LP Rasa Aman Dan Nyaman Nyeri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN RASA AMAN NYAMAN (NYERI)

Holistik Nursing Therapy Bangsalsari

Disusun Oleh :

WENI CARINA

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2023
LEMBAR PENGESAHAN

Nama Mahasiswa :
Kasus Laporan Pendahuluan/Asuhan Keperawatan :
Ruang Praktik :
Rumah Sakit/ Lahan Praktik :

Jember, Februari 2023

Pembimbing Akademik, Pembimbing Klinik,

…………………………………..… ………………………………………….

NIK/NIDN. NIK/NIDN.
KONSEP DASAR

KEBUTUHAN RASA AMAN DAN NYAMAN (NYERI)

I. KONSEP TEORITIS
A. Definisi
1. Pengertian Rasa aman dan nyaman
a. Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa
juga keadaan aman dan tentram (Potter & Perry, 2006).
b. Nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah dan nyeri)
2. Pengertian Nyeri
a. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz
Alimul, 2014).
b. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari adanya kerusakan pada jaringan yang actual
dan potensial. Nyeri merupakan salah satu alasan orang mencari
bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau
pengobatan. (Mayasari, 2016)

c. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi


seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah
mengalaminya (Wartonah, 2012).

B. Fisiologi Nyeri
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-
zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan
di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap
reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga
menyebabkan atau mengalami nyeri (Potter dan Pery, 2009).
Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung
saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin,
yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian,
dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan
respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat
berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamine, prostaglandin dan macam-
macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat
kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik dan
mekanik.

C. Faktor yang mempengaruhi respon nyeri:


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung
memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri
adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami
penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya
(ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh
nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan
bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan
kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik
relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di
masa lalu dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri.
9. Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan
(Aziz Alimul, 2014)
D. Klasifikasi Nyeri
1. Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar), nyeri
berlangsung sebentar dan terlokalisasi ex: terkena ujung pisau atau
gunting
b. Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri akibat stimulasi organ-organ
internal, nyeri dapat mnyebar ke beberapa arah. Nyeri dapat terasa
lebih tajam, tumpul. Sensai pukul (angina pectoris), sensasi terbakar
( ulkus lambung).
c. Nyeri alih, yaitu nyeri yang dirasakan pada daerah lain yang jauh dari
jaringan penyebab nyeri.
d. Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan penyebab
a. Fisik. Bisa terjadi karena stimulus fisik (Ex: fraktur femur)
b. Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari.
(Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
3. Berdasarkan lama/durasinya
a. Nyeri akut
Nyeri ini biasanya berlangsung tidak lebih dari 6 bulan. awitan
gejalanya mendadak, dan biasanya penyebab serta lokasi nyeri sudah
diketahui. Nyeri akut ditandai dengan peningkatan tegangan otot dan
kecemasan yang keduanya meningkatkan persepsi nyeri.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik berlangsung lebih dari 6 bulan. sumber nyeri bisa
diketahui atau tidak. Nyeri cenderung hilang timbul dan biasanya tidak
dapat disembuhkan. Penginderaan nyeri lebih dalam sehingga
penderita sulit menunjukkan lokasinya. Dampak nyeri penderita
mudah tersingguung dan insomnia. Nyeri kronis biasanya hilang
timbul dalam periode waktu tertentu. Ada kalanya penderita terbebas
dari rasa nyeri (sakit kepala migrant). Perbedaan karakteristik nyeri
akut dan kronik (Carpenito, 2012).
E. Etiologi Nyeri
1. Faktor Resiko
a. Nyeri Akut
1) Melaporkan nyeri secara verbal dan non verbal
2) Menunjukkan kerusakan
3) Posisi untuk mengurangi nyeri
4) Muka dengan ekspresi nyeri
5) Gangguan tidur
6) Respon otonom (penurunan tekanan darah, suhu, nadi)
7) Tingkah laku ekspresif (gelisah, merintih, nafas panjang,
mengeluh)
b. Nyeri Kronis
1) Perubahan berat badan
2) Melaporkan secara verbal dan non verbal
3) Menunjukan gerakan melindungi, gelisah, depresi, focus pada diri
sendiri
4) Kelelahan
5) Perubahan pola tidur
6) Takut cidera
7) Interaksi dengan orang lain menurun
2. Faktor Predisposisi
a. Trauma
b. Peradangan
c. Trauma psikologis
3. Faktor Presipitasi
a. Lingkungan
b. Suhu ekstrim
c. Kegiatan
d. Emosi
F. Manifestasi Klinik
1. Nyeri Akut (Carpenito, 2012)
a. Mayor :
Individu memperlihatkan atau melaporkan ketidaknyamanan tentang
kualitas nyeri dan intensitasnya
b. Minor :
1) Tekanan darah meningkat
2) Nadi meningkat
3) Pernafasan meningkat
4) Diaphoresis
5) Pupil dilatasi
6) Posisi berhati-hati
7) Raut wajah kesakitan
8) Menangis, merintih
2. Nyeri Kronis (Carpenito, 2012)
a. Mayor :
Individu melaporkan bahwa nyeri telah ada lebih dari 6 bulan.
b. Minor :
1) Gangguan hubungan social dan keluarga.
2) Peka rangsangan
3) Ketidakaktifan fisik dan imobilitas
4) Depresi
5) Menggosok kebagian yang nyeri.
6) Ansietas
7) Tampak lunglai
8) Berfokus pada diri sendiri
9) Tegangan otot rangka
10) Preokupasi somatic
11) Agitasi
12) Keletihan
13) Penurunan libido
14) Gelisah
G. Patofiologi
H. WOC/Pathway
I. Cara Mengukur Intensitas Nyeri
1. Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda.
Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adala
menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Menurut
smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul, nyeri sudah tidak bisa dikontrol
2. Faces pain scale – wong
Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui
skala angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara
verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.

J. Hal-Hal Yang Perlu Dikaji Pada Pasien Yang Mengalami Gangguan


Kebutuhan Kenyamanan Dan Nyeri
Riwayat nyeri:
1. Lokasi. Meminta klien untuk menunjukkan area nyeri
2. Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri, yang sering
dilakuakan adala rentang 0-5 atau 0-10. Angka 0 menunjukkan tidak nyeri,
sedangkan 10 merupakan nyeri terhebat.
3. Kualitas nyeri.
4. Pola. Meliputi awitan, durasi, kekambuhan atau interval nyeri (kapan
nyeri dimulai, berapa lama berlangsung, apakah nyeri berulang, kapn nyeri
terkahir muncul).
5. Faktor presipitasi. Aktifitas fisik berat dapat menimbulkan munculnya
nyeri, stressor fisik dan emosional juga memunclkan nyeri.
6. Gejala yang menyertai. Mual, muntah, pusing, diare
7. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Sejauh mana nyeri dapat
mempengaruhi aktivitas klien, kaji tidur, nafsu makan, konsentrasi,
pkerjaan, hubungan interpersonal, aktivitas di rumah, status emosional
8. Sumber koping. Tiap individu memiliki strategi koping yang berbeda
dalam menghadapi nyeri
9. Respon afektif. Kaji perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau perasaan
gagal ada diri klien
10. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan.
Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien
dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak
mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus
ketika pengkajian.
11. Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik.
Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik
nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah
nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
12. Karakteristik nyeri
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya
riwayat nyeri, keluhan nyeri, intensitas nyeri, kualitas, dan waktu
serangan. Pengkajian dapat dilakukan dengan cara PQRST:
P: provoking/pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri
Q: quality dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat
R: region, yaitu daerah perjalanan nyeri
S: severity adalah keparahan atau intensitas nyeri
T: time adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri (Carpenito,
2012).

K. Pemerikasaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium klinik
2. Sinar – X (Rontgen)
3. CT-Scan
4. MRI

L. Penanganan Nyeri
1. Farmakologi
a. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin
dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan
kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat
dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat
(Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek
menekan pusat pernafasan di medulla batang otak sehingga perlu
pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status pernafasan
jika menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2009).
b. Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen
selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan
anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan
menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang mengalami
trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2009). Efek samping yang
paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus
gaster dan perdarahan gaster.
2. Non Farmakologi
a. Relaksasi progresif
b. Stimulasi Kutaneus Plasebo
c. Teknik Distraksi
d. Terapi akupresur
e. Terapi air doa
f. Tetes madu propolis
II. PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan
nyeri yang efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perlu dikaji
semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis,
emosional, dan sosiokultural. Pengkajian dapat dilakukan dengan PQRST :
P (provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri,
Q (quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) atau daerah, yaitu daerah perjalanan nyeri,
S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri,
T (time) atau waktu adalah lama/waktu serangan atau frekunsi nyeri.
1. Riwayat Nyeri
a. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien untuk
menunjukan area nyerinya.
b. Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode mudah dan
terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri klien.
c. Skala nyeri menurut Hayward (1975)
0 : tidak nyeri
1 – 3 : nyeri ringan
4 – 6 : nyeri sedang
7 – 9 : sangat nyeri, tapi masih bisa dikontrol
10 sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
d. Kualitas nyeri
Minta pasien untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan, apakah seperti
dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk, dan sebagainya
e. Pola nyeri
Pola nyeri meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
f. Faktor presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya nyeri. Seperti
aktivitas fisik yang berat dapat memicu timbulnya nyeri dada. Selain
itu, lingkungan, stresor fisik, dan emosional juga dapat memicu
timbulnya nyeri.
g. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut
dapat disebabkan oleh awitan nyeri atau nyeri itu sendiri.
h. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas klien
akan membantu memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa
aspek kehidupan yang dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan,
aktivitas di rumah, aktivitas di waktu senggang, serta status emosional.
i. Sumber koping
Setiap individu memiliki strstegi koping yang berbeda-beda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
j. Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada
situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak
faktor lainnya. Perlu dikaji adanya ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien (Herdman, 2012).
2. Observasi respons prilaku dan fisiologis
Banyak respon nonverbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah satu
yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata
rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan
seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah
respons nyeri dapat berupa vokalisasi (mengerang, menangis, berteriak),
mobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa
tujuan (menendang-nendang, membolak-balikan tubuh di kasur), dll.
Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada
sumber dan durasi nyeri. Pada awal nyeri akut, respons fisiologis dapat
meliputi peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan, diaphoresis serta
dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Jika nyeri
berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaprasi, respon fisiologis
tersebut mungkin akan berkurang atau mungkin tidak ada (Herdman,
2012).

B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (D.0077) ditandai dengan:
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi menigkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
2. Risiko ketidakseimbangan cairan b/d disfungsi intestinal (D.0036)
3. Defisit pengetahuan b/d gaya hidup sehat (D.0111) ditandai dengan:
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Menanyakan masalah yang 1. Menunjukkan perilaku tidak
dihadapi sesuai anjuran
2. Menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif Objektif
1. Menjalani pemeriksaan yang
tidak tepat
2. Menunjukkan perilaku
berlebihan (mis. apatis,
bermusuhan, agitasi, histeria)
C. Intervensi keperawatan

DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. SLKI SIKI
(SDKI)
1 Nyeri akut berbubungan dengan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (1.14509)
fisiologis (D.0077) Setelah dilakukan Tindakan Tindakan
keperawatan selama 1x30 menit Observasi
diharapkan tingkat nyeri berkurang a. Indentifikasi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas,intesitas
Indicator SA ST nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri 1 5
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
Meringis 1 5 d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
Gelisah 1 5
nyeri
Keterangan : e. Identifikasi pengetahuan dan
1 : Meningkat keyakinan tentang nyeri
2 : Cukup meningkat f. Identifikasi pengaruh budaya
3 : Sedang terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
4 : Cukup menurun kualitas hidup
5 : Menurun h. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakolgis
untuk mengurangi rasa nyeri
( mis. TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedband, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres air
hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istrahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelasan makna, fungsi marah,
frustasi, dan respon marah
b. Anjurkan meminta bantuan perawat
atau keluarga selama ketegangan
meningkat
c. Ajarkan strategi untuk mencegah
expresi marah maladaftif
d. Ajarkarkan metode untuk
memodulasi pengalaman emosi
yang kuat (mis.latihan asertif, teknik
relaksasi, jurnal, aktivitas,
penyaluran energi)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat, jika perlu

2 Risiko ketidakseimbangan cairan b/d Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen Cairan (I.03098)
disfunsi intestinal (D.0036) Setelah dilakukan tindakan Tindakan
keperawatan selama 1x30 menit Observasi
diharapkan keseimbangan cairan a. Monitor status hidrasi (mis, frekuensi
pasien meningkat dengan kriteria
nadi, kekuartan nadi, akrral,
hasil :
pengisian kapiler,kelembaban
Indicator SA ST mukosa mulut, turgor kulit, tekanan

Asupan cairan 3 4 darah)


b. Monitor berat badan harian
Kelembapan
2 4 c. Monitor hasil pemeriksaan
membran mukosa
laboratorium
Asupan makanan 2 4 Terapeutik

Keterangan : a. Catat intake-output dan hitung

1 : Menurun balance cairan 24 jam

2 : Cukup menurun b. Berikan asupan cairan, sesuai

3 : Sedang kebutuhan

4 : Cukup meningkat c. Berikan cairan intravena jika perlu

5 : Meningkat Edukasi

Indicator SA ST a. Edukasi tanda dan gejala dehidrasi


atau kekurangan cairan
Membran mukosa 2 4 Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter untuk
Turgor kulit 2 4
memberikan obat atau suplemen untuk
Keterangan : memperbaiki kondisi pasien
1 : Memburuk
2 : Cukup memburuk
3 : Sedang
4 : Cukup membaik
5 : Membaik
3 Defisit Pengetahuan b/d gaya hidup Tingkat pengetahuan (L.12111) Edukasi kesehatan (1.12383)
sehat (D.0111)
Setelah dilakukan tindakan Tindakan
keperawatan selama 1x30 menit Observasi
diharapkan tingkat pengetahuan pasien a. Identifikasi kesiapan dan
meningkat dengan kriteria hasil : kemampuan menerima informasi
Indicator SA ST b. Identifikasi factor-faktor yang dapat
meningkatkan dan menurunkan
Perilaku sesuai
2 4 motivasi perilaku hidup bersih dan
anjuran
sehat
Kemampuan 2 4
Terapeutik
menjelaskan
pengetahuan tentang a. Sediakan materi dan media
suatu topic pendidikan kesehatan

Keterangan : b. Jadwalkan pendidikan kesehatan

1 : Menurun sesuai kesepakatan

2 : Cukup menurun c. Berikan kesempatan untuk bertanya

3 : Sedang Edukasi

4 : Cukup meningkat a. Jelaskan factor resiko yang dapat

5 : Meningkat mempengaruhi kesehatan

Indicator SA ST b. Ajarkan perilaku hidup yang bersih


dan sehat
Pertanyaan tentang
c. Ajarkan strategi yang dapat
masalah yang 2 4
digunakan untuk meningkatkan
dihadapi
perilaku hidup bersih dan sehat
Persepsi yang keliru
2 4
terhadap masalah

Keterangan :
1 : Meningkat
2 : Cukup meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup menurun
5 : Menurun

D. Evaluasi
1. Nyeri pasien berkurang atau hilang
2. Skala nyeri mengecil atau menurun
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Muhammad,Wahit Iqbal dkk. 2010.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC
http://www.asuhankeperawatansari.blogspot.com/2012/24-Maret/etc.
Potter & Perry, ( 2009 ). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533
Priharjo, R (2011). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta :
EGC hal : 87.
Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta :
Djambatan.
Shone, N. (2009). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80
Syaifuddin. (2007). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta :
EGC. Hlm : 123-136.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-
63
Tim Pokja, SDKI DPP.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator diagnortik.Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja, SLKI DPP SDKI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawtan.Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja, SIKI DPP SDKI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawtan.Jakarta: DPP PPNI.
Wartonah. 2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai