LP CKD Anisa
LP CKD Anisa
LP CKD Anisa
Oleh :
Anisa
NIM. 2022611002
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu
penyakit tidak menular (PTM) yang perlu mendapatkan perhatian dalam dunia
kesehatan karena telah menjadi masalah utama kesehatan dan berdampak sangat
besar terhadap morbiditas, mortilitas dan sosial ekonomi. (Kemkes RI, 2018).
Penyakit Ginjal Kronis (PGK) adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible serta umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Pada PGK derajat lima
yang juga disebut gagal ginjal kronis (Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) ˂ 15
mL/min/1,73 m2 ) terjadi penurunan jumlah massa maupun fungsi ginjal
sehingga terjadi akumulasi bahan – bahan toksik uremik dan penurunan fungsi
hormonal (Suwitra, 2009).
Di Indonesia, jumlah penderita penyakit ginjal kronis cukup banyak. Hasil
Rikesdas pada 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penderita penyakit ginjal
kronis di Indonesia sebesar 2% atau 2 per 100 penduduk, sekitar 60% penderita
tersebut wajib menjalani terapi dialysis. Hasil Rikesdas tahun 2018 3
memperlihatkan prevalensi peningkatan penderita penyakit ginjal kronis
menjadi 3,8%, dan proporsi pernah atau sedang menjalani dialysis pada
penduduk Indonesia berumur ≥ 15 tahun sebesar 19,3%. (Kemkes RI, 2018)
Data dari Indonesian Renal Registry (IRR) pada tahun 2016, dari 249 unit
fasilitas pelayanan dialysis yang melapor, tercatat 30.554 pasien aktif menjalani
dialysis pada tahun 2015, sebagian besar adalah pasien dengan penyakit ginjal
kronis. IRR juga menyebutkan terdapat beberapa penyakit yang memiliki
proporsi besar dalam PGK, yaitu diantaranya Nefropati Diabetik yang
menempati urutan pertama sebanyak 52% dan penyakit Ginjal Hipertensi yang
menempati posisi kedua dengan 24%. (Infodatin, 2017).
B. Tujuan
ii
di RSUD Bangil
C. Manfaat
Diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada institusi pendidikan
khususnya bagi mahasiswa sebagai acuan lebih lanjut dalam pemberian asuhan
keperawatan dengan CKD.
iii
DAFTAR ISI
Bab I Pendahuluan…………………………………………………………ii
A. Latar Belakang……………………………………..………………...iii
B. Tujuan……………………………………………….……………….iv
C. Manfaat………………………………………………….…………...iv
Bab II Tinjauan Teori…………………………………………………...….1
A. Definisi…………………………………………………………...…..3
B. Klasifikasi …...…………………………………………………….....6
C. Etiologi ………..……………………………………...……………...13
D. Patofisiologi………………………………………………….....…....16
E. Manifestasi Klinis…………………………………………….……...20
F. Pemeriksaan Penunjang………………………………………...……25
G. Penatalaksanaan……………………………………………………...26
H. Asuhan Keperawatan…………………………………………….…..35
Daftar Pustaka…………………………………………………………..….36
iv
BAB II
TINJAUAN TEORI
1. Definisi
Gagal ginjal kronis atau chronic kidney disease (CKD) adalah proses kerusakan
pada ginjal dengan rentang waktu lebih dari 3 bulan. Gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada
suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau
transplantasi ginjal (Aru W. Sudoyo, dkk, 2009).
CKD (Chronic Kidney Disease) atau gagal ginjal kronis (GGK) didefinisikan
sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif,
irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam
mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi
uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
2. Etiologi
Gagal Ginjal Kronik disebabkan oleh penyakit ginjal intrinsik difus dan
menahun. Glomerulonefritis, hipertensi esensial, dan pielonefritis merupakan
penyebab paling sering dari gagal ginjal kronik, kira-kira 60% (Sukandar, 2006).
Selain itu juga faktor-faktor yang diduga berhubungan dengan meningkatnya kejadian
gagal ginjal kronik antara lain merokok (Ejerbald et al, 2004), penggunaan obat
analgetik dan OAINS (Fored et al, 2003 ; Levey et al, 2003), hipertensi (Price &
Wilson, 2006), dan minuman suplemen berenergi (Hidayati, 2008). Gagal ginjal
dapat disebabkan karena usia, jenis kelamin, dan riwayat penyakit seperti diabetes,
hipertensi maupun penyakit gangguan metabolik lain yang dapat menyebabkan
penurunan fungsi ginjal. Selain itu, penyalahgunaan penggunaan obatobat analgetik
dan OAINS baik secara bebas maupun yang diresepkan dokter selama bertahuntahun
dapat memicu risiko nekrosis papiler dan gagal ginjal kronik. Kebiasaan merokok dan
penggunaan minuman suplemen energi juga dapat menjadi penyebab terjadinya gagal
ginjal
1
3. Patofisiologi
Patofisiologi Menurut Bayhakki (2013), patofisiologis Penyakit gagal ginjal
kronis awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tetapi dalam
perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. awalnya
dikarenakan adanya zat toksik, infeksi dan obtruksi saluran kemih yang
menyebabkan retensi urine atau sulit mengeluarkan urin. Dari penyebab tersebut,
Glomerular Filtration Rate (GFR) di seluruh nefron turun dibawah normal. Hal
yang dapat terjadi dari menurunnya GFR meliputi : sekresi protein terganggu,
retensi Na / kelebihan garam dan sekresi eritropoitin turun. Hal ini mengakibatkan
terjadinya sindrom uremia yang diikuti oleh peningkatan asam lambung dan
pruritis.
Asam lambung yang meningkat akan merangsang mual, dapat juga terjadi
iritasi pada lambung dan perdarahan jika iritasi tersebut tidak ditangani dapat
menyebabkan melena atau feses berwarna hitam. Proses retensi Na menyebabkan
total cairan ekStra seluler meningkat, kemudian terjadilah edema. Edema tersebut
menyebabkan beban jantung naik sehingga terjadilah hipertrofi atau pembesaran
ventrikel kiri dan curah jantung menurun. Proses hipertrofi tersebut diikuti juga
dengan menurunnya aliran darah ke ginjal, kemudian terjadilah retensi Na dan
H2O atau air meningkat. Hal ini menyebabkan kelebihan volume cairan pada
pasien GGK. Selain itu menurunnya cardiak output atau curah jantung juga dapat
mengakibatkan kehilangan kesadaran karena jantung tidak mampu memenuhi
kebutuhan oksigen di otak sehingga menyebabkan kematian sel. Hipertrofi
ventrikel akan mengakibatkan difusi atau perpindahan O2 dan CO2 terhambat
sehingga pasien merasakan sesak. Adapun Hemoglobin yang menurun akan
mengakibatkan suplai O2 Hb turun dan pasien GGK akan mengalami kelemahan
atau gangguan perfusi jaringan (Nurarif, 2015).
2
4. Pathway
5. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistematik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memilikii fungsi yang banyak (organ multifunction), sehingga kerusakan kronis
secara fisioogis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan
vasomotor. Berikut ini adalah tada dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal
kronis (Judith & Robinson, 2006;2013):
3
a) Ginjal dan gastrointestinal Sebagai akibat dari hiponartemi maka timbul
hipotensi, mulut kering, penurunan tugor kulit, kelemahan, fatique, dan
mual. Kemudian tejadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala
yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan
iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan
yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda
paling khas adalah terjadinya penurunan urine output dengan sedimentasi
yang tinggi
b) Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi , aritmia, kardiomyopati, uremic percarditis,
effusi perikardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung, gagal
jantung, edema periorbital dan edema perifer.
c) Sistem pernafasan: Takipnea, pernapasan kussmaul, halitosis uremik atau
fetor, sputum yang lengket, batuk disertai nyeri, suhu tubuh meningkat,
hilar pneumonitis, pleural friction rub, edema paru
d) Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan pendarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esofagitis, gastritis, ulseratif
duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis.
Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan
vomiting.
e) Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain
itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
f) Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas,
pusing, koma dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan
metabolik encephalophaty.
4
g) Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma,
peningkatan sekresi aldosteron, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
h) Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang
serius pada sistem hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
(purpura, ekimosis, dan petechiae).
i) Muskuloskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)
j) Sistem perkemihan: Saluaran urine berkurang, berat jenis urine menurun,
proteinuria, fragmen dan sel urine, natrium dalam urine berkurang
semuanya dikarenakan kerusakan nefron
6. Komplikasi
Komplikasi Komplikasi yang dapat dtimbulkan dar penyakit gagal ginjal
kronik adalah (Baughman, 2000):
1) Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekasifilkasi matriks tulang, sehinggal tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama makan
menyebabkan phatologis.
2) Penyakit Kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik
berupa hipertensi, kelainan lipid, inteloransi glukosa, dan kelainan
himodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3) Anemia
Selain berfungsi sebagai sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
5
4) Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
7. Klasifikasi
Gagal ginjal kronis dibagi dalam 3 stadium, antara lain :
1. Stadium I, dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini
keatinin serum yaitu molekul limbah kimia hasil metabolisme otot dan
kadar BUN atau Blood Urea Nitrogen normal, dan penderita
asimtomatik tau pasien tidak merasakan gejala penyakit. Gangguan
fungsi ginjal hanya dapat diketahui dengan tes pemekatan kemih dan
tes GFR yang teliti.
2. Stadium II, dinamakan infufisiensi ginjal :
Pada stadium ini, dimana lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak.
GFR besarnya 25% dari normal.
Kadar BUN dan kreatinin serum mulai meningkat dari normal.
Gejala-gejala nokturia atau sering berkemih di malam hari
sampai 700 ml dan poliuria atau sering berkemih dari hari
biasanya (akibat dari kegagalan pemekatan) mulai timbul.
3. Stadium III, dinamakan gagal ginjal stadium akhir atau uremia :
Sekitar 90% dari massa nefron telah hancur atau rusak, atau hanya
sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh.
Nilai GFR hanya 10% dari keadaan normal.
Kreatinin serum dan BUN atau Blood Urea Nitrogen akan
meningkat dengan mencolok.
Gejala-gejala yang timbul karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh,
yaitu : oliguria atau cairan urin yang keluar sedikit dari normal
karena kegagalan glomerulus, sindrom uremik (Suharyanto, 2013).
6
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal kronis (Prabowo, 2014).
a. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisis fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal
adalah dengan analisa creatinine Clearence (klirens kreatinin). Selain
pemeriksaan fungsi ginjal (renal fuction test), pemeriksaan kadar
elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
b. Urinalis
Urinalisis dilakukan untuk penyaringan ada atau tidaknya infeksi pada
ginjal atau ada atau tidakanya perdarahan aktif akibat inflamasi atau
peradangan pada jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi
Ginjal Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan
informasi mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal ginjal. Pada
pasien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan
parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Urine
Volume, biasanya berkurang dari 400ml/24jam atau anuria
yaitu tidak adanya produksi urine.
Warna, secara abnormal urine keruh kemungkinan
disebabkan oleh pus, bakteri, lemak, fosfat, kecoklatan
menunjukkan adanya darah, hb, mioglobin, dan porfirin.
Berat jenis, kurang dari 1,010 menunjukan kerusakan ginjal
berat.
Osmoalitas, kurang dari 350 mOsm/kg menujukan kerusakan
ginjal tubular dan rasio urin/serum sering 1:1.
Klirens kreatinin mengalami penurunan.
7
Natrium, lebih besar dari 40 mEq/L karena ginjal tidak
mampu mereabsorbsi natrium.
Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4+) secara kuat
menunjukkan kerusakan glomerulus.
2) Darah
BUN / kreatinin, meningkat kadar kreatinin 10 mg/dl diduga
tahap akhir.
Hematokrit menurun sehingga terjadi anemia. Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr/dl.
Sel darah merah, menurun, defisiensi eritopoeitin.
Analisin gas darah, basanya asidosis metabolik, pH kurang
dari 7,2.
Natrium serum menurun, kalium meningkat, magnesium
meningkat, kalsium menurun.
3) Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis,
aritmia, dan gangguan elektrolit
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Pengobatan gagal ginjal kronis dibagi menjadi 2 tahap,
yaitu:
a. Tindakan konservatif untuk meredakan atau memperlambat gangguan
fungsi ginjal progresif. Pengobatan :
1) Pengaturan diet protein, kalium, natrium dan cairan. Pembatasan
protein, jumlah kebutuhan protein dilonggarkan sampai 60 – 80
g/hari, apabila penderita mendapatkan pengobatan dislisis teratur.
Makanan yang mengandung tinggi protein yaitu susu, telur, hati,
kacang – kacangan.
2) Diet rendah kalium, diet yang dianjurkan adalah 40 - 80
mEq/hari. Jika berlebih mengkonsumsi makanan yang
mengandung kalium dapat menyebabkan hyperkalemia. Terlalu
banyak kalium dalam tubuh dapat menyebabkan terganggunya
aktivitas listrik di dalam jantung yang ditandai dengan
8
melambatnya detak jantung bahkan pada kasus 50 hiperkalemia
berat, jantung dapat berhenti berdetak dan menyebabkan
kematian. Bahan makan yang tinggi kalium diantaranya seperti
pisang, jeruk, kentang, bayam dan tomat sedangkan makanan
yang rendah kalium adalah apel, kubis, buncis, anggur, dan
stroberi.
3) Diet rendah natrium, diet Na yang dianjurkan adalah 40 - 90
mEq/hari atau tidak lebih dari 2000 mg natrium atau setara
dengan 1 – 1,5 sendok teh/hari. Natrium (sodium) banyak
terkandung di dalam garam. Natrium dapat menahan cairan di
dalam tubuh dan meningkatkan tekanan darah. Pada penderita
gagal ginjal, hal ini akan membuat jantung dan paru-paru bekerja
lebih keras. Diet rendah natrium penting untuk mencegah retensi
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung
kongestif.
4) Pengaturan cairan, cairan yang diminum penderita gagal ginjal
tahap lanjut harus diawasi secara seksama. Parameter yang tepat
untuk diikuti selain data asupan dan pengeluaran cairan yang
dicatat dengan tepat adalah berat badan harian. Jumlah urin yang
dikeluarkan selama 24 jam terakhir ditambah IWL 500 ml.
b. Pencegahan dan pengobatan komplikasi
1) Hipertensi, batasi konsumsi natrium, pemberian diuretik (obat
yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam dan 51 air
dari dalam tubuh melalui urine), pemberian antihipertensi
namun jika lagi hemodialisa diberhentikan karena jika
dilanjutkan dapat menyababkan hipotensi dan syok.
2) Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia (gangguan yang
terjadi pada irama jantung) dan juga henti jantung. Hiperkalemia
dapat diobati dengan pemberian glukosa dan insulin. Insulin
dapat membantu mengembalikan kalium ke dalam sel-sel tubuh.
Kalium merupakan mineral didalam tubuh.
9
3) Anemia dikarenakan terjadinya peurunan sekresi eritropoeitin
diginjal, terapi yang diberikan pemberian hormone eritropoitin,
tranfusi darah, dan vitamin.
4) Diet rendah fosfat. Fosfor adalah salah satu jenis mineral yang
banyak ditemukan pada makanan seperti susu, keju, kacang
kering, kacang-kacangan dan selai kacang. Kelebihan jumlah
fosfor dalam darah penderita akan melemahkan tulang dan
menyebabkan kulit gatal-gatal.
5) Pengobatan hiperurisemia dengan olopurinol (menghambat
sintesis asam urat).
10
1. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan
membantu dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien,
mengidentifikasi kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose
keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).
a) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, umur, tempat lahir, tempat tinggal, asal suku
bangsal.
b) Keluhan utama
Buang Air Kecil (BAK) berkurang, Mual, gatal pada kedua telapak kaki
dan bekas luka pada saat berkeringat
c) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,
bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang
dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.
d) Aktifitas/istirahat : keringat saat beraktifitas dapat menyebabkan gatal
pada daerah bekas hemodialysis, tidur 6 jam/hari,
e) Sirkulasi
Adanya riwayat hipertensi palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi, nadi
kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi
lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia
f) Integritas ego
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
g) Eliminasi
11
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap
lanjut), abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine,
contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.
h) Makanan/Cairan
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan
(malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi
abdomen/asietes, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor
kulit/kelembaban, ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah
i) Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki
gelisah”, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan,
khususnya ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan
lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori,
kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot,
aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh dan tipis
j) Nyeri/kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-
hati/distraksi, gelisah.
k) Pernapasan
Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,
takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan dengan sputum
encer (edema paru).
l) Keamanan
Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),
normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang
mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis
pada kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi
m) Seksualitas
Penurunan libido, amenorea, infertilitas
n) Interaksi social
12
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
2. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan
diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai
berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016) :
Hipervolemia
Gangguan integritas kulit/jaringan
Intoleransi aktivitas
Nausea
Deficit nutrisi
Ganghuan pertukaran gas
Gangguan rasa nyaman
Perfusi perifer tidak efektif
Nyeri akut
3. Intervensi Keperawatan
a. Hipovelemia
Merupakan peningkatan volume cairan intravascular, interstisial, dan
intraselualar. Penyebabnya : gangguan mekanisme regulasi, kelebihan
asupan cairan, kelebihan asupan natrium, gangguuan alirab balik vena dan
efek agen farmakologis. Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama
5 jam diharapkan masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil
sebagai berikut:
SIKI : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan
cairan pasien meningkat (L.03020) :
Haluaran urin meningkat
Kelembapan membrane mukosa meningkat
Asupan makanan meningkat
Edema menurun
Asites / penumpukan cairan dirongga perut menurun
13
Konfusi / penurunan berfikir sehingga bingung disorientasi
menurun
Tekanan darah membaik
Denyut nadi radial membaik
Tekanan arteri rata – rata membaik
Berat badan membaik
14
efektivitas proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian hingga pelaksanaan.
Menurut Dermawan D. (2012) evaluasi adalah proses keberhasilan tindakan
keperawatan yang membandingkan antara proses dengan tujuan yang telah
ditetapkan, dan menilai efektif tidaknya dari proses keperawatan yang
dilaksanakan serta hasil dari penilaian keperawatan tersebut digunakan untuk
bahan perencanaan selanjutnya apabila masalah belum teratasi.
15
DAFTAR PUSTAKA
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: defisini dan kriteria hasil
kepeawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
16
18