Fiqih 1
Fiqih 1
Fiqih 1
Kelas :C
Nim :20221011031151
Pada masa Nabi, otoritas tertinggi dalam pengambilan keputusan suatu hukum Islam ada pada Nabi
sendiri, tidak ada yang lain. Semua masalah hukum yang muncul dalam masyarakat diselesaikan
langsung oleh Nabi melalui petunjuk wahyu, seperti yang terdapat dalam Al-Qur`an dan Sunnah Nabi.
Pada periode ini belum ada spesialisasi ilmu tertentu, termasuk fiqih dan ushul alfiqh, belum ada teori-
teori dan kaidah-kaidah fiqih dalam bentuknya yang praktis seperti yang dapat kita lihat dalam kitab-
kitab sekarang ini. Manakala muncul suatu persoalan hukum dalam masyarakat, Nabi langsung
menyelesaiannya atau para sahabat langsung menanyakannya kepada Rasul, bukan diselesaikan dengan
mempedomani kaidah-kaidah tertentu. Kendatipun demikian, Rasul telah meninggalkan prinsip-prinsip
hukum Islam yang universal, kaidahkaidah umum, di samping memang ditemukan hukumhukum
spesifik dalam Al-Qur`an dan hadits. Prinsiprinsip dan kaidah-kaidah umum tersebut dapat dijadikan
sebagai kerangka berpikir dalam penyelesaian suatu persoalan hukum. Dikemukakan oleh al-Khudhari
Bik dan Abdul Wahhab Khallaf, bahwa Nabi dan para sahabat telah meninggalkan asas-asas pembinaan
hukum Islam, yang menjadi prinsip untuk dipedomani dalam pemikiran hukum Islam, yaitu:
a. Adam al-haraj. Yaitu prinsip meniadakan kepicikan dan tidak memberatkan. Prinsip ini sangat
sejalan dengan tabiat manusia yang tidak menyukai beban, terutama beban berat.
b. Taqlil at-Takalif. Prinsip ini adalah kelanjutan dari prinsip di atas, yaitu prinsip menyedikitkan
beban. Allah melarang kaum muslimin memperbanyak pertanyaan tentang hukum yang belum ada,
yang berakibat akan memberatkan mereka sendiri.
c. At-Tadrij fi at-Tasyri‟. Prinsip ini berarti bahwa hukum Islam itu ditetapkan secara bertahap. Pada
kenyataannya, setiap manusia dalam masyarakat mempunyai tradisi atau adat kebiasaan, baik
tradisi yang baik maupun tradisi yang tidak baik, bahkan membahayakan. Mereka jelas sudah
terbiasa mempreaktekkan tradisi yang dianut, sehingga sangat sulit untuk melakukan suatu
perubahan dari satu tradisi (lama) ke tradisi (baru) yang lain
d. Musayarah bi mashalih an-nas. Prinsip ini berarti bahwa penetapan suatu hukum haruslah sejalan
dengan kemaslahatan manusia, baik individu maupun sosial. Dengan ungkapan lain, penetapan
hukum tidak pernah meninggalkan unsur masyarakat sebagai bahan pertimbangan.
Berdasarkan materinya, hukum Islam itu dapat diklasifikasikan kepada dua macam, yaitu: Hukum
ibadah dan hukum mu‟amalah. Kasifikasi semacam ini difahami dari firman Allah : (Q.S. Ali
„Imran :112), yang artinya : Kehinaan menimpa mereka di mana saja mereka berada, kecuali
apabila mereka memegang tali (agama) Allah dan tali sesama manusia, yakni dengan memelihara
pergaulan yang baik manusia. Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa untuk menghindari
kehinaan, maka manusia harus berpegang dengan habl min Allah yang dimplementasikan dalam
bentuk ibadat, yang asas dan sifatnya ta‟abbudi , yakni menuruti apa yang diperintahkan Allah
dan Rasul. Kemudian berpegang dengan habl min an-nas yang dimplementasikan dalam bentuk
pergaulan baik dalam masyarakat, yang asas dan sifatnya al-iltifat ila al-ma‟ani wa al-maqashid ,
yakni mempertimbangkan maksud dan tujuan. Dua macam ibadah ini rinciannya adalah sebagai
berikut:
Hukum-hukum ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, haji, nazar, sumpah dan lain-lain, yang
merupakan hubungan vertikal hamba kepada Tuhan. Hukum-hukum semacam ini dimaksudkan
adalah untuk merealisir kesadaran mendalam hamba akan tujuan utama kejadiannya, yaitu 184 |
Kaidah-kaidah Fiqih untuk mengabdi kepada-Nya. Oleh karena itu hukum ibadah ini merupakan
pekerjaan utama dan pokok, dimana hukum-hukum yang lain dapat ditarik dari hukum ini.
Dengan ungkapan lain, hukum ibadah seperti yang telah dicontohkan di atas secara ringkas
tergambar dalam “Rukun Islam”. Kewajiban pribadi hamba pada dasarnya merupakan sebutan
yang mengandung makna bahwa ibadah-ibadah tersebut secara umum tidak dapat diwakilkan
atau diwakili oleh orang lain. Tuhan mengatakan :”Aku ciptakan jin dan manusia hanya untuk
mengabdi kepada-Ku.”(Q.S. AzZariyat :56).
Hukum-hukum mu‟amalah atau hukum yang berkenaan dengan kemasyarakatan dalam arti luas
(ahkam almu‟amalah), yaitu seperti transaksi-transaksi, tindakantindakan sanksi-sanksi hukum,
kejahatan dan sebagainya, selain dari masalah ibadah mahdhah.
F. DINAMIKA DAN ELASTISITAS HUKUM ISLAM BERDASARKAN TEORI ADAPTABILITAS
DAN PERUBAHAN HUKUM
Hukum Islam atau fiqih itu bersifat dinamis dan elastis atau fleksibel. Ia dapat beradabtasi dengan
berbagai situasi yang dihadapi umat manusia. Dikatakan dinamis, karena hukum Islam adalah bagian
Islam secara keseluruhan yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., yang tujuannya adalah untuk
mewujudkan suasana damai dan kasih sayang bagi semua makhluk yang ada di bumi ini. Nabi
Muhammad saw. diutus oleh Allah membawa ajaran-ajaran yang membawa rahmat dan kasih sayang
untuk manusia, suatu ajaran yang bermuatan kaidahkaidah, prinsip-prinsip yang adaptabel terhadap
berbagai kemajuan dan perkembangan peradaban manusia, dan merespons berbagai kebudayaan atau
kultur yang muncul dalam masyarakat. Ketentuan ini tentu saja masih tetap 202 | Kaidah-kaidah Fiqih
memperhatikan rambu-rambu agama (ar-ramz ad-dini), yang terumuskan dalam bentuk ma lam
yata‟aradh ma‟a ushul asy-syariah. Dalam teori adabtabilitas dikatakan bahwa syariah Islam pantas untuk
setiap masa dan tempat; atau hukum Islam pantas untuk setiap masa dan tempat.. Teori perubahan hukum
dan perubahan penerapan hukum Islam di atas, merupakan pengejawatahan dari berbagai kasus yang
dilakukan oleh para sahabat nabi, terutama „Umar ibn al-Kththab yang telah banyak melakukan
perubahan hukum Islam, dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi masyarakat. Ia banyak sekali
“menyimpang” dari ketentuan tekstual nash-nash Al-Qur`an dan “menempuh jalan” pertimbangan matang
terhadap situasi dan kondisi masyarakatnya. Ia telah melakukan penangguhan (iqaf) dalam mengamalkan
sebagian ayat Al-Qur`an dan mengubah ketentuan sebagian hadits Nabi. Berikut ini, beberapa contoh
dapat dikemukakan:
Tentang sanksi potong tangan, sesungguhnya telah jelas Tuhan mengatakan: Laki-laki
yan mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangannya sebagai pembalasan
bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Penyayang (Q. Al-Ma`idah: 38).
Mengenai bagian zakat untuk mu`allaf, sesungguhnya telah jelas Tuhan mengatakan:
Sesungguhnya zakatzakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orangorang-orang
miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu`allaf yang dibujuk hatinya untuk
(memerdekakan)budak, orang-orang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang
sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana (Q. At-Taubah: 60)
Berkaitan dengan rampasan perang, sesungguhnya telah jelas Tuhan mengatakan:
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan 208 |
Kaidah-kaidah Fiqih perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat
rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnu sabil; jika kamu beriman kepada
Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari
Furqan, yaitu haru bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa ata segala sesuatu
(Q. Al-Anfal: 41)
Satu lagi contoh fiqih „Umar ibn al-Khaththab, yaitu berkaitan dengan „Talak Tiga
Sekaligus‟. Ibn Hajar al- „Asqalani dalam kitabnya Bulugh al-Maram meriwayatkan dari
Ibn „Abbas bahwa Talak tiga sekaligus pada masa, masa Abu Bakar dan dua tahun masa
kekhalifahan „Umar adalah jatuh satu. Tetapi, setelah itu „Umar mengatakan
“Sesungguhnya manusia telah banyak tergesa-gesa dalam melakukan (menjatuhkan) talak
tiga sekaligus, kalau hal ini dibiarkan maka akan berdampak negatif bagi Kaidah-kaidah
Fiqih | 209 masyarakat, sebab itu talak tiga sekaligus adalah jatuh talak tiga (al-
„Asqalani, t.t.: 224).
DAFTAR PUSAKA
http://repository.radenfatah.ac.id/4295/1/Lengkap.pdf
Abdurrahman, Asymuni. 1976. Kaidah-Kaidah Fiqh (Qawa‟id Fiqhiyah), Bandung: Bulan Bintang.
https://search.yahoo.com/
search;_ylt=AwrOrEdTYjFk7bwXQXtXNyoA;_ylc=X1MDMjc2NjY3OQRfcgMyBGZyA21jY
WZlZQRmcjIDc2ItdG9wBGdwcmlkA2N2cmVIMHhqUVhtWFg1ZTBXenJlR0EEbl9yc2x0AzA
Ebl9zdWdnAzEEb3JpZ2luA3NlYXJjaC55YWhvby5jb20EcG9zAzEEcHFzdHIDBHBxc3RybA
MwBHFzdHJsAzI3BHF1ZXJ5A3VyZ2Vuc2klMjBrYWlkYWglMjBpc2xhbSUyMGFkYWxha
AR0X3N0bXADMTY4MDk1ODA0NQ--?p=urgensi+kaidah+islam+adalah&fr2=sb-
top&fr=mcafee&type=E211US1406G0
https://jurnal.umsu.ac.id/index.php/edutech/article/viewFile/2273/2167
file:///C:/Users/rajaalbalad/Downloads/319-Article%20Text-1127-2-10-20230112.pdf