Laporan Pendahuluan DM

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. T DENGAN GANGGUAN SISTEM


ENDOKRIN : DIABETES MELITUS TIPE II, DI RUANG TERATAI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. SOEDIRAN MANGUN SUMARSO
WONOGIRI

OLEH :

NAMA : DENIS SETYANINGRUM


NIM : 20121129

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI
Definisi diabetes melitus secara umum adalah suatu keadaan dimana tubuh tidak
bisa mengahasilkan hormon insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak bisa
memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan, sehingga terjadi kelonjakkan
kadar gula dalam darah melebihi normal. Diabetes melitus bisa juga terjadi karena
hormon insulin yang dihasilkan oleh tubuh tidak dapat bekerja dengan baik (Fitriana,
2016).
Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan
hiperglikemi yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin atau penurunan sensitivitas
insulin atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskuler,
makrovaskuler dan neuropati (Nurarif, Kusuma 2015).
Diabetes melitus adalah penyakit kronis progresif yang ditandai dengan
ketidakmampuan tubuh untuk melakukan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein,
mengarah ke hiperglikemia atau kadar glukosa darah tinggi (Black and Hawks, 2014).
Jadi, diabetes mellitus merupakan suatu keadaan tubuh tidak dapat menghasilkan
hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh, terjadi gangguan metabolism yang ditandai
dengan hiperglikemi serta diabetes mellitus merupakan penyakit kronis progresif.

B. KLASIFIKASI
1. Klasifikasi Klinis
a. DM
1) Tipe I : DDM
Disebabkan oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses
autoimun.
2) Tipe II : NIDDM
Disebabkan oleh kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Resistensi
insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan
glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh
hati :
a) Tipe II dengan obesitas
b) Tipe II tanpa obesitas
b. Gangguan Toleransi Glukosa
c. Diabetes Kehamilan
2. Klasifikasi Resiko Statistik
a. Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b. Berpotensi menderita kelaian glukosa

C. ETIOLOGI/MANIFESTASI KLINIS
Etiologi atau faktor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat heterogen, akan
tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya menjanai peran utama dalam
mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi, 2011).
Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit Diabetus Melitus
antara lain :
1. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B sampai dengan
terjadinya kegagalan pada sel B melepas insulin.
2. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b, antara lain agen
yang mampu menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat serta
gula yang diproses secara berlebih, obesitas dan kehamilan.
3. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan system imunologi
4. Adanya kelainan insulin
5. Pola hidup yang tidak sehat
klinis diabetes melitus menurut Black and Hawks, (2014); Fitriana, (2016) adalah:
1. Poliuri (peningkatan pengeluaran urin);
2. Polidipsi (peningkatan rasa haus);
3. Polifagi (peningkatan rasa lapar);
4. Penurunan berat badan;
5. Rasa lelah;
6. Pengelihatan kabur; dan
7. Sering kesemutan.

D. TANDA DAN GEJALA


Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala
yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang
sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil),
polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering
pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu,
kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat
mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas. Tanda atau
gejala penyakit Diabetes Melitus (DM) sebagai berikut (Perkeni,2015):
1. Pada Diabetes Melitus Tipe I gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah
poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah
(fatigue), iritabilitas, dan pruritus (gatal-gatal pada kulit).
2. Pada Diabetes Melitus Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak
ada. Diabetes Melitus Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan
baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan
komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena
infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya
menderita hipertensi, hyperlipidemia obesitas, dan juga komplikasi pada
pembuluh darah dan syaraf

E. PATOFISIOLOGI
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membetuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak.Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya sel
tubuh dapat berfungsi dengan baik.Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal dari
bahan makanan yang kita makan setiap hari.
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20-40%
diubah menjadi lemak. Pada diabetes mellitus semua proses tersebut terganggu karena
terdapat defisisensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel macet dan
metabolismnya terganggu.Keadaan ini menyebabkan sebagian besar glukosa tetap
berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit diabetes mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormone insulin.
Akibat kekuranga insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen sehingga
kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat menahan
hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180mg% sehingga
apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorbsi
sejumlah glukosa dalam darah.Sehubungan dengan sifat gula yang menyerap air maka
semua kelebihan dikeluarkan bersama urin yang disebut glukosuria.Bersamaan
keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urin yang disebut polyuria.
Polyuria mengakibatkan dehidrasi intra seluler, hal ini akan merangsang pusat haus
sehingga pasien akan merasa haus terus-menerus sehingga pasien akan minum terus
yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyabkan menurunnya transport glukosa ke
sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan
protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam
tubuh maka klien akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang
disebut polyphagia. Teralu banyak lemak yang dibakar maka akan terjadi
penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan keasaman darah meningkat atau
asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu banyak hingga tubuh berusaha
mengeluarkan melalui urin dan pernapasan, akibatnya bau urin dan nafas penderita
berbau aseton atau kebuah-buahan. Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati
akan terjadi koma yang disebut koma diabetic (NANDA, 2015)
F. PATHWAY

Resiko injuri
Sumber: Padila (2019)
G. KOMPLIKASI
Komplikasi DM secara umum terdiri dari dua jenis komplikasi , yaitu komplikasi
jangka pendek (komplikasi akut) dan komplikasi jangka panjang (komplikasi kronik).
1. Komplikasi Akut menurut Waspadji, 2014.
a. Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Penyebab tersering hipoglikemia adalah akibat obat
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea. Penyebab glikemia yaitu makan
kurang dari aturan yang telah ditentukan, berat badan menurun, pemberian
suntikan insulin yang tidak tepat, sesudah olahraga dan sesudah melahirkan.
Beberapa gejala seperti gugup, gemetar, lapar dan pusing dianggap tanda-tanda
peringatan awal. Hal itu dinamakan gejala autonomik karena gula darah rendah
memengaruhi sistem syaraf autonomik. Sebagian gejala hipoglikemia timbul
karena pengaruh glukosa darah rendah yang lama pada otak. Untuk mengetahui
dengan pasti sebaiknya segera melakukan pemeriksaan kadar glukosa darah.
Apabila hipoglikemia ringan tidak diketahui dan diabaikan, penderita bisa
mengalami hipoglikemia berat. Apabila glukosa darah sangat rendah dalam
jangka waktu terlalu lama, otak tidak akan mendapatkan glukosa dan penderita
dapat kehilangan kesadaran.
b. Hiperglikemi
Kelompok hiperglikemia secara anamnesis ditemukan adanya masukan
kalori yang berlebihan, penghentian obat oral maupun insulin yang didahului
oleh stres akut. Tanda khas adalah kesadaran menurun disertai dehidrasi berat
(Soegondo, 2009). Hiperglikemia pada DM tipe 2 biasanya kurang
memproduksi keton seperti DM tipe 1, namun kadar glukosa darah dapat naik
sampai 600 mg/dl dan bahkan mencapai 1000 mg/dl.
Ketoasidosis Diabetik (KAD) merupakan defisiensi insulin berat dan
akut dari suatu perjalanan penyakit DM. Timbulnya KAD merupakan ancaman
kematian bagi penyandang DM. Data mortalitas di negara maju menunjukkan
angka antara 4,7 sampai dengan 10%. Faktor yang mempengaruhi angka
kematian adalah terlambat ditegakkan diagnosis karena biasanya penyandang
DM dibawa setelah koma, pasien belum tahu mengidap DM, sering ditemukan
bersama-sama dengan komplikasi lain yang berat.
c. Hiperglikemik Non Ketotik (HNK)
HNK ditandai dengan hiperglikemia berat non ketotik atau ketotik dan
asidosis ringan. Pada keadaan lanjut dapat mengalami koma. Koma
hiperosmolar hiperglikemik non ketotik ialah suatu sindrom yang ditandai
hiperglikemik berat, hiperosmolar, dehidrasi berat tanpa ketoasidosis disertai
menurunnya kesadaran. Beberapa tanda dari HNK yaitu : sering ditemukan pada
usia lanjut, yaitu lebih dari 60 tahun, semakin muda semakin berkurang, hampir
separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa pengobatan
insulin, mempunyai penyakit dasar, ditemukan 85% pasien mengidap penyakit
ginjal atau kardiovaskuler, sering disebabkan oleh obat-obatan, dan mempunyai
faktor pencetus seperti infeksi, CVD, pancreatitis.
2. Komplikasi Kronik menurut Hotma, 2014
Komplikasi kronik DM dapat menyerang semua sistem organ tubuh. Kerusakan
organ tubuh disebabkan oleh menurunnya sirkulasi darah ke organ akibat kerusakan
pada pembuluh darah.
a. Mata (retinopati diabetik)
Tiga masalah mata yang dapat terjadi pada penderita DM dan perlu
diwaspadai adalah katarak, glaukoma, dan retinopati. Dari ke tiga masalah ini
yang paling umum adalah retinopati. Penyakit DM mempengaruhi retina mata
dengan berbagai cara, yaitu :
1) Perubahan kadar glukosa darah yang tidak normal karena DM dapat
mempengaruhi lensa di dalam mata. Terutama apabila DM tidak
terkendali. Ini dapat mengakibatkan mata kabur yang datang dan pergi
tergantung kadar glukosa darah.
2) Pengaruh jangka lama DM adalah lensa mata dapat menjadi berawan atau
katarak. Katarak pada diabetes adalah lensa mata yang berawan atau
berkabut yang seharusnya terang apabila tidak ada katarak. Gejala katarak,
yaitu penglihatan kabur atau tidak jelas, kacamata tidak membantu melihat
dengan baik, biji mata yang hitam kelihatan kelabu, kuning atau putih,
warna kelihatan pudar. Glaukoma adalah penumpukan cairan pada mata
yang menyebabkan tekanan bola mata meningkat apabila cairan di dalam
mata tidak tersalurkan dengan baik, terjadi penumpukan cairan yang
mengakibatkan peningkatan tekanan dalam optik. Tekanan ini merusak
syaraf dan pembuluh darah pada mata yang menyebabkan perubahan
peradangan. Retinopati diabetik adalah masalah mata diabetes yang
disebabkan kerusakan pembuluh darah kecil. Semakin lama seseorang
penyandang diabetes semakin tinggi risiko berkembangnya penyakit ini.
Apabila retinopati tidak ditemukan dini atau tidak diobati akan menjurus
kepada kebutaan.
b. Nefropati diabetic
Bila kadar glukosa darah meninggi makan mekanisme filtrasi ginjal akan
mengalami stress yang mengakibatkan kerusakan pada membrane filtrasi
sehingga terjadi kebocoran protein darah ke dalam urin. Kondisi ini
mengakibatkan tekanan dalam pembuluh darah ginjal meningkat. Kenaikan
tekanan tersebut diperkirakan berperan sebagai stimulus dalam terjadinya
nefropati. Nefropati diabetik dapat menyebabkan gagal ginjal. Timbulnya
gejala penyakit ginjal memerlukan waktu yang lama. Kerusakan ginjal dapat
mulai 5-10 tahun sebelum gejala dimulai. Penyandang diabetes yang
mengalami penyakit ginjal yang lebih berat dan kronik dapat mempunyai gejala
seperti : lelah, sakit kepala, mual dan muntah, kurang nafsu makan dan kaki
bengkak.
c. Neuropati diabetic
Kerusakan syaraf atau neuropati bisa terjadi pada penyandang DM.
Neuropati dapat mempengaruhi saraf mana saja diluar otak dan sumsum tulang
belakang, yaitu syaraf tepi Polineuropati distal simetrik adalah kerusakan
syaraf polineuropati menuju kaki dan kadang-kadang tangan. Penyandang DM
dapat mengalami baal atau kehilangan rasa, kelemahan otot, rasa tertusuk, nyeri
tersentuh alas tempat tidur atau baju. Neuropati fokal yaitu kerusakan pada satu
atau sekumpulan syaraf yang berkembang ketika suplai darah ke syaraf tertutup
karena blokade pembuluh darah yang mensuplai syaraf.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Kadar glukosa darah
Tabel : kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik sebagai
patokan penyaring (Nuratif, Kusuma 2015).
Kadar Glukosa Darah Sewaktu (mg/dl)
Kadar glukosa darah
DM Belum Pasti DM
sewaktu
Plasma vena >200 100-200
Daerah Kapiler >200 80-100
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl)
Kadar glukosa darah
DM Belum Pasti DM
puasa
Plasma vena >120 110-120
Darah kapiler >110 90-110

2. Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitya 2 kali pemeriksaan
:
a. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
b. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
c. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah
mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (PP) > 200mg/dl).
3. Tes Laboratorium DM
Jenis tes pada pasien DM dapat berupa tes saring, tes diagnostic, tes pemantauan
terapi dan test untuk mendeteksi komplikasi.
4. Tes Saring
Tes-tes saring pada DM adalah :
a. GDP, GDS
b. Tes Glukosa Urin
5. Tes Diagnostik
Test-test diagnostik pada DM adalah : GDP, GDS, GD2PP (Glukosa darah 2 jam
post prandinal), glukosa jan ke 2 TTGD.
6. Tes Monitoring Terapi
a. GDP : Plasma vena, darah kapiler
b. GD2PP : Plasma vena
c. A1c : darah vena, darah kapiler
7. Tes Untuk Mendeteksi Komplikasi
a. Mikroalbuminuria : urin
b. Ureum, kreatinin, asam urat
c. Kolesterol total : plasma vena (puasa)
d. Kolesterol LDL : plasma vena (puasa)
e. Kolesterol HDL : plasma vena (puasa)
f. Trigliserida : plasma vena (puasa)

I. PENATALAKSANAAN
1) KEPERAWATAN
Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara keperawatan yaitu :
a) Diit : Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan glukosa.
b) Latihan : Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga kecil, jalan
– jalan sore, senam diabetik untuk mencegah adanya ulkus.
c) Pemantauan : Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya secara
mandiri dan optimal.
d) Terapi Insulin : Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali
sesudah makan dan pada malamhari.
e) Penyuluhan Kesehatan : Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai
edukasi bagi penderita ulkus dm supaya penderita mampu mengetahui tanda
gejala komplikasi pada dirinya dan mampu menghindarinya.
f) Nutrisi : Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka
debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu mengontrol energy
yang dikeluarkan.
g) Stress Mekanik : Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya adalah
seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di tempat tidur jika
diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki harus selalu dilakukan pemeriksaan
dan perawatan (medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan
mencegah infeksi luka setelah dilakukan operasi debridement tersebut.
h) Tindakan Pembedahan
Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi antara lain :
1) Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak dilakukan atau tidak
ada.
2) Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta pengelolaan medis, dan
dilakukan perawatan dalam jangka panjang sampai dengan luka
terkontrol dengan baik.

2) MEDIS
Penatalaksaan secara medis sebagai berikut :
a) Obat hiperglikemik Oral
b) Insulin ; ada penurunan BB dengan drastis, hiperglikemi berat, munculnya
ketoadosis diabetikum, gangguan pada organ ginjal atau hati.
c) Pembedahan : Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan pembedahan
yang bertujuan untuk mencegah penyebaran ulkus ke jaringan yang masih
sehat, tindakannya antara lain :
1) Debridement : pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus
diabetikum.
2) Neucrotomi
3) Amputasi

J. FOKUS PENGKAJIAN
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu dikaji biodata pasien dan data data untuk menunjang diagnosa. Data tersebut
harus seakurat akuratnya, agar dapat digunakan dalam tahap berikutnya, meliputi
nama pasien,umur, keluhan utama
1. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
esktremitas,luka yang sukar sembuh Sakit kepala, menyatakan seperti mau
muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
b. Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti
Infark miokard
c. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
2. Pengkajian Pola Gordon
a. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tatalaksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak gangren pada
kaki diabetik, sehingga menimbulkan persepsi negatif terhadap diri dan
kecendurangan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan perawatan
yang lama,lebih dari 6 juta dari penderita DM tidak menyadari akan
terjadinya resiko kaki diabetik bahkan mereka takut akan terjadinya amputasi
b. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin yang tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga menimbulkan
keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum, berat badan menurun
dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
nutrisi dan metabolisme yang dapat mempengarui status kesehatan penderita.
Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek , mual muntah.
c. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing(poliuri) dan pengeluaran glukosa pada
urine(glukosuria). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
d. Pola ativitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan dan bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur,tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan sampai
terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahanotot otot pada tungkai
bawah menyebabkan penderita tidak mampu melakukan aktivitas sehari hari
secara maksimal, penderita mudah mengalami kelelahan.
e. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif adanya poliuri,nyeri pada kaki yang luka,sehingga klien
mengalami kesulitan tidur
f. Kongnitif persepsi
Pasien dengan gangren cendrung mengalami neuropati/ mati rasa pada luka
sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan mengalami
penurunan, gangguan penglihatan.
g. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh menyebabkan penderita
mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar sembuh , lamanya
perawatan, banyaknya baiaya perawatan dan pengobatan menyebabkan
pasien mengalami kecemasan dan gangguan peran pada
keluarga (self esteem)
h. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita malu
dan menarik diri dari pergaulan.
i. Seksualitas
Angiopati daoat terjadi pada pebuluh darah diorgan reproduksi sehingga
menyebabkan gangguan potensi sek,gangguan kualitas maupun ereksi seta
memberi dampak dalam proses ejakulasi serta orgasme. Adanya perdangan
pada vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria. Risiko
lebih tinggi terkena kanker prostat berhubungan dengan nefropatai.
j. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan,perjalannya penyakit kronik, persaan tidak
berdaya karena ketergantungan menyebabkan reasi psikologis yang negatif
berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung, dapat menyebabkan penderita
tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
kontruktif/adaptif.
k. Nilai kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta luka
pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan ibadah tetapi
mempengarui pola ibadah penderita.
3. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan Vital Sign
Yang terdiri dari tekanan darah, nadi, pernafasan, dan suhu. Tekanan darah dan
pernafasan pada pasien dengan pasien DM bisa tinggi atau normal, Nadi dalam
batas normal, sedangkan suhu akan mengalami perubahan jika terjadi infeksi.
b. Pemeriksaan Kulit
Kulit akan tampak pucat karena Hb kurang dari normal dan jika kekurangan
cairan maka turgor kulit akan tidak elastis. kalau sudah terjadi komplikasi kulit
terasa gatal.
c. Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kaji bentuk kepala,keadaan rambut Biasanya tidak terjadi pembesaran
kelenjar tiroid, kelenjar getah bening, dan JVP (Jugularis Venous Pressure)
normal 5-2 cmH2.
d. Pemeriksaan Dada (Thorak)
Pada pasien dengan penurunan kesadaran acidosis metabolic pernafasan cepat
dan dalam.
e. Pemeriksaan Jantung (Cardiovaskuler)
Pada keadaan lanjut bisa terjadi adanya kegagalan sirkulasi.
f. Pemeriksaan Abdomen
Dalam batas normal
g. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Sering BAK
h. Pemeriksaan Muskuloskeletal
Sering merasa lelah dalam melakukan aktifitas, sering merasa kesemutan
i. Pemeriksaan Ekstremitas
Kadang terdapat luka pada ekstermitas bawah bisa terasa nyeri, bisa terasa baal
j. Pemeriksaan Neurologi
GCS :15, Kesadaran Compos mentis Cooperative(CMC)
K. FOKUS INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Kerusakan (00044)Kerusakanintegritas Pengecekan kulit
integritas jaringan (3590)
jaringan(000444) Setelah dilakukan asuhan
1. Gunakan alat
keperawatan, diharapkan
pengkajian untuk
kerusakan integritas jaringan
mengidentifikasi
dapat berkurang.
pasien yang
(0401) Status sirkulasi berisiko
1. Kekuatan nadi mengalami
dorsal pedis kanan dari skala kerusakan kulit.
2(deviasi cukup besardari 2. Monitor warna dan
kisaran normal)ditingkatkan suhu
menjadiskala 4 (deviasi kulit
ringandari kisaran normal) 3. Periksa pakaian
2. Kekuatan nadi yang terlalu ketat
dorsal pedis kiri dari skala 4. Monitor kulit dan
2(devi asi cukup besardari selaput lendir
kisaran normal)ditingkatkan terhadap area
menjadi skala 4 (deviasi perubahan warna,
ringan dari kisaran normal) memar, dan pecah.
5. Ajarkan anggota
(0407) Perfusi kelurga/pemberi
jaringan : perifer asuhan mengenai
1. Pengisian kapiler jari dari tanda-tanda
skala 2 (deviasi yang kerusakan kulit,
cukup besar dari kisaran
dengan tepat
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4 (deviasi
ringan dari kisaran
normal)
2. Pengisian kapiler jari-jari
kaki dari skala 2 (deviasi
yang cukup besar dari
kisaran normal)
ditingkatkan menjadi skala
4 (deviasi ringan dari
kisaran normal)

(1101) Integritas
jaringan : kulit dan
membran mukosa
1. Perfusi jaringan dari skala
2 (banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi skala 4
(sedikit terganggu)
2. Integritas kulit dari skala 2
(banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi skala 4
(sedikit terganggu)
(1102)
Penyembuhanluka :
primer
.Memperkirakan kondisi tepi
luka dariskala 2 (terbatas)
ditingkatkan menjadiskala 4
(besar)
2. Ketidakefektifan (00204)Ketidakefektifanperfusi Pengecekan Kulit (3590)
perfusi jaringan jaringan perifer Setelah 1.Gunakan alat pengkajian
perifer (00204) dilakukanasuhan untuk mengidentifikasi
keperawatan,diharapkan pasien yangberisiko
Ketidakefektifan perfusi mengalami kerusakan
jaringan perifer pasiendapat kulit.
berkurang. 2. Monitor warna dan
suhu
(0401) Status sirkulasi kulit
1. Parestesia dari skala2 (cukup 3. Periksa pakaian yang
berat)ditingkatkanmenjadi terlalu ketat
skala 4. Monitor kulit dan
4 (ringan) selaput lendir
2. Asites dari skala 2(cukup terhadap area
berat)ditingkatkanmenjadi perubahan warna,
skala memar, dan pecah.
4(ringan) 5. Ajarkan anggota
keluarga/pemberi
(0407) Perfusi jaringan : asuhan mengenai
perifer tanda-tanda
1. Parestsia dari skala 2(cukup kerusakan kulit,
berat)ditingkatkan menjadi dengan tepat.
skala
4 (ringan) Manajemen Sensasi
Perifer
(0409) Koagulasi darah (2660)
1. Pembentukan bekuan dari 1. Monitor sensasi
skala 2 (deviasi cukup besar tumpul atau tajam dan
dari kisaran normal) panas dan dingin
ditingkatkan menjadi skala 4 (yang dirasakan
(deviasi ringan dari kisaran pasien)
normal) 2. Monitor adanya
Parasthesia dengan
(0802) Tanda-tanda vital tepat
1. Suhu tubuh dari skala 2 3. Intruksikan pasien dan
(deviasi cukup besar dari keluarga untuk
kisaran normal) ditingkatkan memeriksa
menjadi skala 4 (deviasi kulit setiap harinya
ringan dari kisaran normal) 4. Letakkan bantalan
pada bagian tubuh
yang terganggu untuk
melindungi area
tersebut

Perawatan Kaki (1660)


1. Diskusikan dengan
pasien dan keluarga
mengenai perawatan
kaki rutin
2. Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
pentingnya perawatan
kaki
3. Periksa kulit untuk
2. Ketidakefektifan (00204)Ketidakefektifanperf Pengecekan Kulit (3590)
perfusi jaringan usi 1.Gunakan alat pengkajian
perifer (00204) jaringan perifer Setelah untuk mengidentifikasi
dilakukanasuhan pasien yangberisiko
keperawatan,diharapkan mengalami kerusakan
Ketidakefektifan perfusi kulit.
jaringan perifer pasiendapat 6. Monitor warna dan
berkurang. suhu
kulit
(0401) Status sirkulasi 7. Periksa pakaian yang
3. Parestesia dari skala2 terlalu ketat
(cukup 8. Monitor kulit dan
berat)ditingkatkanmenjadi selaput lendir terhadap
skala area perubahan warna,
4 (ringan) memar, dan pecah.
4. Asites dari skala 2(cukup 9. Ajarkan anggota
berat)ditingkatkanmenjadi keluarga/pemberi
skala asuhan mengenai
4(ringan) tanda-tanda kerusakan
kulit, dengan tepat.
(0407) Perfusi jaringan :
perifer Manajemen Sensasi
1. Parestsia dari skala 2(cukup Perifer
berat)ditingkatkan menjadi (2660)
skala 5. Monitor sensasi tumpul
4 (ringan) atau tajam dan panas
dan dingin
(0409) Koagulasi darah (yang dirasakan pasien)
1. Pembentukan bekuan dari 6. Monitor adanya
skala 2 (deviasi cukup besar Parasthesia dengan tepat
dari kisaran normal) 7. Intruksikan pasien dan
ditingkatkan menjadi skala keluarga untuk
4 (deviasi ringan dari memeriksa
kisaran normal) kulit setiap harinya
8. Letakkan bantalan pada
(0802) Tanda-tanda vital bagian tubuh yang
1. Suhu tubuh dari skala 2 terganggu untuk
(deviasi cukup besar dari melindungi area tersebut
kisaran normal)
ditingkatkan menjadi skala Perawatan Kaki (1660)
4 (deviasi ringan dari 4. Diskusikan dengan
kisaran normal) pasien dan keluarga
mengenai perawatan
kaki rutin
5. Anjurkan pasien dan
keluarga mengenai
pentingnya perawatan
kaki
6. Periksa kulit untuk
mengetahui adanya
iritasi, retak, lesi, dll
3. Resiko (00002) Manajemen Hiperglikemi
ketidakstabilan kadar Resiko ketidakstabilan (2120)
glukosa darah(00179) kadar glukosa darah 1. Monitor kadar gula
Setelah dilakukan asuhan daraah, sesuai indikasi
keperawatan, diharapkan 2. Monitor tanda dan
ketidakstabilan kadar glukosa gejala hiperglikemi:
darah normal poliuria, polidipsi,
polifagi, kelemahan,
(2300) Kadar glukosa latergi, malaise,
darah pandangan kabur atau
1. Glukosa darah dari skala 2 sakit kepala.
(deviasi yang cukup besar 3. Monitor ketourin, sesuai
dari kisaran normal) indikasi.
ditingkatkan menjadi skala 4. Brikan insulin sesuai
4 (deviasi ringan sedang resep
dari kisaran normal) 5. Dorong asupan cairan
oral
(2111) Keparahan
6. Batasi aktivitas ketika
Hiperglikemia kadar glukosa darah
1. Peningkatan glukosa darah lebih dari 250mg/dl,
dari skala 2 (berat) khusus jika ketourin
ditingkatkan menjadi skala terjadi
4 (ringan)
7. Dorong pemantauan
sendiri kadar glukosa
(1619) Manajemen diri darah
:diabetes 8. Intruksikan pada pasien
1. Memantau glukosa darah dan keluarga mengenai
dari skala 2 (jarang manajemen diabetes
menunjukkan) ditingkatkan 9. Fasilitasi kepatuhan
menjadi skala 4 terhadap diet dan
(sering menunjukkan) regimen latihan

Pengajaran: Peresepan
Diet(5614)
1. Kaji tingkat
pengetahuan pasien
mengenai diet yang
disarankan
2. Kaji pola makan pasien
saat ini dan
sebelumnya,
termasuk makanan
yang di sukai
3. Ajarkan pasien
membuat diary
makanan yang
dikonsumsi
4. Sediakan contoh menu
makanan yang sesuai
5. Libatkan pasien dan
keluarga
4. Resiko infeksi (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)
(00004) Setelah dilakukan Definisi: Meminimalkan
asuhan keperawatan, Infeksi
diharapkan tidak terjadi 1. Ganti peralatan
infeksi pada pasien. perawatan per
pasien sesuai
protokol
institusi
(1908) Deteksi risiko 2. Anjurkan pasien
1. Mengenali tanda dan mengenai teknik
gejala yang mencuci tangan dengan
mengindikasikan risiko tepat
dari skala 3. Pastikan penanganan
2 (jarang mnunjukkan) aseptik dari semua
ditingkatkan menjadi skala saluran IV
4
(sering menunjukkan) Perlindungan Infeksi
2. Memonitor perubahan (6550) Definisi:
status kesehatan skala 2 Pencegahan dan deteksi
(jarang mnunjukkan) dini infeksi pada pasien
ditingkatkan menjadiskala beresiko
4 (sering menunjukkan) 1. Monitor kerentanan
terhadap infeksi
(1902) Kontrol risiko 2. Berikan perawatan klit
1. Mengidentifikasi faktor yang tepat Periksa kulit
risiko dari skala 2 (jarang dan selaput lendir untuk
mnunjukkan) ditingkatkan adanya kemerahan,
menjadi skala 4 kehangatan ektrim, atau
(sering menunjukkan) drainase
2. Mengenali faktor risiko 3. Ajarkan pasien dan
skala 2 (jarang keluarga bagaimana
menunjukkan) cara menghindari
ditingkatkan menjadi skala infeksi
4
(sering menunjukkan)
DAFTAR PUSTAKA

Fitriana. (2016). Cara Ampuh Tumpas Diabetes. Jogjakarta : Medika


Nurarif, Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis
NANDA NIC-NOC Jilid 1. Jakarta : Mediaction
Black and Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis untuk Hasil
yang diharapkan. Jakarta : Salemba Emban Patria
Hotma. (2014). Mencegah Diabetes Melitus dengan Perubahan Gaya Hidup. Bogor : In
Media
Waspadji. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Interna Publishing.
SDKI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan : DPP PPNI
SDKI DPP PPNI. (2017). Standar diagnosis keperawatan indonesia. Edisi 1. Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat PPNI.
PERKERNI.(2015).Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes
Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta :PERKERNI
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas ).2017. Badan penelitian dan
pengembangan Kesehatan
PPNI DPP SDKI Pokja Tim, 2018. Standar Diagnosia Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SIKI Pokja Tim, 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 : Jakarta: DPP PPNI
PPNI DPP SLKI Pokja Tim, 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi
1 : Jakarta: DPP PPNI
Smeltzer, S.C dan B,G Bare. 2015. Baru Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth. Jakarta : EGC
Tarwoto, dkk, 2012. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Endokrin.
Jakarta: Trans Info Mediaq

Anda mungkin juga menyukai