan dengan perkembangan remaja-pemuda,

agar iman mereka semakin kuat.

Iman seseorang menyentuh semua aspek dalam kehidupan, baik

fisik,sosial, mental, emosi dan aspek yang lainnya. Iman remaja juga

13
Ibid, 30-32

12
mengalami keraguan dan ketidakpercayaan, karena pada masa kanak-kanak,

iman mereka sama dengan iman orang tuanya dan saat menginjak remaja,

mereka mulai berfikir dan menentukan sendiri. Selain itu juga menghadapi

dunia nyata yang sering tidak sesuai dengan keinginan mereka. Remaja juga

berfikir serius tentang komitmen dan kegagalannya serta idealisme yang

tertanam dalam dirinya. Pada masa ini, mereka juga membutuhkan model.14

Berdasarkan paparan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa

proses perkembangan iman remaja, merupakan bagian terpenting dalam

kehidupan. Proses tersebut berjalan dan saling mempengaruhi antara

proses sebelum dan sesudahnya. Secara fisik, proses perkembangan

iman tidak kelihatan, namun mewarnai secara tersembunyi dan

menentukan proses perkembangan seseorang dalam berbagai aspek

pada tahap selanjutnya. Oleh karena itu, remaja bukan hanya

membutuhkan teori tentang iman dan perkembangannya, mereka

membutuhkan teladan atau model yang konkrit dalam kehidupannya.

Pendidik di gereja harus mampu memenuhi kebutuhan tersebut.

b. Perkembangan Iman Pemuda

Pemuda merupakan generasi penerus yang pada akhirnya akan

memiliki tugas melanjutkan sebuah pendidikan dalam hidup mereka bagi

generasi-

1
14
Daniel Nuhamara , Pendidikan Agama Kristen Remaja.(Bandung:Jurnal Info Media, 2008), 7

1
generasi berikutnya. Jika pemuda mendapatkan pendidikan Kristen yang

memadai, maka mereka akan menjadi generasi penerus yang sehat dan kuat.

Oleh karena itu, gereja harus mendidik pemuda demi mendapatkan generasi

penerus yang andal.15

Untuk mendapatkan generasi penerus yang andal, perlu

memberikan pendidikan yang terus menerus fase demi fase. Fase

perkembangan iman pada pemuda dimulai sejak umur sekitar 20 tahun

atau pada saat memasuki masa dewasa awal. Pada masa ini lahir

refleksi- refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan dan nilai

(relegius) lama. Pemuda juga mulai dapat melihat diri sendiri dan orang

lain sebagai suatu system kemasyarakatan dan menyadari tanggung

jawab pribadinya. Pada masa ini pemuda mengalami yang disebut

sebagai ”diri autentik dan mandiri”, yakni masa dimana seseorang

memiliki kesanggupan sendiri untuk berdialog dengan dirinya dan

memiliki pribadi yang hanya dikenal oleh dirinya sendiri.16

Pemuda yang dituntut untuk dapat mengenali dirinya sendiri

secara benar, memerlukan pendampingan dan pembelajaran yang serius.

15
Agung Gunawan, Jurnal Theologia Aletheia (2005:Vol 7 nomor 12), 3-4

Agus Cremers.Teori Perkembangan Kepercayaan,Karya-karya penting James


16

W.Fowler(Yogjakarta:Kanisius,1995),32-33

1
Mereka membutuhkan ketrampilan untuk berbicara pada dirinya yang

akan diekspresikan dalam hubungannya dengan orang lain. Ketrampilan

tidak dimiliki secara otomatis, oleh karena itu gereja bertanggung jawab

untuk melatih mereka melakukan tugasnya dengan benar.

Gunawan menyatakan bahwa; melalui pendidikan Kristen, gereja

memimpin, membimbing dan menuntun pemuda kepada Kristus.

Pendidikan ini dilakukan secara perlahan, namun pasti. Melalui

pendidikan yang memadai, maka pemuda akan mampu membuka

ikatan- ikatan masalah yang rumit dan menuju pada masa depan yang

penuh keceriaan. Pendidik gereja harus yakin bahwa tugas ini adalah

tugas dari Tuhan.17

Kenyataan yang kita hadapi, banyak orang muda yang memiliki

pengetahuan dangkal tentang iman dan agama mereka. Keterbatasan

tersebut disebabkan oleh kurangnya pembelajaran tentang iman dan

agama saat mereka kanak-kanak dan mereka menghabiskan banyak

tenaga untuk mencari jati diri di masa remaja. 18

17
Agung Gunawan, Jurnal Theologia Aletheia (2005:Vol 7 nomor 12), 5
18
David S S.chuller.Rethinking Christian Education(Missouri:Chalice Press,1993), 87

1
Berdasarkan paparan tersebut, dapat kita pahami bahwa pemuda

berada dalam kondisi yang sulit. Mereka melalui proses di masa kanak-

kanak dan masa remaja yang sarat dengan berbagai masalah. Pada masa

ini mereka harus belajar tentang kemandirian di berbagai aspek,

terutama dalam hal iman, namun di sisi lain mereka memiliki banyak

keterbatasan. Dalam kondisi tersebut, pemuda membutuhkan

pendampingan yang serius.

II.1.3. Pendidikan Kristen bagi Remaja – Pemuda.

Dalam pembahasan ini, penulis menggabungkan pendidikan

Kristen bagi remaja – pemuda, karena dalam bab selanjutnya kedua

kategori tersebut akan dibahas secara bersamaan. Hal itu penulis

lakukan karena dalam praktik pendidikan remaja – pemuda Kristen,

terutama pada gereja yang akan penulis teliti digabungkan menjadi satu.

Menurut Calvin, Pendidikan Agama Kristen adalah:

”Pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka


dengan Firman Allah dibawah bimbingan Roh Kudus melalui sejumlah
pengalaman belajar yang dilaksanakan gereja, sehingga dalam diri
mereka dihasilkan pertumbuhan rohani yang berkesinambungan dan
diejawantahkan semakin mendalam melalui pengabdian diri kepada

1
Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus berupa tindakan-tindakan kasih
terhadap sesamanya.”19

Menurut Grome, Pendidikan Agama Kristen mengandung arti:

“kegiatan politis bersama para peziarah dalam waktu yang secara


sengaja bersama mereka memberi perhatian pada kegiatan Allah di
masa kini serta pada komunitas Iman Kristen dan Visi Kerajaan Allah
yaitu benih-benih yang telah hadir di antara kita.”20

Homrighausen menjelaskan bahwa dengan menerima pendidikan maka


pelajar muda dan tua memasuki persekutuan iman yang hidup dengan
Tuhan sendiri, dan di dalam Dia mereka terhisap pula pada persekutuan
Jemaat-Nya yang mengakui dan mempermuliakan nama-Nya di segala
waktu dan tempat.21

Pendidikan Kristen bagi kaum muda sangatlah penting, karena dengan

mendapatkan pendidikan Kristen yang memadai, kaum muda akan menjadi

generasi penerus gereja yang sehat dan kuat. Banyak gereja yang kurang

berkembang karena mereka kurang memberi perhatian pada pengajaran kaum

mudanya. 22

Berdasarkan beberapa pandangan di atas, maka dapat kita pahami

bahwa pendidikan bagi remaja – pemuda atau sering disebut kaum muda

sangatlah berpengaruh pada perkembangan gereja di masa kini dan masa

depan.

19
Robert R. Boehlke. Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen.
(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1991), 413

Thomas Grome. Christian Religious Education . (Jakarta:BPK Gunuing Mulia,1980), 88


20

21
Homrighausen E.G. Pendidikan Agama Kristen.(Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1987), 39

1
22
Agung Gunawan, Jurnal Theologia Aletheia (2005:Vol 7 nomor 12), 3-4

1
Dalam gejolak jiwanya menghadapi perkembangan psikologis, sosial dan

spiritualnya, remaja – pemuda harus mendapatkan pendampingan yang baik,

dapat menjawab kebutuhan perkembangannya serta seturut dengan kehendak

Allah.

Pada masa sekarang ini, banyak kaum muda yang menghadapi

masalah berkaitan dengan orang tua mereka, karena banyak orang tua yang

tidak dapat melakukan tugasnya dengan baik.23

Perbedaan pendapat antara anak dan orang tua sering membuat situasi

tidak nyaman, ketidaknyamanan tersebut membuat orang tua terkesan kurang

dapat memenuhi kebutuhan anak. Oleh karena itu, gereja harus mampu

membantu peran orang tua, setidaknya melakukan sesuatu yang tidak dapat

dilakukan orang tua. Pemimpin gereja bertugas untuk melakukan fungsinya

sebagai pendidik kaum muda.

Untuk mengembangkan pendidikan bagi kaum muda, harus dilakukan

oleh pemimpin yang berada dalam penguasaan Allah. Hal ini sangat penting

dan mendasar, karena pembangunan kesehatan spiritual dilakukan dalam

jangka panjang.24

23
Ibid, 8
24
Rick Warren,Purpose Driven Youth Ministry(Grand Rapids:Zondervan,1998), 28

2
Berdasarkan pendapat tersebut, maka gereja wajib mempersiapkan

pemimpin yang “mumpuni” artinya mampu melaksanakan tugas dengan

baik(tanpa bantuan orang lain), menguasai keahlian (kecakapan,

keterampilan) tinggi.25 Dengan demikian, para pemimpin gereja memenuhi

persyaratan sebagai pendidik dan teladan.

Dari perspektif Biblikal, kita mendapatkan pelajaran berharga dalam

Efesus 6 : 1 – 4. Bagian ini menjelaskan hubungan antara anak dan orang tua.

Anak-anak adalah milik Tuhan, karenanya orang tua harus memperlakukan

anak dengan hormat dan mengajarkan tentang Tuhan kepada mereka. Selain

itu, bagian ini juga menjelaskan tentang ketaatan anak – anak yang menjadi

jalan kebahagiaan dan umur panjang.26

Melalui penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa hubungan orang tua

dan anak yang dimaksudkan bukan hanya hubungan mereka dalam arti

jasmani saja,tetapi juga anak di dalam gereja, yakni remaja dan pemuda

dengan orang- orang dewasa sebagai orang tua.

Karena pendidikan orang muda di gereja bukan hanya kepada satu

atau beberapa orang, tetapi kepada banyak orang, maka diperlukan panduan

tentang cara mendidik kaum muda, yang disusun dengan cermat supaya dapat

memenuhi kebutuhan kaum muda dalam perkembangannya.

25
http://kbbi.co.id/arti-kata/mumpuni.09/10/2017.
26
Alkitab Edisi Studi(Jakarta:Lembaga Alkitab Indonesia,2011), 1923

2
II.2. Fondasi Pendidikan Kristen

II.2.1. Definisi Fondasi Pendidikan Kristen

Dalam membangun segala sesuatu, yang pertama-tama kita pikirkan

dan kita rancang adalah fondasi dari apa yang akan kita bangun. Bukan hanya

pembangunan secara fisik, namun juga pembangunan dalam bidang - bidang

yang lain. Dalam membangun iman Kristenpun, kita memerlukan fondasi.

Bakir&Suryanto mendefinisikan bahwa; fondasi adalah dasar bangunan yang

kuat.27

Dari definisi tersebut, maka dapat dipahami dan dikaitkan dengan

pendidikan Kristen dan diartikan bahwa Fondasi Pendidikan Kristen adalah

dasar bangunan yang kuat bagi pendidikan kekristenan.

II.2.2. Fondasi Pendidikan Kristen

Pendidikan Kristen hendaknya memiliki fondasi yang kuat agar

tujuannya dapat tercapai dan tepat pada sasarannya. Pendidikan Kristen

27
R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Tangerang:Karisma
Publishing Group,2009),166

2
memiliki pengertian sebagai suatu pendidikan dan pengajaran yang diberikan

di sekolah-sekolah Kristen maupun dalam suasana Kristen.28

Pendidikan yang dilakukan di gereja adalah pendidikan dan pengajaran

yang diberikan dalam suasana Kristen. Pendidikan inipun tidak lepas dari

fondasi yang harus dibangun dibawah pengajaran yang diberikan, agar

pengajaran tersebut melekat erat dan menjadikan kuat bagi semua peserta didik

yang ada di dalamnya. Karenanya fondasi sangatlah dibutuhkan dalam

melaksanakan pendidikan Kristen. Tanpa adanya fondasi maka arah dari

pendidikan Kristen, yang dilaksanakan gereja akan mengalami ketersendatan

bahkan bisa gagal. Fondasi Pendidikan Kristen diibaratkan seperti sebuah

dasar bangunan ataupun sebuah landasan dalam meletakkan bangunan. Jika

setiap orang yaitu seluruh pendidik mampu dan mau memahami serta

melakukan apa yang menjadi fondasi pendidikan Kristen, maka pendidikan

akan menghasilkan buah yang nyata.

Dalam hal fondasi pendidikan Kristen, Robert W. Pazmino mengupas

dengan sangat mendalam tentang macam-macam fondasi dan penerapan dari

fondasi pendidikan Kristen tersebut. Menurut Pazmino, ada tujuh fondasi

pendidikan kristen. Ketujuh fondasi tersebut akan dijelaskan dalam bab ini.

II.2.2.1. Fondasi Alkitabiah

28
Homrighausen.Pendidikan Agama Kristen. (Jakarta: BPK Gunung Mulia,1985), 36

2
Dalam fondasi Alkitabiah disebutkan bahwa kitab suci adalah sumber

esensial untuk bisa mengerti keunikan Kristen dalam pendidikan. Oleh karena

itu, dalam seluruh praktik pendidikan, para pendidik Kristen harus dipimpin

oleh kebenaran pernyataan Allah. Ada banyak model yang ditawarkan. Tugas

pendidik Kristen adalah memeriksa model tersebut dan meneliti

kesesuaiannya serta memperoleh jawaban tentang kesesuaian model tersebut

dengan fondasi Alkitabiah. Model yang sesuai dengan fondasi Alkitabiah

adalah model yang mengkaji pendidikan pada masa lampau, masa kini dan

masa depan.29

Fondasi Alkitabiah dijelaskan dalam dua bagian besar, yakni

Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

1) Perjanjian Lama

Matias Preiswerk mengidentifikasi berbagai agen pendidikan, yakni ;

nabi, imam, orang Lewi, orang bijak dan ahli taurat. Agen pendidikan dalam

Perjanjian Lama terdiri dari para nabi, imam dan orang Lewi, orang bijak, ahli

taurat, termasuk bangsa Israel sebagai suatu bangsa. Setiap agen pendidik

mempunyai tujuan, konten, metode dan ekspresi institusional yang berbeda. 30

Konteks utama pendidikan di Perjanjian Lama adalah keluarga.31 Beberapa

bagian Alkitab Perjanjian Lama yang akan dikaji dalam fondasi alkitabiah.

29
Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012), 14-15
30
Ibid, 15

2
31
Ibid, 21

2
a. Kitab Ulangan.

Mandat pendidikan yang disampaikan dalam Ulangan 6 : 4-9 berisi

tentang kewajiban menyampaikan perintah – perintah Allah kepada generasi

selanjutnya. Tujuan akhir dari kitab ini adalah menanamkan kasih Allah yang

diekspresikan lewat kesetiaan dan ketaatan. 32

Isi dari pernyataan Allah harus diajarkan secara berulang-ulang kepada

peserta didik dalam berbagai kesempatan, diikat dan dililitkan pada tubuh dan

ditulis pada tempat-tempat umum yang mudah di lihat. Kebenaran Allah harus

terintegrasi dalam seluruh kehidupan dan mempengaruhi kehidupan umat

Allah dari waktu ke waktu.33 Ulangan 6 : 6-8 memperlihatkan betapa

pentingnya pengajaran kepada anak-anak. Dalam konteks ini, orang Yahudi

harus menghafal perkataan-perkataan Allah di depan umum dan sebagian

orang Yahudi menaruh ayat-ayat itu pada kantong-kantong kulit yang kecil

dan diikatkan pada lengan dan dahi mereka.34

Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan pada masa

Perjanjian Lama yang disampaikan dalam kitab Ulangan, menekankan tentang

isi, tujuan dan konteks pendidikan. Dari isi pendidikan dapat difahami adanya

regenerasi pengajaran yang berfokus pada kasih Allah serta dimulai dari

32
Ibid ,19
33
Ibid ,20
34
Alkitab Edisi Studi(Jakarta:Lembaga Alkitab Indonesia,2011) , 294

2
lingkungan terkecil, yakni rumah, meluas pada tempat-tempat umum yang

mudah terjangkau oleh siapapun.

Dengan demikian, kita tahu bahwa kewajiban mendidik generasi muda

bukan hanya dilakukan pada masa sekarang, tetapi sudah dimulai pada jaman

Perjanjian Lama. Seluk beluk pendidikan pun sudah terperinci dengan baik.

Oleh karena itu, generasi sekarang memiliki tugas melanjutkan pendidikan

tersebut kepada generasi selanjutnya atau generasi muda.

a. Mazmur 78

Dalam Mazmur 78 : 1–8, merupakan pendidikan kaum tua kepada

generasi berikut, yakni generasi muda, menerima pembelajaran tentang

keberhasilan dan kegagalan orang-orang di masa lalu. 35 Konteks pendidikan

pada jaman Perjanjian Lama adalah keluarga dan diperluas di sinagoge dan

sekolah. Sedangkan dalam Perjanjian Baru, gereja berfungsi sebagai keluarga

besar dan keluarga Allah. Tanggungjawab orang-orang yang diberi karunia

dan berpengalaman adalah menyampaikan kisah-kisah kepada generasi

selanjutnya tentang perbuatan, kuasa dan keajaiban Allah di masa lalu dab

masa kini.36

Setelah memahami penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa

pendidikan pada masa Perjanjian Lama dan masa Perjanjian Baru memiliki

kesamaan, yakni pendidikan di masa lalu menjadi acuan bagi pendidikan di

35
Ibid, 939

2
36
Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012), 31-32

2
masa kini dan masa yang akan datang. Acuan yang dipakai bukan hanya

tentang keberhasilan, tetapi juga tentang kegagalan. Dari pernyataan tersebut,

dapat dipahami bahwa keterbukaan pendidikan menjadi salah satu kunci

sukses dalam pendidikan Kristen.

b. Nehemia 8 : 1-18

Pazmino memberikan penjelasan tentang satu pasal kitab Nehemia.

Dalam Nehemia 8 : 1-18, Pazmino menjelaskan tentang tanggungjawab

pendidik dan pendengar atau peserta didik. Pendidik bertanggung jawab untuk

memberitakan, menafsirkan dan menasehati. Sedangkan peserta didik

bertanggungjawab untuk mengetahui, mengerti, mentaati dan merespon

firman Allah serta menyembah Allah.37 Pemberitaan firman Allah tidak selalu

dilakukan di Bait Allah. Dalam Kitab Nehemia ini dijelaskan bahwa

pemberitaan firman Alah dilakukan di pintu gerbang air. Pintu gerbang air ini

terletak di luar area bait Allah yang cukup luas untuk menampung banyak

orang. 38

Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan pada jaman

Perjanjian Lama dilakukan untuk semua orang, karena dalam perikop tersebut

tidak dijelaskan kategori peserta didiknya. Dalam menyampaikan firman

Tuhan ada tanggungjawab dari kedua belah pihak, yakni pendidik dan

peserta didik.

37
Ibid, 33

3
Alkitab Edisi Studi(Jakarta:Lembaga Alkitab Indonesia,2011), 744
38

3
Dalam penyampaiannyapun, pendidik harus menggunakan tempat yang

memadai, yakni di luar ruangan yang pasti lebih menarik dan lebih leluasa.

Dalam bagian ini juga diajarkan tentang cara mentransfer salah satu

nilai yang harus dikembangkan oleh orang Kristen, yakni nilai menghormati

firman Allah. Pada saat membacakan firman Allah, Ezra berdiri di tempat

yang lebih tinggi dan semua yang hadir juga berdiri. Berdiri di sini

menunjukkan sikap menghormati Kitab Suci.39

c. Kitab Hikmat

Bakir dan Suryanto mendefinisikan seperti berikut: hikmat adalah

kebijaksanaan, kearifan dan kesaktian.40 Jadi Kitab Hikmat berarti kitab yang

berisi tentang kebijaksanaan, kearifan dan kesaktian. Kitab-kitab yang

termasuk Kitab Hikmat adalah Kitab Ayub, Kitab Mazmur, Kitab Amsal,

Kitab Pengkhotbah dan Kidung Agung.41 Pazmino, menyatakan bahwa

implikasi yang dapat dipelajari dari pengertian pendidikan dalam Perjanjian

Lama ada tiga hal, yakni :

Pertama, Allah memberikan hikmat dan manusia bergantung pada

anugerah-Nya untuk bisa memahami hikmat. Kedua, pendidikan harus

mempunyai dampak terhadap hidup seseorang dan memampukan mereka

39
Ibid

. R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Tangerang:Karisma


40

Publishing Group,2009), 208

. Alkitab Edisi Studi(Jakarta:Lembaga Alkitab Indonesia,2011), viii


41

3
untuk menangkap konsekuensi praktis dari kebenaran yang dipelajari atau

diteliti dengan seksama. Ketiga, para pendidik harus memenuhi kualifikasi

terutama untuk menggunakan karunia dan bertanggungjawab atas karunia

yang diberikan oleh Allah untuk dibagikan kepada peserta didiknya.42

Pernyataan di atas menuntun kita kepada sebuah pemahaman bahwa

para pendidik harus memiliki hikmat supaya bergantung kepada Allah untuk

menyampaikan pesan yang berupa kebenaran Allah serta

mempertanggungjawabkan semua karunia yang diterimanya dari Allah.

Oleh karena itu, seorang pendidik Kristen haruslah orang yang terlebih

dahulu menerima pendidikan yang memadai, karena mereka akan mendidik

generasi yang akan bertanggungjawab pada generasi berikutnya.

b. Perjanjian Baru

Beberapa bagian Alkitab yang akan dipelajari secara saksama berkenaan

dengan pendidikan dalam Perjanjian Baru.

a. Injil Matius,

Injil Matius berisi tentang ajaran-ajaran Yesus yang berbicara tentang

arti menjadi umat Allah.43 Pazmino juga menjelaskan bahwa dalam Injil

Matius ini berisi tentang membagikan visi, misi dan memori. Tujuan

pelayanan

Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012), 35


42

3
43
Alkitab Edisi Studi(Jakarta:Lembaga Alkitab Indonesia,2011) , 1561

4
yang dapat kita pahami dalam Injil Matius adalah pemuridan, yakni

memampukan orang lain untuk menjadi murid Yesus yang taat.44

Secara ringkas, pengajaran dalam Injil Matius di bagi menjadi tiga

elemen, yaitu pertama membagikan visi, kedua membagikan misi dan ketiga

adalah membagikan memori. Visi menjadikan murid Yesus yang taat

ditindaklanjuti dengan misi pengajaran, penugasan dengan bekal memori

tentang sejarah dan ide-ide Kerajaan Allah akan menjadi eleman penting

dalam pemuridan. 45

Dengan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Kristen

yang terstruktur dengan baik sudah dimulai sejak jaman kehidupan Tuhan

Yesus. Adanya visi, misi dan memori yang dibagikan merupakan arahan

untuk melakukan pendidikan yang seutuhnya. Oleh karenanya, pada masa

sekarang pendidikan harus lebih baik dari masa lalu, karena masa sekarang

merupakan masa pengembangan dari pengajaran Tuhan Yesus dan

mempersiapkan masa yang akan datang.

b. Injil Lukas

Selain dalam Injil Matius yang menyatakan tentang panduan untuk

pengajaran gereja yang bertumbuh, dalam Injil Lukas terdapat komponen-

komponen kunci pengajaran. Pazmino memberikan penjelasan bahwa

44
Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012), 39-40

45 Ibid, 40-

4
komponen-komponen tersebut terdapat dalam Injil Lukas 24 : 13-35, yang

merupakan metode yang dipakai Tuhan Yesus dalam pengajarannya. Metode-

metode tersebut adalah :

Pertama : diskusi ( Luk. 24 : 14 ), Diskusi ini terjadi antara Yesus

dengan dua orang murid yang sedang dalam perjalanan ke Emaus. Kedua,

pertanyaan terbuka ( Luk. 24 : 17 ) Elemen ini menunjukkan sebuah

pertanyaan terbuka, dimana Yesus bertanya dan muridnya mendapat

kesempatan untuk menjawab secara bebas tentang apa yang sedang mereka

percakapkan. Ketiga, koreksi dan klarifikasi ( Luk. 24 : 25-27 ).Dalam bagian

ini, Tuhan Yesus mengoreksi dan mengklarifikasi, yakni menjelaskan bahwa

Mesias memang harus mengalami penderitaan dan masuk ke dalam

kemuliaan. Keempat, keteladanan ( Luk. 24 : 30-31). Ada keteladanan yang

tidak harus diucapkan oleh Yesus. Dia mengambil roti, mengucap berkat dan

memecah serta membagikan kepada yang ada di situ. Tindakan tersebut

membuka mata mereka dan memperdalam pengenalan mereka pada Yesus.

Kelima, respons ( Luk. 24

: 17-19; 33-35 ) Dalam teks ini diceriterakan bagaimana Yesus bertanya dan

muridnya langsung menjawab. Dalam teks yang lain diceritakan tentang

respon kedua orang yang bertemu Yesus di jalan. Mereka tidak hanya diam

saja, tetapi mereka menceritakan apa yang dialami. 46

46
Ibid, 44-

4
46
Ibid, 44-

4
Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa Yesus tidak

mengatakan apa yang harus murid-murid lakukan, namun Yesus memberikan

contoh konkrit. Itulah yang harus dilakukan oleh seorang pendidik Kristen.

Dalam hal ini seorang pendidik tidak hanya mampu memberikan materi, tetapi

harus bisa menjadi teladan bagi anak didiknya. Melalui keteladanan itulah

pendidikan Kristen menjadi lebih efisien dan cepat sampai pada sasarannya.

c. Kitab Kolose dan Filipi (Hikmat Dalam Kristus).

Pazmino menjelaskan bahwa dalam surat Paulus kepada jemaat di

Kolose ditemukan beberapa hal penting sehubungan dengan pendidikan

Kristen, diantaranya adalah pusat pendidikan Kristen adalah Kristus. Dalam

salah satu bagian suratnya Paulus menjelaskan tentang tujuan dalam melayani

sesama orang percaya yaitu supaya hati mereka terhibur dan bersatu dalam

kasih sehingga memperoleh segala kekayaan dan keyakinan pengertian dan

mengenal rahasia Allah, yaitu Kristus. Pernyataan tersebut terdapat dalam

Kolose 2 : 2-3.47

Bolkestein memberikan penjelasan bahwa Paulus mengajarkan tentang

cara mengasihi jemaat dengan mendoakan dan mengucap syukur. Ajaran ini

dapat ditemukan dalam Kolose 1 : 3. Tiap kali Paulus berdoa, ia mengucap

syukur dan tiap kali dia mengucap syukur, dia berdoa. Dalam doanya, Paulus

47
Ibid, 50

4
menyampaikan segala kesulitan dan keperluan jemaat kepada Allah, karena

dalam segala hal, doa syafaat adalah penolong yang paling baik.48

Jika dipahami secara sungguh-sungguh, dapat dimengerti bahwa

Paulus memberikan contoh yang baik kepada pendidik di masanya, maupun

kepada pendidik masa kini. Paulus memiliki kepedulian yang tinggi terhadap

jemaat di Kolose. Meskipun Paulus di penjara, namun dia tidak pernah

berhenti memikirkan Jemaatnya. Hal ini dapat di tiru oleh pendidik Kristen

dalam memperlakukan peserta didiknya. Tanggung jawab pendidikan bukan

hanya pada saat mereka bertemu muka, namun terus melekat dalam

kehidupannya dan memiliki beban moral dan spiritual yang berdampak pada

peserta didiknya.

Sementara itu, dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Paulus

memberikan pelajaran tentang banyak hal penting dalam kehidupan Kristen,

terdapat dalam Filipi 4 : 8 – 9. Ajaran itu adalah tentang hal yang benar,

mulia, adil, suci, manis, sedap di dengar, kebajikan dan hal yang patut dipuji

yang harus terus dipikirkan. Bukan hanya dipikirkan, tetapi juga dipraktikkan

dalam kehidupan. Paulus sendiri hadir sebagai teladan yang dapat dilihat oleh

jemaat di Filipi.49

Dari penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa keteladanan merupakan

unsure yang sangat penting dalam pendidikan. Contoh yang diberikan Paulus

48
M.H.Bolkestein, Tafsiran Kolose(Jakart:Badan Penerbit Kristen,1966), 26

4
. Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012), 50-51
49

4
tentang mengajarkan pengetahuan, sikap dan mempraktikkannya dalam

kehidupan serta dapat disaksikan oleh Jemaatnya merupakan inspirasi yang

sangat baik bagi para pendidik Kristen. Pendidik Kristen harus memahami

bahwa tugas keteladanan merupakan pengajaran yang paling efektif.

d. Surat Ibrani.

Pazmino memberikan penjelasan bahwa dalam bagian kecil yang

terdapat dalam Ibrani 5 : 11-6:3 dijelaskan tentang kesiapan peserta didik

yang dalam hal ini diberi nama pendengar. Dalam hal kesiapan peserta didik,

kitab Ibrani ini memberikan gambaran bahwa masih ada orang-orang yang

membutuhkan susu, orang-orang yang belum dapat menerima makanan padat

yang seharusnya diterima orang dewasa. Oleh karena itu, para pendidik

Kristen dipanggil untuk membedakan materi pengajaran yang disesuaikan

dengan karakteristik spiritual, sosial, kultural, ekonomi dan politik dari para

pendengarnya supaya mereka dapat menyampaikan pesan yang dapat sesuai

dengan tingkat pengertian dan kesiapan pendengarnya.50

Peter Wongso memberikan penafsiran terhadap surat Ibrani, sebagai

suatu tingkat kepandaian seorang murid dalam menerima pengajaran, ada

yang tinggi dan ada juga yang rendah. Sehubungan dengan hal tersebut, maka

guru yang bijaksana akan selalu mengulangi penjelasannya kepada murid

yang kurang pandai melalui perumpamaan yang lebih sederhana atau

dangkal

4
50
Ibid, 54

4
menuju ke arah yang lebih mendalam. Istilah lamban dalam mendengarkan

yang terdapat dalam Ibrani 5: 11 diartikan malas mendengarkan atau tidak

tertarik untuk memikirkan dan mengertinya, minum susu diartikan sebagai

kenaifan, kebodohan, kesederhanaan hidup secara rokhani. Selain itu, firman

Allah juga sering diartikan sebagai susu yang merupakan gizi bagi

kelangsungan hidup manusia. Sedangkan makanan keras diartikan sebagai

makanan yang keras dan padat yang dibutuhkan orang dewasa setiap hari.51

Dari kedua paparan di atas, dapat dipahami bahwa pengajaran Kristen,

harus mempertimbangkan berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini

pembedaan dilakukan dari sisi usia perkembangan peserta didik. Ada orang

yang usianya sudah dewasa, namun kedewasaannya masih rendah atau masih

seperti anak- anak. Ada juga kelompok orang yang sengaja tidak mau

mengerti atau malas. Oleh karena itu, pendidik harus mampu menyuguhkan

materi pembelajaran bagi peserta didik sesuai dengan karakternya. Untuk

melakukan tugas tersebut dibutuhkan kemauan dan kemampuan yang

memadai.

Terkait dengan fase perkembangan remaja-pemuda yakni fase yang

memiliki tingkat kesulitan tersendiri dibanding fase-fase sebelum maupun

sesudahnya, gereja harus bekerja keras menyiapkan pendidik-pendidik Kristen

yang militant, trampil dan berdedikasi. Mereka bertugas untuk membantu

51
Peter Wongso, Ekspedisi Doktrin Alkitab Surat Ibrani(Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,
4
1997), 308

4
remaja–pemuda menghadapi berbagai gejolak yang timbul dalam masa

perkembangannya.

II.2.2.2. Fondasi Teologis

Bakir dan Suryanto mendefinisikan kata teologi sebagai pengetahuan

menganai sifat-sifat Allah, dasar-dasar kepercayaan kepada Allah dan agama

terutama berdasarkan pada kitab-kitab suci. Sedangkan teologis adalah segala

sesuatu yang berhubungan dengan teologi.52 Dengan demikian, fondasi

teologis dapat diartikan sebagai dasar pengetahuan mengenai kepercayaan

kepada Allah yang bersumber pada kitab-kitab. Karena kita membicarakan

Fondasi Pendidikan Kristen, maka kitab dalm hal ini adalah Alkitab.

Pazmino membahas fondasi teologis dalam empat elemen utama, yaitu:

1) Otoritas alkitab.

Alkitab dijadikan payung besar kehidupan orang Kristen. Kitab suci

dipandang sebagai inspirasi secara ilahi dan orang percaya dipanggil untuk

menemukan agenda Alkitabiah dalam pendidikan Kristen. Kitab suci memiliki

ototritas final dan di pakai sebagai filter yang digunakan untuk memeriksa

. R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Tangerang:Karisma


52

Publishing Group,2009), 592

4
semua kebenaran dan diteliti kesesuaiannya dengan dunia dan cara pandang

kekristenan.53

Dari pernyataan diatas, dapat dipahami bahwa tidak ada tolok ukur

lain untuk menilai kebenaran, kecuali Alkitab. Karena Alkitab menjadi tolok

ukur kebenaran, maka setiap orang Kristen harus mendapatkan pendidikan

secara benar tentang Alkitab. Remaja-Pemuda Kristen merupakan generasi

yang harus mendapatkannya secara serius, karena mereka akan menjadi

generasi pendidik bagi kaum muda berikutnya. Sehubungan dengan tugas

tersebut, para pendidik Kristen harus meletakkan dasar pendidikan Kristen

yang benar dalam kehidupan masa muda mereka. Remaja–Pemuda Kristen

harus terus diberikan pengajaran untuk terus berpegang pada kebenaran

Alkitab dalam proses hidupnya.

2) Pentingnya Pertobatan.

Menurut Pazmino, pemberitaan Injil dan pertobatan merupakan dua

isu dalam pendidikan yang saling melengkapi dan berfokus pada katekisasi

dan pembinaan. Katekisasi adalah instruksi dari pendidikan Kristen yang

membina proses integrasi kebenaran Kristen dengan hidup dan kehidupan.

Pembinaan adalah berbagai aktifitas kebersamaan yang dilakukan secara

interpersonal diantara orang Kristen yang dicirikan oleh adanya kasih dan

pemeliharaan spiritual yang menghasilkan kebangunan gereja Kristen. Dalam

katekisasi dan

5
53
Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012),73-74

5
pembinaan ini, diasumsikan bahwa pendidik, orang tua atau model adalah

orang Kristen yang berkomitmen dan peserta didik adalah orang yang sedang

dan mau mempertimbangkan untuk membuat komitmen bahwa Yesus Kristus

adalah Tuhan dan Juru Selamatnya. Melalui pemberitaan karya penyelamatan

Allah yang luar biasa yang dinyatakan dalam kelahiran, kehidupan, kematian

dan kebangkiatn Yesus Kristus, diharapkan adanya respon personal dan

kebutuhan untuk membuat komitmen bagi orang Kristen, sebagai wujud

komitmennya kepada Allah yang hidup dan benar.54

Dari pernyataan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pertobatan

adalah sebuah komitmen yang dibuat oleh seseorang berdasarkan hasil

pemberitaan kebenaran Alkitab. Komitmen tersebut harus memiliki nilai yang

tinggi dalam hidupnya dan mengikat kuat dalam dirinya, karena pertobatan

yang dialaminya.

3) Karya Penebusan Yesus Kristus.

Kelahiran Yesus oleh perawan Maria, kehidupan Yesus yang tanpa

dosa, kematian untuk menebus dosa dan kebangkitan tubuh-Nya menjadi

dasar pengampunan Tuhan bagi orang berdosa. Pembenaran hanya karena

iman dan regenerasi spiritual bagi orang yang mempercayai karya Yesus

Kristus. Doktrin

54
Ibid,

5
54
Ibid,

5
inilah yang membekali pendidik Kristen, sehingga dapat berfungsi dengan

baik.55

Remaja-Pemuda Kristen harus mendapatkan pengajaran yang benar

tentang karya penebusan bagi dirinya. Hal ini diperlukan untuk membangun

kepercayaannya kepada Sang Penebus yang telah lahir, mati dan bangkit bagi

dirinya.

4) Kekudusan Pribadi.

Yohanes Calvin mendefinisikan kekudusan sebagai “penyatuan antara

penghormatan dan kasih kepada Tuhan. Kehidupan yang dimulai dari

pertobatan dan dipelihara terus menerus melalui hubungan orang percaya

dengan Tuhan yang melibatkan hati, roh dan juga pikiran.56

Dalam memaknai kekudusan tersebut, orang Kristen harus waspada,

tidak boleh menganggap bahwa dirinya adalah kudus, tanpa melihat

kekudusan itu secara benar. Kekudusan yang dangkal dapat menghasilkan

penyelesaian masalah yang memberikan solusi yang mudah terhadap masalah

sosial yang kompleks dan ketidak pekaan yang memisahkan orang Kristen

dari kepedulian terhadap budaya.

Ricard Niebuhr memberikan lima kemungkinan hubungan antara

Kristus dan budaya, yakni : Kristus melawan budaya. Kristus adalah otoritas

55
Ibid, 80

54
Ibid,

5
tunggal. Klaim budaya ditolak. Kristus dari budaya. Budaya terbaik harus

diseleksi untuk disesuaikan dengan Kristus. Kristus di atas budaya.

Penerimaan terhadap anugerah menyempurnakan dan melengkapi budaya,

walaupun tidak ada “kurva yang mulus atau garis yang tidak putus ”diantara

keduanya. Kristus dan budaya adalah paradox” Kedua otoritas harus ditaati,

oleh karena itu orang percaya hidup dalam ketegangan seperti ini. Kristus

mentransformasi budaya. Budaya mencerminkan keadaan manusia yang

sudah jatuh dalam dosa, dan budaya dapat diperbaharui menjadi satu untuk

memuliakan Tuhan dan mendukung rencana/tujuan Tuhan.57

Berdasarkan penjelasan tersebut, orang Kristen, terutama pendidik

Kristen harus mampu menempatkan diri diantara budaya. Mereka harus

berlaku benar, supaya dapat diterima oleh masyarakat dengan berbagai

macam budaya dan mampu mentransfer nilai-nilai budaya yang cocok dengan

kehendak Tuhan.

II.2.2.3. Fondasi Filosofis

Fondasi filosofis adalah sebuah cara pandang yang didefinisikan

sebagai sekumpulan asumsi mendasar yang melahirkan pola pikir dan

tindakan.58

57
Ibid, 87
58
Ibid, 110-111

5
Norman Dejong menyarankan sebuah tangga filosofis berkenaan

dengan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dengan tepat saat

memformulasikan sebuah filosofi pendidikan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut

menyangkut enam hal penting, yakni dasar dan otoritas, natur manusia, tujuan

umum dan tujuan khusus, struktur organisasi, implementasi dan evaluasi.59

Sedangkan Dwayne Huebner menyampaikan lima kategori nilai yang

secara umum memandu praktik pendidikan dalam berbagai konteks. Nilai-

nilai tersebut, adalah : pertama, nilai teknik yang menekankan pada

pentingnya kontrol dan efisiensi dalam pendidikan; kedua, nilai politik yang

mempertanyakan kekuatan yang biasanya tersembunyi dalam proses

pendidikan; ketiga, nilai ilmiah yang menekankan pada usaha pendidikan

untuk menghasilkan pengetahuan baru berbasis penelitian empiris, keempat,

nilai estetik berfokus pada kegiatan-kegiatan yang mengandung makna

simbolik atau estetik dan kelima, nilai etis yang akan menghasilkan kesadaran

tentang kehidupan yang bermoral.60

Dengan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa praktik

pendidikanpun memerlukan panduan yang mengandung asumsi dasar atau

nilai yang harus ditanamkan. Panduan yang dipakai harus merupakan alat

yang dapat menjaga pendidikan Kristen tetap berada dalam kerangka yang

benar. Oleh

59
Ibid, 120-121

5
60
Ibid, 138-139

5
karena itu, pendidik Kristen harus memiliki hikmat dan ketrampilan yang

memadai.

Untuk meninjau pendidikan dari aspek peserta didik atau murid dari

perspektif Alkitab, Al Edeker memberikan beberapa ide penting berikut :

pertama, murid adalah ciptaan Allah dan diciptakan dalam peta dan teladan

Allah; kedua, setiap murid adalah orang berdosa; ketiga, setiap murid secara

potensial adalah anak Allah di dalam Kristus; keempat, setiap murid

mempunyai kemampuan untuk berubah dan bertumbuh; kelima, setiap murid

bertanggungjawab atas tindakannya, keberdosaannya dan responnya kepada

Allah.61

Dari pernyataan di atas, dapat dipahami bahwa, seorang murid harus

diberi penghargaan yang tinggi. Mereka adalah ciptaan Tuhan, meskipun

sebagai ciptaan yang mewarisi dosa, namun memiliki potensi dan kemampuan

untuk berubah serta mempertanggungjawabkan semua tindakannya. Jadi,

murid tidak lebih rendah daripada guru atau pendidiknya.

Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bahwa ada hubungan

yang erat antara fondasi filosofis dengan pendidikan Kristen. Pendidikan

Kristen yang dimaksud juga termasuk pendidikan remaja–pemuda, karena

mereka adalah bagian penting dari pendidikan Kristen. Fondasi filosofis

menjadi sangat

61
http://saveourfamilytoday.blogspot.co.id/2012/01/model-pendidikan-christ-centered_8581.html,11-
5
10-2017.

5
penting bagi pendidikan remaja-pemuda, karena pada fase ini mereka berada

pada masa penting dalam pengambilan keputusan untuk masa depan. Dalam

proses pengambilan keputusan, sangat dibutuhkan dasar pola pikir yang kuat

dan benar, supaya mereka tidak salah langkah.

II.2.2.4. Fondasi Historis

Histori adalah sejarah. Historis artinya berdasarkan sejarah. 62Menurut

Marc Bloch (Leirissa), sejarah adalah ilmu tentang manusia di dalam dimensi

waktu. Menurutnya, waktu yang dimaksud adalah plasma yang membasahi

berbagai gejala lingkungan yang memberi makna pada gejala-gejala itu. 63

Secara sempit, sejarah diartikan sebagai pengejaran kebenaran yang

didasarkan pada penyelidikan dan pemeriksaan bukti-bukti yang

didokumentasi secara hati-hati. Sedangkan secara luas, sejarah dapat

didefinisikan sebagai penggunaan data dan fakta yang diakumulasi melalui

penyelidikan dokumen yang kritis untuk mengerti masa lalu.64

Antara sejarah dan pendidikan ada hubungan yang tak dapat

diabaikan, karena sejarah membantu manusia memahami perpindahan masa

lalu ke masa kini dan masa kini ke masa depan yang diprediksi menurut

berbagai peristiwa

. R.Suyoto Bakir dan Sigit Suryanto,Kamus Lengkap Bahasa Indonesia(Tangerang:Karisma


62

Publishing Group,2009), 210


63
http://journal.ui.ac.id/index.php/wacana/article/viewFile/3813/3029,11-10-2017

5
64
Robert W.Pazmino,Fondasi Pendidikan Kristen( Bandung:STT Bandung,2012), 176

5
yang berkaitan antara masa lalu dan masa kini. Dari pendapat Marc Bloch,

kita melihat betapa mendalam istilah yang dipakai, yakni plasma yang

membasahi berbagai gejala dan memberi makna pada gejala-gejala tersebut.

Artinya bahwa setiap peristiwa berkaitan satu sama lain dan memberi arti

antara waktu sebelum, pada saat terjadi peristiwa dan pada waktu yang akan

datang.

Pazmino menjelaskan bahwa fondasi historis memiliki beberapa

warisan dari sumber-sumber pra Kristen. Warisan itu adalah:

1) Warisan Perjanjian Lama

Bentuk warisan ini yaitu instruksi, nasehat dan pernyataan. Adapun

pusat pendidikannya ialah Taurat, dan cara yang digunakan melalui cara oral

yakni dari mulut ke mulut. Konteks utama pendidikan dalam warisan ini

adalah rumah dan orang tua yang bertanggungjawab untuk mengajar anak-

anak. Metodologi Pengajaran yang dipakai yaitu melalui komunikasi oral

dengan alat bantu hafalan ( puisi, permainan kata, teka-teki ). Waktu

pelaksanaan sudah di jadwal serta materi bersifat spontan ( Ulangan 6 :

7 ). Dalam hal ini ada alat bantu yang dipakai yaitu musik dan Mazmur serta

prinsip pengajarannya adalah manusia harus membawa kehormatan dan pujian

bagi Tuhan.65

Meskipun pendidikan dalam Perjanjian Lama masih sangat sederhana,

65 Ibid, 186-

5
namun dapat dicermati bahwa cara-cara yang dipakai sangat bagus. Mereka

66 Ibid, 186-

5
mulai dari mulut ke mulut, berawak dari rumah atau lebih tepatnya diawali

dari keluarga, ada komunikasi yang menuntut pemikiran serius dari pendidik

maupun peserta didik, karena komunikasi dilakukan melalui puisi, permainan

kata dan teka-teki. Keunggulan yang lain, adalah adanya jadwal yang sudah

disusun, meskipun materi yang disampaikan masih secara spontan. Dengan

pemahaman ini, dapat ditarik kesimpulan, bahwa pada masa Perjanjian Lama,

pendidikan sudah dilakukan dengan baik, hanya masih tradisional.

2) Warisan Yunani

Tokoh-tokoh yang ikut serta dalam warisan Yunani adalah Sokrates.

Dia berpendapat bahwa pengetahuan adalah kebaikan yang berharga.

Sedangkan Plato berpendapat bahwa pendidikan adalah pelatihan yang

progresif terhadap manusia sejak usia muda dimana seseorang belajar

bagaimana caranya memerintah dengan adil. Aristoteles memandang bahwa

tidak ada yang bisa dilakukan melebihi yang seharusnya, karena adanya

disiplin dan kendali dalam seluruh proses kehidupan.66

Dari ketiga pendapat tersebut, dapat dipahami bahwa pendidikan bagi

kaum muda sangatlah penting, karena dari pendidikan mereka mendapatkan

kebaikan yang berharga, pelatihan yang progresif untuk memimpin dengan

adil serta memiliki disiplin dan kendali dalam proses hidup. Jika semuanya

66
Ibid, 188-

5
diperoleh oleh kaum muda, maka mereka akan mampu menghadapi gelombang

sebesar apapun dalam hidup ini.

3) Warisan Perjanjian Baru

Pendidikan dalam Perjanjian Baru menekankan pada cara kehidupan

umat pilihan Allah yang berbeda. Para pengajar harus memastikan

keberlanjutan dari kepercayaan Kristen yang menjadi identitas komunitas

Kristen agar tetap terjaga di tengah dunia yang keras dan pluralistik.67

4) Warisan orang Kristen Mula-mula

Beberapa isu yang muncul di masa-masa awal kekristenan adalah : isu

kontinuitas dan isu pemeliharaan komunitas Kristen. Bahaya yang sering

dihadapi oleh gereja mula-mula adalah bahaya pemusnahan. Karenanya

diperlukan adanya tatanan, kedisiplinan dan panduan yang jelas dengan

konteks social dan budaya yang akomodatif dengan menekankan pada

kegairahan. Tugas pendidikan di tengah-tengah isu tersebut adalah

mengangkat isu-isu tersebut dan memberikan kemungkinan tentang cara

menyelesaikan ketegangan yang tidak mungkin dihindari.68

5) Warisan Abad pertengahan

Pada abad pertengahan penyembahan muncul sebagai media utama

pendidikan Kristen. Penyembahan didukung dengan sarana pengajaran iman

67
Ibid,
68
Ibid,

5
bagi peserta didik yang berupa arsitektur, seni dan musik. Pada masa ini,

peran keluarga sebagai pendidik iman menjadi berkurang. Tempat pendidikan

ada dalam biara dan universitas serta sistem pendidikan dengan menggunakan

kurikulum setelah tahun 800 Masehi.69

6) Renaissance

Renaissance adalah kebangkitan kembali. Ciri pendidikan pada masa

renaissance adalah adanya tujuan yang diperluas dengan penekanan pada

perkembangan individual. Individu dipandang sebagai pribadi yang terpisah

dari komunitas, tetapi mampu mempengaruhi komunitasnya.70

7) Reformasi

Dalam hal ini, gembala bertanggung jawab sebagai pemimpin atas

pendidikan warga Jemaatnya. Panduan untuk pendidikan di berikan oleh

pemimpin gereja dan orang tua yang berusaha mendorong lahirnya rasa

kepemilikan pribumi terhadap iman Kristen. Tujuan pendidikan Kristen yaitu

untuk melatih semua orang Kristen untuk menjadi imam Allah yang hidup

dalam bahasa yang mudah dimengerti. Ada kebutuhan pelatihan bagi gembala

sebagai pendidik. Adapun penekanan pendidikan, yaitu pendidikan demi

kepentingan komunitas iman, adanya perlindungan, kemampuan dan

perluasan

69
Ibid , 198-
70
Ibid, 202-

5
komunitas iman, karena semuanya sangat penting bagi perkembangan

individu.71

8) Amerika Serikat

Cremin menuliskan bahwa ada lima serangan yang mengancam

pendidikan pada masa itu, yakni :1)adanya banyak institusi. 2) pada masa

yang berbeda, masyarakat juga menekankan pada institusi yang berbeda. 3)

usaha bersama yang dilakukan sekolah-sekolah untuk menyeimbangkan

idealisme sosial tentang persamaan hak dan persaudaraan. 4) usaha untuk

mempopulerkan pendidikan dan membuatnya lebih mudah dan tersedia untuk

diakses semua orang. 5) catatan sejarah pendidikan di Amerika Serikat yang

menunjukkan usaha menekan dan atau membebaskan.72

II.2.2.5. Fondasi Sosiologis

Ilmu sosiologi mempunyai tugas menganalisa proses-proses yang

olehnya realita di konstruksikan secara sosial. Pendidikan pada dasarnya

menekankan pada proses menghasilkan dan mendistribusikan pengetahuan,

secara khusus dalam pendidikan Kristen. Sedangkan secara luas, sejarah

dapat

71
Ibid, 205-
72
Ibid, 214-

5
didefinisikan sebagai penggunaan data dan fakta yang di akumulasi melalui

penyelidikan dokumen yang kritis untuk mengerti masa lalu.73

Fondasi-fondasi sosiologis ini termasuk di dalamnya cara pandang

yang berasal dari sosiologi dan antropologi dan secara khusus antropologi

budaya.Tuhan menciptakan manusia dengan kapasitas untuk menciptakan

budaya dan membentuk masyarakat. Tanpa budaya kekristenan akan menjadi

sesuatu yang abstrak. Bernard Bailyn mendifinisikan pendidikan sebagai

seluruh proses dimana budaya menyampaikan pesan-pesannya kepada

berbagai generasi. Tugas orang Kristen adalah meneruskan iman yang bisa

dibangun pada generasi masa kini dan masa depan.74

Pazmino menyampaikan bahwa untuk membantu kontekstualisasi

budaya, pendidik dapat mempertimbangkan masukan-masukan dari sosiologi

pengetahuan untuk membantu membangun struktur pengajaran.75

1. Sosiologi Pengetahuan

Sosiologi pengetahuan meneliti tentang bagaimana subjek atau disiplin

ilmu bisa di konstruksi secara sosial, sebagai sebuah makna yang dapat diterima

semua orang. Sedangkan Denis Lawton menyatakan bahwa penyelidikan

sosiologi

74
Ibid,
75
Ibid

5
73
Ibid, 229

74
Ibid,
75
Ibid

5
harus didukung oleh penelitian dari segi psikologi dan filosofi. Filosofi dan

teologi adalah dua disiplin ilmu yang mengeksplorasi kebenaran dan validitasnya

dari cara pandang teologi dan filosofi yang saling melengkapi76.

Sedangkan dunia sosial, juga memiliki fungsi penting. sebagai berikut:

Pertama : pengetahuan memprogram saluran yang dari padanya sebuah

dunia yang objektif dihasilkan.

Kedua : pengetahuan membuat dunia ini menjadi sesuatu objek melalui

bahasa dan media kognitif yang didasarkan pada bahasa yaitu bahasa mengatur

dunia menjadi objek yang bisa dimengerti sebagai realitas.

Ketiga : Pengetahuan diinternalisasi sekali lagi sebagai kebenaran yang

valid dan obyektif melalui tindakan sosialisasi.77

Habermas menyampaikan tiga pendekatan terhadap pengetahuan :

a. Pendekatan ilmu empiris - analitis

b. Pendekatan ilmu historis-hermeneutikal

c. Pendekatan ilmu pengetahuan yang berorientasi kritis yang

menggabungkan ketertarikan emansipasi dan menghasilkan analisis.78

76
Ibid, 243
77
Ibid, 223-224

78
Ibid, 247-

6
Sedangkan Paulo Freire mengatakan bahwa manusia tidak bisa

dimengerti terlepas dari hubungan mereka dengan dunia melalui bahasa

pikiran

. Menurutnya, pengetahuan didistribusikan secara sosial. Pengetahuan adalah

instrumen untuk pergumulan bertahan hidup dan berkuasa dan mempunyai

potensi untuk membebaskan dan mengaktualisasi manusia.79

Pazmino juga memberikan penjelasan tentang cara pandang alkitab

mengenai pengetahuan, disebutkan bahwa ;

Alkitab melihat pengetahuan sebagai sesuatu yang lahir dari


pertemuan pribadi dengan Allah,dan pengenalan akan Allah
dikaitkan dengan penyataan Allah dalam sejarah di masa lalu
dan janji-Nya akan masa depan.Namun Allah juga dinyatakan
dalam situasi dunia masa kini dimana makluk ciptaan Allah
berada dan menghadapi sejarah mereka. 80
2. Sosiologi Pendidikan

Emile Durkheim berpendapat bahwa sosiologi dikembangkan sebagai

respons terhadap masalah perubahan yang terjadi dengan cepat.81 Pendidikan

juga disebut sebagai sarana untuk memulihkan keseimbangan.

Pendidikan dibagi dalam tiga tingkat, yakni :

81

6
79
Ibid, 249
80
Ibid,252

81

6
a. Ilmu pendidikan yang melibatkan penelitian, diskripsi fenomena masa

kini atau masa lalu dan menyelidiki penyebab atau penentu dari efek

yang ditimbulkan.

b. Teori pedagogi untuk menentukan isu yang harus ada dalam

pendidikan.

c. Praktik pendidikan, menyangkut segala sesuatu yang harus dilakukan,

bahasan dan seni pendidikan.82

II.2.2.6. Fondasi Psikologis

Pazmino menjelaskan bahwa Fondasi psikologi dianggap penting dan

memberikan sumbangan significan karena beberapa alasan. Pertama,

psikologi telah memasukkan studi tentang alam bawah sadar dan tingkah laku

manusia ke dalam proses pembelajaran. Kedua, berbagai perspektif dalam

psikologi diintegrasikan menjadi ramuan terbaik untuk memahami manusia

dalam berproses sepanjang hidup. Ketiga, kekristenan memiliki perspektif

tentang manusia yang berhubungan erat dengan proses memiliki nilai

terhadap perkembangan pendidikan Kristen, sebab manusia berkembang dari

lahir sampai dengan mati, bahkan akan hidup sesudah mati.83

82
Ibid, 253-254

83
Ibid, 269-

6
Loder menjelaskan bahwa; perkembangan manusia dapat didefinisikan

sebagai suatu realitas yang muncul, dimana struktur-struktur yang potensial

dalam pribadi seseorang diberikan bentuk tertentu dan bervariasi dalam

jangka waktu tertentu sepanjang hidupnya.84

Pandangan kristiani terhadap psikologi modern, akan sangat

dipengaruhi oleh pemahaman tentang perkembangan kognitif, psikososial,

moral dan iman. Berikut adalah beberapa pendapat tentang pemahaman

berbagai perkembangan tersebut.

1. Perkembangan kognitif : Jean Piaget.

Teori ini mempelajari tentang awal mula dari struktur pikiran dan

pengetahuan manusia sejak lahir, tentang cara berubah seiring terjadinya

proses kematangan, khususnya mulai lahir sampai remaja. Peageat berasumsi

bahwa pada hakekatnya manusia itu baik.85

2. Psikologi Perkembangan Erikson.

Teori Erikson merupakan gabungan dari ilmu biologi, psikologi ego

dan antropologi dalam menganalisis bagaimana seseorang merasakan

tubuhnya, dirinya dan perannya dalam masyarakat ketika berbenturan dengan

beragam pandangan bahwa formasi ego itu pada dasarnya bersifat biologis,

ditempatkan

85 Ibid, 282-

6
84
Ibid, 275-276

86 Ibid, 282-

6
secara psikologis dibentuk secara sosial dan prosesnya dikendalikan dan di

artikulasikan secara kultural.

Erikson berasumsi bahwa; a) kepribadian manusia berkembang

menurut tahap-tahap yang sudah ditetapkan sebelumnya menuju suatu

kesiapan seseorang yang akan diarahkan pada, didasari dan berinteraksi

dengan suatu radius sosial yang makin melebar, b) masyarakat cenderung

berkonstitusi dalam memenuhi dan mengundang serangkaian potensi untuk

berinteraksi dalam upaya untuk mengamankan dan mendorong tercapainya

tingkat kecepatan dan untuk berkembangnya semua potensi, c) hal negatif

akan selalu ada sebagai rekan imbangan yang dinamis, karena manusia secara

kontinu akan mengalami krisis dan tekanan dalam hidupnya.86

3. Perkembangan Moral : Laurance Kohlberg

Kolberg membagi perkembangan moral dalam tiga tingkat dan enam

tahap. Pada tingkat pertama adalah prekonvensional yang terdiri dari dua

tahap, yakni usia 6–8 tahun sebagai tahap pertama. Sedangkan masuk pada

tahap kedua tingkat pertama adalah usia 8-10 tahun. Pada masa ini, anak

berorientasi pada sebuah pertanyaan “apa yang akan didapat.” Tingkat yang

kedua disebut tingkat konvensional terdiri dari tahap ketiga usia 10-12 tahun

dan tahap ke empat usia 12-15 tahun. Dalam tahap ini anak sudah berfikir

tentang apa yang dikatakan hukum dan apa kewajibannya terhadap hukum.

Tingkat ketiga adalah


86
Ibid, 285-

6
86
Ibid, 285-

6
pasca konvensional yang dibagi menjadi dua tahap, yakni tahap kelima dan

keenam pada usia 15 tahun ke atas. Dalam tahap ini orang berfikir tentang

prinsip-prinsip pribadi dan sejauh mana prinsip tersebut bermakna universal.87

Jika kita memahami tingkatan perkembangan moral Kolberg, maka kita

dapat mengetahui bahwa posisi remaja–pemuda ada pada tingkat kedua, tahap

keempat dan tingkat ketiga pada tahap ke lima dan keenam. Dengan demikian

kita memahami bahwa mereka berada pada tahap pemahaman hukum,

pemahaman kewajiban dan kebermaknaan hidupnya secara umum.

4. Perkembangan Iman : James Fowler

Fowler menyampaikan pendapatnya tentang perkembangan iman ini,

dengan enam tahap perkembangan iman.88Tahap-tahap tersebut, adalah seperti

berikut :

1. Iman Intuitive-projective, terjadi pada anak-anak usia 0 sampai 7 tahun.

Pada tahap ini, iman anak-anak merupakan cerminan jelas dari iman

orang tuanya.

2. Iman mythic-literal, terjadi pada akhir masa kanak-kanak, mereka

mempercayai sesuatu yang \dipercayai orang tuanya.

3. Iman syntetick-conventional, terjadi pada masa awal remaja, ada

kecenderungan mengikuti iman “kelompok”.

87
Ibid, 289-296
88
Ibid,297

6
4. Iman individual-reflective, terjadi pada akhir masa remaja dan awal

masa dewasa, sudah mulai berfokus pada tanggungjawabnya sebagai

seorang dewasa terhadap komitmen dan kepercayaannya sendiri,

meragukan, mempertanyakan dan menolak asumsi-asumsi tradisional.

Masa ini juga merupakan masa berkembangnya nilai-nilai individu.

5. Iman Conjunctive. Pada masa ini, seorang dewasa mampu

mengintegrasikan posisi-posisi tradisional, keraguan-keraguan dirinya

dan memandang orang lain sebagai keutuhan yang bermakna.

6. Iman universalizing. Iman pada tahap ini bersifat universal dimana

seorang individu mengidentifikasi dirinya melampaui dirinya sendiri

dan mengarah kepada Allah sebagai suatu realitas yang dirindukan.

Sangat jarang orang yang sampai tahap ini.89

Dari keenam tahap tersebut, maka kita dapat memahami bahwa

remaja- pemuda berada pada tahap ketiga sampai tahap kelima.

Sedangkan Beechick mengajukan pemikirannya tentang tugas-tugas

perkembangan spiritual yang dapat diringkas dalam suatu garis besar sebagai

berikut:

1. Masa Pra Sekolah.

89
Ibid, 297-298

6
Pada masa ini anak mengalami kasih, rasa aman, disiplin, sukacita dan

penyembahan. Anak juga mulai mengembangkan kesadaran dan konsep

tentang Allah , Yesus dan realitas-realitas kristiani yang mendasar lainnya.

Kecuali itu, anak juga mengembangkan sikapnya kepada Allah, Yesus, gereja,

diri sendiri dan Alkitab serta mengembangkan konsep tentang yang benar dan

yang salah.

2. Masa Sekolah Dasar.

Pada masa ini, anak menerima dan mengakui Yesus Kristus sebagai

juru selamat dan Tuhan, bertumbuh dalam kesadaran akan kasih dan

tanggungjawab kristiani dalam hubungannya dengan orang lain dan terus

membangun konsep tentang realitas-realitas kristiani yang mendasar serta

mempelajari pengajaran dalam Alkitab pada kehidupan sehari-hari dan

mengembangkan sikap yang sehat terhadap diri sendiri.

3. Masa Remaja

Pada masa ini, remaja belajar menunjukkan kasih kristiani dalam

kehidupan sehari-hari, mengembangkan sikap yang sehat terhadap diri sendiri,

mengembangkan pengetahuan Alkitab dan ketrampilan intelektual yang

berguna untuk melawan serangan iman, mencapai kekuatan karakter kristiani

yang berguna untuk melawan tekanan sosial yang anti kekristenan. Kecuali

itu, mereka juga menerima tanggungjawab kristiani sesuai dengan

kemampuan yang bertambah, belajar membuat keputusan-keputusan

berdasarkan nilai-nilai
6
kristiani yang bersifat kekal serta meningkatkan disiplin diri untuk mencari

hal-hal yang diatas.

4. Kedewasaan.

Pada masa ini, orang menerima tanggungjawab untuk terus bertumbuh

dan belajar, menerima tanggungjawab yang Alkitabiah terhadap Allah dan

sesama serta menjalankan kehidupan yang berintegritas, yang berpusat kepada

Allah.90

Pernyataan diatas dapat kita pahami, bahwa perkembangan merupakan

suatu rangkaian, dimana kehidupan manusia selalu berkaitan antara masa

sebelum, masa yang sedang dialami dan masa yang akan dating. Oleh karena

itu, fondasi psikologis sangat dibutuhkan dalam pendidikan, khususnya

pendidikan Kristen.

II.2.2.7. Fondasi Kurikulum.

Kurikulum merupakan fondasi terakhir dari tujuh fondasi pendidikan

Kristen. Namun memiliki makna yang sangat penting, karena fondasi ini

menyatukan enam fondasi sebelumnya, diikat erat dan berfungsi untuk

90 Ibid, 301-

6
membidik tujuan pendidikan Kristen. Untuk memperjelas tentang kurikulum,

akan disampaikan beberapa definisi kurikulum.

1. Kurikulum adalah konten yang disediakan bagi peserta didik.


2. Kurikulum adalah pengalaman proses pembelajaran yang terpadu
dan terencana bagi peserta didik .
3. Kurikulum adalah pengalaman actual peserta didik atau partisipan.
4. Secara umum, kurikulum termasuk materi dan pengalaman untuk
pembelajaran. Secara khusus kurikulum adalah pelajaran tertulis
yang digunakan dalam proses pembelajaran dalam pendidikan
Kristen.
5. Kurikulum adalah pengorganisasian aktifitas pembelajaran yang
dipandu oleh seorang pengajar dengan tujuan untuk mengubah
sikap.91
Dari definisi di atas, dapat difahami bahwa dalam kurikulum konten

yang disediakan untuk peserta didik, memberikan kesempatan untuk berproses

mendapatkan pengalaman, berpatisipasi dalam pembelajaran dan dipandu oleh

seorang pengajar dengan tujuan mengubah sikap hidup. Ada tujuan yang jelas

dan sangat penting dalam kurikulum ini, yakni mengubah sikap hidup.

Untuk melakukan perubahan sikap hidup, harus berdasarkan

kebenaran. Pazmino menyatakan bahwa kebenaran merupakan konten yang

esensial dalam pengajaran Kristen. Kebenaran tersebut adalah kebenaran

seperti yang dinyatakan dalam Kristus dan Kitab Suci melalui pekerjaan Roh

Kudus dan kebenaran yang bisa kita lihat dalam seluruh ciptaan. Dinyatakan

juga bahwa

91
Ibid, 324-

6
kebenaran harus berfokus pada kasih, karena kebenaran tanpa kasih akan

menjadi keras dan kasih tanpa kebenaran akan menjadi lemah.92

Thomas Groome menyatakan bahwa; ada enam pertanyaan mendasar

yang harus dijawab dalam penyusunan kurikulum, yakni : 1) Secara khusus,

apa yang harus diajarkan 2) Mengapa area ini harus diajarkan? 3) Dimanakah

pengajaran dilaksanakan? 4) Bagaimana pengajaran dilakukan? 5) Kapan

seharusnya berbagai macam area pengetahuan diajarkan? 6) Siapa yang diajar

dan siapa yang mengajar?93

Dari keenam pertanyaan tersebut, dapat dipahami bahwa, pertanyaan

pertama berkaitan dengan topik yang akan dibahas, yang kedua berkaitan

dengan alasan pembahasan, yang ketiga berkaitan dengan tempat

dilaksanakannya pembahasan, yang keempat berkaitan dengan cara

mengajarkannya, yang kelima berkaitan dengan waktu pelaksanaan dan yang

keenam berkaitan dengan subjek yang akan diajar serta pelaku atau

pengajarnya.

Setelah enam pokok pertanyaan tersebut, juga akan di bahas satu point

penting lagi, yakni apakah prinsip yang menyatukan semuanya. Maksud dari

pertanyaan ini adalah apa yang menyatukan, mengintegrasikan dan menjadi

92
Ibid, 324-325

93
Ibid, 326-

7
puncak pengalaman pendidikan dalam arti perencanaan, implementasi dan

evaluasi.94

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kurikulum merupakan

suatu rangkaian dari beberapa aspek yang tidak dapat dipisahkan. Kurikulum

tidak akan menjadi sempurna jika, hanya mampu menjawab satu atau dua

pertanyaan saja. Kurikulum tidak hanya dituntut unuk menjawab pertanyaan,

tetapi juga dituntut untuk dapat mewadahi enam fondasi yang sudah

dijelaskan sebelumnya.

Pazmino menjelaskan bahwa ada tiga terminologi kurikulum, yaitu

kurikulum eksplisit, kurikulum implicit dan kurikulum nol.

1. Kurikulum yang eksplisit.

Yang dimaksud dengan nilai adalah konsep yang berharga, menarik

dan mengandung kebaikan yang diberikan. Orang Kristen mempunyai

kewajiban untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang konsisten dengan cara

pandang Kristen. 95
Kewajiban tersebut terdiri dari empat bagian dan

membutuhkan adanya akuntabilitas teologi dalam praktik pendidikan

94
Ibid hlm.327
95
Ibid,338-340

7
a. Orang Kristen harus memiliki dan menghidupi nilai-nilai yang

mereka nyatakan.

b. Untuk menghidupi nilai-nilai Kristen, orang kristen harus

menerjemahkan nilai-nilai mereka menjadi tujuan kurikulum.

c. Kebutuhan untuk mengejar nilai-nilai dalam aturan institusional

dalam kehidupan sehari-hari.

d. Berkaitan dengan kebutuhan konstan untuk pembaharuan dalam

formasi kurikulum, kebutuhan untuk menegaskan kembali nilai-

nilai dasar dan tujuan.

Dengan memahami paparan di atas, dapat dimengerti bahwa orang

Kristen bukan hanya orang biasa yang asal menjalani kehidupan, namun orang

Kristen adalah orang yang memiliki nilai-nilai yang dihidupi dan dinyatakan

dalam kehidupan sehari-hari serta memiliki berbagai aturan hidup yang

tampak dan diajarkan.

2. Kurikulum yang implisit

Elizabeth Vallance mengatakan bahwa kurikulum implicit,

mengidentifikasi dampak samping dari pendidikan yang sifatnya non

akademis dan sistematis, yang dirasakan tetapi tidak cukup untuk

menjelaskan atau

7
menjadi referensi bagi kurikulum yang eksplisit.96 Vallance mengatakan

bahwa ada tiga dimensi dimana aspek kurikulum implisit dapat

dipertimbangkan :

a. Kurikulum implisit dapat merujuk kepada berbagai macam konten

pendidikan, termasuk interaksi peserta didik-pendidik-struktur

ruang kelas atau seluruh pola organisasi dalam pembangunan

pendidikan yang menjadi sebuah mikrokosmos dari sistem nilai

sosial.

b. Kurikulum implisit bisa mendukung sejumlah proses yang bekerja

dalam sekolah, gereja atau rumah, termasuk proses

mengembangkan nilai, proses sosialisasi, dan proses memelihara

struktur sosial.

c. Kurikulum implisit bisa mengandung ”rahasia” dengan tingkat

kedalaman dan tujuan yang berbeda.

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kurikulum implisit,

merupakan sebuah dampak pengajaran yang disampaikan. Dampak tersebut

memang tidak dituliskan dalam uraian pengajaran, karena akan sangat berbeda

antara peserta didik yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan ini terjadi

karena perbedaan daya respon peserta didik terhadap materi yang diterimanya

3. Kurikulum Nol

96
Ibid,341-

7
96
Ibid,341-

7
Elliot Eisner mendefinisikan kurikulum nol sebagai sesuatu yang tidak

diajarkan secara sengaja.97 Kurikulum nol melengkapi kurikulum eksplisit dan

implicit, karena kurikulum eksplisit diajarkan, kurikulum implisit merujuk

pada yang ditangkap, sedangkan kurikulum nol tidak diajarkan secara sengaja,

namun mempunyai kemungkinan muncul, meskipun tidak dibagikan bahkan

kadang dilupakan.98

Dengan demikian dapat di pahami bahwa kurikulum nol akan muncul

dengan sendirinya sesuai dengan kondisi peserta didik, namun tidak langsung

dapat dilihat saat pembelajaran berlangsung. Nilai ini menjadi penting karena

respons yang tidak muncul saat pembelajaran akan mewarnai proses

perkembangan hidup seseorang.

Dari seluruh uraian yang telah dipaparkan mengenai fondasi

pendidikan Kristen, dapat dipahami bahwa ketujuh fondasi tersebut sangat

cocok jika dipakai dalam proses pendidikan Kristen. Fondasi yang satu

dengan fondasi yang lain saling terkait, saling mendukung dan mencerminkan

bahwa pendidikan Kristen harus menjadi praktik pendidikan yang holistik.

Berbagai aspek dipertimbangkan demi mencapai perkembangan manusia

seutuhnya, khususnya perkembangan iman secara nyata. Ketujuh fondasi

pendidikan

96
Ibid,341-

7
97
Ibid,343

96
Ibid,341-

7
Kristen akan membantu regenerasi iman yang sehat dan kuat serta

menghasilkan buah iman yang nyata demi menghadirkan tanda-tanda

Kerajaan Allah di bumi.

Fondasi Pendidikan Kristen menjadi sempurna karena pelaksanaannya

dirangkai dalam sebuah kerangka yang namanya Fondasi Kurikulum. Fondasi

Pendidikan Kristen membantu gereja dalam mendidik warganya, khususnya

remaja-pemuda, karena pendidikan dilakukan berdasarkan berbagai aspek

penting yang akan mendukung tercapainya perkembangan manusia seutuhnya.

Pendidikan harus direncanakan dengan matang dan harus menjawab

berbagai pergumulan yang sedang dihadapi oleh remaja-pemuda. Hal ini dapat

diketahui dari kerangka kurikulum yang dikemukakan oleh Groome bahwa

penyusunan kurikulum harus mempertimbangkan enam hal penting, yaitu :

topik yang akan dibahas, alasan pembahasan, tempat dilaksanakannya

pembahasan, cara mengajarkannya, waktu pelaksanaan dan subjek yang akan

diajar dan siapa pengajarnya. Jika seluruh rangkaian tersebut dilaksanakan

dalam pendidikan Kristen, maka dapat dipastikan bahwa pendidikan Kristen

akan berdampak bagi keluarga, gereja dan masyarakat.

7
7

Anda mungkin juga menyukai