Makalah Ini Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah " Studi Materi Di SMP "

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ISLAM NUSANTARA

Makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah

“ STUDI MATERI DI SMP “

Dosen Pengampu :

AfiF Syaiful Mahmudin, M.Pd.I.

Disusun Oleh :

PAI-A Kelompok 13

1. Andi Yusuf Bahtiar ( 201190024 )


2. Alim Witri Astuti ( 201190015 )

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

PONOROGO

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “ISLAM NUSANTARA” tepat waktu.
Makalah “ISLAM NUSANTARA” disusun guna memenuhi tugas dari bapak. Afif Syaiful
Mahmudin pada mata kuliah Studi Materi di SSMP di IAIN PONOROGO. Selain itu, kami
juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi saudara semua tentang Islam
Nusantara.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Afif Syaiful


Mahudin selaku Dosen dalam mata kuliah Studi Materi di SMP. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu proses penyusunan
makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik
dan saran yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Ponorogo, 06 November 2020

Kelompok 13

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agama Islam merupakan objek studi sarjana barat, bahkan Islam sudah
menjadi karir sarjana barat yang melahirkan orientalis dan Islamolog barat dalam
jumlah yang besar. Sarjana barat menaruh perhatian yang besar dalam studi Islam
karena mereka mamandang Islam bukan sekedar agama tetapi juga merupakan
sumber peradaban dan kekuatan sosial, politik dan kebudayaan yang patut
diperhitungkan.

Sementara kaum muslimin dihadapkan pada pluralitas etnis, relijius, ilmu


pengetahuan, pemikiran keagamaan, dan hitrogenitas kebudayaan dan peradaban.
Secara langsung maupun tidak langsung, telah terjadi interaksi kultural dengan ragam
muatannya, perubahan dan dinamika masyarakat terus bergulir, tentu saja hal ini
mewarnai cara pandang dan cara pikir kaum muslimin, sebagai sebuah konsekuensi
yang logis yang tak terhindarkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana alur perjalanan dakwah dinusantara ?
2. Bagaimana cara cara dakwah dinusantara ?
3. Apa saja kah kerajaan kerajaan islam dinusantara ?
4. Apakah tradisi nusantara sebelum islam ?
5. Bagaimana akulturasi budaya islam ?
6. Bagaimana tradisi melestarikan islam nusantara ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui alur perjalanan dakwah dinusantara
2. Untuk mengetahui cara cara dakwah di nusantara
3. Untuk mengetahui kerajaan kerajaan islam di nusantara
4. Untuk mengetahui tradisi nusantara sebelum islam
5. Menegetahui akulturasi budaya islam
6. Untuk mengetahui bagaimana cara melestarikan islam nusantara

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Islam Nusantara
1. Alur Perjalanan Dakwah di Nusantara
Ada bebarapa teori dalam perjalanan dakwah tersebut , yaitu :

a) Teori Gujarat
Teori GujaratTeori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada
abad13 dan pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dariteori ini
adalah:Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arabdalam penyebaran
Islam di Indonesia.Hubungan dagang Indonesiadengan India telah lama melalui
jalur Indonesia – Cambay – TimurTengah – Eropa.Adanya batu nisan Sultan
Samudra Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297yang bercorak khas Gujarat.
Pendukung teori Gujarat adalah SnouckHurgronye, WF Stutterheim dan Bernard
H.M. Vlekke. Para ahli yangmendukung teori Gujarat, lebih memusatkan
perhatiannya pada saattimbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya kerajaan
Samudra Pasai.Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia
(Italia)yang pernah singgah di Perlak ( Perureula) tahun 1292. Ia
menceritakanbahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam
danbanyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam
b) Teori Arab
Teori ini mengatakan bahwa Islam datang ke Indonesia secara langsung dari
Arab, tidak melalui perantara bangsa lain. Beberapa bukti sejarah dikemukakan
untuk memperkuat teori ini. Teori ini mengatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia
langsung dari Makkah (Arab) sebagai pusat agama Islam sejak abad ke-7
Salah satu sejahrawan yang mendukung teori ini ialah prof. Hamka. Dia
menyatakan bahwa Islam sudah datang ke Indonesia pada abad pertama Hijriah (
Abad ke 7-8M) langsung dari Arab dengan bukti jalur perdagangan yang ramai dan
bersifat internasional sudah dimulai melalui selat Malaka yang menghubungkan
Dinasti Tang di China, Sriwijaya di Asia tenggara, dan Bani Umayayah di Asia
barat. Menurutnya, motivasi kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai-nilai
Ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama islam. Dalam
pandangan Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah
berlangsung jauh sebelum tarikh Masehi.
Selain Hamka, Thomas W Arnold juga berpandangan bahwa, para pedagang
Arab telah menyebarkan Islam ketika mereka menjadi pemain dominan dalam
perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah atau abad ke-7 dan 8
Masehi. Meskipun tidak terdapat catatan-catatan sejarah tentang kegiatan mereka
dalam penyebaran Islam, namun ia berasumsi bahwa mereka juga terlibat dalam
penyebaran Islam kepada penduduk lokal di Indonesia.
c) Teori Persia
Pencentus teori Persia ini adalah Hoesein Djajaningrat. Teori Persia lebih
menitikberatkan tinjauannya pada aspek kebudayaan yang hidup di kalangan
masyarakat Islam Indonesia yang dianggap mempunyai persamaan dengan Persia, di
antaranya :

4
Adanya peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan
dan Husein cucu Nabi Muhammad SAW, yang sangat dijunjung oleh kaum
muslim Syiah di iran (Persia). Di Sumatra Barat, peringatan tersebut
disebut dengan dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa
ditandai dengan pembuatan Bubur Syuro
Adanya kesamaan konsep ajaran sufisme yang dianut Syaikh Siti Jenar dengan
Al-Hallaj, seorang sufi besar dari Persia.
Pengetahuan istilah bahasa Iran (Persia) dalam sistem mengeja hidup Arab
untuk tanda-tanda bunyi harakat.
Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
Adanya perkampungan leren/leran di Giri, daerah Gresik. Leren adalah nama
salah satu pendukung teori ini, yaitu Umar Amir Husen dan P.A Hussein
Djajadiningrat.
d) Teori China

Menurut teori China, proses kedatangan Islam ke Indonesia (Khususnya pulau


Jawa) berasal dari para perantau China. Menurut teori ini, orang China telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia.
Pada masa Hindu-Budha, etnis China atau Tiongkok telah berbaur dengan penduduk
Indonesia terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam telah sampai di
China pada abad ke-7 M, masa dimana agama ini baru berkembang. Sumanto al-
Qurtuby dalam bukunya Arus China-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik
(sumber luar negeri) pada masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-
Zhao, Quanzhou, dan pesisir China bagian selatan, telah terdapat sejumlah
pemukiman Islam.

Teori China didasarkan pada sumber luar negeri maupun lokal. Bahkan menurut
sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni
Raden Fatah dari Bintaro Demak, merupakan keturunan China. Ibunya disebutkan
berasal dari Campa, China bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).
Berdasarkan sejarah Banten dan Hikayat Hasanudin, nama dan gelar raja-raja
Demak beserta leluhurnya ditulis dengan mengunakan istilah china, seperti “Cek Ko
Po", “Jin Bun", “Cek Ban Fun", serta “Cu-Cu”. Nama-nama seperti “munggul” dan
“Meochel" ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di Utara
China yang berbatasan dengan rusia. Bukti-bukti lainya adalah masjid-masjid tua
yang bernilai arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas China di berbagai
Tempat, terutama di Pulau Jawa.1

2. Cara-Cara Dakwah di Nusantara

1Muhammad Khalil, sejarah Kebudayaan islam/kementrian agama, (Jakarta: kementrian agama 2016). Hal 29-
32

5
Islam masuk di Indonesia bukan melalui cara peperangan maupun penjajahan.
Islam perkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan persuasif
berkat kegigihan para ulama. Paling tidak penyebaran islam di Indonesia melalui
beberapa cara, yaitu :

a) Perdagangan
Pedagangan merupakan media dakwah yang paling banyak dilakukan oleh para
penyebar islam di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari adanya kesibukan lalulintas
perdagangan pada abad ke 7 M hingga ke 16 M. Jalur ini dimungkinkan karena
orang-orang Melayu telah lama menjalin hubungan dagang dengan orang Arab.
Apalagi setelah berdirinya kerajaan islam seperti kerajaan islam Malaka dan
kerajaan Samudra Pasai di Aceh, maka semakin ramai para ulama dan pedangan
Arab dating ke Nusantara. Disamping berdagangn mereka juga menyebarkan agama
islam. Para penyebar agama Islam berhasil mendirikan Masjid-Masjid dan
mendatangkan para ahli agama dari luar sehingga jumlah mereka semakin
bertambah banyak.2

Di beberapa tempat para bupati yang di tugaskan didaerah pesisir oleh kerajaan
Majapahit banyakyang kemudian memeluk islam. Para bupati tersebut memeluk
Islam bukan karena factor politik yang tidak stabil dipusat kekuasan Majapahit
namun juga karena factor hubungan ekonomi yang baik dengan para pedagang
muslim. Hubungan yang baik itu akhirnya memberikan kekuatan secara ekonomi
bagi para saudagar Muslim dan mengukuhkan keberadaan mereka sebagai mitra
parabupati dan penduduk setempat. Kekuatan ini memberikan pengaruh secara sosial
maupun psikologis yang dengan sendirinya memudahkan agama Islam dapat
diterima oleh para bupati dan penduduk setempat.
b) Perkawinan

Proses penyebaran Islam di Indonesia juga banyak dilakukan melalui


pernikahan antara para pedagang muslim dengan wanita Indonesia. Jalur
perdagangan Internasional yang dikuasai oleh para pedagang Muslim menjadikan
para pedagang Islam memiliki kelebihan secara ekonomi. Para pedagang Muslim

2Muhammad Khalil, sejarah Kebudayaan islam/kementrian agama, (Jakarta: kementrian agama 2016). Hal 34-
35

6
yang tertarik dengan wanita Indonesia yang ingin menikah mensyaratkan agar
wanita tersebut memeluk Islam sebagai prasyarat dalam sebuah pernikahan karena
dalam Islam tidak diperbolehkan menikah dengan orang yang berbeda agama, dan
para penduduk lokalpun tidak keberatan dengan prasyarat tersebut. Melalui
pernikahan ini tidak hanya menjadikan penganut agama Islam semakin banyak,
namun juga semakin mengukuhkan generasi-generasi Islam di Indonesia. Apalagi
jika pernikahan terjadi antara bangsawan dengan saudagar muslim, tentu akan
semakin menguatkan Posisi tawar mereka di masyarakat. Dari pernikahan ini
kemudian terbentuklah komunitas-komunitas muslim di Indonesia.

c) Pendidikan

Proses masuknya Islam juga dilakukan melalui jalur pendidikan. Para ulama
banyak yang mendirikan lembaga pendidikan Islam. Di lembaga pendidikan inilah
para ulama semakin menguatkan posisi agama Islam dengan pengajaran-pengajaran
keislaman. Salah satu lembaga pendidikan Islam yang menjadi ciri awal penyebaran
Islam adalah pesantren. Istilah pesantren digunakan untuk menunjukkan lembaga
pendidikan yang banyak digunakan oleh ulama di Jawa dan Madura, sementara di
Aceh dikenal dengan nama “dayah” dan di Minangkabau dikenal dengan istilah
“Surau”. Awalnya, pesantren (dayah/surau) adalah tempat kegiatan keagamaan
yang kemudian berkembang menjadi suatu lembaga tempat kegiatan pendidikan.
Bahkan dalam catatan Howard M. Federspiel, salah seorang pengkaji keislaman di
Indonesia, menjelang abad ke-12 pusatpusat pendidikan di Aceh, Palembang
(Sumatera), Jawa Timur dan Gowa (Sulawesi), pesantren atau dayah telah banyak
menghasilkan tulisan-tulisan penting dan menarik bagi santri untuk belajar. Sebagai
sebuah lembaga pendidikan Islam, pesantren tidak mengenal perbedaan status sosial
antara yang satu dengan lainnya, sehingga semua orang memiliki hak yang sama
untuk mendapatkan pendidikan.

Hal inilah yang menjadi kelebihan pesantren (dayah/surau) yang dikembangkan


oleh umat Islam, yaitu dapat diakses oleh siapapun, karena dalam ajaran Islam
menuntut ilmu adalah suatu kewajiban baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Dengan semakin banyaknya penganut agama Hindu dan Budha yang belajar di
pesantren (dayah/surau), hal itu semakin meningkatkan jumlah masyarakat yang

7
memeluk Islam. Dari situ kita juga memahami bahwa posisi pesantren
(dayah/surau) sejak awal Islam masuk ke Indonesia telah memainkan peran yang
penting dalam proses mencerdaskan kehidupan bangsa. Di antara lembaga
pendidikan pesantren yang tumbuh pada masa awal Islam adalah Pesantren yang
didirikan oleh Raden Rahmat di Ampel Denta, Surabaya, dan Pesantren Giri yang
didirikan oleh Sunan Giri yang popularitasnya melampaui batas pulau Jawa hingga
Maluku. Bahkan menurut catatan sejarah, Sunan Giri dan para ulama lainnya
pernah diundang ke Maluku untuk memberikan pelajaran agama Islam. Banyak dari
mereka yang menjadi guru, khatib (pengkhutbah), hakim (qadli) bahkan muadzin di
Maluku. Dengan cara-cara pendidikan tersebut agama Islam terus meluas ke seluruh
penjuru nusantara.

d) Tasawuf

Para pelaku tasawuf atau sufi umumnya adalah pengembara. Mereka dengan
sukarela mengajar penduduk lokal tentang berbagai hal. Mereka juga sangat
memahami persoalan para penduduk lokal dari berbagai sisi. Para sufi memiliki sifat
dan budi pekerti yang luhur sehingga memudahkan mereka bergaul dan memahami
masyarakat. Mereka memahami problem kemiskinan dan keterbelakangan sekaligus
juga memahami kesehatan spiritual masyarakat. Mereka juga memahami hal magis
yang digandrungi masyarakat penganut paham animisme dan dinamisme kala itu.
Hal ini menjadikan para sufi mampu melihat celah yang dapat dimasuki ajaran-
ajaran Islam. Dengan tasawuf, bentuk ajaran Islam yang disampaikan kepada
penduduk pribumi dapat dengan mudah masuk ke alam pikiran mereka. Di antara
para sufi yang memberikan ajaran Islam kepada masyarakat adalah Hamzah Fansury
dari Aceh, Syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung dari Jawa.

e) Kesenian dan Budaya

Para tokoh penyebar Islam mengajarkan Islam menurut bahasa dan adat istiadat
masyarakat setempat. Sebagian besar nama-nama mereka telah melegenda, seperti
Walisongo. Penyebaran Islam melalui kesenian atau budaya termasuk yang paling
banyak mempengaruhi masyarakat, seperti wayang, sastra, dan berbagai kesenian
lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan para penyebar Islam untuk menarik

8
perhatian masyarakat, sehingga tanpa terasa mereka pun tertarik pada ajaranajaran
Islam. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman wayang. Ia tidak pernah
meminta bayaran dalam pertunjukan seni-nya, tetapi ia meminta para penonton
untuk mengikutinya mengucapkan kalimat syahadat. Meski sebagian cerita wayang
masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana, tetapi dalam cerita itu
disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Selain wayang, bentuk kesenian
lain yang dijadikan media islamisasi adalah sastra (hikayat, babad, dan sebagainya),
seni arsitektur (seperi terlihat pada bentuk masjid-masjid peninggalan para ulama
atau Wali Songo), dan seni ukir yang banyak terdapat di kediaman atau masjid-
masjid peninggalan para Wali.3
3. Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
a) Kerajaan Samudera

Pasai Samudera Pasai didirikan pada abad ke-11 oleh Meurah Khair.
Kerajaan ini terletak di pesisir Timur Laut Aceh. Kerajaan ini merupakan kerajaan
Islam pertama di Indonesia. Pendiri dan raja pertama Kerajaan Samudera Pasai
adalah Meurah Khair. Ia bergelar Maharaja Mahmud Syah (1042-1078).
Pengganti Meurah Khair adalah Maharaja Mansyur Syah (dari tahun 1078-1133).
Pengganti Maharaja Mansyur Syah adalah Maharaja Ghiyasyuddin Syah (dari
tahun 1133-1155).

Raja Kerajaan Samudera Pasai berikutnya adalah Meurah Noe yang bergelar
Maharaja Nuruddin, berkuasa dari tahun 1155-1210. Raja ini dikenal juga dengan
sebutan Tengku Samudera atau Sulthan Nazimuddin a-Kamil. Sultan ini
sebenarnya berasal dari Mesir yang ditugaskan sebagai laksamana untuk merebut
pelabuhan di Gujarat. Raja ini tidak memiliki keturunan sehingga pada saat wafat,
kerajaan Samudera Pasai dilanda kekacauan karena perebutan kekuasaan.
Selanjutnya, Samudera Pasai diperintah Meurah Silu yang bergelar Sultan Malik-
al Saleh (1285-1297). Meurah Silu adalah keturunan Raja Perlak (sekarang
Malaysia) yang mendirikan dinasti kedua kerajaan Samudra Pasai.

Pada masa pemerintahannya, sistem pemerintahan kerajaan dan angkatan


perang laut dan darat sudah terstruktur rapi. Kerajaan mengalami kemakmuran,

3Muhammad Khalil, sejarah Kebudayaan islam/kementrian agama, (Jakarta: kementrian agama 2016). Hal 24-
37

9
terutama setelah Pelabuhan Pasai dibuka. Hubungan Kerajaan Samudera Pasai dan
Perlak berjalan harmonis. Meurah Silu memperkokoh hubungan ini dengan
menikahi putri Ganggang Sari, anak Raja Perlak. Meurah Silu berhasil
memperkuat pengaruh Kerajaan Samudera Pasai di pantai timur Aceh dan
berkembang menjadi kerajaan perdagangan yang kuat di Selat Malaka.

Raja-raja Samudera Pasai selanjutnya adalah Sultan Muhammad Malik Zahir


(1297- 1326), Sultan Mahmud Malik Zahir (1326-1345), Sultan Manshur Malik
Zahir (1345- 1346), dan Sultan Ahmad Malik Zahir (1346-1383). Raja selanjutnya
adalah Sultan Zainal Abidin (1383-1405). Pada masa pemerintahan Sultan Zainal
Abidin, kekuasaan kerajaan meliputi daerah Kedah di Semenanjung Malaya.
Sultan Zainal Abidin sangat aktif menyebarkan pengaruh Islam ke pulau Jawa dan
Sulawesi dengan mengirimkan ahli-ahli dakwah, seperti Maulana Malik Ibrahim
dan Maulana Ishak. Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai.
Sebagaimana tercatat dalam sejarah, pada tahun 1360 M Samudera Pasai
ditaklukkan oleh Majapahit, dan sejak saat itu, kerajaan Pasai terus mengalami
kemunduran. Diperkirakan, menjelang berakhirnya abad ke-14 M, kerajaan Aceh
Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama Sultan Ali Mughayat Syah
yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 H (1511 M).

b) Kerajaan Aceh

Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan
Aceh Besar yang dipimpin oleh ayah Ali Mughayat Syah. Ketika Mughayat Syah
naik tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat dan mempersatukan
wilayah Aceh dalam kekuasaannya, termasuk menaklukkan kerajaan Pasai. Saat
itu, sekitar tahun 1511 M, kerajaan-kerajaan kecil yang terdapat di Aceh dan
pesisir timur Sumatera seperti Peurelak (di Aceh Timur), Pedir (di Pidie), Daya
(Aceh Barat Daya) dan Aru (di Sumatera Utara) sudah berada di bawah pengaruh
kolonial Portugis. Mughayat Syah dikenal sangat anti pada Portugis, karena itu,
untuk menghambat pengaruh Portugis, kerajaan-kerajaan kecil tersebut kemudian
ia taklukkan dan masuk ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, kerajaan
Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas,
hasil dari penaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.

10
Sejarah mencatat bahwa usaha Mughayat Syah untuk mengusir Portugis dari
seluruh bumi Aceh dengan menaklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang sudah
berada di bawah Portugis berjalan lancar. Secara berurutan, Portugis yang berada
di daerah Daya ia gempur dan berhasil ia kalahkan. Ketika Portugis mundur ke
Pidie, Mughayat juga menggempur Pidie, sehingga Portugis terpaksa mundur ke
Pasai. Mughayat kemudian melanjutkan gempurannya dan berhasil merebut
benteng Portugis di Pasai. Dengan jatuhnya Pasai pada tahun 1524 M, Aceh
Darussalam menjadi satu-satunya kerajaan yang memiliki pengaruh besar di
kawasan tersebut. Kemenangan yang berturut-turut ini membawa keuntungan
yang luar biasa, terutama dari aspek persenjataan. Portugis yang kewalahan
menghadapi serangan Aceh banyak meninggalkan persenjataan, karena memang
tidak sempat mereka bawa dalam gerak mundur pasukan. Senjata-senjata inilah
yang digunakan kembali oleh pasukan Mughayat untuk menggempur Portugis.
Ketika benteng di Pasai telah dikuasai Aceh, Portugis mundur ke Peurelak.
Namun, pasukan Aceh tidak memberikan kesempatan sama sekali pada Portugis.
Peurelak kemudian juga diserang, sehingga Portugis mundur ke Aru. Tak berapa
lama, Aru juga berhasil direbut oleh Aceh hingga akhirnya Portugis mundur ke
Malaka.

Dalam sejarahnya, Aceh Darussalam mencapai masa kejayaan di masa Sultan


Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta Alam (1590-1636). Pada masa itu, Aceh
merupakan salah satu pusat perdagangan yang sangat ramai di Asia Tenggara.
Kerajaan Aceh pada masa itu juga memiliki hubungan diplomatik dengan dinasti
Usmani di Turki, Inggris dan Belanda. Pada masa Iskandar Muda, Aceh pernah
mengirim utusan ke Turki Usmani dengan membawa hadiah. Kunjungan ini
diterima oleh Khalifah Turki Usmani dan ia mengirim hadiah balasan berupa
sebuah meriam dan penasehat militer untuk membantu memperkuat angkatan
perang Aceh. Wilayah kekuasaan Aceh mencapai Pariaman di wilayah pesisir
Sumatera Barat, Perak di Malaka yang secara efektif bisa direbut dari portugis
tahun 1575.

c) Kerajaan Demak

Berdirinya Kerajaan Demak dilatarbelakangi oleh melemahnya pemerintahan


Kerajaan Majapahit atas daerah-daerah pesisir utara Jawa. Daerah-daerah pesisir

11
seperti Tuban dan Cirebon sudah mendapat pengaruh Islam. Dukungan daerah-
daerah yang juga merupakan jalur perdagangan yang kuat ini sangat berpengaruh
bagi pendirian Demak sebagai kerajaan Islam yang merdeka dari Majapahit.

Raden Fatah adalah raja pertama Kerajaan Demak. Ia memerintah dari tahun
1500- 1518. Pada masa pemerintahannya, agama Islam mengalami perkembangan
pesat. Pengangkatan Raden Fatah sebagai Raja Demak dipimpin oleh para wali.
Pada masa pemerintahannya, wilayah kerajaan Demak meliputi daerah Jepara,
Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi, dan beberapa daerah di Kalimantan. Pada
masa pemerintahannya juga dibangun Masjid Agung Demak yang dibantu oleh
para wali dan sunan sahabat Demak. Saat Kerajaan Malaka jatuh ke tangan
Portugis tahun 1511, Raden Fatah merasa berkewajiban untuk membantu.
Jatuhnya kerajaan Malaka berarti putusnya jalur perdagangan nasional. Untuk itu,
ia mengirimkan putrannya, Pati Unus untuk menyerang Portugis di Malaka.
Namun, usaha itu tidak berhasil.

Setelah Raden Fatah wafat pada tahun 1518, ia digantikan oleh putranya Pati
Unus. Pati Unus hanya memerintah tidak lebih dari tiga tahun. Ia wafat tahun
1521 dalam usahanya mengusir Portugis dari kerajaan Malaka. Saudaranya,
Sultan Trenggono, akhirnya menjadi raja Demak ketiga dan merupakan raja
Demak terbesar. Sultan Trenggono berkuasa di kerajaan Demak dari tahun 1521-
1546. Sultan Trenggono dilantik menjadi raja Demak oleh Sultan Gunung Jati. Ia
memerintah Demak dengan gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono, Kerajaan Demak mencapai puncak kejayaannya
dan agama Islam berkembang lebih luas lagi. Sultan Trenggono mengirim
Fatahillah ke Banten. Dalam perjalanannya ke Banten, Fatahillah singgah di
Cirebon untuk menemui Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Bersama-
sama dengan pasukan Kesultanan Cirebon, Fatahillah kemudian dapat
menaklukan Banten dan Pajajaran. Setelah wafatnya Sultan Trenggono pada tahun
1546, Kerajaan Demak mulai mengalami kemunduran karena terjadinya perebutan
kekuasaan. Perebutan tahta Kerajaan Demak ini terjadi antara Sunan Prawoto
dengan Arya Penangsang. Arya Penangsang adalah Bupati Jipang (sekarang
Bojonegoro) yang merasa lebih berhak atas tahta Kerajaan Demak. Perebutan
kekuasaan ini berkembang menjadi konflik berdarah dengan terbunuhnya Sunan
Prawoto oleh Arya Penangsang. Arya Penangsang juga membunuh adik Sunan

12
Prawoto, yaitu Pangeran Hadiri. Usaha Arya Penangsang menjadi Sultan Demak
di halangi oleh Jaka Tingkir, menantu Sultan Trenggono.

Jaka Tingkir mendapat dukungan dari para tetua Demak, yaitu Ki Gede
Pemanahan dan Ki Penjawi. Konflik berdarah ini akhirnya berkembang menjadi
Perang Saudara. Dalam pertempuran ini, Arya Penangsang terbunuh sehingga
tahta Kerajaan Demak jatuh ke tangan Jaka Tingkir. Jaka Tingkir menjadi raja
Kerajaan Demak dengan gelar Sultan Hadiwijaya. Ia kemudian memindahan pusat
kerajaan Demak ke daerah Pajang. Walaupun sebenarnya sudah menjadi kerajaan
baru, kerajaan Pajang masih mengklaim diri sebagai penerus Kerajaan Demak.
Sebagai tanda terima kasih kepada Ki Gede Pemanahan yang telah
mendukungnya, Sultan Hadiwijaya memberikan sebuah daerah Perdikan (otonom)
yang disebut Mataram. Ki Gede Pemanahan kemudian menjadi penguasa
Mataram dan di sebut Ki Gede Mataram. Pada masa selanjutnya, Sultan
Hadiwijaya tidak digantikan oleh putranya, yakni Pangeran Benawa, melainkan
putra Sunan Prawoto, Aria Pangiri. Pangeran Benawa sendiri diangkat sebagai
penguasa daerah Jipang. Pangeran Benawan kurang puas dengan keputusan ini.
Apalagi, pemerintahan Aria Pangiri di Pajang juga dikelilingi oleh para bekas
pejabat Kerajaan Demak. Pangeran Benawa kemudian minta bantuan kepada
Sutawijaya, putra Ki Ageng Mataram, untuk merebut kembali tahta Kerajaan
Pajang. Pada tahun 1588, Sutawijaya dan Pangeran Benawan berhasil merebut
kembali tahta Kerajaan Pajang. Kemudian, Benawa menyerahkan hak kuasanya
pada Sutawijaya secara simbolis melalui penyerahan pusaka Pajang pada
Sutawijaya. Dengan demikian, Pajang menjadi bagian kekuasaan Kerajaan
Mataram.

d) Kerajaan Cirebon

Kesultanan Cirebon adalah sebuah kesultanan Islam ternama di Jawa Barat


pada abad ke-15 dan 16 Masehi, dan merupakan pangkalan penting dalam jalur
perdagangan dan pelayaran antar pulau. Lokasinya di pantai utara pulau Jawa
yang merupakan perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Barat, membuatnya
menjadi pelabuhan dan “jembatan” antara kebudayaan Jawa dan Sunda sehingga
tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak
didominasi kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

13
Menurut Sulaiman Sulendraningrat yang mendasarkan pendapatnya pada
naskah Babad Tanah Sunda (dalam Carita Purwaka Caruban Nagari), Cirebon
pada awalnya adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa,
yang lama-kelamaan berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi
nama Caruban (Bahasa Sunda: campuran), karena di sana bercampur para
pendatang dari berbagai macam suku bangsa, agama, bahasa, adat istiadat, dan
mata pencaharian yang berbeda-beda untuk bertempat tinggal atau berdagang.

Mengingat pada awalnya sebagian besar mata pencaharian masyarakat adalah


nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil)
di sepanjang pantai serta pembuatan terasi, petis, dan garam. Dari istilah air bekas
pembuatan terasi (belendrang) dari udang rebon inilah berkembang sebutan cai-
rebon (Bahasa Sunda: air rebon) yang kemudian menjadi Cirebon.

Dengan dukungan pelabuhan yang ramai dan sumber daya alam dari
pedalaman, Cirebon kemudian menjadi sebuah kota besar dan menjadi salah satu
pelabuhan penting di pesisir utara Jawa, baik dalam kegiatan pelayaran dan
perdagangan di kepulauan Nusantara maupun dengan bagian dunia lainnya. Selain
itu, Cirebon tumbuh menjadi cikal bakal pusat penyebaran agama Islam di Jawa
Barat.

e) Kerajaan Banten

Kesultanan Banten berawal ketika Kesultanan Demak memperluas


pengaruhnya ke daerah barat. Pada tahun 1524/1525, Sunan Gunung Jati bersama
pasukan Demak merebut pelabuhan Banten dari kerajaan Sunda, dan mendirikan
Kesultanan Banten yang berafiliasi ke Demak. Menurut sumber Portugis,
sebelumnya Banten merupakan salah satu pelabuhan Kerajaan Sunda selain
pelabuhan Pontang, Cigede, Tamgara (Tangerang), Sunda Kalapa dan Cimanuk.

Anak dari Sunan Gunung Jati (Hasanudin) menikah dengan seorang putri dari
Sultan Trenggono dan melahirkan dua orang anak. Kerajaan Banten mencapai
puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Abu Fatah Abdul Fatah atau lebih
dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Saat itu Pelabuhan Banten telah
menjadi pelabuhan internasional sehingga perekonomian Banten maju pesat.
Wilayah kekuasaannya meliputi sisa kerajaan Sunda yang tidak direbut kesultanan
Mataram dan wilayah yang sekarang menjadi provinsi Lampung.

14
Piagam Bojong menunjukkan bahwa tahun 1500 hingga 1800 Masehi
Lampung dikuasai oleh kesultanan Banten. Pada zaman pemerintahan Sultan Haji,
tepatnya pada 12 Maret 1682, wilayah Lampung diserahkan kepada VOC, seperti
tertera dalam surat Sultan Haji kepada Mayor Issac de Saint Martin, Admiral
kapal VOC di Batavia yang sedang berlabuh di Banten. Surat itu kemudian
dikuatkan dengan surat perjanjian tanggal 22 Agustus 1682 yang membuat VOC
memperoleh hak monopoli perdagangan lada di Lampung. Kesultanan Banten
dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan
Muhamad Syafiuddin dilucuti dan dipaksa turun takhta oleh Thomas Stamford
Raffles. Tragedi ini menjadi klimaks dari penghancuran Surasowan oleh
Gubernur- Jenderal Belanda, Herman William Daendels tahun 1808.

f) Kerajaan Ternate dan Tidore

Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di sebelah barat Pulau Halmahera,


Maluku Utara. Wilayah kekuasaan kedua kerajaan ini meliputi Kepulauan Maluku
dan sebagian Papua. Tanah Maluku yang kaya akan rempah-rempah
menjadikannya terkenal di dunia internasional dengan sebutan Spice Island.

Pada abad ke 12 M, permintaan akan cengkeh dan pala dari negara Eropa
meningkat pesat. Hal ini menyebabkan dibukannya perkebunan di daerah Pulau
Buru, Seram dan Ambon. Dengan adanya kepentingan atas perdagangan terjadilah
persekutuan daerah antar kerajaan. Persekutuan-persekutuan tersebut adalah Uli
Lima (Persekutuan Lima). Yaitu persekutuan antara lima saudara yang dipimpin
oleh Ternate (yang meliputi Obi, Bacan, Seram dan Ambon), serta Uli Siwa
(persekutuan Sembilan) yaitu persekutuan antara Sembilan bersaudara yang
wilayahnya meliputi Pulau Tidore, Makyan, Jahilolo atau Halmahera dan pulau-
pulau di daerah itu sampai Papua. Antara kedua persekutuan tersebut telah terjadi
persaingan yang sangat tajam. Hal ini terjadi setelah para pedagang Eropa datang
ke Maluku. Pada tahun 1512, bangsa Portugis datang ke Ternate, sedangkan tahun
1521 bangsa Spanyol datang ke Tidore. Setelah 10 tahun berada di Kerajaan
Ternate, bangsa Portugis mendirikan Benteng yang diberi nama Sao Paolo.
Menurut Portugis, benteng tersebut berguna untuk melindungi Ternate dari
Kerajaan Tidore. Namun hal tersebut hanyalah taktik Portugis agar mereka dapat
tetap berdagang dan menguasai Ternate.

15
Pembangunan Benteng Soa Paolo mendapat perlawanan, dan salah seorang
yang menantang kehadiran kekuasaan militer Portugis tersebut yaitu Sultan
Hairun. Beliau berkuasa di kerajaan Ternate sejak tahun 1559. Sultan tidak ingin
perekonomian dan pemerintahan kerajaan dikuasai oleh bangsa lain. Berdirinya
benteng tersebut dianggap menunjukkan niat buruk Portugis atas Ternate.
Ketidaksetujuan Sultan Hairun terhadap Portugis tidak berbentuk kekerasan,
sebaliknya, Sultan Haitun bersedia berunding dengan Portugis di Benteng Sao
Paolo.

Ternyata niat baik Sultan Hairun dimanfaatkan Portugis untuk menahannya di


benteng tersebut. Keesokan harinya Sultan Hairun telah terbunuh, hal ini terjadi
pada tahun 1570. Wafatnya Sultan Hairun menyebabkan kebencian rakyat Maluku
semakin besar. Sultan Baabullah yang menjadi Raja Ternate berikutnya,
memimpin perang melawan Portugis. Usaha ini menampakkan hasil pada tahun
1575, setelah Portugis berhasil dipukul mundur dan pergi meninggalkan
bentengnya di Ternate. Bangsa Portugis bergerak ke Selatan dan Menaklukan
Timor pada tahun 1578. Sultan Baabullah kemudian memperluas kekuasaannya
hingga Maluku, Sulawesi, Papua, Mindanodan Bima. Keberhasilan
pemerintahannya membuat Sultan Baabullah mendapat julukan Tuan dari Tujuh
Pulau Dua Pulau.

g) Kerajaan Gowa dan Tallo

Kerajaan Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang terletak di Sulawesi
Selatan dan saling berhubungan baik. Banyak orang mengetahuinya sebagai
Kerajaan Makassar. Makassar sebenarnya adalah ibu kota Gowa yang juga disebut
sebagai Ujungpandang. Sebelum abad ke 16, raja-raja Makassar belum memeluk
agama Islam. Baru setelah datangnya Dato Ri Bandang, seorang penyiar Islam
dari Sumatera, Makassar berkembang menjadi kerajaan Islam. Belanda berusaha
keras menghentikan serangan-serangan Kerajaan Makasar. Untuk itu Belanda
bersekutu dengan Raja Bone, yaitu Aru (Tuan) Palaka. Aru Palaka bersedia
membantu Belanda dengan syarat diberikan kemerdekaan. Pada tahun 1667,
dengan bantuan Kerajaan Bone Belanda berhasil menekan Makassar untuk
menyetujui perjanjian Bongaya. Perjanjian ini berisi tiga buah kesepakatan, yaitu:
VOC mendapat hak monopoli dagang di Makassar, Belanda dapat mendirikan

16
benteng Rotterdam di Makassar, Makassar harus melepas daerah yang
dikuasainya serta mengakui Aru Palaka sebagai Raja Bone.4

B. Tradisi nusantara sebelum islam


Nusantara adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebuah
kepulauan yang membentang dari Sumatera hingga Papua, yang sekarang sebagian
besar Indonesia. Kata indonesia pertama kali tercatat dalam literatur bahasa Jawa
Tengah (abad ke-12 sampai ke-16) untuk menggambarkan sebuah negara mengadopsi
konsep Majapahit. Setelah dilupakan, pada awal abad ke-20 istilah ini dihidupkan
kembali oleh Ki Hajar Dewantara sebagai salah satu nama alternatif untuk penerus
Hindia Belanda negara merdeka yang belum terwujud. Ketika penggunaan nama
“Indonesia” (yang berarti Kepulauan India) telah disetujui untuk digunakan untuk ide,
kata nusantara terus digunakan sebagai sinonim untuk kepulauan Indonesia.
Pemahaman ini sampai sekarang digunakan di Indonesia.Karena perkembangan
politik selanjutnya, istilah ini kemudian digunakan juga untuk menggambarkan
kesatuan pulau geografi-antropologi terletak di antara benua Asia dan Australia,
termasuk Semenanjung Melayu, tetapi

biasanya tidak termasuk Filipina. Dalam kasus terakhir, Nusantara adalah setara
dengan Malay Archipelago (Malay Archipelago), sebuah istilah yang populer pada
akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20, terutama di sastra Inggris.
a. Pengertian Nusantara Menurut Para Ahli
Menurut Prof.Dr.Wan Usman
Indonesia adalah perspektif negara kepulauan itu pada diri mereka sendiri dan
tanah air mereka sebagai negara kepulauan dengan semua aspek kehidupan yang
beragam.
Kelompok Kerja Wawasan Nusantara Cara pandang dan sikap bangsa indonesia
mengenai diri dan lingkungannya yang berseragam dan bernilai strategis dengan
mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam
menyelengarakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk
mencapai tujuan nasional.
Berdasarkan Ketetapan MPR

4Muhammad Khalil, sejarah Kebudayaan islam/kementrian agama, (Jakarta: kementrian agama 2016). Hal
126-134

17
Wawasan nusantara yang merupakan wawasan nasional yang bersumber pada
Pancasila dan berdasarkan UUD 1945 adalah cara pandang dan sikap bangsa
Indonesia mengenai diri dan lingkungannya dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayahdalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara untuk mencapai tujuan nasional.
b. Nusantara Dalam Konsep Kenegaraan Jawa Majapahit
Dalam konsep negara Jawa di abad ke-13 untuk tanggal 15, raja adalah “Raja-
Dewa”: raja memerintah juga merupakan inkarnasi dari dewa. Oleh karena itu,
konsep wilayah memancarkan kekuatan dewa. Majapahit dapat digunakan sebagai
contoh. Negara ini dibagi menjadi tiga bidang:
Negara Agung merupakan daerah sekeliling ibukota kerajaan di mana raja
memerintah.
Mancanegara adalah daerah-daerah di Jawa dan sekitar yang budayanya mirip
dengan Pengadilan Negeri, tapi sudah di “perbatasan wilayah”. Dilihat dari sudut
pandang ini, Madura dan Bali adalah “asing”. Lampung dan Palembang juga
dianggap daerah yang “asing”. Kepulauan, yang berarti “pulau lain” (di luar Jawa)
adalah daerah di luar pengaruh budaya Jawa tapi masih diklaim sebagai daerah
menaklukkan: otoritas harus membayar upeti.
Nusantara, yang berarti “pulau lain” (di luar Jawa) adalah daerah di luar
pengaruh budaya Jawa tapi masih diklaim sebagai daerah menaklukkan: otoritas
harus membayar upeti. Gajah Mada dinyatakan dalam Sumpah Palapa: Sira Gajah
Mada pepatih amungku bumi tanamukita ayunan palapa, sira Gajah Mada: Lamun
huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah cincin Desert, cincin
Seram, Tanjungpura, cincin Haru, cincin Pahang, Dompo, cincin Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa. Terjemahannya adalah: “Dia
Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan dia Gajah Mada,.” Jika
Anda telah mengalahkan pulau-pulau lain, saya (akan) melepaskan puasa. Jika
Desert mengalahkan, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, jadi saya (akan) melepaskan puasa “.
c. Nusantara dan Kepulauan Melayu
Literatur Eropa dalam bahasa Inggris (yang diikuti oleh literatur bahasa lain,
kecuali Belanda) pada abad ke-19 ke abad ke-20 pertengahan untuk merujuk
Nusantara dari Sumatera ke Kepulauan Rempah (Maluku) sebagai Malay

18
Archipelago (“Kepulauan Melayu”) . Istilah ini populer sebagai nama geografis
setelah Alfred Russel Wallace menggunakan istilah ini untuk karya
monumentalnya. Pulau Papua (New Guinea) dan daerah sekitarnya tidak termasuk
dalam konsep “Malay Archipelago” karena pribumi tidak ditempati oleh cabang
ras Mongoloid seperti Kepulauan Melayu dan budaya terlalu berbeda. Hal ini jelas
bahwa konsep “Malay Archipelago adalah antropogeografis (geografi budaya),
Belanda, sebagai pemilik koloni terbesar, lebih memilih untuk menggunakan
istilah” East Indian Archipelago “(Oost-Indische Archipel) atau tanpa embel-
embel timur. Ketika “Nusantara” yang dipopulerkan kembali tidak digunakan
sebagai nama politik sebagai nama sebuah negara baru, istilah ini masih
digunakan oleh Indonesia untuk menelepon Indonesia. Dinamika politik sebelum
akhir Perang Pasifik (berakhir pada tahun 1945) menyebabkan wilayah Indonesia
Raya yang juga mencakup British Malaya (sekarang Malaysia Barat) dan
Kalimantan Utara. Istilah “Nusantara” menjadi populer di kalangan Semenanjung
Melayu, mengikuti semangat latar belakang kesamaan asal (Melayu) di antara
penduduk pulau dan semenanjung. Pada saat Malaysia (1957) berdiri, semangat
kebersamaan dalam hal “Archipelago” di Indonesia digantikan oleh permusuhan
dibungkus oleh konfrontasi politik Sukarno. Ketika permusuhan berakhir, rasa
dari pulau-pulau di Malaysia masih membawa semangat dari keluarga yang sama.
Sejak itu, gagasan “Archipelago” tumpang tindih dengan “Malay Archipelago”.5

C. Akulturasi budaya islam


Mengutip Sumber Belajar Kemdikbud RI, berkembangnya kebudayaan Islam di
nusantara menambah khasanah budaya nasional, memberikan dan menentukan
corak pada kebudayaan bangsa Indonesia. Perkembangan budaya Islam tidak
menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada di Indonesia.
Karena kebudayaan yang berkembang di nusantara sudah begitu kuat di
lingkungan masyarakat. Sehingga terjadi akuturasi antara kebudayaan Islam
dengan kebudayaan yang sudah ada. Hasil proses akulturasi antara kebudayaan

5
Jarir Amrun – Khairiyah , sejarah nusantara: Perspektif geologis, zoologis dan etnografis
(Nusantara, 2018),p.125.

19
masa pra-Islam dengan masa Islam masuk berbentuk fisik kebendaan (seni
bangunan, seni ukir atau pahat dan karya sastra) serta pola hidup dan kebudayaan
non fisik. Bentuk lain akulturasi kebudayaan pra-Islam dan kebudayaan Islam
adalah upacara kelahiran, perkawinan, kematian, selamatan pada waktu tertentu
berbentuk kenduri pada masyarakat Jawa.
Berikut ini contoh bentuk akulturasi budaya Islam dengan budaya Indonesia: Seni
bangunan Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik
dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam di
Indonesia adalah masjid, menara dan makam. Seni bangunan Islam yang menonjol
adalah masjid yang berfungsi utama sebagai tempat beribadah. Selain itu juga
sebagai pusat kebudayaan bagi orang-orang Muslim. Ciri-ciri masjid kuno di
Indonesia adalah: Beratap tumpang atau bersusun, semakin ke atas semakin kecil,
tingkat paling atas berbentuk limas, dan jumlah tumpang biasanya ganjil. Tidak ada
menara yang berfungsi sebagai tempat mengumandangkan adzan. Waktu salat
ditandai dengan memukul beduk atau kentongan. Umumnya didirikan di ibukota
atau dekat istana kerajaan, di atas bukit atau dekat makam. Contoh bangunan
masjid kuno adalah Masjid Menara Kudus dan Masjid Banten. Makam-makam
zaman Islam biasanya berlokasi dekat dengan masjid agung, bekas kota pusat
kesultanan. Contoh makam sultan-sultan Demak di samping Masjid Agung Demak,
makam raja-raja Mataram Islam Kota Gede DI Yogyakarta.

D. Melestariakan budaya islam nusantara


Melestarikan Tradisi atau Budaya Islam di Nusantara. Tradisi adalah kebiasaan atau
adat istiadat yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat. Sebagaimana diketahui
bahwa sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah mengenal berbagai
kepercayaan dan memiliki beragam tradisi lokal. Melalui kehadiran Islam maka
kepercayaan dan tradisi di Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-nilai
Islam. Karenanya muncul lah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi antara
ajaran Islam dengan tradisi lokal Nusantara. Tradisi Islam di Nusantara digunakan
sebagai metode dakwah para ulama zaman itu. Para ulama tidak memusnahkan secara
total tradisi yang telah ada di masyarakat. Mereka memasukkan ajaran-ajaran Islam ke
dalam tradisi tersebut, dengan harapan masyarakat tidak merasa kehilangan adat dan
ajaran Islam dapat diterima. Seni budaya, adat, dan tradisi yang bernapaskan Islam

20
tumbuh dan berkembang di Nusantara. Tradisi ini sangat bermanfaat bagi penyebaran
Islam di Nusantara. Untuk itulah, kita sebagai generasi muda Islam harus mampu
merawat, melestarikan, mengembangkan dan menghargai hasil karya para ulama
terdahulu. Mengingat zaman modern sekarang ini ada sebagian kelompok yang
mengharamkan dan ada sebagian yang menghalalkan. Mereka yang mengharamkan
beralasan pada zaman Rasulullah saw. tidak pernah ada. Mereka yang membolehkan
dengan dasar bahwa tradisi tersebut digunakan sebagai sarana dakwah dan tidak
bertentangan dengan syariat Islam. Kita sebagai generasi penerus Islam kita harus
bijaksana dalam menyikapi tradisi tersebut. Memang harus diakui ada tradisi-tradisi
lokal yang tidak sesuai dengan Islam. Tradisi seperti ini harus kita tolak, dan buang
supaya tidak ditiru oleh generasi berikutnya.6

Para ulama dan wali pada zaman dahulu tentu telah mempertimbangkan tradisi-tradisi
tersebut dengan sangat matang baik dari segi madharatmafsadat maupun halal-
haramnya. Mereka sangat paham hukum agama, sehingga tidak mungkin mereka
menciptakan tradisi tanpa pertimbanganpertimbangan tersebut.7
Banyak sekali tradisi atau budaya Islam yang berkembang hingga saat ini. Semuanya
mencerminkan kekhasan daerah atau tempat masingmasing. Berikut ini adalah beberapa
tradisi atau budaya Islam dimaksud.
a. Tradisi Halal Bihalal.

Halal bihalal dilakukan pada Bulan Syawal, berupa acara saling bermaaf-maafan. Setelah
umat Islam selesai puasa ramadhan sebulan penuh maka dosa-dosanya telah diampuni oleh
Allah Swt. Namun, dosa kepada sesama manusia belum akan diampuni Allah Swt. jika belum
mendapat kehalalan atau dimaafkan oleh orang tersebut. Oleh karena itu tradisi halal bihalal
dilakukan dalam rangka saling memaafkan atas dosa dan kesalahan yang pernah dilakukan
agar kembali kepada !trah (kesucian). Tradisi ini erat kaitannya dengan perayaan Idul Fitri.
Tujuan halal bihalal selain saling bermaafan adalah untuk menjalin tali silaturahim dan
mempererat tali persaudaraan. Sampai saat ini tradisi ini masih dilakukan di semua lapisan
masyarakat. Mulai keluarga, tingkat RT sampai istana kepresidenan. Bahkan acara halal

6
: https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html

7 https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html

21
bihalal sudah menjadi tradisi nasional yang bernafaskan Islam. Istilah halal bihalal berasal
dari bahasa Arab (halla atau halal) tetapi tradisi halal bi halal itu sendiri adalah tradisi khas
bangsa Indonesia, bukan berasal dari Timur Tengah. Bahkan bisa jadi ketika arti kata ini
ditanyakan kepada orang Arab, mereka akan kebingungan dalam menjawabnya. Halal bihalal
sebagai sebuah tradisi khas Islam Indonesia lahir dari sebuah proses sejarah. Tradisi ini digali
dari kesadaran batin tokoh-tokoh umat Islam masa lalu untuk membangun hubungan yang
harmonis (silaturahim) antar umat. Dengan acara halal bihalal, pemimpin agama, tokoh-tokoh
masyarakat dan pemerintah akan berkumpul, saling berinteraksi dan saling bertukar
informasi. Dari komunikasi ini akan mempererat kekeluargaan dan dapat menyelesaikan
berbagai masalah yang ada. Pada acara halal bihalal semua orang mengucapkan mohon maaf
lahir dan batin. Hal ini mengandung maksud bahwa ketika secara lahir telah memaafkan yang
ditandai dengan berjabat tangan atau mengucapkan kata maaf, maka batinnya juga harus
dengan tulus memaafkan dan tidak lagi tersisa rasa dendam dan sakit hati.

22
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN
a. Alur Perjalanan Dakwah di Nusantara
Ada bebarapa teori dalam perjalanan dakwah tersebut , yaitu
- Teori Gujarat
- Teori Arab
- Teori Persia
- Teori China

b. Cara-Cara Dakwah di Nusantara


Islam masuk di Indonesia bukan melalui cara peperangan maupun penjajahan.
Islam perkembang dan tersebar di Indonesia justru dengan cara damai dan
persuasif berkat kegigihan para ulama. Paling tidak penyebaran islam di
Indonesia melalui beberapa cara, yaitu :

- Perdagangan
- Perkawinan
- Pendidikan
- Tasawuf
- Kesenian dan Budaya

c. Melestariakan budaya islam nusantara

23
Melestarikan Tradisi atau Budaya Islam di Nusantara. Tradisi adalah kebiasaan
atau adat istiadat yang dilakukan turun temurun oleh masyarakat. Sebagaimana
diketahui bahwa sebelum Islam datang, masyarakat Nusantara sudah mengenal
berbagai kepercayaan dan memiliki beragam tradisi lokal. Melalui kehadiran Islam
maka kepercayaan dan tradisi di Nusantara tersebut membaur dan dipengaruhi nilai-
nilai Islam. Karenanya muncul lah tradisi Islam Nusantara sebagai bentuk akulturasi
antara ajaran Islam dengan tradisi lokal Nusantara.
Contoh pelestarian islam nusantara :
- Halal bihalal
- Kupatan

24
DAFTAR PUSTAKA

Khalil, Muhammad, 2016 sejarah Kebudayaan islam/kementrian agama, Jakarta: kementrian agama.

Ahsan, Muhammad , 2016 Pendidikan agama islam , jakarta balitbang,kemdibud.

https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html

https://www.bacaanmadani.com/2018/02/10-contoh-tradisi-islam-di-nusantara.html

LAMPIRAN

25
26
27
28
29

Anda mungkin juga menyukai