الخطبة Bolot
الخطبة Bolot
الخطبة Bolot
Oleh:
Ikhwan Basyar
HADIST PERTAMA
".احلاكم
ْ رواه امحد و ابو داود و صححه."ينظر إىل ما يدعوه إىل نِكاحها فَ ْليَ ْف َعل
“Apabila seseorang dari kalian ingin meminang seorang wanita, seandainya ia bisa melihat apa
apa yang membuatnya tertarik menikahinya maka lakukanlah”
Hadis ini menunjukkan disunahkannya melihat sesuatu dari wanita yang hendak dinikahi.
Melihat wanita yang dibolehkan hanya bagian wajah dan kedua telapak tangan, karena wajah
memperlihatkan kecantikan atau sebaliknya, dan kedua telapak tangan menunjukkan kesuburan
tubuh atau sebaliknya. Ini adalah pendapat mayoritas ulama. Demi kepentingan ini, tidak
disyaratkan adanya kerelaan dari pihak wanita, bahkan laki-laki boleh memandanginya tanpa
sepengetahuan dan izinnya, sebagaimana yang dilakukan oleh sahabat mulia, Jābir bin Abdullah
-raḍiyallāhu 'anhu-. Jika sang laki-laki tidak memungkinkan untuk melihatnya, maka ia
disunahkan mengutus seorang wanita yang dipercaya untuk melihat wanita yang hendak
dinikahinya dan menceritakan semua kepadanya. Proses ini dilegalkan karena itu lebih
menentramkan dan membuat kedua pasangan nyaman, karena pernikahan yang berlandaskan
saling mengenal, maka tidak ada sesal di kemudian hari.
HADIST KEDUA
: وملسلم عن ايب هريرة رضي هللا عنه أن النيب صلي هللا عليه وسلم قال لرجل تزوج امراة(انضرت إليها ؟ قال-٨٤٥
Imam muslim dari abi Hurairah Radhiyallahu Anhu,bahwa nabi Muhammad Saw bertanya pada
laki-laki yang akan menikahi wanita, apakah kamu sudah melihatnya?, Lalu laki-laki menjawab
belum, nabi berkata pergilah,lalu lihatlah wanita yang akan kau nikahi.
Syeikh Ibnu Utsaimin-rahimahullah- berkata: “Syarat bolehnya melihat wanita (untuk
dipinang) ada enam perkara:
1. Dilakukan tidak dengan berduaan
2. Tanpa syahwat, dan jika melihat dengan disertai syahwat maka hukumnya haram; karena
tujuan melihat itu adalah untuk mengkroscek bukan untuk menikmati pandangan.
3. Besar perkiraannya untuk diterima
4. Melihat apa yang biasa Nampak
5. Dia berazam untuk meminangnya, yaitu; melihat itu karena merupakan hasil keinginannya
maju kepada walinya untuk meminang anaknya, adapun jika dia ingin mengetahui banyak
wanita maka tidak boleh.
6. Pada saat dipinang- pihak wanita tidak boleh nampak berhias dan memakai wangi-wangian,
bercelak, dan lain sebagainya; karena tujuannya bukan untuk menjadikan seseorang
terangsang untuk berjima’ dengannya hingga tampak berhias, kalau sama suaminya tidak
apa-apa. Yang demikian itu justru akan menimbulkan fitnah. Hukum asalnya adalah haram;
karena dia bukan mahramnya (asing), jika nampak bersolek justru akan merusak dirinya
sendiri, karena jika dia jadi menikahinya, lalu menngetahui paras aslinya bisa jadi dia akan
membencinya, pandangannya pun akan berbeda, apalagi syetan selalu akan lebih
memperindah pandangan kepada yang tidak dihalalkan dari pada kepada istrinya yang sah,
oleh karena sebagian orang –na’udzubillah- dia mempunyai istri yang cantik, namun masih
saja memandang wanita yang buruk rupa; karena syetan memperindah pandangannya karena
masih belum halal, jika bertemu antara tipuan syetan dengan berhiasnya wanita tersebut
akan semakin memikat laki-laki, kemudian jika sudah menikahinya ia pun mendapatinya
berbeda dengan yang di dalam bayangannya. Maka akan mengakibatkan akhir yang buruk.
HADIST KETIGA
ض ُك ْم َعلَى ِخطْبَ ِة ِ ُ ال رس َ َ ق- َر ِض َي اَ هَّللُ َعْن ُه َما- َو َع ِن ابْ ِن عُ َمَر
ُ ب بَ ْع
ْ ُول اَ هَّلل صلى هللا عليه وسلم ( َال ََيْط ُ َ َ َ ق: ال
ظ لِْلبُ َخا ِر ِي
ُ َوالله ْف, ب ) ُمته َف ٌق َعلَْي ِه ِ
ُ أ َْو ََيْ َذ َن لَهُ اَ ْخلَاط, ُب قَ ْب لَه
ِ ِِ
ُ َح هَّت يَْْتُكهَ اَ ْخلَاط, أَخيه
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Janganlah seseorang di antara kamu melamar seseorang yang sedang dilamar
saudaranya, hingga pelamar pertama meninggalkan atau mengizinkannya." Muttafaq Alaihi dan
lafadznya menurut Bukhari.
Hikmah syariat ini adalah menihilkan permusuhan dan kemarahan yang bisa
menyebabkan satu pihak menganggap dirinya suci dan mencela pihak lain. Padahal menganggap
suci diri sendiri adalah tindakan tercela. Ibnu ‘Abidin – yang merupakan salah seorang ulama
fikih Mazhab Hanafi – mengatakan bahwa sebuah pinangan yang menimpali pinangan lain
merupakan bentuk ketidakramahan dan pengkhianatan.
HADIST KEEMPAT
اح ِ ِ
َ أسروا اخلطبة وأ َْعلنُوا الن َك
ضعفه، ( أظهروا النكاح وأخفوا اخلِطبة ) وهو حديث ضعيف: هذا احلديث رواه الديلمي يف مسند الفردوس بلفظ
. )922( ويف ضعيف اجلامع الصغري، )2494( األلباين رمحه هللا يف السلسلة الضعيفة
) ( أعلنوا: لكن الجملة األولى منه صحت بلفظ
( أعلنوا النكاح ) واحلديث: فقد روى أمحد عن عبد هللا بن الزبري رضي هللا عنه أن النيب صلى هللا عليه وسلم قال
HADIST KELIMA
ِ ْص
]7[ْي َ ُاحل َ ] َحدهثَنَا ُُمَ هم ُد بْ ُن إِ ْس َح5[اح ِد بْ ُن ِزََي ٍد
ْ ] َع ْن َد ُاوَد بْ ِن6[اق ِ ] حدهثَنَا عب ُد الْو4[حدهثَنَا يونُس بن ُُم هم ٍد
َ َْ َ َ ُْ ُ ُ َ
ب ِ صلهى ه ِ ه
َ َاَّللُ َعلَْيه َو َسل َم إ َذا َخط
ِول ه
َ اَّلل ُ ال َر ُس َ َ] ق9[] َع ْن َجابِ ٍر8[َع ْن َواقِ ِد بْ ِن َعْب ِد الهر ْمحَ ِن بْ ِن َس ْع ِد بْ ِن ُم َعا ٍذ
َ َال ق
ِ ِ ِ أَح ُد ُكم الْمرأََة فَِإ ْن استَطَاع أَ ْن ي ْنظُر ِمْن ها إِ َىل ما ي ْدعوه إِ َىل نِ َك
ُ ت َجا ِريَةً م ْن بَِِن َسل َمةَ فَ ُكْن
ت ُ ال فَ َخطَْب
َ َاح َها فَ ْليَ ْف َع ْل ق ُُ َ َ َ َ َ َ ْ َْ ْ َ
ِ أَختَبِئ ََلا ََْتت الْ َكر ِب ح هَّت رأَيت ِمْن ها ب عض ما دع ِاين إِ َىل نِ َك
اح َها فَتَ َزهو ْجتُ َها َ َ َ َ َْ َ ُ ْ َ َ َ َ َ ُ ْ
"Telah bercerita kepada kami Yunus bin Muhammad telah bercerita kepada kami Abdul Wahid
bin Ziyad telah bercerita kepada kami Muhammad bin Ishaq dari Daud bin Al Husain dari
Waqid bin Abdurrahman bin Sa'd bin Mu'adz dari Jabir berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Jika kalian meminang seorang wanita, jika memungkinkan bisa melihat
dari (wanita tersebut) sesuatu yang membuatnya tertarik untuk menikahinya, maka lakukanlah".
(Jabir bin Abdullah radliyallahu'anhuma) berkata; lalu saya meminang seorang wanita dari
Bani Salamah dan saya bersembunyi di bawah semak-semak pelepah kurma hingga saya dapat
melihat darinya sesuatu yang membuatku tertarik untuk menikahinya kemudian saya
menikahinya." (HR. Muslim).
Namun demikian khitbah bukanlah syarat sah nikah, dengan atau tanpa khitbah nikah tetap sah.
Mazhab syafi’i berpendapat bahwa khitbah hukumnya mustahab (dianjurkan) karena hal ini
dilakukan oleh Rasulullah Saw terhadap Aisyah binti Abi Bakar dan Hafsah binti Umar r.a. [10]
1. Mubah/boleh: khitbah wanita yang belum ada niat kuat (positif) bagi laki-laki untuk
melangsungkan pernikahan.
2. Sunnah : Khitbah wanita yang sudah ada niat kuat untuk dilangsungkan pernikahan,
karena untuk menjaga agar jangan timbul penyesalan dibelakang hari.
3. Haram : Khitbah wanita yang sudah di khitbah oleh laki-laki lain, atau masih dalam idah
raj’i