LP Rasa Aman Dan Nyaman Nyeri
LP Rasa Aman Dan Nyaman Nyeri
LP Rasa Aman Dan Nyaman Nyeri
Disusun Oleh :
WENI CARINA
Nama Mahasiswa :
Kasus Laporan Pendahuluan/Asuhan Keperawatan :
Ruang Praktik :
Rumah Sakit/ Lahan Praktik :
…………………………………..… ………………………………………….
NIK/NIDN. NIK/NIDN.
KONSEP DASAR
I. KONSEP TEORITIS
A. Definisi
1. Pengertian Rasa aman dan nyaman
a. Aman adalah keadaan bebas dari cedera fisik dan psikologis atau bisa
juga keadaan aman dan tentram (Potter & Perry, 2006).
b. Nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang
meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan (kebutuhan telah
terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi
masalah dan nyeri)
2. Pengertian Nyeri
a. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak menyenangkan bersifat
sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap orang dalam
hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya (Aziz
Alimul, 2014).
b. Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari adanya kerusakan pada jaringan yang actual
dan potensial. Nyeri merupakan salah satu alasan orang mencari
bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses
penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau
pengobatan. (Mayasari, 2016)
B. Fisiologi Nyeri
Pada saat sel saraf rusak akibat trauma jaringan, maka terbentuklah zat-
zat kimia seperti Bradikinin, serotonin dan enzim proteotik. Kemudian zat-zat
tersebut merangsang dan merusak ujung saraf reseptor nyeri dan rangsangan
tersebut akan dihantarkan ke hypothalamus melalui saraf asenden. Sedangkan
di korteks nyeri akan dipersiapkan sehingga individu mengalami nyeri. Selain
dihantarkan ke hypothalamus nyeri dapat menurunkan stimulasi terhadap
reseptor mekanin sensitif pada termosensitif sehingga dapat juga
menyebabkan atau mengalami nyeri (Potter dan Pery, 2009).
Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung
saraf sangat bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin,
yang tersebar pada kulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian,
dinding arteri, hati dan kandung empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan
respon akibat adanya stimulasi atau rangsangan. Stimulasi tersebut dapat
berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamine, prostaglandin dan macam-
macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat
kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik dan
mekanik.
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul, nyeri sudah tidak bisa dikontrol
2. Faces pain scale – wong
Digunakan apabila klien tidak mampu mneyatakan nyerinya melalui
skala angka. Termasuk anakanak yang tidak dapat berkomunikasi secara
verbal dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
K. Pemerikasaan Diagnostik
1. Pemeriksaan laboratorium klinik
2. Sinar – X (Rontgen)
3. CT-Scan
4. MRI
L. Penanganan Nyeri
1. Farmakologi
a. Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin
dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan
kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat
dan mengaktifkan penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat
(Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek
menekan pusat pernafasan di medulla batang otak sehingga perlu
pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status pernafasan
jika menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2009).
b. Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen
selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan
anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan
menghambat produksi prostalglandin dari jaringan yang mengalami
trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2009). Efek samping yang
paling umum terjadi adalah gangguan pencernaan seperti adanya ulkus
gaster dan perdarahan gaster.
2. Non Farmakologi
a. Relaksasi progresif
b. Stimulasi Kutaneus Plasebo
c. Teknik Distraksi
d. Terapi akupresur
e. Terapi air doa
f. Tetes madu propolis
II. PROSES KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian nyeri yang akurat penting untuk upaya penatalaksanaan
nyeri yang efektif. Karena nyeri merupakan pengalaman yang subjektif dan
dirasakan secara berbeda pada masing-masing individu, maka perlu dikaji
semua faktor yang mempengaruhi nyeri, seperti faktor fisiologis, psikologis,
emosional, dan sosiokultural. Pengkajian dapat dilakukan dengan PQRST :
P (provoking) atau pemicu, yaitu faktor yang memicu timbulnya nyeri,
Q (quality) atau kualitas dari nyeri, apakah tajam, tumpul, atau tersayat
R (region) atau daerah, yaitu daerah perjalanan nyeri,
S (severity) adalah keparahan atau intensitas nyeri,
T (time) atau waktu adalah lama/waktu serangan atau frekunsi nyeri.
1. Riwayat Nyeri
a. Lokasi
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta klien untuk
menunjukan area nyerinya.
b. Intensitas nyeri
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode mudah dan
terpercaya untuk menentukan intensitas nyeri klien.
c. Skala nyeri menurut Hayward (1975)
0 : tidak nyeri
1 – 3 : nyeri ringan
4 – 6 : nyeri sedang
7 – 9 : sangat nyeri, tapi masih bisa dikontrol
10 sangat nyeri dan tidak bisa dikontrol
d. Kualitas nyeri
Minta pasien untuk menjelaskan nyeri yang dirasakan, apakah seperti
dipukul-pukul atau ditusuk-tusuk, dan sebagainya
e. Pola nyeri
Pola nyeri meliputi waktu, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri.
f. Faktor presipitasi
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu timbulnya nyeri. Seperti
aktivitas fisik yang berat dapat memicu timbulnya nyeri dada. Selain
itu, lingkungan, stresor fisik, dan emosional juga dapat memicu
timbulnya nyeri.
g. Gejala yang menyertai
Gejala ini meliputi mual, muntah, pusing, dan diare. Gejala tersebut
dapat disebabkan oleh awitan nyeri atau nyeri itu sendiri.
h. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari
Dengan mengetahui sejauh mana nyeri mempengaruhi aktivitas klien
akan membantu memahami perspektif klien tentang nyeri. Beberapa
aspek kehidupan yang dikaji terkait nyeri adalah tidur, nafsu makan,
konsentrasi, pekerjaan, hubungan interpersonal, hubungan pernikahan,
aktivitas di rumah, aktivitas di waktu senggang, serta status emosional.
i. Sumber koping
Setiap individu memiliki strstegi koping yang berbeda-beda dalam
menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat dipengaruhi oleh
pengalaman nyeri sebelumnya atau pengaruh agama atau budaya.
j. Respons afektif
Respons afektif klien terhadap nyeri bervariasi, bergantung pada
situasi, derajat dan durasi nyeri, interpretasi tentang nyeri, dan banyak
faktor lainnya. Perlu dikaji adanya ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien (Herdman, 2012).
2. Observasi respons prilaku dan fisiologis
Banyak respon nonverbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah satu
yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup mata
rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigit bibir bawah, dan
seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah
respons nyeri dapat berupa vokalisasi (mengerang, menangis, berteriak),
mobilisasi bagian tubuh yang mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa
tujuan (menendang-nendang, membolak-balikan tubuh di kasur), dll.
Sedangkan respon fisiologis untuk nyeri bervariasi, bergantung pada
sumber dan durasi nyeri. Pada awal nyeri akut, respons fisiologis dapat
meliputi peningkatan tekanan darah, nadi dan pernafasan, diaphoresis serta
dilatasi pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Jika nyeri
berlangsung lama dan saraf simpatis telah beradaprasi, respon fisiologis
tersebut mungkin akan berkurang atau mungkin tidak ada (Herdman,
2012).
B. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologis (D.0077) ditandai dengan:
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Mengeluh nyeri 1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif (mis. waspada,
posisi menghindari nyeri)
3. Gelisah
4. Frekuensi nadi menigkat
5. Sulit tidur
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif Objektif
1. Tekanan darah meningkat
2. Pola napas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Menarik diri
6. Berfokus pada diri sendiri
7. Diaphoresis
2. Risiko ketidakseimbangan cairan b/d disfungsi intestinal (D.0036)
3. Defisit pengetahuan b/d gaya hidup sehat (D.0111) ditandai dengan:
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif Objektif
1. Menanyakan masalah yang 1. Menunjukkan perilaku tidak
dihadapi sesuai anjuran
2. Menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah
DIAGNOSA KEPERAWATAN
No. SLKI SIKI
(SDKI)
1 Nyeri akut berbubungan dengan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (1.14509)
fisiologis (D.0077) Setelah dilakukan Tindakan Tindakan
keperawatan selama 1x30 menit Observasi
diharapkan tingkat nyeri berkurang a. Indentifikasi lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil: durasi, frekuensi, kualitas,intesitas
Indicator SA ST nyeri
b. Identifikasi skala nyeri
Keluhan nyeri 1 5
c. Identifikasi respon nyeri non verbal
Meringis 1 5 d. Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
Gelisah 1 5
nyeri
Keterangan : e. Identifikasi pengetahuan dan
1 : Meningkat keyakinan tentang nyeri
2 : Cukup meningkat f. Identifikasi pengaruh budaya
3 : Sedang terhadap respon nyeri
g. Identifikasi pengaruh nyeri pada
4 : Cukup menurun kualitas hidup
5 : Menurun h. Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah diberikan
i. Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
a. Berikan teknik nonfarmakolgis
untuk mengurangi rasa nyeri
( mis. TENS, hypnosis, akupresur,
terapi music, biofeedband, terapi
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres air
hangat/dingin, terapi bermain)
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri ( mis. Suhu
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
c. Fasilitasi istrahat dan tidur
d. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
a. Jelasan makna, fungsi marah,
frustasi, dan respon marah
b. Anjurkan meminta bantuan perawat
atau keluarga selama ketegangan
meningkat
c. Ajarkan strategi untuk mencegah
expresi marah maladaftif
d. Ajarkarkan metode untuk
memodulasi pengalaman emosi
yang kuat (mis.latihan asertif, teknik
relaksasi, jurnal, aktivitas,
penyaluran energi)
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian obat, jika perlu
2 Risiko ketidakseimbangan cairan b/d Keseimbangan Cairan (L.03020) Manajemen Cairan (I.03098)
disfunsi intestinal (D.0036) Setelah dilakukan tindakan Tindakan
keperawatan selama 1x30 menit Observasi
diharapkan keseimbangan cairan a. Monitor status hidrasi (mis, frekuensi
pasien meningkat dengan kriteria
nadi, kekuartan nadi, akrral,
hasil :
pengisian kapiler,kelembaban
Indicator SA ST mukosa mulut, turgor kulit, tekanan
3 : Sedang kebutuhan
5 : Meningkat Edukasi
3 : Sedang Edukasi
Keterangan :
1 : Meningkat
2 : Cukup meningkat
3 : Sedang
4 : Cukup menurun
5 : Menurun
D. Evaluasi
1. Nyeri pasien berkurang atau hilang
2. Skala nyeri mengecil atau menurun
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi. 2008. Tehnik Prosedural Keperawatan: Konsep Aplikasi Kebutuhan
Dasar Klien. Jakarta : Salemba Medika.
Muhammad,Wahit Iqbal dkk. 2010.Buku Ajar Kebutuhan Dasar Manusia.
Jakarta : EGC
http://www.asuhankeperawatansari.blogspot.com/2012/24-Maret/etc.
Potter & Perry, ( 2009 ). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan
Praktik. Jakarta: EGC. Hlm 1502-1533
Priharjo, R (2011). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta :
EGC hal : 87.
Ramali. A. (2000). Kamus Kedokteran : Arti dan Keterangan Istilah. Jakarta :
Djambatan.
Shone, N. (2009). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80
Syaifuddin. (2007). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta :
EGC. Hlm : 123-136.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-
63
Tim Pokja, SDKI DPP.2018.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator diagnortik.Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja, SLKI DPP SDKI.2018.Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawtan.Jakarta: DPP PPNI.
Tim Pokja, SIKI DPP SDKI.2018.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Tindakan Keperawtan.Jakarta: DPP PPNI.
Wartonah. 2006.Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.