1 - Laprak Respirasi Siti Fathonah
1 - Laprak Respirasi Siti Fathonah
1 - Laprak Respirasi Siti Fathonah
LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Karakteristik Fisiologis: Pengukuran Respirasi pada Bahan Hasil Pertanian)
Oleh :
Nama : Siti Fathonah
NPM : 240110200034
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 28 Oktober 2022
Waktu/Shift : 15.30 – 17.30 WIB/A1
Asisten Praktikum : 1. Annisa Pusponegoro
2. Maya Irmayanti
3. Shintya Devita Maharani
4. Shitah Khoerunnisa
Untuk dapat mengetahui pengaruh respirasi pada bahan hasil pertanian, maka
dapat dilakukan suatu pengukuran laju respirasi. Dari pengukuran tersebut akan didapat
tingkat laju respirai bahan pertanian. Laju respirasi dipengaruhi oleh banyak faktor
internal maupun faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhinya yaitu tahap
perkembangan bahan hasil pertanian, ukuran bahan, natural coating, dan tipe jaringan.
Sementara faktor eksternal yang mempengaruhi laju respirasi yaitu suhu, etilen,
oksigen, karbon dioksida, growth regulator, dan fruit injury. Dengan mengetahui laju
respirasi pada bahan hasil pertanian maka dapat diketahui pula seberapa besar
pengaruhnya terhadap berapa lama masa simpan produk segar, dan menentukan
penanganan yang tepat pada proses selanjutnya.
2.2.2 Dormansi
Dormansi adalah suatu keadaan dimana tumbuhan berhenti tumbuh sebagai
reaksi terhadap lingkungan yang tidak mendukung proses pertumbuhan normal.
Tumbuhan dikatakan dormansi apabila tumbuhan tersebut berhenti tumbuh, seperti
mati, tetapi sebenarnya masih hidup. Tumbuhan melakukan dormansi bertujuan untuk
menghemat energi dan nutrisi ketika lingkungan sedang tidak menguntungkan.
Terjadinya dormansi dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu air, matahari, dan suhu.
Salah satu contoh terjadinya dormansi yaitu pada kentang.
Salah satu penyebab menurunnya produksi kentang adalah tidak tersedianya
benih siap tanam pada saat musim tanam dikarenakan adanya masa dormansi pada
kentang. Ubi kentang yang baru dipanen tidak bisa langsung ditanam, karena
mengalami dormansi. Oleh karena itu benih yang baru dipanen harus disimpan di
gudang. Penyimpanan tersebut berlangsung hingga masa dormansi benih berakhir. Masa
dormansi kentang dapat dibedakan antara 3 bulan sampai lebih dari 5 bulan (Sahat,
Sunarjono, & Saleh, 1978). Keuntungan dormansi diantaranya adalah dapat
mempertahankan umur ubi lebih lama, dapat mencegah pertunasan di lapangan dan
merupakan mekanisme untuk mempertahankan hidup.
2.3 Titrasi
Titrasi adalah prosedur menentukan kadar suatu larutan. Dalam titrasi, larutan
yang volumenya terukur direaksikan secara bertahap dengan larutan lain yang
telah diketahui kadarnya (Nuryanti, Matsjeh, Anwar, & Raharjo, 2010). Berdasarkan
jenis reaksi yang terjadi, titrasi dibedakan menjadi titrasi asam basa, titrasi
pengendapan, dan titrasi redoks.
Titrasi asam basa adalah adalah penentuan kadar suatu larutan basa dengan
larutan asam yang diketahui kadarnya. Larutan yang diketahui normalitas atau
konsentrasi atau kadarnya disebut larutan standart, biasanya dimasukkan dalam buret
sebagai zat penitrasi atau titran. Cara mentitrasi larutan adalah sebagai berikut:
1. Larutan yang akan ditentukan normalitas atau konsentrasi atau kadarnya
diletakkan dalam Erlenmeyer dan disebut juga sebagai zat yang dititrasi atau
analit.
2. Titrasi dilakukan dengan cara membuka kran buret pelan-pelan. Titik akhir
titrasi terjadi pada saat terjadi perubahan warna. Perubahan warna dapat
dilihat dengan menggunakan zat penunjuk atau indikator. Pada saat itulah
gram ekivalen dari titran sama dengan gram ekivalen dari zat yang dititrasi
atau analit.
BAB III
METODOLOGI PENGAMATAN DAN PENGUKURAN
V 1× M 1=V 2 × M 2
V 1× 5=100 × 0,05
V 1=1
Keterangan:
V1 = volume larutan induk NaOH yang dibutuhkan
M1 = normalitas larutan induk NaOH
V2 = volume larutan NaOH sampel dan blangko
M2 = normalitas larutan NaOH sampel dan blangko
2. Menyiapkan 99 ml aquades pada tabung reaksi;
3. Memasukkan 1 ml larutan induk NaOH ke dalam 99 ml aquades.
3.2.5 Pembuatan Larutan HCL
1. Menghitung volume larutan induk HCl yang dibutuhkan untuk membuat 100
ml larutan HCl 0,05 N dengan rumus pengenceran berikut:
V 1× M 1=V 2 × M 2
V 1× 5=100 × 0,05
V 1=1
Keterangan:
V1 = volume larutan induk HCl yang dibutuhkan
M1 = normalitas larutan induk HCl
V2 = volume larutan HCl sampel dan blangko
M2 = normalitas larutan HCl sampel dan blangko
2. Menyiapkan 99 ml aquades pada tabung reaksi;
3. Memasukkan 1 ml larutan induk HCl ke dalam 99 ml aquades
3.3 Perakitan Rangkaian Uji Respirasi
1. Menyiapkan 3 botol kaca yang tutupnya sudah dilengkapi 2 selang;
2. Menyiapkan 1 toples yang tutupnya sudah dilengkapi 2 selang;
3. Selang terdiri dari 1 selang panjang untuk menarik udara dan 1 selang pendek
untuk mengeluarkan udara;
4. Memasukkan larutan Ca(OH)2 100 ml ke dalam botol kaca 1 dan beri label
sesuai nama larutan, tutup kembali;
5. Memasukkan larutan NaOH 0,01 N 100 ml ke dalam botol kaca 2 dan beri
label sesuai nama larutan, tutup kembali;
6. Memasukkan 100 ml larutan NaOH 0,05 N ke dalam botol kaca 3 dan beri
label sesuai nama larutan, tutup kembali;
7. Membersihkan bahan;
8. Memasukkan bahan ke dalam toples, tutup kembali;
9. Menempelkan plastisin pada celah tutup setiap botol kaca dan toples;
10. Menyatukan botol kaca dan toples berisi bahan dengan saling
menyambungkan setiap selangnya;
11. Menempatkan botol kaca dan toples pada ruangan selama 7 × 24 jam.
3.4 Titrasi Larutan Natrium
1. Mengambil 2 pipet larutan NaOH pada botol kaca 3, masukkan ke tabung
erlenmeyer;
2. Memasukkan 2 tetes phenolftalein (pp) ke dalam tabung erlenmeyer yang
berisi NaOH;
3. Memasukkan 50 ml HCl ke dalam buret;
4. Titrasi NaOH menggunakan HCL sampai NaOH berwarna bening;
5. Mengukur volume HCL yang digunakan untuk mentitrasi NaOH.
BAB IV
HASIL PERCOBAAN
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan Kontrol
a. Hari ke-0
1
( 1,2−1,6)× 0,05 ×44
2
Ir = =0
0 × 24
b. Hari ke-2
1
( 0,6−2)×0,05 × 44
2
Ir = =0
0 × 24
c. Hari ke-5
1
( 3,8−2)× 0,05 ×44
2
Ir = =0
0 × 24
d. Hari ke-7
1
( 8,5−1,5) ×0,05 × 44
2
Ir= =0
0 × 24
4.2.2 Perhitungan Jeruk
a. Hari ke-0
1
( 5−2,5)×0,05 × 44
2
Ir = =1,57032
0,072968 × 24
b. Hari ke-2
1
(5−3,55)× 0,05 × 44
2
Ir = =0,91078
0,072968 × 24
c. Hari ke-5
1
( 5−5,5)× 0,05 × 44
2
Ir = =−0,314065
0,072968 × 24
d. Hari ke-7
1
( 5−5)× 0,05 × 44
2
Ir = =0
0,072968 × 24
b. Hari ke-2
1
( 3,8−0,6) ×0,05 × 44
2
Ir = =1,147384
0,127827× 24
c. Hari ke-5
1
(4−3,6)× 0,05 × 44
2
Ir = =0,143
0,127827 ×24
d. Hari ke-7
1
( 4−4)× 0,05× 44
2
Ir = =0
0,127827 ×24
b. Hari ke-2
1
(4,45−4)×0,05 × 44
2
Ir = =0,155
0,132849 ×24
c. Hari ke-5
1
( 4,45−11,6)× 0,05× 44
2
Ir = =−2,46677
0,132849× 24
d. Hari ke-7
1
( 4,45−9,1) ×0,05 × 44
2
Ir = =−1,60618
0,132691× 24
4.3 Grafik
4.3.1 Kontrol
Laju respirasi kontrol
10
8
6
4
2
0
Hari ke-0 Hari ke-2 Hari ke-5 Hari ke-7
4.3.4 Kentang
Praktikum kali ini dilakukan untuk menganalisa laju respirasi yang terjadi pada
beberapa bahan hasil pertanian yaitu jeruk, pisang muli, dan kentang. Penganalisaan
dilakukan dengan mengukur laju respirasi pada setiap bahan menggunakan serangkaian
alat yang telah dirakit untuk menghitung laju respirasi bahan. Pengukuran melibatkan
penggunaan larutan Ca(OH)2 dan larutan NaOH 0,05 N. Perhitungan laju respirasi juga
melibatkan metode titrasi asam basa. Pengamatan dilakukan selama 7 hari dan
dilakukan kontrol setiap 2 hari sekali.
Praktikum diawali dengan membuat larutan Ca(OH)2 dan NaOH untuk
mengikat CO2 pada bahan. Kemudian membuat larutan HCl untuk proses titrasi. Udara
akan dilewatkan pada botol kaca 1 yang berisi Ca(OH)2, CO2 dari udara akan diikat
oleh Ca(OH)2. Kemudian dialirkan ke sampel bahan, selang harus mengenai bahan.
Udara dari bahan akan dialirkan ke botol kaca 2 berisi NaOH 0,05 N, CO2 hasil
respirasi akan diikat oleh NaOH. Udara kemudian dialirkan kembali ke botol kaca 3
yang berisi NaOH 0,05 N untuk menagkap CO2 yang tersisa. NaOH pada botol kaca 3
kemudian di titrasi oleh HCl menggunakan indikator phenofltalein dan dihitung volume
HCl yang terpakai untuk proses titrasi tersebut. Laju respirasi dapat dihitung sesuai
rumus dengan memasukkan parameter yang dibutuhkan.
Pada percobaan tanpa sampel, di hari ke 0, 2, 5, dan 7, tidak ada perubahan laju
respirasi. Pada percobaan menggunakan jeruk di dapat data laju respirasi pada hari ke 0,
2, 5 dan 7 berturut turut yaitu 1,57032; 0,91078; -0,314065; 0. Pada percobaan
menggunakan pisang muli di dapat data laju respirasi pada hari ke 0, 2, 5, dan 7
berturut-turut yaitu 0,179279; 1,147384; 0,143; 0. Pada percobaan menggunakan
kentang di dapat data laju respirasi pada hari ke 0, 2, 5 dan 7 berturut turut yaitu
0,6388256; 0,155; -2,46677; dan -1,60618.
Hasil percobaan pada jeruk menunjukkan data laju respirasi yang menurun dari
hari ke hari. Tidak ada peningkatan laju respirasi yang drastis seiring bertambahnya
waktu. Karena tidak ada peningkatan laju respirasi, maka dalam waktu 5 hari jeruk
masih berwarna hijau, barulah di hari ke 7 jeruk mulai berwarna kuning. Hal itu
menunjukkan bahwa dengan tidak terjadinya peningkatan laju respirasi pada jeruk
setelah panen maka proses pematangan pada jeruk seteah panen berlangsung lama,
sehingga umur simpan jeruk juga lebih lama. Hasil percobaan sesuai dengan referensi
yang telah dipaparkan bahwa jeruk termasuk buah non-klimaterik yaitu buah yang tidak
mengalami peningkatan laju respirasi setelah panen.
Hasil percobaan pada pisang muli menujukkan peningkatan laju respirasi yang
drastis seiring bertambahnya waktu. Warna pisang muli terus berubah dalam jangka hari
yang pendek hingga pada hari ke tujuh pisang sudah mengalami pembusukan. Hal
tersebut membuktikan bahwa peningkatan laju respirasi mempercepat pematangan buah
sehingga umur simpan buah pun menjadi pendek. Hasil percobaan sesuai dengan
referensi yang telah dipaparkan bahwa pisang termasuk buah klimaterik yaitu buah yang
mengalami peningkatan laju respirasi setelah panen.
Hasil percobaan pada kentang menunjukkan laju respirasi yang menurun hingga
nilai dibawah nol. Artinya, proses respirasi pada kentang mengalami penghentian atau
disebut juga dormansi. Hal itu bisa disebabkan karena kentang disimpan di toples kedap
udara, karena lingkungan tidak mendukung tersebut maka kentang melakukan
dormansi. Sesuai referensi yang telah dipaparkan bahwa kentang bisa melakukan
dormansi ketika berada di lingkungan yang tidak menguntungkan.
Mengetahui laju respirasi pada setiap bahan pertanian berguna ntuk menentukan
proses penyimpanan dan pemeraman yang tepat pada bahan hasil pertanian.
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah:
1. Tiap bahan pertanian memiliki laju respirasi yang berbeda-beda;
2. Jeruk tidak mengalami peningkatan laju respirasi setelah panen sehingga
termasuk golongan buah non-klimaterik;
3. Pisang muli mengalami peningkatan laju respirasi yang drastic sehingga
pisang muli termasuk golongan buah klimaterik;
4. Kentang mengalami penurunan laju respirasi hingga dibawah nol, artinya
kentang mengalami penghentian proses respirasi atau disebut juga sebagai
dormansi;
5. Laju respirasi dapat dipengaruhi olrh berbagai faktor salah satunya suhu, tipe
jaringan, dan ukuran buah.
6.2 Saran
Saran untuk praktikum kali ini adalah:
Data hasil percobaan dari setiap shift di kumpulkan dalam satu arsip agar
memudahkan dalam pembuatan laporan praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Nuryanti, S., Matsjeh, S., Anwar, C., & Raharjo, T. J. (2010). Indikator Titrasi Asam-
Basa Ekstrak Bunga Sepatu. Agritech.
Sahat, S., Sunarjono, H., & Saleh. (1978). Pemecahan Masa Dormansi Umbi Bibit
Kentang Varietas Rapan 106 dengan Beberapa Zat Kimia dan Pengaruh
Pertunasan Awal Terhadap Hasil di Lapangan. Bull.Penel.Hort., 43-50.
Sudjatha, W., & Wisaniyasa, N. W. (2017). Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen (Buah
dan Sayuran). Udayana University Press.
Trenggono, & Sutarjo. (1989). Biokimia dan Teknologi Pascapanen. Yogyakarta: Pusat
Antar Universitas - Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.
LAMPIRAN
Dokumentasi Praktikum