Moderasi Beragama
Moderasi Beragama
Moderasi Beragama
PerbesarModerasi beragama adalah suatu tindakan yang di lakukan oleh umat yang di lakukan
dengan sedang dan tidak berlebihan. Namun moderasi beragama pada saat ini sederhanya
dapat di artikan sebagai yang menerima agama-agama lain dengan lapang dada serta dapat
hidup rukun dengan penganut agama lain.
Islam dan Muslim saat ini menghadapi setidaknya dua tantangan; Pertama, kecenderungan
sebagian umat Islam untuk bersikap ekstrim dan ketat dalam memahami teks-teks agama dan
mencoba menerapkan metode ini dalam masyarakat Muslim, bahkan dengan paksaan dan
kekerasan.
Kedua, kecenderungan lain yang juga ekstrem adalah bersikap santai dalam beragama dan
tunduk pada perilaku dan pemikiran negatif yang berasal dari budaya dan peradaban lain.
Dalam upaya ini, mereka mengutip dari teks-teks keagamaan seperti Al-Qur’an, hadits dan
karya ulama klasik yang menjadi dasar dan kerangka pemikiran, tetapi dengan memahaminya
secara tekstual dan terlepas dari konteks sejarah. Sehingga mereka terlihat seperti generasi
yang lahir terlambat, karena hidup dalam masyarakat modern namun memiliki pola pikir dari
generasi sebelumnya.
Islam itu moderat, adil, dan jalan tengah menurut Ibnu Asyur (w. 1393 H) yang dikutip oleh
Zuhairi Miswari yang telah mencapai mufakat, bahwa sikap moderat, baik ekstrim kanan
maupun ekstrim kiri, adalah sifat mulia dan dianjurkan oleh Islam. Islam sebagai agama
menekankan adanya kehidupan yang harmonis terhadap sesama manusia dan mampu
membangun masyarakat yang beradab dengan memiliki sifat terbuka, demokratis, toleran dan
damai.
Untuk itu dalam kehidupan masyarakat dapat menjunjung tinggi prinsip persaudaraan dan
mengikis segala bentuk fanatisme kelompok atau kelompok, karena pada dasarnya setiap
agama berfungsi untuk menciptakan kesatuan sosial, agar manusia tetap utuh di bawah
semangat panji-panji Tuhan.
Prinsip dan karaterristik moderasi beragama dapa di lihat dalam uraian berikut sebagai berikut:
1. Tawassuth
Tawassuth adalah sikap netral berdasarkan prinsip hidup yang menjunjung tinggi nilai keadilan
di tengah hidup bersama, baik ekstrim kiri maupun ekstrim kanan. Sikap ini disebut juga dengan
sikap moderat (al-wasathiyyah). Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa
tawassuth/moderat berasal dari kata wasath yang artinya adil, baik, sedang, dan seimbang.
Artinya, seorang muslim yang mengamalkan tawassuth akan menempatkan dirinya di tengah-
tengah suatu perkara, baik ekstrim kanan maupun kiri. Mengutip buku Moderasi Islam
Nusantara oleh H. Mohamad Hasan, M.Ag., terdapat lima alasan mengapa sikap tawassuth
dianjurkan ada pada diri seorang Muslim, yaitu:
1. Sikap tawassuth dianggap sebagai jalan tengah dalam menyelesaikan masalah, sehingga
seorang muslim selalu memandang tawassuth sebagai sikap yang paling adil dalam
memahami agama.
2. Hakikat ajaran Islam adalah cinta kasih, maka seorang muslim yang tawassuth selalu
mengutamakan perdamaian dan menghindari konflik.
3. Ajaran Islam mendorong demokrasi untuk dijadikan alternatif dalam mewujudkan nilai-
nilai kemanusiaan, sehingga umat Islam yang tawassuth selalu mengutamakan nilai
kemanusiaan dan demokrasi.
4. Islam melarang tindakan diskriminasi terhadap individu atau kelompok. Maka sudah
sepatutnya seorang muslim yang mengamalkan tawassuth untuk selalu menjunjung
tinggi kesetaraan.
Dari kelima alasan tersebut, seorang muslim seharusnya sudah memahami pentingnya sikap
tawassuth dalam hidupnya. Tawassuth cocok diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat di
antara manusia. Apalagi di era sekarang ini yang penuh dengan masalah intoleransi dan
diskriminasi antar umat beragama. Contoh sikap tawassuth dalam kehidupan sehari-hari adalah
tidak membeda-bedakan antar kelompok dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Menjaga
hubungan baik satu sama lain agar tidak terjadi konflik.
2. Tawazun (berkeseimbangan)
Tawazun adalah sikap yang mampu menyeimbangkan diri dalam memilih sesuatu sesuai
dengan kebutuhan, tanpa bias atau bias terhadap sesuatu. Dalam konteks moderasi beragama,
sikap ini sangat penting dalam kehidupan antarumat beragama, agar kita dapat seimbang
dalam kehidupan dunia ini, tetapi kita juga dapat seimbang dalam kehidupan akhirat. Sikap
tawazun sangat dibutuhkan oleh manusia agar tidak melakukan hal-hal yang berlebihan dan
mengesampingkan hal-hal lain yang berhak untuk dipenuhi. Tawazun adalah kemampuan
individu untuk menyeimbangkan kehidupannya dalam berbagai dimensi, sehingga tercipta
kestabilan, kesehatan, keamanan dan kenyamanan. Sikap tawazun ini sangat penting dalam
kehidupan seorang individu sebagai manusia. Oleh karena itu, sikap tawazun ini harus
diterapkan dan diterapkan pada diri siswa: agar mereka dapat melakukan segala sesuatu secara
seimbang dalam kehidupannya. Karena jika mengabaikan sikap tawazun dalam hidup ini,
berbagai masalah akan lahir.
Arti kata Itidal secara harfiah berarti lurus dan teguh, berarti meletakkan sesuatu pada
tempatnya, menjalankan hak dan memenuhi kewajiban secara proporsional. Islam
mengutamakan keadilan bagi semua pihak. Banyak ayat Al-Qur’an yang menunjukkan ajaran
mulia ini, tanpa mengutamakan keadilan, nilai-nilai agama terasa kering dan tidak bermakna,
karena keadilan merupakan ajaran agama yang secara langsung mempengaruhi kebutuhan
hidup masyarakat. Tanpa itu, kemakmuran dan kesejahteraan hanya akan menjadi ilusi. Itidal
sangat diperlukan dalam kehidupan, karena tanpa itu semua akan mengarah pada pemahaman
Islam yang terlalu liberal atau radikal. Peran pendidik dalam memoderasi pendidikan Islam
sangat diperlukan untuk pemahaman agama yang lurus, jujur dan kokoh. Contoh sikap I’udal
dalam kehidupan sehari-hari adalah seseorang yang selalu mentaati aturan di masyarakat,
sekolah dan keluarga siswa Seorang guru atau guru yang memberikan tugas dan nilai yang adil
kepada semua siswa atau siswa.
4. Tasamuh (Toleran)
Tasamuh berasal dari bahasa Arab yang berarti toleransi. Menurut bahasa Tasamuh artinya
toleransi, sedangkan menurut istilah saling menghormati dan menghargai antara manusia yang
satu dengan manusia yang lain. Contoh tindakan tasamuh dalam kehidupan sehari-hari
misalnya bersikap toleran dalam menerima segala perbedaan. Musawah (egalitarian dan non-
diskriminatif)
Musawah berarti tidak membeda-bedakan orang lain karena perbedaan keyakinan atau agama,
tradisi dan asal usul seseorang. Secara bahasa, musawah berarti persamaan atau persamaan.
Artinya, tidak ada pihak yang merasa lebih unggul dari yang lain, sehingga mereka dapat
memaksakan kehendaknya. Dalam urusan negara, penguasa tidak dapat memaksakan
kehendaknya kepada rakyat, bersifat otoriter dan eksploitatif. Hal ini karena rakyat dan
penguasa memiliki kedudukan dan hak yang sama yang harus dihormati. Dalam konteks umum,
musawah dapat dikaitkan dengan kerukunan antarmasyarakat. Dengan adanya musawa, tidak
akan terjadi diskriminasi antar masyarakat. Contoh tindakan musyawarah dalam kehidupan
sehari-hari: Menghargai perbedaan suku, agama, ras, dan golongan yang ada di sekitar kita.
Tidak memaksakan kehendak orang lain untuk mengikuti ajaran agama kita
6. Tahaddhur (berkeadaban)
Tahadhdhur (berkeadaban) yaitu menjunjung tinggi akhlakul karimah, karakter, identitas, dan
integritas sebagai khairu ummah dalam kehidupan kemanusiaan dan peradaban. Manusia
adalah makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri di dunia tanpa adanya orang lain
disekitar. Berbuat baik serta tolong menolong menjadi suatu hal yang wajib dilakukan demi
terciptanya hidup rukun dan damai antar sesama manusia. Tahaddhur dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa sangat dibutuhkan, karena dengan adanya sikap ini maka seluruh
kegiatan tangan, kami dan mata kita akan dapat terjaga dengan baik.
Kesimpulan
Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat,
yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem
kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech),
hingga retaknya hubungan antar umat beragama, merupakan problem yang dihadapi oleh
bangsa Indonesia saat ini.
Moderasi beragama mengajarkan bagaimana cara pandang kita dalam kehidupan beragama
yang baik dan benar, tidak ekstrem apalagi radikal. Moderasi beragama pun memberitahu kita
sebagai seorang muslim untuk bertoleransi antar sesama umat beragama, tidak diskriminasi
antar ras, suku, agama, juga mengajarkan bagaimana cara kita
berpikir dinamis dan inovatif. Dalam menghadapi kemajemukan dan keberagaman masyarakat,
senjata yang paling ampuh untuk mengatur agar tidak terjadi bentrokan dan radikalisme,
adalah melalui pendidikan Islam yang moderat dan inklusif. Selain itu ajaran Islam
sebagai rahmatan lil alamin, rahmat bagi segenap alam semesta.
Islam Wasathiyah atau yang berarti “Islam Tengah” adalah suatu yang menjadi terwujudnya
umat terbaik (khairu ummah). Allah SWT menjadikan umat Islam pertengahan (wasath) dalam
segala urusan agama, seperti dalam hal kenabian, syariat dan lainnya.
Moderasi Beragama
A. Pendahuluan
Indonesia sebagai sebuah negara yang memuat banyak sekali keberagaman yang terdiri
dari keberagaman suku, bangsa, bahasa, adat istiadat dan agama, dewasa ini seringkali
diterpa isu tentang radikalisme. Gerakan-gerakan yang mengatasnamakan kelompok
tertentu ini semakin hari semakin tumbuh dan secara terang-terangan menyuarakan
ideologi mereka. Aksi teror, penculikan, penyerangan, bahkan pengeboman pun kian
marak terjadi.
Kata wasith bahkan sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata 'wasit' yang
memiliki tiga pengertian, yaitu: 1) penengah, perantara (misalnya dalam perdagangan,
bisnis); 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih; dan 3) pemimpin di
pertandingan.
Menurut para pakar bahasa Arab, kata wasath itu juga memiliki arti “segala yang baik
sesuai dengan objeknya”. Misalnya, kata “dermawan”, yang berarti sikap di antara kikir
dan boros, atau kata “pemberani”, yang berarti sikap di antara penakut (al-jubn) dan
nekad (tahawur), dan masih banyak lagi contoh lainnya dalam bahasa Arab.
b. Secara Istilah
Pertama, moderasi adalah sikap dan pandangan yang tidak berlebihan, tidak ekstrem
dan tidak radikal (tatharruf). Q.s. al-Baqarah: 143 yang dirujuk untuk pengertian
moderasi di sini menjelaskan keunggulan umat Islam dibandingkan umat lain.
Dalam hal apa saja? Al-Qur'an mengajarkan keseimbangan antara hajat manusia akan
sisi spritualitas atau tuntutan batin akan kemahadiran Tuhan, juga menyeimbangkan
tuntutan manusia akan kebutuhan materi.
Disebutkan dalam hadits, ada sekelompok orang mendatangi Nabi Muhammad untuk
menunjukkan bahwa mereka adalah orang kuat beribadah, sampai tidak menikah. Nabi
menjawab, yang benar adalah keseimbangan antara ibadah dan pemenuhan materi.
Itulah sunnah beliau.
Dalam hal moral, al-Qur'an mengajarkan juga keseimbangan, sikap tidak berlebihan
juga ditekankan. Seseorang tidak perlu terlalu dermawan dengan menyedekahkan
hartanya sehingga dia sendiri menjadi bangkrut. Tapi, ia juga jangan kikir, sehingga ia
hanya menjadi kaya sendiri, harta yang terkonsentrasi di kalangan orang-orang
berpunya. Demikian, pesan ini disarikan dari ayat al-Qur'an sendiri.
Kedua, moderasi adalah sinergi antara keadilan dan kebaikan. Inti pesan ini ditarik dari
penjelasan para penafsir al-Qur'an terhadap ungkapan ummatan wasathan. Menurut
mereka, maksud ungkapan ini adalah bahwa umat Islam adalah orang-orang yang
mampu berlaku adil dan orang-orang baik.
2. Beragama
a. Secara Bahasa
1) Beragama berarti menganut (memeluk) agama. Contoh : Saya beragama Islam dan
dia beragama Kristen.
2) Beragama berarti beribadat; taat kepada agama; baik hidupnya (menurut agama).
Contoh : Ia datang dari keluarga yang beragama.
3) Beragama berarti sangat memuja-muja; gemar sekali pada; mementingkan (Kata
percakapan). Contoh: Mereka beragama pada harta benda.
b. Secara Istilah
Beragama itu menebar damai, menebar kasih sayang, kapanpun dimanapun dan kepada
siapapun. Beragama itu bukan untuk menyeragamkan keberagaman, tetapi untuk
menyikapi keberagaman dengan penuh kearifan. Agama hadir ditengah-tengah kita
agar harkat, derajat dan martabat kemanusiaan kita senantiasa terjamin dan terlindungi.
Oleh karenanya jangan gunakan agama sebagai alat untuk menegasi dan saling
merendahkan dan meniadakan satu dengan yang lain. Oleh karenanya, mari senatiasa
menebarkan kedamaian dengan siapapun, dimanapun dan kapanpun. Beragama itu
menjaga, menjaga hati, menjaga perilaku diri, menjaga seisi negeri dan menjaga jagat
raya ini.
Jadi Moderasi beragama adalah cara pandang kita dalam beragama secara moderat,
yakni memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan tidak ekstrem, baik ekstrem
kanan maupun ekstrem kiri. Ekstremisme, radikalisme, ujaran kebencian (hate speech),
hingga retaknya hubungan antarumat beragama, merupakan problem yang dihadapi
oleh bangsa Indonesia saat ini.
Hukum bisa saja hanya menyentuh aspek permukaan dan tidak memenuhi rasa keadilan
sesungguhnya, sehingga perlu ada sentuhan kebaikan. Keadilan adalah dimensi hukum,
sedangkan kebaikan adalah dimensi etik. Dalam QS. al-Baqarah: 143, dijelaskan bahwa
Allah menyatakan bahwa kaum muslimin dijadikan ummatan wasathan.
Artinya : Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil
dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul
(Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat
yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata)
siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan
kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. (QS. al-Baqarah: 143)
1. Seberapa kuat kembalinya penganut agama kembali pada inti pokok ajaran, yaitu nilai
kemanusiaan. Melalui kemanusiaan maka perbedaan agama di tengah masyarakat
bukan menjadi persoalan mengganggu keharmonisan.
2. Kesepakatan bersama. Melalui kesepakatan bersama menunjukkan kerja sama di
antara sesama manusia yang beragam. Karena bagaimanapun manusia memiliki
keterbatasan sehingga keragaman itu akan saling menutupi kekurangan. Keragaman
diciptakan Tuhan Yang Maha Esa untuk membuat sesama manusia saling
menyempurnakan. Keragaman itu adalah kehendak Tuhan karena manusia yang
beragam membutuhkan kesepakatan. Inti pokok ajaran agama bagaimana setiap kita
tunduk dan taat terhadap kesepakatan bersama.
3. Ketertiban umum. Manusia yang beragam latar belakang agar bisa tertib yang bisa
memicu suasana beragama yang moderat. Tujuan agama dihadirkan agar tercipta
ketertiban umum di tengah kehidupan bersama yang beragam.
D. Kesimpulan
Menjadi moderat bukan berarti menjadi lemah dalam beragama. Menjadi moderat
bukan berarti cenderung terbuka dan mengarah kepada kebebasan. Keliru jika ada
anggapan bahwa seseorang yang bersikap moderat dalam beragama berarti tidak
memiliki militansi, tidak serius, atau tidak sungguh-sungguh, dalam mengamalkan
ajaran agamanya.
Oleh karena pentingnya keberagamaan yang moderat bagi kta umat beragama, serta
menyebarluaskan gerakan ini. Jangan biarkan Indonesia menjadi bumi yang penuh
dengan permusuhan, kebencian, dan pertikaian. Kerukunan baik dalam umat beragama
maupun antarumat beragama adalah modal dasar bangsa ini menjadi kondusif dan
maju.